Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit yang berdampak besar dan serius terhadap

kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Meskipun kurang dibandingkan

dengan orang dewasa, kanker masih menjadi penyebab utama kematian

akibat penyakit pada anak-anak. Sekitar 15.590 anak dan remaja usia 0

sampai 19 tahun terdiagnosis kanker pada tahun 2021 dan 1780 orang

meninggal akibat dari kanker di United States (NCI, 2021).

Leukemia adalah kanker yang paling umum yang diderita oleh anak-

anak yang mencakup sebanyak 28% kasus, diikuti oleh kanker otak dan

tumor sistem saraf lainnya (27%). Di United States, laki-laki lebih banyak

terkena leukemia dengan prevalensi kasus 4% dibandingkan perempuan

dengan prevalensi kasus 3% (Siegel.L, 2021). Jenis leukemia bergantung

pada jenis sel darah yang menjadi kanker yang tumbuh dengan cepat atau

lambat. (NCI, 2021). Menurut World Health Organization (WHO) 2018

prevalensi leukemia seluruh dunia terdapat 437.033 kasus, yaitu terdiri dari

pria 249.454 kasus dan wanita 187.579 kasus. Jumlah kasus dan kematian

akibat dari leukemia pada 5 tahun terakhir yaitu 1.1 juta kasus dan 309.006

kematian pada tahun 2018, menempati urutan 10 besar penyakit kanker

dengan kematian tertinggi di dunia. Angka kejadian

1
2

leukemia tertinggi terjadi di Asia dengan persentase 48,7% sebanyak

561.322 kasus.

Setiap tahunnya di Indonesia kasus kanker semakin meningkat dimana

pada tahun 2013 terdapat 1,4% kasus dan pada tahun 2018 meningkat

menjadi 1,8%. Provinsi Sumatera Barat menjadi daerah penderita kanker

kedua di Indonesia setelah DIY yaitu sebesar 2% (Riskesdas, 2018). Data

RS Kanker Dharmais pada tahun 2018 menyebutkan leukemia menempati

urutan ke-8 penyakit terbanyak di Indonesia dengan presentase 4,44%

dengan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan persentase

kasus sebanyak 6,18% sedangkan perempuan hanya 3,08% (Pusat Data dan

Informasi Kemenkes RI, 2018).

Secara umum pengobatan leukemia ialah kemoterapi, pada kemoterapi

tahap awal yaitu tahap induksi di rumah sakit, tahap konsolidasi dan tahap

pemeliharaan, dengan total lama pengobatan selama 2 sampai 3 tahun.

Kanker dan pengobatan kanker itu sendiri dapat mengakibatkan adanya

peningkatan kebutuhan energi pada anak. Kemoterapi adalah salah satu

treatment primer yang digunakan anak dalam mengatasi kanker. Ada

berbagai macam jenis obat kemoterapi yang diberikan dengan suatu

protokol tertentu disesuaikan dengan jenis kanker yang dialami oleh anak

(Hockenberry & Wilson, 2008).

Mekanisme kerja obat kemoterapi yang sangat kuat dapat membunuh

sel kanker dan juga berpengaruh pada sel-sel sehat terutama sel yang

pembelahannya yang bersifat cepat seperti sel folikel rambut, sumsum


3

tulang belakang, kulit, dan mukosa. Sehingga obat kemoterapi akan

menimbulkan beberapa efek samping atau dampak fisik kemoterapi pada

anak yaitu pada sistem pencernaan (mukositis, stomatitis), kurangnya

kemampuan untuk mengecap rasa, mual dan muntah, anoreksia/ kehilangan

berat badan, diare, konstipasi, gangguan hematologi (anemia,

trombositopenia, neutropenia), rambut rontok, nephrotoxic, fatigue,

gangguan pendengaran, masalah pada jantung, saraf, dan pernapasan

(Gibson & Soanes, 2008).

Efek dari kemoterapi pada anak dialami baik secara fisik (efek

samping) maupun psikologis dimanifestasikan berbeda oleh setiap anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Miller, et al (2011), di Amerika Serikat

kepada 39 anak berusia 10 sampai 17 tahun menunjukkan bahwa gejala fisik

yang sering dialami oleh anak adalah mual, fatigue, kehilangan nafsu

makan, nyeri, dan perasaan mengantuk (Miller, Jacob, & Hockenberry,

2011). Fatigue merupakan efek samping yang paling umum dan

menyedihkan selama pengobatan leukemia limfoblastik akut yang memiliki

pengaruh besar pada aktivitas sehari-hari pasien, sebanyak 60-99% dari

pasien melaporkan bahwa kelelahan merupakan keluhan yang paling tinggi

dirasakan (Ye, Liu, Wang, Bu, & Zhao, 2016).

Menurut Hermalinda & Novrianda (2016), kanker terkait kelelahan

merupakan masalah multidimensi yang ditandai dengan penurunan energi

dan peningkatan kebutuhan akan istirahat, yang dapat berdampak pada

kualitas hidup melalui penurunan fungsi mental dan perubahan mood serta
4

mempengaruhi aktivitas yang biasa dilakukan. Beberapa faktor penyebab

fatigue adalah faktor patofisiologis, terapeutik, dan situasional. Faktor

patofisiologi meliputi demam, infeksi, penyakit yang berhubungan dengan

hipoksia, perubahan biokimia, gangguan endokrin, kelemahan otot,

penyakit neuromuskular dan gangguan metabolisme makanan, obesitas,

kehilangan keseimbangan elektrolit dan gangguan makan.

Pada penelitian Mitchell (2012), anak dengan kanker termasuk

kelompok risiko tinggi yang mengalami masalah fatigue yang diakibatkan

terapi dan efek samping dari kemoterapi. Alasan lain yang sama-sama

disadari oleh pasien dan perawat bahwa fatigue merupakan perasaan

subjektif, yang tidak mengancam kehidupan dan menganggap bahwa

fatigue merupakan dampak dari kemoterapi yang tidak bisa dihindari. Hasil

penelitian Bastani et al (2015), penelitian yang dilakukan pada anak sekolah

di Iran dengan leukemia yang sedang menjalankan kemoterapi didapatkan

peningkatan intensitas fatigue setelah menjalani kemoterapi satu jam

dengan prevalensi persentase kejadian 97% anak mengalami fatigue.

Adapun gejala kelelahan secara subjektif dan objektif antara lain, perasaan

lesu mengantuk dan pusing, kurang mampu berkonsentrasi, berkurangnya

tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, berkurangnya gairah

untuk bekerja, dan menurunnya kinerja jasmani dan rohani (Barbosa and

Munster, 2011).

Identifikasi dan penanganan terhadap fatigue yang terjadi pada anak

leukemia sangat penting dilakukan. Jika gejala ini terjadi dalam waktu
5

cukup lama, maka akan menghambat kemampuan anak beraktivitas secara

penuh. Bahkan setelah selesai pengobatan, kelelahan akan mengganggu

aktivitas anak yang berdampak pada kehidupan dan mempengaruhi kualitas

hidup anak (Hilarius et al., 2011). Penelitian yang dilakukan (Ji et al, 2011),

mengatakan kualitas hidup anak meliputi berbagai aspek, diantaranya

fungsi fisik, emosi, sosial, psikologis, sekolah, dan kognitif yang berkaitan.

Berdasarkan PedsQl Generic 4.0 pada anak dengan kanker di Cina

menunjukkan bahwa anak dengan kanker (nilai mean 68,56) memiliki

kualitas hidup yang lebih buruk apabila dibandingkan dengan anak sehat

(nilai mean 84,72). Berdasarkan penelitian ini fungsi sekolah anak sangat

terganggu yang dibuktikan dengan nilai mean yang paling rendah (62,19)

dibandingkan dengan fungsi lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Zeller et al (2013), menyebutkan bahwa terdapat 60 % anak yang

mengalami chronic fatigue (kelelahan kronik) pada saat dilakukan

pengkajian pertama yang mana anak merasa lelah terus menerus dengan

rata-rata selama 2,7 tahun pada anak dengan limfoma dan leukemia. Tingkat

prevalensi fatigue juga bervariasi selama fase bertahan hidup, tergantung

pada waktu sejak diagnosis, fatigue jangka pendek (5 tahun setelah

diagnosis) atau jangka panjang (≥ 5 tahun setelah diagnosis) (Thong et al,

2020). Penelitian yang dilakukan Matias et al (2019), menunjukan hasil

tingkat fatigue yang tinggi pada pasien yang telah menerima kemoterapi

sebanyak 60,3%.
6

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chiang et al, (2009), pada anak-

anak yang lebih kecil (>9 tahun), fatigue dapat berpengaruh pada

kemampuan anak untuk melakukan aktivitas fisik terutama pada aktivitas

bermain. Pada anak yang berusia 10-12 tahun, menunjukkan perubahan

pada aktivitas fisik, psikososial dan sekolah. Pada remaja, fatigue bisa

memberikan dampak yang besar terhadap aspek psikososial, fisik terutama

perubahan dalam rencana masa depan dan penampilan diri. Menurut

penelitian yang dilakukan (Nurhidayah dkk, 2016), dampak dari fatigue

menunjukan hampir semua anak mengeluhkan pegal-pegal di seluruh badan

yang menyebabkan anak selalu merasa lemah sehingga menghambat

aktivitasnya. Sebagian besar anak juga mengeluh kesulitan dalam

melakukan aktivitas dan tidak dapat bermain dengan teman-temannya.

Selain itu, hampir semua anak melaporkan tidak dapat bersekolah karena

merasa kelelahan dan lemas sehingga membuat anak kesulitan mengerjakan

tugas sekolah dan juga menurunkan konsentrasi belajar.

Hasil penelitian yang dilakukan di Iran oleh Bastani et al, (2015),

pasien anak dengan leukemia dan juga keluarga mungkin tidak melaporkan

kelelahan kepada dokter dan perawat karena mereka berpikir kelelahan

adalah gejala yang biasa muncul karena kemoterapi sehingga mereka harus

beradaptasi dan menganggap kelelahan ini akan hilang atau berkurang.

Akibatnya, fatigue terkaitkan kanker terabaikan, tidak dapat didiagnosis dan

tidak ditangani. Hasil penelitian yang juga dilakukan Bastani F et al.,

(2012), fatigue memiliki efek yang sangat negatif pada aktivitas rutin
7

sehari-hari, aktivitas sosial, hubungan interpersonal, kesejahteraan dan

menurunkan kualitas hidup pada penderita kanker. Menurut NCCN (2011),

sangat dibutuhkan evaluasi primer yang berfokus pada riwayat kesehatan

dan pemeriksaan fisik, dilakukan juga pengkajian dalam terkait dengan

gejala fatigue dan mengevaluasi faktor yang berhubungan dengan gejala

fatigue sehingga dapat diberikan tindakan penanganan yang tepat dan cepat.

Berdasarkan keterangan di atas yang memperlihatkan suatu fenomena

tentang dampak kanker terhadap kemoterapi yang dijalani anak. Dampak

tersebut adalah fatigue. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa tahapan untuk

melakukan manajemen fatigue yang terdiri atas pengkajian, menentukan

perencanaan/ intervensi, memberi implementasi dan evaluasi untuk

meningkatan kualitas hidup anak dan mempertahankan pertumbuhan anak

dengan kanker. Berbagai bentuk intervensi pengobatan komplementer dan

alternatif termasuk akupresur, akupuntur, pijat, yoga, dan pelatihan

relaksasi untuk mengurangi fatigue terkait kanker (John J et al, 2011).

Studi intervensi lebih lanjut dengan kekuatan statistik yang lebih tinggi

diperlukan untuk mengembangkan bukti yang lebih besar dengan

kesimpulan yang lebih dapat diterapkan. Beberapa pendekatan non-

farmakologis umum baik sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi yang

digunakan dalam pengelolaan kelelahan terkait kanker, yang dapat

dilakukan sendiri setelah pelatihan atau pendidikan singkat, diterima dan

terjangkau oleh klien.


8

Akupresur melibatkan penggunaan tekanan jari-jari yang diterapkan

pada titik tertentu, tetapi lebih aman, lebih murah dan pasien dapat dengan

mudah belajar menerapkan tekanan sendiri. Akupresur adalah teknik yang

berasal dari akupuntur, komponen Pengobatan Tradisional Cina (TCM) (P

Sheahan dkk, 2002; Bastani dkk, 2015). Akupresur mudah dilakukan, bebas

masalah, murah, dan pendekatan yang efektif. Tujuan dari stimulasi

acupoint adalah untuk mengembalikan tubuh ke kondisi yang harmonis dan

seimbang. Akupresur telah ditunjukkan pada pasien kanker dan pasien sakit

kronis lainnya. Selanjutnya, uji coba klinis percontohan telah

mengkonfirmasi bahwa akupresur dapat secara signifikan mengurangi

kelelahan kanker persisten sekitar 38%. (Tsay SL, 2004; Ghezelbash S &

Khosravi M, 2017).

Hasil penelitian dari Su-Chen Lan et al.,(2015), menyebutkan akupresur

adalah jenis terapi sentuhan yang menggunakan tekanan pada jari untuk

memicu titik-titik yang berbeda pada permukaan tubuh, sehingga

meredakan dan menekan berbagai gejala dengan mengurangi rasa sakit.

Intervensi ini sering digunakan oleh perawat dalam pengaturan klinis dan

dianggap sebagai intervensi keperawatan klinis dan komprehensif.

Penggunaan terapi akupresur sebagai tindakan keperawatan dalam

mengurangi fatigue dapat membantu meningkatkan kualitas asuhan

keperawatan serta mengurangi efek samping dari metode invasif.

Hasil penelitian AG Khangah, dkk (2019), menunjukkan bahwa

akupresur di tiga titik L14, ST36 dan sp-6 memiliki efektivitas mengurangi
9

fatigue pada pasien kanker pada pasien yang menjalankan kemoterapi.

Mengenai tingginya insiden fatigue pada pasien kanker, kami menyarankan

akupresur sebagai terapi non-farmakologis yang tidak beracun dan tidak

berbahaya untuk mengurangi efek samping pada pasien kanker. Akupresur

termasuk hemat biaya dan tidak memerlukan pendidikan profesional dan

jangka panjang untuk pasien dan perawat. Akupresur akan menjadi

intervensi yang cocok dalam klinis pengaturan di mana pasien yang

menjalani kemoterapi mengalami tingkat kelelahan yang tinggi. Hasil

penelitian Chen Lan et al (2015), intervensi akupresur dilakukan 2 kali

perhari selama 5 hari dalam jangka waktu seminggu, durasi setiap pijat titik

acupoint dilakukan selama 2 menit dapat mengurangi fatigue pada pasien

yang menjalani kemoterapi.

Data rekam medis RSUP Dr. M.Djamil Padang, mencatat kasus

dengan Leukemia dalam 3 tahun terakhir dengan jumlah kasus tahun 2018

sebanyak 180 kasus, menurun pada tahun 2019 sebanyak 135 kasus dan

meningkat pada tahun 2020 sebanyak 170 kasus (MR RSUP Dr. M. Djamil

Padang, 2021). Pengobatan yang paling sering dilakukan untuk anak kanker

di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah kemoterapi. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan di bangsal kronik anak didapatkan prevalensi

anak kanker yang menjalani kemoterapi sejak bulan Agustus sampai

Desember 2021 yaitu berjumlah 36 orang. Peneliti telah melakukan studi

pendahuluan di ruangan IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil

Padang.
10

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada 6 anak penderita

leukemia yang menjalani kemoterapi di ruangan kronik IRNA kebidanan

dan anak, didapatkan bahwa 5 dari 6 anak penderita leukemia mengatakan

sering merasa kelelahan dan lesu karena efek dari kemoterapi dan badan

terasa lemah sehingga anak tidak bisa bermain dan melakukan kegiatan

yang diinginkan, anak juga mengatakan terkadang mengalami gejala seperti

mual, muntah serta rambut rontok. Saat dilakukan wawancara kepada

perawat mengenai penanganan fatigue yang menjalani kemoterapi anak

hanya disuruh untuk banyak istirahat. Kemudian diberikan edukasi kepada

orang tua dan anak yaitu dengan terapi relaksasi napas dalam saja dan belum

pernah dilakukan intervensi akupresur untuk menangani fatigue.

Berdasarkan uraian fenomena di atas terlihat adanya dampak dari

penyakit leukemia kemoterapi yang dijalani anak, dampak tersebut adalah

fatigue. Agar dapat dilakukan perencanaan untuk mengatasi fatigue yang

dapat meningkatkan kualitas hidup anak dan mempertahankan pertumbuhan

dan perkembangan anak dengan leukemia. Terapi akupresur dapat

membantu meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan mengurangi

efek samping dari kemoterapi yaitu fatigue. Manfaat dari prosedur

akupresur ini adalah hemat biaya, tidak memerlukan peralatan, hanya

mendidik pasien, dan melibatkan prosedur non-invasif. Dalam sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Molassiotis et al (2014), efek akupresur pada

kelelahan dan depresi pada pasien dengan kanker payudara secara signifikan

efektif mengurangi kelelahan dan depresi.


11

Di indonesia, masih belum banyak penelitian yang berfokus dalam

menangani fatigue pada anak leukemia yang menjalani kemoterapi. Beda

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti tidak hanya

mengidentifikasi skor fatigue pada anak leukemia yang menjalani

kemoterapi, tetapi peneliti juga melakukan intervensi akupresur untuk

mengurangi fatigue yang dirasakan anak leukemia saat menjalani

kemoterapi. Terbatasnya jumlah penelitian tentang akupresur dan belum

pernah dilakukan intervensi akupresur di bangsal kronik anak IRNA

Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang mendorong peneliti

untuk dilakukannya penelitian tentang pengaruh akupresur terhadap fatigue

pada anak leukemia yang menjalani kemoterapi di IRNA Kebidanan dan

Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

bagaimana pengaruh akupresur terhadap fatigue pada anak leukemia yang

menjalani kemoterapi di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.Djamil

Padang.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui pengaruh akupresur terhadap fatigue pada anak leukemia


12

yang menjalani kemoterapi di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.

M.Djamil Padang Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui karakteristik anak leukemia berdasarkan usia dan jenis

kelamin saat menjalankan kemoterapi di RSUP Dr.M.Djamil Padang

Tahun 2022.

b. Diketahui gambaran skor pre test dan post test akhir fatigue pada

anak leukemia saat menjalankan kemoterapi di RSUP Dr.M.Djamil

Padang Tahun 2022.

c. Diketahui pengaruh akupresur terhadap fatigue pada anak leukemia

yang menjalani kemoterapi di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.

M.Djamil Padang Tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti

Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini dijadikan sebagai Evidence

Based Medicine (EBM) tentang pengaruh akupresur terhadap fatigue

pada anak leukemia yang menjalani kemoterapi. Serta menambah

wawasan peneliti dan mengaplikasikan ilmu tentang riset keperawatan.

2. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam asuhan

keperawatan khususnya keperawatan anak, terutama dalam

memberikan perawatan akupresur terhadap fatigue pada anak kanker


13

yang menjalani kemoterapi.

3. Bagi Keilmuan Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan serta informasi dalam melakukan praktik keperawatan

perawatan akupresur terhadap fatigue pada anak leukemia yang

menjalani kemoterapi.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

sebagai bahan referensi kepada peneliti selanjutnya untuk mengetahui

pengalaman yang dialami anak dengan kanker yang melakukan

akupresur terhadap fatigue pada anak leukemia yang menjalani

kemoterapi. diharapkan bisa digunakan sebagai sumber bacaan baik

sumber primer maupun sumber sekunder penelitian-penelitian

keperawatan selanjutnya dan menjadi dasar atau data pendukung untuk

melakukan penelitian lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai