CANCER COLON
1. Pendahuluan
Gaya hidup sehat merupakan gaya hidup masyarakat yang menjunjung tinggi
aspek-aspek kesehatan seperti pengelolaan kebersihan dan kesehatan lingkungan,
menjaga kebugaran fisik dan psikis dan pemberian asupan nutrisi yang cukup,
sehingga tercapai standar kesehatan yang baik (Susanti & Kholisoh, 2018). Perubahan
gaya hidup dan pola makan mempengaruhi terjadinya kanker kolorektal (Astuti, Rafli,
& Zeffira, 2019).
Risiko penyakit cenderung lebih sedikit pada wanita dibandingkan pada pria.
Banyak faktor lain yang dapat meningkatkan risiko individual untuk terkena kanker
kolorektal. Angka kematian kanker kolorektal telah berkurang sejak 20 tahun terakhir.
Ini berhubungan dengan meningkatnya deteksi dini dan kemajuan pada penanganan
kanker kolorektal (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).
Penyakit kanker kolon ini menimbulkan perubahan pada pola buang air besar
termasuk diare, atau konstipasi, pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya
darah di feses, rasa tidak nyaman pada bagian 4 abdomen, perasaan bahwa usus besar
belum seluruhnya kosong sesudah buang air besar, rasa cepat lelah dan penurunan
berat badan secara drastis tanpa diketahui penyebab jelasnya (Yayasan Kanker
Indonesia, 2018).
II. Defenisi
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni
bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai
dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan
Kanker Indonesia, 2018). Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan
usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).
a. Etiologi
Salah satunya adalah mengonsumsi daging merah dan daging olahan secara
berlebihan. Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi
makanan tinggi lemak termasuk daging merah. Merokok juga merupakan faktor risiko
terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di
Amerika Serikat dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan
risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma menjadi
kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol.
b. Faktor Resiko
V. Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon 16 sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian
besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip
membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus.
Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis
dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula sebagai massa kecil yang
menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan
lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal
menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan
dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal
juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang
jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor
primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area
sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor
ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau
selama pemotongan pembedahan (Black & Hawks, 2014).
17 Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan
20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama
adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon
asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).
Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014): a. Menyebar
secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen
dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder,
ureter dan organ reproduksi. b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati,
juga bisa mengenai paru-paru, ginjal dan tulang. c. Tertanam ke rongga abdomen.
VI. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker
kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain
pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang merupakan
pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan
oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat
dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain 25 pemeriksaan rutin diatas, dalam
menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA
(Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen
merupakan pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum.
Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat
pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan
digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker
kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar.
Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk
bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai
CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter.
Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium
lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai
CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring
berkelanjutan setelah pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi
Anatomi Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker
kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari 26 pemeriksaan
histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal ini.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen
atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan
memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai
90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika
digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat
biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak
dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan
jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker
yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema
sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan
perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium
enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari
teknik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak
lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan
skrining tes. 27
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran
pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur
berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium
enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi
dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana
komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya
muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang
sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory
bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal
bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma.
Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada
diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi
utama dari kolonoskopi diagnostik.
Prinsip tatalaksana kanker kolon adalah: (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
VIII . Komplikasi
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang
pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian yang
komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung
pada identifikasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari
data subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui observasi,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017): 44
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan
pada area abdomen terjadi pembesaran
3) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien
dengan timbulnya kanker kolon.
4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
kronis lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien dengan anggota
keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana
pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
1) Pola Nutrisi Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja
yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya
2) Pola Eliminasi 45 Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar
darah atau tidak, keras, lembek, cair ?
3) Pola personal hygiene Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun
atau tidak, menyikat gigi.
4) Pola istirahat dan tidur Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ? Kebiasaan – kebiasaan
sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
5) Pola aktivitas dan latihan Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas
diluar kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.
8) Pola persepsi dan konsep diri Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap
keluarga, kebersamaan dengan keluarga. 46
9) Pola nilai kepercayaan Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah
dan larangan-Nya.
10) Pola reproduksi dan seksual Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan
dengan keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang biasa memperberat dan
mengurangi nyeri ?
d. Pemeriksaan fisik
4) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing,
skelera putih ?
5) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat trauma ?
e. Pemeriksaan dada
1) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan, irama, gerakkan
cuping hidung, terdengar suara napas tambahan.
2) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan kiri dinding
dada.
3) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan
hepar. 4) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara ronchi
dan wheezing
f. Kardiovaskuler
1) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau datar, tapi
perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan /
massa.
2) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses) turgor kulit perut
untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar teraba, apakah lien teraba?
3) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan menimbulkan
suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor).
b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang, keluarga, atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana
tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang
mungkin muncul menurut (PPNI, 2017):
Pre kemoterapi
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional Intra kemoterpi
a. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
b. Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif Post
kemoterapi a. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau pengobatan (misal.
Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
c. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan makanan 50
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan adalah suatu
rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya,
perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien
berdasarkan analisis data dan diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).
Rencana Keperawatan Pre kemoterapi a. Ansietas berhubungan dengan Krisis
situasional (D.0080) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat ansietas pasien menurun.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi kebingungan menurun
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
3) Perilaku gelisah menurun
4) Perilaku tegang menurun
5) Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan darah menurun Intervensi Reduksi
Ansietas (I.09314):
Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal kondisi, waktu, stressor)
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal) 51
Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
3) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu Rencana keperawatan Intra
kemoterapi
a. Resiko infeksi ditandai dengan Efek prosedur invasif (D.0142)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko infeksi dapat
menurun. Kriteria Hasil :
1) Demam menurun
2) Kemerahan menurun
3) Nyeri menurun
4) Bengkak menurun Intervensi Pencegahan Infeksi (I.14539):
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 52 Terapeutik 1) Batasi
jumlah pengunjung
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
b. Risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif (D.0139)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko gangguan
integritas kulit menurun. Kriteria Hasil :
1) Elastisitas meningkat
2) Hidrasi meningkat
3) Kerusakan jaringan menurun
4) Kerusakan lapisan kulit menurun Intervensi perawatan integritas kulit (I.11353):
Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik
2) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada 53 kulit sensitif
3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
1) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Rencana keperawatan Post kemoterapi
a. Nausea berhubungan dengan tindakan kemoterapi (D.0076) Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nausea dapat menurun.
Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) Keluhan mual menurun
3) Perasaan ingin muntah menurun
4) Pucat tampak membaik Intervensi Menejemen Mual (I.03117):
Observasi
1) Identifikasi faktor penyebab mual
2) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
3) Monitor mual Terapeutik
1) Kontrol faktor lingkungan penyebab mual
2) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik Edukasi
1) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup 54
2) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan (D.0083)
Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
3) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri Terapeutik
1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya 55
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
4) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Edukasi
1) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
2) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
3) Latih peningkatan penampilan diri c. Resiko defisit nutrisi (D.0032)
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien meningkat Kriteria
hasil :
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Kekuatan otot pengunyah meningkat
3) Kekuatan otot menelan meningkat
4) Frekuensi makan membaik
5) Nafsu makan membaik Intervensi
Terapeutik
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
1) Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda nyeri, antiemetik)
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter
& Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.
57
5. Evaluasi Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009).
Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada
pada pasien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan psien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).