OLEH :
NIM : 821419057
JURUSAN FARMASI
2022
Reviuw Materi1 : Perkembangan Farmakogenamik pada Pengobatan Breast
Cancer Oleh Bapak Dr.apt, Sarmoko, M.Sc
Polimorfi sme genetik merupakan varian varian di dalam genom individu dan
varian ini terus menetap di sepanjang hidup individu tersebut.
Kemoterapi pada pasien kanker memiliki indeks terapi yang sempit dan respons
pasien terhadap terapi ini ternyata sangat bervariasi, dari berespons baik sampai toksisitas
berat dan fatal pada kemoterapi dosis standar. Pemahaman lebih baik terkait pengaruh
genetik terhadap perbedaan respons pengobatan di antara individu ini berpotensi
meningkatkan efi kasi dan keamanan pemberian agen kemoterapi pada pasien kanker.
Studi farmakogenetik dan farmakogenomik telah memberikan bukti kuat pengaruh
genetik terhadap respons obat dan tingkat toleransi individu pada pengobatan, khususnya
kemoterapi pada pasien kanker. Penemuan SNPs maupun polimorfi sme genetik lain pada
individu dapat digunakan untuk memprediksi hasil pengobatan dan berpotensi
mengakibatkan revolusi kemoterapi pasien kanker. Pemeriksaan profi l genetik dapat
digunakan sebagai pedoman pemilihan agen kemoterapi dan juga penentuan dosis yang
sesuai dengan profi l genetik individu untuk meningkatkan efi kasi dan menurunkan
toksisitas kemoterapi. Di samping itu, pemeriksaan profi l genetik dapat membantu klinisi
mengidentifi kasi pasien yang akan berespons baik maupun pasien yang berisiko
mengalami toksisitas berat pada pemberian agen kemoterapi sehingga terapi bisa lebih
aman dan dari sudut biaya lebih efektif.
Beberapa factor yang berkontribusi dalam disposisi obat. Yaitu : umur, tinggi
badan, gender, factor social, dan genetic.
1. Allupurinol dan abagamir utamanya memiliki efek samping yang terjadi pada
kulit, yaitu stense Jensen syndrome. Mekanisme : HLA yg ada pada allupurinol
akan mengaktifkan limfosit B yang justru akan memakan sel kulit, sehingga sel
kulit melepuh.
2. Seseorang yang pernah terkena kanker dan sembuh kemungkinan masih dapat
kambuh lagi kankernya, sebenarnya pasien tidak sembuh secara betul namun ada
suatu kondisi yang dapat memperpanjang hidupnya, namun sewaktu waktu dapat
memicu terjadinya kanker kembali.
3. Ada 3 ekstenstif, full metobolizer, ultra. Suatu obat dimetabolisme menjadi suatu
senyawa tdk aktif. Ketika pada suatu individu jika terkait dgn ultra rapid jadi dia
dimetabolisme secara cepat/cepat dikeluarkan, jadi dosisnya tdak sampai karena
cept skali di ekskresi, dia tdak mempan. Bisa diganti obat lain yg tdak trrkait dgn
jalur tsb. Sebalikanya, pada full metabolizer, obat td tdak dimetabolisme karna
tdak ada enzim yg memetabolisme, jadi kadarnya akan lebih tibggi jadi dia akan
toksik.
4. Pada individu ektensif, full dan ultrarapid jika obat dimetabolisme mnjadi tidk
aktif maka induknya yg brtangging jawab,, sehingga obat tersebut cepat d
metabolisme atau dikeluarkan Jika obat brtemu dgn ultrarapid maka dosis harus
ditingkatkan atau obat dganti dngan obat yg tidak dimetabolisme jalur itu
5. Kita Sebagai farmasis perlu mengetahui interaksi obat dgn gen, farmakogenomik
hadir utk memberikan terapi yg akurat utk pengobatan sesuai gen. Di masa depan
obat lebih ditekankan mengarah ke individu bukan lagi secara general.
Reviuw Materi ke 2 : Penatalaksanaan Terapi dan Pelayanan Farmasi Klinik Pada
Pasien Breast Cancer dengan Kemoterapi oleh Apt, Yovita Diane titiesari , M.Sc
Kebanyakan kasus kanker payudara ditemukan berada pada stadium lanjut, dimana
menyebabkan upaya dan nilai biaya pengobatan semakin besar. kanker payudara dapat
didefinisikan sebagai keadaan sel penyusun jaringan payudara yang telah kehilangan
kemampuan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga terjadi proliferasi sel
secara cepat dan tak terkendali
Stadium 1 A Tumor berukuran 2 cm atau lebih kecil dan belum menyebar ke luar
payudara. 2.
Stadium I B Tumor ditemukan di kelenjar getah bening dekat payudara. Ukuran
tumor berkisar 2 cm atau lebih kecil, sehingga tumor masih belum tampak dari
luar payudara 3.
Stadium II A 1. Tumor berukuran ≤ 2 cm. Tumor dapat ditemukan di dalam
payudara dan pada 1-3 kelenjar getah bening di dekat ketiak atau di dekat tulang
dada. 2. Tumor dapat berukuran lebih dari 2 cm namun tidak lebih dari 5 cm dan
tidak ditemukan di dalam kelenjar getah bening. 3.
Stadium II B 1. Tumor berukuran lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm dan
terdapat area kecil dari tumor yang berada di kelenjar getah bening. 2. Tumor
berukuran lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm dan terdapat penyebaran
pada 1-3 kelenjar getah bening di dekat ketiak atau kelenjar getah bening di dekat
tulang dada. 3. Tumor berukuran lebih dari 5 cm namun tidak ditemukan
penyebaran pada kelenjar getah bening.