Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGETAHUAN

PERAWAT TENTANG PROSEDUR PENCABUTAN SHEATH DI


RUANGAN PERAWATAN DEWASA RSUD AL-IHSAN
PROVINSI JAWA BARAT
1)
Susi Susanti Nugrahawati, 2) Briefman Tampubolon, 3) Supiyanto
1)
STIKes Budi Luhur Cimahi
2)
STIKes Budi Luhur Cimahi
3)
STIKes Budi Luhur Cimahi

ABSTRAK
Penyakit jantung coroner merupakan kondisi yang terjadi akibat adanya
sumbatan kerena plak yang mengakibatkan alirah darah ke otot jantung
terhambat dan perlu dilakukan tindakan angiography dan PCI. Dalam
pelaksanaan perawatan pasca tindakan PCI tidak lepas dari peran serta perawat
dalam perawatannya. Salah satu fokus perawatan pasca tindakan PCI yang
dilakukan perawat adalah pencabutan sheath. Pencabutan sheath merupakan
suatu tindakan mengeluarkan introducer yang berada di arteri atau vena
femoralis kanan dan dilakukan penekanan supaya tindak terjadi hematom yang
merupakan kompikasi paska pencabutan sheath. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
perawat terhadap pencabutan sheath. Metode penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif. Penelitian dilakukan di ruangan perawatan dewasa RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat. Sampel penelitian asalah 96 responden dan pelaksanaan
pengambilan data selama satu minggu. Alat pengumpulan data berupa kuesioner
Tingkat Pengetahuan Perawat dengan nilai uji validitas yaitu 0.706 – 0.937 dan
nilai uji reliabilitas adalah 0.985. Analisa data mengunakan uji univariat secara
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan baik 49.0%, tingkat
pengetahuan cukup 30.2%, tingkat pengetahuan kurang sebanyak 20.8%.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk program pelatihan
perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan.
Kata Kunci : Pencabutan sheath, penyakit jantung coroner, tingkat pengetahuan

Korespondensi:
Susi Susanti Nugrahawati
Program studi Pendidikan Ners STIKes
Budi Luhur Cimahi
Jln. Kerkof No 243 Leuwigajah-Cimahi
Mobile: 082315985040
Email: susisusanti22071992@gmail.com
ABSTRACT
Factors Affecting Nurses’ Knowledge Level of Sheath Removal
Procedures in Adult Care Ward at Al-Ihsan
West Java Province General Hospital

Coroner's heart disease is a condition that occurs due to blockages due to


plaques that cause blood flow to the myocardial and requires angiography and
PCI. In the implementation of post-PCI care, it cannot be separated from the role
of nurses in their care. One of the focuses of PCI post-action care by nurses is
sheath revocation. Sheath removal is an act of removing an introducer who is in
the right artery or femoral vein and is emphasized so that the act occurs
hematoma which is a post-sheath revocation compensation. This research aims
to find out what factors influence the level of nurse knowledge of sheath
revocation. This research method is descriptive quantitative. The study was
conducted in the adult care of Al-Ihsan West Java Province General Hospital.
The study sample was 96 respondents and the implementation of data collection
for one week. The data collection tool is in the form of a Nurse Knowledge Level
questionnaire with a validity test value of 0.706 – 0.937 and a reliability test value
of 0.985. Data analysis uses a descriptive univariate test. The results showed a
good level of knowledge of 49.0%, a sufficient level of knowledge of 30.2%, a
level of knowledge of less than 20.8%. It’s hoped that the results of this study can
be a reference for nurse training programs in improving nursing care.
Keywords : Sheath removal, coronary heart disease, level of knowledge

Pendahuluan
Penyakit jantung koroner menjadi ancaman serius bagi masyarakat
karena merupakan salah satu penyakit dengan mortalitas dan morbiditas yang
tinggi di dunia termasuk Indonesia (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2013). Aterosklerosis merupakan penyebab paling umum penyakit
kardiovaskuler, termasuk penyakit jantung kronis (PJK) (Coronary artery disease/
CAD),penyakit pembuluh darah otak (stroke) dan penyakit pembuluh darah tepi
(Peripheral artery disease/ PAD) [1]. Data WHO 2015 menunjukkan 45%
kematian didunia disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu
17.7 juta dari 39,5 juta kematian. WHO (World Health Organization)
memperkirakan pada tahun 2020 mendatang, penyakit kardiovaskuler akan
menyumbang sekitar 25% dari angka kematian dan mengalami peningkatan
khususnya di negara-negara berkembang, salah satu diantaranya berada di Asia
Tenggara. Angka kematian yang disebabkan oleh PJK mencapai 1,8 juta kasus
pada tahun 2014, yang artinya PJK menjadi penyakit yang mematikan di
kawasan Asia Tenggara salah satu negaranya adalah Indonesia [2].
Di Indonesia sendiri penyakit jantung koroner menurut Riskesdas [3]
menunjukkan prevalensi Penyakit Jantung di Indonesia sebesar 1,5%, dengan
peringkat prevalensi tertinggi berdasarkan diagnosis dokter dan Jawa Barat
menduduki peringkat ke 7 yaitu 1.6% [3]. Tiap tahunnya, kasus PJK terus
meningkat di Jawa Barat dan salah satunya di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa
Barat yang menjadi rujukan tingkat Kota/Kabupaten serta Jawa Barat.
Berdasarkan studi pendahuluan ke rekam medis RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa
Barat jumlah pasien jantung rawat inap mencapai 792 orang dan rawat jalan
5.329 selama 2021. Sedangkan pasien dengan PJK yang mendapatkan tindakan
PCI pada tahun 2021 mencapai 312 orang [4].
Penyakit jantung coroner merupakan kondisi yang terjadi akibat adanya
sumbatan kerena plak yang mengakibatkan alirah darah ke otot jantung
terhambat. Pemeriksaan corangiography adalah tindakan untuk nebgetahui
lokasi dan luas dari sumbatan tersebut. Setelah diketahui adanya pembuluh
darah yang menyempit maka selanjutnya dilakukan tindakan pemasangan PCI
(Percutaneous Coronary Intervention) atau lebih sering kita dengar dengan
sebutan katetrisasi jantung dan pembuluh darah, prosedur ini merupakan
langkah dalam memperbaiki prognosis dari penyakit jantung koroner serta
mengurangi kejadian iskemik lebih lanjut [5].
Dalam pelaksanaan perawatan pasca tindakan PCI tidak lepas dari peran
serta perawat dalam perawatannya. Salah satu fokus perawatan pasca tindakan
PCI yang dilakukan perawat adalah pencabutan sheath. Pencabutan sheath
merupakan suatu tindakan mengeluarkan introducer yang berada di arteri atau
vena femoralis kanan [5]. Ketika melakukan pencabutan sheath, pasien
diposisikan supine. Dalam pelaksanaannya, telapak jari menekan area
penusukan baik arteri atau vena selama 15 sampai dengan 20 menit. Penekanan
ini dilakukan untuk mencegah kompilkasi paska pencabutan yaitu hematom [6].
Hematom dan perdarahan pada luka merupakan komplikasi yang dapat terjadi
setelah pencabutan pancer (aff sheath) pada pasien yang dilakukan koroner
angiografi baik melalui arteri femoralis, brachialis maupun radialis. [7].
Tindakan pencabutan ini merupakan tindakan invasif yang memerlukan
instruksi dokter dalam pencabutannya. Sebelum melakukan pencabutan sheath
perawat juga harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang riwayat kesehatan
pasien, tehnik yang dilakukan oleh dokter dalam pelaksanaan tindakan,
pergerakan tempat puncture, prosedur perawatan paska pencabutan sheath [8].
Perawat yang diperbolehkan melakukannya juga yang telah mendapatkan
pendidikan khusus dibidang kardiovaskuler dan pelatihan pencabutan sheath
untuk mencegah kompilasi paska tindakan yaitu hematom [8]. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Junaidi dan Astrid (2020) menjelaskan bahwa perawat yang
memiliki pengetahuan baik mayoritas (83.3%) tidak menimbulkan hematoma
pada pasien kateterisasi jantung, sedangkan responden yang memiliki
pengetahuan cukup sebagian besar (69.2%) menimbulkan hematoma pasca
kateterisasi jantung. Dengan demikian disimpulkan bahwa ada hubungan
pengetahuan perawat tentang prosedur pasca kateterisasi jantung dengan
kejadian hematoma pada pasien pasca kateterisasi jantung.
Di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat pecabutan sheath dilakukan oleh
perawat ruang Cathlab, ICCU serta oleh perawat ruang rawat inap. Perawat
ruangan cath lab dan ICCU telah mendapatkan pelatihan kardiologi dasar dan
pencabutan sheath sedangkan untuk perawat ruang rawat sendiri belum pernah
mendapatkan pelatihan penanganan sheath pada pasien pasca tindakan PCI.
Berdasarkan studi pendahuluan, ditemukan sebanyak 12 pasien yang
mengalami hematoma paska aff sheath femoral dari 150 pasien. Meskipun
standar operasional prosedur tentang pelaksanaan pencabutan sheath ini telah
dibuat dan disosialisasikan kepada perawat ruangan, namun fenomena yang
terjadi di lapangan adalah adanya kejadian hematom pada pasien pasca
pencabutan sheath oleh perawat ruangan [4].
Dalam wawancara terhadap perawat ruangan Zaitun RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat, dua perawat dengan masa kerja lima tahun menyatakan
bahwa sudah pernah mendapatkan pengetahuan tentang pencabutan sheath
dari perawat cathlab dan mempraktekannya dua sampai tiga kali di ruangan.
Seorang perawat dengan masa kerja dua tahun menyatakan sudah pernah
mendapatkan informasi pencabutan sheath tapi belum bisa melakukannya.
Sedangkan dalam wawancara dengan seorang perawat dengan masa kerja satu
mengatakan belum pernah terpapar pengetahuan pencabutan sheath sama
sekali. Berbeda dengan seorang perawat ruangan yang masa kerjanya 10 tahun
mengatakan bahwa sudah tau cara dan hapal SOP pencabutan sheath namum
kejadian hematom di ruangan masih kerap terjadi. Dari hasil wawancara dengan
5 orang perawat tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat
belum mendapatkan pengetahuan mengenai prosedur pencabutan sheath.
Ketidaktahuan perawat dalam hasil wawancara tersebut karena belum
diadakannya pelatihan tentang pencabutan sheath yang akan mempengaruhi
keterampilan perawat dalam pelaksanaannya. Menurut Rolley [6] terdapat
hubungan antara pengetahuan perawat dengan keterampilan dalam
melaksanakan praktik perawatan kesetahan pada pasien dengan intervensi
kateterisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Ito [9] yang menyebutkan bahwa
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan perawat.
Pengetahuan merupakan hal yang diperlukan bagi perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Menurut Amalia (2013) terdapat kecenderungan bahwa
tingkat pendidikan dan pelatihan memberi efek positif dengan pengetahuan
perawat. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa perawat yang memiliki
pendidikan dan pelatihan lebih tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik.
Perawat dengan tingkat pengetahuan yang kurang dapat menyebabkan
komplikasi, keluhan, dan dapat menyebabkan kematian bagi pasien. kurangnya
pengetahuan akan memberikan dampak pelayanan yang kurang bermutu dan
memperberat kondisi pasien akibat dari perawatan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan [9]. Perawatan atau penatalaksanaan pasien paska pencabutan
sheath memerlukan pengetahuan oleh perawat yang akan mempengaruhi
keterampilan. Pengetahuan dan keterampilan yang memadai akan mencakup
fungsi hemodinamik pasien dan pencegahan kompilasi [6].
Sesuai dengan data yang ditemukan melalui wawancara terhadap
beberapa perawat yang bertugas di ruangan Zaitun masih ditemukan adanya
kejadian hematom dan perdarahan paska pencabutan sheath oleh perawat
ruangan.
Berdasarkan permasalahan diatas, bahwa kurangnya pengetahuan
perawat mengenai prosedur pencabutan sheath membuat kecenderungan
pasien mengalami hematoma. Maka peneliti ingin melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat tentang prosedur pencabutan
sheath di ruangan perawatan dewasa di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat tentang prosedur pencabutan
sheath di ruangan perawatan dewasa di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

Metode
Penelitian ini telah lulus uji etik dari komite etik penelitian STIKes Budi
Luhur Cimahi dengan Nomor : 05/D/KEPK-STIKes/IV/2022. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif. Teknik Pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Stratified Proportionate random
sampling, sampel dalam penelitian ini berjumlah 96 responden dengan kriteria
inklusi responden merupakan perawat RSUD Al-ihsan Provinsi Jawa Barat,
responden pernah merawat pasien dewasa paska pencabutan sheath, dan
bersedia menjadi responden. .
Hasil
Hasil penelitian diperoleh melalui analisa univariat Pearson Product
Moment .

A. Analisa Univariat
Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat Tentang Usia,
Jenis Kelamin, Pendidikan, Dan Lama Kerja Di RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Usia
19 s.d 25 tahun 23 24
26 s.d 45 tahun 73 76
Jenis Kelamin
Laki-Laki 28 29.2
Perempuan 68 70.8
Pendidikan
D3 Keperawatan 50 52.1
S1 Keperawatan 13 13.5
Profesi Ners 33 34.4
Lama Kerja
< 1 Tahun 21 21.9
1 – 5 Tahun 31 32.3
> 5 tahun 44 46.8
Sumber data primer 2022

Tabel 4.2.Distribusi Frekuaensi Tingkat Pengetahuan Perawat RSUD


Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

Tingkat Pegetahuan Frequency Percent


BAIK 47 49,0
CUKUP 29 30,2
KURANG 20 20,8
Total 96 100,0
Sumber data primer 2022

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Perawat RSUD Al-


Ihsan Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Usia
USIA PERAWAT TOTAL
PENGETAHUAN PERAWAT USIA 19 - USIA 26
25 TH - 45 TH
BAIK JUMLAH
10 37 47
% PENGETAHUAN
PERAWAT 21,3% 78,7% 100,0%
CUKUP JUMLAH
2 27 29
% PENGETAHUAN
PERAWAT 6,9% 93,1% 100,0%
KURANG JUMLAH
11 9 20
% PENGETAHUAN
PERAWAT 55,0% 45,0% 100,0%
Total TOTAL 23 73 96
% PENGETAHUAN PERAWAT
24,0% 76,0% 100,0%

Sumber data primer 2022

Tabel 4.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Perawat RSUD Al-Ihsan Provinsi


Jawa Barat Berdasarkan Pendidikan.

PENGETAHUAN PERAWAT Total


PENDIDIKAN BAIK CUKUP KURANG
D-3 JUMLAH 23 19 8 50
%PENGETAHUAN
PERAWAT 46,0% 38,0% 16,0% 100,0%
S-1 JUMLAH 5 4 4 13
%PENGETAHUAN
PERAWAT 38,5% 30,8% 30,8% 100,0%
PROFESINERS JUMLAH 19 6 8 33
%PENGETAHUAN
PERAWAT 57,6% 18,2% 24,2% 100,0%
Total 47 29 20 96
% PENGETAHUAN PERAWAT
49,0% 30,2% 20,8% 100,0%

Sumber data primer 2022

Tabel 4.5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Perawat RSUD Al-Ihsan Provinsi


Jawa Barat Berdasarkan Masa Kerja.

PENGETAHUAN PERAWAT Total


MASA KERJA BAIK CUKUP KURANG
< 1 TAHUN Count 9 6 6 21
%PENGETAHUAN
PERAWAT 19,1% 20,7% 30,0% 21,9%
1 - 5 TAHUN Count 17 7 7 31
%PENGETAHUAN
PERAWAT 36,2% 24,1% 35,0% 32,3%
> 5 TAHUN Count 21 16 7 44
%PENGETAHUAN
PERAWAT 44,7% 55,2% 35,0% 45,8%
Total Count 47 29 20 96
% PENGETAHUAN PERAWAT
100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Sumber data primer 2022

Pembahasan
A. Analisis Univariat
1. Karakteristik Perawat
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar responden
adalah perempuan 70.8%. Hal tersebut karena disetiap ruangan rawat
inap memiliki lebih banyak perawat perempuan dibandingkan laki-laki.
Walaupun belum ada penelitian yang jelas tentang hubungna antara jenis
kelamin dengan tingkat pengetahuan perawat, namun menurut Nugroho
[31]
laki-laki lebih banyak diandalkan dalam melakukan tindakan
keperawatan karena pada umumnya memiliki tenaga yang lebih besar
dibandingkan perempuan.
Berdasarkan usia yang tersaji dalam tabel 4.1 sebanyak 76% (73
responden) berada direntang usia 26 sampai dengan 45 tahun. Usai akan
mempegaruhi pola pikir seseorang akan semakin berkembang seiring
bertambahanya usai sehingga pengetahuan akan semain baik [31]. Pada
usia cukup seseorang akan lebih meningkat kematangan dan kekuatan
dalam berfikir.
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan latar belakang pedidikan
responden terbanyak adalah Profesi Ners sebanyak 57.6%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Turangan,
dkk [33] yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan tingkat pengetahuan. Pendidikan akan mempegaruhi
proses belajar, semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah untuk
memperoleh informasi dan pengethuan dapat bertambah [31].
Pada karakteristik perawat berdasarkan lama masa kerja
menunjukkan 46.8% (44 responden) memiliki lebih dari lima tahun masa
kerja yang terjadi pada tabel 4.1. menurut Lubis [34] perawat dengan masa
kerja 6 sampai dengan 10 tahun memiliki tingkat pengetahuan lebih baik.

Tingkat Pengetahuan Perawat terhadap Prosedur Pencabutan


Sheath
Berdasarkan Table 4.2 secara umum tingkat pengetahuan perawat
RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat sebagian besar adalah baik
sebanyak 49.0% (47 responden). Tingkat pengetahuan cukup sebanyak
30.2% (29 responden) dan pada tingkat pengetahuan kurang diperoleh
20.8% (20 responden). Berdasarkan data penelitian yang didapatkan
faktor-faktor yang memepengaruhi tingkat pendidikan adalah usia,
pendidikan, dan masa kerja. Merujuk pada Tabel 4.3 didapatkan usia
perawat sebanyak 76% (73 orang) berusia 26 s.d 45 tahun. Tingkat
pengetahuan dapat dilihat dari pendidikan, berdasarkan Tabel 4.1
sebagian besar memiliki latar belakang D3 Keperawatan sebanyak 52.1%
(50 responden) dengan pengetahuan baik 23 responden (48.9%) merujuk
pada tabel 4.4. Sedangkan pada tingkat pendididkan Profesi Ners
merujuk pada tabel 4.1 sebanyak 34.4% (33 responden) memiliki tingkat
pengetahuan baik berdasarkan tabel 4.4 sebanyak 57.6% (19
responden).
Informasi dapat diperoleh dari pengalaman seseorang selama
bekerja. Berdasarkan Tabel 4.1 hampir setengahnya responden yaitu
46.8% (44 responden) dengan masa kerja > 5 tahun dengan
pengetahuan cukup sebanyak 55.2% (16 responden). Semakin lama
masa kerja perawat akan semakin banyak yang dapat dipelajari.
Dalam penelitian ini, responden belum pernah mengikuti pelatihan
kardiovaskular dasar sebagai kriteria ekslusi. Dalam pelatihan
kardiovaskular dasar, perawat akan mendapatkan pengetahuan tentang
manajemen pasien dengan masalah jantung hingga penanganannya
termasuk cara melakukan pencabutan sheath

Simpulan dan Saran

A. Simpulan

Responden yang tingkat pengetahuannya baik sebanyak 47


responden hampir setengahnya 48.9% (23 responden) merupakan
perawat D3 Keperawatan, sedangkan hampir setengahnya berpendidikan
profesi Ners sebanyak 40.4% (19 responden), dan sebagian kecil
berpendidikan S1 Keperawatan sebanyak 10.6% (5 responden).
2. Responden yang tingkat pengetahuannya baik sebanyak 47
responden yang sebagian kecil yaitu 21,3% (10 responden) berada
pada usia 19 sampai dengan 25 tahun dan sebagian besar 78,7 %
(37 responden) perawat berusia 26 sampai dengan 45 tahun. Dari
responden 29 perawat yang berpengetahuan cukup Sebagian kecil
6,9 % (2 responden) berusia 19 sampai dengan 25 tahun dan hampir
seluruhnya 93,1 % (27 responden) berusia 26 sampai dengan 45
tahun.
3. Responden yang berpengetahuan baik sebanyak 47 responden
sebagian kecil dengan masa kerja < 1 tahun sebanyak 19.1% (9
responden) dan sebagian kecil dengan masa kerja 1-5 tahun
sebanyak 36.2% (17 responden) dan hampir setengahnya 44.7% (21
responden) dengan masa kerja >5 tahun. Untuk Perawatan yang
berpengetahuan cukup sebanyak 29 responden sebagian kecil
dengan masa kerja < 1 tahun sebanyak 20.7% (6 responden) dan
sebagian kecil dengan masa kerja 1-5 tahun sebanyak 24,1 % (7
responden) dan lebih dari setengahnya 55,2 % (16 responden)
dengan masa kerja >5 tahun, Untuk Perawatan yang berpengetahuan
kurang sebanyak 20 responden sebagian kecil dengan masa kerja < 1
tahun sebanyak 30,0 % (6 responden) dan sebagian kecil dengan
masa kerja 1-5 tahun sebanyak 35.2% (7 responden) dan sebagian
kecil 35.2% (7 responden) dengan masa kerja >5 tahun
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal yang dapat
disarankan untuk pengembangan pendidikan dan manfaat dari
pengetahuan prosedur pencabutan sheath, diantaranya:
1. Bagi Praktisi Kesehatan atau Rumah Sakit
Prosedur pencabutan sheath dan SOP nya dapat menjadi rujukan
program pelatihan yang dapat direncanakan oleh diklat keperawatan
RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan bahan pembelajaran atau kajian bagi mahasiswa, perawat,
dan manajemen keperawatan tentang prosedur pencabutan sheath
sehingga dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan.
Mengadakan pelatihan secara in house training di Rumah Sakit.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Pendidikan tentang penanganan pasien dengan kegawatdaruratan
jantung, prosedur perawatan pasien dengan masalah jantung, hingga
intervensi khusus perawatan pasien sebelum dan setelah tindakan
seperti PCI dan aff sheath masih diberikan secara khusus dalam
pelatihan. Perlu adanya pendidikan baik perkenalan singkat
meneganai prosedur atau praktik dengan pakar bagi mahasiswa
sehingga kedepannya perawat setidaknya dapat mengenal terutama
SOP nya.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang hubungan
pengetahuan perawat terhadap perilaku dalam pelaksanaan
pencabutan sheath atau menambahkan faktor-faktor lain pada
variabelnya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] T. A. Wihastuti, A. Sri dan H. Teuku, Patofisiologi Dasar Keperawatan

Penyakit Jantung Koroner, Malang: UB Press, 2016.

[2] WHO, “https://www.who.int/cardiovascular_diseases/about_cvd/en/,” 2017.

[Online].

[3] “http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/hari-jantung-sedunia-hjs-

tahun-2019-jantung-sehat-sdm-unggul,” [Online].

[4] RSUD AL-Ihsan Provinsi Jawa Barat, 2021.


[5] d. Jati, “The Nurses' Compliance in Femoral Sheath Removal Procedure in

Relation to the Incidence of Hematoma in Patients after PTCA,” The 9th

International Nursing Conference: Nurses at The Forefront Transforming

Care, Science and Research, pp. 621-625, 2018.

[6] J. X. Roley, Y. Salamonson, C. R. Dennison dan P. M. Davidson, “Nursing

Care Practices Following a Percutaneous Coronary Intervention,” The

Journal of Cardiovascular Nursing, vol. 25, no. 1, pp. 75-84, 2010.

[7] F. L. B, “Identifikasi Tindakan Aff Sheath Radialis Dan Aff Sheath

Femoralis Masa Inflamasi Pada Post Cateterisasi Jantung Di Ruang ICCU

Rsud Dr.Mohamad Soewandhie Surabaya,” Jurnal Keperawatan

Muhammadiyah, 2017.

[8] Smith.,Tina.& Labriola.,Rose, “Developing Best Practice in Arterial Sheath

Removal for Registered Nurses,” Journal Nursing Care Quality , vol. 16(1),

p. 61–67, 2001.

[9] R. D. Eriawan dan dkk, “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan

Tindakan Keperawatan pada Pasien Pasca Operasi dengan General

Aenesthesia di Ruangan Pemulihan IBS RSD dr. Soebandi Jember,” Jurnal

Pustaka Kesehatan, vol. 1, no. 1, p. 54, 2013.

[10] D. Sargowo, Patogenesis Aterosklerosis, Malang: UB Press, 2015.

[11] R. Fikriana, Sistem Kardiovaskuler, Yogyakarta: Deepublish, 2018.

[12] Rochfika, Percutanius Coronary Intervention, Ponorogo: Uwais Inspirasi

Indonesia, 2019.

[13] Y. H. Oktaviono, Komplikasi pada Intervensi Koroner Perkutan, Surabaya:


Airlangga Universitas Press, 2020.

[14] B. Haryanto, “https://www.pjnhk.go.id/artikel/percutaneous-coronary-

intervention-pci,” Percutaneous Coronary Intervention (PCI), 1 Oktober

2018. [Online].

[15] M. R. Hendrawan, Manajemen pengetahuan : Konsep dan Praktik

berpengetahuan pada organisasi pembelajar, Malang: UB Press, 2019.

[16] Bagaskoro, Pengantar teknologi Informatika dan Komunikasi Data.,

Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2019.

[17] P. A. e. a. Potter, Fundamentals of Nursing Vol 1-9 th Indonesian Edition,

Elsevier Inc, 2019.

[18] F. Efendi dan Makhfudli, Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan

Praktik dalam keperawatan, Jakarta: Salemba Medika, 2009.

[19] D. y. Hairun, Evaluasi dan penilaian Dalam pembelajaran., Yogyakarta:

Deepublish publisher, 2020.

[20] S. Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

[21] P. A. e. a. Potter, Fundamental Of Nursing (10th ed., Elsevier Inc, 2020.

[22] L. E. Silalahi, m. limbong dan dkk, Ilmu Keperawatan Dasar, Jakarta:

Yayasan Kita Menulis, 2021.

[23] L. Buchari., Metode Penelitian kesehatan : metode ilmiah Penulisan Skripsi,

Tesis dan Disertasi., Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012.

[24] Nursalam, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan praktis

Edisi 4, Jakarta: Salemba Medika, 2016.

[25] Notoatmodjo, Metodologi Penelitian kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2012.


[26] R. M. Lubis dan dkk, “Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat di Ruangan

Rawat Inap Lantai 8B RSUD Koja Jakarta tentang Bantuan Hidup Dasar

(BHD),” Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, vol. 1, no. 2,

2015.

[27] Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,

Jakarta: Salemba Medika, 2008.

[28] Zulfikar dan I. N. Budiantara, Manajemen riset dengan pendekatan

komputasi statistika, Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2014.

[29] S. Bahri dan D. Zamzam, Model Penelitian Kuantitatif Berbasis SEM-Amos,

Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2014.

[30] P. D. H. M. Bungin, Metodologi penelitian kuantitatif, Jakarta: PT. Fajar

Interpratama Mandiri., 2017.

[31] Nugroho, “Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Bantuan Hidup

Dasar (BHD) di bangsal Bedah dan Bangsal Penyakit dalam RSUD Wates,”

Skripsi STIKes Jendral Achmad Yani Yogyakarta, 2017.

[32] V. R. Nofia, “Hubungan Pengetahuan dan Jenis Kelamin Perawat dengan

Penerapan Komunikasi Terapeutik kepada Pasien,” Jurnal Medika Saintika,

vol. 7, no. 2, 2016.

[33] Turangan, dkk, “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan pengetahuan

Perawat dalam Menghadapi Cardiac Arrest di RSUP Prof R.D. Kandou

Manado,” e-Journal Keperawatan 5 (1), 2017.

[34] Lubi dkk, “Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat di Ruangan Rawat Inap
Lantai 8B RSUD Koja jakarta tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD),” Jurnal

Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, vol. 1, no. 2, 2015.

[35] Notoatmodjo, Metodologi Penelitian kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

[36] R. L. J. Ito, “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Identifikasi

dalam Patient SAfety dengan Pelaksanaannya di Ruang Rawat Inap RSUD

SK. Lerik Kupang,” SKripsi STIKes Hang Tuah, 2019.

[37] S. Marianna, “Hubungan TIngkat Pengetahuan Perawat terhadap Manajemen

Keselamatan Pasien dalam Pemberian Obat Kewaspadaan Tinggi di Rumah

Sakit Menteng Mitra Afia Jakarta,” Jurnal Online Keperawatan Indonesia,

vol. 2, no. 1, p. 165, 2020.

Anda mungkin juga menyukai