Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidrosefalus adalah penumpukan CSS sehingga menekan jaringan
otak. Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter,
sehingga tekanan intrakranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai
sebagai kelainan konginetal namun bisa pula oleh sebab postnatal. Angka
kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui sejak lahir, dan 50% pada
3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000 bayi, dan kira-kira
12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan
distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan tetap
hidup akan menjadi masalah pediatri sosial (Ropper, 2005).
Hidrosefalus menggambarkan keadaan peningkatan tekanan intrakranial
karena peningkatan cairan cerebrospinal (CSF). Sejarah Hidrosefalus sudah banyak
dikenal sejak ± abad ke-5 SM, Hippocrates menggambarkan hidrosefalus sebagai
presentasi klinis karena akumulasi air di intrakranial. Kemudian, Galen menjelaskan
tentang Plexus Choroid dan hubungannya dengan cairan cerebrospinal di dalam otak,
walaupun pengetahuan tentang hal ini masih kurang pemahamannya. Pada abad ke-
17, Willis menjelaskan bahwa plexus choroid mensekresikan cairan cerebrospinal
dan absorbsinya ke dalam sistem vena dalam otak, walaupun penjelasan ini masih
kurang dapat dijelaskannya. Pada 1701, Pachioni menjelaskan tentang granulationes
arachnoidea, walau masih belum tepat menjelaskan fungsinya dalam produksi cairan
cerebrospinal daripada fungsi absorbsinya, namun akhirnya padaakhir abad ke-19,
penjelasan tentang fisiologi produksi cairan cerebrospinal dan absorbsinya
telahdapat dijelaskan dengan lebih baik (Rooper, 2005).
Evolusi dalam tatalaksana hidrosefalus juga terbagi dalam 3 tahap. Tahap
pertama, pada masa Renaisance, ditandai dengan pemahaman yang kurang mengenai
proses fisiologis dan patologisnya, sehingga tatalaksana pembedahan maupun tanpa
pembedahan tidak memberikan hasil yang bermanfaat. Tahap kedua, periode antara
abad ke-19 dan pertengahan abad ke-20, dimana fisiologi dan patologi cairan
cerebrospinal dapat dijelaskan dengan lebih baik, namun pilihan tatalaksana masih
terlalu dini dilakukan. Pada tahun 1891, Quincke melakukan pungsi lumbal sebagai
modalitas diagnostik dan terapi pada hidrosefalus. Sedangkan Keen melakukan
drainase ventrikel cerebri melalui pendekatan temporal. Beragam kanulisasi lumbal

1
dan ventrikel cerebri telah dilakukan dengan hasil yang berbeda satu dengan lainnya.
Chusing melaporkan tatalaksana hidrosefalus dengan cara membuat hubungan
(shunting) lumbal-peritoneum. Lespinasse pada tahun 1910 merupakan yang pertama
kali mengenalkan koagulasi plexus choroidea dan penggunaan endoskopik
(sistoskopik) pada kanulasi ventrikel cerebri. Pada tahun 1922, Dandy merupakan
orang pertama yang melakukan third ventriculostomy menggunakan pendekatan
subfrontal, dan setahun kemudian Mixter melakukan ETV (endoscopic third
ventriculostomy) pada hisdrosefalus non komunikan dengan menggunakan
uretroskopik. Pada tahun 1939, Torkildsen mengenalkan penggunaan valveless
rubber catether untuk menghubungkan ventrikel lateral dengan sisterna magna pada
hidrosefalus non komunikan (Rooper, 2005).
Tahap ketiga dari evolusi tatalaksana hidrosefalus dimulai saat
perkembangan shunt silikon yang dengan unidirectional valve pada tahun 1950an.
Nulsen dan Spitz menggunakan stainless steel unidirectional valves yang
dihubungkan ke kateter berbahan karet untuk diversi CSF dari ventrikel ke 2 dalam
vena jugularis pada pasien anak-anak dengan hidrosefalus. Hal inilah yang
melandasi perkembangan dan variasi dalam tata laksana hidrosefalus. Sehingga,
ventriculoperitoneal shuntings merupakan standar tatalaksana operatif pada
hidrosefalus, walaupun dalam perkembangannya terdapat beragam lokasi dan cara
shunting CSF. Bagaimanapun juga sistem shunting tersebut menyebabkan tubuh
harus “mengenal” adanya benda asing yang ditanam dalam tubuh, sehingga
komplikasi dan resiko dalam sistem shunting dapat berhubungan dengan terjadinya
infeksi dan masalah pada insersi shunt yang sering terjadi pada praktiknya.
Perkembangan teknologi dan endoskopik dengan penggunaan endoscopic third
ventriculostomy (ETV) dalam tatalaksana operatif hidrosefalus non komunikan dapat
menjadi alternatif pilihan mengingat komplikasi pada sistem shunting (Rooper,
2005).

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani:
"hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi
ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat
gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS).
Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang
selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat
saraf yang vital (Rooper, 2005)
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan
intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak
yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah
dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran
ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi
dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder,
sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-
sutura dan ubun-ubun.
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah
dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya CSS. Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang
disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan
cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSS lebih
besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem
ventrikel.

3
B. Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-
43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan
bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih
sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah
akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid
dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Campbell &
William, 2005)

C. Etiologi
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam
ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang
subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh
pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam
piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP).
Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem
internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150
ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan
prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml
(Rooper &Robert; Campbell & William, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen
monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit
akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan
Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan
sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem
kapiler. Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan
serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS
dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat
penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Teoritis pembentukan
CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan

4
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang
terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi
dan anak ialah (Ropper & Robert, 2005),
1. Kelainan Bawaan (Kongenital)
a) Stenosis akuaduktus Sylvii
Stenosis akuaduktus sylvii merupakan penyebab terbayank
pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat
merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu
lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak
lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah
kelahiran.
b) Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan
dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis
dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah
dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian atau total.
c) Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system
ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya
sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa
pascaerior.
d) Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat terjadi kongenital tapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
e) Anomali Pembuluh Darah

2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat
terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase
akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh

5
obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system
basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat
pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen
terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan
interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta
lokasisasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada
penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di
lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,
penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu
sendiri.

D. Anatomi dan Fisiologi


CSF merupakan cairan yang tidak berwarna yang dihasilkan terutama
di plexus choroidea ventrikel lateral, ventrikel ke-2 dan ventrikel ke-4, serta
sebagian kecil (±20%) dari ruang interstisial dan permukaan ependim dari
dinding ventrikel. Sedangkan, di kompartemen spinalis, CSF dihasilkan dari
duramater yang membungkus radiks-radiks saraf. Sekitar 95% CSF
diproduksi dari plexus choroidea di ventrikel lateral. CSF juga berada pada
sisterna, ruang subarachnoidea, dan yang melingkupi otak dan medulla
spinalis. Beberapa karakteristik CSF adalah sebagai berikut (Kurschel et al.,
2007),

6
1. Pada bayi memiliki total CSF sekitar 50 ml, sedangkan pada dewasa
150 ml, dengan 50% berada di masing-masing otak dan spinal.
2. Pada bayi akan memperoduksi CSF 25 ml/hari, pada dewasa 0,3-0,35
ml/menit (± 500 ml/hari).
3. Tekanan intrakranial pada bayi 9-12 cmH2O, sedangkan pada dewasa
18-20 cmH2O.
4. Secara umum produksi CSF tidak tergantung pada tekanan intrakranial
(ICP), namun absorbsi CSF tergantung kepada ICP yang diatur oleh
vili-vili arachnoidal di sekitar sinus-sinus duramater.

Gambar 2.1. Tempat penghasil liquor serebrospinal.

Sirkulasi dan fisiologi dari CSF cukup kompleks. Sekitar 2 abad yang
lalu, Alexander Monro memberikan prinsip fisiologis dan hubungan tentang
komposisi intrakranial yang dibuktikan secara ekperimental oleh Kellie,
sehingga dikenal saat ini sebagai doktrin Kellie-Monro (tabel 6.2), yang
menjelaskan tentang ruang “kaku” dari tengkorak, jumlah/volume komponen
intrakranial termasuk di dalamnya CSF, darah, dan otak yang merupakan
dalam jumlah atau nilai yang tetap/konstan sehingga, apabila terdapat
perubahan salah satu komponen (contoh : peningkatan CSF) akan
memberikan kompensasi pada perubahan salah satu atau lebih dari komponen
yang lainnya. Namun, pada anak usia kurang dari 2 atau 3 tahun, dengan
fontanel yang masih terbuka, sehingga doktrin ini tidak bisa dibuktikan
(Campbell & William, 2005).
Perjalanan dari CSF berlangsung terus-menerus dan
berkesinambungan, dimulai dari ventrikel lateral menuju ke Foramen
interventriculare Monro ke ventrikel ke-3, kemudian melalui Aquaductus
Sylvius menuju ke ventrikel ke-4, selanjutnya akan melalui Foramen

7
Magendie dan Luschka untuk beredar di dalam ruang subarachnoidea. Dari
ruang subarachnoidea, CSF akan di absorbsi ke dalamsirkulasi vena melalui
granulationes arachnoidea. Disregulasi dalam produksi, sirkulasi, dan
absorbsi dari CSF akan memberikan gejala atau tanda hidrosefalus (Rooper &
Robert, 2005).
Beberapa tipe hidrosefalus dapat dikelompokan sebagai overproduksi
CSF, seperti pada tumor plexus choroidalis. Namun, pada kebanyakan kasus,
hidrosefalus terjadi karena adanya obstruksi di sepanjang aliran CSF. Tumor
pada ventrikel lateral dapat menyebabkan hidrosefalusnkarena adanya efek
massa dan over produksi CSF bila tumor berasal dari plexus choroidea.
Tumor yang banyak terdapat di ventrikel lateral termasuk diantaranya
meningioma, glioma, dan tumor plexus choroidea. Tumor plexus choroidea
jarang didapatkan, sering terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun, dengan
insidensi 1% dari semua tumor intrakranial. Obstruksi pada foramen
interventrikuler Monro dapat disebabkan oleh atresia kongenital, adanya
membran, atau gliosis akibat perdarahan, hal-hal tersebut akan menyebabkan
pembesaran ventrikel unilateral (ventrikulomegali unilateral) (Ellenbogen et
al., 2012).
Gangguan pada ventrikel ke-3 karena adanya kista dan tumor akan
menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Kista koloid yang ditemukan pada
aspek anterior-superior ventrikel ke-3, yang insidensinya kurang dari 2% dari
tumor intrakranial pada populasi orang dewasa, yang memberikan gejala
hidrosefalus obstruktif akut sampai kronik pada foramen Monro. Obstruksi
juga dapat terjadi pada level Aquaductus Sylvius, terutama pada neonatus
yang memiliki diameter kecil (0,2-0,5 mm). Obstruksi pada level ini akan
memberikan gambaran pelebaran ventrikel ke-3 sampai dengan ventrikel
lateral. Malformasi kongeital pada level ini bisa meliputi stenosis aquaduct,
forking, pembentukan septa, dan gliosis subependimal akibat infeksi
intrauterin (Ellenbogen et al., 2012).

8
Kelainan pada ventrikel ke-4 dan basal foramen juga bisa menjadi
lokasi obstruksi aliran CSF yang menyebabkan hidrosefalus. Malformasi
Dandy-Walker yang terjadi pada bayi dengan gambaran pembesaran kistik di
fossa posterior yang disebabkan hipoplasia dari vermis cerebellum dan atrofi
cerebellum, yang juga berhubungan dengan hidrosefalus, dan dapat disertai
dengan gangguan kongenital lainnya Tumor pada fossa posterior dan
ventrikel ke-4 akan memberikan gambaran hidrosefalus akut atau kronis,
disertai dengan gejala lain yang mengikutinya sesuai dengan lesinya. Pada
populasi orang dewasa, tumor yang banyak terdapat di fossa posterior
meliputi metastasis, glioma, neuroma, meningioma, dan hemangioblastoma.
Pada anak-anak, tumor infratentorial kebanyakan akan menyebabkan
hidrosefalus seperti pada medulloblastoma, ependimoma, astrositoma
cerebelli, dan brainstem glioma (Ellenbogen et al., 2012).

Gambar 2.2. Aliran CSF.

9
E. Patomekanisme
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara
teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan


2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan


intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan
absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler.


2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.


Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi
yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua
konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan
volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial
sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap
tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena
ini tergantung dari komplians tengkorak.

10
F. Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS. Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi
klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu :
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap
hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus
biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala
terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi
dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum
nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih
terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di
sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai
manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas.
Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti
penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada
pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran
abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan
sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua
deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai
empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih


besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,

11
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut
ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia
respirasi). Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol,
lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang
karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior –
posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital
tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena
superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat
tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan
pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim
ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan
penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi
terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe
communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan
menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan
kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik
(Rooper & Robert, 2005).
a) Bayi :
1) Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3
tahun.
2) Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga
fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan
tengkorak.
3) Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4) Muntah
5) Gelisah
6) Menangis dengan suara ringgi
7) Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil,
lethargi – stupor.
8) Peningkatan tonus otot ekstrimitas

12
9) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-
pembuluh darah terlihat jelas.
10) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-
olah di atas Iris
11) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
12) Strabismus, nystagmus, atropi optic
13) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

b) Anak yang telah menutup suturanya :


Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1) Nyeri kepala
2) Muntah
3) Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4) Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak
berumur 10 tahun
5) Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6) Strabismus
7) Perubahan pupil

G. Prosedur Diagnostik
Studi tentang neuroimaging sangat membantu dalam penegakan diagnosis
hidrosefalus. Diagnosis saat ini dapat ditegakkan secara intrauterin dengan USG
maupun MRI. Saat ini diagnosis hidrosefalus secara radiologi dilakukan dengan CT
scan kepala. Penilaian CT scan secara anatomis yaitu pembesaran semua sistem
ventrikel. Penilaian Evan ratio dengan mengukur rasio cornu frontal dari ventrikel
lateral dengan diameter terbesar biparietal, dengan nilai abnormal apabila > 0,3.
Penilaian besar dari cornu temporal dari ventrikel lateral > 2 mm (Oi et al., 2005).

H. Tatalaksana
Tatalaksana hidrosefalus meliputi : non-opratif dan operatif.
1. Tatalaksana non-operatif
Manajemen ini ditujukan untuk menurunkan produksi CFS dan
meningkatkan absorbsinya. Manajemen yang dilakukan adalah pemberian
farmakoterapi dengan pemberian Azetazolamide (carbonic anhydrse inhibitor)
dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan Furosemide (diuretik) dengan dosis 1

13
mg/kgBB/hari. Perlu diperhatikan juga bahwa obat-obat tersebut diatas juga
memberikan resiko atau efek samping seperti metabolisme asidosis, letargis,
penurunan nafsu makan, ketidakseimbangan elektrolit, takipneu, dan diare.
Obat lain juga meliputi Hyaluronidase, manitol, urea, dan gliserol (Enchev,
2008).
2. Tatalaksana operatif
Tatalaksana ini dibagi lagi menjadi 2 prosedur : shunting dan non-
shunting. Pada prosedur nonshunting berupa : ETV, reseksi lesi yang
menyumbat aliran CSF, dan apabila diperlukan ablasi plexus choroidea.
Sedangkan pada prosedur shunting bertujuan untuk diversi CSF ke ruang atau
organ tubuh lain yang memiliki kemampuan reabsorbsi seperti pericardium,
peritoneum, rongga pleura. Proses kanulasi ventrikel dapat dilakukan melalui
pendekatan frontal, parietal, dan occipital. Beberapa ahli bedah saraf lebih
memilih pendekatan secara parietal karena mudah jangkauannya dari scalp ke
abdomen (Enchev, 2008; Milojevic et al, 2012).

Gambar 2.3. Tempat Kanulasi Ventrikel

I. Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan
ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik
dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus
komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna
namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-
60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal.
Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70%
diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan
sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi
hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk (Milojevic et al., 2012).

14
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,
gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-
70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang,
atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested
hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal. Pada
kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar
51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi
mental ringan. Penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka
panjang dengan kelompok multidisipliner (Shizuo et al., 2009; Milojevic et
al., 2012)

J. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah
infeksi dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau
perpindahan didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan
/eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari
pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan
manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status
neurologis buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt.
Infeksi umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt.
Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis
shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius
lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang
cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen
oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.
Komplikasi shunting pada hidrosefalus paling sering meliputi : malfungsi
shunt (underdrainage CSF atau overdrainage CSF) dan infeksi pada sistem
ventrikel atau shunt (Shizuo et al., 2009)

15
Gambar 2.4. Komplikasi Pada Hidrosefalus.

16
III. RINGKASAN

1. Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS.
2. Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif
pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan –
jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan
kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan
serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan
terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor.
3. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga
terbagi dalam dua bagian yaitu Hidrochepalus komunikan, Hidrochepalus
non-komunikan Hidrochepalus bertekanan normal
4. Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan
kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-
masing rumah sakit.

17
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.2005.


Lippincott Williams & Wilkins: Philladelphia.

Ellenbogen, Richard G. Abdulrauf, Saleem I,Sekhar, Laligam N. 2012. Principles


of Neurological Surgery, 3rd edition. ELSEVIER-SAUNDERS:
Philadelphia.

Enchev Y, Oi S. 2008. Historical trends of neuroendoscopic surgical techniques in


the treatment of hydrocephalus. Neurosurg Rev 31(3): 249–62.

Kurschel S, Ono S, Oi S. 2007. Risk reduction of subdural collections following


endoscopic third ventriculostomy. Childs Nerv Syst. 23 (5): 521-526.

Milojevic, A, Radojcic, B, & Meljnickov. 2012. Histories of Surgical Treatments


Over The Centuries. Sanamed. 7(2): 119-125.

Oi S, Samii A, Samii M. 2005. Frameless free-hand maneuver of a handy small


diameter rigid-rod neuroendoscope with working cannel under high-
resolution imaging technical note. J Neurosurg Pediatrics. 102: 113-118.

Oi S, Di Rocco C. 2006. Proposal of evolution theory in cerebrospinal fluid


dynamics and minor pathway hydrocephalus in developing immature
brain. Child’s. Nerv Syst. 22: 662-669.

Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of
Neurology: Eight Edition. USA.

Shizuo Oi, Wolf Luedemann, Amir Samii, & Madjid Samii. 2009. Evolution
Theory in Cerebrospinal Fluid Dynamics: A Hypothesis for Failure of
Neuroendoscopic Ventriculostomy in Treatment of Hydrocephalus in
Fetal, Neonatal and Early Infantile Periods. J.Hydrocephalus. 1(1):1-9.

18

Anda mungkin juga menyukai