Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Ny. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST OP CRANIOTOMY PADA


SISTEM PERSYARAFAN

Disusun oleh :

Desi Natalia
NIM: 2018.C.10a.0931

YAYASAN EKAHARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Desi Natalia
NIM : 2018.C.10a.0931
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. S
Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy Pada Sistem
Persyarafan.

Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui
Ketua Program Studi S1
Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep Isna Wiranti, S.Kep., Ners


i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
”Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy
Pada Sistem Persyarafan”. Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini merupakan
salah satu persyaratan pada Pendidikan Program Sarjana Keperawatan pada stase
Keperawatan Medikal Bedah II di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.
Selama menyusun Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini, penyusun
mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagi pihak serta bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini secara
khusus penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes. selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan.
3) Isna Wiranti, S.Kep.,Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran
membimbing penyusunan dalam menyelesaikan Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan ini.
4) Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan 2.
5) Ny. S sebagai klien yang diberikan asuhan keperawatan yang telah bersedia
menjadi responden.
6) Semua pihak yang telah membantu hingga Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan ini dapat terselesaikan, yang mana telah memberikan bimbingan
dan bantuan kepada penyusun.
Semoga Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun Laporan Kasus Asuhan

i
ii

Keperawatan ini masih jauh dari sempurna untuk itu kepada semua pihak,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
menunjang kesempurnaan Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini.

Palangka Raya, 5 Desember 2020

Penulis

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kraniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV,
Weng J, 2015). Pembedahan tersebut bertujuan untuk membuka tengkorak
sehingga dapat mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang ada di dalam otak.
Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu
intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya
kraniotomi diindikasikan untuk mengatasi hematoma atau perdarahan otak,
pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat terganggunya fungsi
neorologik dan fisiologis manusia, atau dapat juga dilakukan dengan pembedahan
yang dimasudkan pembenahan letak anatomi intrakranial, mengatasi peningkatan
tekanan intrakranial yang tidak terkontrol, mengobati hidrosefalus ( Widagdo, W.,
2008). Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat
pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua
setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi,
dimana terjadi pelepasan mediator seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin,
substansi P, dan histamin oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat
kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses transduksi dari nyeri.
Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah kecelakaan lalu
lintas meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Kantor Kepolisian Republik
Indonesia pada tahun 2008 jumlah kecelakaan 59.164, korban meninggal 20.188,
luka berat 23.440 yang menderita luka ringan 55.731 orang. Tahun 2009 jumlah
kecelakaan 62.960, korban meninggal 19.979, luka berat 23.469, dan luka ringan
62.936 (www.mediaindonesia.com, diakses 12 Juli 2012). Angka kejadian
kecelakaan di Jawa Tengah pada bulan November 2010 yang dicatat oleh
Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Tengah tedapat 603 orang
pengguna jalan tewas akibat berbagai kecelakaan yang terjadi selama semester
pertama 2010 yaitu sejumlah 4.438 kejadian kecelakaan (ANTARA news).
Berdasarkan data di ICU RSUD Dr. Moewardi, dari tanggal 2 Juli-28 Juli 2012
2

terdapat 13 pasien yang terdiri dari 3 wanita dan 10 laki-laki yang mengalami
cedera kepala sedang dan berat. Penyebab cedera tersebut, mayoritas karena
kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas, selain penanganan di lokasi kejadian dan selama perjalanan korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi
anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologi harus segera dilakukan
secara serentak agar dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur
vital. Kemudian penanganan selanjutnya di ruang pemulihan akan menentukan
seberapa besar tingkat keberhasilan pemulihan pasien setelah dilakukan tindakan
medis seperti pembedahan (Tobing, 2011). Kematian akibat cedera kepala yang
dari tahun ke tahun semakin bertambah, pertambahan angka kematian ini antara
lain karena jumlah penderita cedera kepala yang semakin bertambah dan
penanganan yang kurang tepat atau sesuai dengan harapan kita. Angka kejadian
cedera kepala 58% laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini
diakibatkan karena mobilitas yang tinggi dikalangan usia produktif sedangkan
untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah, disamping itu penanganan
terhadap penderita yang belum sesuai dan rujukan yang terlambat akan
menyebabkan penderita meninggal dunia (Smeltzer, 2012).
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus pasien post op
craniotomy sebagai karya tulis ilmiah dengan judul “Bagaimana penatalaksanaan
asuhan keperawatan pasien POST CRANIOTOMY”.
.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pembahasan di atas “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy Di rumah
sakit mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi sampai dengan
evaluasi keperawatan? ”
3

.3 Tujuan Penulisan
.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan Pasien Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy Di rumah sakit
dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
keperawatan.
.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengkajian pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Post Op Craniotomy Di rumah sakit.
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Post
Op Craniotomy Di rumah sakit.
1.3.2.3 Mengidentifikasi intervensi pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Post Op Craniotomy Di rumah sakit.
1.3.2.4 Mengidentifikasi implementasi pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Post Op Craniotomy Di rumah sakit.
1.3.2.5 Mengidentifikasi evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Post Op Craniotomy Di rumah
sakit.
.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan
Post Op Craniotomy yang digunakan dalam peningkatan profesi keperawatan dan
pelayanan kesehatan.
1.4.2 Bagi Pengembangan IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatan.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.2 Pendidikan
4

Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penguasaan


terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan khususnya
bagi mahasiswa STIKES Eka Harap Palangka Raya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien Post Op Craniotomy sehingga dapat diterapkan di masa
yang akan datang.
1.4.3.2 Rumah Sakit
Memberikan kerangka pemikiran ilmiah yang bermanfaat bagi rumah sakit
dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan gambaran
pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus Post Op Craniotomy.
1.4.3.3 Bagi Profesi
Asuhan keperawatan dengan klien Post Op Craniotomy ini diharapkan
dapat memberikan masukan sebagai salah satu referensi bagi perawat untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

.1 Konsep Dasar Penyakit


.1.1 Pengertian

Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan


untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk
menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan
mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth 2012).
Craniotomy adalah proses pembuatan membuat lubang pada tulang
tengkorak agar dokter dapat mengakses otak untuk melakukan pembedahan.
Sebagian dari tengkorak akan diangkat agar dokter dapat mengevaluasi keadaan
otak di bawahnya (Arsyad soepardi efiaty dan Nurbaiti, 2012).
Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada
manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. Tindakan
bedah tersebut bertujuan untuk membuka tengkorak sehingga dapat mengetahui
dan memperbaiki kerusakan yang ada di dalam otak. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa nyeri merupakan masalah yang biasa timbul setelah tindakan
kraniotomi (Hidayat 2013).
.1.2 Anatomi Fisologi
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai
tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang
berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal, temporal dan
oksipital.

4
5

2.1.2.1 Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut
adalah:
1) Lobus frontal
merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior. Fungsinya untuk
mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
2) Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya: Menginterpretasikan sensasi. Mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya.
3) Lobus temporal
Fungsinya:   mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan
jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
4) Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya:    bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
5) Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari
otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia)
menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi
jalus sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
6) Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura
meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang
dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan
halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.
.1.3 Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
2.1.3.1 Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2.1.3.2 Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura
(kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga) (Smeltzer & Bare, 2008).

.1.4 Patofisiologi
6

Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit


kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa
variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:.
2.1.4.1 Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
2.1.4.2 Kecepatan kekuatan yang datang
2.1.4.3 Permukaan dari kekuatan yang menimpa
2.1.4.4 Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka
terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan
indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat
ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik,
peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni
otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung
pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma
langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-
deselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah,
dan jaringan otak). Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan
isinya, rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang
bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari
kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang,
otak dan cerebelum dapat terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi
tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom
subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1) Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2) Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3) Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau
temporal. Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan
7

oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan
penyebab utama peningkatan TIC. Klasifikasi cedera kepala:
1) Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,
perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing, disorientasi.
2) Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat
pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3) Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan,
hemiphagia, dilatasi pupil.
4

Cedera kepala, proses penyakit

Post Op Craniotomy

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Dizzines Ketidakseimbangan proses adanya laserasi pembedahan Sirkulasi oksigen Ketidakcocoka


Terjadinya TIK
peredaraan darah diotak menurun n informasi yg
Merangsang Penghantar Neurotransmitter Gelisah, ansietas disampaikan
saraf Kontraksi jantung Kompensasi jantung ke otak oleh
parasimpatis meningkat memompa lebih cepat saraf aferen
Nyeri, sakit kepala Peristaltik

bronkokontriksi Takikardia Redistribusi aliran darah Proses


Mual, muntah
ke organ2 vital pengolahan
Nyeri akut Disorientasi informasi
hipoventilasi Distritmia Anoreksia terganggu
Perfusi jaringan
Kesadaran
Penurunan menurun
Kerja napas Ganguan Defisit
curah Resti Cidera Transmisi
meningkat pertukaran Nutrisi
Hipoperfusi ginjal persepsi ke
gas reseptor
dyspnea proprioception
Penurunan fungsi ginjal terganggu

Pola napas Produksi urine menurun Kegagalan


tidak efektif koordinasi otot

Gg. Eliminasi urine


Intoleransi
aktivitas
5

.1.5 Komplikasi
2.1.5.1 Edema cerebral
1) Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan
biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut
perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat
besar (subdural kronik).
3) Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera
kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka.
Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik.
Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan
vaskuler tertekan.
a. Hypovolemik syok 
b. Hydrocephalus
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes
Insipidus)
d. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut
lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis
yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
e. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus,
organism garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka
dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.
6

f. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka


atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan.
2.1.6 Tanda dan Gejala
2.1.6.1 Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
2.1.6.2 Gangguan penglihatan dan berbicara.
2.1.6.3 Mual dan muntah.
2.1.6.4 Pusing.
2.1.6.5 Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
2.1.6.6 Hemiparese.
2.1.6.7 Terjadi peningkatan intrakranial.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
2.1.7.1 Pemeriksaan  CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan kelainan
tulang atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa
diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang.
2.1.7.2 Pemeriksaan angiogram, dilakukan karena diduga terjadi penurunan
aliran darah ke otak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya
sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke otak.
2.1.7.3 Pemeriksaan khusus : ENG, Audiometri dan BAEP, psikiatrik.
2.1.7.4 Pemeriksaan tambahan : EEG, EMG, EKG, laboratorium, radiologik.
2.1.7.5 Pemeriksaan fisik : mata, alat keseimbangan tubuh, neurologik,
otologik, pemeriksaan fisik umum (Kang 2014).
2.1.8 Penatalaksanaan medis
2.1.8.1 Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2.1.8.2 Mempercepat penyembuhan
2.1.8.3 Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
2.1.8.4 Mempertahankan konsep diri pasien
2.1.8.5 Mempersiapkan pasien pulang
7

2.1.8.6 Perawatan pasca pembedahan


1) Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out
put
b. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati
– hati jangan sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril
2) Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak
diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan, makanan
yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi
protein dan vitamin C.  Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung
antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk
pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO
(nothing peroral) Biasanya makanan baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif 
d. Bowel movement positif 
3) Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap
dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang
menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4) System Gastrointestinal
a. Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama
dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat
b. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
c. Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
8

d. Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam


e. Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung
f. Meningkatkan istirahat.
g. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
h. Memonitor perdarahan.
i. Mencegah obstruksi usus.
j. Irigasi atau pemberian obat.

.2 Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Primary Survey
1) Air way
a. Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
b. Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
c. Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
2) Breathing
a. Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguanirama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensimaupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderungterjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit →
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal → gangguan cardiovasculair atau
rata-rata metabolisme yang meningkat.
c. Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sterna → efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
3) Circulating
a. Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanandarah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
9

parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi


lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia,disritmia).
b. Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
4) Disability  : berfokus pada status neurologi
a. Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon motorik dan
tanda-tanda vital.
b. Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dangelisah.
5) Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
2.2.1.2 Secondary Survey
Pemeriksaan fisik Pasien  Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah kesdaran
somnolent apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC, RR 20 x/m
1) Abdomen
perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic
usus adalah pengkajian yang harus dilakukan padagastrointestinal.
2) Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4 – 4
dan ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
3) Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
2.2.1.3 Tersiery Survey
1) Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan laboratorium : HB 9.9
gr %, HCT 32 dan PLT 235
2) Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien
nampak lemah, refleksdalam batas normal.
3) Bladder
10

a. Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi.
2.2.2.2 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
2.2.2.3 Resiko infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
2.2.2.4 Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan post operasi.
2.2.2.5 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi
2.2.2.6 Ansietas berhubungan dengan kecemasan terkait op craniotomy
2.2.2.7 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
11

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri SIKI (I.08238 Hal
dengan kerusakan kulit atau selama 1x7 jam diharapkan nyeri klien 201)
jaringan. SDKI (D.0077 Hal berkurang. Observasi :
172) Kriteria hasil : SLKI (L.08066 Hal 145) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
1. Keluhan nyeri menurun (5) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Meringis menurun (5)
2. Identifikasi skala nyeri
3. Kesulitan tidur menurun (5)
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaa
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi respon nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
12

analgetik.
Terapeutik :
1. Berikan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Anjurkan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
13

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

2 Gangguan integritas Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan integritas kulit SIKI (I.11353
kulit berhubungan selama 1x7 jam diharapkan integritas kulit Hal 316)
dengan kerusakan dan jaringan klien meningkat Observasi :
mekanis dari jaringan Kriteria hasil : SLKI (L.14125 Hal 33) 1. Identifikasi penyebab gangguan
sekunder akibat 1. Perfusi jaringan meningkat (5) integritas kulit
tekanan dan gesekan. 2. Kerusakan jaringan menurun (5) Terapeutik :
(D.0129 Hal 282). 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
3. Keruskan lapisan kulit menurun (5) baring
4. Perdarahan menurun (5) 2. Lakukan pemujatan pada area
penonjolan tulang, bila perlu
5. Suhu kulit membaik (5)
3. Bersihkan parineal dengan air
hangat, terutama selama periode
diare
4. Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan
atau alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
14

Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrim
6. Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar
rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya

4 Risiko Infeksi Setelah diberikan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi. SIKI (I.14539 Hal
Behubungan Dengan selama 1x7 jam diharapkan tingkat infeksi 278)
Ketidakadekuatan klien menurun. Observasi :
Pertahanan Tubuh Kriteria hasil ; SLKI (L.14137 Hal 139) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Primer: Kerusakan 1. Demam menurun (5) lokal dan sistemik
Integritas Kulit 2. Kemerahan menurun (5) Terapeutik :
(D.0142 Hal 304) 1. Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun (5)
2. Berikan perawatan kulit pada area
15

4. Bengkak menurun (5) edema


5. Kultur area luka membaik (5) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan tehnik aseptik pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian imunisasi

5 Defisit pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan Edukasi pencegahan infeksi. SIKI (I
berhubungan dengan selama 1x7 jam diharapkan pengetahuan 12406 Hal 80)
16

kurang terpaparnya klien meningkat. Observasi :


informasi terkait Kriteria hasil SLKI (L.12111 Hal 146) 1. Periksa kesiapan dan kemampuan
ulkus dekubitus. 1. Perilaku sesuai anjuran (5) menerima informasi
(D.0111 Hal 246) 2. Verbalisasi minat dalam belajar (5) Terapeutik :
1. Sediakan materi, media tentang factor-
3. Kemampuan menjelaskan faktor penyebab, cara identifikasi dan
pengetahuan tentang suatu topik (5) pencegahan risiko infeksi dirumah sakit
ataupun dirumah
4. Perilaku sesuai pengetahuan (5)
2. Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan pasien dan
keluarga
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
2. Informasikan hasil pemeriksaan
laboratorium
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
4. Ajarkan kecukupan nutrisi, cairan,
dan istirahat
5. Ajarkan cara mencuci tangan

6 Intoleransi aktivitas. Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi. SIKI (I 05173 Hal
17

(D.0056 Hal 128) selama 1x7 jam diharapkan Intoleransi klien 30)
meningkat. Observasi :
Kriteria hasil SLKI (L.05042 Hal 6) 10. Identifikasi adanya nyeri atau
6. Pergerakan ekstremitas meningkat keluhan fisik lainnya
(5)
11. Identifikasi toleransi fisik
7. Keluhan lelah meningkat (5) melakukan pergerakan
8. Dispnea saat aktivitas meningkat 12. Monitor frekuensi jantung dan
(5) tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
9. Dispnea setelah aktivitas meningkat
(5) 13. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan,jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan
tujuan dan prosedur mobilisasi
18

2. Anjurkan
melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan
mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan

7 Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan ventilasi SIKI (I.01002 Hal
selama 1x7 jam diharapkan Pola nafas klien 49)
berhubungan dengan
meningkat Observasi :
Penurunan sirkulasi dan Kriteria hasil : SLKI (L.01004 Hal 95) 1.Identifikasi adanya kelelahan otot
1. Dispnea menurun (5) bantu nafas
volume vascular (D.0005 Hal
26) 2. Penggunaan otot bantu nafas menurun 2. Identifikasi efek perubahan posisi
(5) terhadap status pernafasan
3. Keruskan lapisan kulit menurun (5) 3. Monitor status respirasi dan
oksigenasi
4. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
(5) Terapeutik :
1.
5. Frekuensi nafas membaik (5)
2.
6. Kedalaman nafas membaik (5)
3.
mungkin
4.
5.
19

Edukasi :
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi
nafas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara
mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
bronchodilator, jika perlu

8 Perfusi perifer tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen hipovolemia. SIKI (I.02079
selama 1x7 jam diharapkan perfusi perifer Hal 345)
berhubungan dengan sirkulasi
membaik. Observasi :
perifer tidak efektif (D.0009 Kriteria hasil ; SLKI (L.14137 Hal 139) 1. Periksa sirkulasi perifer
1. Penyembuhan luka meningkat (5)
Hal 37) 2. Identifikasi factor resiko gangguan
2. Warna kulit pucat menurun (5) sirkulasi
3. Nyeri ektremitas menurun (5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada ekstremitas
4. Kelemahan otot menurun (5)
Terapeutik :
5. Tekanan darah sistolik membaik (5) 1. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
6. Tekanan darah diastolic membaik (5)
keterbatasan perfusi
20

2. Lakukan pencegahan infeksi


3. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan program rehabilitasi
vascular

9 Ansietas berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan Reduksi ansietas. SIKI (I 09314 Hal 387)
selama 1x7 jam diharapkan ansietas klien Observasi :
kurang terpapar informasi
berkurang. 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
terkait kondisi penyakit Kriteria hasil SLKI (L.09093 Hal 132) berubah
1. Verbalisasi kebingungan menurun (5) 2. Identifikasi kemampuan mengambil
(D.0080 Hal 180)
keputusan
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi 3. Monitor tanda-tanda ansietas
yang dihadapi menurun (5) Terapeutik :
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Perilaku gelisah menurun (5)
menumbuhkan kepercayaan
4. Perilaku tegang menurun (5) 2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan
3. Pahami situasi yang membuat
ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
21

5. Gunakan pendekatan yang tenang dan


meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
2. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
3. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
4. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat ansietas,
jika perlu

10 Resiko perfusi renal tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen cairan. SIKI (I 03098 Hal
selama 1x7 jam diharapkan perfusi renal 159)
efektif berhubungan dengan
efektif klien meningkat. Observasi :
Depresi filtrasi glomerulus Kriteria hasil SLKI (L.02013 Hal 85) 1. Monitor status hidrasi
1. Nyeri abdomen menurun (5)
dan Oliguri (D.0016 Hal 49) 2. Monitor hasil pemeriksaan
2. Mual menurun (5) laboratorium
3. Muntah menurun (5) Terapeutik :
14. Catat intake-output dan hitung
4. Distensi abdomen menurun (5) balance cairan
15. Berikan asupan cairan, sesuai
22

5. Keseimbangan asam basa meningkat kebutuhan


(5)
16. Berikan cairan intravena, jika
diperlukan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretic, jika
perlu
23

.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan
[ CITATION Cer10 \l 1057 ].
.2.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
yang diinginkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan,
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan Tahap akhir dari proses
keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien kearah pencapaian
(Cerpianto, 2010).
17

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

.1 Pengumpulan Data
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh pada tanggal 5
Desember 2020, pukul 07.00 WIB bertempat di ruangan Dahlia RSUD
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, dengan teknik anamnesa (wawancara),
observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku keperawatan pasien, di
dapat data – data sebagai berikut:

.2 Identitas Pasien
Klien Ny. S berusia 27 tahun, klien berjenis kelamin Perempuan,
suku/bangsa klien adalah Dayak/Indonesia, agama yang dianut klien yaitu
agama Islam, pekerjaan klien adalah wiraswasta, pendidikan terakhir klien
yaitu SMP, status perkawinan klien yaitu belum kawin, pasien beralamat
di Jl. Marang, Klien masuk rumah sakit pada tanggal 5 Desember 2020
pukul 15:10 WIB, diagnosa medis Post Op Craniotomy.

.3 Riwayat Kesehatan/Perawatan
.3.1 Keluhan Utama
Klien mengatakan “Kepala saya terasa nyeri”.
P: Post Op Craniotomy, Q: Teriris-iris, R: lobus
frontotemporoparietalis dextra, S: 7 (berat)
.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih dua bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
kemudian pasien langsung dibawa ke puskesmas selama perjalanan ke puskesmas
pasien tidak sadarkan diri sekitar 35 menit. Setelah sadar dan mendapat
pengobatan dari puskesmas klien dibawa pulang oleh keluarganya. Kemudian
kurang lebih lima hari yang lalu klien mengeluh kepala bagian belakangnya
sakit,kepala terasa pusing,muntah satu kali sehingga tanggal 3 Desember 2020
klien dibawa ke UGD rumah sakit dan mendapatkan terapi injeksi Keterolac 30
mg dan terapi infus Nacl 0,9% 20 TPM dan juga terapi oksigen nasal kanul 3 lpm,
kemudian dilakukan CT Scan Kontras hasilnya terdapat subdural hematoma
18

kronis di lobus frontotemporoparietalis dextra sehingga tanggal 4 Desember 2020


dilakukan operasi kraniotomi. Dan kemudian pasien dipindahkan ke ruang bedah
untuk rawat inap.
.3.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat
Operasi) Klien mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit sebelum
nya dan klien tidak pernah menederita riwayat penyakit hipertensi

.3.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada penyakit
keturunan maupun penyakit yang lainnya.

.3.5 Genogram Keluarga

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Meninggal

: Hubungan Keluarga

: Tinggal Satu Rumah


19

.4 Pemeriksaan Fisik
3.4.1 Keadaan Umum
Klien tampak sakit sedang, tampak gelisah, dan meringis,Klien
tampak lemah, tampak terpasang drainage dikepala, kepala tampak
terpasang perban, dengan kesadaran umum compos menthis klien
terbaring terlentang, lengan kanan terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm.

.4.1 Status Mental


Pada saat dikaji pada status mental ditemukan tingkat kesadaran
compos menthis, ekspresi wajah tampak meiringis, cara berbaring
terlentang. Klien berbicara kurang jelas, suasana hati klien tampak tenang,
penampilan klien cukup rapi. Fungsi kognitif klien pada orientasi waktu
yaitu klien dapat membedakan pagi siang dan malam, pada orientasi orang
klien dapat membedakan dokter, perawat dan keluarga, pada orientasi
tempat klien dapat mengetahui bahwa dirinya berada di rumah sakit. Tidak
ada halusinasi yang ditimbulkan oleh klien, proses berpikir baik, insight
klien baik dan mekanisme pertahanan adaptif.

.4.2 Tanda-Tanda Vital


Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Ny. S di dapat
hasil TD: 120/80 mmhg, N: 109x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,5ºC.
.4.3 Pernapasan
Bentuk dada klien simetris, kebiasaan merokok tidak ada, tidak ada
batuk berdarah, Tidak ada sianosis, tidak ada nyeri dada, tidak ada sesak
napas, tipe pernasan perut, irama pernapasan teratur, dan tidakada suara
tambahan.
Tidak ada masalah keperawatan.
.4.4 Cardiovaskular
Klien tidak ada nyeri dada, tidak ada kram kaki, tidak pucat, tidak
clubbing finger, tidak sianosis, tidak ada sakit kepala, tidak ada
palpitasi,Capillary refill<2 detik, tidak ada edema, tidak ada asites, ictus
20

cordis tidak terlihat, tidak ada peningkatan vena jugularis, suara jantung
normal S1 S2 tunggal.
Tidak ada masalah keperawatan.

.4.5 Persyarafan
Nilai GCS pasien E (Eyes) : 4 (pasien dapat membuka mata secara spontan),
V (Verbal) : 5 (pasien dapat berorientasi dengan baik), M (Motorik) : 6 (pasien
dapat mengikuti perintah). Tingkat kesadaran pasien compos menthis, pupil
isokor, refleks cahaya kanan dan kiri positif, adanya nyeri lokasi di bagian kepala.
Uji syaraf cranial di dapatkan hasil pada:
1) Nervus Kranial I (Nervus Olfaktorius) normal, klien dapat mencium bau teh.
Nervus Kranial.
2) Nervus Kranial II (Nervus Optikus) normal, klien dapat membaca tulisan
pada kemasan teh.
3) Nervus Kranial III (Nervus Occulomotorius) normal, klien dapat menutup
mata saat menerima cahaya.
4) Nervus Kranial IV (Nervus Trochlearis) normal, klien dapat menggerakkan
bola mata ke atas dan ke bawah.
5) Nervus Kranial V (Nervus Trigeminus) normal, kliien dapat menekuk rahang
dan mulut.
6) Nervus Kranial VI (Nervus Abdusen) normal, klien dapat menggerakkan bola
mata ke kiri dan kekanan.
7) Nervus Kranial VII (Nervus Fasialis) normal, klien dapat tersenyum.
8) Nervus Kranial VIII (Nervus Vestibulocochearis) normal, klien dapa
tmendengar perkataan perawat.
9) Nervus Kranial IX (Nervus Glosofaringeal) normal, klien dapat membedakan
rasa manis dan pahit.
10) Nervus Kranial X (Nervus Vagus) normal, klien dapat berbicara dengan suara
yang jelas.
11) Nervus Kranial XI (Nervus Asesorius) normal, klien dapat menggerakkan
kepala.
21

12) Nervus Kranial XII (Nervus Hipoglosus) normal, klien dapat menggerakkan
lidah.

Pada uji koordinasi ekstremitas atas klien, jari ke jari positif, jari ke hidung
positif, pada ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki positif, uji kestabilan tubuh
negative, klien merasa pusing dan berputar jika berdiri ataupun bergerak.

Masalah Keperawatan: Nyeri akut


.4.6 Eliminasi ( Bladder )
Pasien eliminasinya 1x/7 jam menggunakan kateter, dengan
produksi urine ±500 ml, dengan warna kuning dengan bau khas amoniak.
Tidak ada oliguri, poliuri, dysuri, tidak menetes, tidak ada nyeri, tidak
panas.

Tidak ada masalah keperawatan.

.4.7 Eliminasi Alvi (Bowel)


Dari hasil pemeriksaan mulut dan faring, bibir tampak bersih, tidak
terdapat karang gigi, gusi tidak ada peradangan, lidah berwarna merah
muda, mukosa lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada
benjolan pada rectum dan tidak ada haemoroid, pasien BAB 1 kali sehari,
berwarna kuning, konsistensi lembek, bising usus (+).

Tidak ada masalah keperawatan.


.4.8 Tulang Otot dan Integumen
Kemampuan pergerakan sendi klien terbatas, ukuran otot simetris, uji
kekuatan otot pada ekstremitas atas bernilai 3 3 dan ekstremitas bawah bernilai
3 3, ada deformitas, ada luka daerah kepala post operasi craniotomy ,tidak ada
fraktur , bentuk tulang belakang normal.
Masalah Keperawatan : Intoleransi aktivitas

.4.9 Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, dan kosmetik, suhu kulit
hangat, warna kulit normal,turgor kulitcukup, tekstur halus, tidak ada lesi, tidak
22

ada jaringan parut, teksture rambut halus, distribusi rambut merata, bentuk kuku
simetris.

Tidak ada masalah keperawatan.


.4.10 Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan baik, gerakan bola mata klien bergerak normal, sklera
normal/putih, kornea bening. Fungsi pendengaran baik. Bentuk hidung simetris.

.4.11 Leher dan Limfe


Tidak terdapat masa pada leher klien, tidak ada jaringan parut,
teraba jaringan limfe, teraba kelenjar tiroid, dan mobilisasi leher klien
bebas.

.4.12 Sistem Reproduksi


.4.12.1 Reproduksi Pria
Tidak ada terdapat kemerahan pada daerah alat reproduksi klien,
tidak ada gatal – gatal, tidak ada pendarahan, glan penis nampak bersih,
tidak terdapat luka, discharge normal kebersihan baik serta tidak ada
hernia.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
.5 Pola Fungsi Kesehatan
3.5.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien mengatakan bahwa ia hanya sedikit tau dengan penyakit yang
dialaminya, klien juga berharap cepat sembuh agar dapat beraktivitas
seperti biasanya.

3.5.2 Nutrisida Metabolisme


TB : 160 cm
BB sekarang : 52 kg
BB sebelum sakit : 53 kg
IMT= BB = 52 = 52 = 19
TB(m)² (1,60)² 2,56
Table 2.1 Nutrisida Metabolisme
23

Pola makan Saat sakit Sebelum sakit


sehari-hari
Frekuensi/hari 3x 3x
Porsi ½ porsi 2 porsi
Nafsu makan Berkurang Baik
Jenis makan Beras merah,ikan gabus,tempe,tahu Nasi,ikan, tempe, tahu
Jenis minuman Air putih Air putih dan the
Jumlah 4-6 gelas 4-6 gelas
minuman/cc/24ja
m
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi siang malam
Keluhan/masalah Klien tidak mau mengkonsumsi Tidak ada
makanan dari RS

Keluhan lainnya: tidak ada


Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.5.2 Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit pasien mengatakan bahwa pasien tidur malam selama 6-8 jam,
tidur pada siang hari biasanya 1 jam.
Sesudah sakit pasien tidur malam hanya 1-2 jam, tidur siang hanya 45 menit
Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur
3.5.3 Kognitif :
Pasien mengatakan tidak mengetahui tentang proses terjadunya penyakit yang
muncul.
Masalah Keperawatan : Defisit pengetahuan
.5.5 Konsep Diri
Gambaran diri pasien yaitu menyukai tubuhnya, ideal diri pasien
ingin sekali cepat sembuh, identitas diri pasien adalah seorang laki-laki,
harga diri pasien menerima dirinya apa adanya, peran diri pasien adalah
seorang anak.

.5.6 Aktivitas Sehari- Hari


Aktivitas klien sebelum sakit biasanya dapat melakukan aktivitasnya secara
mandiri, sesudah sakit sebagian aktivitasnya dibantu oleh keluarganya dan
perawat.
24

.5.7 Koping-Toleransi Terhadap Stres


Klien mengatakan apabila ada masalah pasien hanya bercerita
kepada keluarganya. Klien memiliki koping yang baik dalam menghadapi
stress dan dapat mengatasi stress serta menyelesaikan masalah.

.5.8 Nilai Pola Keyakinan


Klien mengatakan selama mendapat pengobatan dan perawatan tidak ada
tindakan dokter dan perawat yang bertentangan dengan keyakinannya.
.6 Sosial Spiritual
.6.1 Kemampuan Berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan baik kepada petugas kesehatan
dengan kata- kata yang jelas.

.6.2 Bahasa Sehari – Hari


Bahasa sehari-hari pada klien biasa menggunakan bahasa Dayak dan
Indonesia.

.6.3 Hubungan Dengan Keluarga


Harmonis ditandai dengan adanya perhatian yang diberikan keluarga.

.6.4 Hubungan Dengan Teman/ Petugas Kesehatan/ Orang Lain


Hubungan klien dengan teman, petugas kesehatan dan orang lain baik, klien
tampak kooperatif dan terbuka saat dilakukan pengkajian.

.6.5 Orang Terdekat


Orang terdekat klien adalah istri, anak-anaknya dan keluarganya.

.6.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang


Klien menggunakan waktu luang hanya untuk beristirahat dan berkumpul
dengan keluarganya.

.6.7 Kegiatan Beribadah


Selama sakit pasien tidak bisa beribadah seperti biasanya klien
hanya bisa berdoa sambil berbaring ditempat tidur saja.
25

.7 Data Penunjang ( Laboratorium )


Data penunjang tanggal 5 Desember 2020
No Parameter Hasil/Satuan Ninai Normal
1 WBC 22.99 x10ˆ3/Nl 4.00-10.00
2 RBC 5.53 x10ˆ6/Ul 3.50-5.50
3 HBG 14,9 g/dl 11.0- 16.0

1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan Medis tanggal 5 Desember 2020
No Nama Obat Dosis Rute Keterangan
1 Nacl 0,9% 500 ml Injeksi IV Di indikasikan untuk
menggantikan cairan
2 Keterolac 30 mg Injeksi IV Di indisikan sebagai obat
Analgetik untuk
mengurangi nyeri
3 Citicolin 500 mg Injeksi IV Di indikasikan sebagai
obat yang bekerja dengan
cara meningkatkan kimia
diotak bernama phospolid
phosphatidylcholine

. Palangka Raya, 5 Desember 2020


Penyusun,

Desi Natalia
2018.C.10a.
0913
26

.9 Analisa Data

No Data Subyektif dan Kemungkinan Masalah


Data Obyektif Penyebab
1. DS: Klien mengatakan nyeri pada Gangguan SSP Nyeri Akut
daerah kepala, Seperti berputar-
putar, didaerah kepala, Skala 5
Spasme saraf
(sedang), Hilang timbul.

DO :
- Klien tampak meringis Sakit kepala
- Klien tampak berbaring
terlentang
- Klien tampak lemah
- Tampak terus memegangi
kepala
- Skala 5 (sedang)
TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 102 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5o

2. Ds: Klien mengatakan “aktivitas Post op Intoleransi


craniotomy aktivitas
semua dibantu keluarga”
Do: Adanya
laserasi
- Klien tampak lemah
didaerah
- Klien tampak berbaring temporal
27

- Rentang gerak terbatas


Terpasang
- Kekuatan otot menurun
drainage di
- ADL dibantu perawat dan kepala
keluarga
- Skala otot
3 3
3 3

3. DS: Klien mengatakan selama adanya luka Gangguan pola


sakit sulit untuk tidur. tidur
Kerusakan integritas
DO : kulit
- Klien tampak lelah
- Klien tampak lesu
- Klien tampak sering Nyeri
menguap
- Konjungtiva anemis
- Tampak ada kehitaman di Gangguan rasa
bawah mata nyaman
- Pola tidur sebelum sakit
malam 6-8 jam siang 1 jam,
sesudah sakit malam 1-2 jam
siang 45 menit
28

4 DS: Pasien mengatakan “tidak Kurang terpapar Defisit


tahu tentang penyakitnya“. informasi pengetahuan
DO : tentang post op
 Pasien lulusan SMP craniotomy
 Pasien tampak bingung
 Pasien banyak bertanya
tentang penyakitnya
 Klien tampak cemas

.10 Prioritas Masalah


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (lesi) ditandai
dengan ekspresi wajah meringis, klien tampak gelisah, PQRST, P: Post op
craniotomy, Q: Seperti diiris-iris, R:temporal dekstra, S: Skala nyeri 6
(Sedang), T: Pada saat bergerak, Frekuensi nadi meningkat, TTV TD : 130/90
mmHg, N : 109 x/menit, S : 36,50 C, R : 20x/menit.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen yang ditandai dengan pasien tampak berbaring, pasien
tampak sesak, pasien tampak lemah, rentang gerak terbatas, aktivitas klien
dibantu keluarga dan perawat Intoleransi Aktivitas
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan klinis penyakit ditandai dengan
pasien tampak lesu, pasien tampak lemah,pasien tampak menguap,
konjungtiva anemis.
29

4. Defisit pengetahuan tentang Post Op Craniotomy berhubungan dengan


kurang terpaparnya informasi ditandai dengan Pasien tampak bingung
ketika ditanya tentang kondisi penyakitnya, klien tampak sering bertanya,
Pasien lulusan SMP.
30

.11 Intervensi Keperawatan

Nama Pasien : Ny. S


No DiagnosaKeperawatan TujuandanKriteriaHasil RencanaKeperawatan/Intervensi Rasional

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 Identifikasi keluhan nyeri, 1 Membantu dalam mengindentifikasi
selama 3x7 jam diharapakan nyeri derajat ketidaknyamanan dan
dengan agen pencedera perhatikan lokasi, lamanya dan
hilang dengan kriteria hasil: kebutuhan untuk keefektifan
fisiologis (lesi) ditandai dengan 1. Dispnea menurun (5) intensitas (skala 0-10) perhatikan analgesic
2 Untuk mengetahui adanya nyeri
ekspresi wajah meringis, klien 2. Penggunaan otot bantu nafas petunjuk verbal dan non verbal.
3 Untuk mengetahu factor penyebab
tampak gelisah, PQRST, P: menurun (5) 2 Identifikasi respons verbal nyeri
4 Keadaan umum dan TTV
Post op craniotomy, Q: Seperti 3. Keruskan lapisan kulit menurun (5) 3 Identifikasi factor penyebab nyeri
merupakan langkah awal untuk
diiris-iris, R:temporal dekstra, 4. Pemanjangan fase ekspirasi 4 Observasi tanda-tanda vital klien menentukan intervensi selanjutnya.
menurun (5) 5 Peninggian lengan dan adanya drain
S: Skala nyeri 6 (Sedang), T: 5 Berikan posisi senyaman mungkin.
mempengaruhi kemampuan pasien
Pada saat bergerak, Frekuensi 5. Frekuensi nafas membaik (5) 6 Fasilitasi istirahat tidur untuk rileks dan istrahat secara
efektif
nadi meningkat, TTV TD : 6. Kedalaman nafas membaik (5) 7 Lakukan menajemen nyeri seperti
6 Agar istirahat klien tercukupi
130/90 mmHg, N : 109 latihan napas dalam, distraksi dada, 7 Untuk mengurangi nyeri dengan
cara pengalihan nyeri.
x/menit, S : 36,50 C, R : dll.
8 Analgetik merupakan obat yang
20x/menit. 8 Kolaborasi dengan dokter dalam digunakan untuk menghilangkan
rasa nyeri.
peberian obat analgetik Keterolac
30 mg/IV
31

Ruang Rawat : Penyakit dalam wanita

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi toleransi fisik melakukan 1. Untuk mengetahui adanya toleransi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 jam pergerakan terhadap aktivitas fisik tertentu
2. Monitor kondisi umum selama 2. Untuk mengetahui adanya perubahan
ketidakseimbangan diharapkan intoleransi aktivitas
melakukan mobilisasi pada kondisi umum klien
antara suplai dan klien teratasi dengan kriteria 3. Fasilitasi melakukan pergerakan,jika 3. Membantu klien dalam melakukan
kebutuhan oksigen yang hasil : perlu aktivitas yang diinginkan
4. Libatkan keluarga untuk membantu 4. Membantu memudahkan klien dapat
ditandai dengan pasien 1. Pergerakan ekstremitas
pasien dalam meningkatkan pergerakan melakukan aktivitas apapun dan
tampak berbaring, meningkat (5)
5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi kapanpun
2. Keluhan lelah meningkat (5)
pasien tampak sesak, 5. Memberikan pengetahuan kepada klien
3. Dispnea saat aktivitas
untuk mengurangi cemas
pasien tampak lemah, meningkat (5)
rentang gerak terbatas, 4. Dispnea setelah aktivitas
meningkat (5)
aktivitas klien dibantu
keluarga dan perawat.
32

Rasional
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1. Untuk mengetahui pola tidur klien
2. Untuk mengetahui factor penyulit
berhubungan dengan klinis keperawatan selama 1 x 7 jam 2. Identifikasi factor penganggu pola tidur
pola tidur klien
penyakit ditandai dengan diharapkan pola tidur pasien 3. Identifikasi makanan/minuman yang 3. Untuk mengurangi factor penyulit
pola tidur klien
pasien tampak lesu, pasien membaik dengan kriteria menganggu tidur
4. Memberikan kenyamanan
tampak lemah,pasien tampak hasil: 4. Modifikasi lingkungan 5. Agar pasien nyaman tidur saat
malam hari
menguap, konjungtiva anemis - Keluhan sulit tidur menurun 5. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
(1) 6. Mengurangi resiko sakit yang bisa
- Keluhan pola tidur berubah, 6. Sesuaikan jadwal pemberian obat menyebabkan pola tidur terganggu
menurun (1) 7. Memberikan kenyamanan
dan/atau tindakan menunjang siklus
- Keluhan istirahat tidak cukup, 8. Untuk membantu proses
menurun (1) tidur penyembuhan klien
7. Berikan posisi nyaman
8. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
saat sakit
33

Rasional
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Defisit pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan 1. Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan pasien
Post Op craniotomy keperawatan selama 1 x 7 jam menerima informasi
2. Untuk menambah pengetahuan
berhubungan dengan kurang diharapkan pengetahuan 2. Identifikasi factor-faktor yang dapat pasien
3. Mengatahui tingkat pemahaman
terpaparnya informasi ditandai pasien dan keluarga meningkatkan dan menurunkan motivasi
pasien tentang penjelasan kondisi
dengan Pasien tampak bingung bertambah dengan kriteria perilaku hidup bersih dan sehat penyakit
4. Memberikan pasien kesiapan untuk
ketika ditanya tentang kondisi hasil : 3. Sediakan materi dan media pendidikan
menerima informasi
penyakitnya, klien tampak 1. Verbalisasi dalam minat kesehatan 5. Mengetahui tingkat pengetahuan
belajar meningkat (5) pasien
sering bertanya, Pasien lulusan 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2. Perilaku sesuai dengan 6. Agar pasien memahami hal-hal yang
SMP pengetahuan meningkat kesepakatan mempengaruhi kesehatan
(5) 7. Memberikan pengetahuan dalam
5. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Kemampuan menajaga perilaku hidup bersih dan
menggambarkan 6. Jelaskan factor resiko yang dapat sehat
pengalaman sebelumnya
mempengaruhi kesehatan
sesuai dengan topic
meningkat (5) 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Kemampuan menjelaskan
pengetahuan tentang suatu
topic meningkat(5)
34

.12 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


32
Nama Pasien : Ny. S
Ruang Rawat : Sistem Persyarafan
Hari/Tanggal Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Implementasi
Jam Nama Perawat
Sabtu, 5 1. Mengidentifikasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, S: Pasien mengatakan pasien mengatakan”masih
Desember lamanya dan intensitas (skala 0-10) perhatikan terasa nyeri dibekas operasi”
O:
2020 petunjuk verbal dan non verbal.
 Klien tampak gelisah
2. Melakukan observasi tanda-tanda vital klien  Frekuensi nadi meningkat
08.00 WIB
3. Memberikan posisi senyaman mungkin.  Klien tampak meringis
Dx 1 4. Melakukan menajemen nyeri seperti latihan napas  Pasien tampak dapat mengikuti manajemen
nyeri teknik nafas dalam yang di ajarkan
dalam, distraksi dada, dll. Desi Natalia
 TTV
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam peberian obat TD : 130/80 mmHg
analgetik Keterolac 30 mg/IV S : 36,5oC
N : 109 x/m
R : 22 x/m
A: Masalah nyeri belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4 dan 5
35

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Tanda tangan perawat


Sabtu, 5 Desember 1. Mengidentifikasi toleransi fisik S : Pasien mengatakan”aktivitas saya masih dibantu
melakukan pergerakan
2020 keluarga”
Pukul 07.30 WIB 2. Memonitor kondisi umum selama O:
melakukan mobilisasi - Pasien tampak lemah
Dx 2
3. Membenatu klien melakukan - Rentang gerak terbatas
pergerakan
- Aktivitas klien masih dibantu keluarga dan perawat
4. Melibatkan keluarga untuk - Klien masih berbaring Desi Natalia
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan - Pasien merasa sesak

5. Menjelaskan tujuan dan prosedur TTV TD : 133/91 mmHg


mobilisasi N : 109x/mnt
RR : 23 x/mnt
S : 36,8oC
SPO2 : 98%
A: Masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
36

Hari/Tanggal Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Implementasi
Jam Jam: 10.00 Wib Nama Perawat
Sabtu, 5 Desember 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S: Pasien mengatakan”Saya masih sulit tidur”
2020 2. Mengidentifikasi factor penganggu pola O:
10.45 WIB tidur - Pasien tampak gelisah
Dx 3 3. Modifikasi lingkungan senyaman klien - Konjungtiva tampak anemis
4. Memberikan posisi nyaman - Tampak lingkar hitam area mata
5. Menjelaskan pentingnya tidur yang cukup Desi Natalia
- Klien berbaring semi fowler
saat sakit - Klien tampak mengerti tentang pentingnya tidur
yang cukup saat pasien sakit
A: Masalah gangguan pola tidur belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4


37

Hari/Tanggal Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Implementasi
Jam Jam: 10.00 Wib Nama Perawat
Sabtu, 5 Desember 1. Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan S: Pasien mengatakan”Saya paham dan mengerti
2020 keluarga tentang Post Op Craniotomy dengan apa yang sudah disampaikan dan dijelaskan”
12.30 WIB 2. Memberikan pendidikan kesehatan pada O:

Dx 4 pasien dan keluarga tentang penyakit Post - Pasien tampak mengerti


Op Craniotomy 5. Pasien dapat menjeleskan kembali tentang
3. Membiarkan pasien bertanya terkait Desi Natalia
makanan yang dapat dikonsumsi bagi pasien
pendidikan kesehatan yang diberikan penyakit Post Op Craniotomy
4. Menanyakan kembali pada pasien atau
A: Masalah defisit pengetahuan teratasi
keluarga tentang penyakit ulkus dekubitus
P: Hentikan intervensi
38

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kraniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown
CV, Weng J, 2015). Pembedahan tersebut bertujuan untuk membuka
tengkorak sehingga dapat mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang ada di
dalam otak. Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi,
merupakan suatu intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada
Intrakranial. Artinya kraniotomi diindikasikan untuk mengatasi hematoma
atau perdarahan otak, pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat
terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia, atau dapat juga
dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi
intrakranial, mengatasi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak terkontrol,
mengobati hidrosefalus ( Widagdo, W., 2008). Nyeri pembedahan sedikitnya
mengalami dua perubahan, pertama akibat pembedahan itu sendiri yang
menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses
pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana
terjadi pelepasan mediator seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin,
substansi P, dan histamin oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-
zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses transduksi dari
nyeri.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Asuhan keperawatan ini dapat berguna untuk referensi-referensi dalam
pengelolaan asuhan keperawatan, dan memberikan referensi untuk memberikan
intervensi sesuai kebutuhan dasar pada pasien tersebut.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk
39

mahasiswa dalam membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan


diagnose Post Of Craniotomy pada masa mendatang.
4.2.3 Bagi tempat praktik
Asuhan keperawatan ini dapat berguna untuk menjadi referensi dan
tambahan supaya mengelola pasien dengan kebutuhan dasar yang menjadi
dasar pemenuhan dan hak pasien untuk mendapatkan perawatan yang
maksimal.
40

DAFTAR PUSTAKA

Cerpianto, L. J. (2010). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. In


Edisi 6 (p. 28). Jakarta: EGC.

Dochterman, J. M., & Bulecheck, G. N. (2013). Nursing Intervention


Classification (NIC). Mosby: Edition.Missouri.

Ganong, F. W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.

Herdman, T. (2010). Defision and Classificatin. USA: Weley-Blackwell.

Moorhead, S., (2000).  Nursing Outcomes Classification (NOC) second Edition.


Missouri : Mosby

Ganong, F. William. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta :
EGC.
Marrilyn, E. Doengus. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Smelster, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2.
Jakarta : EGC.
41

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3327707

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Desi Natalia


NIM :
Program Studi : S1 Keperawatan

Tanda Tangan
No Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Mhs Pembimbing
42

1.
43

Anda mungkin juga menyukai