BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi atau pembiusan berasal dari bahasa Yunani "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anastesiologi adalah cabang ilmu
lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi
pada setiap pasien. Persiapan yang perlu diperhatikan adalah pentingnya mengatur
mental dan kondisi fisik sebelum operasi dilakukan, karena hal tersebut akan
yang buruk akan berakibat pada berbagai permasalahan dan ketidaksesuaian setelah
operasi.
Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi
yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien
pra operatif, menganalisis jenis operasi, memilih jenis dan teknik anestesi,
memprediksi penyulit yang mungkin terjadi, mempersiapkan obat dan alat anestesi.
Pada bedah elektif evaluasi pra anestesi dilakukan beberapa hari sebelum operasi,
kemudian sehari sebelum operasi, selanjutnya pagi hari menjelang pasien dikirim ke
2
waktu yang tersedia untuk evaluasi sangat terbatas, sehingga informasi tentang
penyakit yang diderita kurang akurat.1 Penilaian status fisik (ASA) pra anestesi
namun pertimbangan terhadap pilihan teknik anestesi yang akan diberikan kepada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASA merupakan skala yang digunakan untuk menilai status fisik kesehatan
1. ASA 1
Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang
akan dioperasi.
2. ASA 2
Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau
hipertensi ringan.
3. ASA 3
Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
4. ASA 4
Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit
yang akand ioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum.
5. ASA 5
Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja
dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi
- Masker
- Laringoskop
- Endotracheal tube
berikut:
(umur + 2) / 2.
- Goedel
- Jelly
- Kapas alkohol
- Plester
- Xilocain pump
- Spinocain
- Spray alcohol
-Betadine
-Kassa steril
-Bantal
-Spuit 5 cc
5
1.Sulfas Atropin
2.Pethidin
3.Propofol/ Recofol
4.Succinil Cholin
5.Tramus
6.Sulfas Atropin
7.Efedrin
1.Sulfas Atropin
2.Efedrin
3.Ketorolac
4.Metoklorpamid
5.Aminofilin
6.Asam Traneksamat
7.Adrenalin
8.Kalmethason
9.furosemid
10.lidocain
11gentamicyn
12.Oxitocyn
6
13.Methergin
Administrasi
1.Laporan Anestesi
A.Mesin Anestesi
-cek apakah pipa pembuangan gas sudah terpasang dan terbuang di tempat
B.Monitor Anestesi
C.Suction
E.Bantal
7
1.Mengumpulkan data
terjadi
Anamnesis1
antihipertensi
secara teratur. Dua obat terakhir harus diteruskan selama operasi dan anestesi,
sedangkan
-Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. jelaskan perlunya puasa
sebelum
operasi)
Pemeriksaan Fisik
1.Breath
Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu, mulut dan gigi, lidah dan tonsil.
Apakah jalan nafas mudah tersumbat? Apakah intubasi akan sulit? Apakah
pasien ompong atau menggunakan gigi palsu atau mempunyai rahang yang
kecil yang akan mempersulit laringoskop? Apakah ada gangguan membuka mulut
atau kekakuan leher? Apakah ada pembengkakan abnormal pada leher yang
mendorong saluran nafas bagian atas? Tentukan pula frekuensi nafas, tipe napas
apakah cuping hidung, abdominal atau torakal, apakah terdapat nafas dengan bantuan
otot pernapasan (retraksi kosta). Nilai pula apakah ada ronki, wheezing, dan suara
2.Blood
Nilai nadi, tekanan darah, perfusi perifer dan nilai apakah ada syok atau
perdarahan.
3.Brain
Nilai GCS, adakah kelumpuhan saraf atau kelainan neurologis dan tanda-tanda
peningkatan TIK.
4.Bladder
5.Bowel
peristaltik usus,apakah ada cairan bebas dalam perut atau massa abdominal.
6.Bone
Nilai apakah ada kaku kuduk atau patah tulang? Periksa bentuk leher dan
f.Pemeriksaan pelengkap atas indikasi seperti gula darah 2 jam post prandial,
pemeriksaan EKG
g.Pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa kadar albumin, globulin,
1. Penyakit Kardiovaskular
Resiko serius
pascaoperasi.
dilepaskan.
- Pada pasien dengan gagal jantung perfusi organ menjadi buruk. Ambilan
2. Penyakit Pernafasan
nafas atas karena efek obat sedative dan atropine, dan penurunan respons
11
3. Diabetes Mellitus
diabetes yang tidak stabil seharusnya tidak dianestesi untuk pembedahan elektif,
kecuali jika kondisi bedah itu sendiri merupakan penyebab ketidakstabilan tersebut.
4. Penyakit Hati
hati. Obat-obatan analgesic dan sedative juga menjadi memiliki masa kerja yang
panjang karena metabolisme oleh otak juga berubah karena penyakit hati. Anestesi
pada pasien ikterus mempunyai dua resiko nyata. Pertama adalah perdarahan akibat
Lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam
(stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan
3.Informed consent
2.5 PREMEDIKASI6
Tujuan
Cara:
-Oral misalnya, malam hari sebelum anestesi dan operasi dilakukan, pasien diberi
3.Analgesik
1. Golongan Narkotika
hipotensi
-Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
•Depresan SSP
•Penyempitan bronkus
-Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi
mengantuk.
-Diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak
lebih gelisah
Barbiturat
Diazepam
-Mengendalikan kejang
-Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada anak-
Disebut juga muscle relaxan yang berguna untuk melemaskan otot. Contoh:
Atracurium, Recuronium.
16
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III
hilangnya kesadaran.
Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi
c.
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan
belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai
menurun).
3. Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum
tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).
4. Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat
menurun).
pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan
darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi
kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan
pernapasan buatan
18
BAB III
KESIMPULAN
yang perlu diperhatikan adalah pentingnya mengatur mental dan kondisi fisik sebelum
operasi dilakukan, karena hal tersebut akan berpengaruh pada obat-obatan preanestesi
dan tehnik yang digunakan. Persiapan yang buruk akan berakibat pada berbagai
Tingkat keberhasilan operatif sangat tergantung pada setiap tahapan awal pada
pre operatif yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait
serta kesiapan alat-alat serta obat-obatan yang pemberiannya sesuai indikasi akan
benar juga akan mempengaruhinya, serta peranan pasien yang kooperatif selama
proses preoperatif.
19
DAFTAR PUSTAKA
6. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical