Anda di halaman 1dari 4

Persiapan Perioperatif pada Pasien Dewasa Normal

Lion Pamungkas
102016287
Lion.pamungkas@gmail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat

Pendahuluan
Pasien yang akan menjalani operasi harus melewati tahapan preoperatif. Hal
inimerupakan mekanisme standar awal yang digunakan oleh ahli atau bagian
anestesi.Kesalahan atau kegagalan dalam tahapan ini dapat meningkatkan resiko yang
ditanggung olehpasien baik saat premedikasi maupun saat operasi dilakukan. Dokter spesialis
anestesi harus mengumpulkan data yang berhubungan dengan risikotindakan anestesi dan
operasi agar persiapan dan tindakan anestesi dapat disesuaikan dengan risiko tersebut.

Persiapan preoperatif
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun
daruratharus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan pembedahan
sangatdipengaruhi oleh persiapan preoperatif. Kunjungan preoperatif pada bedah elektif
umumnyadilakukan 1 – 2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang
tersedia lebihsingkat.
Kunjungan preoperatif bertujuan untuk:
1. Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat – obat anestesi, premedikasi, obat atau
alat resusitasi yang sesuai dengan keadaan fisik dan kehendak pasien, sehingga
komplikasi yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga
mengurangi biaya atau cost pengobatan.
3. Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini
dipakai klasifikasi ASA (America Society of Anesthesiology) sebagai
gambaranprognosis pasien secara umum.
4. Menjelaskan resiko anestesi pada pembedahan dan mengurangi rasa cemas pasien dan
keluarganya.1,2
Anamnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis) atau keluarga pasien
(alloanamnesis). Yang harus diperhatikan pada anamnesis antara lain:
1. Identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan, berat badan, tinggi badan)
2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anestesi.Tanyakan pada pasien riwayat operasi dan anestesi yang
terdahulu, apakah pasien mengalami komplikasi saat itu sepertikesulitan pulih sadar,
perawatan intensif pasca bedah, penyakit serius yangpernah dialami, juga mengenai
riwayat diabetes mellitus, penyakit hati, hemoglobinopati,penyakit kardiovaskuler
atau sistem pernafasan. Sehubungan dengan keadaanpasien sekarang, perlu juga
ditanyakan toleransi terhadap olahraga, batuk kronik,dan sesak nafas.
3. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkinmenimbulkan
interaksi.
4. Riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu terutama obat anestesi pada pasien
maupun keluarganya.
5. Riwayat kebiasaan pasien, seperti merokok, minum alkohol atau mengonsumsi
narkotika. Perlu ditanyakan juga makanan dan minuman yang terakhir dimakan
pasien karena dapat mempengaruhi waktu pengosongan lambung.1,2

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan antara lain pemeriksaan tanda-tanda vital,
tinggi dan berat badan, keadaan umum, dan kesadaran. Perhatikan juga jalan nafas bagian
atas dan pikirkan bagaimanapenatalaksanaannya selama anestesi. Apakah jalan nafas mudah
tersumbat,apakah intubasi akan sulit atau mudah, apakah pasien ompong atau memakaigigi
palsu atau mempunyai rahang yang kecil yang akan mempersulitlaringoskopi. Apakah ada
gangguan membuka mulut atau kekakuan leher,apakah pembengkakan abnormal pada leher
yang menekan dorong saluran nafasbagian atas.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan harus disesuaikan dengan masalah pada
pasien yang ditemukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Rontgen thoraks tidak
diperlukan jika tidak ada gejala abnormal pada dada, tapi pemeriksaan Hb dan Ht sebaiknya
rutin dilakukanpada pasien yang akan menjalani anestesi umum. 1 Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, serum
elektrolit, dan faal hemostasis. Dapat juga dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG)
dan radiologi jika dibutuhkan.
Berdasarkan status fisik pasien preanestesia, ASA (American Society
of Anesthesiologist) membuat klasifikasi yang membagi pasien ke dalam 6 kelompok sebagai
berikut:2

Tabel 1: Klasifikasi Status Pasien Preoperatif Menurut American Society of Anesthesiologist2


Kelompok Keterangan
ASA 1 Pasien dalam keadaan sehat yang
memerlukan operasi
ASA 2 Pasien dengan kelainan sistemik ringan
sampai sedang baik karena penyakitbedah
maupun penyakit lainnya. Tidak ada
keterbatasan fungsional.
ASA 3 Pasien dengan gangguan atau penyakit
sistemik sedang hingga berat
yangmenyebabkan keterbatasan fungsi
ASA 4 Pasien dengan penyakit sistemik berat yang
mengancam hidup danmenyebabkan ketidak
mampuan fungsi
ASA 5 Pasien yang tidak dapat bertahan hidup dalam
24 jam dengan atau tanpa operasi
ASA 6 Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat
diambil untuk donor

Setelah anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dilakukan dan


telah diperoleh gambaran tentang keadaan pasien secara umum beserta masalah-masalah
yang ada, selanjutnya dibuat rencana pemberian obat danteknik anestesi yang digunakan.
Dengan perencanaan anestesi yang tepat, kemungkinan terjadinya komplikasisewaktu
pembedahan dan pasca bedah dapat dihindari. Rencana anestesi meliputi:

1. Medikasi preanestesi
2. Jenis anestesi
Jika dilakukan anestesi umum, perhatikan manajemen jalan napas (airway),
pemberian obat induksi, rumatan dan pelemas otot. Jika anestesi yang diberikan
anestesi regional, perhatikan teknik dan zat anestesi yang digunakan.
3. Monitoring intraoperasi
Perhatikan kebutuhan cairan, tanda vital, bising usus dan kesadaran pasien.
4. Monitoring pasca operasi
Meliputi pengendalian nyeri dan pengawasan hemodinamik.2

Persiapan pada hari operasi


Persiapan yang pertama dilakukan adalah pengosongan saluran pencernaan.
Pengosongan lambung sebelum anestesi penting untuk mencegah aspirasi isi lambung ke
paru karena regurgitasi dan muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan
lambungdilakukan dengan puasa, pada pasien dewasa puasa 6-9 jam, pada bayi/anak
dipuasakan3-4 jam.Pada pembedahan darurat, pengosongan lambung dapat dilakukan lebih
aktif dengancara merangsang muntah, memasang pipa nasogastrik atau memberi obat
yangmenyebabkan muntah seperti apomorphin.Cara-cara ini tidak nyaman bagi pasien
sehingga jarang sekali dilakukan. Cara lainyang dapat ditempuh adalah menetralkan asam
lambung dengan memberi antasida(magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2
(cimetidin, ranitidine atau famotidin).Pemberian obat pencahar umumnya dilakukan pada
laparotomi eksplorasi. Komplikasipenting yang harus dihindari kerena puasa adalah
hipoglikemia atau dehidrasi, terutamapada bayi, anak, dan pasien geriatrik.3
Kedua, benda-benda seperti gigi palsu, bulu mata palsu, cincin, gelang harus
ditinggalkan dan bahan kosmetik seperti lipstick, cat kuku harus dibersihkan agar tidak
menggangu monitoring selamaanestesi, misalnya pemeriksaan sianosis.
Ketiga, kandung kemih harus kosong, bila perlu dilakukan kateterisasi.
Keempat, Pasien masuk ke dalam kamar bedah dengan memakai pakaian khusus,
diberikantanda atau label, terutama untuk bayi. Periksa sekali lagi apakah pasien atau
keluargasudah memberikan izin pembedahan secara tertulis (informed consent).1.3

Medikasi preanestesi
Dengan kemajuan teknik anestesi sekarang, tujuan utama pemberian medikasi
preanestesitidak hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obat yang

Anda mungkin juga menyukai