Disusun oleh :
Desi Natalia
NIM: 2018.C.10a.0931
Mengetahui
Ketua Program Studi S1
Keperawatan Pembimbing Akademik
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
”Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy
Pada Sistem Persyarafan”. Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini merupakan
salah satu persyaratan pada Pendidikan Program Sarjana Keperawatan pada stase
Keperawatan Medikal Bedah II di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.
Selama menyusun Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini, penyusun
mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagi pihak serta bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini secara
khusus penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes. selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan.
3) Isna Wiranti, S.Kep.,Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran
membimbing penyusunan dalam menyelesaikan Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan ini.
4) Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan 2.
5) Ny. S sebagai klien yang diberikan asuhan keperawatan yang telah bersedia
menjadi responden.
6) Semua pihak yang telah membantu hingga Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan ini dapat terselesaikan, yang mana telah memberikan bimbingan
dan bantuan kepada penyusun.
Semoga Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun Laporan Kasus Asuhan
i
ii
Keperawatan ini masih jauh dari sempurna untuk itu kepada semua pihak,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
menunjang kesempurnaan Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini.
Penulis
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
terdapat 13 pasien yang terdiri dari 3 wanita dan 10 laki-laki yang mengalami
cedera kepala sedang dan berat. Penyebab cedera tersebut, mayoritas karena
kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas, selain penanganan di lokasi kejadian dan selama perjalanan korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi
anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologi harus segera dilakukan
secara serentak agar dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur
vital. Kemudian penanganan selanjutnya di ruang pemulihan akan menentukan
seberapa besar tingkat keberhasilan pemulihan pasien setelah dilakukan tindakan
medis seperti pembedahan (Tobing, 2011). Kematian akibat cedera kepala yang
dari tahun ke tahun semakin bertambah, pertambahan angka kematian ini antara
lain karena jumlah penderita cedera kepala yang semakin bertambah dan
penanganan yang kurang tepat atau sesuai dengan harapan kita. Angka kejadian
cedera kepala 58% laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini
diakibatkan karena mobilitas yang tinggi dikalangan usia produktif sedangkan
untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah, disamping itu penanganan
terhadap penderita yang belum sesuai dan rujukan yang terlambat akan
menyebabkan penderita meninggal dunia (Smeltzer, 2012).
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus pasien post op
craniotomy sebagai karya tulis ilmiah dengan judul “Bagaimana penatalaksanaan
asuhan keperawatan pasien POST CRANIOTOMY”.
.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pembahasan di atas “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy Di rumah
sakit mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi sampai dengan
evaluasi keperawatan? ”
3
.3 Tujuan Penulisan
.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan Pasien Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy Di rumah sakit
dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
keperawatan.
.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengkajian pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Post Op Craniotomy Di rumah sakit.
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Post
Op Craniotomy Di rumah sakit.
1.3.2.3 Mengidentifikasi intervensi pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Post Op Craniotomy Di rumah sakit.
1.3.2.4 Mengidentifikasi implementasi pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Post Op Craniotomy Di rumah sakit.
1.3.2.5 Mengidentifikasi evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy Di rumah
sakit.
.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan
Post Op Craniotomy yang digunakan dalam peningkatan profesi keperawatan dan
pelayanan kesehatan.
1.4.2 Bagi Pengembangan IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatan.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.2 Pendidikan
4
4
5
2.1.2.1 Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut
adalah:
1) Lobus frontal
merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior. Fungsinya untuk
mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
2) Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya: Menginterpretasikan sensasi. Mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya.
3) Lobus temporal
Fungsinya: mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan
jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
4) Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya: bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
5) Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari
otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia)
menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi
jalus sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
6) Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura
meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang
dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan
halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.
.1.3 Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
2.1.3.1 Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2.1.3.2 Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura
(kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga) (Smeltzer & Bare, 2008).
.1.4 Patofisiologi
6
oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan
penyebab utama peningkatan TIC. Klasifikasi cedera kepala:
1) Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,
perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing, disorientasi.
2) Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat
pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3) Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan,
hemiphagia, dilatasi pupil.
4
Post Op Craniotomy
B1 B2 B3 B4 B5 B6
.1.5 Komplikasi
2.1.5.1 Edema cerebral
1) Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan
biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut
perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat
besar (subdural kronik).
3) Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera
kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka.
Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik.
Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan
vaskuler tertekan.
a. Hypovolemik syok
b. Hydrocephalus
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes
Insipidus)
d. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut
lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis
yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
e. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus,
organism garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka
dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.
6
.2 Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Primary Survey
1) Air way
a. Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
b. Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
c. Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
2) Breathing
a. Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguanirama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensimaupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderungterjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit →
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal → gangguan cardiovasculair atau
rata-rata metabolisme yang meningkat.
c. Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sterna → efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
3) Circulating
a. Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanandarah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
9
a. Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi.
2.2.2.2 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
2.2.2.3 Resiko infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
2.2.2.4 Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan post operasi.
2.2.2.5 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi
2.2.2.6 Ansietas berhubungan dengan kecemasan terkait op craniotomy
2.2.2.7 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
11
analgetik.
Terapeutik :
1. Berikan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Anjurkan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
13
2 Gangguan integritas Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan integritas kulit SIKI (I.11353
kulit berhubungan selama 1x7 jam diharapkan integritas kulit Hal 316)
dengan kerusakan dan jaringan klien meningkat Observasi :
mekanis dari jaringan Kriteria hasil : SLKI (L.14125 Hal 33) 1. Identifikasi penyebab gangguan
sekunder akibat 1. Perfusi jaringan meningkat (5) integritas kulit
tekanan dan gesekan. 2. Kerusakan jaringan menurun (5) Terapeutik :
(D.0129 Hal 282). 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
3. Keruskan lapisan kulit menurun (5) baring
4. Perdarahan menurun (5) 2. Lakukan pemujatan pada area
penonjolan tulang, bila perlu
5. Suhu kulit membaik (5)
3. Bersihkan parineal dengan air
hangat, terutama selama periode
diare
4. Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan
atau alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
14
Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrim
6. Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar
rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
4 Risiko Infeksi Setelah diberikan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi. SIKI (I.14539 Hal
Behubungan Dengan selama 1x7 jam diharapkan tingkat infeksi 278)
Ketidakadekuatan klien menurun. Observasi :
Pertahanan Tubuh Kriteria hasil ; SLKI (L.14137 Hal 139) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Primer: Kerusakan 1. Demam menurun (5) lokal dan sistemik
Integritas Kulit 2. Kemerahan menurun (5) Terapeutik :
(D.0142 Hal 304) 1. Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun (5)
2. Berikan perawatan kulit pada area
15
5 Defisit pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan Edukasi pencegahan infeksi. SIKI (I
berhubungan dengan selama 1x7 jam diharapkan pengetahuan 12406 Hal 80)
16
6 Intoleransi aktivitas. Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi. SIKI (I 05173 Hal
17
(D.0056 Hal 128) selama 1x7 jam diharapkan Intoleransi klien 30)
meningkat. Observasi :
Kriteria hasil SLKI (L.05042 Hal 6) 10. Identifikasi adanya nyeri atau
6. Pergerakan ekstremitas meningkat keluhan fisik lainnya
(5)
11. Identifikasi toleransi fisik
7. Keluhan lelah meningkat (5) melakukan pergerakan
8. Dispnea saat aktivitas meningkat 12. Monitor frekuensi jantung dan
(5) tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
9. Dispnea setelah aktivitas meningkat
(5) 13. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan,jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan
tujuan dan prosedur mobilisasi
18
2. Anjurkan
melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan
mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
7 Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan ventilasi SIKI (I.01002 Hal
selama 1x7 jam diharapkan Pola nafas klien 49)
berhubungan dengan
meningkat Observasi :
Penurunan sirkulasi dan Kriteria hasil : SLKI (L.01004 Hal 95) 1.Identifikasi adanya kelelahan otot
1. Dispnea menurun (5) bantu nafas
volume vascular (D.0005 Hal
26) 2. Penggunaan otot bantu nafas menurun 2. Identifikasi efek perubahan posisi
(5) terhadap status pernafasan
3. Keruskan lapisan kulit menurun (5) 3. Monitor status respirasi dan
oksigenasi
4. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
(5) Terapeutik :
1.
5. Frekuensi nafas membaik (5)
2.
6. Kedalaman nafas membaik (5)
3.
mungkin
4.
5.
19
Edukasi :
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi
nafas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara
mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
bronchodilator, jika perlu
8 Perfusi perifer tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen hipovolemia. SIKI (I.02079
selama 1x7 jam diharapkan perfusi perifer Hal 345)
berhubungan dengan sirkulasi
membaik. Observasi :
perifer tidak efektif (D.0009 Kriteria hasil ; SLKI (L.14137 Hal 139) 1. Periksa sirkulasi perifer
1. Penyembuhan luka meningkat (5)
Hal 37) 2. Identifikasi factor resiko gangguan
2. Warna kulit pucat menurun (5) sirkulasi
3. Nyeri ektremitas menurun (5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada ekstremitas
4. Kelemahan otot menurun (5)
Terapeutik :
5. Tekanan darah sistolik membaik (5) 1. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
6. Tekanan darah diastolic membaik (5)
keterbatasan perfusi
20
9 Ansietas berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan Reduksi ansietas. SIKI (I 09314 Hal 387)
selama 1x7 jam diharapkan ansietas klien Observasi :
kurang terpapar informasi
berkurang. 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
terkait kondisi penyakit Kriteria hasil SLKI (L.09093 Hal 132) berubah
1. Verbalisasi kebingungan menurun (5) 2. Identifikasi kemampuan mengambil
(D.0080 Hal 180)
keputusan
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi 3. Monitor tanda-tanda ansietas
yang dihadapi menurun (5) Terapeutik :
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Perilaku gelisah menurun (5)
menumbuhkan kepercayaan
4. Perilaku tegang menurun (5) 2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan
3. Pahami situasi yang membuat
ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
21
10 Resiko perfusi renal tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen cairan. SIKI (I 03098 Hal
selama 1x7 jam diharapkan perfusi renal 159)
efektif berhubungan dengan
efektif klien meningkat. Observasi :
Depresi filtrasi glomerulus Kriteria hasil SLKI (L.02013 Hal 85) 1. Monitor status hidrasi
1. Nyeri abdomen menurun (5)
dan Oliguri (D.0016 Hal 49) 2. Monitor hasil pemeriksaan
2. Mual menurun (5) laboratorium
3. Muntah menurun (5) Terapeutik :
14. Catat intake-output dan hitung
4. Distensi abdomen menurun (5) balance cairan
15. Berikan asupan cairan, sesuai
22
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
.1 Pengumpulan Data
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh pada tanggal 5
Desember 2020, pukul 07.00 WIB bertempat di ruangan Dahlia RSUD
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, dengan teknik anamnesa (wawancara),
observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku keperawatan pasien, di
dapat data – data sebagai berikut:
.2 Identitas Pasien
Klien Ny. S berusia 27 tahun, klien berjenis kelamin Perempuan,
suku/bangsa klien adalah Dayak/Indonesia, agama yang dianut klien yaitu
agama Islam, pekerjaan klien adalah wiraswasta, pendidikan terakhir klien
yaitu SMP, status perkawinan klien yaitu belum kawin, pasien beralamat
di Jl. Marang, Klien masuk rumah sakit pada tanggal 5 Desember 2020
pukul 15:10 WIB, diagnosa medis Post Op Craniotomy.
.3 Riwayat Kesehatan/Perawatan
.3.1 Keluhan Utama
Klien mengatakan “Kepala saya terasa nyeri”.
P: Post Op Craniotomy, Q: Teriris-iris, R: lobus
frontotemporoparietalis dextra, S: 7 (berat)
.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih dua bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
kemudian pasien langsung dibawa ke puskesmas selama perjalanan ke puskesmas
pasien tidak sadarkan diri sekitar 35 menit. Setelah sadar dan mendapat
pengobatan dari puskesmas klien dibawa pulang oleh keluarganya. Kemudian
kurang lebih lima hari yang lalu klien mengeluh kepala bagian belakangnya
sakit,kepala terasa pusing,muntah satu kali sehingga tanggal 3 Desember 2020
klien dibawa ke UGD rumah sakit dan mendapatkan terapi injeksi Keterolac 30
mg dan terapi infus Nacl 0,9% 20 TPM dan juga terapi oksigen nasal kanul 3 lpm,
kemudian dilakukan CT Scan Kontras hasilnya terdapat subdural hematoma
18
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Hubungan Keluarga
.4 Pemeriksaan Fisik
3.4.1 Keadaan Umum
Klien tampak sakit sedang, tampak gelisah, dan meringis,Klien
tampak lemah, tampak terpasang drainage dikepala, kepala tampak
terpasang perban, dengan kesadaran umum compos menthis klien
terbaring terlentang, lengan kanan terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm.
cordis tidak terlihat, tidak ada peningkatan vena jugularis, suara jantung
normal S1 S2 tunggal.
Tidak ada masalah keperawatan.
.4.5 Persyarafan
Nilai GCS pasien E (Eyes) : 4 (pasien dapat membuka mata secara spontan),
V (Verbal) : 5 (pasien dapat berorientasi dengan baik), M (Motorik) : 6 (pasien
dapat mengikuti perintah). Tingkat kesadaran pasien compos menthis, pupil
isokor, refleks cahaya kanan dan kiri positif, adanya nyeri lokasi di bagian kepala.
Uji syaraf cranial di dapatkan hasil pada:
1) Nervus Kranial I (Nervus Olfaktorius) normal, klien dapat mencium bau teh.
Nervus Kranial.
2) Nervus Kranial II (Nervus Optikus) normal, klien dapat membaca tulisan
pada kemasan teh.
3) Nervus Kranial III (Nervus Occulomotorius) normal, klien dapat menutup
mata saat menerima cahaya.
4) Nervus Kranial IV (Nervus Trochlearis) normal, klien dapat menggerakkan
bola mata ke atas dan ke bawah.
5) Nervus Kranial V (Nervus Trigeminus) normal, kliien dapat menekuk rahang
dan mulut.
6) Nervus Kranial VI (Nervus Abdusen) normal, klien dapat menggerakkan bola
mata ke kiri dan kekanan.
7) Nervus Kranial VII (Nervus Fasialis) normal, klien dapat tersenyum.
8) Nervus Kranial VIII (Nervus Vestibulocochearis) normal, klien dapa
tmendengar perkataan perawat.
9) Nervus Kranial IX (Nervus Glosofaringeal) normal, klien dapat membedakan
rasa manis dan pahit.
10) Nervus Kranial X (Nervus Vagus) normal, klien dapat berbicara dengan suara
yang jelas.
11) Nervus Kranial XI (Nervus Asesorius) normal, klien dapat menggerakkan
kepala.
21
12) Nervus Kranial XII (Nervus Hipoglosus) normal, klien dapat menggerakkan
lidah.
Pada uji koordinasi ekstremitas atas klien, jari ke jari positif, jari ke hidung
positif, pada ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki positif, uji kestabilan tubuh
negative, klien merasa pusing dan berputar jika berdiri ataupun bergerak.
ada jaringan parut, teksture rambut halus, distribusi rambut merata, bentuk kuku
simetris.
Desi Natalia
2018.C.10a.
0913
26
.9 Analisa Data
DO :
- Klien tampak meringis Sakit kepala
- Klien tampak berbaring
terlentang
- Klien tampak lemah
- Tampak terus memegangi
kepala
- Skala 5 (sedang)
TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 102 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5o
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 Identifikasi keluhan nyeri, 1 Membantu dalam mengindentifikasi
selama 3x7 jam diharapakan nyeri derajat ketidaknyamanan dan
dengan agen pencedera perhatikan lokasi, lamanya dan
hilang dengan kriteria hasil: kebutuhan untuk keefektifan
fisiologis (lesi) ditandai dengan 1. Dispnea menurun (5) intensitas (skala 0-10) perhatikan analgesic
2 Untuk mengetahui adanya nyeri
ekspresi wajah meringis, klien 2. Penggunaan otot bantu nafas petunjuk verbal dan non verbal.
3 Untuk mengetahu factor penyebab
tampak gelisah, PQRST, P: menurun (5) 2 Identifikasi respons verbal nyeri
4 Keadaan umum dan TTV
Post op craniotomy, Q: Seperti 3. Keruskan lapisan kulit menurun (5) 3 Identifikasi factor penyebab nyeri
merupakan langkah awal untuk
diiris-iris, R:temporal dekstra, 4. Pemanjangan fase ekspirasi 4 Observasi tanda-tanda vital klien menentukan intervensi selanjutnya.
menurun (5) 5 Peninggian lengan dan adanya drain
S: Skala nyeri 6 (Sedang), T: 5 Berikan posisi senyaman mungkin.
mempengaruhi kemampuan pasien
Pada saat bergerak, Frekuensi 5. Frekuensi nafas membaik (5) 6 Fasilitasi istirahat tidur untuk rileks dan istrahat secara
efektif
nadi meningkat, TTV TD : 6. Kedalaman nafas membaik (5) 7 Lakukan menajemen nyeri seperti
6 Agar istirahat klien tercukupi
130/90 mmHg, N : 109 latihan napas dalam, distraksi dada, 7 Untuk mengurangi nyeri dengan
cara pengalihan nyeri.
x/menit, S : 36,50 C, R : dll.
8 Analgetik merupakan obat yang
20x/menit. 8 Kolaborasi dengan dokter dalam digunakan untuk menghilangkan
rasa nyeri.
peberian obat analgetik Keterolac
30 mg/IV
31
Rasional
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1. Untuk mengetahui pola tidur klien
2. Untuk mengetahui factor penyulit
berhubungan dengan klinis keperawatan selama 1 x 7 jam 2. Identifikasi factor penganggu pola tidur
pola tidur klien
penyakit ditandai dengan diharapkan pola tidur pasien 3. Identifikasi makanan/minuman yang 3. Untuk mengurangi factor penyulit
pola tidur klien
pasien tampak lesu, pasien membaik dengan kriteria menganggu tidur
4. Memberikan kenyamanan
tampak lemah,pasien tampak hasil: 4. Modifikasi lingkungan 5. Agar pasien nyaman tidur saat
malam hari
menguap, konjungtiva anemis - Keluhan sulit tidur menurun 5. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
(1) 6. Mengurangi resiko sakit yang bisa
- Keluhan pola tidur berubah, 6. Sesuaikan jadwal pemberian obat menyebabkan pola tidur terganggu
menurun (1) 7. Memberikan kenyamanan
dan/atau tindakan menunjang siklus
- Keluhan istirahat tidak cukup, 8. Untuk membantu proses
menurun (1) tidur penyembuhan klien
7. Berikan posisi nyaman
8. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
saat sakit
33
Rasional
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Defisit pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan 1. Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan pasien
Post Op craniotomy keperawatan selama 1 x 7 jam menerima informasi
2. Untuk menambah pengetahuan
berhubungan dengan kurang diharapkan pengetahuan 2. Identifikasi factor-faktor yang dapat pasien
3. Mengatahui tingkat pemahaman
terpaparnya informasi ditandai pasien dan keluarga meningkatkan dan menurunkan motivasi
pasien tentang penjelasan kondisi
dengan Pasien tampak bingung bertambah dengan kriteria perilaku hidup bersih dan sehat penyakit
4. Memberikan pasien kesiapan untuk
ketika ditanya tentang kondisi hasil : 3. Sediakan materi dan media pendidikan
menerima informasi
penyakitnya, klien tampak 1. Verbalisasi dalam minat kesehatan 5. Mengetahui tingkat pengetahuan
belajar meningkat (5) pasien
sering bertanya, Pasien lulusan 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2. Perilaku sesuai dengan 6. Agar pasien memahami hal-hal yang
SMP pengetahuan meningkat kesepakatan mempengaruhi kesehatan
(5) 7. Memberikan pengetahuan dalam
5. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Kemampuan menajaga perilaku hidup bersih dan
menggambarkan 6. Jelaskan factor resiko yang dapat sehat
pengalaman sebelumnya
mempengaruhi kesehatan
sesuai dengan topic
meningkat (5) 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Kemampuan menjelaskan
pengetahuan tentang suatu
topic meningkat(5)
34
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kraniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown
CV, Weng J, 2015). Pembedahan tersebut bertujuan untuk membuka
tengkorak sehingga dapat mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang ada di
dalam otak. Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi,
merupakan suatu intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada
Intrakranial. Artinya kraniotomi diindikasikan untuk mengatasi hematoma
atau perdarahan otak, pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat
terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia, atau dapat juga
dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi
intrakranial, mengatasi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak terkontrol,
mengobati hidrosefalus ( Widagdo, W., 2008). Nyeri pembedahan sedikitnya
mengalami dua perubahan, pertama akibat pembedahan itu sendiri yang
menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses
pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana
terjadi pelepasan mediator seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin,
substansi P, dan histamin oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-
zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses transduksi dari
nyeri.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Asuhan keperawatan ini dapat berguna untuk referensi-referensi dalam
pengelolaan asuhan keperawatan, dan memberikan referensi untuk memberikan
intervensi sesuai kebutuhan dasar pada pasien tersebut.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk
39
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, F. W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.
Ganong, F. William. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta :
EGC.
Marrilyn, E. Doengus. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Smelster, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2.
Jakarta : EGC.
41
LEMBAR KONSULTASI
Tanda Tangan
No Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Mhs Pembimbing
42
1.
43