Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut data di dunia jumlah penderita Leukemia (umur 0-74 tahun) di negara maju

adalah 9,1 per 100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 4,8 per 100.000

penduduk. Di negara berkembang angka kematian penderita Leukemia adalah 4,5 per

100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 3,7 per 100.000 penduduk (Jemal, 2011).

Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer WHO pada tahun 2008

insidensi leukemia di dunia adalah 5 per 100.000 penduduk dengan angka kematian 3,6 per

100.000 penduduk (Simanjorang et al., 2013).

Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun

2007, leukemia (7,42%) menempati urutan kelima setelah kanker payudara (16,85%),

kanker leher rahim (11,78%), kanker hati dan saluran empedu intrahepatik (9,69%)

(Kementrian Kesehatan RI, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh RSCM,

leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada anak dengan umur

di bawah 15 tahun (30-40%) (Simanjorang et al., 2013). Menurut penelitian Supriyadi et al.

dalam Kaiser et al (2010) di RSUP Dr Sardjito, insiden rata-rata tahunan leukemia akut pada

anak kurang lebih 46,2 per juta per tahun. Insidensi pada tahun 2009 menjadi 70 per juta

per tahun. Pada bulan Januari 2000 hingga Desember 2009 di RSUP Dr Sardjito prosentase

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) sebanyak 40,6% sedangkan Leukemia Mieloblastik

Leukemia (LMA) sebanyak 13,9%. Menurut Roboz (2011), Acute Myeloblastic leukemia

(AML) atau Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) mayoritas baru terdiagnosis pada pasien

dengan usia lebih dari 60 tahun. Sekitar 70-80% pasien kurang dari 60 tahun sembuh tetapi

1
2

sebagian besar kambuh dan umumnya bertahan hanya sampai 40-50% selama 5 tahun.

Diantara pasien yang berusia >60 tahun 40-50% dengan status yang baik dapat sembuh

tetapi masih diobati < 10% dan bertahan < 1 tahun. Harapan hidup pasien lansia LMA ini

tidak berubah dalam tiga dekade ini dengan variasi sitogenetika dan atau status kesehatan

yang jelek. Selain pada usia tua, kasus LMA terdapat pada usia anak-anak, umumnya terjadi

pada anak kurang dari 15 tahun (Belson et al., 2007). Umumnya LMA pada anak

mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan LLA . Keberhasilan LLA dengan

kemoterapi yang cukup dapat mencapai >80%, sedangkan pada LMA masih kurang dari

separuhnya (Meshinchi & Arececi, 2007). Di Eropa keberhasilan terapi LMA mencapai

>65%, sedangkan berdasarkan hasil workshop Diagnosis & Managment of Childhood AML

in Indonesia 2011 di Yogyakarta keberhasilan terapi di Indonesia di seluruh pusat pelayanan

onkologi anak di Indonesia masih di bawah 20% (Kaspers & Zwaan, 2007; Nurmalasari et

al., 2012). Data dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM ditemukan kasus leukemia

pada 93 anak selama Januari 2007 – Desember 2010. Kasus LMA mencapai 21,8% dari

seluruh keganasan pada anak atau menempati urutan kedua setelah leukemia limfoblastik

akut (Data Registrasi kanker IKA FKUI RSCM, 2011). Dari keseluruhan kasus leukemia,

78% diantaranya merupakan kasus leukemia akut dengan prevalensi usia di bawah 15 tahun.

Secara global angka harapan hidup pasien dengan leukemia akut 66,6% untuk LLA dan

23,8% untuk LMA, sedangkan di Indonesia, ditemukan bahwa angka harapan hidup untuk

5 tahun pasien dengan leukemia akut masih rendah yaitu 4,6% untuk LMA dan 28,9 untuk

LLA (Hartoyo & Kurniawan, 2015).

Leukemia mieloid kronik merupakan salah satu tipe kelainan mieloproliferatif

kronik yang berkaitan dengan translokasi kromosom resiprok lengan panjang kromosom 22

ke kromosom 9 (Kumar,2005 ; Baldy, 2005). Prevalensi Chronic Myelositic Leukemia

(CML) atau LMK merupakan keganasan hematologi paling umum di Asia, walaupun
3

insiden dan umur rata-rata kemungkinan lebih rendah daripada yang diamati di Ameriksa

Serikat (Au, 2009). Menurut penelitian Reksodiputro et al. (2011) di RSUPN Cipto

Mangunksumo pada 20 pasien Leukemia Mielositik Kronik (LMK) yang memiliki BCR-

ABL positif berada pada usia antara 13-62 tahun. Insidensi LMK sebagian besar terjadi pada

dewasa, sedangkan pada anak-anak hanya 3% dari kasus leukemia anak (Patel et al., 2013).

Kemoterapi merupakan langkah yang dilakukan untuk dapat mengobati penyakit

leukemia. Umumnya terapi dilakukan menggunakan kombinasi obat antikanker yang

berbeda, untuk menghancurkan sel kanker, mencegah perkembangan dan diferensiasi

secara cepat. Namun demikian sejumlah bagian tubuh yang normal, selain sel kanker juga

membelah secara cepat dan dirusak oleh kemoterapi (Ge et al., 2009).

Walaupun terdapat kemajuan di bidang kemoterapi, tetapi secara klinik belum

banyak ditemukan antikanker yang selektif terhadap target sel kanker. Masalah lain dalam

kemoterapi adalah timbulnya resistensi sel kanker terhadap berbagai antikanker (Multidrug

Resistant/ MDR) yang membuat antikanker tersebut tidak sensitif (Tsuruo, 2003).

Multidrug resisten (MDR) menyebabkan kegagalan penanganan pasien kanker (Ge et al.,

2009). Selain itu pengobatan dengan kemoterapi membutuhkan biaya yang tidak sedikit

sehingga menjadi beban berat bagi penderita maupun keluarganya. Menurut penelitian

Safitri (2015) biaya kemoterapi kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

kemoterapi ringan Rp 2.781.424,55 ± 2.030.016,03; kemoterapi sedang Rp 4.026.695 ±

2.566.522,57 dan kemoterapi berat Rp 3.945.466,67 ± 3.121.163,05 dengan komponen

biaya tertinggi pada biaya obat. Menurut penelitian Fajar (2014) pada kanker payudara di

RSUP Dr Sardjito Yogyakarta rata-rata total biaya pasien per siklus kemoterapi sebesar Rp

5.670.996,92 ± 5.866.675,99. Komponen biaya obat dan barang medis memiliki persentase

terbesar terhadap rata-rata total biaya terapi (69,30%). Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) membiayai semua biaya perawatan penderita kanker Rp 4 juta – 15 juta per
4

pasien. Biaya kemoterapi BPJS biasanya menjamin biaya sekitar Rp 700.000 sampai Rp.5

juta per kemoterapi. Biaya paling murah adalah kemoterapi leukemia akut BPJS menjamin

sebesar Rp. 734.900 sementara tertinggi BPJS menjamin sebesar Rp. 5.490.300 untuk

kemoterapi kanker kulit. Tanggungan penuh kepada peserrta BPJS penderita kanker

tercantum dalam Permenkes No. 59 Tahun 2014. (www.metrotvnews.com 11 Mei 2016,

diunduh 20 Maret 2017).

Masalah ini menstimulasi untuk menemukan obat antikanker yang mempunyai

aktivitas lebih spesifik dan sensitif. Beberapa strategi untuk menemukan obat antikanker

baru telah dilakukan diantaranya adalah mengisolasi senyawa aktif dari kandungan bahan

alam, mencari senyawa antimetabolit untuk menghambat pertumbuhan sel kanker yang

lebih spesifik dan sensitif dan mensintesis senyawa organik yang dikenal mempunyai

aktivitas antikanker. Salah satu senyawa aktif yang berasal dari alam adalah senyawa

flavonoid. Aktivitas farmakologi flavonoid telah diteliti secara intensif diantaranya adalah

kalkon.

Kalkon atau 1,3 difenil-2-propen-1-on adalah prekursor flavonoid dan isoflavonoid

tersebar luas dalam tanaman dapat menjadi agen antikanker yang menjanjikan. Kalkon

pertama kali diisolasi dari Glycyrrhizae inflata (licorice atau akar manis) (Yerra et al.,

2004). Kalkon mempunyai spektrum aktivitas farmakologi yang luas. Kalkon dilaporkan

mempunyai aktivitas antiparasit (Cheng, et al., 2000; Lunardi et al., 2003; Motta et al.,

2006; Lim et al., 2007; Awasthi et al., 2009; Begum et al., 2011), antimikroba (Yayli et al.,

2006; Lahtchev et al., 2008; Bhatia et al., 2009; Bag et al., 2009; Hamdi et al., 2011), anti

inflamasi (Yadav et al., 2011; Zhang et al., 2010) antikonvulsan (Kaushik et al., 2010),

antioksidan (Vogel et al., 2008; Vasil’ev et al., 2010; Sivakumar et al., 2011),

penghambatan enzim alfa amilase (Najafian et al., 2011), cyclo-oxygenase (COX) (Zarghi

et al., 2006) dan monoamine oxidase ( MAO) (Chimenti et al., 2009), dan antikanker
5

terhadap HCT116 colon carcinoma cells (Achanta et al., 2006), sel leukemia K562

(Romagnoli et al., 2008), sel kanker HepG2 hepatocellular carcinoma cells (Echeverria et

al., 2009), sel kanker prostat (Szliszka et al., 2009) dan terhadap sel kanker payudara

MCF-7 dan T47D (Ilango, et al., 2010).

Kalkon yang stabil tidak dapat dipisahkan dari tanaman karena adanya enzim

chalcone sintetase (CSH) yang segera mengubah kalkon menjadi flavanon (Mandge et al.,

2007) sehingga sintesis merupakan alternatif utama untuk mendapatkan kalkon. Beberapa

bahan sebagai agen sintetik menunjukkan dapat menyebabkan apoptosis terhadap sel kanker

(Gordaliza et al., 2007; Wang et al., 2003; Sirion et al., 2012), Beberapa senyawa sintetik

turunan kalkon ditemukan lebih aktif daripada senyawa asalnya (Sirion, et al., 2012; Anand

et al., 2007).

Pada penelitian ini digunakan senyawa turunan kalkon (senyawa 1-7) yang telah

disintesis oleh Suwito (2015) di Lab Kimia Organik FMIPA UNAIR dan Laboratorium

Kimia organik FMIPA UGM. Senyawa yang baru disintesis ini belum pernah dilakukan

penelitian aktivitasnya terhadap sel kanker Leukemia HL-60 dan K562. Struktur kimia

tujuh senyawa turunan kalkon ini berbeda dengan senyawa turunan kalkon yang telah diteliti

oleh peneliti sebelumnya.

Pada penelitian ini dipakai sel lini mieloid leukemia yaitu HL-60 (Acute

Promyelositic Leukemia atau Leukemia Mielositik Akut) dan K562 (Chronic Myelocytic

Leukemia atau Leukemia Mielositik Kronik/LMK). Penderita LMK pada usia muda

perkembangan penyakitnya akan lebih progresif (Fadjari, 2006). Sebagian besar LMK

terdiagnosis pada fase kronik, dimana sepertiga dari fase ini tidak menunjukkan gejala,

tetapi dalam jangka waktu tertentu dapat berubah ke fase selanjutnya yang lebih agresif.

Respon terapi pada fase yang lebih lanjut (fase akselerasi dan fase krisis blast) kurang

memuaskan sehingga tujuan utama dari pengobatan LMK ini adalah agar tidak berkembang
6

ke fase tersebut (Ross & Hughes, 1994). Sedangkan jenis leukemia mieloid yang kedua

adalah Leukemia Mielositik Akut atau Leukemia Promielositik Akut (AML-M3 atau APL)

yaitu suatu subtipe leukemia mielositik akut yang ditandai dengan translokasi resiprokal

kromosom 15 dan 17. Leukemia ini yang paling sering dihubungkan dengan perdarahan

yang mengancam jiwa (Falanga & Barbui, 2001). Pada leukemia Promielositik Akut

hampir 30% kematian dini diakibatkan oleh komplikasi perdarahan (Kwaan et al., 2002).

Komplikasi perdarahan mengakibatkan mortalitas 7-10% pada pasien leukemia akut yang

terjadi beberapa hari atau minggu pertama setelah diagnosis (Creutzig et al., 1987).

Sedangkan pada leukemia kronik, Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID) lebih sering

pada Leukemia Mielositik Kronik daripada Leukemia Limfositik Kronik (Jagasia &

Arrowsmith, 2004). Sehingga hal tersebut di atas salah satu menjadi alasan pengambilan

dua jenis leukemia tersebut dalam penelitian ini.

Pada seluruh struktur senyawa turunan kalkon (senyawa 1 sampai senyawa 7)

mempunyai struktur posisi metoksi yang berbeda, sehingga diujikan pengaruh struktur

posisi metoksi yang berbeda tersebut pada uji aktivitas sitotoksiknya terhadap sel lini

leukemia HL-60 dan K562 untuk mendapatkan selektivitas senyawa turunan kalkon

tersebut terhadap sel leukemia HL-60 dan K562. Selanjutnya diperoleh senyawa turunan

kalkon terpilih yang paling potensial, yang kemudian dilakukan pengujian selanjutnya yaitu

mekanisme molekuler terhadap target terapi antikanker.

Salah satu tahap penemuan dan pengembangan antikanker adalah identifikasi target

yang menjadi penyebab kanker. Menurut Hanahan & Weinberg terdapat sepuluh

kemungkinan karakteristik Hallmark of cancer yaitu : 1) sinyal proliferatif yang

berkelanjutan; 2) menghindari penekan pertumbuhan; 3) menghindari penghancuran sistem

imun; 4) kemampuan bereplikasi secara immortal; 5) inflamasi yang merangsang

pertumbuhan tumor; 6) aktivasi invasi dan metastasis; 7) menginduksi angiogenesis; 8)


7

genom yang tidak stabil dan mutasi; 9) penghambatan kematian sel; 10) deregulasi energetik

seluler (Hanahan & Weinberg, 2011). Beberapa target terapi antikanker yang menjadi

perhatian saat ini yaitu siklus sel dan kontrol checkpoint (Gibbs, 2000; Lapenna & Giordano,

2009) dan apoptosis (Ghobriel et al., 2005). Siklus sel merupakan kunci dalam kontrol

pertumbuhan dan proliferasi sel. Gangguan proses siklus sel akan menyebabkan

ketidakseimbangan proliferasi dan kematian sel secara apoptosis yang bertanggungjawab

terhadap pembentukan sel kanker (Kastan & Bartek, 2004; Vitale-Cross, et al., 2004).

Berdasarkan hal tersebut siklus sel menjadi target bahan antikanker dalam menghentikan

proliferasi sel kanker yang tidak terkontrol dan menginisiasi sel kanker untuk melakukan

apoptosis (Kastan & Bartek, 2004).

Apoptosis merupakan mekanisme signaling penting untuk mengeliminasi sel yang

tidak diinginkan dan mempertahankan homeostasis jaringan sehat (Evan & Vousden, 2001).

Apoptosis dan gen yang mengontrolnya mempunyai efek yang besar pada fenotip

keganasan. Gangguan pada program apoptosis akan menyebabkan imortalitas sel (Lin et al.,

2003). Kegagalan menginduksi apoptosis berperan pada kejadian tumor dan resistensi

terhadap terapi kanker (Arceci, 1995) serta menjadi salah satu ciri sel kanker (Hanahan &

Weinberg, 2011). Kemampuan menginduksi apoptosis sel tumor merupakan sifat yang

penting (Frankfurt & Krishan, 2003) dan mekanisme aksi yang sangat diinginkan dari

kandidat obat antikanker (Kasibhatla & Tseng, 2003).

Maka berdasarkan karakteristik kanker tersebut, pada penelitian ini meneliti

senyawa turunan kalkon dalam melakukan penghambatan sinyal proliferatif yang

berkelanjutan (menghambat siklus sel) dan pemacuan kematian sel secara apoptosis

terhadap sel lini leukemia HL-60 dan K562. Dalam penelitian ini dikaji mekanisme

molekuler in vitro antikanker senyawa turunan kalkon yang potensial dengan

penghambatan siklus sel melalui ekspresi protein siklus sel (Siklin D1) dan pemacuan
8

apoptosis melalui ekspresi protein kaspase 3, STAT3/ Signal Transducer & Activator of

Transcription, FLT3/FMS-like tyrosine kinase 3 untuk HL-60 dan AKT/serin threonin

kinase untuk K562).

Sehingga untuk mengatasi permasalahan dalam pengobatan kanker adalah mencari

kandidat antikanker senyawa turunan kalkon yang mempunyai potensi sebagai bahan

antikanker dengan selektivitas tinggi yang dikombinasikan dengan adanya kemampuan

menghambat proliferasi sel kanker dan memacu apoptosis sel kanker.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini diarahkan untuk menjawab

permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah senyawa turunan kalkon mempunyai efek sitotoksik pada sel leukemia

HL-60 dan K562?

2. Bagaimana selektivitas senyawa turunan kalkon terhadap sel leukemia HL-60 dan

K562 ?

3. Bagaimana mekanisme aksi molekuler antikanker senyawa turunan kalkon terhadap

HL 60 ( FLT3, Kaspase 3, STAT3, Siklin D1) dan K562 (AKT, Kaspase, STAT3,

Siklin D1) secara in vitro ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Menemukan senyawa turunan kalkon yang mempunyai potensi sebagai bahan

antikanker dengan selektivitas tinggi yang dikombinasikan dengan adanya

kemampuan menghambat proliferasi sel kanker dan memacu apoptosis sel kanker

sehingga memberikan efek penyembuhan yang lebih baik bagi penderita leukemia.
9

2. Tujuan Khusus :

a. Mengkaji efek sitotoksik senyawa turunan kalkon terhadap sel leukemia

HL-60 dan K562

b. Mengetahui selektivitas senyawa turunan kalkon terhadap sel leukemia HL-60

dan K562.

c. Mengkaji mekanisme molekuler antikanker senyawa turunan kalkon secara in

vitro yang potensial melalui aktivitasnya pada penghambatan proliferasi sel,

pemacuan apoptosis dan penghambatan siklus sel.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Memberikan kontribusi pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu tentang penemuan

dan pengembangan obat khususnya tentang antikanker yang berasal dari hasil sintesis

senyawa turunan kalkon.

2. Menambah wawasan keilmuan tentang mekanisme molekuler senyawa kalkon terhadap

sel mieloid Hl-60 dan K562.

3. Memberikan kontribusi untuk pembangunan kesehatan masyarakat dengan memperoleh

sumber obat antikanker dari senyawa turunan kalkon yang potensial dan spesifik pada

sel leukemia HL-60 dan K562.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan senyawa turunan kalkon telah banyak dilakukan

diantaranya adalah seperti tertera pada Tabel 1. :


10

Tabel 1. Keaslian penelitian senyawa turunan Kalkon

No. Peneliti Kalkon Hasil


1. Saydam et al. 4,4’-dihidroksi kalkon (RVC- aktivitas sitotoksik
(2003) 588) dan antitumor
terhadap sel
leukemia HL-60.

2. Ye et al. ( 2005) 2’4’-dihidroksi-6’-metoksi-3’- menginduksi


5’-dimetilkalkon (DMC) apoptosis sel
leukemia K562

3. Romagnoli et al. a. ‘3,4,5-trimetoksifenil-(5- menghambat


(2008) (tiofen-2-yl)tiofen-2-il) siklus sel leukemia
metanon K562 melalui fase
G2 / M.

b. ‘3,4,5-trimetoksifenil-(5-p-
toliltiofen-2-il)-metanon

4. Aryapour et al. (E)-3-(6-kloro-2H-kromen-3-il)- antitumor terhadap


(2012) 1-(3,4,5-trimetoksifenil)prop-2- sel leukemia K562
en-1-on dan SK-N-MC
melalui gangguan
stabilitas
mikrotubul dan
fungsi spindle
R1=H, R2=CH3O, R3=CH3O,
R4=CH3O, R5= H, R6=Cl
5. Khanage & Raju 1-(3,5-difenil-1H-1,2,4-triazol- antikanker
(2013) 1-il)-3- (substitusi aril) prop-2- terhadap CNS
en-1-on cancer (SNB-75),
Renal cancer (UO-
31), Non Small
Cell Lung Cancer
(NCI-H522) dan
leukemia (SR).
11

Pada penelitian ini dikaji aktivitas sitotoksik dan selektifitas senyawa turunan kalkon

(1-7) terhadap sel HL-60 dan K562. Senyawa yang terpilih dilanjutkan pengujian untuk

melihat aktivitas mekanisme molekuler terhadap penghambatan siklus sel (siklin D1) dan

pemacuan apoptosis (kaspase 3, STAT3, FLT3 untuk HL-60, AKT untuk K562). Pada

Gambar 1 adalah senyawa turunan kalkon yang digunakan berbeda dengan penelitian

senyawa kalkon sebelumnya yang terletak pada jumlah dan posisi gugus metoksi.

Senyawa 1: Senyawa 2 :
(E)-1-(4-aminofenil)-3-(2 metoksifenil) (E)-1-(4-aminofenil)-3-(3-metoksifenil)
prop-2-en-1-on prop-2-en-1-on

Senyawa 3 : Senyawa 4
(E)-1-(4-aminofenil)-3-(4 metoksifenil) (E)-1-(4-aminofenil)-3-(2,3-dimetoksifenil)
prop-2-en-1-on prop-2-en-1-on

Senyawa 5 : Senyawa 6
(E)-1-(4-aminofenil)-3-(2,4-dimetoksifenil) (E)-1-(4-aminofenil)-3-(2,5-dimetoksifenil)
prop-2-en-1-on prop-2-en-1-on

Senyawa 7 :
(E)-1-(4-aminofenil)-3-fenilprop-2-en-1-on

Gambar 1.Senyawa turunan kalkon yang digunakan dalam penelitian


1

Anda mungkin juga menyukai