Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOHISTOKIMIA

PEMERIKSAAN HER-2

DISUSUN OLEH :

1. ARDIANSYAH (G1C218105)

2. ELO FADHILAH (G1C218096)

3. FITRI TRISWANTI (G1C218097)

4. RENITA APRIANTI (G1C218098)

5. ELLEN ARNIANSYAH (G1C218081)

6. HADE WISMA (G1C218109)

PROGRAM STUDI D IV ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan


dengan angka kematian yang cukup tinggi pada wanita. Di Indonesia, berdasarkan
laporan Badan Registrasi Kanker- Ikatan Ahli Patologi Indonesia ( BPR-IAPI )
kanker payudara merupakan keganasan kedua terbanyak pada wanita setelah kanker
servix dan terdapat kecenderungan insidenya meningkat dari tahun ketahun tercatat
sebesar 16,53 % dan meningkat pada tahun 2001 sebanyak 19,88 %.(Kartika et al.,
2009)
Pemeriksaan Immunohistokimia dijadikan sebagai pemeriksaan lanjutan
sehingga diagnose dapat dilakukan dengan cepat, tepat dan meminimalisir trauma
pada penderita. Pemeriksaan HER-2 secara Immunohistokimia memberikan
sensitifitas 84,0 % spesifitas 87,9 % dan akurasi 86,2% – 100 % .
HER-2 merupakan suatu protoonkogen yang termasuk dalam golongan epidermal
growth factor reseptor (EGFR). Dipermukaan sel sel payudara normal terdapat
sekitar 20.000 reseptor HER-2, sedangkan pada sel KPDterdapat 1,5 juta reseptor
HER-2 . Pada pertumbuhan sel KPD terjadi amplifikasi gen, pada keadaan normal
terjadi dua penggandaanberlipat ganda,sehingga terjadi overekpresi protein HER-2
pada permukaan sel, berkaitan dengan peningkatan aktifitas sel kanker, tumor
tumbuh dengan cepat, lebih agresif, kurang sensitive terhadap terapi hormonal dan
kemoterapi dan berhubungan dengan prognosis jelek dan angka kekambuhan yang
tinggi.
Berdasarkan pemeriksaan immunohistokimia HER-2 diharapkan bisa
membantu dalam pengobatan atau terapi yang akan dilakukan penderita.

B. Tujuan : a. Mahasiswa mengetahui tekhnik Immunohistokimia pada jaringan


b. Pemeriksaan HER-2 Ca Mamae untuk mengetahui adanya kerusakan
pada jaringan payudara / mamae melalui ekspresi protein.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kanker Payudara (Ca Mamae)


Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari
epitel duktus maupun lobulusnya.Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak
di Indonesia. Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati urutan
pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut
data Histopatologik ; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia
(IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia
adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan
mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada
wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %.Di
Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya
pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan,
diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar
pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal (Kemenkes, 2014).
Penggolongan subtipe kanker payudara berdasarkan pemeriksaan Immunohistochimie (IHC),
( Asako O, et al, 2013) yaitu :
Luminal A : ER/PR (+), HER2 (-), Ki67 < 25%.
Luminal B (HER2 (-)) : ER/PR (+), Ki67 > 25%.
Luminal B (HER2 (+)) : ER/PR (+), HER (+), any Ki67.
HER2 : ER/PR (-), HER2 (+).
TN : ER/PR (-), HER2 (-)
Adakalanya kanker payudara tidak dapat digolongkan seperti itu tetapi termasuk dalam
penggolongan lainnya yaitu :
Luminal ER-/AR+: (overlapping dengan apokrin dan disebut opokrin molekuler) – teridentifikasi
sebagai subtipe  androgen responsif yang akan memberikan respon terhadap pemberian terapi
antihormonal dengan bicalutamide
Claudin-low: tipe yang lebih jarang; sering triple-negative, tetapi dibedakan dengan adanya
ekspresi yang rendah dari sel – sel protein penghubung termasuk E-cadherin dan sering disertai
infiltrasi limfosit.

Human Epidermal Reseptor (HER-2)


Human epidermal growth factor receptor-2 onkogen ERBB2 (lebih sering disebut sebagai HER-
2) mengkode epidermal growth factor receptor (EGFR) famili dari tyrosine kinase dan terletak
pada kromosom 17q21. Gen tersebut sangat penting untuk diferensiasi, adhesi, dan motilitas sel.
HER-2 positif pada sekitar 18-20% kanker payudara. HER-2 positif sering diasosiasikan dengan
diferensiasi yang buruk, metastase ke kelenjar getah bening, rekurensi, dan tingkat kematian
yang tinggi sehingga prognosisnya buruk (Payne SJL, 2008).
Reseptor HER2 dianggap sebagai orphan receptor karena tidak memiliki ligan spesifik sehingga
tidak dapat dikenali dan diaktifkan oleh ligan EGF. Sedangkan, reseptor dari anggota family
HER lainnya memiliki ligannya masing – masing. Namun reseptor HER2 mampu untuk
membentuk heterodimer. Bentuk heterodimer tersebut merupakan hasil dari kombinasi antara
reseptor HER2 dengan berbagai reseptor lainnya dalam family HER, sehingga membentuk
kompleks reseptor heterodimer. Oleh karena itu, ligan (EGF) akan mengikat kompleks reseptor
heterodimer pada permukaan sel sehingga menyebabkan aktifasi protein intrinsik tirosin kinase.
Hasilnya adalah transmisi sinyal growth factor akan melewati membran sel menuju bagian
intraselluler dari nukleus, sehingga akan mengaktifkan gen HER2 (Brennan PJ, et al, 2000).
HER2 positif sering diasosiasikan dengan diferensiasi yang buruk, metastase ke kelenjar getah
bening, rekurensi, dan tingkat kematian yang tinggi sehingga prognosisnya buruk (Payne SJL,
2008). Peneliti lain menyatakan bahwa ekspresi HER-2/neu yang tinggi berhubungan dengan
derajat histopatologi yang tinggi, ketahanan yang menurun, dan respons terhadap methotrexate
dan modulator reseptor hormonal yang menurun, dan respon terhadap doxorubicine yang
meningkat. Selain itu juga dikaitkan dengan ukuran tumor yang lebih besar, metastase ke
kelenjar getah bening, serta angka ketahanan yang lebih buruk (Lee A, 2007). Status HER-2
merupakan faktor prediktif untuk respons terhadap kemoterapi dengan menggunakan
trastuzumab (HerceptinTM Genetech, South San Fransisco, CA, USA). Trastuzumab adalah
antibodi monoklonal yang pada beberapa studi terbukti memperbaiki survival baik sebagai agen
tunggal maupun kombinasi dengan kemoterapi pada penderita kanker payudara dengan
metastase. Pernah dilaporkan pula, lapatinib (Tykerb; GlaxoSmithKline, Philadelphia, USA)
yang merupakan inhibitor terhadap HER-2 dan EGFR tyrosine kinase, menunjukkan hasil yang
baik dengan kombinasi capecitabine (Payne SJL., 2008).
Imunohistokimia digunakan untuk mendeteksi ekspresi protein HER-2. Saat ini antibodi yang
banyak digunakan adalah CB11 (Novocastra, Newcastle upon Tyne, UK), TAB 250 (Zymed,
San Fransisco, CA, USA), dan polyclonal anti-sera A0485 (Dako Cytomation). Validasi dari
metode imunohistokimia memastikan bahwa imunoreaktivitas pada membran yang kuat hanya
terdeteksi pada kasus-kasus yang secara Fluorescence in situ hybridization (FISH) positif. Skor
untuk menilai ekspresi HER-2 terdiri dari grade 0 sampai +3, berdasarkan pada penilaian
intensitas reaksi dan persentase sel-sel yang positif. Yang terhitung positif hanya reaksi membran
yang komplit pada area yang invasif, sehingga membentuk gambaran yang menyerupai ‘chicken
wire’. (Payne SJL, 2008).
Pemeriksaan Imunohistokimia HER-2 pada Ca. Mammae
Pemeriksaan imunohistokimia adalah proses identifikasi dan pelabelan protein individu yang
ditemukan pada tumor payudara. Pemeriksaan imunohistokimia memungkinkan ahli patologi
untuk melokalisasi dan mengidentifikasi antigen (protein) dalam sel-sel jaringan dengan
menemukan antibodi yang mengikat mereka. Akar kata ‘histo’ berarti jaringan, sedangkan
‘immuno’ mengacu pada sistem kekebalan tubuh, khususnya antibodi. Melalui penggunaan
berbasis pewarnaan protein, ‘penanda’ tertentu mungkin muncul di dalam dan di sekitar sel-sel
abnormal tumor payudara dan memberikan petunjuk tentang peristiwa biologis atau mikroskopis
yang terjadi dalam tumor (Halls, 2015)
Prinsipnya yaitu inti yang bersifat asam akan menarik zat/ larutan yang bersifat basa sehingga
akan berwarna biru. Sitoplasma bersifat basa akan menarik zat /larutan yang bersifat asam
sehingga berwarna merah. Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa, artinya zat ini mewarnai
unsur basofilik jaringan. Hematoksilin memulas inti dan strukutur asam lainnya dari sel (seperti
bagian sitoplasma yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan) menjadi biru. Hematoxylin akan
mewarnai nukleus sedangkan eosin akan mewarnai sitoplasma. Eosin bersifat asam. Ia akan
memulas komponen asidofilik jaringan seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari / Tanggal : Sabtu – Minggu 23-24 Februari 2019
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah
Semarang
B. Alat dan Bahan

Alat :

1. Becker glass
2. Microwave
3. Objek glass
4. Deck glass
5. Pipet tetes
6. Waterbath
7. Chambers
8. Erlenmenyer
9. Gelas ukur
10. Mangkok

Bahan :

1. Xylol
2. Alkohol ( 96 %, 80 %, 70 %, dan 50 % )
3. Aquadest
4. H2O2 3%
5. Methanol
6. PBS
7. Antibodi Retrival
8. Antibodi Primer
9. Antibodi Sekunder Biotinilate (Warna Kuning )
10. Antibodi Sekunder II ( Warna merah )
11. DAB Cromogen substrat
12. Hematoxilin

C. Preparasi Reagen
Xylol: dituang xylol 100 ml ke dalam chamber, beri label xylol I,II,III
Alkohol: dibuat pengenceran alkohol 96% menjadi 80%,70%,50%.
H2O2 3% dalam methanol 194 ml,6 ml H2O2 absolut ditambah 97 ml methanol
absolut,dihomogenkan.
PBS PH  ±7,4 dengan cara menimbang
NaCl : 42,2 gr
NaHPO4 : 6,66 gr
NaH2PO4 : 1,72 gr
PH 7,4 dalam 3 liter. Dilarutkan dalam 1 Liter Aquades. Dari Ph 7,4 dibuat PH  9,1 9,2 9,3
masing-masing sebanyak 200 ml
Disiapkan NSS ( Normal Swine Serum)

D. Prosedur Pemeriksaan

1. Sampel yang sudah siapkan dimasukan kedalam staining jar , Kemudian dilakukan
deparafinasi, di rendam objek glass yang berisi jaringan kedalam xylol 1,2,3 masing –
masing 5 menit.
2. Kemudian direndam dalam alkohol 96%, 80%, 70%, 50 % masing –masing 3 menit.
Dicuci dengan aquades (dengan pipet) selama 10 menit, pada bagian depan dan belakang.
Selanjutnya dimasukan antigen retrieval (PBS Sitrat) kemudian dimasukan di microwave
pada suhu 400 0C selama 15 menit.
3. Dikeluarkan dari microwave dan ditunggu selama 20 menit dalam keadaan masih
tertutup, angkat staining jar dari becker glass dan didiamkan selama 20 menit, kemudian
dibuka staining jar diamkan selama 15 menit.
4. Direndam dengan H2O2 3% dalam methanol 100 ml selama 20 menit.
5. Kemudian dicuci dengan air mengalir selama 15 menit.
6. Selanjutnya di rendam dengan PBS Ph 9,1; pH 9,2 ; pH 9,3 masing- masing selama 5
menit,
7. Dibilas dengan PBS pH 7,4  (1 celupan ).
8. Kemudian digenangi dengan NSS (Normal Swin Serum ) 80- 100 µl selama 7-10 menit.
Lalu dibilas dengan PBS pH 7,4.
9. Selanjutnya PBS dibuang tanpa dicuci, ditetesi dengan primer (HER2) didiamkan
semalam dikulkas.
10. Dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 10 menit.
11. Kemudian preparat tersebut dikeringkan dan dilap dengan tissu.
12. Ditetesi antibody sekunder biotinilate (warna kuning)/ Trekkie universal link biarkan
selama 10 menit.
13. Dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 10 menit
14. Kemudian preparat dikeringkan dilap dengan tissu.
15. Ditetesi antibody sekunder II (warna merah ) Trek avidin HRP (label) dibiarkan selama
10 menit.
16. Dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 10 menit.
17. Kemudian preparat dikeringkan dengan dilap dengan tissu.
18. Ditetesi dengan DAB Cromogen subrat (tanpa terkena cahaya) selama 10 menit dalam
suhu ruang.
19. Dicuci dengan aquades kemudian dikeringkan
20. Selanjutnya dilakukan pengecatan (Counter Staining)
21. Digenangi preparat dengan Hematoxylin selama 3-5 menit.
Dicuci dengan air mengalir selama 5 menit
22. Kemudian digenangi dengan larutan lithium carbonat 5 % selama 2-3 menit.
Selanjutnya dicuci dengan air mengalir
23. Dikeringkan dalam oven pada suhu 40 – 50 oC selama 5 menit.
24. Kemudian ditetesi dengan entelan lalu ditutup dengan cover glass.
Diamati di bawah mikroskop

E. Hasil Praktikum dan Pembahasan

Gambar : Kontrol HER-2 Gambar : HER-2

Berdasarkan gambar hasil praktikum diatas di peroleh gambar preparat control


HER-2 dan contoh preparat HER-2. Dari hasil pengamatan di atas didapatkan
gambaran her-2 Ca mamae. Terlihat adanya kerusakan jaringan ditandai dengan
warna coklat yang merupakan pertanda adanya pertumbuhan sel HER2/neu yang
tidak normal dan berlebihan (overekspresi). Berikut ini adalah table skore dan
klasifikasi IHC HER2.

Skore
IHC
Pola Pengecatan IHC
Klasifikasi

0
Tidak ada pewarnaan membran
Negatif

1+
Pewarnaan membran tidak lengkap (<10%) dan lemah
Negatif

2+
Pewarnaan membran lengkap tapi tidak seragam atau lemah setidaknya sebesar 10%
tapi kecil atau sama dengan 30%
Equivocal

3+
Pewarnaan intensitas membrane seragam dengan nilai > 30% sel kanker
Positif HER2

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Kesimpulan pada hasil praktikum dapat disimpukan bahwa adanya
pertumbuhan sel HER2 di jaringan mammae

b. Saran
Perlu dilakukan pelatihan khusus untuk tekhnik pengecatan dan pengamatan
untuk menentukan skor atau derajat keparahan terhadap suatu kanker

DAFTAR PUSTAKA

Asako O, Takaharab S, Sumiyoshia K, Yamamotoa H, KawaicJ and Shibaa E (2013)


Relationship between intrinsic subtypes and tumor responses to neoadjuvantchemotherapy in
patients with locally advanced breast cancer.Breast Disease 34 (2012/2013) 9 -17.

Brennan PJ, Kumogai T, Berezov A, Murali R, Greene MI. HER2/Neu: Mechanisms of


Dimerization/Oligomerization. 2000. Available on:
Conzen SD. 2008. Nuclear Receptor and Breast Cancer.Molecular Endocrinology. 22(10):2215-
2228
Josephine Widya (2015). Screening Dan Pemeriksaan Imunohistokimia Pada Tmor Payudara.
Wordpress.
Kimman, M. d. (2012 ). The Burden of Cancer in Member Countries of the Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN). Asian Pacific Journal of Cancer Prevention.

LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOHISTOKIMIA

ESTROGEN RESEPTOR ( ER )
DISUSUN OLEH :

1. ARDIANSYAH (G1C218105)

2. ELO FADHILAH (G1C218096)

3. FITRI TRISWANTI (G1C218097)

4. RENITA APRIANTI (G1C218098)

5. ELLEN ARNIANSYAH (G1C218081)

6. HADE WISMA (G1C218109)

PROGRAM STUDI D IV ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Definisi Reseptor Estrogen

Reseptor estrogen merupakan salah satu anggota reseptor inti yang memperantarai aksi hormone
estrogen didalam tubuh. estrogen bekerja meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel
system reproduksi baik pada wanita dan pria. Dapat juga meningkatkan kadar kolesterol HDL
dan menurunkan LDL, sehingga berpotensi mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler.
Estrogen berperan penting pada perkembangan otak, penyakit autoimun, dan metabolism tulang
dan pada sisi lain, estrogen dapat memicu pertumbuhan, proliferasi dan metastase kanker
payudara. Reseptor estrogen terdiri dari 2 subtipe yaitu, estrogen (ER ) dan estrogen ß (ER ß).
Keduaα α reseptor ini berbeda dalam lokalisasi dan konsentrasinya di dalam tubuh.
(Zullies,2008)

B. Distribusi Reseptor Estrogen

Reseptor Estrogen Terdiri dari 2 subtipe : ER dan ER , Sama-samaα β berbeda, Dapat dijumpai
bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam berbagai jaringan tubuh. Letaknya yaitu pada sistem
kardiovaskuler, gastrointestinal, payudara, SSP, dan sebagainya

B. Mekanisme Kerja Reseptor Estrogen

Proses pengikatan hormone pada reseptor estrogen terjadi didalam membran sel, dan ikatan
tersebut berikatan dalam bentuk dimer. Setelah hormon berikatan dengan reseptornya, reseptor
berpindah ke inti sel dan kemudian reseptor tersebut berikatan ERE (estrogen response element)
dan kompleks tersebut akan berikatan dengan koaktivator sehingga factor transkripsi menjadi
aktif yang dapat mengubah ekspresi gen. Kemudian regulasi transkripsi gen akan menghasilkan
suatu protein spesefik yang terlibat dalam fungsi biologis tertentu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Kanker payudara reseptor estrogen positif (ER+) adalah tipe kanker payudara yang paling
banyak ditemukan saat ini. Dua dari tiga kasus kanker payudara adalah kasus reseptor hormon
posittif. Kebanyakan yang dialami oleh penderita kanker adalah reseptif (ER+) baik terhadap
estrogen maupun progesteron.

Jika Anda merasa curiga terhadap adanya kanker payudara di dalam tubuh, maka pasien harus
melakukan biopsi untuk menguji sel-sel di dalam tubuh yang bersifat kanker. Jika sel-sel tersebut
adalah kanker, maka dokter atau ahli patologi harus mengecek kembali sel dan jenisnya,
termasuk pada reseptor yang ada di permukaan sel-sel kanker. Hasil pengujian sel-sel ini akan
menentukan pilihan pengobatan yang cocok untuk pasien.

Jika pasien mempunyai kanker payudara ER+, ini menunjukkan bahwa sel-sel kanker di dalam
tubuh sedang tumbuh dalam hormon estrogen. Estrogen merupakan zat kimia alami di dalam
tubuh. Dengan menghalangi estrogen, dokter akan memperbaiki dan mengontrol kanker
payudara ER+. kanker payudara ER+ memiliki prognosis yang baik pada semua jenis dan dapat
merespon terapi hormon. Oleh karena itu, penurunan tingkat kesembuhan kanker payudara
berhubungan dengan efektivitas obat pada wanita.

Tingkat Stadium Kanker dan Harapan Hidup

Prognosis pada pasien tergantung pada stadium kanker yang ditemukan dalam tubuh pasien.
Setiap angka menunjukkan jumlah karakteristik berbeda pada kanker payudara. Perbedaan ini
meliputi ukuran tumor, perbedaan sel kanker, dan apakah kanker berpindah ke kelenjar getah
bening atau hanya berada pada sekitar jaringan tubuh. Hal yang penting untuk diketahui  adalah,
jenis kanker tidak mempengaruhi tingkat stadiumnya. Ini hanya mempengaruhi jenis
pengobatannya.

Kelangsungan hidup perempuan dengan kanker payudara dapat diketahui melalui tiga sub tipe
kanker payudara yaitu ER+, HER 2+, dan triple negatif yang dikombinasi secara bersamaan.
Dengan pengobatan kanker payudara, para wanita dapat mengetahui tingkatan stadiumnya dan
harapan untuk kembali hidup normal.

Survival rate atau angka harapan hidup ditentukan dengan berapa pasien yang masih hidup
bertahun-tahun setelah mereka didiagnosis. Harapan hidup 5 tahun biasanya yang paling umum,
namun terkadang dapat mencapai 10 tahun.

Berikut ini data yang menunjukkan survival rate pada penderita kanker payudara di Amerika:

 Stadium 0: 100 persen


 Stadium 1:  100 persen
 Stadium 2: 93 persen
 Stadium 3: 72 persen
 Stadium 4 (tingkatan metastasis):  22 persen
Berdasarkan data di atas, statistik ini juga termasuk data wanita yang mempunyai HER2 +
subtipe sebagai triple negatif kanker. Pasien membutuhkan tingkat kelangsungan hidup selama 5
tahun sehingga pengobatan terapi yang kurang dari lima tahun tidak bisa masuk dalam
perhitungan ini. Kelangsungan hidup pada wanita dapat diketahui dari hasil diagnosa ER+.

BAB III

METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal : Sabtu – Minggu 23-24 Februari 2019
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah
Semarang
B. Alat dan Bahan

Alat :

11. Becker glass


12. Microwave
13. Objek glass
14. Deck glass
15. Pipet tetes
16. Waterbath
17. Chambers
18. Erlenmenyer
19. Gelas ukur
20. Mangkok
21. Staining jar

Bahan :

13. Xylol
14. Alkohol ( 96 %, 80 %, 70 %, dan 50 % )
15. Aquadest
16. H2O2 3%
17. Methanol
18. PBS pH 7,4
19. NSS ( Normal Swins Serum)
20. Antibodi Primer ( ER, PR, HER 2 )
21. Antibodi Sekunder Biotinilate (Warna Kuning )
22. Antibodi Sekunder II ( Warna merah ) / Trek Avidin HRP ( label )
23. DAB Cromogen substrat
24. Hematoxilin

C. Prosedur Kerja
a. Preparasi Reagen
1. Xylol : Dituang Xylol @ 100 ml kedalam chamber , beri label Xylol I, II,
III,
2. Alkohol
Dibuat pngenceran alcohol (pa) 96 % menjadi 80 %, 70 %, 50 % dengan
rumus Vi x Pi = V2 x P2.
3. H2O2 3 % dalam methanol
3ml H2O2 absolute ditambah 97 ml methanol absolute. Dihomogenkan.
4. PBS Ph 7,4 dengan cara menimbang
NaCl ; 42,2 gr
Na2HPO4 : 6,66 gr
NaH2PO4 : 1,72 gr
5. NSS / Backround Sniper / Susu krim

b. Prosedur Pemeriksaan

1. Sampel yang sudah siapkan dimasukan kedalam staining jar , Kemudian dilakukan
deparafinasi, di rendam objek glass yang berisi jaringan kedalam xylol 1,2,3 masing –
masing 5 menit.
2. Kemudian direndam dalam alkohol 96%, 80%, 70%, 50 % masing –masing 3 menit.
Dicuci dengan aquades (dengan pipet) selama 10 menit, pada bagian depan dan belakang.
Selanjutnya dimasukan antigen retrieval (PBS Sitrat) kemudian dimasukan di microwave
pada suhu 400 0C selama 15 menit.
3. Dikeluarkan dari microwave dan ditunggu selama 20 menit dalam keadaan masih
tertutup, angkat staining jar dari becker glass dan didiamkan selama 20 menit, kemudian
dibuka staining jar diamkan selama 15 menit.
4. Direndam dengan H2O2 3% dalam methanol 100 ml selama 20 menit.
5. Kemudian dicuci dengan air mengalir selama 15 menit.
6. Selanjutnya di rendam dengan PBS pH 7,4
7. Dibilas dengan PBS pH 7,4  (1 celupan ).
8. Kemudian tetesi dengan NSS (Normal Swin Serum ) 80- 100 µl selama 7-10 menit. Lalu
dibilas dengan PBS pH 7,4.
9. Selanjutnya PBS dibuang tanpa dicuci, ditetesi dengan primer (HER2) didiamkan
semalam dikulkas.
10. Dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 10 menit.
11. Kemudian preparat tersebut dikeringkan dan dilap dengan tissu.
12. Ditetesi antibody sekunder biotinilate (warna kuning)/ Trekkie universal link biarkan
selama 10 menit.
13. Dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 10 menit
14. Kemudian preparat dikeringkan dilap dengan tissu.
15. Ditetesi antibody sekunder II (warna merah ) Trek avidin HRP (label) dibiarkan selama
10 menit.
16. Dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 10 menit.
17. Kemudian preparat dikeringkan dengan dilap dengan tissu.
18. Ditetesi dengan DAB Cromogen subrat (tanpa terkena cahaya) selama 10 menit dalam
suhu ruang.
19. Dicuci dengan aquades kemudian dikeringkan
20. Selanjutnya dilakukan pengecatan (Counter Staining)
21. Digenangi preparat dengan Hematoxylin selama 3-5 menit.
Dicuci dengan air mengalir selama 5 menit
22. Dehidrasi
Alkohol 80 % Selama 3 menit
Alkohol 96 % selama 3 menit
Alkohol Absolute selama 3 menit
23. Clearing
Xylol 1
Xylol 2
Xylol 3
24. Dikeringkan dalam oven pada suhu 40 – 50 oC selama 5 menit.
25. Kemudian ditetesi dengan entelan lalu ditutup dengan cover glass.
Diamati di bawah mikroskop.

D. Hasil Praktikum Dan Pembahasan


Gambar : ER (+ )

Gambar : ER (+ )

Berdasarkan gambar hasil praktikum diatas di peroleh gambar preparat ER ( + ).


Dari hasil pengamatan di atas didapatkan gambaran ER Ca mamae. Terlihat adanya
kerusakan jaringan ditandai dengan warna coklat yang merupakan pertanda adanya
pertumbuhan sel ER ( + ) yang tidak normal dan berlebihan (overekspresi).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

c. Kesimpulan
Kesimpulan pada hasil praktikum dapat disimpukan bahwa adanya
pertumbuhan sel ER ( + ) di jaringan mammae

d. Saran
Perlu dilakukan pelatihan khusus untuk tekhnik pengecatan dan pengamatan
untuk menentukan skor atau derajat keparahan terhadap suatu kanker

Anda mungkin juga menyukai