OKTOBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
MANAGEMENT PERIOPERATIF
OLEH :
10542054413
PEMBIMBING:
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 10542054413
Pembimbing,
i
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr. Wb.
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat
khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada
dr. Zulfikar Djafar, Sp.An selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan
kata, penulis berharap agar referat ini dapat memberi manfaat kepada semua
orang.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan
pre operasi pasien, sifat operasi dan teknik anestesi diperlukan untuk operasi, serta
risiko pasien tertentu yang mungkin dihadapi selama ini.1 Evaluasi preanestesi
perawatan anestesi untuk operasi dan prosedur non-bedah. Untuk Advisory ini,
Anestesi berada dalam posisi unik yang mereka dapat menawarkan semua
terletak pada dokter anestesi. Oleh karena itu, dokter anestesi harus memimpin
yang berisiko sangat tinggi. Preoperasi klinik anestesi harus bekerja sama dengan
sumber yang mungkin hal ini termasuk catatan medis pasien, anamnesis,
1
Sebagai bagian dari proses evaluasi preanestesi, ahli anestesi dapat memilih untuk
Tes pra operasi, sebagai komponen dari evaluasi preanestesi, hal ini dapat
diindikasikan untuk berbagai keperluan, namun tidak terbatas pada (1) penemuan
anestesi perioperatif; (2) verifikasi atau penilaian dari penyakit sudah diketahui,
anestesi perioperatif; dan (3) perumusan rencana dan alternatif untuk perawatan
untuk mendidik pasien, mengatur sumber daya untuk perawatan perioperatif, dan
dilakukan untuk menurunkan kecemasan pasien, pembatalan dari hari operasi, dan
serta biaya tambahan dari konsultasi subspesialis yang diminta sebelum waktu pra
operasi.3
ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat klien dipindahkan ke ruang
pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasa dilakukan di
2
ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca
bedah atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien
demikian pasien pasca operasi dan anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pemeriksaan memadai.1
4
dapat mengurangi kecemasan dan menjawab pertanyaan tentang teknik
analgesia kepada pasien, antara lain: umur, jenis kelamin, status fisik, jenis
permintaan pasien.5
5
perioperatif, dan tes laboratorium pra operasi; (2) evaluasi sistem
bermanfaat bagi ahli anestesi yang meninjau fungsi klinik pra operasi
pasien.4
melakukan:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium
Pemeriksaan lain.
6
dan kehendak pasien, sehingga kompliksi yang mungkin terjadi
umum.
yang mungkin ada pada pasien atau orang tuanya. Hal-hal yang
7
mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat
keadaan bugar.
1. Preoperatif Anestesi
a. Anamnesis
terbukti aman dan efektif screening pre operasi dan harus menjadi
menimbulkan interaksi
Riwayat alergi.
jalannya anestesi.
8
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi
b. Pemeriksaan Fisik
kesakitan.
Breath ( B1 ) : jalan nafas, pola nafas, suara nafas, dan suara nafas
9
Periksalah apakah pasien menderita penyakit jantung atau
perifer, dll.
kehamilan.
neuromuskuler.
Penilaian Airway
10
Airway Classification ( Score Mallapati)11
Kelas III : Palatum molle, dan dasar uvula saja yang terlihat
dilakukan intubasi dibandingkan kelas III dan IV, kelas III dan IV
menghindari hasil positif palsu atau negative palsu, tes ini sebaiknya di
c. Pemeriksaan Tambahan
11
foto thorak tidak diperlukan jika tidak ada gejala atau abnormal pada
3) Pemeriksaan EKG bila umur lebih dari 35 tahun atau bila ada
indikasi
d. Catatan lain
pasien. Selama masa puasa pasien akan merasa haus, lapar, gelisah,
12
Rekomendasi Puasa :
13
e. Penilaian Prabedah
Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi dapat terjadi jika
Anemia
g. Klasifikasi pasien
ASA VI)11,12
14
ASA DEFINISI CONTOH, TERMASUK, NAMUN
I Seorang pasien yang sehat Sehat, bebas rokok, tidak ada atau
15
IV Seorang pasien dengan Contohnya termasuk (namun tidak
yang merupakan ancaman MI, CVA, TIA, atau CAD / stent, yang
multi
tujuan donor
3D.8,11,12
16
h. Persiapan pada hari operasi
dengan puasa, pada pasien dewasa puasa 6-9 jam, pada bayi/anak
menyebabkan muntah.10
2) Gigi palsu, bulu mata palsu, cincin, gelang harus ditinggalkan dan
17
3) Kandung kemih harus kosong, bila perlu dilakukan kateterisasi.
2. Intraoperatif Anestesi
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan
ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan
pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan
dukungan psikologis selama induksi anestesi, atau membantu mengatur
posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip
dasar kesimetrisan tubuh.10
18
a. Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intraoperatif meliputi 4
hal, yaitu : 20
Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
1) Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada
klien dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa
berbagai posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis
yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi tertentu
Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang
operasi adalah
• Daerah operasi.
• Usia.
• Tipe anastesi.
• Berat badan pasien.
• Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami
gangguan pergerakan, seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak
melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi
daerah atau medan operasi
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat dan dokter terkait dengan pengaturan
posisi pasien meliputi :
a) Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi.
Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula.
Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal :
Lamninectomy.
Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas
abdomen, sering digunakan untuk operasi pada daerah abdomen
bawah atau pelvis.
19
Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan
biasanya digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase
dan pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy.
Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
b) Pemajanan area pembedahan.
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan
dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini
perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping.
c) Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi.
Untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan
keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan
mencegah terjadinya injury.
2) Memasang alat grounding ke pasien
3) Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan
pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
4) Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti :
cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
b. Monitoring Fisiologis
1) Melakukan balance cairan
20
setiap hari. Dalam kehidupan sehari, volume harian urin
mencerminkan asupan cairan, bukan asupan harus
mencocokkan tetapi beberapa output urin 'normal' yang
dianggap sekitar 1,5 liter atau 1.500 ml. Volume minimum urin
yang diperlukan untuk mengeluarkan limbah zat terlarut tanpa
risiko mereka mengendap dalam sistem kemih adalah sekitar
600 mL, nilai yang sebagian tergantung pada diet. Asupan
cairan harian harus sama dengan volume yang hilang sebagai
urin. Karena itu, untuk memastikan ekskresi limbah terlarut
tanpa risiko, semua orang harus minum sedikitnya 600mL
cairan sehari - bukan 1600-2000mL seperti yang diyakini
secara luas. Sedangkan kebutuhan cairan oran dewasa normal
sekitar kebutuhan air : 30 – 50 ml / Kg BB / 24 jam.
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya
dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas
seseorang. Pada bayi usia <1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85%
berat badan dan pada bayi usia >1 tahun mengandung air sebanyak 70-
75%. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan
terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa
50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50% berat badan.26
Hal ini terlihat pada tabel berikut :
Usia Kilogram Berat (%)
Bayi prematur 80
3 bulan 70
6 bulan 60
1-2 tahun 59
11-16 tahun 58
Dewasa 58 – 60
Dewasa dengan obesitas 40 – 50
Dewasa kurus 70 - 75
Tabel 2. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia Dikutip dari : Garner MW :
Physiology and pathophysiology of the body fluid, St. Louis, 1981, Mosby,26
21
Jumlah air yang hilang selama 24 jam :
------------
Jumlah : 2.500 ml
22
50 % dalam 1 jam pertama
25 % dalam 1 jam kedua
25 % dalam 1 jam ketiga
23
Fluid Shift Example of Operation Rates * (Crystalloid)
Minor Tendon Repair 0 – 3 ml/kg/hr
Tympanoplasty
Moderate Hysterectomy Inguinal hernia 6 ml/kg/hr
Total hip replacement
Major Abdominal case with peritonitis 9 ml/kg/hr
24
Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan
laruatan kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan
pertimbangan berdasarkan :
- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan
kadar hemoglobin sebesar 1 gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar
hemoglobin 3 gr%. Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan
cairan secukupnya sehingga diuresis + 1 ml/kgBB/jam.29
2) Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu
untuk melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan
yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah,
saturasi oksigen, perdarahan dll.
3) Pemantauan terhadap perubahan vital sign.
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan
kondisi klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus
dilakukan intervensi secepatnya.
a. Monitorimh Psikologi
1) Memberikan dukungan emosional pada pasien.
25
3) Mengkaji status emosional klien.
3. Pascaoperatif anestesi
26
anestesi dihentikan pasien sebenarnya masih dalam keadaan anestesi dan
perlu diawasi dengan ketat seperti masih berada di kamar bedah. Ruang
pulih sadar yang terletak di dekat kamar bedah akan mempercepat atau
memudahkan bila diperlukan tindakan bedah kembali. Alat untuk
mengatasi gangguan nafas dan jalan nafas harus tersedia misalnya jalan
nafas orofaring, jalan nafas orotrakeal, laringoskop, alat trakeostomi,
dalam segala ukuran. 14,15
2) Pengelolaan Pasien di Ruang Pulih Sadar
Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau PACU harus seperti
sewaktu berada di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena
itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter
denyut (pulse oxymeter), EKG, peralatan resusitasi jantung-paru dan
obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari kamar bedah.14,15
Personil dalam PACU sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien
gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan
dini tanda vital yang membahayakan pasien.14,15
Setelah dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar.
Pasien yang dikelola adalah pasien pasca anestesi umum ataupun anestesi
regional. Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau
tidak, ventilasinya cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak.
Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara
dini. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau
spasme laring, pasca bedah dini kemungkinan terjadi muntah yang dapat
berakibat aspirasi. Anestesi yang masih dalam, dan sisa pengaruh obat
pelumpuh otot akan berakibat penurunan ventilasi.14,15,16
3) Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah2,13,14
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal dibawah ini:
27
stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang
cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada
2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian
karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi
kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%
kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian
cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlua
larutan garam isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita
dapat minum dan makan.
Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah dimana pada fase
pasca operatif kebutuhan cairan 2-3 L/24jam dibutuhkan untuk
mengganti kehilangan cairan lewat urin, feses dan insensible water
losses. Pengawasan status cairan harus dilakukan dengan baik,
misalnya mengawasi tanda-tanda vital, produksi urin dan CVP.
Produksi urin harus dipertahankan lebih atau sama dengan
0,5ml/kgBB/jam. Oleh karena itu 24 jam pertama, cairan isotonis harus
diberikan untuk mengatasi kehilangan lewat ruang ketiga.30
Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari
10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya
angkut oksigen.
Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi
cairan tersebut.
Pada saat melakukan observasi di ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih
mudah dapat dilakukan “monitoring B6”, yaitu :15,16,17
a) Breath (nafas) : sistem respirasi
Pasien belum sadar dilakukan evaluasi :
28
- Pola nafas
- Tanda-tanda obstruksi
- Pernafasan cuping hidung
- Frekuensi nafas
- Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
- Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
- Udara nafas yang keluar dari hidung
- Sianosis pada ekstremitas
- Auskultasi : wheezing, ronki
29
- Distensi abdomen
- Perdarahan lambung post operasi
- Obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, mis: hepar,
lien, pankreas
- Dilatasi usus halus
Hati-hati, pasien operasi mayor sering mengalami kembung
yang mengganggu pernafasan karena ia bernafas dengan
diafragma.
f) Bone (tulang) : sistem muskuloskeletal
Periksa :
- Tanda-tanda sianosis
- Warna kuku
- Perdarahan post operasi
Gangguan neurologis : gerakan ekstremitas
Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di
ruang pulih adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas
motorik, seperti skor Aldrete. Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah
skor total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8 , pasien boleh keluar
ruang pemulihan.14,
Penilaian Nilai
Warna Merah muda 2
Pucat 1
Sianosis 0
Pernapasan Dapat bernapas dalam dan batuk 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat 1
Apnoea atau obstruksi 0
Sirkulasi Tekanan darah menyimpang <20%> 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal 0
Kesadaran Sadar, siaga dan orientasi 2
Bangun namun cepat kembali tertidur 1
30
Tidak berespons 0
Tidak bergerak 0
Pernafasan Batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan 0
Kesadaran Menangis 2
Bereaksi terhadap rangsangan 1
Tidak bereaksi 0
Tabel 6. Skor pemulihan pasca Anestesi Steward Score (anak- anak)
Sedangkan untuk pasien dengan spinal anestesi digunakan kriteria skor
Bromage, yang dinilai adalah pergerakan kaki, lutut dan tungkai, apabila total
skor di atas 2, pasien boleh di pindahkan ke ruang rawat.14,17 Jika Bromage Score
≤ 2 dapat pindah ke ruangan
Kriteria Nilai
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3
31
4) Masalah Pascaoperatif Anetesi
a) Masalah Respirasi
i. Obstruksi jalan nafas
Prinsip dalam mengatasi sumbatan mekanik dalam sistem anestesi
adalah dengan menghilangkan penyebabnya. Diagnosis banding antara
sumbatan mekanik dan bronkospasme harus dibuat sedini mungkin.
Sumbatan mekanik lebih sering terjadi, dan mungkin dapat menjadi total,
dimana wheezing akibat bronkospasme biasanya dapat terdengar tanpa
atau dengan stetoskop. Penyebab sumbatan bisa nyata sebagai contoh,
keadaan ini dapat diatasi dengan meluruskan pipa yang terpuntir dibalik
rongga mulut. Jika pipa ditempatkan terlalu jauh ke dalam trakea, maka
pipa tersebut biasanya memasuki bronkus utama jika kadar tinggi
oksigen yang dipakai, sampai terjadi tanda-tanda hipoksia, hiperkardi
atau sumbatan pernafasan menjadi nyata.
Komplikasi dapat dihindarkan jika ahli anestesi memeriksa
kedudukan pipa setelah dipasang dengan mendengarkan melalui
stetoskop di atas setiap sisi dada sementara secara manual paru-paru
dikembangkan, jika suara pernafasan tidak terdengar atau pengembangan
pada satu sisi dada telah didiagnosis, maka harus secara lambat laun
ditarik sampai udara terdengar memasuki kedua sisi toraks secara
seimbang. Penggunaan pipa yang telah dipotong sampai sepanjang
bronkus kanan dapat mengurangi bahaya. Ahli anestesi tidak boleh
melupakan bahwa, jika dihadapkan pada sumbatan mekanik yang tidak
dapat dijelaskan, segera setelah intubasi, maka anjuran terbaik adalah
pipa ditarik keluar.14,19,20
Sumbatan mekanik pada penderita yang tidak di intubasi, apakah
dapat bernafas dengan spontan atau dikembangkan, paling sering
disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang. Biasanya keadaan ini
dapat ditolong dengan mengekstensikan kepala, mendorong dagu ke
muka dan memasang pipa udara anestetik peroral atau nasal.14,19,20
Sumbatan mekanik pada penderita yang di intubasi mungkin bersifat
samar-samar. Paling penting disadari bahwa adanya pipa trakea tidak
32
menjamin saluran pernafasan yang lancar. Pipa dapat menjadi terpuntir,
bagian yang melengkung dapat terhalang pada dinding trakea, atau dapat
terlalu menjorok jauh dan memasuki bronkus utama kanan atau manset
dapat menyebul keluar menutupi bagian ujung.14,19,20
ii. Bronkospasme
Bronkospame dapat diatasi secara terapi medik, tetapi yang paling
penting adalah memastikan bahwa tidak terjadi sumbatan mekanik,
baik secara anatomis, akibat lidah yang terjatuh ke belakang pada
penderita yang tidak di intubasi, atau akibat defek peralatan seperti
yang telah dijelaskan di atas.19
Efedrin intravena setiap kali dapat ditambah 5 mg, atau 30 mg
intramuskular sehingga dapat menolong, tetapi dapat menyebabkan
takikardi dan meningatkan tekanan darah. Secara bergantian,
suntikan lambat 5 mg/kg aminofilin intravena.19
iii. Hipoventilasi
Hipoventilasi, yang secara umum didefinisikan sebagai PaCO2
lebih besar dari 45 mmHg, merupakan kejadian sering setelah
anestesi umum. Dalam kebanyakan kasus, hipoventilasi adalah
ringan, dan banyak kasus yang diabaikan. Hipoventilasi signifikan
biasanya jelas secara klinis hanya ketika PaCO2 lebih besar dari 60
mm Hg atau pH darah arteri kurang dari 7,25. Tanda-tandanya
bervariasi termasuk mengantuk yang berlebihan atau
berkepanjangan, obstruksi jalan napas, frekuensi pernapasan lambat,
tachypnea dengan pernapasan dangkal, atau sesak napas.21
Immobilisasi karena sakit akibat insisi dan disfungsi diafragma
setelah operasi perut atau dada bagian atas, distensi abdomen, atau
dressing perut ketat adalah faktor-faktor lain yang dapat
berkontribusi terhadap hipoventilasi. Produksi CO2 yang meningkat
saat menggigil, hipertermia, atau sepsis juga dapat meningkatkan
PaCO2 bahkan pada pasien normal yang pulih dari anestesi umum.21
33
b) Masalah Kardiovaskular
Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan,
iritasi pipa trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi
saraf simpatis karena hipoksia, hiperkapni dan asidosis. Hipertensi
akut dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal
ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema paru atau pendarahan
otak. Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan kalau perlu
dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5 – 1,0
µg/kg/ menit.14,20
Hipotensi yang terjadi karena isian balik vena (venous return)
menurun disebabkan pendarahan, terapi cairan kurang adekuat,
diuresis, kontraksi miokardium kurang kuat atau tahanan veskuler
perifer menurun. Hipotensi harus segera diatasi untuk mencegah
terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut dengan hipoksemia
dan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor
penyebabnya. Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau Asering
300-500 ml.14,20
Hipertensi karena anestesi tidak adekuat dapat dihilangkan
dengan menambah dosis anestetika. Bila persisten dapat diberi obat
penghambat beta adrenergik seperti propanolol atau obat vasodilator
seperti nitrogliserin yang juga bermanfaat untuk memperbaiki perfusi
miokard. Reaksi hipertensi pada waktu laringoskopi dapat dicegah
antara lain dengan terlabih dahulu memberi semprotan lidokain topikal
kedalam faring dan laring, obat seperti opiat dan lain-lain.14,20
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesi
dapat diobati dengaan analgetika narkotik seperti pethidin 10 mg I.V
atau morfin 2-3 mg I.V dengan memperhatikan pernafasan (depresi).3,8
Aritmia jantung pada anestesia, aritmia terjadi kira-kira 15-30
%. Etiologi aritmia selama anestesia :
Tindakan bedah : Bedah mata, hidung, gigi, traksimesenterium,
dilatasi anus.
Pengaruh metabolisme : hipertiroid, hiperkalemia.
34
Penyakit tertentu : penyakit jantung bawaan, penyakit hiperkapnia,
hipokelmia, jantung koroner.
Pengaruh obat tertentu : atropine, halotan, adrenalin dll.
c) Masalah Lain-lain
a. Mengigil
Menggigil dapat terjadi saat di PACU sebagai akibat hipotermia
intraoperatif atau efek dari agen anestesi. Hal serupa juga terjadi dalam
periode pasca-melahirkan (post partum). Penyebab paling penting dari
hipotermia adalah redistribusi panas dari inti tubuh ke kompartemen
perifer. Suhu dingin di ruang operasi, eksposur yang terlalu lama dari
luka yang besar, dan penggunaan dalam jumlah besar cairan intravena
yang tidak hangat atau arus tinggi gas unhumidified juga bisa menjadi
penyebab.22
35
Gelisah pasca anestesi dapat disebabkan karena hipoksia,
asidosis, hipotensi, kesakitan. Penyulit ini sering terjadi pada
pemberian premedikasi dengan sedatif tanpa anelgetika, hingga pada
akhir operasi penderita masih belum sadar tetapi nyeri sudah mulai
terasa. Komplikasi ini sering didapatkan pada anak dan penderita
usia lanjut. Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut di atas, pasien
dapat diberikan midazolam 0,05-0,1mg/kgBB atau terapi dengan
analgetika narkotika (petidin 15-25 mg I.V ).20,22
c. Kenaikan Suhu
Kenaikan suhu tubuh harus kita bedakan apakah demam
(fever) atau hipertermia (hiperpireksia). Demam adalah kenaikan
suhu tubuh diatas 38 derajat Celcius dan masih dapat diturunkan
dengan pemberian salisilat. Sedangkan hipertermia ialah kenaikan
suhu tubuh diatas 40 derajat Celcius dan tidak dapat diturunkan
dengan hanya memberikan salisilat.19,20
Beberapa hal yang dapat mencetuskan kenaikan suhu tubuh ialah:
- Puasa terlalu lama
- Suhu kamar operasi terlalu panas (suhu ideal 23-24 derajat
Celcius)
- Penutup kain operasi yang terlalu tebal
- Dosis premedikasi sulfas atropin terlalu besar
- Infeksi
- Kelainan herediter (kelainan ini biasanya menjurus pada
komplikasi hipertermia maligna).19,20
Hipertermia maligna merupakan krisis hipermetabolik dimana suhu
tubuh naik lebih dari 2 derajat Celcius dalam waktu satu jam. Walaupun
angka kajadian komplikasi ini jarang, yaitu 1: 50.000 pada penderita
dewasa dan 1: 25.000 pada anak-anak, tetapi jika terjadi angka
kematiannya cukup tinggi yaitu 60%. Etiologi komplikasi ini masih
diperdebatkan, tetapi telah banyak dikemukakan bahwa kelainan
herediter ini karena adanya cacat pada ikatan kalsium dalam retikulum
sarkoplasma otot atau jantung.19,20
36
Adanya pacuan tertentu akan meyebabkan keluarnya kalsium
tersebut dan masuk kedalam sitoplasma hingga menghasilkan kontraksi
miofibril hebat, penumpukan asam laktat dan karbondioksida,
meningkatkan kebutuhan oksigen, asidosis metabolik, dan pembentukan
panas. Kebanyakan obat anestetika akan menjadi triger pada penderita
yang berbakat hipertermia maligna herediter ini. Halotan dan
suksinilkolin adalah obat-obat yang sering dilaporkan sebagai pencetus
penyulit ini. Akan tetapi tidak berarti obat-obat lain aman terhadap
komplikasi ini. Gejala klinis selain kenaikan suhu mendadak, tonus otot
bertambah, takikardi, tetani, mioglobinuria, gagal ginjal dan gagal
jantung. Penanggulangan komplikasi dilakukan dengan langkah-
langkah:19,20
- Hentikan pemberian anestetika dan berikan O2 100%
- Seluruh tubuh dikompres es atau alkohol, kalau perlu lambung
dibilas dengan larutan NaCl fisiologis dingin
- Pemeriksaan gas darah segera dilakukan
- Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat
- Koreksi hiperkalemia dengan glukosa dan insulin
- Oradekson dosis tinggi diberikan i.v.
- Dantrolene i.v. 1-2 mg/ kgBB dapat diulang tiap 5-10 menit dan
maksimum 10 mg/kgBB. Obat ini merupakan satu-satunya obat
spesifik untuk hipertermia maligna.19,20
d. Reaksi Hipersensitif
Reaksi hipersensitif adalah reaksi abnormal terhadap obat karena
terbentuknya mediator kimia endogen seperti histamin dan serotonin dan
lainnya. Reaksi dapat saja terjadi pada tiap pemberian obat termasuk obat
yang digunakan dalam anestesia. Komplikasi sering terjadi pada
pemberian induksi intravena dan obat pelumpuh otot.19,20
Gejala klinis hipersensitif :
37
- Vasodilatasi, tetapi nadi kecil sering tak teraba, sampai henti
jantung.
- Bronkospasme
- Sakit perut, mual dan muntah, kadang diare
Pengobatan:
- Hentikan pemberian obat anestetika
- Dilakukan napas buatan dan kompresi jantung luar kalau terjadi
henti jantung
- Adrenalin 0,3-0,5 cc (1:1000) i.v. atau intratrakea
- Steroid, aminofilin atau vasopresor dipertimbangkan pada keadaan
tertentu
- Percepat cairan infus kristaloid
- Operasi dihentikan dulu sampai gejala- gejala hilang.19,20
e. Nyeri
Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan
ringan. Untuk meredam nyeri pasca bedah pada anestesi regional untuk
pasien dewasa, sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat
memasukkan anestesi lokal ke ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke
ruang epidural. Tindakan ini sangat baiknya manfaat karena dapat
membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelah itu nyeri
yang timbul bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan tambahan
opioid dan kalaupun perlu cukup diberikan analgetik golongan NSAID
(anti inflamasi non steroid) misalnya ketorolac 10-30 mg IV atau IM.20
Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural
atau epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping
opioid intratekal atau epidural ialah gatal di daerah muka. Pada manula
dapat terjadi depresi napas setelah 10-24 jam. Gatal di muka dan depresi
napas dapat dihilangkan dengan nalokson. Opioid intratekal atau epidural
tidak dianjurkan pada manula kecuali dengan pengawasan ketat.20
Kalau terjadi nyeri pasca bedah di PACU diberikan obat golongan
opioid secara bolus dan selanjutnya dengan titrasi perinfus.14,20
f. Mual - Muntah
38
Mual dan muntah pasca operasi (PONV) adalah masalah umum
terutama anestesi umum, terjadi pada 20-30% dari semua pasien. Selain
itu, PONV mungkin terjadi di rumah dalam waktu 24 jam dari lepas
rawat (discharge) (postdischarge nausea and vomiting) dalam sejumlah
besar pasien . Etiologi PONV biasanya multifaktorial, melibatkan agen
anestesi, jenis prosedur, dan faktor pasien. Adalah penting untuk
mengenali bahwa mual adalah keluhan umum yang dilaporkan pada awal
hipotensi, terutama setelah anestesi spinal atau epidural.10
39
dan dysphoric yang mungkin timbul pada penggunaan metoclopramide
atau antiemetik jenis fenotiazin. 24
40
BAB III
PENUTUP
untuk anestesi membutuhkan pemahaman status pra operasi pasien, sifat operasi
dan teknik anestesi diperlukan untuk operasi, serta risiko yang pasien tertentu
mungkin menghadapi selama ini.1 Anestesi berada dalam posisi unik yang mereka
dapat menawarkan semua keterampilan ini, dan tanggung jawab utama untuk
penilaian anestesi pra-operasi terletak dengan dokter anestesi. Oleh karena itu,
operasi.
41
DAFTAR PUSTAKA
kadar gula saat induksi pada pasien pediatrik yang menjalani operasi
42
elektif. Jurnal anestesi perioperatif. Dep. Anestesiologi dan Terapi
centre. 2017
Taiwam. 2011.
11. Ronald, M. Steward. et al. Advanced Trauma Life Support® and the
13. R. Sjamsuhidayat, Wim de jong, Masa Pulih, dalam Buku Ajar Ilmu
43
14. G.Edward Morgan, Jr., Mageds, Mikhail, Postanesthesia Care, dalam
17. Arif Manjoer, Sprahaita, Wahyu Ika Wardani, dkk, Anestesia Umum,
https://www.researchgate.net/publication/2204533.
44
22. R. Sjamsuhidayat, Wim de jong, Masa Pulih, dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1998, Hal : 373-391 2. Said
A.Latief, Kartini A.Suryadi, M.Ruswan Dachlan, Tatalaksana
23. Pasca Anestesia, dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, Jakarta, 2002, Hal
:253-256.
24. Gwinnut C.L. Perawatan pascaanestesia dalam Anestesi Klinis edisi
ketiga. Alih bahasa oleh Susanto D. Penerbit buku kodeokteran EGC,
Jakarta 2012, hal: 89-109.
25. Kaswiyan U. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi. Fakultas Kedokteran UnPad/RS Hasan Sadikin. 2000
26. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. Fifth
edition. Missouri: Elsevier – mosby; 2005.p3-227
27. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia.
Fifth edition. Philadelphia:Lippincot Williams and Wilkins; 2006:74-
97.
28. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Jakarta : Media Aesculapius; 2000:1-58.
29. World Health Organization, WHO. Guidelines for Medical Interns,
Clinical Transfusion Practice.2014.
http://www.who.int/bloodsafety/transfusion_services/ClinicalTransfusi
onPracticeGuidelinesforMedicalInternsBangladesh.pdf.
30. Setyoahadi, B. dkk. 2012. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit
Dalam (Emergency in Internal Medicine). Volume I. Jakarta : Internal
Publishing.
45