Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CANCER COLON

1. Pendahuluan

Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan aspek terpenting dalam


kehidupan dan mendukung berjalannya aktivitas secara optimal. Kesehatan diartikan
sebagai kondisi fisik,mental dan sosial yang terbebas dari gangguan penyakit sehingga
aktivitas yang berjalan di dalamnya dapat terjadi secara optimal. Untuk mencapai
standar kesehatan yang baik maka diperlukan adanya proses pengelolaan lingkungan
sekitar dan aktivitas harian yang tercermin dalam gaya hidup sehat.

Gaya hidup sehat merupakan gaya hidup masyarakat yang menjunjung tinggi
aspek-aspek kesehatan seperti pengelolaan kebersihan dan kesehatan lingkungan,
menjaga kebugaran fisik dan psikis dan pemberian asupan nutrisi yang cukup,
sehingga tercapai standar kesehatan yang baik (Susanti & Kholisoh, 2018). Perubahan
gaya hidup dan pola makan mempengaruhi terjadinya kanker kolorektal (Astuti, Rafli,
& Zeffira, 2019).

Kanker kolorektal merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar,


yakni bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal
dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor
(Yayasan Kanker Indonesia, 2018). Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari
jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

Berdasarkan survei GLOBOCAN (Global Burden Cancer) 2012, insidens


kanker kolorektal di seluruh dunia menempati urutan ketiga 1360 dari 100.000
penduduk [9,7%], keseluruhan laki-laki dan perempuan dan menduduki peringkat
keempat sebagai penyebab kematian 694 dari 100.000 penduduk [8,5%], keseluruhan
laki-laki dan perempuan (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah kanker


ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian ketiga terbanyak pada
pria dan wanita di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat sendiri pada tahun 2016,
diprediksi akan terdapat 95.270 kasus kanker kolorektal baru, dan 49.190 kematian
yang terjadi akibat kanker kolorektal. Secara keseluruhan risiko untuk mendapatkan
kanker kolorektal adalah 1 dari 20 orang (5%) (Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2015).

Risiko penyakit cenderung lebih sedikit pada wanita dibandingkan pada pria.
Banyak faktor lain yang dapat meningkatkan risiko individual untuk terkena kanker
kolorektal. Angka kematian kanker kolorektal telah berkurang sejak 20 tahun terakhir.
Ini berhubungan dengan meningkatnya deteksi dini dan kemajuan pada penanganan
kanker kolorektal (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

Di Indonesia kanker kolorektal merupakan jenis kanker ke 3 terbanyak


dengan jumlah kasus 1,8 per100.000 penduduk dan jumlah ini semakin meningkat
seiring dengan perubahan pola hidup penduduk 3 indonesia. Karakteristik kanker
kolorektal di Indonesia berbeda dengan yang dilaporkan dinegara maju. Di Indonesia
pasien kanker kolorektal kebanyakan berusia dibawah 50 tahun yaitu sekitar 51% dari
seluruh pasien dan pasien dibawah 40 tahun mencapai 28,17% (Lubis, Abdullah,
Hasan, & Suwarto, 2015).

Modern gaya hidup faktor spesifik meningkatkan risiko kanker kolorektal,


sebagaimana dibuktikan di negara-negara berkembang, meningkatkan tingkat kanker
kolorektal pada populasi dengan pertumbuhan ekonomi baru yang telah mengadopsi
gaya hidup modern, dan peningkatan berkelanjutan pada awal kanker koloretal yang
berkorelasi dengan transisi gaya hidup.Bahkan konsumsi alkohol terbatas
meningkatkan risiko lesi premaligna kolon (polip) dan kanker kolorektal (Bishehsari
et al., 2019).

Secara umum perkembangan kanker kolorektal merupakan interaksi antara


faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor tidak dapat dimodifikasi: adalah riwayat
kanker kolorektal atau polip adenoma individual dan keluarga, dan riwayat individual
penyakit kronis inflamatori pada usus. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah
inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok dan konsumsi alkohol
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

Penyakit kanker kolon ini menimbulkan perubahan pada pola buang air besar
termasuk diare, atau konstipasi, pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya
darah di feses, rasa tidak nyaman pada bagian 4 abdomen, perasaan bahwa usus besar
belum seluruhnya kosong sesudah buang air besar, rasa cepat lelah dan penurunan
berat badan secara drastis tanpa diketahui penyebab jelasnya (Yayasan Kanker
Indonesia, 2018).

Pada kanker stadium IV dilakukan pengangkatan kanker dengan operasi,


namun apabila kanker telah menyebar terlalu luas, kemoterapi dapat dijadikan
pengobatan utama. Kebanyakan kanker stadium IV akan mendapatkan kemoterapi
untuk mengendalikan kanker (Firdaus, 2017). Penatalaksaan lain dengan cara
radioterapi dan kemoterapi. Radioterapi adalah terapi radiasi menggunakan sumber
energi radioaktif yang bertujuan untuk mengancurkan sel kanker (Fitriatuzzakiyyah,
Sinuraya, & Puspitasari, 2017).

Kemoterapi adalah pemberian obat untuk menghambat dan membunuh sel-


sel kanker. Terkadang efek dari obat kemoterapi juga bisa menganggu sel yang
normal, sehingga muncul sebagai efek samping obat. Obat kemoterapi dapat diberikan
melalui oral 5 atau suntikan, tergantung indikasi. Kemoterapi merupakan salah satu
modalitas terapi yang sering digunakan, dengan segala manfaatnya tentu terapi ini
juga mempunyai beberapa efek samping, di antaranya yaitu: rasa lemas dan lemah,
mual muntah, rambut rontok dan diare (Sari, Wahid, & Suchitra, 2019).

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien sebelum kemoterapi sering


menimbulkan kecemasan bagi pasien yang menjalaninya. Kecemasan pada pasien
kanker dapat timbul akibat adanya perasaan ketidakpastian tentang penyakit,
pengobatan, dan prognosa. Kemudian munculnya pikiran-pikiran negatif seperti tidak
ada gunanya pengobatan yang dijalankan, ketakutan akan kematian karena hingga
kemoterapi yang dijalankan belum ada perbaikan yang signifikan (Simanullang,
2019).

Kemoterapi merupakan pengobatan sistemik yang dapat mempengaruhi


keadaan fungsional tubuh dan oleh karena itu efek samping dari kemoterapi itu sendiri
dapat berpengaruh pada status nutrisi pasien. Gejala-gejala seperti anoreksia,
perubahan rasa, mual muntah, diare, stomatitis dan konstipasi adalah beberapa efek
samping dari kemoterapi yang dapat menyebabkan intake makanan tidak adekuat
(Lavdaniti, 2014)

Dalam (Usolin et al., 2018) 6 Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di


Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Bali menunjukkan bahwa kenyataannya banyak
pasien kanker kolorektal yang menghindari tindakan kemoterapi dan radioterapi. Dari
38 orang pasien kanker kolorektal, didapatkan bahwa 26,3% takut gagal, 39,5% takut
efek samping, 7,9% biaya yang mahal, 10,5% karena berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, dan 15,8% tidak takut terhadap kemoterapi dan radioterapi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman pasien kanker kolorektal
terhadap tindakan kemoterapi dan radioterapi masih cukup rendah dimana 68,4%
sampel tidak tahu dan tidak mengerti tentang tindakan kemoterapi dan radioterapi.

Pemahaman yang kurang tentang tindakan kemoterapi dan radioterapi ini


nantinya dapat mengakibatkan timbulnya persepsi negatif terhadap tindakan
kemoterapi dan radioterapi. Maka dari itu praktisi kesehatan harus mampu untuk
memberikan KIE (komunikasi, informasi, edukasi) yang baik kepada pasien kanker
agar pasien benar-benar memahami apa itu kanker beserta modalitas terapinya
(Samsarga et al., 2015).

Peran perawat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien


kemoterapi yaitu sebelum tindakan kemoterapi (pre kemoterapi), saat kemoterapi
berlangsung (intra kemoterapi), dan setelah tindakan kemoterapi (post kemoterapi).
Adapun peran perawat pada pre kemoterapi yaitu memberikan dukungan serta
motivasi pada pasien untuk menjalani kemoterapi, dan meminta informed consent.
Peran perawat pada intra 7 kemoterapi yaitu mengobservasi tanda-tanda vital,
pemasangan infus, memberikan obat premedikasi, pemberian obat kemoterapi,
memantau tanda-tanda ekstravasasi, memberikan obat post medikasi dan
mengobservasi keadaan pasien. Sedangkan peran perawat pada post kemoterapi yaitu
memantau keadaan umum pasien, mengobservasi tandatanda vital, memantau efek
samping kemoterapi dan memberikan penguatan psikologis (Usolin, Falah, & Dasong,
2018).

Peran perawat selanjutnya adalah memberikan perawatan paliatif. Perawatan


paliatif adalah bentuk pelayanan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien
dan keluarga dari penyakit yang dapat mengancam jiwa (Ilham, Mohammad, &
Yusuf, 2019). Perawatan paliatif dengan penguatan psikologis. Penguatan psikologis
sangat dibutuhkan mengingat efek kemoterapi pada pasien dapat mempengaruhi
secara biologis, fisik, psikologis, dan sosial (Setiawan 2015).

Pelayanan keperawatan diharapkan dapat memberikan pelayanan


keperawatan tentang manajemen kemoterapi yang optimal bagi pasien. Perawat
diharapkan memberikan dukungan kepada pasien baik dukungan emosional maupun
dukungan informasi. Selain memperhatikan masalah tersebut kondisi fisik pasien
yang menjalani kemoterapi, diharapkan perawat juga memperhatikan kondisi
psikologisnya (Usolin et al., 2018).

II. Defenisi

Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni
bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai
dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan
Kanker Indonesia, 2018). Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan
usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

III. Etiologi dan Faktor Risiko

a. Etiologi

Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal.


Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah, 15 seperti usia lebih dari
50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar (colitis
ulcerative atau penyakit Chron), dan memiliki anggota keluarga yang mempunyai
riwayat polip atau kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak
sehat yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda dibawah 40
tahun.

Salah satunya adalah mengonsumsi daging merah dan daging olahan secara
berlebihan. Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi
makanan tinggi lemak termasuk daging merah. Merokok juga merupakan faktor risiko
terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di
Amerika Serikat dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan
risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma menjadi
kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol.

Usus mengubah alkohol menjadi asetildehida yang meningkatkan risiko


kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi buah dan sayur yang mengandung probiotik,
karena kandungan seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih
berat sehingga mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).

b. Faktor Resiko

Penyebab utama dari kanker kolorektal belum diketahui secara pasti,


tetapi periset telah menemukan berbagai faktor yang dapat meningkatkan risikonya.
Sebagian faktor tidak dapat diubah dan terus dimiliki oleh seseorang. Sebagiannya
lagi, bisa diubah dengan menerapkan gaya hidup sehat.
1. Faktor Usia
2. Riwayat memiliki Polilip atau Kanker Rektal
3. Punya Diabetes
4. Pernah Mengalami Radang Usus
5. Sindrom Kanker Genetik
6. Sindrom Linch
7. FAP
8. Sindrom lain nya
9. Obesitas dan kurang aktifitas fisik
10. Pola Makan Buruk
11. Merokok

IV. Manifestasi Klinik


Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):
a. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau
perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini berlangsung selama
beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang perubahan pola itu terjadi sebagai
perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras,
lalu lunak, dan seterusnya)
b. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses, seringkali
hanya dapat dideteksi di laboratorium
c. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas atau rasa
sakit yang berulang
d. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air besar
e. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih
f. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya

V. Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon 16 sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian
besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip
membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus.
Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis
dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula sebagai massa kecil yang
menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan
lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal
menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan
dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal
juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang
jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor
primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area
sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor
ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau
selama pemotongan pembedahan (Black & Hawks, 2014).
17 Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan
20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama
adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon
asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).
Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014): a. Menyebar
secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen
dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder,
ureter dan organ reproduksi. b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati,
juga bisa mengenai paru-paru, ginjal dan tulang. c. Tertanam ke rongga abdomen.
VI. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker
kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain
pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang merupakan
pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan
oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat
dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain 25 pemeriksaan rutin diatas, dalam
menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA
(Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen
merupakan pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum.
Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat
pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan
digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker
kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar.
Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk
bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai
CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter.
Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium
lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai
CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring
berkelanjutan setelah pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi
Anatomi Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker
kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari 26 pemeriksaan
histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal ini.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen
atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan
memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai
90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika
digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat
biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak
dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan
jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker
yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema
sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan
perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium
enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari
teknik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak
lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan
skrining tes. 27
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran
pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur
berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium
enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi
dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana
komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya
muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang
sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory
bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal
bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma.
Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada
diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi
utama dari kolonoskopi diagnostik.

VII. Terapi Medis

Prinsip tatalaksana kanker kolon adalah: (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)

a. . Stadium Terapi Stadium 0 (TisN0M0)


1. Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
2. Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak memenuhi syarat eksisi lokal
b. Stadium I (T1-2N0M0)
1. Wide surgical resection dengan anastomosis tanpa kemoterapi adjuvan Stadium II
(T3N0M0, T4a-bN0M0)
2. Wide surgical resection dengan anastomosis
3. Terapi adjuvan setelah pembedahan pada pasien dengan risiko tinggi
c. Stadium III (T apapun N1-2 M0)
1. Wide surgical resection dengan anastomosis
2. Terapi adjuvan setelah pembedahan
d. Stadium IV (T apapun, N apapun, M1)
1. Reseksi tumor primer pada kasus kanker kolorektal metastasis yang dapat
direseksi
2. Kemoterapi sistemik pada kasus kanker kolorektal dengan metastasis yang tidak
dapat direseksi dan tanpa gejala

VIII . Komplikasi

Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi) saluran


cerna. Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi saluran usus.
Adanya sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi dan nyeri
perut. Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus mengalami kebocoran
(perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan gejala yang berat seperti nyeri perut
hebat, perut terlihat membesar dan tegang, muntah, serta infeksi berat. 36 Tak berhenti
di situ, kanker usus juga dapat menimbulkan perdarahan.
Hal tersebut dapat terjadi bila tumor berada di sekitar rektum, salah satu
bagian terakhir usus besar. Perdarahan tumor dapat menyebabkan penderitanya
kehilangan darah yang cukup banyak, sehingga menimbulkan anemia (kekurangan sel
darah merah). Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke organ
yang lain. Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi pada berbagai jenis kanker,
terutama yang sifatnya ganas. Organ tubuh yang paling sering menjadi sasaran
metastasis sel kanker usus adalah kelenjar getah bening, paru, dan selaput rongga perut.
Metastasis dapat menimbulkan gejala sesuai organ yang terkena, misalnya benjolan di
sekitar leher, sesak napas, dan nyeri perut serta perut yang semakin membesar
(Timurtini, 2019).

IX. Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang
pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian yang
komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung
pada identifikasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari
data subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui observasi,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017): 44
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan
pada area abdomen terjadi pembesaran
3) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien
dengan timbulnya kanker kolon.
4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
kronis lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien dengan anggota
keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana
pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.

b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual

1) Pola Nutrisi Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja
yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya

2) Pola Eliminasi 45 Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar
darah atau tidak, keras, lembek, cair ?

3) Pola personal hygiene Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun
atau tidak, menyikat gigi.

4) Pola istirahat dan tidur Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ? Kebiasaan – kebiasaan
sebelum tidur apa saja yang dilakukan?

5) Pola aktivitas dan latihan Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas
diluar kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.

6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-


minuman keras, ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).

7) Hubungan peran Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, temanteman


sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?

8) Pola persepsi dan konsep diri Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap
keluarga, kebersamaan dengan keluarga. 46

9) Pola nilai kepercayaan Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah
dan larangan-Nya.

10) Pola reproduksi dan seksual Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan
dengan keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.

c. Riwayat pengkajian nyeri

P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang biasa memperberat dan
mengurangi nyeri ?

Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan ?


R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala yang dirasakan menyebar?

S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?

T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan?

d. Pemeriksaan fisik

1) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi

2) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan

3) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ? 47

4) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing,
skelera putih ?

5) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat trauma ?

6) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?

7) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?

8) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?

9) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid

e. Pemeriksaan dada

1) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan, irama, gerakkan
cuping hidung, terdengar suara napas tambahan.

2) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan kiri dinding
dada.

3) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan
hepar. 4) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara ronchi
dan wheezing

f. Kardiovaskuler

1) Inspeksi: Bentuk dada simetris

2) Palpasi: Frekuensi nadi,


3) Parkusi: Suara pekak 48

4) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur

g. System pencernaan / abdomen

1) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau datar, tapi
perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan /
massa.

2) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses) turgor kulit perut
untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar teraba, apakah lien teraba?

3) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan menimbulkan
suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor).

4) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali permenit.

h. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

1) Warna dan suhu kulit

2) Perabaan nadi distal

3) Depornitas extremitas alus

4) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif

5) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi

6) Derajat nyeri bagian yang cidera

7) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh

8) Reflek patella i. Pemeriksaan pelvis/genitalia 49

a) Kebersihan, pertumbuhan rambut

b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang, keluarga, atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana
tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang
mungkin muncul menurut (PPNI, 2017):
Pre kemoterapi
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional Intra kemoterpi
a. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
b. Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif Post
kemoterapi a. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau pengobatan (misal.
Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
c. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan makanan 50

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan adalah suatu
rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya,
perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien
berdasarkan analisis data dan diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).
Rencana Keperawatan Pre kemoterapi a. Ansietas berhubungan dengan Krisis
situasional (D.0080) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat ansietas pasien menurun.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi kebingungan menurun
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
3) Perilaku gelisah menurun
4) Perilaku tegang menurun
5) Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan darah menurun Intervensi Reduksi
Ansietas (I.09314):
Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal kondisi, waktu, stressor)
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal) 51

Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
3) Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu Rencana keperawatan Intra
kemoterapi
a. Resiko infeksi ditandai dengan Efek prosedur invasif (D.0142)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko infeksi dapat
menurun. Kriteria Hasil :
1) Demam menurun
2) Kemerahan menurun
3) Nyeri menurun
4) Bengkak menurun Intervensi Pencegahan Infeksi (I.14539):

Observasi

1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 52 Terapeutik 1) Batasi
jumlah pengunjung
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
b. Risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif (D.0139)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko gangguan
integritas kulit menurun. Kriteria Hasil :
1) Elastisitas meningkat
2) Hidrasi meningkat
3) Kerusakan jaringan menurun
4) Kerusakan lapisan kulit menurun Intervensi perawatan integritas kulit (I.11353):

Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik
2) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada 53 kulit sensitif
3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi
1) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Rencana keperawatan Post kemoterapi
a. Nausea berhubungan dengan tindakan kemoterapi (D.0076) Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nausea dapat menurun.
Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) Keluhan mual menurun
3) Perasaan ingin muntah menurun
4) Pucat tampak membaik Intervensi Menejemen Mual (I.03117):

Observasi
1) Identifikasi faktor penyebab mual
2) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
3) Monitor mual Terapeutik
1) Kontrol faktor lingkungan penyebab mual
2) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik Edukasi
1) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup 54
2) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan (D.0083)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan persepsi tentang


penampilan pasien dapat meningkat. Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
2) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
3) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
4) Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik
5) Hubungan sosial membaik Intervensi Promosi citra tubuh (I.09305):

Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
3) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri Terapeutik
1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya 55
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
4) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh

Edukasi
1) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
2) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
3) Latih peningkatan penampilan diri c. Resiko defisit nutrisi (D.0032)

Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien meningkat Kriteria
hasil :
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Kekuatan otot pengunyah meningkat
3) Kekuatan otot menelan meningkat
4) Frekuensi makan membaik
5) Nafsu makan membaik Intervensi

Manajemen Nutrisi (L.03119)


1) Identfikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi atau intoleran makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien 56

Terapeutik
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi
1) Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda nyeri, antiemetik)
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter
& Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.
57

5. Evaluasi Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009).
Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada
pada pasien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan psien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).

Evaluasi disusun menggunakan SOAP yaitu (Suprajitno dalam Wardani, 2013):


S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019).


Profil dan Kesintasan Penderita Kanker Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Health & Medical Journal, 1(1), 45–49. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218
Bishehsari, F., Engen, P. A., Voigt, R. M., Swanson, G., Shaikh, M., Wilber, S., …
Khazaie, K. (2019).
Abnormal Eating Patterns Cause Circadian Disruption and Promote Alcohol-
Associated Colon Carcinogenesis. CMGH Cellular and Molecular
Gastroenterology and Hepatology, (November).
https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011 Controversies, B., & Obstetrics, I. N.
(2013).
Prinsip Dasar Kemoterapi. Dinar, dr. A. (2017).
Telapak tangan dan kaki kebas setelah kemoterapi. Dinarti & Yuli Muryanti. (2017).
Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan. 1–172. Firdaus, Y. (2017).
Penatalaksanaan Pada Setiap Stadium Kanker Kolon. Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, &
Puspitasari. (2017).
Cancer Therapy with Radiation: The Basic Concept of Radiotherapy and Its
Development in Indonesia. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 6(4), 311–
320. https://doi.org/10.15416/ijcp.2017.6.4.311 Ilham, R., Mohammad, S., &
Yusuf, M. N. S. (2019).
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Perawat Tentang Perawatan Paliatif.
Jambura Nursing Journal, 1(2), 96–102. Kemenkes RI. (2019a).
Faktor Risiko Kanker. 21(1), 1–9. Kemenkes RI. (2019b).
Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk Indonesia. Retrieved
from http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic- p2ptm/obesitas/tabel-batas
ambang-indeks-massa-tubuh-imt Komite Penanggulangan Kanker Nasional.
(2015).
Panduan Penatalaksanaan Kanker kolorektal. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Kolorektal, 76. Lubis, M. yamin, Abdullah, M., Hasan, I., & Suwarto, S. (2015).
Probabilitas Temuan Kanker Kolorektal pada Pasien Simtomatik Berdasarkan
Unsur- Unsur ϔ ( APCS ). 2(2), 90–95. National Cancer Institute. (2015).
Kemoterapi dan Anda. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar
Diagnosis. 103. Potter, & Perry. (2011).
Implementasi keperawatan. 114 PPNI, T. P. S. D. (2017).
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik (1st
ed.). Jakarta: DPP PPNI. Samsarga, G. W., Affandi, Y., Utami, N. M. S., Nugraha, I.
M. S. S., I.B, & WibawaManuaba, T. (2015).
Persepsi Negatif Pasien Kanker Payudara dan Kolorektal Terhadap Kemoterapi
Dan Radioterapi Di Rumah Sakit di Kota Denpasar, Bali. Onkologi, 9. Sari, M. I.,
Wahid, I., & Suchitra, A. (2019).
Kemoterapi Adjuvan pada Kanker Kolorektal. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1),
51–57. Retrieved from http://jurnal.fk.unand.ac.id Sayuti, M., & Nouva. (2018).
Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker Indonesia, 2(April), 60. Simanullang, P.
(2019).
Pengaruh Progressive Muscle Relaxation ( PMR ) Terhadap Kecemasan Pada
Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi Di Rsu Martha Friska Brayan Medan.
V(April), 1–8. Susanti, E., & Kholisoh, N. (2018).
Konstruksi Makna Kualitas Hidup Sehat (Studi Fenomenologi pada Anggota
Komunitas Herbalife Klub Sehat Ersanddi Jakarta). LUGAS Jurnal Komunikasi,
2(1), 1–12. https://doi.org/10.31334/jl.v2i1.117 Tim pokja SDKI DPP. (2017).
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Idikator Diagnostik
(Cetakan II). Jakarta. Timurtini, S. (2019).
Komplikasi Kanker Kolon. Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018a).
Pada Pasien Kanker Di Rs Ibnu Sina Makassar. 12(2012), 146–152. Usolin, D. N.,
Falah, F., & Dasong, S. (2018b).
Persepsi Perawat Pelaksana Tentang Manajeman Kemoterapi Pada Pasien
Kanker Di Rs Ibnu Sina Makassar. 12(2012), 146–152. Wahyuningsih, A. (2018).
Pathway Ca Colon. Yayasan Kanker Indonesia. (2018).
Harapan Terpadu World Cancer Day 2018. Buletin YKI, 2(April), 1–54. Yusra,
D. F. (2018). Efek Samping Kemoterapi Pada Pasien Kanker.

Anda mungkin juga menyukai