Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN

KEPENATAAN
PERI ANESTESI
PADA LANSIA

dr. Mudzakkir Sp.An


Pertemuan 1
Definisi Geriatri (Lansia)

Geriatri atau Lanjut Usia adalah ilmu yang mempelajari tentang


aspek-aspek klinis dan juga penyakit yang berkaitan dengan orang
tua. Dikatakan pasien geriatric apabila:

– Keterbatasan fungsi tubuh berhubungan dengan makin


meningkatnya usia

– Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative


Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila:

– Ketergangtungan pada orang lain,


– Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan
masyarakat karena berbagai sebab,
– Hal-hal yang dapat menimbulakn gangguan keseimbangan
(homeostasis) yang progresif.
Batasan lansia menurut WHO yaitu:

– Middle age (45-59 tahun)


– Elderly (60-70 tahun)
– Old / lansia (75-90 tahun)
– Very Old/ sangat tua (>90 tahun)
Perubahan Fisiologis

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan dengan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di deritra,
dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap
infeksi dan menumpuk makin banyak distorsi metabolic dan struktural yang
disebut penyakit degenerative (hipertensi, aterosklerosis, DM dan kanker).
Perubahan fisiolofis dapat mempengaruhi hasil operasi,
terapi penyakit penyerta lebih berperan sebagai faktro
resiko. Secara umum pada usia lanjut terjadi penurunan
cairan tubuh total dan lean body mass dan juga
menurunya respon regulasi termal, dengan akibat
mudah terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi
hipotermia.
Fisiologi lanjut usia yang berhubungan dengan
anestesi yaitu:

– Sistem Kardiovaskuler
– Sistem Pernapasan
– Sistem Endokrin
– Sistem Saraf
– Fungsi Ginjal
– Fungsi Hepar
Sistem Kardiovaskuler

– Morfologi: Penurunan jumlah miosit, penurunan jumlah matris dalam


jaringan ikat, peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri, penurunan
kepadatan serat konduksi, penurunan jumlah sel sinus node.
– Fungsi: penurunan kontraktilitis intrinsic, pemanjangan waktu
kontraksi miokard, peningkatan kekuatan miokard, peningkatan
tekanan pengisian ventrikel, peningkatan tekanan/ ukuran atrium kiri,
penurunan beta-adrenoceptor-dimediasi modulasi inotropic dan
chronotropic.
Sistem Pernapasan
– Penurunan elastisitas jaringan paru, menyebabkan distensi alveoli berlebihan yang
berakibat mengurangi permukaan alveolar, sehingga menurunkan efisiensi
pertukaran gas.
– Ventilasi masker lebih sulit.
– Arthritis sendi temporo mandibular atau tulang belakang
servikal mempersulit intubasi.
– Tidak adanya gigi, sering mempermudah  visualisasi pita suara selama
laringoskopi.
– Penurunan   progresif   refleks  protektif  laring dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi.
Sistem Endokrin

– Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun.


– Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat dan pusat
pengatur temperatur hipotalamik mungkin kembali ke tingkat yang
lebih rendah.
– Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penurunan progresif
terhadap kemampuan menangani asupan glukosa.
Sistem Saraf

– Aliran darah serebral dan massa otak menurun sebanding dengan kehilangan jaringan saraf.
Autoregulasi aliran darah serebral tetap terjaga.
– Aktifitas fisik tampaknya mempunyai pengaruh yang positif terhadap terjaganya fungsi kognitif.
– Degenerasi sel saraf perifer menyebabkan kecepatan konduksi memanjang dan atrofi otot skelet.
– Penuaan dihubungkan dengan peningkatan ambang rangsang hampir semua rangsang sensoris
misalnya: raba, sensasi suhu, proprioseptif, pendengaran dan penglihatan.
– Volume anestetik epidural yang diberikan cenderung mengakibatkan penyebaran yang lebih luas ke arah
kranial, tetapi dengan durasi analgesia dan blok motoris yang singkat. Sebaliknya, lama kerja yang lebih
panjang dapat diharapkan dari anestetik spinal.
– Pasien usia lanjut sering kali memerlukan waktu yang lebih lama untuk pulih secara sempurna dari efek
SSP anestetik umum, terutama jika mereka mengalami kebingungan atau disorientasi preoperatif.
Fungsi Ginjal

– Aliran darah ginjal dan massa ginjal menurun. (massa korteks diganti oleh lemak dan jaringan
fibrotik). Laju filtrasi glomerulus dan bersihan kreatinin (creatinin clearance) menurun
– Gangguan penanganan natrium, kemampuan konsentrasi, dan kapasitas pengenceran
memberi kecenderungan pasien usia lanjut untuk mengalami dehidrasi atau overload cairan.
– Fungsi ginjal menurun, mempengaruhi kemampuan ginjal untuk mengekskresikan obat.
– Penurunan kemampuan ginjal untuk menangani air dan elektrolit membuat penatalaksanaan
cairan yang tepat menjadi lebih sulit; pasien usia tua lebih cenderung untuk mengalami
hipokalemia dan hiperkalmeia. Hal ini diperparah oleh penggunaan diuretik yang sering pada
populasi usia lanjut.
Fungsi Hepar

– Berkurangnya massa hati berhubungan dengan penurunan aliran


darah hepatik, menyebabkan fungsi hepatik juga menurun sebanding
dengan penurunan massa hati.
– Biotransformasi dan produksi albumin menurun.
– Kadar kolinesterase plasma berkurang.
– Ph lambung cenderung meningkat, sementara pengosongan lambung
memanjang.
Implikasi farmakologi pada lansia

– Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut meliputi:


– Ikata Protesin Plasma
– Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obatyang bersifat asam adalah albumin
dan untuk obat-obat dasar adalah alfa1- acid glikoprotein. Kadar sirkulasi albumin akan
menurun sejalan dengan usia, sedangkan kadar alfa1- acid glikoprotein akan meningkat.
Dampak gangguan protein pengikat plasma terhadap efek obat tergantung pada protein
tempat obat itu terikat dan menyebabkan perubahan fiksi obat yang tidak terikat.
Hubungan ini kompleks dan umumnya perubahan kadar protein pengikat plasma
bukanlah faktor redominan yang menentukan bagaimana farmakokinetik akan mengalami
perubahan sesuai dengan usia.
Perubahan komposisi tubuh

Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa


tubuh, peningkatan lemak tubuh dan penurunan air tubuh total.
Penurunan air tubuh total dapat menyebabkan mengecilnya
kompartemen pusat dan peningkatan kosentrasi serum setelah
pemberian obat secara bolus. Selanjutnya, peningkatan lemak tubuh
dapat menyebabkan membesarnya volume distribusi, dengan potensial
memanjangnya efek klinis obat yang diberikan
Metabolisme obat

Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya,


gangguan hepar dan klirens ginjal dapat terjadi
sesuai dengan penambahan usia. Tergantung
pada jalur degradasi, penurunan reverse hepar
dan ginjal dapat mempengaruhi profil
farmakokinetik obat.
Farmakodinamik

Respons Klinik terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin
disebabkan karena adanya gangguan sensitivitas pada target organ
(farmakodinamik). Bentuk sediaan obat yang diberikan dan gangguan jumlah
reseptor atau sensivitas menentukan pengaruh gangguan farmakodinamik
efek anestesi pada pasien usia lanjut. Umumnya, pasien berusia lanjut akan
lebih sensitive terhadap obat anestesi. Jumlah obat yang diperlukan lebih
sedikit dan efek obat yang diberikan bisa lebih lama.
Respon hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat karena adanya
interaksi dengan jantung dan vaskuler yang telah mengalami penuaan. Kompensasi
yang diharapkan sering tidak terjadi karena perubahan fisiologis berhubungan dengan
proses penuaan normal dan penyakit yang berhubungan dengan usia. Adapun
penyebab efek farmakologik yang terganggu, pasien berusia lanjut biasanya
memerlukan penurunan dosis pengobatan yang secukupnya
Obat yang digunakan untuk anestesi pada lansia:

Anestesi Inhalasi

Kosentrasi alveolar minimum (MAC= Minimum Alveolar Concentration)


mengalami penurunan kurang lebih 4% per dekade pada mayoritas anestesi
inhalasi. Mekanisme kerja anestesi inhalasi berhubungan dengan gangguan
pada aktivitas kanal ion neuronal terhadap nikotinik, asetilkolin, GABA dan
reseptor glutamate. Mungkin adanya gangguan karena penuaan pada kanal
ion, aktivitas sinaptik atau sesitivitas reseptor ikut bertanggung jawab
terhadap perubahan farmakodinamik tersebut.
Consentration Minimum Alveolar (MAC) dari semua obat-obatan inhalasi berkurang sekitar
4-5% per dekade diatas usia 40 tahun. Oleh karena itu pasien usia lanjut membutuhkan
volume anestesi inhalasi yang lebih rendah untuk mencapai efek yang sama dengan pasien
yang lebih muda. Isoflurance adalah mungkin yang paling sesuai, karena relatif stabil dalam
sistem kardiovaskuler, memiliki onset dan durasi kerja yang singkat dan hanya 0,2% dari
dosis diberikan yang dimetabolisme. Terdapat efek depresi miokard dari anestesi volatile
yang berlebihan pada pasien usia lanjut, sedangkan isoflurane dan desflurane jarang
menimbulkan efek takikardi. Dengan demikian isoflurane dapat mengurangi curah jantung
dan denyut jantung pada pasien usia lanjut.
Obat-obatan inhalasi yang kurang larut seperti sevofluran dan desflurane
mengalamui metabolisme yang minimal dan sebagian besar diekskresikan oleh
paru-paru. Halotan memiliki keuntungan dengan kurang menimbulkan iritasi
pada saluran pernafasan, meskipun obat ini meningkatkan sensitifitas
miokardium terhadap katekolamin dan mungkin dapat memicu takiaritmia.
Eter telah digunakan dengan baik selama bertahun-tahun, dan pada pasien usia
lanjut sebaiknya diberikan pada kosentrasi rendah dengan dukungan ventilasi.
Hal ini memungkinkan pasien untuk bangun lebih cepat daripada anestesi
dengan kosentrasi eter yang lebih tinggi.
Pemulihan dari anestesi dengan obat-obatan anestesi
volatile mungkin dapat memanjang karena adanya
peningkatan volume distribusi (lemak tubuh meningkat),
penurunan fungsi hepar (penurunan metabolism halotan)
dan penurunan pertukaran gas paru. Eliminasi cepat dari
desflurane dapat menjadi alasan sebagai anestesi yang
dipilih untuk pasien usia lanjut.
Anestesi Intravena dan Benzodiazepine

Tidak ada perubahan sensitivitas otak terhadap thiopental yang berhubungan dengan usia. Namun,
dosis thiopental yang diperlukan untuk mencapai anestesi menurun sejalan dengan pertambahan usia.
Namun, dosis thiopental sehubungan dengan usia disebabkan karena penurunan volume distribusi
inisial obat tersebut. Penurunan volume distribusi inisial terjadi pada kadar obat dalam serum yang
lebih tinggi setelah pemberian thiopental dalam dosis tertentu pada pasien berusia lanjut. Sama seperti
pada kasus etomidate, perubahan farmakokinetik sesuai usia (disebabkan karena penurunan klirens
dan volume distribusi inisial), bukan gangguan responsif otak yang terganggu, bertanggung jawab
terhadap penurunan dosis etomidate yang diperlukan pada pasien berusia lanjut.
Otak menjadi lebih sensitive terhadap efek propofol, pada usia lanjut.
Selain itu, klirens propofol juga mengalami penurunan. Efek penambahan
ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap propofol
sebesar 30-50% pada pasien dengan usia lanjut. Dosis yang diperlukan
midazolam untuk menghasilkan efek sedasi selama endoskopi
gastrointestinal atas mengalami penurunan sebesar 75% pada pasien
berusia lanjut. Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas
otak dan penurunan klirens obat.
Opiat
Usia merupakan predictor penting perlu tidaknya penggunaan morfin post operatif, pasien
berusia lanjut hanya memerlukan sedikit obat untuk menghilangkan rasa nyeri. Morfin dan
metabolitnya morphine-6-glucuronide mempunyai sifat analgetik. Klirens morfin akan
menurun pada pasien berusia lanjut. Morphine-6-glucuronide tergantung pada eksresi renal.
Pasien dengan insufisiensi ginjal mungkin menderita gangguan eliminasi morfin
glucuronidesm dan hal ini bertanggung jawab terhadap peningkatan analgesia dari dosis
morfin yang diberikan pada pasien berusia lanjut.
Sufentanil, alfentanil dan fentanyl kurang lebih dua kali lebih poten pada pasien berusia lanjut.
Penemuan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas otak terhadap opoid sejalan
dengan usia, bukan karena gangguan farmakokinetik. Penambahan usia berhubungan dengan
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik dan remifentanil. Pada usia lanjut terjadi
peningkatan sensitivitas otak terhadap remifentanil. Remifentanil kurang lebih dua kali lebih
poten pada lanjut usia dan dosisi yang diperlukan adalah satu setengah kali bolus. Akibat
volume kompartemen pusat VI dan penurunan klirens pada usia lanjut, maka diperlakukan
kurang lebih sepertiga jumlah infus.
Pelumpuh Otot
Umumnya, usia tidak mempengaruhi farmakodinamik pelumpuh otot.
Durasi kerja mungkin akan memanjang, bila obat tersebut tergantung
pada metabolism ginjal atau hati. Diperkirakan terjadi penurunan
pancuonium pada pasien berusia lanjut, karena ketergantungan
pancuronium terhadap ekskresi ginjal. Perubahan klirens pancuronium
pada usia lanjut masih kontroversial.
Atracurium bergantung pada sebagian kecil metabolism hati dan ekskresi
dan waktu eliminasinya akan memanjang pada pasien usia lanjut. Tidak
terjadi perubahan klirens dengan bertambahnya usia, yang menunjukan
adanya jalur eliminasi alternative (hidrolisis eter dan eliminasi Hoffmann)
penting pada pasien bersusia lanjut. Klirens vecuronium plasma lebih rendah
pada pasien berusia lanjut. Durasi memanjang yang berhubungan dengan
usia terhadap kerja vecuronium menggambarkan penurunan reverse ginjal
atau hepar.
Anestesi neuraksial dan blok saraf perifer

Presentase obat anesthesia tidak berdampak terhadap durasi blockade motoric dengan
pemberian anestesi bupivacaine. Waktu onset akan menurun, bagaimanapun juga penyebaran
anestesi akan lebih baik dengan pemberian cairan bupivacaine hiperbarik. Dampak usia
terhadap durasi anesthesia epidural tidak terlihat pada pemberian bupivacaine 0,5%. Waktu
onset akan memendek dan kedalaman blok anesthesia akan bertambah besar. Terlihat klirens
plasma lokal anestesi yang menurun pada pasien berusia lanjut . Hal ini dapat menjadi factor
yang mengurangi penambahan dosis dan jumlah infus selama pemberian dosisi berulang dan
teknik infus berkesinambungan.
Keuntungan obat-obat spesifik pada usia lanjut:

Penyakit penyerta pre-operative merupakan determinan yang lebih


besar terhadap komplikasi post-operatif dibandingkan dengan
penatalaksanaan anestesi. Beberapa pendapat menitik beratkan pada
penatalaksanaan farmakologi dan fisiologi terhadap usia lanjut. Metode
titrasi opioid mungkin lebih baik menggunakan opioid kerja singkat
seperti remifentanil. Dengan menambahkan dosis bolus dan infus,
variabilitas farmakokinetik remifentanil akan lebih rendah bila
dibandingkan dengan opioid intravena lainya. Sama halnya dengan
pilihan menggunakan pelumpuh otot dengan kerja yang lebih singkat.
Beberapa penelitian menunjukan adanya peningkatan insidens
pancuronium bila dibandingkan dengan atracurium atau
vecuronium. Penggunaan sugammadex sebagai obat reversal
untuk rocuronium akan meningkatkan penggunaan pelumpuh
otot pada pasien berusia lanjut. Bila dibandingkan dengan
anestesi inhalasi, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna
pada pemulihan profil fungsi kognitif.
TERIMAKASIH

BERSAMBUNG KE
PERTEMUAN 2

Anda mungkin juga menyukai