Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya
Panduan Rencana Asuhan Pasca Operasi di Rumah Sakit dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu
pengetahuan dan tehnologi dibidang kesehatan.
Rencana Asuhan Pasca Operasi adalah proses yang umum dan merupakan prosedur yang
kompleks di rumah sakit. Tindakan – tindakan ini membutuhkan asesmen pasien yang lengkap
dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang
berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya
transfer maupun pemulangan pasien.
Oleh karena itu diperlukan panduan untukRencana Asuhan Pasca Operasi memberikan
acuan dalam pengelolaan dan pelayanaRencana Asuhan Pasca Operasi di rumah sakit. Panduan
ini akan di evaluasi secara berkala dan akan diperbaiki bila ditemukan hal-hal yang dianggap
sudah tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Tersusunnya panduan ini merupakan kerjasama antara Departemen Kesehatan RI dengan pakar
dari profesi terkait, rumah sakit serta dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu penyusun ucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
BAB IV DOKUMENTASI..........................................................................................................17
BAB V PENUTUP.......................................................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua
pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien.
Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan
dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan
segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan
jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa
sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk
mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat
tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan
yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang
kooperatif selama proses perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis
pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien
merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah
hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling
mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig
untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif. Tindakan perioperatif yang
berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan
kesembuhan pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Apa pengertian pre dan pasca bedah.
Apa faktor resiko pada pasien pre dan pasca bedah.
Bagaimana persiapan pasien pre dan pasca bedah.
Bagaimana asuhan yang diberikan pada pasien pasca bedah.
Apa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca bedah.
Bagaimana penatalaksaan pasien pasca bedah.
Apa komplikasi dan bagaimana penanganan pada kasus pasca bedah.
Bagaimana pendokumentasian pada kasus pasca bedah.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
2
BAB III
TATA LAKSANA
3
Sedangkan jenis pembedahan berdasarkan tujuan terdiri dari:
1. Pembedahan diagnostic, yang bertujuan untuk menentukan sebab terjadinya gejala dari
penyakit seperti biopsy, eksplorasi dan laparotomi.
2. Pembedahan kuratif, pembedahan yang dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit,
seperti pembedahan apendiktomy.
3. Pembedahan restorative, pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki deformitas
(kecacatan) dan untuk menyambung daerah yang terpisah.
4. Pembedahan paliatif adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengurangi gejala saja dan
tidak untuk mengurangi penyakit
5. Pembedahan kosmetik adalah pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam
tubuh misalnya rhinoplasty (operasi untuk membuat hidung menjadi lebih mancung).
1. Anestesi umum merupakan suatu tindakan pembiusan yang dilakukan untuk memblok pusat
kesadaran otak dengan menghilangkan kesadaran dan menimbulkan relaksasi serta hilangnya
perasaan. Pada umumnya metode pemberiannya adalah dengan inhalasi dan intravena.
2. Anestesi regional merupakan jenis anestesi yang dilakukan untuk meniadakan proses kejutan
pada ujung atau serabut syaraf serta ada hilangnya perasaan pada daerah tubuh tertentu akan
tetapi pasien masih sadar. Metode pemberian yang digunakan adalah melakukan blok syaraf,
memblok regional intravena dengan tourniquet, blok daerah spinal dan melalui epidural.
3. Anestesi lokal merupakan anestesi yang dilakukan untuk memblok transmisi impuls syaraf
pada daerah yang akan dilakukan tindakan serta perasaan pada daerah tertentu dan pasien
tetap dalam kondisi sadar. Metode yang digunakan adalah inflitrasi atau topical.
4. Hipno anestesi merupakan anestesi yang dilakukan untuk membuat status kesadaran pasif
secara artificial/ buatan sehingga terjadi peningkatan ketaatan kepada saran atau perintah serta
mengurangi kesadaran dan membuat perhatiannya menjadi terbatas.
5. Akupuntur merupakan anestesi yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri dengan
merangsang keluarnya endorphin tanpa menghilangkan kesadaran. Metode yang banyak
digunakan adalah jarum atau electrode pada permukaan tubuh
4
1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko
lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat
menurun .sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua
fungsi organ
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada
orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk
proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin
C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis
protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama
sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan
mekanik. Oleh karenanya devisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obesitas sering sulit
dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring dan
karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pasca operatif. Selain itu,
distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih
sering pada pasien obesitas.
3. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi
ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer.
Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi
pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
4. Ketidak sempurnaan respon neuro endokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes melitus yang tidak
terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah
terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anastesi. Atau juga
akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang
berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah glukosuria. Pasien yang mendapat terapi
5
kortikosteroid beresiko mengalami insufisiensi adrenal. Penggunaan oabat-obatan kortikosteroid
harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
5. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama
terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
6. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-
masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan.
Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum
dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi
dengan pemasangan NGT.
6
Setelah pencukuran selesai, keringkan daerah tersebut, angkat semua rambut yang lepas
dan tinggalkan pasien dalam keadaan yang menyenangkan.
2) Desinfeksi
Tata Cara:
Ketika melakukan desinfeksi pada kulit pasien, petugas di R.O. sebaiknya
memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut ini:
a. Setelah pasien dalam keadaan teranestesi, daerah operasi diperlihatkan.
b. Beberapa dokter bedah memilih untuk menggosok daerah operasi dengan sikat
penggosok sebelum mengoleskan Betadine.
c. Umbilikus dibersihkan dengan tangkai aplikator yang dibasahi dengan betadine
bila ia juga termasuk bagian dari daerah operasi oleh salah seorang asisten
bedah.
d. Selanjutnya asisten bedah mengolesi daerah operasi dengan kain kassa yang
dibasahi dengan betadine. Daerah insisi diolesi terlebih dahulu, kemudian daerah
persiapan prabedah diperluas secara melingkar ke luar sampai batas keamanan
yang cukup lebar.
e. Biasanya dilakukan tiga kali pengolesan dengan betadine pada daerah operasi
f. Supaya efektif, desinfektan harus dibiarkan kering di udara
g. Setelah daerah yang desinfeksi kering, mulai lakukan penutupan dengan kain.
3) Persiapan Fisik Untuk Bedah Efektif
Disini yang penting adalah tersedianya daftar periksa rutin, yang dapat memungkinkan
tidak adanya aspek-aspek yang tertinggal.
4) Pelaksanaan Konsultasi Dokter Obstetri Gynekologi dan Dokter Anesthesi
Selain itu anggota multi disiplin lainnya juga dapat terlibat, dalam hal ini dilakukan
pengkajian terhadap kesehatan ibu dan kesesuaiannya dengan anestesi yang dipilih,
pemeriksaan specimen darah, penghitungan darah lengkap, dan pemeriksaan lainnya.
5) Perawatan Saluran Pencernaan
Anjurkan puasa sebelum operasi, di indikasikan agar isi lambung berkurang.
6 jam mengosongkan lambung makanan, dan 4 jam mengosongkan lambung dari cairan.
Puasa lebih dari 6 jam tidak perlu dilakukan, menimbulkan stress pada pasien.
Beberapa obat yang dapat memperlambat pengosongan lambung bisa dihindari (petidin).
7
Terapi antasida dapat diberikan pada bumil, agar tingkat keasaman lambung berkurang.
Berikan infus intravena.
6) Pre-Medikasi
Adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan, sebagai persiapan atau bagian
dari anestesi.
Pramedika dapat diresepkan sesuai dengan kebutuhan, pramedika yang sering
digunakan dibagian maternitas adalah antasid/antagonis H2.
Obat lainnya dapat diberikan dengan perhitungan dampak terhadap keberadaan plasenta.
7) Persiapan Kulit
Persiapan kulit sebelum operasi bertujuan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi.
Hal-hal yang dapat memicu munculnya komplikasi dalam pelaksanaan operasi sebisa
mungkin di hindari (perhiasan, deodorant, tata rias wajah, dll)
8) Perawatan Kandung Kemih dan Usus
Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa di imobilisasi.
Oleh karena itu akan lebih baik bila dilakukan pengosongan usus sebelum operasi.
Bila perlu bisa diberikan supositoria gliserin disore hari sebelum operasi.
Kateter residua atau kateter indwelling dapat tetap dipasang untuk mencegah terjadinya
trauma pada kandung kemih selama operasi, di pasang sebelum ibu dibawa ke kamar
operasi.
9) Stoking Kompresi
8
Bidan harus memastikan bahwa semua persiapan fisik dan psikologis dicatat segerah
setelah prosedur dilakukan, hal ini sebagai bukti otentik dari apa yang telah dilakukan
terhadap pasien.
12) Latihan nafas dalam dan batuk pada pra-operasi
a. Pengertian : suatu tindakan pendidikan kesehatan yang diajarkan kepada klien
sebelum operasi.
b. Tujuan :
1) Mencegah terjadinya komplikasi paru-paru akibat pemberian anestesi.
2) Menbamtu paru-paru berkembang dan mencegah terjadinya akumulasi sekresi yang terjadi
setelah anestesi.
c. Prosedur kerja : metode latihan nafas dalam dan batuk mengikuti hal-hal di bawah ini :
1). Tidur dengan posisi semi fowler atau fowler penuh dengan lutut fleksi, abdomen relaks dan
dada ekspansi penuh.
2). Letakkan tangan diatas perut.
3). Bernafas pelan melalui hidung dengan membiarkan dada ekspansi dan rasakan perut
mengempis dengan tangan yang ada diatasnya.
4). Tahan nafas selama 3 detik.
5). Keluarkan nafas melalui bibir yang terbuka sedikit secara peran-pelan (abdomen /perut
kontraksi dengan inspirasi).
6). Tarik dan keluarkan nafas 3 kali, kumudian setelah inspirasi diikuti dengan batuk yang
kuat/keras bila untuk mengeluarkan secret.
7). Istirahat.
8). Ulangi tahap 3 sampai 7.
d. Hal yang harus diperhatikan :
1) Jika ada insisi di bagian thorax dan abdomen, pasien dapat dipasang gurita atau ditekan
dengan bantal untuk mengurangi peregangan saat batuk.
2) Lakukan latihan ini segera setelah operasi bila keadaan memungkinkan. Untuk pasien yang
mempunyai masalah pernapasan misalnya penyakit pernapasan kronis diperlukan latihan ini
setiap jam.
9
a. pengertian : suatu tindakan latihan persiaan fisik yang diajarkan ke pasien pada saat periode
sebelun operasi (pre-oprasi).
b. tujuan :
1). Mempelancarkan penderahan darah.
2). Mencegas vena sratis.
3). Mempertahankan tonus otot.
c. prosedur pelaksanaan :
Ajarkan pada pasien 3 (tiga) bentuk latihan yang berisi tentang kontraksi dan relaksasi otot
quandriceps (vastus intermedius, vastum lateralis, rectus femoris dan vastus medialis) dan otot
gastroknemius..
1). Lakukan dorsifleksi dan plantar fleksi pada kaki. Latihan kadang-kadang diberikan seperti
dalam keadaan memompa. Gerakan ini akan membuat kontraksi dan relaksasi pada otot betis.
Latihan kaki menolong mencegah terjadinya thrombophlebitis dan vena statis.
2). Fleksi dan ekstensi pada lutut dan penekanan kembali lutut ke dalam bed. Intruksikan pasien
untuk memulai latihan segera setelah operasi sesuai dengan kemampuannya.
3). Naikkan dan turunkan kaki dari permukaan bed. Ekstensikan lutut untuk menggerakkan
kaki. Latihan ini menimbulkan kontraksi dan relaksasi otot quandriceps. Awasi pasien dalam
melakukan latihan kurang lebih 1 jam setiap bangun tidur, dengan catatan frekuensi latihan
tergantung kondisi pasien. Jelaskan pada pasien bahwa dengan kontraksi otot akan mempelancar
peredaran darah.
10
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan
dengan cara merawat luka, serta memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C.
kolagen dan mempertahankan integritas dinding kapiler.
2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan nafas, tarik nafas yang dalam
dengan mulut terbuka, lalu tahan nafas selama 3 detik dan hembuskan. Atau, dapat pula
menggunakan diafragma, kemudian nafas dikeluarkan perlahan-lahan melalui mulut yang
dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang beresiko tromboflebitis atau
pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggalkan kaki pada tempat duduk
guna memperlancar vena balik.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan cairan sesuai
kebutuhan pasien ; monitor input dan output; serta mempertahankan nutrisi yang cukup.
5. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan output; serta mencegah
terjadinya retensi urine.
6. Mempertahankan aktivitas dengan latihan yang memperkuat otot sebelum ambulatory.
7. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik.
11
jahitan yang memerlukan penggantian balutan. Ibu dianjurkan untuk mandi shower bukan mandi
berendam. Berendam di dalam bak dapat menyebabkan eksudat luka lebih banyak beberapa hari
kemudian karena jaringan menyerap air.
Bila luka memerlukan pembersihan lebih lanjut, Flanagan (1997) menyarankan penggunaan
larutan salin isotonik (0,9 %) Pada suhu tubuh. Pertanyaan tentang kapan balutan luka harus
diganti msih menjadi pertanyaaan yang belum terjawab. Tampaknya perlu dilakukan pengkajian
setiap hari tanpa mengganggu luka dengan membersihkan atau mengganti balutannya kecuali
bila perlu.
Untuk ibu dengan LSCS, berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat
diimplementasikan: :
Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca operasi
Ibu harus mandi shower bila memungkinkan
Luka harus dikaji setelah operasi, dan kemudian setiap hari selama masa pasca operasi
sampai ibu diperbolehkan pulang atau dirujuk.
Luka mengeluarkan eksudat cair atau tembus kepakaian, pembalut luka harus diulanh,
sebab bila tidak luka mungkin terbuka.
Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidak
lengket.
Bula luka perlu dibersihkan dan dibalut ulang, prosedur tersebut harus dilakukan dengan
teknik bersih, dengan larutan salin minirmal yang hangat atau dengan air keran dan
balutan yang sesuai
Bila luka tampak terinfeksi, perlu dilakukan apusan dan rujukan, teknik pembalutan
aseptif harus digunakan dengan air atau salin normal dan balutan yang sesuai. Pengkajian
dilakukan sesuai saran dari dokter obstrektik.
2.6. Penatalaksanaan pasien pasca operasi
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan untuk klien post sectio caesarea meliputi :
1) Analgesik
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat suntik 75 mg meperidin IM setiap
3 jam sekali bila perlu untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa
10-15 mg morfin sulfat. Obat-obatan antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya
diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik
12
2) Tanda-tanda vital
Setelah dipindahkan ke ruang rawat, maka tanda-tanda vital pasien harus di evaluasi
setiap 4 jam sekali. Jumlah urin dan jumlah darah yang hilang serta keadaan fundus uteri
harus diperiksa, adanya abnormalitas harus dilaporkan.Selain itu suhu juga perlu diukur.
3) Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer Laktat, terbukti
sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya. Meskipun
demikian, jika output urin di bawah 30 ml perjam, pasien harus dievaluasi kembali. Bila
tidak ada manipulasi intra abdomen yang ekstensif atau sepsis, pasien seharusnya sudah
dapat menerima cairan per oral satu hati setelah pembedahan.Jika tidak, pemberian infus
boleh diteruskan.Paling lambat pada hari kedua setelah operasi, sebagian besar pasien
sudah dapat menerima makanan biasa.
4) Vesika urinaria dan usus
Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 12 sampai 24 jam post
operasi. Kemampuan mengosongkan urinaria harus dipantau sebelum terjadi distensi.
Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi gerak usus dapat menjadi gangguan pada
hari ke-2 dan ke-3 post operasi. Pemberian supositoria rectal akan diikuti dengan defekasi
atau jika gagal, pemberian enema dapat meringankan keluhan pasien.
5) Ambulasi
Pada hari pertama post operasi, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari
tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali. Ambulasi dapat ditentuka
waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru saja diberikan akan
mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan
pertolongan.Dengan ambulasi dini, trombosit vena dan emboli pulmoner jarang terjadi.
6) Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang relative ringan
tampak banyak plester sangat menguntungkan.Secara normal jahitan kulit diangkat pada
hari ke empat setelah pembedahan.Paling lambat pada hari ke tiga post partum, pasien
sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7) Laboratorium
13
Secara rutin Ht diukur pada pagi hari setelah operasi, Ht harus segera dicek kembali
bila terdapat kehilangan darah atau bila terdapat oliguri atau keadaan lain yang
menunjukan hipovolemia. Jika Ht stabil, pasien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan
apapun dan kemungkinan kecil jika terjadi kehilangan darah lebih lanjut.
2.7 Komplikasi dan penanganan pada kasus bedah
Semua jenis operasi, baik yang sederhana maupun rumit, dapat menyebabkan komplikasi
pasca bedah karena berbagai alasan, terkontrol atau tidak. Walaupun ada yang hanya bersifat
sementara dan tidak berbahaya, namun komplikasi lain dapat bersifat serius dan membahayakan
nyawa. Resiko komplikasi ini perlu dipertimbangkan sebelum pembedahan, saat pembedahan,
dan setelah pembedahan. Prosedur penanganan komplikasi pasca bedah juga sudah harus
dipersiapkan untuk keamanan pasien.
Kemungkinan terjadinya komplikasi pasca bedah ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk jenis
operasi yang dilakukan, kondisi pasien sebelum operasi, apakah pasien dirawat jalan atau rawat
inap, dan sebagainya. Beberapa komplikasi yang paling umum terjadi akibat pembedahan dan
obat bius adalah:
1. Terbentuknya abses
2. Kebingungan akut atau delirium
3. Reaksi alergi
4. Atelektasi basal atau kolaps/malfungsi paru
5. Kehilangan darah
6. Penyumbatan pencernaan (seringkali karena adhesi sel) atau terganggunya sistem
pencernaan
7. Komplikasi kardiovaskular (misalnya disritmia, infarksi, dan cedera iskemik)
8. Trombosis vena dalam (TVD) atau emboli paru
9. Luka tidak sembuh dengan baik (karena komplikasi)
10. Hematoma atau memar
11. Berkurangnya produksi urin dan tubuh tidak mendapatkan pengganti cairan yang cukup
12. Mual dan muntah
13. Pneumonia
14. Demam pasca operasi
15. Dekubitus atau luka tekan
14
16. Pendarahan primer (dapat terjadi selama atau setelah pembedahan karena meningkatnya
tekanan darah)
17. Cedera bedah karena kerusakan jaringan yang tak dapat dihindari, misalnya pada saraf di
sekitar area bedah
18. Infeksi luka atau pecahnya luka (jahitan bedah terlepas)
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan
adalah keloid, hernia di tempat sayatan bedah, radang sinus yang susah hilang, dan kambuhnya
penyebab bedah (misalnya pada kasus kanker atau penyebaran kanker).
Siapa yang Perlu Menjalani Penanganan Komplikasi Pasca Bedah dan Hasil yang Diharapkan
Perawatan pasca bedah akan diberikan pada semua pasien yang menjalani pembedahan, baik
operasi rawat jalan kecil atau operasi besar yang dilakukan di ruang operasi. Bahkan, proses
perawatan ini sudah dilakukan sebelum pembedahan, yaitu dengan mempersiapkan pasien dan
memberikan konseling. Perawatan sebelum bedah meliputi pemeriksaan kesehatan, identifikasi
faktor resiko, dan memberikan informasi jelas tentang prosedur serta pemulihan jangka pendek
dan panjang. Perawatan sebelum dan sesudah bedah biasanya akan saling melengkapi.
Saat ini, terdapat protokol untuk mencegah komplikasi pasca bedah. Langkah pencegahan dasar
meliputi pengaturan berat badan dan pola makan, intervensi untuk resiko kehilangan darah,
persiapan teknis yang baik (misalnya jenis sayatan, teknik, drainase, dan sebagainya), intervensi
kebocoran anastomosis, dan pencegahan dengan antibiotik. Melalui proses ini, pasien dan ahli
kesehatan dapat saling bekerjasama untuk memastikan keberhasilan operasi serta lancarnya
proses pemulihan.
15
2. Perawatan luka – Bekas sayatan dan penutup luka akan terus diperiksa untuk mencari
tanda-tanda infeksi.
3. Pengawasan – Tekanan darah dan denyut jantung pasien akan diawasi secara rutin.
Cairan yang masuk dan keluar tubuh pasien juga akan diperhatikan, begitu juga jumlah
sel darah dan elektrolit untuk pengganti cairan. Sistem pernapasan dan suhu tubuh juga
akan diperiksa. Perawat juga akan memeriksa apakah terjadi gangguan pencernaan,
edema kaki, bercak merah abnormal, dan nyeri (TVD).
4. Mobilisasi – Mobilisasi dini akan selalu dianjurkan setelah operasi. Pasien sebaiknya
sebisa mungkin bergerak, mengambil napas dalam, latihan menguatkan otot, dan
menggunakan alat bantu berjalan, jika diperlukan.
5. Komunikasi – Pasien akan terus diberitahu mengenai perkembangan kondisi mereka dan
diyakinkan akan adanya penanganan pasca bedah.
Tergantung pada jenis komplikasi dan kapan komplikasi terdeteksi, dokter dapat
melakukan berbagai penanganan. Sebagai contoh, pneumonia diobati dengan antibiotik
dan fisioterapi, sedangkan masalah kardiovaskular akan ditangani dengan obat-obatan atau
operasi tambahan. Pendarahan akan ditangani dengan transfusi darah, infeksi luka dengan
antibiotik topikal atau oral, dan pecahnya luka dengan analgesik atau penjahitan ulang. Pasien
harus terus diawasi agar komplikasi dapat terdeteksi sejak dini dan segera ditangani dengan baik.
Setelah pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit, perawatan pasca bedah dapat terus
berlanjut. Pasien (atau keluarga pasien) akan diberi riwayat diagnosis, rangkuman prosedur
medis, dan instruksi, misalnya untuk obat atau terapi tambahan. Informasi untuk konsultasi
lanjutan akan dicantumkan di surat pulang pasien.
Kemungkinan Komplikasi dan Resiko Penanganan Komplikasi Pasca Bedah
Semua prosedur bedah memiliki resiko dan komplikasi tertentu, sehingga penanganan
komplikasi pasca bedah menjadi hal yang sangat penting. Penanganan ini merupakan proses
rutin yang dilakukan oleh dokter bedah, dokter, dan perawat untuk menjaga keamanan,
kesehatan, dan kondisi pasien. Prosedur ini harus dilakukan oleh ahli kesehatan berpengalaman
agar komplikasi pasca bedah dapat dicegah dan ditangani dengan baik bila terjadi.
16
BAB IV
DOKUMENTASI
a) Dokumentasi Post Operasi
Tujuan utama dari awal periode post operasi adalah membantu klien kembali dalam
kondisi normal, secara sepat, aman dan senyaman mungkin. Informasi tentang perkembangan
yang diharapkan dari keadaan pada masa post anasthesi dan post operasi harus dimasukkan ke
dalam catatan permanan klien, selanjutnya kunci jangkauan dokumentasi selama periode post
operasi antara lain :
Fungsi respiratory
Status cardiovaskuler
Kembalinya fungsi neurologic
Pengakuan dan manajemen komplikasi
Kebutuhan psikososial / respon
Keamanan dan keselamatan
Keseimbangan cairan
Penyembuhan luka dan pencegahan infeksi
Tingkat aktivitas
Yang harus di dokumentasikan termasuk kegiatan pengkajian, doagnosa baru / diagnose
yang divalidasikan atau dikoreksi kembali, rencana perawatan saat ini, rumusan tujuan atau hasil
akhir yang diharapkan intervensi dan evaluasi respon klien. Perawatan harus menyadaridan
memahami hal-hal yang umum terjadi pada post operasi, komplikasi dan situasi resiko tinggi
yang perlu dilakukan pencatatan secara teliti, mendalam dan detail.
b) Transfer Assessment
17
Jumlah cairan per IV / hasil darah dalam OR/ Pacu
Meniotoring / membaca garis tekanan / CVP/ swan gans
Anasthesi
Tanda vital, suku
Pengeluaran
Status klien dalam Pacu dan pemindahan keunit perawatan
Mestinya semua informasi ini dapat dimasukkan ke dalam pencatatan post anasthesi dimana
dapat dnegan mudah dicari kembali bila diperlukan.
c) Pengkajian Utama
Respirasi, sirkulasi dan system neurologi tanda-tanda vital sangat berarti dalam
perkembangan anasthesi. System-sistem ini diprioritaskan untuk segera dikaji dalam semua
prosedur pembedahan. Berfungsi secara baik dan dapat dipantau dnegan alat-alat pemantauan
(arteri line, ICP, CVP) membutuhkan dokumentasi yang akurat berdasarkan pada petunjuk tetap /
intruksi dokter. Pengamatan kritis dicatat, pengkajian tambahan perlu dilakukan yang terdiri dari:
Lokasi balutan (warna, jumlah, konsistensi)
Lokasi selang, jalannya (warna, jumlah bau, konsistensi) portensi dan waktu
pengosongan)
Interritas kulit, daerah yang rusak / kemerahan , edema bengkak
Saluran cerna, ukuran perut, kekenyalan, penekanan, GT, ostomy, platus pengukuran
lingkar perut jika ada indikasi.
Saluran kencing, pengeluaran urine (warna, jumlah, bau) tahanan pengeluaran cateter
Muskuloskletal, traksi, penyanggahan, shek neurovaskuler, kehangatan, nadi warna,
pengisian kapiler, sensasi.
Ganggung kateter tetap dan tidak tetap
Nyeri, menyatakan lokasi, pemotongan efektivitas dari obat
Kebutuhan psikologi
Pengkajian lebih rinci pada system tubuh tertentu dibutuhkan, tergantung dari tipe pembedahan
contoh : seseorang yang telah di lakukan craniotomy akan memerlukan lebih jauh pengkajian
saraf dari pada klien yang dilakukan apendiktomi.
18
d) Diagnosa
Standar keperawatan yang memerlukan dokumentasi untuk diagnose keperawatan yang
berdasarkan pada pengkajian inisial data.
Diagnosa Tujuan yang diharapkan Intervensi
Potensial untuk trauma b.d hilangnya sensasi rasa, Tidak terjadi trauma selama post operasi Pasang pengaman
persepsi / kesadaran dan efek dari sadatif. Ditandai pada fase pembedahan Pengekangan halus
dengan : Baca pulse oksimeter
Klien gelisah Nyalakan alaram
Bingung Oksigen K/P
Belum sembuh dari anastesi Alat kerja
Nyeri Control nyeri
Hipoksia
Tidak efektifnya jalan nafas atau pola nafas b/d post Jalan nafas bersih pernapasan efektif. Hidap lender
anasthesi, reaksi sedativ dan nyeri insisi ditandai Pola nafas
dnegan : Tanda vital
Nafas buatan Suara nafas
Oral/ nasal Posisi elevasi
Batuk yang tidak efektif Batuk efektif
Sumbatan jalan nafas Baca pulse oximeter
Sianosis tingkat kedasaran
Perut yang membsar
Potensial gangguan perfusi jaringan b/d kekurangan Ganggaun perfusi jaringan tidak terjadi hitung denyut nadi
cairan perdarahan dan tidak ada pergerakan selama keadan luka / balutan
pembedahan ditandai dnegan : warna kulit /
denyut nadi lambat kehangatan
perubahan shu pergerakan
lambatnya pengisian kapile beri kompres
nyeri ubah posisi
hilangnya sensasi
terbatasnya pergerakan
Nyeri b/d adanya luka insisi ditandai dengan : Nyeri berkurang Beri analgetik,
adanya nyeri masam dosis, lokasi waktu,
sulit bergerak efek yang menyenangkan
pasien meringis kesakitan ukuran dn hasil
19
Penutuan TD dari TD semula Catat efek
Meningkatnya HR pengobatan darah, hasil
Urine sedikit < 32 ml/ hari darah, jumlah cairan
saluran / balutan
CVP normal / swangans
Potensi infeksi b/d penekanan pada kulit, ditandai Infeksi post operasi tidak terjadi Benuk / jumlah
dengan : cairan, drainage, secret
Berubah kaulitas warna, secret meningkatnya Rubah posisi /
suhu ambulasi
Meradang Ganti balutan steril
Emningkatnya keukosit darah Ukuran suhu 4 jam
Techykardi sekali kultur / darah
Semua diagnose keperawatan didokumentasikan dari indikasi kritis juga semua aktivitas
perawatan bersamaan dengan evaluasi tujuan. Pengkajian lebih lanjut psa perioperatif tediri dari :
20
Sesuai dengan PACU perawat harus mendokumentasikan perubahan klien ke arah baik.
Conothnya klien dengan inubasi yang pindah ke ICU dengan special monitoring, atau klien yang
hanya kesadarannya menurun harus mempunyai fakta dokumentasi yang disesuaikan dengan
keadaan. Bila klien tidak ada indikasi untuk Pacu meeka tidak padat post anasthesi observasi
tetap didokumentasikan.
Setelah perawata post anasthesi observasi tetap didokumentasikan :
Keadaan balutan (kering, berubah, lepas, keutuhan)
Luka draun (warna, jumlah, bau, konsistensi, lokasi)
Tanda vital, suhu
Prilaku klien
Irigasi dan cairanyang menunjukkan sebagai refluk
Keadaan kulit
Tolerasi nyeri
Pemasukan / pengeluaran
IV, cairan, lokasi, jangka waktu
Pemberian obat pada pacu
Pengkajian khusus/ akibat
injauan kejadian luar biasa dipacu
Diagnose keperawatan yang aktif pada saat klien keluar dari pacu
Hubungan dnegan orang-orang
Tanda tangan.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
Anastesi dibagi menjadi dua kelas, yaitu: Anastesi yang menghambat sensasi diseluruh
tubuh (anastesia umum) dan yang menghambat sensasi disebagian tubuh (lokal,regional,epidural
atau anastesia spinal). Persiapan pre operasi meliputi peran bidan di kamar operasi, Persiapan
fisik untuk bedah efektif, pelaksanaan konsultasi dokter obstetri gynekologi dan dokter anesthesi,
pre-medikasi, persiapan kulit, perawatan kandung kemih dan usus, stoking kompresi,
mengidentifikasi dan melepas protesis, dokumentasi, perawatan intra operatif, asuhan pasca
operasi, observasi pasca operatif, asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan SC, peran dan
tanggung jawab bidan, latihan nafas dalam dan batuk pada pra-operasi, latihan kaki, persiapan
kulit untuk pembedahan, merawat luka, memasang dower kateter. Perawatan Pasca Operasi
adalah setelah tindakan pembedahan (pasca bedah), beberapa hal yang perlu dikaji di antaranya
adalah status kesadaran, kualitas jalan nafas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat
yang digunakan dalam pembedahan.
3.2 Saran
Pemahaman terhadap materi tersebut sangat dibutuhkan apabila telah turun lapangan. Karena
jika terjadi kesalahan maka dapat berakibat fatal.
22