Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Kanker paru-paru adalah penyakit di mana sel-sel tertentu di paru-

paru menjadi abnormal dan berlipat ganda tanpa terkendali untuk

membentuk suatu tumor. Terdapat dua jenis kanker paru-paru primer

berdasarkan jenis selnya, yaitu kanker paru-paru sel kecil (small-cell lung

cancer/SCLC) dan kanker paru-paru non-sel kecil (non-small-cell lung

cancer/NSCLC) merujuk pada ukuran sel yang terkena bila dilihat di

bawah mikroskop. Kanker paru-paru sel non-kecil menyumbang 85%

kasus kanker paru-paru, sedangkan kanker paru-paru sel kecil

menyumbang 15% sisanya (Genetic Home Reference, 2019). Kanker paru-

paru bertanggung jawab atas jumlah kematian terbesar yaitu 1,8 juta

kematian (atau 18,4% dari total kematian karena kanker), disebabkan

karena prognosis yang buruk untuk kanker ini di seluruh dunia (WHO,

2018). Prognosis kanker paru yang buruk dipengaruhi oleh masa

perubahan dari satu sel normal menjadi sel kanker yang akhirnya

terdeteksi menjadi kanker (karsinogenesis), melalui berbagai tahap dan

masa yang panjang. Selain itu paru memiliki kompensasi pada

penambahan massa yang kecil sehingga tidak memberikan gejala spesifik

1
dan hanya memberikan gejala umum seperti batuk, sesak nafas dan nyeri

dada yang juga umum ditemui pada penyakit paru lainnya (Jusuf, 2019).

Beban kanker di seluruh dunia diperkirakan telah meningkat

menjadi 18,1 juta kasus baru dan 9,6 juta kematian di tahun 2018. Satu

dari 5 pria dan satu dari 6 wanita di seluruh dunia terserang kanker selama

hidup mereka, dan satu dari 8 pria dan satu dari 11 wanita meninggal

karena penyakit ini. Kanker paru-paru, kanker payudara, dan kanker

colorectal adalah tiga jenis kanker dengan jumlah kejadian terbanyak. Bila

dijumlahkan, ketiga jenis kanker ini bertanggung jawab atas sepertiga dari

insiden kanker dan beban kematian di seluruh dunia (WHO, 2018).

Berdasarkan data Globocan atau International Agency for Research

on Cancer (IARC) menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 30.023

kasus baru di tahun 2018, dimana 22.240 kasus diantaranya terjadi pada

lelaki. Sedangkan angka kematian akibat kanker paru di tahun 2018

mencapai 26.095 kasus (WHO Globocan, 2019). Data Riskesdas 2018

menyebutkan adanya peningkatan kasus baru dari seluruh kasus kanker

dari 1,4 juta kasus di tahun 2013 menjadi 1,8 juta kasus di tahun 2018. Di

Jawa Tengah sendiri terdapat sedikit peningkatan jumlah kasus baru

seluruh jenis kanker pada tahun 2013 – 2018 (Kemenkes, 2018).

Selama kurang lebih 30 tahunan, pembedahan, radioterapi dan

kemoterapi merupakan pengobatan standar bagi pasien kanker paru yang

terdiagnosis (Jusuf, 2019). Pasien penderita kanker sebagian besar

memilih terapi kemoterapi karena terapi ini adalah pilihan utama yang

2
tersedia saat ini untuk mengatasi penyakit kanker. Kemoterapi dilakukan

untuk membunuh sel kanker dengan obat anti kanker. Frekuensi

pemberian kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek yang dapat

memperburuk status fungsional pasien, salah satunya adalah kecemasan

(Setiawan, 2015). Efek samping kemoterapi yang paling sering dikeluhkan

adalah fatigue/kelelahan (85%), diikuti oleh diare (74%) dan sembelit

(74%), juga laporan adanya dyspnoe (Pearce et al, 2017).

Kecemasan adalah salah satu gejala paling umum yang dialami

oleh pasien yang pertama kali menerima perawatan kemoterapi.

Pencegahan dan pengelolaan kecemasan yang tidak tepat dapat

menyebabkan psikososial yang buruk hasil, ketidakpuasan dengan

perawatan, dan penurunan kepatuhan terhadap pengobatan (Garcia, 2014).

Tekanan/distress pada pasien kanker menyebabkan peningkatan risiko

komorbiditas psikologis, berkontribusi terhadap kepatuhan pengobatan

yang kurang optimal dan berpotensi menyebabkan hasil kesehatan yang

lebih buruk (McMullen et al, 2018). Bagi sebagian besar pasien, tingkat

stress berada paling tinggi pada awal pengobatan dan makin mereda pada

saat penyelesaian pengobatan (Bergerot et al, 2017). Tahapan kecemasan

penderita kanker ketika dihadapkan dengan kematian antara individu satu

dengan individu lainnya berbeda-beda, tidak secara teratur dilalui dan

dapat saja dilampaui dengan cepat tergantung dari kondisi psikis pasien

(Fauziah, 2016).

3
Diagnosis kanker yang mengubah tatacara kehidupan memiliki tiga

tahapan, yaitu tahap debilitasi, tantangan terhadap kehidupan normal, dan

koping. Tahap debilitasi berfokus pada proses gejala kanker dan efek

samping pengobatan. Tantangan untuk tahapan kehidupan normal

berfokus pada proses ketidakpastian, peningkatan kesadaran akan

penyakit, dan tentang kehilangan. Dukungan datang dalam bentuk edukasi

dan menurunkan tekanan. Peran perawat adalah untuk memahami dan

mengatasi kecemasan dari perspektif tim interdisipliner dan untuk

mendukung penyesuaian dari perspektif medis dan holistik (Dahlin, 2016).

Studi telah menunjukkan bahwa edukasi pada pasien efektif dalam

mengurangi kecemasan pada pasien yang baru didiagnosis dengan kanker

yang menerima kemoterapi (Garcia, 2014).

Penelitian Jayanti tahun 2019 menunjukkan bahwa pasien diabetes

kelompok intervensi yang diberi edukasi dengan media audio visual

menunjukkan peningkatan tingkat pengetahuan yang signifikan

dibandingkan dengan pasien kelompok kontrol yang diberikan edukasi

konvesional. Tinjauan literatur mengungkapkan hasil positif dalam

penggunaan alat bantu visual selama proses edukasi. Studi individu

menunjukkan penurunan retensi informasi dan peningkatan kepuasan

pasien ketika alat bantu audiovisual digunakan (Goad et al, 2018). Kurang

lebih 75%-87% pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, sedangkan

13%-25% lainnya tersalur melalui indera lain (Notoatmodjo, 2012). Media

video mempunyai kelebihan karena menggunakan audio dan visual dalam

4
menyampaikan suatu informasi sehingga lebih mudah untuk dimengerti

(Setyawati, 2016).

RSUD Dr. Moewardi sebagai Rumah Sakit rujukan di Jawa Tengah

dan Jawa Timur bagian barat menerima hampir 900 pasien di Rawat Jalan

dan xxx pasien baru di Rawat Inap dimana xx% diantaranya adalah

penderita kanker. Data dari studi pendahuluan menunjukkan bahwa jumlah

pasien kanker paru yang dirawat di Moewardi dari tanggal 1 Juli 2018

sampai dengan 31 Januari 2019 sebanyak xxx pasien, dan yang dirawat di

ruang Flamboyan 7 yaitu yang menjalani kemoterapi sebanyak xxx pasien.

Hasil wawancara kepada kepala ruangan, perawat, pasien dan keluarga

pada ruang Flamboyan 7 didapatkan bahwa perawat telah memberikan

edukasi pra kemoterapi secara verbal kepada pasien dan keluarga. Pasien

mengatakan masih merasa bingung, sedikit takut dan khawatir mengenai

apa yang akan dijalani saat kemoterapi. Pasien masih bertanya-tanya

mengenai apa yang akan terjadi selama proses kemoterapi dan setelah

kemoterapi.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik

melakukan penelitian tentang pengaruh edukasi audiovisual tentang

kemoterapi terhadap tingkat kecemasan pasien kanker paru di RSUD Dr.

Moewardi.

5
1. 2. Rumusan masalah

Bagaimana pengaruh edukasi audiovisual tentang kemoterapi

terhadap tingkat kecemasan pasien kanker paru di RSUD Dr. Moewardi?

1. 3. Tujuan Penelitian

1. 3. 1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh edukasi audiovisual tentang kemoterapi terhadap tingkat

kecemasan pasien kanker paru di RSUD Dr. Moewardi.

1. 3. 2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien paru dalam

menghadapi kemoterapi sebelum edukasi pada kelompok

kontrol dan kelompok intervensi.

2. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien paru dalam

menghadapi kemoterapi sesudah edukasi pada kelompok

kontrol dan kelompok intervensi.

3. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien paru dalam

menghadapi kemoterapi sebelum dan sesudah edukasi pada

kelompok kontrol

4. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien paru dalam

menghadapi kemoterapi sebelum dan sesudah edukasi pada

kelompok intervensi.

6
5. Untuk menganalisis perbedaan tingkat kecemasan pasien

paru dalam menghadapi kemoterapi sebelum dan sesudah

edukasi pada kelompok kelompok kontrol dan kelompok

intervensi.

1. 4. Manfaat Penelitian

1. 4. 1. Manfaat bagi responden

Responden yang merupakan pasien kanker paru dengan

kemoterapi mendapatkan manfaat dari penelitian ini karena bisa

mendapatkan edukasi dengan cara yang berbeda dari edukasi

secara konvensional.

1. 4. 2. Manfaat bagi Rumah Sakit dan Masyarakat

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam

memberikan edukasi yang lebih efektif pada pasien yang menjalani

kemoterapi sehingga diharapkan dapat mendukung perawatan

pasien yang lebih baik.

1. 4. 3. Manfaat bagi institusi pendidikan

a. Sebagai bahan untuk menambah referensi di

Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma

Husada, khususnya pada Sarjana Transfer Jurusan

Keperawatan.

7
b. Sebagai parameter untuk menilai pemahaman mahasiswa

dalam penelitian.

1. 4. 4. Manfaat bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat menjadi bahan pembanding bagi

peneliti selanjutnya yang akan meneliti hal serupa.

1. 4. 5. Manfaat bagi peneliti

a. Menambah pengalaman dan wawasan peneliti dalam

pemberian edukasi pada pasien kanker paru yang menjalani

kemoterapi.

b. Mengetahui pengaruh audiovisual tentang kemoterapi

terhadap tingkat kecemasan pasien kanker paru di RSUD Dr.

Moewardi

Anda mungkin juga menyukai