Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemoterapi adalah proses pengobatan untuk memperlambat atau

menghancurkan pertumbuhan sel kanker dengan menggunakan obat-obatan

bersifat sitotoksik. Kemoterapi dilakukan melalui injeksi intravena, per oral

maupun secara topikal. Obat kemoterapi secara spesifik tidak hanya

membunuh sel kanker tetapi juga merusak sel normal. Toksisitas obat

kemoterapi pada sel normal berhubungan dengan dosis yang digunakan dan

frekuensi penggunaan. Efek samping yang ditimbulkan akibat kemoterapi

adalah weakness (95%), kelelahan (90%), mual(77%), kerontokan rambut

(76%), muntah(75%) xerostomia (75%) dan efek samping lain diantaranya

mouth sores, diarrhea, konstipasi, mood swings dan penurunan berat badan.

[1]

Menurut data World Health Organization (WHO) dan Global

Burden of Cancer Study (Globocan), terdapat 19,3 juta kasus kanker di

seluruh dunia pada tahun 2020, dengan angka kematian hingga 10 juta. Pada

tahun 2018 terdapat 18,1 juta kasus dan 9,6 juta kematian, sehingga jumlah

tersebut bertambah. Tahun 2020 terdapat 396.914 kasus kanker baru dan

234.511 kematian terkait kanker di Indonesia. Dengan 65.858 kasus atau

16,6% dari seluruh kasus kanker di Indonesia, kanker payudara merupakan

penyakit dengan jumlah kasus baru tertinggi yaitu sebanyak 36.633 kasus,

atau 9,2% dari seluruh kasus kanker, kanker serviks (leher rahim) merupakan

1
keganasan kedua terbanyak. Kanker hati, yang menempati urutan ketiga

dengan 34.783 kasus (8,8% dari semua kasus), dan selanjutnya di urutan

keempat yaitu kanker paru-paru.[2]

Jawa Barat menduduki posisi pertama dengan jumlah penderita

kanker payudara terbanyak di bandingkan Jawa Tengah dengan jumlah

penderita kanker payudara sebanyak 4.141 orang, dan yang dicurigai kanker

payudara dengan deteksi dini yaitu 149 orang. Jumlah ini meningkat

dibandingkan tahun 2016 yang hanya berjumlah 452 orang sedangkan yang

dicurigai kanker payudara dengan deteksi dini yaitu tidak ada. Pada tahun

2017 Kota Bandung menduduki posisi tertinggi kedua setelah Kota Bekasi

dengan jumlah wanita usia 30-50 tahun sebanyak 391,547 orang dan 2 yang

positif tumor payudara sebanyak 65 orang (3,03%). Nilai tersebut lebih besar

dibandingkan dengan nilai di Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.[3]

Jawa Barat telah mengalami peningkatan dua kali lipat dalam jumlah

pasien kanker selama sepuluh tahun terakhir, menurut pembina Priangan

Cancer Care (PrCC). Saat ini, kanker diperkirakan menyerang 21 dari setiap

100.000 orang di Jawa Barat. Jawa Barat saat ini sedang mengalami

peningkatan penyakit kanker jika dibandingkan dengan jumlah pasien kanker

10 tahun yang lalu. Namun, semakin kesini jumlahnya semakin banyak.[4]

Ada berbagai efek samping fisiologis dan psikologis yang terkait

dengan kemoterapi itu sendiri. Efek samping psikologis kemoterapi meliputi

kecemasan, ketidakberdayaan, dan stres, sedangkan efek samping fisiologis

meliputi depresi sumsum tulang, respons gastrointestinal, gangguan fungsi

2
hati, gagal ginjal, kardiotoksisitas, pulmotoksisitas, dan reaksi alergi.

Penyakit ini sering diabaikan atau hanya ditemukan ketika pasien

menunjukkan gejala psikologis yang serius. Salah satu efek samping

psikologis dari kemoterapi yang sering muncul adalah kecemasan. Perasaan

khawatir, gelisah, mudah marah, susah tidur, nafsu makan berkurang, takut

kehilangan pekerjaan dan kehidupan pribadi, dan ketakutan terus-menerus

akan kematian adalah beberapa gejala kecemasan yang dirasakan oleh pasien

yang sedang menjalani kemoterapi. [5]

Kecemasan psikososial adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan perasaan ketidakpastian, ketidakberdayaan, ketidakamanan,

ketakutan, kesan yang salah tentang suatu penyakit, kebingungan, dan

kesedihan yang mungkin dialami seseorang yang menjalani kemoterapi.

Faktor ekstrinsik (kondisi medis atau diagnosis penyakit, tingkat pendidikan,

tingkat pengetahuan, dan akses informasi) dan faktor intrinsik (usia pasien,

pengalaman berobat, konsep diri, dan peran) semuanya dapat berdampak pada

kecemasan pasien selama menjalani kemoterapi. Kurangnya pemahaman

merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kecemasan

seseorang dalam menjalani kemoterapi. [7]

Semua pihak yang terlibat baik dokter, perawat, pasien, dan keluarga

perlu memahami mengapa kemoterapi tersebut dilakukan. Pengetahuan ini

dapat membantu dalam perencanaan untuk mengurangi efek samping baik

fisik dan psikologis dari kemoterapi untuk tenaga medis, perawat, pasien, dan

keluarga. Dengan mempersepsikan atau mempelajari sesuatu melalui panca

3
inderanya, seseorang memperoleh pengetahuan. Elemen kunci untuk

mengurangi kecemasan terkait kemoterapi pada pasien kanker adalah tingkat

pengetahuan mereka tentang pengobatan.[8]

Penelitian Yulia tahun 2012 menemukan bahwa 61,9% responden

memiliki pengetahuan yang luas tentang kemoterapi. Beberapa pasien dapat

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan karena mereka mengetahui apa

yang harus diantisipasi dan kemungkinan efek samping dari pengobatan.

Pasien kanker harus menyadari manfaat kemoterapi karena dapat memberikan

kenyamanan, kesempatan untuk sembuh atau hidup lebih lama tanpa

mengkhawatirkan gejala penyakit, atau bahkan hanya kesempatan untuk

bertahan hidup. Pasien akan lebih mampu memahami tujuan mereka dan siap

dengan efek samping yang terjadi jika mereka memiliki pengetahuan yang

tinggi tentang kemoterapi. [9]

Salah satu fasilitas kesehatan di Bandung yang melayani kemoterapi

kepada pasien kanker adalah Santosa Hospital Bandung Central. Berdasarkan

studi pendahuluan pada bulan Maret 2022 dan informasi dari rekam medis

menyatakan bahwa 33 pasien yang menjalani kemoterapi siklus pertama

memiliki usia rata-rata 25 yang terdiri dari 9 laki-laki dan 24 perempuan pada

pasien dewasa.

Menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, enam dari

sepuluh pasien di Santosa Hospital Bandung Central yang akan menjalani

kemoterapi siklus pertama, mereka merasa cemas tentang prosedur tersebut.

Dua dari enam pasien cemas mengatakan mereka "khawatir tentang prosedur

4
kemoterapi karena baru pertama kali melakukan kemoterapi," sementara

empat dari enam pasien cemas mengatakan mereka "takut dan khawatir

dengan efek samping kemoterapi yang akan dialami. ". Empat dari sepuluh

pasien yang akan menjalani kemoterapi menyatakan pasrah dalam menjalani

kemoterapi.

Selain merasa cemas, lima dari sepuluh pasien yang diberikan

pertanyaan mengenai penyakit kanker mengatakan bahwa kanker adalah

daging yang tumbuh secara terus menerus, dua dari sepuluh pasien percaya

bahwa kanker adalah tumor ganas yang berkembang pesat dan sulit untuk

diobati, dan tiga dari sepuluh menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh

cara hidup atau aktivitas yang tidak sehat, seperti merokok, makan makanan

cepat saji, atau minum alkohol. Tiga dari sepuluh responden mengatakan

bahwa pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi (radioterapi) dapat

digunakan sebagai pengobatan kanker, sementara tujuh dari sepuluh

mengatakan mereka tidak mengetahui tentang tindakan yang dilakukan untuk

pengobatan kanker.

Peneliti telah menemukan bahwa pasien kanker memiliki

pemahaman yang terbatas tentang kemoterapi, sehingga pasien-pasien ini

mengalami kekhawatiran dan kecemasan saat menjalani kemoterapi.

Kurangnya pengetahuan inilah yang menjadi faktor penyebab kecemasan

pasien. Berdasarkan informasi yang diperoleh mengenai tingkat pengetahuan

pasien kanker tentang kemoterapi dan kecemasan dalam menjalani

kemoterapi di Santosa Hospital Bandung Central, penulis tertarik untuk

5
melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan

Tentang Kemoterapi Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien

Menjalani Kemoterapi Siklus Pertama Di Ruang One Day Care Santosa

Hospital Bandung Central”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, peneliti merumuskan

masalah penelitian “Apakah ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang

Kemoterapi Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien yang Menjalani

Kemoterapi Siklus Pertama di Ruang One Day Care Santosa Hospital

Bandung Central?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang

kemoterapi dengan tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani

kemoterapi siklus pertama di ruang One Day Care Santosa Hospital

Bandung Central.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang kemoterapi pada pasien

yang menjalani kemoterapi siklus pertama di ruang One Day Care

Santosa Hospital Bandung Central

6
b. Mengetahui tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani

kemoterapi siklus pertama di ruang One Day Care Santosa Hospital

Bandung Central

c. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan pasien mengenai

kemoterapi dengan tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani

kemoterapi siklus pertama di ruang One Day Care Santosa Hospital

Bandung Central.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi ilmiah tentang hubungan tingkat

pengetahuan pasien dan tingkat kecemasan pasien yang menjalani

kemoterapi sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi rumah sakit

1) Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran

tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat

kecemasan pasien yang menjalani kemoterapi siklus pertama di

Ruang One Day Care Santosa Hospital Bandung Central.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh RS sebagai

masukan dalam membuat kebijakan dan menyelesaikan masalah

Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kemoterapi Dengan

Tingkat Kecemasan Pada Pasien Menjalani Kemoterapi Siklus

7
Pertama di Ruang One Day Care Santosa Hospital Bandung

Central

b. Bagi perawat

Untuk membantu pasien mendapatkan informasi tentang

penyakitnya dan pengobatannya, termasuk kemoterapi, sehingga

pasien merasa lebih nyaman dan dapat menjalani kemoterapi dengan

baik sesuai dengan kebutuhannya. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi kepada perawat tentang pengetahuan pasien

tentang kemoterapi dan kecemasan, sehingga pasien yang menjalani

kemoterapi tidak memiliki perasaan cemas.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada peneliti lain

yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara

tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan pada pasien kemoterapi

siklus pertama. Selain itu, dapat berfungsi untuk memperluas

pengetahuan bagi peneliti masa depan yang ingin melihat lebih dekat

hubungan antara pengetahuan terkait kemoterapi dan tingkat

kecemasan pada pasien yang menjalani kemoterapi siklus pertama.

Anda mungkin juga menyukai