Anda di halaman 1dari 20

A.

Definisi dan Tujuan Terapi Target

Berdasarkan regulasi definisi terapi target adalah: obat dengan label

persetujuan mengacu pada tes spesifik yang dilakukan secara simultan atau

sebelumnya, sebelum pasien dapat dianggap memenuhi syarat untuk menerima

obat. Untuk banyak ilmuwan dan onkologis, terapi target didefinisikan sebagai

obat yang fokus pada mekanisme dengan kerja spesifik pada yang didefinisikan

sebagai target atau jalur biologik, yang bila di-inaktifkan akan menyebabkan

regresi atau perusakan proses ganas.

Tujuan dari terapi target adalah untuk memperbaiki gejala dan

menyembuhkan penyakit dengan menekean molekul spesifik yang terlibat dalam

perkembangan dan progresifitas penyakit.13

B. Strategi Pengobatan Umum Kanker Paru

Sebagaimana pengobatan pada kanker lainnya, arah dasar pengobatan kanker

paru adalah berdasarkan tipe histologis dan stadium progresifitas kanker.

Khususnya, 2 tipe histologis yaitu small cell lung cancer dan non small cell lung

cancer merupakan faktor penting dalam protokol pengobatan kanker paru.4,5

Pengobatan kanker paru ditunjukkan dalam guidelines pengobatan kanker

paru melalui metoda Evidence Based Medicine ( EBM) 2005 yang dipublikasikan

oleh the Japan Lung Cancer Society. Kaitan antara tipe histologi dan stadium

kanker paru diperlihatkan pada gambar 1. Oleh karena itu pembedahan,

radioterapi dan kemoterapi tidak diatur hanya berdasarkan satu basis histologis

dan stadium melainkan dengan berbagai agen kemoterapi dan beberapa metode.4
Gambar 1: Kaitan antara tipe histologi dan stadium kanker paru dengan

pengobatan 4

Saat ini, terapi target molekuler praktis hanya pada non small cell lung

cancer. Obat terapi target molekular hanya digunakan untuk NSCLC yang

inoperable (stadium III dan IV pada gambar 1) atau pada yang recurrent. Dilain

pihak, terapi target molekular tidak digunakan untuk SCLC olek karena kurang

efektifnya obat-obat terapi target pada jenis kanker ini. Untuk SCLC kemoterapi

dengan menggunakan obat-obat sitotoksik yang biasa digunakan dan radioterapi

adalah metoda yang efektif.4,5

A. Target Molekular
Teknik biologi molekular terkini telah mengalami kemajuan besar

dalam memahami biologi kanker. Penerapan teknologi serupa ini untuk

penelitian kanker paru telah melahirkan pengakuan bahwa kanker paru

memiliki beragam molekular yang berbeda dimana kesamaannya adalah

bahwa keberadaan mereka original di paru-paru. Klasifikasi kanker paru

ternyata lebih jauh dari sekedar pengklasifikasian sederhana yaitu NSCLC

dan SCLC yang sebelumnya dianggap mewakili populasi homogen tumor

yang akan menghasilkan luaran yang sebanding bila diterapi dengan cara

yang sama. Saat ini diakui bahwa pembagian histologis sub divisi kanker paru

berdasarkan mikroskop cahaya hanyalah satu dari sekian banyak manifestasi

fenotipe dari perubahan genetik yang mendasari perkembangan kanker paru.10

Ada banyak heterogenitas molekular yang terlibat dalam kanker paru

seperti terlihat dalam gambar 2 dibawah ini.


gambar 2: Jalur sinyal yang terlibat dalam kanker paru-paru.14

1. Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR)

Perubahan receptor tyrosine kinase (RTKs) antara lain over ekspresi,

amplifikasi atau mutasi sepertinya menjadi peran kunci dalam patogenesis

kanker paru. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian ditujukan kepada

sesuatu yang disebut pengendali mutasi dalam pembentukan tumor untuk

penggunaan terapi target. Pengendali mutasi tersebut antara lain EGFR dan

anaplastic lymphoma kinase (ALK).15

EGFR Adalah anggota dari ErbB family dari sel surface receptor tyrosine

kinase (RTK). Family EGFR terdiri dari 4 jenis yaitu EGFR (or ErbB-1),

HER-2 (or ErbB-2), HER-3 (or ErbB-3), dan HER-4 (or ErbB4). RTK

merupakan protein yang terlibat dalam berbagai proses fisiologis antara lain

modulasi proliferasi sel, apoptosis, motilitas sel dan neovaskularisasi,

sehingga mampu menginduksi mekanisme penting yang berkaitan dengan

karsinogenesis.(5,15,16) Epidermal growth factor (EGF) dan transforming

growth factor (TGF)-α berikatan dengan EGFR untuk dapat menimbulkan

efek biologik dan efek mitogenik. Ligan yang berikatan dengan EGFR

menginduksi sub satuan reseptor dan mengaktifkan RTK (kecuali HER-2)

(gambar 3). Langkah ini selanjutnya menyebabkan autofosforilasi reseptor,

mulainya dua jalur transduksi sinyal yaitu PI3KCA/AKTI/MTOR dan

RAS/RAFI/MAP2KI/MAPKI kinase yang akhirnya menimbulkan proliferasi

sel, inhibisi apoptosis dan angiogenesis. Disregulasi jalur ini dapat


menyebabkan pembentukan tumor dan progresifitas kanker. Banyak tumor

terutama NSCLC memperlihatkan peningkatan ekspresi EGFR-TK atau

ligannya. Overekspresi EGFR dilaporkan pada 40-80% kasus NSCLC.

Beberapa studi melaporkan bahwa kadar ekspresi EGFR berkaitan dengan

buruknya prognosis. (5,15,16)

Gambar 3: Jalur Sinyal EGFR. Akt = anti-apoptotic downstream cellular

kinase; PI3K= hosphatidylinositol 3 kinase; PKC = protein

kinase C; Grb2 = growth factor receptor bound protein-2; Sos

=son of sevenless; MAPK = mitogen-activated protein

kinase.16
Pendekatan pengobatan NSCLC dengan menginhibisi sinyal EGFR

berbeda dengan menggunakan kemoterapi sitotoksik yang biasa

digunakan. Dimana kemoterapi dapat mempengaruhi semua bagian sel,

sementara obat target EGFR secara selektif bekerja pada sel kanker akibat

terbatasnya peranan EGFR pada jaringan nonembrionik normal. Obat ini

selanjutnya menjadi potensial dipertimbangkan untuk menurunkan

toksisitas dibandingkan obat sitotoksik yang non spesifik.16

 EGFR mutasi spesifik antibodi

Prediktor respon yang poten dibutuhkan untuk membantu dokter

memprediksi pasien mana yang akan memiliki respon terhadap EGFR

TKIs. Prediktor ini digunakan untuk mencapai pengobatan yang optimal

disamping menghindari resistensi. Pada April 2011, the American society

of clinical oncology (ASCO) telah mengeluarkan opini klinis sementara

yang menyarankan memulai terapi lini pertama dengan EGFR TKI

haruslah berdasarkan tes mutasi EGFR yang positif.(5)

Saat ini telah tersedia secara komersial pemeriksaan antibodi yang

mengenali dua mutasi EGFR yang paling sering yaitu delE746_A750 di

exon 19 dan L858R di exon 21. Antibodi ini sukses mendeteksi perubahan

EGFR pada 51 dari 217 kasus adenokarsinoma dan 1 dari 217 squamous

cell carcinoma. Namun ada kekhawatiran terbatasnya tipe mutasi yang

dapat dikenali tes antibodi dan praktis belum ada cut of point yang tetap

untuk menyatakan positif atau negatif, sehingga diusulkan antibodi yang

komersial mungkin lebih bermanfaat untuk skrining awal. pada pasien


yang baru didiagnosa dengan NSCLC stadium lanjut. Mutasi EGFR lebih

sering terjadi pada wanita asia timur yang tidak merokok dan pada mereka

yang ditemukan histologinya adenokarsinoma (95% ditemukan pada

adenokarsinoma) sementara pada tipe kanker paru lainnya jarang

terjadinya mutasi EGFR yaitu 5% pada squamous cell carcinoma dan

hampir tidak ada pada large cell carcinoma .5,17

 Total EGFR

Beberapa namun tidak semua studi menunjukkan bahwa jumlah

gen EGFR dikaitkan dengan signifikannya ketahanan hidup setelah teapi

dengan TKI. Meskipun fakta dari sebagian besar studi memperlihatkan

tingginya jumlah kopi gen EGFR berkaitan dengan respon yang lebih baik

dan peningkatan keselamatan pada pasien adenokarsinoma yang diterapi

dengan EGFR TKI. Telah terjadi perdebatan berkaitan dengan kebenaran

nilai prognostiknya. Overekspresi dari total EGFR terlihat pada 40-80%

tumor dari berbagai sub tipe tumor paru, namun penggunaan overekspresi

sebagai prognostik marker tidak memperlihatkan keberhasilan. Banyak

studi yang menganjurkan pemeriksaan dengan dasar imunohistokimia

tidak memberikan prediktor kuat untuk menilai respon terhadap terapi

TKI. Studi dari Li et al selanjutnya menekankan bahwa overekspresi

EGFR adalah independen dari mutasi EGFR. Dengan demikian total

EGFR tidaklah berkorelasi dengan EGFR mutasi, sehingga ini belum

diterima sebagai marker untuk pengobatan dengan EGFR TKI.17

2. EML 4- ALK
ALK tirosin kinase inhibitor reseptor telah mendapatkan banyak

perhatian akhir-akhir ini sebagai biomarker relevan yang baru dan terapi

target pada NSCLC. ALK adalah satu dari anggota keluarga reseptor

insulin yang berlokasi pada kromosom 2 dan mengkode suatu trans-

membrane reseptor tirosin kinase. Aktivasi ALK terutama melalui

pembentukan fusi gen (gambar 1). Translokasi EML-ALK adalah penata

ulangan gen ALK dinama yang tersering ditemukan. Kinase intraseluler

domain ALK fusi dengan N terminal dari EML 4 dan kemudian mengkode

sitoplasmik simerik protein dengan aktivitas kinase, yang selanjutnya

mengendallikan pertumbuhan tumor. penataulangan EML 4-ALK pada

pasien NSCLC terutama ditemukan pada pasien muda yang tidak merokok

dengan adenokarsinoma. Penata ulangan EML4+ALK saling eksklusif

dengan mutasi EGFR atau KRAS. Telah dilaporkan bahwa 2%-11% tumor

positif EML4-ALK yang jarang ditemukan pada squamous cell carcinoma

(SCC).4,5,15,17

3. KRAS

Mutasi KRAS merupakan prediktor negatif terhadap respon EGFR.

Terutama dihitung untuk resistensi primer. Sebagian besar mutasi KRAS

pada adenokarsinoma dikaitkan dengan rokok. Mutasi KRAS positif

terbatas pada NSCLC (terutama adenokarsinoma) dan secara mutual

eksklusif terhadap mutasi EGFR dan ALK. Dibeberapa negara, pasien

dengan mutasi KRAS dikeluarkan dari terapi EGFR TKI.4,5,17


4. Target potensial yang sedang dalam pengembangan.

Mammalian target of rapamycin (mTOR) dengan serin/threonine

kinase activity, sepertinya menjadi pencetus aktivasi jalur PI3K melalui

ikatan ligan dan akhirnya mengatur siklus sel. Pengembangan mTOR

inhibitor memberikan banyak peluang untuk menolong pasien dengan

tumor padat. Saat ini penelitian yang menggunakan inhibitor mTOR pada

pasien NSCLC telah mencapai fase I/II uji klinis baik sebagai monoterapi

maupun kombinasi. Inhibitor mTOR ini dikenal dengan nama sirolimus,

tensirolimus, everolimus dan lainnya.5,17

Amplifikasi fibroblas growth factor receptor 1 (FGFR 1), terutama

pada SCC (sampai dengan 20%) dipertimbangkan menjadi target

potensial untuk pengobatan dengan FGFR1. Dy et al melaporkan dosis

terkait dengan kematian sel tumor (6 dari 9 garis sel kanker paru) karena

pengobatan Y15 (1,2,4,5-benzentetraamin tetra hydrochloride). Y15

adalah inhibitor bermolekul kecil dari focal adhesion kinase (FAK), yang

merupakan reseptor tirosin kinase. Mutasi di gen DDR2 kinase

diindikasikan menjadi pengendali SCC.5,17

B. Obat-Obat terapi target

Terapi target molekuler untuk kanker menggunakan obat-obat target

molekul yang menekan/menghambat fungsi dari biologi molekular yang


terlibat dalam patogenesis, progresifitas dan metastase kanker (gambar 4

dan gambar 5).4

Gambar 4: contoh terapi target molekular dan obat-obat target molekular pada

kanker.4
Gambar 5: Terapi target potensial relevan terhadap jalur sinyal NSCLC.18

Obat-obat terapi target yang baru telah dibuat dan menjadi terapeutik

nyata. Obat-obat ini antara lain dapat dibagi menjadi beberapa tipe yaitu:

1. Terapi target EGFR

Ada 2 pendekatan utama untuk menginhibisi sinyal EGFR, yaitu:

a. Anti EGFR monoklonal antibodies (Mabs) (Cetuximab)

Monoklonal antibodi cetuximab adalah IgG1 Mab yang berikatan

secara spesifik dan dengan afinitas tinggi terhadap bagian ekstraseluler EGFR

dan sebagai antagonis kompetitif, yang mencegah ikatan ligan endogen.

Blokade EGFR ini berdampak terhadap seluruh fungsi seluler yang terlibat

dalam biologi tumor seperti proliferasi sel, ketahanan sel, perbaikan DNA,

tumor angiogenesis, kematian sel dan invasi sel. Internalisasi EGFR dapat
menurunkan regulasi reseptor surface dan menurunkan sinyal reseptor. Obat

ini juga mengeluarkan antibody-dependent cellmediated cytotoxicity (ADCC).

Obat juga berguna sebagai obat tunggal ataupun kombinasi dengan obat

kemoterapi lainnya. Diberikan sebagai dosis inisial infus 400 mg/m 2 selama 2

jam. Pada hari pertama, minggu pertama dan minggu selanjutnya infus selama

1 jam dengan dosis mulai minggu ke-2 dosis diturunkan menjadi 250/m2 .

kesemua EGFR antagonist ditoleransi dengan baik dengan profil keamanan

yang baik. Satu-satunya efek samping yang penting adalah ruam kulit dengan

derajat ringan sampai sedang.4,18

 Cetuximab sebagai monoterapi

Pada fase II studi cetuximab sebagai monoterapi pada recurrent atau

EGFR metastase yang terdeteksi pada pasien NSCLC dengan 1 atau lebih

riwayat regimen kemoterapi menunjukkan 2 dari 9 (6,9%) menunjukkan

respon parsial dan 5 pasien (17,2%) dengan penyakit yang stabil. (31) Respon

yang sama juga diperlihatkan pada uji fase II selanjutnya pada pasien dengan

stadium IIIB/IV recurrent atau metastase. Studi menunjukkan bahwa

cetuximab ditoleransi dengan baik dengan rash sebagai keluhan toksik paling

sering.19

 Cetuximab kombinasi dengan kemoterapi

Efikasi cetuximab dengan kemoterapi juga memperlihatkan hasil

yang baik. Pada fase 1 studi pada NSCLC lanjut 2 dari 19 pasien (10,5%)

menerima dosis multi yaitu cetuximab ditambah cisplatin yang

memperlihatkan respon parsial.20 Suatu uji acak terkontrol pada pasien


stadium lanjut yang belum diterapi sebelumnya, EGFR memperlihatkan

NSCLC memberikan tingkat respon yang tinggi untuk regimen cetuximab

plus cisplatin plus vinorelbine dibandingkan dua obat saja (31,7% vs 20

%).21 Pada studi lainnya, cetuximab kombinasi dengan docetaxel pada

kemoterapi refraktori /NSCLC resisten memperlihatkan 28% respon

parsial dan 17% penyakit stabil.22 Cetuximab ditambahkan ke paclitaxel

plus carboplatin atau gemcitabine plus carboplatin pada NSCLC yang

belum diterapi menunjukkan tingkat respon 26% dan 28,6% masing-

masingnya.23

Cetuximab memperlihatkan toleransi yang baik disemua uji klinis

hingga sekarang. Efek samping pengobatan yang muncul pada sebagian

besar pasien adalah rash menyerupai jerawat yang bersifat self limiting

yang secara umum muncul pada 2 dan 3 minggu pertama. Rash stabil atau

sembuh dengan melanjutkan terapi dan menghilang dengan sempurna

tanpa sikatrik ketika pengobatan dihentikan. Munculnya rash pada

pemakaian cetuximab mencerminkan distribusi EGFR yang luas di epitel

jaringan, dan sejumlah penelitian telah melaporkan kaitan antara rash dan

respon terhadap cetuximab. Yang jarang adalah reaksi yang masuk ke

dalam yang terjadi pada beberapa pasien. Reaksi ini secara umum adalah

respon pengobatan dengan kortikosteroid, antihistamin dan bronkodilator

dengan pemberian sendiri-sendiri atau kombinasi dan jarang bersifat fatal

(<1 dalam 1000).18


Namun obat kelas ini pengobatannya hanya dengan menghambar

ligan-aktivasi tergantung pada EGFR dan tidak menghambat

autofosforilasi domain tirosin kinase melalui aktivasi konstitusi. Mutasi-

mutasi masih dapat mengaktifkan jalur diujung dan dapat terjadi

progresifitas siklus sel upregulasi, pertumbuhan sel dan angiogenesis.17

a. Menghambat aktivitas tirosin kinase intraseluler dengan molekul

kecil TKI.

Molekul kecil Tki adalah kelas lain dari terapi target EGFR. Dapat

diberikan per oral dengan onset yang cepat dan potensialnya utnuk

penetrasi ke tumor lebih baik dibandingkan mAbs. Yang termasuk

kelompok obat ini adalah gefitinib dan erlotinib. Keduanya

memperlihatkan aktivitas terhadap NSCLC. Pada studi pre klinik semua

obat ini menginhibisi pertumbuhan EGFR dan menunjukkan efek inhibis

pertumbuhan yang sinergis ketika dikombinasi dengan obat kemoterapi

atau radioterapi.18

Gefitinib

Gefinitib adalah suatu anilinoquinazolin yang merupakan TKI

selektif untuk EGFR yang dievaluasi pada NSCLC. Aktif secara oral dan

diberikan sekali sehari.24,25

Gefitinib monoterapi: 2 uji randomised double blind gefitinib

monoterapi dengan dosis 250 mg perhari atau 500 mg yang diberikan pada

pasien dengan NSCLC stadium lanjut yang sebelumnya telah mendapat

regimen kemoterapi, the Iressa Dose Evaluation in Advanced Lung


Cancer (IDEAL)-1 and IDEAL-2 memperlihatkan respon objektif 10 %-

19%. Pada kedua studi terjadi perbaikan gejala pada 35-43% pasien.

Sekalipun tidak ada perbedaan efikasi yang signifikan yang ditemukan

antara dosis 250 mg dan 500 mg sehari. Efek samping yang terjadi lebih

sering muncul pada dosis yang lebih tinggi.26,27 Pada studi pertama, efikasi

yang lebih besar ditemukan di pasien berkebangsaan Jepang dibandingkan

pasien non jepang (27,5% vs 10,4%).26

Hasil dari studi multisenter random fase III yang meneliti gefitinib

pada NSCLC lanjut yang refrakter, yaitu penelitian the Iressa Survival

Evaluation in Lung Cancer (ISEL). Berkesimpulan bahwa gefitinib tidak

memberikan manfaat ketahanan hdup yang signifikan diatas supportive

care dari seluruh total populasi pasien penelitian.28 Namun ketahanan

hidup yang signifikan dapat diobservasi pada sub populasi spesifik pasien

keturunan asia (n=342; rata bertahan hidup 9,5 vs 5,5 bulan) dan pasien

tanpa riwayat merokok (n=375; rata-rata bertahan hidup 8,9 vs 6,1

bulan).28 3 uji fase II yang menilai gefitinib pada pasien dengan EGFR

mutasi, menunjukkan respon pada 55-75% pasien.25 Penelitian INTEREST

mencoba membandingkan secara langsung gefitinib dibandingkan

kemoterapi pada pasien stadium lanjut NSCLCyang sebelumnya

mengalami kemajuan dengan terapi berbasis platinum. Pada fase III studi

dari 1433 pasien dirandom untuk menerima docetaxel atau gefitinib. Uji

korelasi menyatakan tidak ada manfaat ketahanan hidup pada pasien


dengan amplifikasi EGFR yang diterapi dengan gefitinib dibandingkan

docetaxel.29

Selanjutnya untuk lebih mengerti gambaran klinikopatologi vs

selektif molekular, fase III penelitian IPASS menggunakan beberapa

kriteria klinikopatologi untuk mengidentifikasi pasien yang akan

mendapatkan manfaat dari terapi gefitinib. Penelitian multisenter ini (yang

dilakukan di Asia timur) mencakup kemoterapi naive, tidak pernah

merokok dengan adenokarsinoma paru. Total 1217 pasien dirandom untuk

mendapatkan gefitinib atau carboplatin paclitaxel. Ternyata didapatkan

progression free survival (PFS) lebih tinggi pada kelompok yang diterapi

dengan gefitinib (HR 0,74, 95% CI 0,65-0,85 p<0,001). Dalam analisis

subset pasien dengan EGFR mutasi akan memiliki PFS yang lebih tinggi

bila diterapi dengan gefitinib, sementara pasien dengan EGFR tipe wild

PFS lebih tinggi bila diterapi dengan kemoterapi. Ini adalah studi pertama

menjelaskan identifikasi status mutasi sebagai faktor marker prediktif yang

penting untuk terapi EGFR-TKI.30

Selanjutnya pada uji fase III yang dilakukan di Jepang

(WJTOG3405) yang mengikutkan hanya pasien dengan kemoterapi naive

untuk NSCLC stadium lanjut dengan menyembunyikan mutasi EGFR.

Pasien dirandom untuk mendapatkan gefitinib atau cisplatin-docetaxel.

Endpoin primer dari studi adalah PFS, dan dari 177 pasien yang dirandom,

kelompok gefitinib signifikan memiliki PFS yang lebih panjang (9,2 vs 6,3

bulan, p<0,0001). Kelompok docetaxel cisplatin meningkatkan


mielosupresi, alopecia, fatig, sementara kelompok gefitinib meningkat

toksisitas kulit, disfungsi hati dan diare. Studi ini selanjutnya mendukung

penggunaan gefitinib pada populasi terpilih.25

 Gefitinib kombinasi dengan regimen kemoterapi.

Dua double-blind, placebo-controlled trials, the Iressa NSCLC

Trial Assessing Combination Therapy (INTACT)-1 and INTACT-2 trials

mengevaluasi apakah penambahan gefitinib kedalam gemcitabine plus

cisplatin atau paclitaxel plus carboplatin memberikan efikasi klinis

tambahan dalam mengkometerapi pasein naive NSCLC stadium lanjut.

Keduanya mengindikasikan tidak ada manfaat gefitinib dalam tingkat

respon objektif atau ketahanan hidup. Satu potensi yang dijelaskan dari

kegagalan gefitinib untuk memberikan manfaat adalah terjadinya

kehilangan efikasi obat sitotoksik secara langsung ataupun tidak langsung

akibat perubahan ekspresi EGFR. 18,25

Erlotinib

Seperti halnya gefitinib, erlotinib diberikan secara oral,

 Erlotinib sebagai monoterapi.

Fase II studi erlotinib 150 mg perhari pada 57 pasien NSCLC

stadium lanjut memperlihatkan respon komplit pada 4% pasien dan parsial

respon pada 9% pasien. Rata-rata overall survival (OS) 8,4 bulan dengan

40% tingkat ketahanan hidup 1 tahun. Pasien dengan ruam kulit

ketahanannya signifikan lebih tinggi, diduga ruam kulit adalah marker

potensial respon erlotinib. Respon erlotinib lebih baik ditemuakan pada


bukan perokok (37%) dan adenokarsinoma dengan gambaran karsinoma

sel bronkoloalveolar.31

Percobaan The subsequent National Cancer Institute of Canada

Clinical Trials Group (NCLC-CTG) BR 21 merandom 731 NSCLC

stadium lanjut yang menerima satu atau dua regimen kemoterapi

sebelumnya untuk selanjutnya menerima erlotinib dan plasebo, hasilnya

terjadi perbaikan dengan terapi erlotinib dengan respon rate (RR) (8,9% vs

<1% )p<0,001) dan median OS (6,7 vs 4,7 bulan, p<0,01). Lebih lanjut

gejala seperti batuk, sesak nafas dan nyeri yang disebutkan sebagai

perbaikan kualitas hidup ditemukan pada kelompok terapi dengan

erlotinib. Analisa multivariat menilai gambaran klinikopatologi histologi

adenokarsinoma, tidak pernha merokok dan ekspresi EGFR berkaitan

dengan respon. 18,25

Pada percobaan BR 21, evaluasi molekular ekspresi EGFR dengan

IHC, FISH atau analisis mutasi tidak menunjukkan keuntungan ketahanan

hidup yang signifikan melalui analisa multivariat. Percobaan prospekti

EGFR mutasi skrining yang dilakukan oleh the Spanish Lung Cancer

Group, dari total 2105 pasien NSCLC stadium lanjut, mutasi EGFR

terlihat pada 350 pasien (16,6%). 217pasien yang dievaluasi

memperlihatkan mutasi EGFR dan selanjutnya diterapi dengan erlotinib,

dimana PFS dan OS adalah 14 bulan dan 27 bulan masing-masingnya.

Mutasi EGFR lebih sering terjadi pada wanita (69,7%), tidak pernah

merokok (66,6%) dan pasien dengan adenokarsinoma (80,9%). Mutasi


exon 19 lebih sering daripada mutasi L858R (62,2% vs 37,8%). Pada

analisis multivariat ditemukan asosiasi PFS yang buruk dengan jenis

kelamin laki-laki (HR 2,94, 95% CI 1,72-5,03, p<0,001) dan adanya

mutasi L858R (HR 1,92, 95% CI 1,19-3,10, P=0,02).32

Manfaat erlotnib sebagai monoterapi telah diteliti melalui beberapa

subset pasien dengan NSCLC lanjut. Dari sebuah analisis pasien berumur

lebih dari 70 tahun yang diikutkan dalam NCIC-CTG BR 21, sepertinya

pada orang tua juga mendapatkan PFS dan OS yang sama dengan terapi

erlotinib. Analisis prospektif erlotinib monoterapi terutama telah dilakukan

pada pasien kemoterapi naive berumur 70 tahun atau lebih. Pada 88

pasien, median overall survival (OS) adalah 10,9 bulan. Terapi erlotinib

juga telah dilakukan pada pasien dengan performance status (PS) yang

buruk. Sekalipun hanya pasien dengan The Eastern Cooperative Oncology

Group (ECOG) PS 0-1 yang diikutkan pada NCIC-CTG BR 21, pasien

dengan PS 2 dinilai secara terpisah. Dengan menggunakan sistem random,

disain fase II, pasien tanpa pengobatan sebelumnya untuk penyakit

stadium lanjut menerima erlotinib atau kemoterapi berbasis platinum.

Perbaikan yang signifikan dengan median OS ditemukan pada pasien yang

dikemoterapi (9,7 vs 6,5 bulan, p=0,018; ref 85).25

 Erlotinib kombinasi dengan kemoterapi

Sampai saat ini, penelitian pada populasi yang tidak selektif

mendapatkan kombinasi erlotinib dan kemoterapi hasilnya mengecewakan.

Pada fase III studi TALENT, pasien dengan NSCLC stadium lanjut
dirandom untuk mendapatkan cisplatin dan gemcitabine dengan erlotinib

atau plasebo. Pada studi ini tidak ada perbedaan respon rate (RR), lamanya

progresifitas, dan median OS.33 Percobaan TRIBUTE mencoba disain yang

sama pada 1059 pasien dengan NSCLC stadium lanjut, namun dengan

menggunakan dosis ganda carboplatin dan gemcitabine. Sekali lagi tidak

ada perbaikan OS yang dapat diamati pada studi ini. Aktifitas sinyal

terlihat pada pasien dengan karakteristik tidak pernah merokok, dimana

manfaat ketahanan hidup didapat dengan terapi erlotinib (22,5 vs 1,01

bulan).34 Oleh karena itu manfaat kombinasi kemoterapi dengan erlotinib

masih diragukan hingga sekarang.

Selanjutnya, erlotinib telah diteliti manfaat terapinya pada studi

fase II SATURN. Dimana pasien yang telah lengkap kemoterapi 4 siklus

untuk NSCLC stadium lanjut menerima erlotinib atau plasebo. Dapat

diamati manfaat pada PFS dengan erlotinib manintenance (HR 0,71, 95%

CI 0,62-0,82, p<0,0001).35

Anda mungkin juga menyukai