Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...2


BAB II TINJAUAN PUSTAKA .3
II. 1. DEFINISI GERIATRI ..3
II. 2. PERUBAHAN FISIOLOGIS ...5
Sisten Kardiovaskular ..5
Sistem Respirasi ...8
Sistem Saraf Pusat ..10
Sisem Renal 11
Sistem Hepatobilier ....13
Sistem Endokrin dan Metabolik .14
Sistem Muskuloskeletal .14
II. 3. EVALUASI DAN MANAJEMEN PRAOPERATIF .16
Evaluasi Praoperatif ...16
Manajemen Perioperatif .18
II. 4. MANAJEMEN INTRAOPERATIF ...22
Preoperative Checklist ...22
Induksi Anestesi .22
Sedasi dan Monitoring ...23
Anestesi Umum atau Regional ...24
Hipotermia ..25
Manajemen Cairan .25
End-of-surgery Checklist ...26
II. 5. MANAJEMEN POSTOPERATIF ..26
Manajemen Jalan Nafas .27
Terapi Oksigen ...27
Perawatan Intensif ..27
Manajemen Nyeri ...27
Pertimbangan Lainnya ..28
BAB III KESIMPULAN ..29
TINJAUAN PUSTAKA ...31

BAB I
PENDAHULUAN
Proses penuaan adalah suatu proses fisiologis yang berjalan dengan
waktu, bersifat universal dan progresif yang bermanifestasi berupa penurunan
kapasitas fungsioal, cadangan fisiologis serta kemampuan homeostasis. 1
Dengan perbaikan pelayanan kesehatan baik dalam segi pencegahan
maupun pengobatan, harapan hidup manusia menjadi semakin panjang, sehingga
jumlah manusia berusia lanjut (manula) akan bertambah besar. Di Indonesia,
persentase orang yang berumur >50 tahun adalah 9,64% dari jumlah penduduk.
Para manula ini mempunyai kekhususan yang perlu diperhatikan dalam anestesia
dan pembedahan, karena terdapat kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi
sejalan dengan penambahan usia. Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah usia
40 tahun. Dalam suatu penelitian di Amerika, diduga, setelah usia 70 tahun,
mortalitas akibat tindakan bedah menjadi 3 kali lipat (dibandingkan dengan usia
18-40 tahun) dan 2% dari mortalitas ini disebabkan oleh anestesia. Batas usia
seseorang disebut manula tidak pasti, karena kecepatan proses menjadi tua setiap
individu tidak sama. Akan tetapi biasanya kita sudah harus waspada terhadap
kelainan akibat proses petuaan pada pasien yang berumur 50-60 tahun. Di atas
usia 65 tahun biasanya sudah mulai jelas kelainan fisiologi akibat proses
penuaan.1
Pendekatan dan pengelolaan operasi dan anestesi pada pasien geriatri
berbeda dan sering lebih kompleks dibandingkan pada pasien yang berusia lebih
muda. Kapasitas fungsional organ berkurang seiring dengan proses penuaan,
sehingga ketahanan terhadap stres menurun.1
Tujuan dari referat ini yaitu untuk memahami pemilihan obat dan dosis obat
anestesi pada geriatri sehingga diharapkan adanya perbaikan dalam bidang
anestesi dalam menurunkan angka mortalitas terkait dengan tindakan anestesi
pada pasien berusia lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. DEFINISI GERIATRI
Geriatri atau lanjut usia adalah ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek
klinis dan penyakit yang berkaitan dengan orang tua. Dikatakan pasien geriatri
apabila :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya
usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :

Ketergantungan pada orang lain

Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan


karena berbagai sebab.

4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)


yang progresif.3
Batasan lanjut usia menurut WHO adalah :3
1. Middle age (45-59 th)
2. Elder (60-64 th)
3. Old (65-90 th)
4. Very old (>90 th)
Pendekatan dan pengelolaan operasi dan anestesi pada pasien geriatri
berbeda dan sering lebih kompleks dibandingkan pada pasien yang berusia lebih
muda. Kapasitas fungsional organ berkurang seiring dengan proses penuaan,
sehingga ketahanan terhadap stres menurun. Faktor risiko akibat proses penuaan

bertambah akibat adanya penyakit penyerta. Faktor risiko tambahan pada usia
lanjut ditunjukkan pada tabel 1.1,2,3
Frekuensi kelainan fisiologis yang serius pada pasien usia lanjut relatif
tinggi menuntut evaluasi pra operatif yang sangat hati-hati. Ahli anestesi harus
memahami bahwa terdapat perbedaan yang luar biasa akibat proses penuaan, baik
tubuh secara keseluruhan maupun dalam sistem tertentu.3,4

Table 1. Faktor resiko mortalitas pasca operasi pada pasien bedah usia lanjut
Status fisik ASA
Prosedur bedah
Penyakit penyerta

III atau IV
Bedha mayor dan atau darurat
Penyakit jantung, paru, diabetes

Status fungsional
Status gizi buruk
Tempat tinggal
Status amnulatorik

mellitus, disfungsi hepar dan ginjal


MET 1-4
Albumin <35%, anemia
Sendiri atau dengan keluarga
Terbatas di tempat tidur

II. 2. PERUBAHAN FISIOLOGIS


Adanya persamaan antara geratri dan bayi dibandingkan populasi umum lainnya,
yaitu :
Menurunnya kemampuan meningkatkan denyut jantung dalam meresponi

hipovolemia, hipotensi atau hipoksia


Menurunnya compliance paru
Menurunnya tekanan oksigen arteri
Terganggunya reflex batuk
Menurunnya fungsi tubular ginjal
Rentan terhadap hipotermia.

1. Sistem Kardiovaskular
Jantung
Penuaan berkaitan dengan berbagai perubahan molekul, ion, biofisik dan
biokimia pada jantung. Perubahan ini mempengaruhi fungsi protein, fosforilasi
oksidatif mitokondria, kinetika Ca2+, coupling eksitasi-kontraksi, aktivasi
miofilamen, respon kontraktil, komposisi dan regenerasi matriks, pertumbuhan
dan ukuran sel, serta apoptosis. 5

Tabel 2. Perubahan morfologi dan fungsi jantung yang berkaitan dengan


pertambahan umur.5
Morfologi
Fungsi
penurunan jumlah miosit
penurunan kontraktilitas intrinsik
peningkatan ukuran miosit
pemanjangan waktu kontraksi miokard
penurunan jumlah matriks dalam jaringan penurunan kecepatan kontraksi miokard
peningkatan kekakuan miokard
ikat
peningkatan ketebalan dinding ventrikel peningkatan tekanan pengisian ventrikel
peningkatan tekanan / ukuran atrium kiri
kiri
pemanjangan waktu potensial aksi
penurunan kepadatan serat konduksi
penurunan rendah koroner cadangan
penurunan jumlah sel sinus node
penurunan-adrenoceptor-dimediasi
modulasi inotropik dan chronotropic

Dalam hal fungsi jantung, pasien geriatri mengalami penurunan respon


beta-adrenergik dan meningkatnya tonus vagal serta mengalami peningkatan
insiden gangguan konduksi, bradiaritmia dan hipertensi. Curah jantung menurun
sebesar 1% per tahun dan bertanggung jawab untuk penundaan absorpsi, onset
aksi dan eliminasi obat.2,6,7 Perubahan morfologi dan fungsi jantung yang
berkaitan dengan pertambahan umur disajikan pada tabel 2.
Kemampuan

cadangan

kardiovaskular

menurun,

sejalan

dengan

pertambahan usia di atas 40 tahun. Penurunan kemampuan cadangan ini sering


baru diketahui pada saat terjadi stres anestesia dan pembedahan. Akibat
proses penuaan pada sistem kardiovaskular, yang tersering adalah hipertensi.
Pada pasien manula hipertensi harus diturunkan secara perlahan lahan sampai
tekanan darah 140/90 mmHg. Pada manula, tekanan sistolik sama pentingnya
dengan tekanan diastolik. Tahanan pembuluh darah perifer biasanya meningkat
akibat penebalan serat elastis dan peningkatan kolagen serta kalsium di arteriarteri besar. Kedua hal tersebut sering menurunkan isi cairan intra-vaskuler.
Waktu sirkulasi memanjang dari aktivitas baroreseptor menurun.2
Disfungsi distolik yang jelas dapat terlihat pada hipertensi sistemik,
penyakit arteri koroner, cardiomiopati, dan penyakit katup jantung, umumnya
stenosis aorta. Pasien dapat asimptomatis, atau dapat mengeluhkan ketidak
mampuan untuk berolahraga, dispneu, batuk atau pingsan. Disfungsi diastolik

mengakibatkan peningkatan ventricular-end diastolik pressure yang relatif besar


dengan volume ventrikel kiri yang sedikit berkurang. Pelebaran atrial adalah
predisposisi terjadinya atrial fibrilasi dan atrial flutter. Pasien beresiko terjadinya
congestif heart failure. Karena disfungsi diastolik dan penurunan penyesuaian
pembuluh darah, pasien usia lanjut mengkompensasi hipovolemia dengan buruk.
Demikian pula, transfusi berlebihan juga tidak dapat ditoleransi dengan baik.5,6,7
Terdapat peningkatan tonus vagal dan penurunan sensitivitas reseptor
adrenergic yang memicu penurunan laju jantung. Fibrosis dari sistem konduksi
dan berkurangnya sel sinoatrial node meningkatkan insidensi disritmia, artrial
fibrilasi dan artrial flutter. Terjadi penurunan respon terhadap rangsangan
simpatis, dan kemampuan adaptasi serta autoregulasi menurun. Perubahan
pembuluh darah seperti di atas juga terjadi pada pembuluh koroner dengan
derajat yang bervariasi, disertai penebalan dinding ventrikel. sistem konduksi
jantung juga dipengar uhi oleh proses penuaan, sehingga sering terjadi LBBB,
perlambatan konduksi intraventikular, perubahan-perubahan segmen ST dan
gelombang T serta fibrilasi atrium. Semua hal di atas mengakibatkan penurunan
kemampuan respon sistem kardiovaskuler dalam menghadapi stres. Pemulihan
anestesi juga memanjang. Penggunaan induksi anestesi menyebabkan penurunan
tekanan darah yang berlebihan. 1,2
Pembuluh Darah
Perubahan fisiologis normal dari sistem vaskular meliputi aterosklerosis
(yang mengarah ke kekakuan arteri, berkurangnya compliance pembuluh darah,
dan pelebaran tekanan nadi), peningkatan ketebalan dinding arteri dan penurunan
vasodilatasi yang dimediasi oleh 2 adrenoseptor. Impedansi vaskular meningkat,
yang akhirnya meningkatkan stres dan konsumsi oksigen dinding miokard. 7
Berbagai aspek morfologi dan fungsi vaskular yang dipengaruhi oleh proses
penuaan ditunjukkan pada tabel 3.6
Tabel 3. Perubahan morfologi dan fungsi vaskular yang berkaitan dengan
pertambahan umur
Morfologi

Fungsi

peningkatan diameter dan kekakuan

penurunan vasodilatasi yang dimediasi

arteri elastika besar


peningkatan ketebalan tunika media dan

intima

oleh -adrenoseptor
low-dependent
endotelium-dependent

peningkatan varian sel-sel endotel


peningkatan aktivitas elastolitik dan

kolagenolitik

natriuretic-peptide
penurunan produksi / efek nitrat oksida
kenaikan impedansi pembuluh darah,

perubahan proliferasi / migrasi sel

vascular
perubahan matriks dinding pembuluh

peningkatan kecepatan denyut nadi


relected awal pulsasi gelombang

dan

atrial

darah.
Gambar 1. Perubahan morfologi dan fungsi jantung yang berkaitan dengan pertambahan

umur.5

2. Sistem Respirasi
Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,
kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara
ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat
menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya

respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas. Proteksi jalan
nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, refleks laring dan faring
juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi
lambung lebih besar.9
Penurunan elastisitas paru-paru diakibatkan oleh penurunan sebesar 15%
dari fungsi alveolar pada usia 70 tahun, sehingga keadaan ini tampak seperti pada
emfisema. Kehilangan fungsi alveoli pada daerah lapangan paru tertentu
menyebabkan

peningkatan

volume

dead

space

yang

meningkatkan

ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (V/Q). Hal ini meningkatkan gradien O2 alveoliarterial dan mengurangi PaO2 istirahat.8,9
Penurunan pengembangan dinding dada akibat kalsifikasi vertebra
thorakalis dan tulang iga, diafragma lebih datar dan berkuragnya masa otot rangka
meningkatkan kerja pernapasan dan mengurangi ventilasi maksimal permenit.
Karena penurunan recoil elastis paru-paru, volume akhir respirasi meningkat
sedemikian rupa sehingga melebihi kapasitas residual fungsional pada usia > 65
tahun.8,9
Respon pernapasan terhadap hipoksia menurun seiring dengan pertambahan
usia. Selain itu, fungsi silia dan refleks batuk juga menurun. Sehingga sensasi
faring, pita suara dan fungsi motorik yang diperlukan untuk menelan berkurang
pada pasien usia lanjut sehingga aspirasi lebih mungkin terjadi. 8,9
Pencegahan terjadinya hipoksia perioperatif meliputi, periode preoksigenasi
yang lebih panjang, pemberian konsentrasi oksigen inspirasi yang lebih tinggi
selama anastesi, kenaikan kecil pada tekanan positive end expiratory dan toilet
pulmoner yang agresif. Aspirasi pneumonia adalah komplikasi yang umum dan
berpotensial untuk membahayakan nyawa. Predisposisi dari terjadi nya aspirasi
pneumonia adalah adanya penurunan protektic laryngeal reflek yang terjadi
seiring dengan penuaan.2
Nyeri pasca operasi, posisi telentang, golongan narkotika, serta operasi dada
dan perut bagian atas dapat mengganggu fungsi paru-paru, menyebabkan
atelektasis, embolisme, infeksi paru-paru serta depresi pernapasan. Aktivitas
mukosiliar

yang

efektif

diperburuk

meningkatkan risiko komplikasi. 8,9

oleh

kebiasaan

merokok

sehingga

Konsekuensi fungsional akibat perubahan intrinsik dan ekstrinsik yang


mempengaruhi sistem respirasi akibat proses penuaan :7

Penurunan elastisitas recoil paru-paru


Peningkatan pengembangan jaringan paru-paru
Penurunan kapasitas difusi oksigen
Penutupan jalan napas prematur yang mengakibatkan ketidaksesuaian

V/Q dan meningkatkan gradien oksigen alveolar terhadap arteri


Penutupan saluran napas yang berukuran kecil dan perangkapan gas
Penurunan laju aliran ekspirasi

Gambar 2. Perubahan morfologi dan fungsi paru yang berkaitan dengan pertambahan

umur 7

3. Sistem Saraf Pusat


Massa otak mengalami penurunan seiring pertambahan usia, kehilangan selsel neuron yang paling menonjol di temukan pada korteks serebral khususnya di
lobus frontalis. Aliran darah otak juga menurun sekitar 10-20% yang sesuai
dengan penurunan sejumlah sel-sel neuron. Sel-sel neuron mengalami penurunan
dalam hal ukuran dan kehilangan beberapa kompleksitas cabang dendritik dan
sejumlah sinapsis. Sintesis dari beberapa neurotransmiter, seperti dopamin, dan
sejumlah reseptornya mengalami penurunan. Tempat pengikatan serotonergik,
adrenergik, dan asam -aminobutirat (GABA) juga berkurang. Jumlah astrosit dan

sel-sel mikroglial meningkat. Degenerasi sel-sel saraf perifer menyebabkan


perlambatan kecepatan konduksi dan atrofi otot rangka. 1,2,6,8
Proses penuaan dikaitkan dengan peningkatan ambang batas untuk hampir
semua modalitas sensorik termasuk sentuhan, sensasi suhu, proprioseptif,
pendengaran, dan penglihatan. Perubahan dalam persepsi nyeri sangat kompleks
dan kurang dapat dipahami, mekanismenya mungkin diakibatkan oleh perubahan
proses nyeri sentral dan perifer. Tanpa penyakit penyerta, penurunan fungsi
kognitif biasanya sederhana tetapi jenisnya bervariasi. Memori jangka pendek
tampaknya yang paling terpengaruh. Aktivitas fisik dan intelektual yang kontinyu
memberikan efek positif pada pelestarian fungsi kognitif. Pasien usia lanjut sering
membutuhkan lebih banyak waktu untuk sembuh sepenuhnya dari efek anestesi
umum terhadap sistem saraf pusat, terutama jika mereka mengalami penurunan
kesadaran atau disorientasi sebelum operasi. 2
Perubahan yang terjadi pada susunan saraf pusat seiring dengan
bertambahnya umur yaitu :
Atrofi serebral (penurunan volume gray dan white matter)
Metabolism otak, alirabn darah dan autoregulasi otak tetap konstan
Pengurangan jumlah neurotransmitter
Penurunan kinerja dalam aktifitas sehari-sehari
Meningkatnya sensitifitas terhadap obat anestesi
Meningkatnya resiko delirium dan disfungsi kognitif perioperative
Penyempitan kanalis vertebralis
Degenerasi serabut saraf terutama kornu ventral dan gray matter
Penurunan diameter transversum medulla spinalis, volume

cairan

serebrospinalis dan ketebalan selaput dura yang menyelubungu akar saraf


spinal
Meningkatnya penyebaran anestesi lokal, onset dan durasi blok
Penyesuaian terhadap perubahan tersebut dalam anestesi yaitu berupa
pengurangan dosis anestesi lokal.
Delirium pasca operasi dan disfungsi kognitif lebih tinggi pada pasien usia
lanjut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa post-operative cognitive
disorder/ disfungsi kognitif pasca operasi (POCD) dapat ditemukan pada 10-15%
pasien yang berusia diatas 60 tahun dalam 3 bulan setelah operasi besar. Penelitian
oleh Anwer dkk, 2008 menemukan bahwa fungsi kognitif pasien usia lanjut yang
mendapat anestesia regional vertebralis pasca operasi hari pertama dan ketiga
tidak berubah secara signifikan dibandingkan sebelum operasi. Namun pada

pasien usia lanjut yang mendapatkan anestesi umum mengalami penurunan fungsi
kognitif yang signifikan pada pasca operasi hari pertama. Fungsi kognitif ini
secara signifikan membaik pada pasca operasi hari ketiga, tetapi masih jauh lebih
rendah daripada tingkat fungsi kognitif sebelum operasi.2,8,11
Etiologi POCD kemungkinan multifaktorial, termasuk efek obat, nyeri,
gangguan kognitif sebelumnya, hipotermia, status gizi buruk, usia lanjut, dan
gangguan metabolik. Rendahnya kadar neurotransmiter tertentu seperti asetilkolin
mungkin ikut berperan. Pasien usia lanjut sangat sensitif teradap obat-obatan
antikolinergik kerja sentral seperti skopolamin dan atropin. Beberapa pasien
mengalami POCD yang berkepanjangan atau permanen setelah tindakan operasi
dan anestesi. Beberapa metode sederhana untuk mengevaluasi fungsi kognitif usia
lanjut seperti tes Folstein Mini Mental atau three item recall test. 1,2

4. Sistem Renal
Pada ginjal jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus
( LFG) menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Hal ini
disebabkan karena glomerulus dan tubular di ginjal di gantikan oleh lemak dan
jaringan fibrotik. Respon terhadap hormon diuretik dan hormon aldosteron
berkurang Respons terhadap kekurangan Na juga menurun, sehingga berisiko
terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluar kan garam dan air berkurang, dapat
terjadi over load cairan dan juga menyebabkan kadar hiponatremia.

Ambang

rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat dipercaya.


Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun
kreatinin serum normal, tetapi LFG telah menurun. Perubahan-perubahan di
atas menurunkan kemampuan cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat
mentoleransi kekurangan cairan dan kelebihan beban zat terlarut. Pasien-pasien
ini lebih mudah mengalami peningkatan kadar kalium dalam dar ahnya,
apalagi bila diberikan larutan garam kalium secara intravena. Kemampuan
untuk mengekskresi obat menurun dan pasien manula ini lebih mudah jatuh

ke dalam asidosis metabolik. Kemungkinan trerjadi gagal ginjal juga


meningkat.1,10
Perubahan fungsi ginjal akibat penuaan : 10

Penurunan jumlah nefron korteks


Penurunan massa ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (kreatinin serum tidak berubah

karena penurunan massa otot rangka)


Penurunan aliran darah ginjal

Nekrosis tubular akut adalah penyebab paling umum dari gagal ginjal akut
perioperatif. Mortalitas pada pasien dengan gagal ginjal akut lebih dari 50%, dan
sedikitnya seperlima dari seluruh kematian perioperatif pada pasien bedah geriatri
disebabkan oleh gagal ginjal akut. Sebesar 50% pasien dengan gagal ginjal
perioperatif membutuhkan dialisis segera. Gagal ginjal akut pada pasien usia
lanjut meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta membebani sistem
perawatan kesehatan dengan biaya tambahan. 4
5. Sistem Hepatobilier dan Gastrointestinal
Hepar juga dapat dipengaruhi oleh proses penuaan. Karena beberapa obat
anestesi dan nyeri seperti opioid dan tranquilizer disaring dari plasma oleh hepar,
sehingga durasi efek obat tersebut dapat memanjang pada pasien geriatri. Obat
yang tergantung pada hepatosit seperti warfarin, dapat menghasilkan efek
berlebihan karena terjadi peningkatan sensitivitas sel. Dilaporkan peningkatan
insiden kolelitiasis pada pasien yang berusia di atas 90 tahun.1
Perubahan makroskopis hepar akibat proses penuaan diantaranya gambaran
"atrofi cokelat." Perubahan warna ini dikaitkan dengan akumulasi pigmen
lipofusin pada hepatosit, tetapi tidak jelas apakah perubahan morfologi ini
berhubungan dengan perubahan dalam fungsi hepar.10
Aliran darah hepar menurun seiring dengan pertambahan usia. Sebagian
besar penurunan ini dikaitkan dengan penurunan 35% massa hepar. Penurunan
aliran darah hepar mungkin sedikit lebih besar daripada penurunan massa hepar,
yang mengakibatkan penurunan aliran darah sebesar 10% per unit massa hepar.
Namun pada usia lanjut, ukuran hepar yang cukup besar memberikan cadangan
fungsional yang besar pula sehingga fungsi pemeliharaan relatif baik10

Perubahan pada hepar yang terkait dengan proses penuaan7

Penurunan massa dan aliran darah hepar (penurunan metabolisme first pass)
Fungsi preservasi hepatoseluler
Kemungkinan penurunan produksi albumin (yang berkaitan dengan nutrisi)
Peningkatan konsentrasi asam -1-glikoprotei
Kemungkinan penurunan produksi kolinesterase plasma
Tingkat keasaman lambung cenderung meningkat, meski masa pengosongan

lambung

diperpanjang.

Akibat

menurunnya

fungsi

persarafan

sistem

gastrointestinal, sfingter gastro-esofageal tidak begitu baik lagi, disamping waktu


pengosongan lambung yang memanjang sehingga mudah terjadi regurgitasi.10

6. Sistem Endokrin dan Metabolik


Terdapat penurunan konsumsi oksigen basal dan maksimal akibat penuaan.
Pada usia sekitar 60 tahun, kebanyakan pria dan wanita mulai mengalami
penurunan berat badan. Pria dan wanita yang berusia lanjut rata-rata memiliki
berat yang lebih rendah dari pada orang yang berusia lebih muda. Penurunan
produksi panas, peningkatkan kehilangan panas, dan pengaturan suhu pada
hipotalamus mungkin diatur pada tingkat yang lebih rendah. Peningkatan
resistensi insulin menyebabkan penurunan secara progresif dalam hal kemampuan
untuk menghadapi beban glukosa. Insiden diabetes meningkat pada orang tua
sampai dengan 25% pada pasien yang berusia lebih dari 80 tahun. Penderita
diabetes sering memiliki gangguan kardiovaskular, ginjal, neurologis dan visual,
sehingga memerlukan kontrol kadar glukosa darah selama periode perioperatif.8
Pada pasien usia lanjut yang sehat, respon neuroendokrin terhadap stres
tampaknya tidak berubah atau sedikit menurun. Proses penuaan berhubungan
dengan penurunan respon terhadap obat-obatan adrenergik ("blok endogen").
Jumlah norepinefrin yang beredar dilaporkan meningkat pada pasien usia lanjut.2
7. Sistem Muskuloskeletal

Massa otot berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Gambaran


mikroskopis menunjukkan penebalan neuromuscular junction. Tampak pula
penyebaran extrajunctional dari beberapa reseptor asetilkolin. Dengan etiologi
yang belum diketahui, sebagian besar kehilangan protein tubuh yang berkaitan
dengan penuaan dikaitkan dengan penurunan 20% dari massa otot rangka yang
dikenal dengan istilah sarcopenia. Hal ini terjadi bahkan pada orang dewasa sehat
dan berhubungan dengan hilangnya kekuatan.1,2
Pada dekade kedua, seseorang memiliki massa otot 60% dari massa tubuh,
namun pada usia 70 tahun menurun hingga kurang dari 40%. Meskipun
penurunan jaringan otot dimulai sekitar usia 50 tahun, namun hal inimeningkat
setelah usia 60 tahun. Penurunan ini sebagian dapat dikembalikan dengan latihan
beban. Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan dalam sensitivitas terhadap
pelumpuh otot pada usia lanjut. Farmakokinetik obat-obatan tersebut ditandai
dengan penurunan eliminasi. Pemberian dosis awal obat tersebut mungkin tidak
harus dikurangi, tetapi pemberian dosis total umumnya dikurangi. Namun, karena
terdapat penurunan eliminasi, maka efek obat-obatn ini harus hati-hati dipantau
menggunakan komponen fungsi neuromuskuler seperti train-of-four tests.2,10
Kulit mengalami atrofi dan rentan terhadap trauma akibat plester perekat,
bantalan elektrokauter, dan elektroda elektrokardiografi. Dinding vena sering
menjadi rapuh dan mudah ruptur pada saat infus intravena. Atritis sendi dapat
mengganggu pengaturan posisi pasien (misalnya, litotomi) atau anestesi regional
(misalnya, blok subaraknoid). Penyakit degeneratif servikal dapat membatasi
ekstensi leher yang berpotensi membuat intubasi menjadi sulit.2,9
Konsekuensi fungsional perioperatif akibat kehilangan massa otot yang
biasanya menyertai proses penuaan :7

Gangguan mobilisasi dan ambulasi pasca operasi


Mengurangi efektifitas batuk
Mengurangi thermogenesis dengan menggigil
Merubah disposisi obat
Mengurangi cadangan fungsional neuromuskuler
Waktu pemulihan dan perawatan yang memanjang

II. 3. EVALUASI PRAOPERATIF DAN MANAJEMEN PERIOPERATIF


1. Evaluasi Praoperatif
Penilaian praoperasf merupakan bagian penting dalam mengurangi
komplikasi pasca operasi. Pemahaman tentang status fisik pasien akan
memberikan panduan terhadap penilaian jenis penyakit komorbid dan tingkat
keparahannya, jenis monitoring yang diperlukan, optimasi pra operasi dan
prediksi akan timbulnya komplikasi pasca operasi. Pemahaman riwayat penyakit
yang mendetail, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penilaian risiko
tindakan pembedahan harus difokuskan selama evaluasi pra operasi.6
Informed Consent
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang
intervensi bedah dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas
putusan merupakan prasyarat untuk suatu informed consent yang sesuai dengan
hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya memahami
intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk
memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien
harus dipertimbangkan dan didokumentasikan.6

Riwayat Penyakit dan Status Gizi


Riwayat kondisi medis lengkap dan operasi sebelumnya harus dicatat karena
pasien usia lanjut biasanya sedang menjalani banyak terapi obat-obatan.
Defisiensi nutrisi yang sering dialami oleh pada usia lanjut harus dinilai secara
akurat. Hitung darah lengkap yang menunjukkan anemia, kadar albumin serum
yang kurang dari 3.2g/dl dan kolesterol kurang dari 160mg/dl telah terbukti
sebagai penanda risiko outcome pasca operasi yang merugikan. Indeks massa
tubuh yang kurang dari 20 kg/m2 pada pasien usia lanjut mungkin mengarahkan
peningkatan morbiditas karena penyembuhan luka yang tertunda, sehingga
suplemen gizi pra operatif harus dipertimbangkan.6

Pemeriksaan Fisik
Meskipun pasien usia lanjut memiliki riwayat medis yang panjang, mereka
biasanya tidak memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi
yang tidak dapat dihindari akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus mencakup
informasi yang mendetail tentang status hidrasi, gizi, tekanan darah, nadi dan
kondisi sistemik.6
Penilaian status mental pra operasi sangat penting karena biasanya
mencerminkan status kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi merupakan
prediktor yang penting dari outcome bedah yang buruk.6
Pemeriksaan Penunjang Pra-operasi
Pasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan membantu
menentukan parameter kesehatan pasien, bahkan pada mereka yang sehat dan
termasuk diantaranya:

Hitung darah lengkap: Hb, jumlah limfosit


Ureum, kreatinin dan elektrolit akan memberikan informasi tentang fungsi
ginjal karena akan mengalami perubahan secara bertahap dengan

pertambahan usia. Bersihan kreatinin merupakan indeks penting.


Gula darah dan kolesterol harus diperiksa karena tingginya insiden diabetes
mellitus dan ateroskleorsis.

Kadar albumin dan fungsi pembekuan darah


Pemeriksaa elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada semua pasien
yang berusia di atas 60 tahun, terlepas dari ada riwayat penyakit jantung

atau tidak.
Rontgen dada dan tes fungsi paru pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronis.

2. Manajemen Perioperatif
Tidak ada istilah "terlalu tua" untuk tindakan operasi. Pada umumnya hal
yang harus dipikirkan adalah bahwa komorbiditas meningkat dengan pertambahan
usia lebih penting dari usia pasien itu sendiri. Penelitian Forrest terhadap 17.201
pasien menunjukkan bahwa, risiko outcome yang berat menurun dari 3% menjadi
2% dari umur 20-an ke umur 40-an, namun meningkat secara linear setelahnya
(dari 2% pada umur 40-an sampai 6% pada umur 80-an).8
Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak yang
signifikan terhadap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan khusus,
sehinggan Penting untuk menentukan status fisik pasien dan memperkirakan
cadangan fisiologis dalam evaluasi preanestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan
sebelum operasi, maka operasi dapat dilakukan tanpa penundaan. Penundaan
operasi yang lama dapat meningkatkan morbiditas. Diabetes mellitus dan penyakit
kardiovaskular adalah penyakit yang paling sering dialami oleh pasien geriatri.
Komplikasi paru adalah salah satu penyebab utama morbiditas pascabedah pada
pasien usia lanjut. Untuk pasien ini diperlukan optimasi paru-paru. Riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
sangat penting.8
Masalah yang yang harus selalu dipikirkan pada pasien geriatri adalah
kemungkinan terjadinya depresi, malnutrisi, imobilitas dan dehidrasi. Sehingga
penting untuk menentukan status kognitif seorang pasien usia lanjut. Defisit
kognitif berkaitan dengan outcome yang buruk dan morbiditas perioperatif yang
lebih tinggi. Namun masih kontroversial apakah anestesi umum dapat
mempercepat perkembangan demensia senilis. 5,7
Farmakologi Klinis Obat-Obatan Anestesi pada Pasien Geriatri

Secara umum berbagai obat-obatan dan teknik anestesi yang sesuai


digunakan untuk orang yang berusia lebih muda dan dewasa juga dapat digunakan
pada pasien usia lanjut dengan keterbatasan fisiologi mereka. Mungkin diperlukan
modifikasi teknik dan khususnya dosis obat. Tidak ada regimen anestesi yang
"ideal" untuk pasien usia lanjut. Mayoritas obat-obatan anestesi yang lebih poten
pada pasien usia lanjut dengan pengecualian atropin (dosis harus ditingkatkan
untuk menghasilkan respon heart rate yang diinginkan). 6,8,9

Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut


meliputi:
1. Ikatan Protein Plasma
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam
adalah albumin dan untuk obat-obat dasar adalah 1-acid glikoprotein.
Kadar sirkulasi albumin akan menurun sejalan dengan usia, sedangkan
kadar 1-acid glikoprotein meningkat. Dampak gangguan protein pengikat
plasma terhadap efek obat tergantung pada protein tempat obat itu
terikat,

dan

menyebabkan

perubahan fraksi obat yang tidak terikat.

Hubungan ini kompleks, dan umumnya perubahan kadar protein pengikat


plasma

bukanlah

faktor

predominan

yang

menentukan bagaimana

farmakokinetik akan mengalami perubahan sesuai dengan usia


2. Perubahan Komposisi Tubuh
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam
adalah albumin dan untuk obat-obat dasar adalah 1-acid glikoprotein.
Kadar sirkulasi albumin akan menurun sejalan dengan usia, sedangkan
kadar 1-acid glikoprotein meningkat. Dampak gangguan protein pengikat
plasma terhadap efek obat tergantung pada protein tempat obat itu
terikat,

dan

menyebabkan

perubahan fraksi obat yang tidak terikat.

Hubungan ini kompleks, dan umumnya perubahan kadar protein pengikat


plasma

bukanlah

faktor

predominan

yang

menentukan bagaimana

farmakokinetik akan mengalami perubahan sesuai dengan usia

3. Metabolisme Obat
Gangguan hepar

dan klirens ginjal

dapat

terjadi

sesuai

dengan

penambahan usia. Tergantung pada jalur degradasi, penurunan reversi


hepar dan ginjal dapat mempengaruhi profil farmakokinetik obat
4. Farmakodinamik
Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin
disebabkan karena adanya gangguan sensitivitas pada target organ
(farmakodinamik). Bentuk sediaan obat yang diberikan dan gangguan
jumlah reseptor

atau

sensitivitas

menentukan

pengaruh

gangguan

farmakodinamik efek anestesi pada pasien usia lanjut. Umumnya, pasien


berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap obat anestesi. Jumlah obat yang
diperlukan lebih sedikit dan efek obat yang diberikan bisa lebih lama.
Perubahan farmakodinamik utama yang terkait dengan penuaan adalah
penurunan kebutuhan obat-obatan anestesi, ditunjukkan oleh MAC yang lebih
rendah. Titrasi obat-obatan anestesi secara hati-hati dapat membantu untuk
menghindari efek samping dan durasi kerja yang berkepanjangan. Obat-obatan
kerja pendek seperti propofol, remifentanil, desflurane, dan suksinilkolin mungkin
sangat berguna pada pasien usia lanjut. Obat yang tidak terlalu tergantung pada
fungsi hepar, ginjal atau aliran darah seperti mivakurium, atrakurium, dan
cisatrakurium juga dapat bermanfaat.2
Pasien usia lanjut memerlukan dosis obat-obatan premedikasi yang lebih
rendah. Premedikasi opioid hanya digunakan jika kondisi preoperatif pasien
disertai nyeri berat. Antikolinergik tidak diperlukan karena pada pasien usia lanjut
kelenjar saliva biasanya mengalami atrofi. Namun, antagonis H2 berguna untuk
mengurangi risiko aspirasi. Metoclopramide juga dapat digunakan untuk
mempercepat pengosongan lambung, meskipun risiko efek ekstrapiramidal lebih
tinggi pada pasien usia lanjut. 5,7
Dibutuhkan konsentrasi obat-obatan inhalasi yang lebih rendah selama
kombinasi anestesi epidural - general untuk toleransi endotrakea dan mencegah
pasien terbangun intraoperatif.1
Obat-obatan Anestesi Inhalasi

Obat-obatan volatile dan intravena biasanya bekerja lebih lama dengan


peningkatan volume pemberian. Anestesivolatile lebih poten pada usia lanjut,
sehingga kebutuhan MAC berkurang (meskipun onset kerja dapat meningkat
dengan penurunan curah jantung).1,2
Konsentrasi minimum alveolar (MAC) dari semua obat-obatan inhalasi
berkurang sekitar 4-5% per dekade di atas usia 40 tahun. Oleh karena itu pasien
usia lanjut membutuhkan volume anestesi inhalasi yang lebih rendah untuk
mencapai efek yang sama dengan pasien yang lebih muda. Isoflurane adalah
mungkin yang paling sesuai, karena relatif stabil dalam sistem kardiovaskuler,
memiliki onset dan durasi kerja yang singkat dan hanya 0,2% dari dosis diberikan
yang dimetabolisme. Terdapat efek depresi miokard dari anestesi volatile yang
berlebihan pada pasien usia lanjut, sedangkan isoflurane dan desflurane jarang
menimbulkan efek takikardi. Dengan demikian isoflurane dapat mengurangi curah
jantung dan denyut jantung pada pasien usia lanjut.2
Obat-obatan inhalasi yang kurang larut seperti sevofluran dan desflurane
mengalami metabolisme yang minimal dan sebagian besar diekskresikan oleh
paru-paru. Halotan memiliki keuntungan dengan kurang menimbulkan iritasi pada
saluran pernapasan, meskipun obat ini meningkatkan sensitifitas miokardium
terhadap katekolamin dan mungkin dapat memicu takiaritmia. Eter telah
digunakan dengan baik selama bertahun-tahun, dan pada pasien usia lanjut
sebaiknya diberikan pada konsentrasi rendah dengan dukungan ventilasi. Hal ini
memungkinkan pasien untuk bangun lebih cepat daripada anestesi dengan
konsentrasi eter yang lebih tinggi.1,9
Pemulihan dari anestesi dengan obat-obatan anestesi volatile mungkin dapat
memanjang karena adanya peningkatan volume distribusi (lemak tubuh
meningkat), penurunan fungsi hepar (penurunan metabolisme halotan), dan
penurunan pertukaran gas paru. Eliminasi cepat dari desflurane dapat menjadi
alasan sebagai anestesi yang dipilih untuk pasien usia lanjut.2
Obat-obat Anestesi Nonvolatile
Secara umum, pasien usia lanjut membutuhkan dosis yang lebih rendah
untuk propofol, etomidate, barbiturat, opioid, dan benzodiazepin. Sebagai contoh,

seorang yg berusia delapan puluh mungkin memerlukan kurang dari setengah


dosis induksi propofol atau thiopental dari yang dibutuhkan oleh seorang pasien
yang berusia 20 tahun.2
Meskipun propofol mungkin merupakan obat induksi yang mendekati
ideal untuk pasien usia lanjut karena eliminasi yang cepat, namun obat ini lebih
mungkin untuk menyebabkan apnea dan hipotensi dibandingkan pada pasien yang
lebih muda. Propofol juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang
berlebihan. Pemberian midazolam, opioid, atau ketamin secara bersama-sama
dapat

menurunkan

kebutuhan

propofol.

Faktor

farmakokinetik

dan

farmakodinamik bertanggung jawab untuk peningkatan sensitivitas terhadap


propofol. Pasien usia lanjut membutuhkan kadar propofol darah untuk anestesi
yang hampir 50% lebih rendahdi bandingkan pasien yang lebih muda. Selain itu
tingkat keseimbangan perifer dan klirens sistemik untuk propofol berkurang
secara signifikan pada pasien usia lanjut.2,8
Peningkatan sensitivitas thiopental tampaknya terutama karena faktor
farmakokinetik. Pengurangan 40-50% dosis induksi mungkin merupakan hasil
dari kadar puncak yang tidak menurun secepat pada pasien geriatri karena
distribusi kompartemen sentral ke kompartemen penyeimbang yang lebih lambat.2
Peningkatan sensitivitas untuk fentanil, sufentanil dan alfentanil, terutama
akibat

perubahan

farmakodinamik.

Farmakokinetik

untuk

opioid

tidak

dipengaruhi secara signifikan oleh usia. Kebutuhan dosis fentanil dan alfentanil
untuk mencapai titik akhir EEG yang sama adalah 50% lebih rendah pada pasien
usia lanjut. 1,2
Penuaan

meningkatkan

jumlah

volume

pemberian

untuk

semua

benzodiazepin, yang dapat memperpanjang waktu paruh eliminasiobat tersebut.


Untuk diazepam, waktu paruh eliminasi dapat berlangsung selama 36-72 jam.
Peningkatan sensitivitas farmakodinamik untuk benzodiazepin juga telah
diamati.2,7
Pelumpuh Otot
Respon terhadap suksinilkolin dan obat-obatan nondepolarizing tidak
berubah akibat penuaan. Penurunan curah jantung dan perlambatan aliran darah

otot dapat menyebabkan terjadinya perpanjangan blokade neuromuskuler hinga 2


kali lipat pada pasien usia lanjut. Pemulihan dari relaksan otot nondepolarizing
yang bergantung pada ekskresi ginjal (misalnya, metocurine, pankuronium,
doxakurium, tubocurarine) dapat tertunda karena klirens obat yang menurun.
Demikian pula, penurunan ekskresi hepatik akibat kehilangan massa hepar dapat
memperpanjang waktu paruh eliminasi dan durasi kerja rokuronium dan
vekuronium. Profil farmakologi dari atrakurium dan pipekuronium tidak
signifikan dipengaruhi oleh pertambahan usia. Pria usia lanjut dapat mengalami
sedikit pemanjangan efek dari suksinilkolin karena menurunnya kadar
kolinesterase plasma.2
Tabel 4. Farmakologi klinis obat-obatan anestesi pada pasien usia lanjut1

II. 4. MANAJEMEN INTRAOPERATIF


1. Preoperative Checklist

Berikut adalah daftar yang harus diisi yang direkomendasikan oleh WHO
Surgical Safety Checklist sebelum melakukan induksi anestesi dan sebelum insisi
pembedahan.
2.

Induksi Anestesi
Pada pasien usia lanjut, preoksigenasi agresif yang setara untuk anestesi
inhalasi menurun secara linear dengan pertambahan usia, oleh karena itu dosis
obat yang mempengaruhi SSP perlu dikurangi untuk mengantisipasi efek sinergi
obat. Penggunaan bersama propofol, midazolam, opioid dapat meningkatkan
kedalaman anestesi. Hipotensi adalah kejadian yang umum didapatkan sehingga
dosis obat-obatan ini harus dititrasi. Dipilih obat yang bekerja singkat. Stimulasi
intubasi trakea tidak memberikan efek hipotensi pada pasien usia lanjut.2
Efek puncak obat mengalami penundaan, diantaranya: midazolam 5 menit,
fentanil 6-8 menit, dan propofol 10 menit. Untuk meminimalkan kedalaman dan
durasi hipotensi, dosis propofol tanpa suplementasi opioid disesuaikan dengan
cara dikurangi 1,0-1,5 mg / kg lean body weight (LBW) dan 0.5-1.0mg/kg jika
diberikan opioid secara bersamaan khususnya jika disertai juga dengan pemberian
ketamin dosis rendah dan midazolam.9
Penggunaan profilaksis aspirasi dan rapid sequence intubation (RSI) harus
dilakukan secara rutin, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus atau
penyakit refluks dan prosedur darurat. Antisipasi pemanjangan durasi obat
neuromuskuler yang bersifat organ based klirens. Dosis antikolinesterase inhibitor
juga harus dikurangi dan pasien dipantau dengan ketat di unit perawatan pascaanestesi (PACU) untuk tanda-tanda rekurarisasi.1,2

Obat-obatan

non-steroid

anti-inflammatory

drug

(NSAID)

untuk

menghilangkan rasa sakit pasca operasi harus diberikan dengan dosis dikurangi
untuk menghindari komplikasi seperti gastritis, gagal ginjal akut. NSAID harus
dihindari pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi ginjal preoperatif
(peningkatan kadar urea / kreatinin) atau jika pasien mengalami hipovolemia.1,2
3. Sedasi dan Monitoring
Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis
pertambahan usia tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang
berusia lebih tua menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang
banyak, dan kurangnya cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif
terhadap efek sedatif dan depresan dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi
dan juga mengalami peningkatan risiko untuk efek samping aditif ika diberikan
obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari hipotensi atau desaturasi
mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang sama pada pasien usia
lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia dan iskemia
jantung.4
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut
dibandingkan pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas
harus dapat mengawasi pasien. Individu ini tidaklah melakukan prosedur
melainkan harus terus memantau respon, kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien.
Karena pasien yang tersedasi harus responsif setiap saat, maka komunikasi dengan
pasien adalah salah satu metode pemantauan yang paling berharga.4
Pertimbangan untuk sedasi pada orang tua :

Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia


Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya
Kesulitan memposisikan pasien
Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal
Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah
Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi
Demensia dan disfungsi kognitif 3

4. Anestesi Umum atau Regional

Anestesi regional mungkin memiliki beberapa keunggulan dibandingkan


anestesi umum, termasuk jarang menimbulkan tromboemboli, gangguan
kesadaran dan pernafasan pasca-bedah. Anestesi dengan blok tungkai dan pleksus
ideal untuk operasi perifer. Hernia dan katarak umumnya dilakukan dengan
anestesi lokal. Hipotensi lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut yang
menjalani anestesi spinal / epidural karena terjadi gangguan fungsi otonom dan
penurunan penyesuaian arteri. 1,9
Pada pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol
tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Tinjauan Cochrane
terhadap 17 penelitian anestesi untuk operasi fraktur tulang pinggul (melibatkan
lebih dari 2.800 pasien) membandingkan anestesi umum dan regional. Penulis
menyimpulkan bahwa anestesi regional dapat mengurangi mortalitas pada satu
bulan pasca operasi, tetapi baik anestesi regional dan umum menghasilkan
outcome yang sama untuk mortalitas jangka panjang.1
Pertimbangan tindakan anestesi regional pada pasien geriatri diantaranya:
Peningkatan kepekaan terhadap anestesi lokal, risiko mati rasa, nerve palsy,
komplikasi neuralgia, pemanjangan durasi blok, blok tingkat tinggi, hipotensi dan
bradikardi. Terdapat penurunan dramatis dalam hal kebutuhan sedasi dengan blok
neuraxial.1,9
Anestesi regional blok dapat mempertahankan status gizi dan normothermia.
Teknik ini ini juga dapat mengurangi sensitisasi sentral sehingga mengurangi
kebutuhan analgesik opioid pasca operasi dan meningkatkan outcome pada paruparu, jantung dan ginjal sekaligus mengurangi insiden komplikasi tromboemboli.
Tinjauan oleh Rodgers dkk menyimpulkan bahwa terdapat penurunan mortalitas
dalam 30 hari dan throbosis vein thrombosis (DVT) pada kelompok anestesi
regional.1
5. Hipotermia
Pembedahan umumnya dapat menyebabkan hipotermia karena faktor
lingkungan dan tindakan anestesi yang menginduksi inhibisi mekanisme
termoregulator normal. Pasien usia lanjut lebih beresiko untuk mengalami
hipotermia karena anestesi yang mengubah mekanisme termoregulator dan tingkat

metabolisme basal yang rendah. Hipotermia intraoperatif dapat menjadi faktor


risiko jantung independen untuk penyakit jantung pasca operasi pada usia lanjut.
Oleh karena itu, pada pasien usia lanjut harus dilakukan upaya untuk mencegah
kehilangan panas. Langkah-langkah untuk mencegah hipotermia adalah:
pembersihan pasca operasi dengan cairan yang hangat, menggunakan sistem
pemanasan, menghangatkan cairan IV, menjaga suhu lingkungan tetap hangat,
menutupi pasien dengan selimut sebelum dan setelah operasi.1,9

6. Manajemen Cairan
Mengelola volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan
menghindari kelebihan dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya
peningkatan afterload, penurunan respon inotropik atau chronotoropic serta
gangguan respon vasokonstriksi menyebabkan pasien usia lanjut sangat
tergantung pada preload yang memadai. Pasien usia lanjut juga rentan terhadap
dehidrasi karena penyakit, penggunaan diuretik, puasa pra operasi dan penurunan
respon haus. Asupan cairan oral hingga 2 - 3 jam sebelum operasi, dan terapi
pemeliharaan cairan yang cukup serta menghindari terapi diuretik sebelum operasi
dapat menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah induksi
anestesia. Hidrasi yang berlebihan juga harus dihindari pada usia lanjut dengan
ganggaun jantung karena mereka lebih rentan untuk terjadinya kegagalan sistolik,
perfusi organ yang jelek dan penurunan GFR.1,2
Penting pula untuk melakukan pemantauan kateter vena sentralis atau arteri
pulmonalis intraoperatif untuk mengukur volume darah sentral khusus pada
pasien usia lanjut yang cenderung memiliki penurunan volume darah dalam
jumlah besar atau pergeseran cairan. Penting untuk menaga tekanan vena sentral
pada kisaran 8-10 mmHg dan tekanan arteri pulmonalis 14-18 mmHg untuk
mempertahankan output jantung yang memadai.1,2
7. End-of-surgery Checklist
Berikut adalah daftar yang harus diisi yang direkomendasikan oleh WHO
Surgical Safety Checklist setelah operasi selesai : 2

II. 5. MANAJEMEN POSTOPERATIF


Masalah pada paru merupakan paling utama pada periode postoperatif. Morbiditas
postoperatif yang sering terjadi yaitu:

Ateletaksis
Pneumonia
Masalah neurologis
MCI
Gagal jantung
Delirium
Bronkitis akut

1. Manajemen Jalan Nafas


Penting pula untuk melakukan pemantauan kateter vena sentralis atau arteri
pulmonalis intraoperatif untuk mengukur volume darah sentral khusus pada
pasien usia lanjut yang cenderung memiliki penurunan volume darah dalam
jumlah besar atau pergeseran cairan. Penting untuk menaga tekanan vena sentral
pada kisaran 8 - 10 mmHg dan tekanan arteri pulmonalis14 - 18 mm Hg untuk
mempertahankan output jantung yang memadai.1
2. Terapi Oksigen
Penting pula untuk melakukan pemantauan kateter vena sentralis atau arteri
pulmonalis intraoperatif untuk mengukur volume darah sentral khusus pada
pasien usia lanjut yang cenderung memiliki penurunan volume darah dalam
jumlah besar atau pergeseran cairan. Penting untuk menaga tekanan vena sentral

pada kisaran 8 - 10 mmHg dan tekanan arteri pulmonalis14 - 18 mm Hg untuk


mempertahankan output jantung yang memadai.1,2
3. Perawatan Intensif
Jika pasien sangat tergantung pada perawatan tingkat tinggi atau tersedia
fasilitas perawatan intensif, hal ini dapat meningkatkan outcome jangka panjang
dari pasien usia lanjut, khususnya mereka yang menjalani operasi darurat.9
4. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah berusia lanjut,
dimana nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Kontrol
nyeri yang kurang optimal dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
usia lanjut karena komorbiditas terkait seperti penyakit jantung iskemik,
penurunan cadangan ventilasi, perubahan metabolisme, efek dan ekskresi.1,2
Pertimbangkan pemberian analgetik sederhana seperti parasetamol, dan
NSAID dengan hati-hati. Titrasi morfin IV menggunakan protokol usia lanjut
(>70 tahun) yang sama dengan pasien yang lebih muda tampaknya aman. Dua
sampai tiga miligram morfin IV setiap 5 menit untuk skor analog visual lebih dari
30 dilaporkan dapat memberikan kontrol nyeri yang memadai. Opioid kerja
singkat seperti fentanil atau sufentanil dan satrategi manajemen nyeri intensif
dengan bolus intermiten atau patient controlled analgesia (PCA) secara parenteral
atau dengan blok neuraxial dilaporkan paling bermanfaat untuk pasien usia lanjut
beresiko tinggi atau pasien usia lanjut dengan risiko rendah yang menjalani
operasi berisiko tinggi dengan mengurangi respon stres terhadap pembedahan dan
ambulasi dini.1,8
5. Pertimbangan Lainnya
Fisioterapi dini dan kontinyu serta mobilisasi dapat membantu pemulihan
pasca-operasi dan dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit secara
signifikan. Pertimbangkan profilaksis deep vein thrombosis (DVT) dimana pasien
usia lanjut adalah kelompok berisiko tinggi, terutama mereka dengan fraktur
kolum femoris atau mereka yang tirah baring selama beberapa hari. Cari

kemungkinan munculnya komplikasi pascaoperasi. Komplikasi yang paling sering


termasuk infeksi (terutama luka, dada, saluran kemih), DVT dan emboli paru.
Dapat pula timbul delirium dan mungkin disebabkan oleh sepsis, dehidrasi,
overhidrasi, ureum dan elektrolit yang abnormal, hipoksia, sindrom putus alkohol/
obat atau gangguan kognitif / demensia.9

BAB III
KESIMPULAN
Usia lanjut bukan merupakan kontraindiksi untuk anestesi umum maupun
regional. Pasien usia lanjut sangat rentan dan sangat sensitif terhadap stres akibat
trauma, operasi, hospitalisasi, dan anestesi dengan mekanisme yang hanya
sebagian dipahami. Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki
dampak yang signifikan terhadap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan
khusus, sehinggan penting untuk menentukan status fisik pasien dan
memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi preanestesi. Oleh karena itu,
meminimalkan risiko perioperatif pada pasien geriatri memerlukan suatu penilaian
preoperatif yang bijaksana terhadap fungsi organ, manajemen intraoperatif yang
teliti untuk gangguan yang menyertai, dan kontrol nyeri pasca operasi yang
optimal.
Perubahan fisiologis pada pasien geriatri yaitu seperti :

Sistem kardiovaskular
Elastisitas pembuluh darah berkuraang,
Compliance arteri menurun & menyebabkan tekanan darah sistolik
meningkat
Tonus vagal meningkat
Sistem respirasi
Elastisitas jaringan paru berkurang, kontraktilitas dinding dada
menurun
Sistem metabolik dan endokrin
Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat, dan pusat
pengatur temperatur hipotalamik mungkin kembali ke tingkat yang

lebih rendah.
Sistem renalis
GFR dan creatinin clerance menurun 1% mulai umur 40 th
Serum kreatinin tidak berubah karena massa otot juga ikut berkurang
Homeostasis terhadap cairan menurun
Sistem hepatobilier
Berkurangnya massa hati berhubungan dengan penurunan aliran darah
hepatik, menyebabkan Fungsi hepatik juga menurun sebanding dengan
penu-runan massa hati.

Sistem saraf pusat


Aliran darah serebral dan massa otak menurun sebanding dengan
kehilangan jaringan saraf. Autoregulasi aliran darah serebral tetap
terjaga.
Degenerasi sel saraf perifer menyebabkan kecepatan konduksi

memanjang dan atrofi otot skelet.


Sistem muskuloskeletal
Massa otot berkurang. Pada tingkat mikroskopik, neuromuskuler
junction menebal.
Sendi yang mengalami arthritis dapat mengganggu pemberian posisi
(misalnya,

litotomi)

atau

anestesi

regional

(misalnya,

blok

subarakhnoid).
Dosis

kebutuhan

obat-obatan

anestesi

lokal

(minimum

anesthetic

concentration) dan umum (minimum alveolar concentration) berkurang pada usia


lanjut. Administrasi suatu agen anestesi epidural pada volume tertentu cenderung
menghasilkan penyebaran cephalad yang lebih luas pada pasien usia lanjut, tetapi
dengan durasi analgesia dan blok motorik yang lebih singkat. Pasien usia lanjut
menunjukkan kebutuhan dosis yang rendah rendah untuk propofol, etomidate,
barbiturat, opioid, dan benzodiazepin.
Dalam beberapa aspek, anestesi regional dapat menunjukkan manfaat yang
mengutungkan bagi pasien usia lanjut. Teknik ini kurang menyebabkan
tromboemboli, gangguan kesadaran dan pernafasan pasca-bedah. Pada pasien
dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol tekanan darah ketat,
anestesi umum mungkin lebih baik. Pada teknik anestesi umum, sangat penting
untuk titrasi dosis obat dan lebih bijaksana untuk menggunakan obat-obatan kerja
pendek.

DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Geriatric Anesthesia. Dalam: Clinical
Anesthesiology, 5th Edition. Philadelphia, 2013. Lange Medical Books/
McGraw-Hill, hal: 951-8
2. Kumra VP. Issues in geriatric anaesthesia. SAARC J. Anesthesia. New Delhi,
2008. Hal:39 49
3. Darmojo B. Geriatri ed 4. Jakarta; Balai Penertbit FKUI. 2009. Hal 3-4; 5666.
4. Jin F, Chung F. minimizing perioperative adverse events in the elderly. Brit J
Anaesth. 2001; 87 (4): 608-24
5. Priebe HJ. The aged cardiovascular risk patient. British Journal of
Anaesthesia 85 (5): 76378 (2000) [cited 2011 December 06]. Available
from: http://www.bja.oxfordjournals.org/content/85/5/763.long
6. Kanonidou Z, Krystianou G. Anesthesia for Elderly. Hippokratia 2007, 11, 4:
175-177.

[cited

2011

December

06].

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC255979/
7. Stoelting RK, Hillier SC. Physiology of the newborn and elderly. Dalam:
Handbook of pharmacology and physiology in anesthetic practice, 2nd ed.
Philadelphia, 2006. Lippincott Williams & Wilkins, hal: 871-81
8. Anonym. Geriatrics (Anesthesia Text) [cited 2011 December 06]. Available
from: http://www.OpenAnesthesia.org
9. Kelly F. Anesthesia for the erderly patient. [cited 2011 December 06].
Available from: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/15/u15513_01.htm
10. Ceba RC, Sprung J, Gajic O, Warner DO. The aging respiratory system:
anesthetic strategies to minimize perioperative pulmonary complications.
Dalam: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric
anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008. Springer, hal: 149- 163
11. Anwer HM. Postoperative cognitive dysfunction in adult and elderly patients.
M.E.J. Anseth 18 (6), 2006
12. Lewis MC. Alterations in metabolic functions and electrolytes. Dalam:
Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology
2nd Edition. New York. 2008. Springer, hal: 97- 105
13. Hazen SE, Larsen PD, Martin L. General anesthesia and elderly surgical
patients.[cited

2011

December

06].

from:http://www.fidarticles/p/articles/mi_m0FSL/is_n4_v65/ai..

Available

Anda mungkin juga menyukai