Anda di halaman 1dari 100

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO), kanker payudara adalah

kanker yang paling sering terjadi pada wanita, yang memberikan dampak pada

lebih dari 1,5 juta wanita setiap tahunnya. Data dari National Cancer Institute

(NCI) terdapat 18,1 juta kasus kanker baru dan 9,6 juta kematian yang terjadi di

tahun 2018, dimana 627 ribu kematian disebabkan oleh kanker payudara (NCI,

2019).

Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari jaringan payudara

yang metastasis, terdeteksi secara klinis atau radiologis dilokasi yang lebih dalam

dari payudara dan sulit untuk di sembuhkan (Dipiro et al., 2015)

Kanker payudara (KPD) adalah keganasan pada jaringan payudara yang

dapat berasal dari epitel duktus maupun lobusnya (Kemenkes RI, 2015).

Angka kejadian penyakit kanker di Indonesia (136.2/100.000 penduduk)

berada pada urutan 8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia urutan ke 23. Angka

kejadian kanker payudara di Indonesia adalah sebesar 42,1 per 100.000 penduduk

dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2019).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi tumor

atau kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1,4 per 1000

penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk di tahun 2018.

Prevalensi kanker tertinggi adalah di provindi DI Yogyakarta yaitu 4,86 per 1000

penduduk, peringkat ke dua yaitu Sumatera Barat 2,47 per 1000 penduduk dan

Gorontalo 2,44 per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2019)

1
Terapi kanker dilakukan dengan tiga cara utama yaitu operasi, radiasi dan

kemoterapi. Walaupun sangat efektif untuk mengobati berbagai tipe kanker,

operasi dan radiasi merupakan terapi yang hanya bersifat lokal. Kebanyakan

pasien memiliki penyakit yang telah menyebar saat diagnosis sehingga terapi

lokal sering gagal dalam mengeliminasi kanker secara keseluruhan. Pada sisi lain,

kemoterapi dapat mencapai sirkulasi sistemik dan secara teoritis mampu

mengobati tumor utama dan penyebarannya (Dipiro et al., 2009).

Pemberian kemoterapi pada pasien kanker payudara berbeda-beda untuk

setiap pasien tergantung stadium kanker payudara yang diderita pasien. Perbedaan

tersebut terletak pada regimen kemoterapi yang diberikan, yang meliputi jenis dan

dosis obat sitotoksik yang diberikan, interval waktu pemberian obat sitotoksik,

serta jumlah siklus kemoterapi yang dijalani oleh pasien sehingga terjadi

perbedaan pada lamanya perawatan pasien dan besarnya biaya yang ditanggung

setiap pasien kanker payudara (Lidgren, 2007). Efek samping dan toksisitas akibat

penggunaan kemoterapi juga dapat mempengaruhi besarnya biaya yang perlu

dikeluarkan oleh pasien.

Kanker dan efek samping terapinya sering berhubungan dengan

penurunan kualitas hidup. Walaupun kemajuan di bidang pengobatan kanker

dapat meningkatkan hasil terapi pada pasien kanker, seperti tingkat kelangsungan

hidup dan kondisi bebas penyakit, pasien tetap berlanjut merasakan dampak besar

dari kanker dan pengobatannya pada beberapa kondisi fisik dan psikososial

(Perwitasari et al., 2011).

Biaya untuk kemoterapi mempunyai porsi 59% dari total biaya

pengobatan pasien kanker di rumah sakit, sedangkan biaya obat lain dan

2
pemeriksaan mempunyai porsi 25% dan 16% dari biaya pengobatan total

(Maniadakis, 2009). Dengan meningkatnya perhatian terhadap biaya pada

pelayanan kesehatan sekarang ini, apoteker dan penyedia layanan kesehatan lain

membutuhkan data analisa biaya untuk mendapatkan informasi ekonomi

kesehatan yang terkait dengan terapi obat (McCloskey, 2001).

Cost Effectiveness Analysis (CEA) dapat didefinisikan sebagai suatu

analisis yang bertujuan mengidentifikasi, mengukur, dan membandingkan biaya

dan konsekuensi atas berbagai intervensi alternative. CEA adalah bentuk analisis

yang mendefinisikan, menilai dan membandingkan input (masukan) dan output

(keluaran). Input adalah sumber daya konsumsi atau biaya, sedangkan output

adalah konsekuensi pelayanan atau hasil kesehatan. Input dalam CEA dinilai

dalam unit moneter, sedangkan output dinilai dalam unit nonmoneter (Afdhal,

2011). CEA menggambarkan kerangka untuk membandingkan dua atau lebih

pilihan keputusan dengan cara menghitung rasio perbedaan pada biaya dan

perbedaan pada efektivitas di antara pilihan-pilihan tersebut (Smith dan Roberts

dalam Arnold, 2010). Hasil CEA dituliskan sebagai rasio yaitu Average Cost

Effectiveness Ratio (ACER) yang menggambarkan total biaya program atau

alternatif terapi dibandingkan dengan outcome yang diperoleh dan Incremental

Cost Effectiveness Ratio (ICER) yaitu rasio perbedaan antara biaya dari dua

alternatif dengan perbedaan efektivitas antara alternatif (Dipiro et al., 2009).

RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit rujukan untuk

daerah Sumatera Barat dan sekitarnya. Sebagai rumah sakit pemerintah sekaligus

rumah sakit pendidikan, RSUP Dr. M. Djamil Padang melayani masalah

kesehatan dari segala aspek lapisan masyarakat. Di rumah sakit ini, pelayanan

3
dalam penanganan kanker sudah cukup lengkap yaitu dengan adanya bangsal

kemoterapi, meliputi pelayanan rawat inap dan rawat jalan, serta unit radioterapi

(Anonim, 2019).

Dalam pemilihan prioritas strategi pengobatan mana yang memberikan

outcome pengobatan yang baik, perlu dilakukan analisis yang mengkaitkan antara

biaya yang dibutuhkan dengan outcome yang dihasilkan. Pengambilan keputusan

dalam pengobatan tidak hanya mempertimbangkan keamanan, khasiat dan mutu

saja, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai ekonominya. Faktor ekonomi

yang penting adalah pemilihan obat yang cost effective, artinya biaya pengobatan

lebih terjangkau oleh masyarakat dan efektif untuk mendapatkan hasil klinik yang

baik (Erni et al,. 2014)

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian ini agar dapat diketahui bagaimana karakteristik sosiodemogafi dan

karakteristik klinis, nilai ACER dan ICER serta bagaimana perbandingan

efektivitas biaya regimen kemoterapi pasien kanker payudara yang sedang

menjalani kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian adalah:

1. Bagaimana karakteristik sosiodemografi dan karakteristik klinis pasien

kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil

Padang?

2. Berapa nilai Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) dari beberapa

alternatif regimen kemoterapi yang digunakan untuk pasien kanker

payudara di RSUP Dr. M. Djamil Padang?

4
3. Berapa nilai Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) dari beberapa

alternatif regimen kemoterapi yang digunakan untuk pasien kanker

payudara di RSUP Dr. M. Djamil Padang?

4. Bagaimana perbandingan efektivitas biaya masing-masing regimen

kemoterapi yang digunakan oleh pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil Padang?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui nilai Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) dari beberapa

alternatif regimen kemoterapi yang digunakan untuk pasien kanker

payudara di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2. Mengetahui nilai Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) dari

beberapa alternatif regimen kemoterapi yang digunakan untuk pasien

kanker payudara di RSUP Dr. M. Djamil Padang

3. Mengetahui perbandingan efektivitas biaya masing-masing regimen

kemoterapi yang digunakan oleh pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil Padang

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:

1. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai tambahan

pertimbangan dalam pemilihan pengobatan bagi pasien kanker payudara

yang sedang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

5
2. Bagi Pasien Kanker Payudara

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi pasien kanker

payudara yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai biaya medik

langsung pada pengobatan pasien kanker payudara yang sedang menjalani

kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan acuan bagi

penelitian lanjutan terhadap Cost Effectiveness Analysis pasien yang

sedang menjalani kemoterapi baik kanker payudara ataupun kanker

lainnya.

6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

2.1.1 Definisi Kanker Payudara

Menurut The American Cancer Society (2012), kanker payudara diawali

dengan tumor ganas pada sel di payudara. Tumor ganas adalah sekelompok sel-sel

kanker yang dapat berkembang ke jaringan di sekitarnya atau menyebar

(metastasis) menuju area yang lebih dalam. Penyakit ini kebanyakan menyerang

wanita, namun laki-laki juga memiliki kemungkinan menderita penyakit ini.

Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari jaringan payudara.

Penyakit yang terbatas pada lesi payudara yang terlokalisir sebagai awal penyakit

yang dapat disembuhkan, bila lesi lebih dalam pada jaringan payudara dan masuk

ke stadium lanjut maka tidak dapat disembuhkan (Dipiro et al., 2015)

Payudara wanita dewasa terletak di antara tulang rusuk kedua dan keenam

dan antara tepi sternal dan linea midaxillaris. Payudara terdiri dari kulit, jaringan

subkutan, dan jaringan payudara, dengan jaringan payudara termasuk elemen

epitel dan stroma. Elemen epitel membentuk 10% sampai 15% dari massa

payudara, dan sisanya adalah stroma. Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20

lobus dari kelenjar yang didukung oleh jaringan ikat fibrosa. Ruang antara lobus

diisi dengan jaringan adiposa, dan jumlah jaringan adiposa berpengaruh dalam

perubahan ukuran payudara. Pasokan darah di payudara berasal dari interna

payudara dan arteri torakalis lateral (DeVita et al., 2008). Kanker payudara bias

tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat

pada payudara (Pane, 2002).

7
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang

disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi (DeVita et al.,

2008). Adanya benjolan tanpa rasa sakit pada payudara, kemerahan pada

payudara, terjadi edema dan nyeri pada payudara merupakan tanda awal dari

kanker payudara. (Dipiro et al., 2009)

Beberapa agen berperan sebagai inisiator, agen ini disebut karsinogen yang

bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi atau sinar matahari. Selanjutnya agen

menyebabkan perubahan permanen pada sel-sel namun tidak secara langsung

menyebabkan kanker. Masing-masing sel memiliki kepekaan yang berbeda

terhadap suatu karsinogen. Kontak dengan inisiator dapat menyebabkan mutasi

gen. Agen lain bertindak sebagai promotor, mengakibatkan perubahan sementara

dan hanya menyebabkan kanker jika kontak terjadi terus-menerus pada sel yang

telah diinisiasi oleh agen lain. Dari pandangan klinik, kanker muncul akibat

paparan jangka lama oleh suatu agen (DeVita et al., 2008; Tobias & Hochhauser,

2010).

2.1.2 Tipe Kanker Payudara

National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Guidelines tahun 2012

membagi tipe kanker payudara menjadi 2 tipe utama yaitu:

2.1.2.1 Kanker payudara noninvasif


a) Lobular carcinoma in situ (LCIS)

Lobular carcinoma in situ atau LCIS merupakan diagnosis mikroskopik,

bukan abnormalitas yang mencolok. Oleh karena itu, LCIS sulit di diagnosis

dengan pemeriksaan klinik secara langsung. (Dipiro et al., 2009).

8
b) Ductal carcinoma in situ (DCIS)

Tipe Ductal carcinoma in situ (DCIS) lebih sering ditemukan dibanding

LCIS dengan rasio sekitar 6 hingga 3:1. Terdapat lima perbedaan pola histologi

dari DCIS yaitu: comedo, cribriform, micropapillary, papillary, dan solid (Dipiro

et al., 2009). Pada awalnya kanker muncul sebagai proliferasi atipikal dari

epithel ductal yang akhirnya mengisi dan menyumbat pembuluh dengan sel

neoplastik. DCIS terlokalisasi tak dapat dirasakan dengan rabaan namun lebih

sering nampak pada pemeriksaan mamografi sebagai daerah dengan

mikrokalsifikasi. Tidak semua DCIS akan berkembang secara pasti, tetapi

kemungkinan perkembangan kanker invasif diperkirakan sekitar 30-50%

(Cassidy et al., 2002).

2.1.2.2 Kanker payudara invasif

a) Ductal carcinoma

Tipe ini terdapat pada 75% kanker payudara. Sel-sel ganas berasosiasi

dengan stroma fibrosa sehingga berubah menjadi cairan kental (karsinoma

scirrhous). Tumor menyerang melalui jaringan payudara ke dalam limfatik dan

vaskular, untuk mendapatkan akses menuju noda regional (aksila dan internal

mammae) dan sirkulasi sistemik. Tingkatan histologis tumor dinilai dari tiga fitur

(pembentukan tubulus, pleomorfisme nuklir, dan frekuensi mitosis) dan prediksi

perilaku tumor (Cassidy et al., 2002). Tipe ini sering kali mengalami metastasis

ke tulang, liver, paru-paru atau otak (Dipiro et al., 2009).

9
b) Lobular carcinoma

Lobular carcinoma terjadi pada sekitar 5-10 % pada tumor payudara.

Presentasi yang spesifik dari tipe ini adalah adanya penebalan di payudara,

berbeda dengan adanya gumpalan yang menonjol pada ductal carcinoma. Tipe

ini umumnya mengalami metastasis ke permukaan meningeal dan serosal serta

bagian lainnya yang lebih jarang (Dipiro et al., 2009).

2.1.3 Faktor Resiko Kanker Payudara

Beberapa faktor resiko dari kanker payudara yaitu:

2.1.3.1 Umur

Resiko perkembangan kanker payudara meningkat dengan bertambahnya

umur. Menurut American Cancer Society (2012), 1 dari 8 kanker payudara non

invasif ditemukan pada wanita yang berumur kurang dari 45 tahun, sementara

sekitar 2 dari 3 kanker payudara invasif ditemukan pada wanita dengan umur

lebih dari 55 tahun. Dibandingkan dengan kanker paru-paru, kejadian kanker

payudara lebih banyak terjadi pada usia yang lebih muda (McPherson et al.,

2000).

2.1.3.2 Jenis Kelamin

Wanita termasuk dalam faktor risiko terjadinya kanker payudara. Laki-laki

dapat terkena kanker payudara namun penyakit ini 100 kali lebih sering terjadi

pada wanita dibanding laki-laki (The American Cancer Society, 2012).

10
2.1.3.3 Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga pada kanker payudara memiliki resiko lebih besar pada

wanita yang keluarganya pernah menderita kanker payudara. Perkiraan empiris

dari risiko tersebut berhubungan dengan pola tertentu pada riwayat keluarga, yaitu

(Dipiro et al., 2009):

a) Memiliki garis keturunan pertama dengan penderita kanker payudara

meningkatkan risiko 2 hingga 3 kali.

b) Risiko lebih tinggi berhubungan dengan kanker payudara yang muncul pada

usia kurang dari 45 tahun pada satu atau lebih garis keturunan pertama.

c) Memiliki lebih dari satu garis keturunan pertama yang menderita kanker

payudara secara tidak konsisten berhubungan dengan kenaikan risiko.

d) Memiliki garis keturunan kedua yang menderita kanker payudara

meningkatkan risiko sekitar 50%.

e) Keluarga dari sisi maternal maupun paternal memiliki risiko yang hampir

sama.

2.1.3.4 Gaya Hidup

Diet dan berat badan merupakan beberapa faktor gaya hidup yang

berhubungan dengan risiko kanker payudara. Terdapat korelasi antara kejadian

kanker payudara dengan dietary fat intake, namun korelasi ini tidak kuat. Obesitas

berhubungan dengan kenaikan dua kali lipat risiko kanker payudara pada wanita

postmenopause sementara pada wanita premenopause berhubungan dengan

penurunan kejadian kanker payudara (McPherson et al., 2000).

11
2.1.3.5 Periode Menstruasi

Menstruasi pada usia dini yaitu menstruasi yang dimulai pada umur

kurang dari 12 tahun. Penelitian menunjukkan risiko kumulatif kanker payudara

yang lebih besar dibanding menstruasi yang dimulai pada umur 16 tahun atau

lebih (Dipiro et al., 2009).

2.1.3.6 Riwayat Kanker

American Cancer Society pada tahun 2012 menjelaskan bahwa wanita

dengan kanker pada salah satu sisi payudara memiliki peningkatan risiko 3 hingga

4 kali untuk kembali menderita kanker pada sisi lain dari payudaranya.

2.1.4. Diagnosis Kanker Payudara

2.1.4.1 Pemeriksaan Fisik (Anamnesis)

Pemeriksaan awal adalah pemeriksaan pada pasien dalam posisi duduk

dengan mengamati simetri, inversi puting, perubahan kulit dan kontur payudara

(Barber et al., 2008). Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat gejala fisik

yang terlihat pada pasien seperti benjolan di payudara, kecepatan tumbuh dengan

atau tanpa rasa sakit, Nipple discharge, retraksi putting susu dan krusta, kelainan

kulit, dimpling, Peau d’orange, ulserasi, venektasi. Benjolan di ketiak dan edema

lengan serta keluhan tambahan seperti nyeri tulang (vertevra, femur) dan sesak

(Kemenkes RI, 2015).

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan

sistemik.Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis

(tanda vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari kemungkinan adanya

metastase dan atau kelainan medis sekunder (Kemenkes RI, 2015).

12
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan

regionalis.Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, inspeksi dan palpasi.

Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan posisi

lengan di samping, di atas kepala dan bertolak pinggang. Inspeksi pada kedua

payudara, aksila dan sekitar klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi

tanda tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening

(Kemenkes RI, 2015).

Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang (supine),

lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal. kedua payudara

dipalpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial.

Palpasi aksila dilakukan dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan lengan

pemeriksa menopang lengan pasien. Palpasi juga dilakukan pada infra dan

supraklavikula (Kemenkes RI, 2015).

2.1.4.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan klinik ini direkomendasikan pada wanita dengan risiko

menengah kanker payudara dan dimulai sejak awal umur 20an tahun.

Pemeriksaan ini seharusnya menjadi pemeriksaan kesehatan periodik minimal

setiap 3 tahun sekali. Wanita dengan umur di atas 40 tahun seharusnya melakukan

pemeriksaan ini setiap tahun dan lebih ideal bila dilakukan sebelum mamografi

rutin tiap tahun (Cassiato et al., 2009). Pemeriksaan Laboratorium meliputi

pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan

metastasis.

13
2.1.4.3 Teknik Imaging

a) Mamografi

Mamografi merupakan teknik yang paling sensitif dan spesifik untuk

mendeteksi kanker payudara. Payudara dikompresi untuk meratakan jaringan

payudara dan untuk mengurangi gerakan dan tumpang tindih bayangan. Ketebalan

yang seragam dari jaringan meningkatkan kualitas gambar dan kontras. Radiasi

rendah energi dipaparkan pada payudara sehingga menghasilkan gambar dengan

kontras tinggi. Sekitar 7% wanita menyatakan pemeriksaan ini sangat

menyakitkan, dan sebagian besar merasa tidak nyaman (Cassidy et al., 2002).

Mamografi memungkinkan deteksi massa lesi, daerah distorsi parenkim,

dan mikrokalsifikasi. Payudara relatif lebih padat pada wanita yang lebih muda

maka mamografi biasanya tidak dilakukan pada wanita yang berusia di bawah 35

tahun (Barber et al., 2008).

Mamografi dilakukan pada wanita usia diatas 35 tahun. Pemeriksaan

mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari pertama

masa menstruasi, karena pada masa ini akan mengurangi rasa tidak nyaman pada

wanita pada saat di kompresi dan akan memberikan hasil yang optimal

(Kemenkes RI, 2015).

b) Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan melalui USG dilakukan menggunakan gelombang suara

frekuensi tinggi yang dilewatkan pada payudara, refleksi terdeteksi dan diubah

menjadi gambar. USG payudara aman, tanpa rasa sakit, dan cocok untuk

digunakan di segala usia. Pada pasien kanker, teknik ini berguna untuk memandu

14
biopsi inti dan menilai ukuran, multifokalitas, dan adanya metastasis kelenjar

getah bening (Barber et al., 2008).

2.1.4.4 Biopsi
Jika pasien memiliki gambaran mamogram mencurigakan, dokter akan

menjalani biopsi. Ada empat cara unutk mendapatkan biopsi yang dilakukan

hanya dengan sedikit operasi (Kemenkes RI, 2015):

a. Biopsi aspirasi jarum halus (fine neddle aspiration biopsy)

Jarum berongga sangat kecil dimasukkan ke dalam payudara. Sampel sel

diambil dan diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini tidak meninggalkan

bekas luka.

b. Biopsi jarum inti (core needle biopsy)

Jarum dengan ukuran lebih besar dimasukkan untuk mengambil beberapa

sampel jaringan yang lebih besar dari area yang terlihat mencurigakan. Untuk

melakukan metode ini, ahli bedah harus membuat sayatan kecil. Hal tersebut

akan meninggalkan bekas luka kecil yang nyaris tak terlihat setelah beberapa

minggu.

c. Tru-Cut Biopsi (Core Biopsy)

Tru-Cut Biopsi menghasilkan penilaian hispatologi. Tru-Cut Biopsi

dikerjakan dengan memakai alat khusus dan jarum khusus no G12-16.

d. Biopsi Terbuka dan spesimen operasi

Biopsi terbuka dilakukan dengan menggunakan irisan pisau bedah dan

mengambil sebagian atau seluruh tumor, baik dengan bius lokal atau bius

umum.

15
2.1.4.5 MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT-SCAN

Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mamografi, namun

secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena biaya mahal

dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat

dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada

payudara dengan implant, dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk

menderita kanker payudara (Kemenkes RI, 2015).

2.1.4.6 Pemeriksaan Immunohistokimia

Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah metode pemeriksaan

menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam potongan

jaringan (tissue sections) ataupun bentuk preparasi sel lainnya. IHK merupakan

standar dalam menentukan subtipe kanker payudara.Pemeriksaan IHK pada

karsinoma payudara berperan dalam membantu menentukan prediksi respons

terapi sistemik dan prognosis (Kemenkes RI, 2015).

Pemeriksaan imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk kanker

payudara adalah (Kemenkes RI, 2015):

a) Reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron

(PR).

b) HER2

c) Ki-67

Pemeriksaan ER dan PR dilakukan pada material dari blok parafin (spesimen

core biopsy dan eksisi), dan dapat juga dari hapusan sitologi atau cell block.

Pemeriksaan harus dilakukan pada spesimen yang difiksasi dengan Neutral

16
Buffer Formalin (NBF) 10%.Hasil dinyatakan positif apabila > 1% inti sel

terwarnai ( baik dengan intensitas lemah, sedang, ataupun kuat). Pemeriksaan

status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah direkomendasikan untuk

karsinoma payudara invasif (DCIS tidak dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan

HER2 harus dilakukan pada blok paraffin dari jaringan yang difiksasi dengan

NBF 10% dan tidak dapat dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan

HER2 positif pada HER (Kemenkes RI, 2015).

2.1.5 Stadium Kanker Payudara

Sistem yang paling sering digunakan untuk menggambarkan stadium

adalah sistem TNM dari American Joint Committe on Cancer (AJCC). Klasifikasi

stadium kanker berdasarkan stadium T, N, dan M. Huruf T berarti tumor (ukuran

dan seberapa jauh penyebarannya pada payudara dan sekitarnya). Huruf N berarti

penyebaran pada nodul limfa (sekumpulan sel sistem imun yang membantu

melawan infeksi dan kanker). Huruf M berarti metastasis (menyebar ke organ

yang jauh) (The American Cancer Society, 2012).

Tabel 2.1. Kategori TNM pada kanker payudara


Tumor Primer (T) Keterangan
TX Tumor primer tidak bisa diperkirakan
T0 Tidak ada tumor primer
Karsinoma in situ; karsinoma intraduktal,
Tis karsinoma in situ lobular atau Paget disease
pada puting susu tanpa adanya massa tumor
T1 Paling besar ukuran tumor ≤ 2 cm (3/4 inchi)
Paling besar ukuran tumor lebih dari 2 cm
T2
tetapi tidak lebih dari 5 cm (2 inchi)
T3 Paling besar ukuran tumor lebih dari 5 cm
Tumor dengan ukuran berapapun yang
T4
berkembang pada dinding payudara atau kulit
Limfa nodi regional
(N)
Limfa nodi regional tidak dapat diperkirakan
NX
(misalnya telah dibuang sebelumnya)

17
N0 Kanker belum menyebar ke limfa nodi regional
Kanker telah menyebar ke 1 sampai 3 limfa
N1
nodi aksilar di bawah lengan
Kanker telah menyebar ke 4 sampai 9 limfa
N2
nodi di bawah lengan
Kanker telah menyebar ke 10 atau lebih limfa
N3 nodi di bawah lengan atau juga meliputi limfa
nodi di daerah lain sekitar payudara
Metastasis (M)
MX Metastasis jauh tidak bisa diperkirakan
M0 Tidak ada penyebaran jauh
M1 Ada metastasis jauh
Sumber : (The American Cancer Society, 2012)

Stadium klinis kanker payudara biasa ditentukan setelah dilakukan

pemeriksaan fisik untuk melihat ukuran tumor dan status limfa nodi regional

dan pemeriksaan radiologik untuk melihat kemungkinan metastase jauh.

Kepentingan stadium klinis ini adalah untuk merencanakan terapi dan

meramalkan prognosis (Dipiro et al., 2009).

Tabel 2.2. Pengelompokkan stadium kanker


Stadium Tumor Nodi Metastasis
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
IIA TO N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC T apapun N3 M0
IV T apapun N apapun M0
Sumber: AJCC (Tobias & Hochhauser, 2010)

18
Mamografi dan USG bisa digunakan untuk memperkirakan

ukuran tumor dan mendeteksi jaringan multifokal, melalui teknik imaging

penilaian yang akurat akan lebih mudah diperoleh dibanding dengan

pemeriksaan klinik. Pada saat diagnosis, USG secara luas digunakan untuk

melihat keterlibatan nodul limfa aksilari. Metastasis jarang ditemukan pada

wanita dengan kanker payudara stadium awal. Namun beberapa tes tetap

perlu dilakukan seperti tes darah, urea, elektrolit, tes fungsi hati, kalsium

dan Xray dada. Hal ini dilakukan untuk lebih memastikan keadaan pasien.

Untuk pasien dengan risiko metastasis lebih tinggi seperti pasien dengan

ukuran tumor yang besar, pembesaran nodul limfa aksilari, pemeriksaan

lebih lanjut dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tulang, CT-Scan, maupun

PET (Barber et al., 2008).

2.1.6 Terapi Kanker Payudara

2.1.6.1 Terapi Lokal-Regional


1) Pembedahan

Hampir semua wanita yang menderita kanker payudara

mendapatkan terapi dengan pembedahan. Dua tipe pembedahan yang paling

umum adalah breast cancer conserving surgery dan mastektomi (NCCN,

2012).

Quadrantektomi diperkenalkan pada awal 1970-an merupakan

breast conserving surgery dengan menghilangkan kanker primer yang

memiliki diameter 2,0 cm dari jaringan payudara normal. Lumpektomi

adalah operasi untuk menghilangkan massa tumor dengan jaringan normal

yang terbatas (1 cm). Percobaan acak dengan membandingkan breast

19
conserving surgery diikuti radioterapi dengan mastektomi menunjukkan

tingkat kontrol lokal dan kelangsungan hidup. Breast conserving surgery

tidak selalu cocok untuk wanita dengan penyakit multifokal dan tumor

besar pada payudara yang kecil. Beberapa pasien memilih mastektomi

karena kemungkinan dapat menghindari radioterapi (Cassidy et al., 2002).

a) Mastektomi
Mastektomi pada kanker payudara ada beberapa jenis (Kemenkes RI,

2015) , yaitu:

1) Mastektomi Radikal Modifikasi (MRM)


MRM adalah tindakan pengangkatan tumor payudara dan seluruh

payudara termasuk kompleks puting-areola, disertai diseksi kelenjar getah

bening aksilaris level I sampai II secara en bloc. Pembedahan jenis ini

dilakukan pada Kanker payudara stadium I, II, IIIA dan IIIB. Bila

diperlukan pada stadium IIIb, dapat dilakukan setelah terapi neoajuvan

untuk pengecilan tumor.

2) Mastektomi Radikal Klasik (Classic Radical Mastectomy)

Mastektomi radikal adalah tindakan pengangkatan payudara,

kompleks puting-areola, otot pektoralis mayor dan minor, serta kelenjar

getah bening aksilaris level I, II, III secara en bloc. Jenis tindakan ini

merupakan tindakan operasi yang pertama kali dikenal oleh Halsted untuk

kanker payudara, namun dengan makin meningkatnya pengetahuan biologis

dan makin kecilnya tumor yang ditemukan maka makin berkembang

operasi operasi yang lebih minimal. Pembedahan ini dilakukan pada kasus

Kanker payudara stadium IIIb yang masih operable dan tumor dengan

infiltrasi ke muskulus pectoralis major .

20
3) Mastektomi dengan teknik onkoplasti
Rekonstruksi bedah dapat dipertimbangkan pada institusi yang

mampu ataupun ahli bedah yang kompeten dalam hal rekonstruksi payudara

tanpa meninggalkan prinsip bedah onkologi. Rekonstruksi dapat dilakukan

dengan menggunakan jaringan autolog seperti latissimus dorsi (LD) flap atau

transverse rectus abdominis myocutaneous (TRAM) flap; atau dengan

prosthesis seperti silikon. Rekonstruksi dapat dikerjakan satu tahap ataupun

dua tahap, misal dengan menggunakan tissue expander sebelumnya.

4) Mastektomi Simpel
Mastektomi simpel adalah pengangkatan seluruh payudara beserta

kompleks puting- areolar,tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila.

Pembedahan ini dilakukan pada kasus Tumor phyllodes besar , Keganasan

pada kanker payudara stadium lanjut dengan tujuan paliatif menghilangkan

tumor, Penyakit Paget tanpa massa tumor dan DCIS

5) Mastektomi Subkutan (Nipple-skin-sparing mastectomy)


Mastektomi subkutan adalah pengangkatan seluruh jaringan

payudara, dengan preservasi kulit dan kompleks puting-areola, dengan atau

tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila, mastektomi ini digunakan untuk

tujuan Mastektomi profilaktik dan Prosedur onkoplasti.

b) Breast Conserving Therapy (BCT)

BCT adalah pembedahan atas tumor payudara dengan

mempertahankan bentuk (cosmetic) payudara, dibarengi atau tanpa dibarengi

dengan rekonstruksi. Tindakan yang dilakukan adalah lumpektomi atau

kuadrantektomi disertai diseksi kelenjar getah bening aksila level 1 dan level

21
2. Tujuan utama dari BCT adalah eradikasi tumor secara onkologis dengan

mempertahankan bentuk payudara dan fungsi sensasi (Kemenkes RI, 2015).

BCT merupakan salah satu pilihan terapi lokal kanker payudara

stadium awal. Beberapa penelitian RCT menunjukkan DFS dan OS yang

sama antara BCT dan mastektomi. Namun pada follow up 20 tahun

rekurensi lokal pada BCT lebih tinggi dibandingkan mastektomi tanpa ada

perbedaan dalam OS. Sehingga pilihan BCT harus didiskusikan terutama

pada pasien kanker payudara usia muda. Secara umum, BCT merupakan

pilihan pembedahan yang aman pada pasien kanker payudara stadium awal

dengan syarat tertentu (Kemenkes RI, 2015).

Tambahan radioterapi pada BCS dikatakan memberikan hasil yang

lebih baik untuk kasus Kanker payudara stadium I dan II serta Kanker

payudara stadium III dengan respon parsial setelah terapi neoajuvan

(Kemenkes RI, 2015).

c) Salfingo Ovariektomi Bilateral (SOB)

Salfingo ovariektomi bilateral adalah pengangkatan kedua ovarium

dengan/ tanpa pengangkatan tuba Falopii baik dilakukan secara terbuka

ataupun per- laparaskopi .Tindakan ini boleh dilakukan olehspesialis bedah

umum atau Spesiali Konsultan Bedah Onkologi, dengan ketentuan tak ada

lesi primer di organ kandungan. SOB di indikasikan untuk Kanker payudara

stadium IV premenopausal dengan reseptor hormonal positif dengan

catatan Stadium IV dengan reseptor hormonal negatif dapat dilakukan dalam

konteks penelitian klinis dan harus mendapatkan ethical clearance dari

lembaga yang berwenang (Kemenkes RI, 2015).

22
2) Terapi radiasi

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar berenergi tinggi

(atau partikel) untuk menghancurkan sel kanker yang tertinggal di belakang

payudara, dinding dada, atau limfa nodi setelah pembedahan (NCCN, 2012).

Iradiasi payudara telah terbukti mengurangi resiko kekambuhan lokal setelah

operasi payudara dari sekitar 30% sampai kurang dari 10% pada 10 tahun

(Cassidy et al., 2002).

2.1.6.2 Terapi sistemik


1) Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi dengan obat yang dapat membunuh sel kanker

yang dapat diberikan secara intravena atau peroral. Obat tersebut mengikuti

aliran darah untuk mencapai sel kanker pada semua bagian tubuh. Kemoterapi

direkomendasikan berdasarkan ukuran tumor, stadium tumor, serta ada atau

tidaknya keterkaitan limfa nodi (The American Cancer Society, 2012).

Efek samping umum dari kemoterapi antara lain kelesuan, mual dan

muntah, rambut rontok, mucositis, supresi sumsum tulang, dan tromboemboli.

Antrasiklin jika diberikan dalam dosis besar kumulatif dapat menyebabkan

kerusakan jantung dan taxanes berhubungan dengan kemungkinan tinggi

sepsis neutropaenic dan neurotoksisitas (Barber et al., 2008).

Pasien kanker payudara yang bebas penyakit setelah pengobatan lokal dan

regional pengobatan tetap memiliki kemungkinan kambuh dan metastase

penyakit. Risiko metastasis rendah dalam kasus-kasus dengan karsinoma

berukuran kecil dan noda negatif, risiko semakin meningkat dengan ukuran

karsinoma primer dan jumlah noda metastasis aksila (Cassidy et al., 2002).

23
Kemoterapi umumnya digunakan dalam pengaturan ajuvan setelah

pengobatan lokal kanker payudara pada pasien dengan prognosis kanker

moderat dan buruk. Terapi endokrin (yang mengurangi pembelahan sel-sel

kanker) umumnya tidak digunakan bersamaan dengan kemoterapi.

Kemoterapi juga dapat digunakan dalam pengaturan neo adjuvant untuk

pengobatan awal pada kanker payudara dengan ukuran besar atau stadium

lanjut, dalam upaya untuk mengurangi ukuran kanker agar memungkinkan

dilakukan operasi (Barber et al., 2008).

Beberapa rejimen kemoterapi yang umum digunakan untuk stadium awal

kanker payudara antara lain (Swart, 2012):

a) TAC yang terdiri dari Docetaxel (Taxotere), Doxorubicin (Adriamycin) dan

Cyclophosphamide.

b) AC diikuti dengan T yaitu: Doxorubicin (Adriamycin), Cyclophosphamide

kemudiaan diikuti dengan pemberian Paclitaxel.

c) FAC yang terdiri dari Florouracil (5-FU), Doxorubicin (Adriamycin) dan

Cyclophosphamide.

d) CMF yang terdiri dari Cyclophosphamide, Methotrexat dan Florouracil (5-

FU).

e) FEC yang terdiri dari Florouracil (5-FU), Epirubicin dan

Cyclophosphamide.

Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau

kombinasi obat kemoterapi.Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya

sebanyak 6 – 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek

samping yang masih dapat diterima. Hasil pemeriksaan imunohistokimia

24
memberikan beberapa pertimbangan penentuan regimen kemoterapi yang akan

diberikan (Kemenkes RI, 2015).

Beberapa kombinasi obat kemoterapi yang telah menjadi standar lini

pertama (first line) adalah (Kemenkes RI, 2015) :

 CMF
 Cyclophospamide100 mg/m2, hari 1 s/d 14 (oral)(dapat diganti injeksi

cyclophosphamide 500 mg/m2, hari 1 & 8 )

 Methotrexate 50 mg / m2 IV, hari 1 & 8

 5 Fluoro-uracil 500 mg/m2 IV,hari 1 & 8

Interval 3-4 minggu, 6 siklus


 CAF
 Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1

 Doxorubin (Adryamycin) 50 mg/m2, hari

 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1

Interval 3 minggu / 21 hari, 6 siklus

 CEF
 Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1

 Epirubicin 70 mg/m2, hari 1

 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1

Interval 3 minggu / 21 hari, 6 siklus

2) Terapi hormonal

Enam puluh persen dari kanker payudara memiliki estrogen reseptor

positif. Tamoxifen dapat meningkatkan kelangsungan hidup dengan bebas

penyakit secara keseluruhan pada semua wanita, terutama pasca-menopause.

25
Manfaat dari terapi ini berkurang jika ER (estrogen receptor) diketahui negatif

(Cassidy et al., 2002).

Tamoxifen adalah modulator reseptor estrogen selektif yang memiliki

aksi antagonis dalam kanker payudara dengan reseptor estrogen. Tamoxifen

mengurangi risiko kematian akibat kanker payudara sekitar 25% dan efektif

dalam semua kelompok usia terlepas dari status menopause-nya. Dosis 20 mg

perhari biasanya diberikan selama 5 tahun. Tamoxifen mengurangi risiko

kanker payudara kontralateral antara 40 dan 50%, tetapi kurang efektif

terhadap tumor dengan human epidermal growth factor receptor (HER)2-

positif. Efek samping dari tamoxifen antara lain tromboemboli vena, hot

flushes, gangguan pencernaan, vagina kering, perubahan libido, gangguan

menstruasi, dan kanker endometrium (Barber et al., 2008).

Pemeriksaan imunohistokimia memiliki peranan penting dalam

menentukan pilihan kemo atau hormonal sehingga diperlukan validasi

pemeriksaan dengan baik. Terapi hormonal diberikan pada kasus hormonal

positif. Terapi hormonal diberikan pada stadium I sampai IV. Pada kasus

kanker dengan luminal A (ER+,PR+,Her2-) pilihan terapi ajuvan utamanya

adalah hormonal bukan kemoterapi. Kemoterapi tidak lebih baik dari terapi

hormonal. Pilihan terapi tamoxifen sebaiknya didahulukan dibandingkan

pemberian aromatase inhibitor apalagi pada pasien yang sudah menopause

dan Her2-. Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10 tahun (Kemenkes

RI, 2015).

26
Terapi Target pada terapi hormon adalah (Kemenkes RI, 2015):

 Pemberian terapi anti target hanya diberikan di rumah sakit tipe A/B

 Pemberian anti-Her2 hanya pada kasus-kasus dengan pemeriksaan IHK yang

Her2 positif.

 Pilihan utama anti-Her2 adalah herceptin, lebih diutamakan pada kasus-kasus

yang stadium dini dan yang mempunyai prognosis baik (selama satu tahun:

tiap 3 minggu).

 Penggunaan anti VEGF atau m-tor inhibitor belum direkomendasikan.

Rekomendasi pada pengobatan kanker payudara adalah (Kemenkes RI,

2015):

 Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan

beberapa kombinasi obat kemoterapi, biasanya diberikan secara bertahap

sebanyak 6 – 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek

samping yang masih dapat diterima. (Rekomendasi A)

 Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif, dan

diberikan selama 5-10 tahun. (Rekomendasi A)

 Pemberian anti-Her2 hanya pada kasus-kasus dengan pemeriksaan IHK yang

Her2 positif. (Rekomendasi A)

3) Terapi antibodi monoklonal

HER2 diekspresikan secara berlebihan pada sekitar 20% dari kanker

payudara. HER2 telah lama dikenal sebagai penanda prognosis yang buruk

pada kanker payudara. Pada pasien dengan kanker HER2positif, pemberian

trastuzumab sendiri atau dalam kombinasi dengan agen kemoterapi sitotoksik

dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan penyakit metastasis

27
dan mengurangi kekambuhan bila diberikan dalam pengaturan ajuvan

(Barber et al., 2008).

Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang menghambat efek dari

faktor pertumbuhan protein HER2, protein yang mengirim sinyal

pertumbuhan ke sel kanker payudara. Pertuzumab merupakan antibodi

monoklonal yang bisa dikombinasikan dengan trastuzumab dan kemoterapi

lainnya. Antibodi monoklonal ini digunakan untuk mengobati pasien dengan

kanker payudara HER2 positif yang telah bermetastasis (Anonim, 2012).

2.2 Farmakoekonomi

2.2.1 Definisi Farmakoekonomi

Farmakoekonomi merupakan deskripsi dan analisis pada biaya terapi

pengobatan di sistem pelayanan kesehatan dan masyarakat. Secara lebih

spesifik, penelitian farmakoekonomi adalah proses identifikasi, perhitungan,

dan perbandingan biaya, risiko, dan keuntungan dari program, pelayanan atau

pengobatan dan menentukan alternatif yang memberikan outcome kesehatan

paling baik (Dipiro et al., 2009).

Studi farmakoekonomi mempertimbangkan biaya obat alternatif dan

regimen obat dibandingkan dengan hasil keluarannya (outcome), sebagai

panduan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan tentang obat yang

seharusnya digunakan, obat mana yang seharusnya dibayar oleh pemerintah

atau pihak ketiga (asuransi). Pengaruh dari informasi farmakoekonomi

kepada pembuat keputusan dalam pelayanan kesehatan tergantung pada sudut

pandang analisis yang dilakukan. Dua komponen penting dalam studi

28
farmakoekonomi adalah perhitungan biaya dan hasil keluaran (outcome) yang

dinilai secara kuantitatif (Gattani et al., 2009).

2.2.2 Perspektif Farmakoekonomi

Evaluasi farmakoekonomi dapat dinilai dari satu atau lebih perspektif.

Klasifikasi perspektif penting, karena hasil evaluasi ekonomi sangat

tergantung dari perspektif yang diambil, dikarenakan perspektif menentukan

biaya (cost) dan keluaran (consequence) yang akan dievaluasi (Bootman,

2005).

Perspektif yang umum digunakan meliputi (Dipiro et al., 2009):

1) Perspektif Pasien
Biaya dari perspektif ini adalah segala biaya yang harus dibayar

oleh pasien untuk suatu produk atau pelayanan. Akibat dari perspektif ini,

seluruh efek klinik baik positif dan negatif dari suatu program atau alternatif

pengobatan dapat diketahui.

2) Perspektif Provider
Biaya dari perspektif ini adalah pengeluaran yang sebenarnya

karena produk atau pelayanan kesehatan. Provider mencakup rumah sakit

atau klinik. Dari perspektif ini, biaya langsung seperti obat, biaya rawat inap,

tes laboratorium, biaya jasa petugas kesehatan dapat diidentifikasi, dinilai dan

dibandingkan.

3) Perspektif Payer
Perusahaan asuransi atau pemerintah termasuk dalam payer. Biaya

paling penting dalam perspektif ini adalah biaya langsung, tetapi biaya tidak

langsung seperti hilangnya produktivitas kerja dapat berpengaruh pada biaya

total layanan kesehatan.

29
4) Perspektif Masyarakat
Perspektif ini merupakan perspektif yang paling luas karena

mempertimbangkan keuntungan pada masyarakat sebagai keseluruhan.

Secara teoritis, seluruh biaya langsung dan tidak langsung termasuk dalam

evaluasi ekonomi yang dilakukan dengan perspektif masyarakat. Biaya

morbiditas dan mortalitas serta seluruh biaya dari pemberian dan penerimaan

pelayanan kesehatan juga termasuk dalam perspektif ini.

2.2.3 Biaya dalam Farmakoekonomi

Evaluasi farmakoekonomi tidak lepas dari isu biaya. Berdasarkan

konsep ekonomi, biaya didasarkan pada penggunaan suatu sumber daya

terhadap suatu jalan dengan mengesampingkan alternatifalternatif lain

(Walley et al., 2004). Terdapat beberapa tipe biaya dalam cost analysis yaitu:

1) Biaya Medik Langsung

Biaya medik langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk produk

medis dan pelayanan medis yang digunakan untuk mencegah, mendeteksi,

atau mengobati penyakit. Contoh dari biaya ini adalah biaya untuk obat, alat

dan bahan medis, tes diagnosis dan laboratorium, biaya rawat inap serta

biaya kunjungan (Dipiro et al., 2009).

2) Biaya Non-medik Langsung

Biaya ini adalah biaya untuk pelayanan non-medis akibat adanya

penyakit namun tidak termasuk dalam pembayaran pelayanan medis. Contoh

dari biaya ini adalah biaya yang dikeluarkan pasien untuk transportasi ke

fasilitas pelayanan kesehatan, biaya hidup keluarga, biaya untuk makanan

khusus, dan lainnya (Dipiro et al., 2009).

30
3) Biaya Tak Langsung (indirect cost)

Biaya tak langsung adalah biaya-biaya dari sudut pandang

masyarakat secara keseluruhan, seperti kehilangan penghidupan, hilangnya

produktivitas, ongkos perjalanan ke rumah sakit dan lainnya. Biaya tersebut

tidak hanya meliputi diri pasien tetapi juga masyarakat dan keluarga pasien

(Walley et al., 2004).

4) Intangible Costs

Biaya ini meliputi outcome non-finansial lain akibat adanya suatu

penyakit (Dipiro et al., 2009). Contoh dari biaya ini yaitu: nyeri, kecemasan

atau tekanan lain yang pasien atau keluarga derita akibat adanya penyakit.

Jenis biaya ini cukup sulit jika dilihat dalam bentuk mata uang namun dapat

terlihat dengan pengukuran kualitas hidup. (Walley et al., 2004).

2.2.4 Metode Evaluasi Farmakoekonomi

Evaluasi ekonomi merupakan proses resmi untuk menghitung

keuntungan dan biaya dalam sebuah analisis inkremental. Dan merupakan

sebuah kerangka yang menyusun keseimbangan antara keuntungan dan

biaya untuk membantu pembuatan keputusan. Metode-metode evaluasi

farmakoekonomi tersebut yaitu (Walley et al. 2004) :

1) Cost-of-Illness (CoI)
Evaluasi ini mengidentifikasi dan memperkirakan keseluruhan

biaya dari suatu penyakit pada populasi tertentu, dan dianggap sebagai

burden of illness. Evaluasi COI tidak digunakan untuk membandingkan

terapi alternatif tetapi untuk memberikan estimasi beban finansial akibat

suatu penyakit (Dipiro et al., 2009).

31
2) Cost-Minimization Analysis (CMA)

Cost-Minimization Analysis (CMA) merupakan tipe analisis

yang memilih biaya terendah dari dua atau lebih alternatif terapi dengan

asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Dengan CMA, alternatif

terapi harus memiliki bukti mengenai keamanan, efikasi serta outcome

yang dihasilkan sama atau mirip. Jika terbukti outcome tersebut ekiuvalen,

biaya diidentifikasi, diukur, dan dibandingkan dalam nilai mata uang yang

sesuai (Sanchez, 2005).

Contoh dari analisis ini adalah terapi dengan antibiotika generik

dengan paten, outcome klinik (efek samping dan efikasi sama), yang

berbeda adalah onset dan durasinya. Maka pemilihan obat difokuskan pada

obat yang biaya perharinya lebih murah (Vogenberg, 2001).

3) Cost-Benefit Analysis (CBA)

Pada analisis ini, keuntungan (benefit) dihitung sebagai

keuntungan ekonomi yang berhubungan dengan suatu intervensi, sebagai

contoh: nilai uang yang diperoleh dari kembali bekerja, baik biaya maupun

hasil keluaran (outcome) dinilai dalam uang. Keunggulan dari tipe analisis

ini adalah dapat membuat perbandingan antara area yang sangat berbeda,

tidak hanya dalam bidang medis, sebagai contoh: perbandingan antara

memperluas edukasi (keuntungan yang diperoleh dari peningkatan edukasi

dan produktivitas) dengan menetapkan pelayanan untuk sakit punggung

(meningkatkan produktivitas karena pasien dapat kembali bekerja)

(Gattani et al., 2009).

32
4) Cost-Effectiveness Analysis (CEA)

Analisis ini digunakan ketika keuntungan kesehatan didefinisikan

dan dinilai dalam unit natural (contoh: berapa tahun umur dapat

diselamatkan) dan biaya dinilai dalam bentuk uang. CEA digunakan untuk

membandingkan jenis terapi dengan hasil keluaran (outcome) yang secara

kualitatif hampir sama. Tipe analisis ini paling sering digunakan pada

analisis ekonomi dalam literatur, dan terutama dalam terapi dengan obat

(Gattani et al., 2009). Hasil CEA dituliskan sebagai rasio yaitu average

cost-effectiveness ratio (ACER) atau sebagai incremental costeffectiveness

ratio (ICER) (Dipiro et al., 2009). ACER menggambarkan total biaya

program atau alternatif terapi dibandingkan dengan outcome, sehingga

menghasilkan rasio harga dalam mata uang per outcome yang diperoleh

(Sanchez, 2005).

Dalam upaya pemilihan alternatif terapi berdasarkan biaya yang

dikeluarkan dan efektivitas hasil terapi yang dihasilkan, maka dapat

digunakan tabel perbandingan efektivitas berikut ini:

Tabel 2.3 Perbandingan Efektivitas-Biaya


Biaya
Efektivitas- Biaya Biaya Lebih
Lebih
Biaya Sama Tinggi
Rendah
Efektivitas
A B C
Lebih Rendah
Efektivitas
D E F
Sama
Efektivitas
G H I
Lebih Tinggi
Sumber :Kemenkes RI, 2013

33
1. Kolom Dominan

Yang termasuk ke dalam kolom dominan adalaj kolom D, G dan

H. jika suatu intervensi kesehatan menawarkan efektivitas lebih tinggi

dengan biaya sama (Kolom H), efektivitas sama dengan biaya yang lebih

tinggi (Kolom F) dan efektivitas lebih tinggi dengan biaya yang lebih

rendah (Kolom G), yang pasti terpilih sehingga tidak perlu dilakukan

CEA.

2. Kolom Didominasi

Kolom didominasi adalah kolom B, C dan F. Jika sebuah intervensi

kesehatan menawarkan efektivitas lebih rendah dengan biaya sama

(Kolom B), efektivitas sama dengan biaya yang lebih tinggi (Kolom F)

atau efektivitas lebih rendah dengan biaya lebih tinggi (Kolom C), tidak

perlu dipertimbangkan sebagai alternatif, sehingga tidak perlu dihitung

nilai ACER nya.

3. Posisi Seimbang

Kolom E adalah kolom seimbang, dimana sebuah intervensi

kesehatan yang menawarkan efektivitas dan biaya yang sama (Kolom E)

masih mungkin untuk dipilih jika lebih mudah diperoleh atau

penggunaannya lebih mungkin untuk ditaati oleh pasien atau efek samping

yang lebih kecil.

4. Kolom A dan I

Posisi yang memerlukan pertimbangan Efektivitas-Biaya adalah jika

suatu intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas yang lebih rendah

dengan biaya yang lebih rendah pula (Kolom A) atau menawarkan efektivitas

34
yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih tinggi (Kolom I), untuk menentukan

pilihan perlu memperhitungkan ICER.

5) Cost-Utility Analysis (CUA)

Cost-Utility Analysis (CUA) adalah metode untuk membandingkan

alternatif terapi dan HRQOL atau Health Related Quality of Life. CUA mampu

membandingkan biaya, kualitas dan kuantitas. Biaya dinilai dalam mata uang

dan hasil terapi dinilai dalam utility yang diterima pasien bukan unit fisik.

Penilaian utility yang digunakan adalah quality-adjusted life years (QALY)

yang diperoleh (Dipiro et al., 2009). QALY merupakan alat ukur status

kesehatan dalam CUA, dikombinasikan dengan data morbiditas dan mortalitas

(Sanchez, 2005). Walaupun CUA telah berhasil digunakan untuk membantu

memutuskan suatu program kesehatan (misalnya pembedahan atau

kemoterapi), akan tetapi instrumen yang handal dan sensitif masih dibutuhkan

untuk mendeteksi perubahan akibat terapi (Skrepnek, 2005).

2.3 Profil RSUP Dr. M. Djamil Padang


Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang (RSUP Dr. M. Djamil

Padang, juga disingkat RSMDJ) adalah sebuah rumah sakit pemerintah yang

terletak di kota Padang, provinsi Sumatra Barat, Indonesia.

RSUP Dr. M. Djamil Padang didirikan pada tahun 1953. Rumah sakit

ini merupakan rumah sakit pemerintah yang merupakan rumah sakit rujukan

untuk wilayah Sumatra Bagian Tengah. Selain sebagai rumah sakit pemerintah,

RSMDJ juga berperan sebagai rumah sakit pendidikan, salah satunya Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas.

35
Nama rumah sakit ini diambil dari nama dr. Mohammad Djamil, salah

seorang dokter, dosen, dan gubernur yang pernah bertugas di provinsi

Sumatra Tengah.

2.3.1 Sejarah RSUP Dr. M. Djamil Padang


RSUP Dr M Djamil Padang dibangun pada tahun 1953 di atas areal

tanah seluas 8.576 Ha di jalan Kutilang, Sawahan, Padang. Karena jalan

Kutilang ini merupakan jalan pendek yang berada dalam komplek rumah

sakit, maka letaknya sekarang lebih dikenal berada di jalan Perintis

Kemerdekaan, Kota Padang.

Rumah sakit telah mengalami beberapa kali pergantian nama. Saat

berdiri, rumah sakit ini pertama kali bernama RSU Megawati dengan

kapasitas 100 tempat tidur. Kemudian berganti nama menjadi RSUP Padang.

Hingga tahun 1978 berdasarkan SK Menkes RI No.134 Tahun 1978, RSUP

Padang resmi berganti nama menjadi RSUP Dr M Djamil Padang. Nama

Mohammad Djamil diabadikan karena beliau adalah putra daerah yang

meninggal dalam masa perjuangan kemerdekaan yang mengabdikan dirinya

di bidang pelayanan kesehatan & kemanusiaan, salah satunya dalam

pendirian Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas.

Pada tahun 1994 melalui SK Menkes 542 tahun 1994 RSUP Dr M

Djamil Padang mengembangkan diri menjadi Unit Swadana. Dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 123 tahun 2000 RSUP Dr M Djamil Padang

berubah status menjadi Rumah Sakit Perusahaan Jawatan dengan nama

Perjan RSUP Dr M Djamil yang dalam operasionalnya bertanggungjawab

kepada Menteri Negara BUMN, Depkes, dan Depkeu.

36
Saat ini dengan Peraturan Pemerintah RI No. 23 tahun 2005 tanggal

13 Juni 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara

RI tahun 2005 Nomor 48), RSUP Dr. M. Djamil kembali menjadi Unit

Pelaksanaan Teknis Kementrian Kesehatan dengan menerapkan pola

pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.

Pada tahun 2016, RSUP Dr. M. Djamil Padang telah meraih akreditasi

paripurna dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Akreditasi paripurna

diperlukan sebagai syarat menjadi rumah sakit tipe A.

37
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juni 2019 hingga

Agustus 2019 di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

3.2 Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain

penelitian retrospektif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan

membandingkan direct medical cost (biaya medis langsung) dari regimen

kemoterapi yang digunakan oleh pasien kanker payudara di RSUP Dr. M.

Djamil Padang periode Januari 2018 sampai Desember 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kanker

payudara yang berobat di RSUP Dr. M. Djamil Padang yang mendapatkan

kemoterapi dan memenuhi kriteria inklusi.

3.3.2 Sampel
Sampel adalah kelompok yang mewakili populasi serta berperan
sebagai responden, sehingga sampel yang diambil pada penelitian ini
dimasukkan ke dalam rumus Slovin:
N
𝑛=
1+Ne2
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah seluruh anggota populasi
e = Toleransi terjadinya galat; taraf signifikan; yaitu 10%

38
Berdasarkan data surve awal terdapat 177 pasien kanker payudara
di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018, berdasarkan rumus
Slovin maka jumlah sampel yang akan digunakan sebagai berikut:
177
𝑛=
1+177×10%2
n = 63,89 ˷ 64
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, jumlah sampel yang akan

dibutuhkan adalah 64 sampel.

3.4 Teknik Sampling


Pada penelitian ini sampel diambil dengan metode Purposive

sampling, yaitu dengan memilih pasien kanker payudara di RSUP Dr. M.

Djamil Padang yang memenuhi kriteria inklusi selama waktu pengambilan

sampel.

3.4.1 Kriteria Inklusi


Pasien yang dipilih sebagai kriteria inklusi adalah pasien kanker

payudara di RSUP Dr. M. Djamil Padang yang menjalani prosedur

kemoterapi, pasien dewasa dengan umur diatas 18 tahun (Kemenkes RI) saat

penelitian dilakukan.

3.4.2 Kriteria Ekslusi


Pasien yang dimasukkan dalam kriteria ekslusi adalah pasien yang

memiliki penyakit kronis lain, data pasien yang tidak lengkap, hilang dan

tidak jelas terbaca.

3.5 Instrumen Penelitian


Cost Effectiveness Analysis (CEA) merupakan jenis konsep evaluasi

farmakoekonomi dengan cara menghitung rasio antara total biaya (Cost) yang

dikeluarkan, dengan Output (Efektivitas) dari setiap jenis pengobatan yang

dianalisis dan mencapai tujuan yang sama. Selanjutnya dilakukan evaluasi

39
subyektif kualitas hidup pasien berkaitan dengan alternatif pengobatan kanker

payudara yang diterima pasien.

3.6 Definisi dan Batasan Operasional


Agar tidak terjadi keesalahpahaman atau perbedaan pandangan dalam

memberikan definisi atau pengertian pada variable-variabel yang dianalisis,

maka perlu didefinisikan defisi operasionalnya sebagai berikut:

A. Cost Effectiveness Analysis (CEA)


CEA dalam penelitian ini adalah suatu analisis farmakoekonomi dengan

mengidentifikasi, menghitung dan membandingkan biaya serta aspek

konsekuensi farmasetika dan klinis regimen kemoterapi yang memiliki

efektivitas yang baik pada pasien kanker payudara.

B. Direct Medical Cost

Direct Medical Cost merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh

pasien terkait dengan pelayanaan kemoterapi pada pasien kanker payudara,

biaya tersebut adalah sebagai berikut:

a. Biaya pengobatan, dihitung berdasarkan harga tiap regimen

kemoterapi yang digunakan oleh pasien selama di rumah sakit.

b. Biaya perawatan adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien

untuk membayar dokter dan jasa lainnya saat menjalani kemoterapi.

c. Biaya laboratorium adalah biaya yang harus dikeluarkan pasien

untuk membayar biaya pemeriksaan laboratorium.

C. Karakteristik pasien

a. Umur

Umur adalah jumlah tahun sejak lahir hingga ulang tahun terakhir.

40
Kategori usia menurut Depkes RI (2009) dapat dilihat di tabel 3.1

Tabel 3.1 Kategori umur menurut Depkes RI

Kategori Usia

Balita 0-5 tahun

Kanak-kanak 5-11 tahun

Remaja Awal 12-16 tahun

Remaja Akhir 17-25 tahun

Dewasa Awal 26-35 tahun

Dewasa Akhir 36-45 tahun

Lansia Awal 46-55 tahun

Lansia Akhir 56-65 tahun

Manula > 66 tahun

Sumber : Depkes RI (2009)

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang

ditempuh oleh pasien kanker payudara.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan pasien dan pasien

mempunyai penghasilan dari aktivitas tersebut.

D. Efektivitas Terapi

a. Membaik

Kondisi pasien dikatakan membaik jika hasil dari pemeriksaan

pasien post kemoterapi mengalami peningkatan, seperti ukuran sel

41
kanker yang mengecil, tidak terjadinya metastasis sel kanker yang lebih

jauh dan kondisi fisik pasien yang membaik.

b. Menetap

Kondisi pasien dikatakan menetap jika hasil dari pemeriksaan

pasien post kemoterapi tidak menunjukkan perubahan yang signifikan

c. Memburuk

Kondisi pasien dikatakan memburuk jika hasil pemeriksaan pasien

post kemoterapi menunjukkan penyebaran sel kanker yang lebih luas

dari sebelumnya, dimana sel kanker sudah metastasis jauh dari jaringan

payudara dan kondisi kesehatan pasien yang semakin memburuk.

d. Meninggal

Pasien meninggal dunia setelah melakukan seluruh siklus

kemoterapi.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari catatan

rekam medik pasien, data keuangan pasien yang didapatkan di Instalasi

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM-RS), serta perincian

regimen kemoterapi yang digunakan pasien kanker payudara pada bagian

IDT (Instalasi Diagnostik Terpadu) Kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil

Padang periode Januari 2018-Desember 2018.

3.8 Pengolahan Data


3.8.1 Cost Effectiveness Analysis (CEA)
Cost Effectiveness Analysis (CEA) dilakukan untuk

membandingkan dua atau beberapa jenis obat yang digunakan untuk

42
indikasi yang sama tetapi memiliki efektivitas yang setara. Semakin kecil

nilai Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) suatu obat, maka semakin

cost effective obat tersebut. Nilai ACER merupakan unit cost atau biaya

satuan setiap alternatif regimen kemoterapi pada pasien kanker payudara,

dengan cara melakukan perbandingan antara total biaya yang harus

dikeluarkan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan output

atau efektivitas dari setiap jenis regimen kemoterapi pasien kanker

payudara serta keadaan pasien kanker payudara yang membaik post

Kemoterapi.

Biaya pengobatan dihitung berdasarkan harga dari tiap regimen

kemoterapi yang digunakan oleh pasien selama di rumah sakit. Biaya

perawatan adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk

membayar dokter dan jasa lainnya saat menjalani kemoterapi. Biaya

laboratorium adalah biaya yang harus dikeluarkan pasien untuk membayar

biaya pemeriksaan laboratorium.

Total biaya pengobatan adalah rata-rata biaya pengobatan,

ditambah rata-rata biaya perawatan dan ditambah rata-rata biaya

laboratorium.

Hasil dari CEA dinyatakan dalam rasio berupa Average Cost-

Effectiveness Ratio (ACER) atau Incrementar Cost-Effectiveness Ratio

(ICER). ACER menggambarkan total biaya alternatif program atau terapi

dibagi outcome klinis untuk memberikan gambaran rasio biaya dalam unit

mata uang per outcome klinis spesifik yang didapatkan. Alternatif terapi

43
yang paling Cost-Effective adalah alternative terapi dengan nilai ACER

paling rendah.

Untuk menghitung ACER dibutuhkan nilai efektivitas suatu

alternatif terapi yang digunakan, umtuk mendapatkan persentase

efektivitas suatu alternatif terapi dibutuhkan data berapa jumlah pasien

dengan kondisi penyakit yang membaik dari suatu alternatif terapi

tersebut, persentase efektifitas dari suatu alternatif diperoleh dengan

pehitungan sebagai berikut:

jumlah pasien dengan kondisi kanker membaik


𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = Jumlah total pasien
x100%

Setelah efektifitas terapi dari masing-masing regimen kemoterapi

di dapatkan, kemudian dicari nilai Average Cost-Effectiveness Ratio

(ACER) dengan menghitung rata-rata Direct Medical Cost dari masing-

masing regimen kemoterapi, nilai ACER diperoleh dengan perhitungan

sebagai berikut:

Direct Medical Cost


𝐴𝐶𝐸𝑅 = Outcome Klinis (%Efektifitas)

Incrementar Cost-Effectiveness Ratio (ICER) adalah selisih biaya

yang harus ditambah untuk memperoleh terapi yang lebuh Cost-Effective.

Nilai ICER diperoleh dengan perhitungan debagai berikut:

Biaya A − Biaya B
𝐼𝐶𝐸𝑅 =
Efektifitas A − Efektifitas B

Penelitian mengenai evaluasi ekonomi diperlukan tes sensitivitas

terhadap hasil penelitian untuk memilih secara lebih tepat berbagai asumsi,

analisis sensitivitas dapat digunakan untuk menjelaskan sejauh mana

rincian yang diperlukan dalam suatu penelitian. Analisis sensitivitas

44
dilakukan agar efektivitas yang dilakukan lebih bermakna. Cara

menganalisis sensitivitas adalah dengan menghitung ulang nilai ACER

dari masing-masing output setiap alternatif dengan cara mengeluarkan satu

atau lebih variabel biaya sehingga nilainya dapat berubah.

3.9 Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan program

pengolahan angka Microsoft Excel. Setelah data yang dibutuhkan

diperoleh, kemudian data tersebut di input ke Microsoft Excel, selanjutnya

dilakukan perhitungan nilai Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER) dan

Incrementar Cost-Effectiveness Ratio (ICER) sesuai dengan rumus ACER

dan ICER. Hasil akhir dari nilai ACER dan ICER digunakan sebagai dasar

penilaian efektifitas biaya terapi regimen kemoterapi yang dibandingkan.

45
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Data Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n=64)
%
Data Responden n (Jumlah)
(Persentase)
Umur
Dewasa Awal 26-35 tahun 6 9,4%
Dewasa Akhir 36-45 tahun 20 31,2%
Lansia Awal 46-55 tahun 23 35,9%
Lansia Akhir 56-65 tahun 10 15,7%
Manula >65 tahun 5 7,8%
Pendidikan Terakhir
SD 12 18,8%
SMP/Sederajat 13 20,3%
SMA/Sederajat 29 45,3%
PT/Sederajat 10 15,6%
Pekerjaan
IRT 51 79,7%
Honorer 2 3,1%
Wiraswasta 5 7,8%
PNS 5 7,8%
Pensiunan 1 1,6%
Jenis Kemoterapi
Tunggal
Docetaxel 5 7,8%
Kombinasi
5-Fluorouracil, Adriamycin,
42 65,6%
Cyclophosphamide (FAC)
Gemcitabine-Navelbine 2 3,1%
Paclitaxel-Cisplatin 3 4,7%
Paclitaxel-Doxorubicin 8 12,5%
5-Fluorouracil, Adriamycin,
4 6,3%
Cyclophosphamide (FAC) - Herceptin
Stadium Kanker Payudara
I 0 0%
II 12 18,8%
III 37 57,8%
IV 15 23,4%
Setting Kemoterapi
Adjuvan 43 67,2%
Neoadjuvan 21 32,8%

46
Hasil analisis kategori umur pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di RSUP Dr. M Djamil Padang yang paling banyak adalah pada
kategori lansia awal yaitu umur 46 sampai 55 tahun sebanyak 23 pasien atau
35,9%. Pendidikan terakhir pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di
RSUP Dr. M Djamil Padang paling banyak adalah pendidikan Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan sederajat yaitu sebanyak 29 pasien atau 45,3 %, sedangkan untuk
pekerjaan paling banyak adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 51
pasien dari total 64 pasien (79,7%).
Untuk jenis kemoterapi yang paling banyak dilakukan adalah jenis
kemoterapi kombinasi dengan regimen kemoterapi 5-Fluorouracil, Adriamycin,
Cyclophosphamide (FAC) yaitu sebanyak 42 pasien atau 65,6%, untuk stadium
kanker payudara yang paling banyak adalah stadium III yaitu sebanyak 37 pasien
dari 64 pasien (57,8%), dan setting kemoterapi yang paling banyak adalah setting
kemoterapi Adjuvan yaitu sebanyak 43 pasien dari 64 pasien (67,2%).

4.1.2 Biaya Kemoterapi Kanker Payudara


Tabel 4.2 Rata-rata Biaya Kemoterapi Kanker Payudara
Total Biaya
Biaya Biaya Biaya Total Untuk 6
Regimen
Pengobatan Perawatan Laboratorium Biaya Siklus
Kemoterapi
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Kemoterapi
(Rp)
5-Flourouracil,
Adriamycin,
1.380.621 494.881 1.090.095 2.965.597 17.793.582
Cyclophosphamide
(FAC)
Gemcitabine -
4.455.524 532.500 951.000 5.939.024 35.634.144
Navelbine
Paclitaxel -
2.542.738 490.000 1.188.000 4.220.738 25.324.428
Cisplatin
Paclitaxel -
1.714.984 548.750 1.073.625 3.337.359 20.024.154
Doxorubicin

Docetaxel 1.563.360 490.000 1.062.800 3.116.160 18.696.960

5-Flourouracil,
Adriamycin,
11.842.080 493.750 1.143.000 13.478.830 80.872.980
Cyclophosphamide
(FAC) - Herceptin

47
Hasil analisis untuk biaya kemoterapi pasien kanker payudara yang paling

rendah adalah dengan menggunakan regimen kemoterapi 5-Fluorouracil,

Adriamycin, Cyclophosphamide (FAC) yaitu dengan biaya Rp. 17.794.582 untuk

total 6 siklus kemoterapi, sedangkan biaya kemoterapi yang paling tinggi adalah

penggunaan regimen kemoterapi 5-Fluorouracil, Adriamycin, Cyclophosphamide

(FAC) + Herceptin dengan total biaya Rp. 80.872.980 untuk 6 siklus kemoterapi.

4.1.3 Perbandingan Efektivitas regimen kemoterapi


A. Perbandingan Efektivitas Terapi Pasien Kanker Payudara Stadium II

Tabel 4. 3. Perbandingan Efektivitas Terapi Pasien Kanker Payudara Stadium II


Persentase
Persentase Jumlah
Jumlah Jumlah (%) Jumlah
Regimen Kemoterapi (%) Jumlah Tidak
Pasien Efektif Tidak
Efektif Efektif
Efektif
Cyclophosphamide
Adriamycin 10 8 80 2 20
5-Fu
Gemcitabine
1 1 100 0 0
Navelbine
Paclitaxel
0 0 0 0 0
Cisplatin
Paclitaxel
2 1 50 1 50
Doxorubicin
Docetaxel 0 0 0 0 0
Cyclophosphamide
Adriamycin
0 0 0 0 0
5-Fu
Herceptin

Persentase efektivitas paling tinggi pada pasien kanker payudara stadium II


adalah regimen kemoterapi FAC (Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu) yaitu
80% ( 8 pasien dari total 10 pasien).

48
B. Perbandingan Efektivitas Terapi Pasien Kanker Payudara Stadium III
Tabel 4.4. Perbandingan Efektivitas Terapi Pasien Kanker Payudara Stadium
III
Persentase
Persentase Jumlah
Regimen Jumlah Jumlah (%) Jumlah
(%) Jumlah Tidak
Kemoterapi Pasien Efektif Tidak
Efektif Efektif
Efektif
Cyclophosphamide
Adriamycin 27 20 74.07407407 7 25.92592593
5-Fu
Gemcitabine
0 0 0 0 0
Navelbine
Paclitaxel
3 3 100 0 0
Cisplatin
Paclitaxel
2 1 50 1 50
Doxorubicin
Docetaxel 3 3 100 0 0
Cyclophosphamide
Adriamycin
1 1 100 0 0
5-Fu
Herceptin

Pada pasien kanker payudara stadium III persentase efektivitas paling


tinggi adalah regimen kemoterapi FAC (Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-
Fu) yaitu 74,07% ( 20 pasien dari total 27 pasien).
C. Perbandingan Efektivitas Terapi Pasien Kanker Payudara Stadium IV

Tabel 4.5. Perbandingan Efektivitas Terapi Pasien Kanker Payudara Stadium


IV
Persentase
Persentase
Jumlah (%)
Regimen Jumlah Jumlah (%)
Tidak Jumlah
Kemoterapi Pasien Efektif Jumlah
Efektif Tidak
Efektif
Efektif
Cyclophosphamide
Adriamycin 5 0 0 5 100
5-Fu
Gemcitabine
1 0 0 1 100
Navelbine
Paclitaxel
0 0 0 0 0
Cisplatin
Paclitaxel
4 2 50 2 50
Doxorubicin
Docetaxel 2 0 0 2 100
Cyclophosphamide
Adriamycin
3 3 100 0 0
5-Fu
Herceptin

49
Pada pasien kanker payudara stadium IV persentase efektivitas paling

tinggi adalah regimen kemoterapi Cyclophosphamide Adriamycin, 5-Fu,

Herceptin yaitu 100% ( 3 pasien dari total 3 pasien).

4.1.4 Analisis Cost Effectiveness Analysis (CEA)


A. Nilai Average Cost Effectiveness Ratio (ACER)
Tabel 4.6 Nilai Average Cost Effectiveness Ratio (ACER)
Regimen ACER
Kemoterapi Stadium II Stadium III Stadium IV
Cyclophosphamide
Adriamycin 20.965.192 22.643.653 0
5-Fu
Gemcitabine
35.634.144 0 0
Navelbine
Paclitaxel
0 25.324.428 0
Cisplatin
Paclitaxel
21.224.157 31.834.644 42.448.314
Doxorubicin
Docetaxel 0 20.169.960 0
Cyclophosphamide
Adriamycin
0 80.872.980 80.872.980
5-Fu
Herceptin

Nilai ACER yang paling rendah pada pasien kanker payudara stadium II

adalah rasio rerata efektivitas biaya terapi dari regimen kemoterapi

Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu (FAC) yaitu Rp.20.965.192, Pada pasien

kanker payudara stadium III, nilai ACER yang paling rendah adalah rasio rerata

efektivitas biaya terapi dari regimen kemoterapi Docetaxel yaitu dengan nilai

ACER Rp.20.016.960, dan pada pasien kanker payudara stadium IV dapat dilihat

bahwa nilai ACER yang paling rendah adalah regimen kemoterapi Paclitaxel,

Doxorubicin, yaitu dengan nilai ACER Rp.42.448.314.

50
B. Nilai Incrementar Cost Effectiveness Ratio (ICER)

Tabel 4.7 Perhitungan ICER


Stadium
∆ Biaya ∆ ICER
Regimen kemoterapi Kanker
(Rp) Efektivitas (Rp)
Payudara
FAC -
18.861.990 20% 93.309.950 II
Gemcitabine+Navelbine
-FAC -
8.552.274 25,93% 32.982.160 III
Paclitaxel+Cisplatin
Paclitaxel+Doxorubicin
59.648.826 50% 119.297.652 IV
- FAC+Herceptin

Nilai ICER pada pasien kanker payudara stadium II adalah 93.309.950, pada

pasien kanker payudara stadium III adalah Rp.32.982.160 dan pada pasien kanker

payudara stadium IV adalah Rp.119.297.652.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari Januari sampai Desember tahun

2018, yang memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 64 pasien pasien kanker

payudara yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan hasil

sebagai berikut:

4.2.1 Karakteristik Responden


4.2.1.1 Umur Pasien Kanker Payudara

Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan

tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang

dalam melakukan kegiatan sehingga akan mempengaruhi kesehatan dari pasien.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil rata-rata umur

pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi adalah 47 tahun. Distribusi

pasien berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel 4.1.

51
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebanyak 23 pasien atau sebanyak 35,94%

pasien yang berada pada kelompok umur 46-55 tahun. Hal ini menggambarkan

bahwa sebagian besar kisaran umur pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang masuk ke dalam

kategori umur lansia awal menurut Depkes RI. Lansia adalah tahap akhir

perkembangan dari kehidupan manusia dan ditandai dengan gagalnya seseorang

untuk mempertahankan kesetimbangan kesehatan dan kondisi fisiologisnya. Hasil

ini memberikan nilai yang sama pada penelitian yang dilakukan oleh Vina (2015)

yang mengatakan bahwa kejadian kanker payudara yang paling banyak dialami

oleh pasien dengan umur antara 45-55 tahun yaitu sebanyak 54,29%. Tetapi pada

penelitian yang lainnya menunjukkan hasil yang berbeda pada penelitian yang

dilakukan oleh wijaya et al. (2017), dimana insiden kanker payudara yang

tertinggi adalah pada kelompok umur 41-45 tahun. Perbedaan ini bisa saja di

pengaruhi karena lokasi penelitian yang berbeda sehingga terdapat perbedaan

umur yang mendominasi. Semakin bertambahnya umur memungkinkan paparan

zat-zat karsinogen yang terakumulasi pada tubuh, ketika manusia semakin menua,

resiko penyakit kronis semakin bertambah (Apdani, 2011).

4.2.1.3 Pendidikan Terakhir

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

mendapatkan informasi lebih banyak. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi

pola pikir, pola sikap dan tindakan dalam meningkatkan kualitas hidup.

Pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin baik respon dalam

52
menerima pengetahuan tentang jenis pengobatan yang akan diterima oleh pasien

untuk mengobati penyakitnya. Distribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan

dapat dilihat pada tabel 4.1.

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan paling tinggi pada

pasien kanker payudara adalah tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 29 pasien

atau sebesar 45,31%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Aryawan et al.(2018) yang menyebutkan bahwa proporsi penderita kanker

payudara berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA dengan proporsi

31,5%. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Lawson et al. (2009)

menyebutkan hal yang serupa, bahwa dari 100 sampel pada pasien kanker,

dinyatakan bahwa 55% berpendidikan rendah dan sisanya berpendidikan diploma

dan sarjana lebih sedikit terkena kanker dibandingkan pasien dengan pendidikan

sekolah menengah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan pasien

yang lebih rendah sehingga tidak mengetahui apa saja resiko dan gejala dari

penyakit kanker payudara.

4.2.1.4 Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

untuk kelangsungan hidupnya atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap

orang melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, karena

kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dan tidak bisa

ditunda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di IDT Kemoterapi RSUP Dr.

M. Djamil Padang diperoleh hasil distribusi pasien berdasarkan pekerjaannya,

dan dapat dilihat pada tabel 4.1.

53
Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa pekerjaan paling banyak pada

pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di IDT Kemoterapi RSUP

Dr. M. Djamil Padang adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 51

pasien atau sebesar 80%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas ibu

rumah tangga diluar rumah sehingga aktivitas fisik yang dilakukan kurang dan

dapat mempengaruhi kesehatan dari pasien. Pada perempuan yang tidak bekerja

cenderung lebih mudah untuk depresi karena kurangnya interaksi sosial.

Hubungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas

hidup, dimana seseorang yang jarang melakukan hubungan sosial atau

cenderung sendiri akan memiliki kualitas hidup yang buruk karena beban

psikologis yang di tanggungnya. Pada penelitian Alvita et al. (2017)

menyebutkan bahwa ibu rumah tangga memiliki pengetahuan yang kurang

tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Hal ini juga dapat

mempengaruhi kenapa kanker payudara lebih banyak terjadi pada ibu rumah

tangga.

4.2.1.5 Jenis Kemoterapi

Berdasarkan jenis kemoterapi pada penelitian ini pasien lebih banyak

menggunakan kemoterapi kombinasi yaitu sebanyak 59 pasien atau sebanyak

92,19% sedangkan untuk jenis kemoterapi tunggal yaitu sebanyak 5 pasien atau

sebanyak 7,81%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Dian et al. (2018) bahwa penggunaan regimen kemoterapi kombinasi pada pasien

kanker payudara lebih banyak dibandingkan dengan regimen kemoterapi tunggal

(91,2%).

54
Dalam penelitian ini, regimen kemoterapi kombinasi yang digunakan

adalah Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fluorouracil (FAC) sebanyak 42

pasien, regimen kemoterapi Gemcitabine-Navelbine sebanyak 2 pasien, regimen

kemoterapi Paclitaxel-Cisplatin 3 pasien, regimen kemoterapi Paclitaxel-

Doxorubicin 8 pasien dan regimen kemoterapi Cyclophosphamide, Adriamycin,

5-Fluorouracil (FAC)-Herceptin . Sedangkan untuk regimen kemoterapi tunggal

sebanyak 5 pasien dan keseluruhannya menggunakan regimen kemoterapi

Docetaxel.

Data tersebut menunjukkan bahwa ada 6 jenis regimen kemoterapi yang

digunakan untuk pasien kanker payudarayang menjalani kemoterapi di RSUP

Dr. M. Djamil Padang. Regimen kemoterai tersebut memiliki fungsi yang sama

yaitu untuk mencegah sel kanker untuk melakukan multiplikasi, invasi,

metastasis dan yang paing penting adalah mencegah kematian pasien karena

kanker payudara. Target pemberian kemoterapi tergantung pada tipe kanker dan

seberapa jauh stadium kanker payudara yang diderita pasien tersebut.

Pada penelitian ini regimen kemoterapi yang paling banyak digunakan

adalah regimen kemoterapi Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu atau sering

disebut regimen kemoterapi FAC, hal ini dapat disebabkan karena penggunaan

regimen kemoterapi FAC dapat menekan biaya pengobatan pasien, seperti

penelitian yang dilakukan oleh Batnai, et al (2012) menunjukkan bahwa biaya

pengobatan penderita kanker payudara dengan kemoterapi FAC lebih kecil

dibandingkan dengan biaya pengobatan penderita kanker payudara dengan

kemoterapi berbasis Taxan. Biaya untuk kemoterapi Taxan 6,5 kali lebih banyak

55
dari biaya kemoterapi FAC. Gambar dibawah ini adalah jumlah pasien

berdasarkan regimen kemoterapi yang digunakan.

4.2.1.6 Stadium Kanker Payudara

Kanker Payudara adalah salah satu jenis kanker yang umum terjadi pada

perempuan. Kanker biasanya muncul dalam bentuk benjolan di payudara lalu

menyebar ke organ di sekitar payudara. Terdapat stadium kanker payudara

dengan beragam gejala yang ditimbulkan. Pada kanker payudara stadium I

menunjukkan gejala berupa munculnya tumor sebesar 2 cm yang akan terus

tumbuh dan membesar seiring berjalannya waktu bila tidak ditangani dengan

baik. Penanganan pada tahap ini adalah dengan dilakukannya pembedahan atau

mastektomi atau dengan radiasi dan terapi hormon.

Kanker payudara stadium II biasanya berhubungan dengan penyebaran

sel kanker ke kelenjar getah bening dan bisa menyebabkab gangguan yang lebih

parah. Kanker payudara stadium II biasanya memiliki tumor sebesar 2-5 cm dan

harus dilakukan pembedahan untuk membuang jaringan tumorny, serta harus

menjalani kemoterapi, radiasi dan terapi hormon.

Kanker payudara stadium III akan menimbulkan warna merah pada

payudara dan menyebabkan peradangan, saat disentuh payudara akan terasa

sangat sakit dan mengganggu, pada tahap ini pasien harus menjalani kemoterapi,

radiasi dan pembedahan. Sedangkan pada stadium IV biasanya pasien memiliki

gangguan hampir diseluruh organ di bagian tubuh atas, sel kanker menyebar ke

banyak tempat dan penanganan mulai sulit karenya sudah terjadi metastasis yang

sangat jauh. Pada tabel 4.1 dapat dilihat stadium kanker payudara mana yang

lebih banyak di derita oleh pasien.

56
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa rata-rata pasien kanker

payudara yang menjalani kemoterapi berada pada tahap stadium III, hal ini dapat

disebabkan karena pada tahap stadium II pasien belum terlalu merasakan

kelainan pada tubuhnya sehingga gejala yang muncul sering di abaikan, pada

tahap stadium III kondisi pasien cenderung lebih buruk seringga harus menjalani

kemoterapi sebagai alternatif pengobatan agar sel kanker tidak menyebar jauh ke

organ lainnya. Hasil yang sama disebutkan dalam penelitian yang dilakukan

oleh Vina (2015) yang menunjukkan bahwa persentase stadium terbesar yang

dialami pasien kanker payudara adalah pada stadium IIIB sebesar 55,24%.

Tetapi pada penelitian lainnya menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu penelitian

yang dilakukan oleh Liana et al.(2012) yang menyebutkan bahwa stadium

kanker payudara yang paling banyak ditemukan adalah kanker payudara stadium

II (50,6%) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, hal ini dapat disebabkan karena

lokasi penelitian dan jumlah pasien yang berobat pada lokasi penelitian berbeda.

4.2.1.7 Setting Kemoterapi

Pasien kanker payudara berdasarkan setting kemoterapi dibagi menjadi 2

kategori yaitu pasien dengan setting kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi yang

dilakukan setelah dilakukan pembedahan dan setting kemoterapi neoadjuvan

yaitu kemoterapi yang dilakukan sebelum dilakukannya pembedahan. Distribusi

pasien berdasarkan setting kemoterapi dapat dilihat pada tabel 4.1.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pasien lebih banyak

melakukan setting kemoterapi adjuvan (67,19%) atau sebanyak 43 pasien

dibandingkan setting kemoterapi neoadjuvan (32,81%) atau sebanyak 21 pasien.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian et al (2018), dimana

57
responden penelitian lebih banyak menjalani setting kemoterapi adjuvan (setelah

bedah) yaitu sebanyak 76,5% dibandingkan setting kemoterapi neoadjuvan

(sebelum bedah) sebanyak 23,5%. Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh

Montazeri (2008) menyebutkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan

antara kemoterapi adjuvan dengan kemoterapi neoadjuvan. Kemoterapi adjuvan

dilakukan enam minggu setelah dilakukannya pembedahan jika diindikasikan,

penggunaan kemoterapi setelah pembedahan bertujuan untuk mencegah adanya

kekambuhan klinis pada pasien. Sedangkan kemoterapi neoadjuvan dilakukan

untuk mengurangi sel kanker atau mengurangi ukuran tumor yang ada, sehingga

mudah untuk melakukan pengangkatan tumor ketika dilakukan pembedahan.

4.2.1.8 Status Pembayaran

Berdasarkan data hasil pengamatan pada pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang seluruh

pasien menggunakan sarana pelayanan fasilitas kesehatan BPJS. Umumnya

menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahayuwati et al.(2017), menyebutkan

bahwa secara umum pasien tidak bermasalah dalam biaya pengobatan karena

ditanggung oleh Gakinda dan BPJS. BPJS adalah salah satu program jaminan

kesehatan yang dibuat oleh pemerintah sebagai alternatif asuransi kesehatan bagi

masyarakat. Biaya kemoterapi memakan porsi yang cukup besar, sehingga

membuat banyak pasien merasa kesulitan mendapatkan biaya tersebut untuk

pengobatan kanker. BPJS merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang

menanggung kemoterapi sehingga pasien lebih memilih menggunakan fasilitas

kesehatan BPJS untuk menjalani kemoterapi agar biaya yang dikeluarkan tidak

terlalu membebani pasien.

58
4.2.2 Biaya Pengobatan Langsung

Komponen biaya yang dianalisis untuk Cost Effectiveness Analysis (CEA)

adalah biaya medis langsung yang terdiri dari biaya regimen kemoterapi yang

digunakan, biaya tindakan medis dan biaya pemeriksaan laboratorium untuk

pasien kanker payudara. Dalam penelitiannya Vina (2015), menyebutkan

komponen biaya terapi pada rawat jalan adalah komponen biaya medis langsung

(direct medical cost) pasien kanker payudara yaitu biaya obat, biaya administrasi,

biaya konsultasi dan konseling pasien, serta biaya pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang, diperoleh data

pengobatan langsung pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi yang

meliputi biaya regimen kemoterapi, biaya tindakan medis dan biaya pemeriksaan

laboratorium. Jumlah biaya pengobatan langsung dari pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi di IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang

dapat dilihat pada dalam tabel 4.2.

Berdasarkan data tersebut, biaya pengobatan langsung yang paling tinggi

adalah biaya kemoterapi pada pasien kanker payudara yang menggunakan

regimen kemoterapi Cyclophosphamide Adriamycin, 5-Fu, Herceptin yaitu

sebesar Rp. 80.872.980, hal ini disebabkan karena harga Herceptin yang sangat

mahal yaitu sekitar 25 juta per 440 mg. herceptin adalah salah satu obat kanker

payudara yang umum digunakan selama kemoterapi. Herceptin sangat efektif

untuk mengobati HER2-Positif, yaitu jenis kanker payudara yang paling agresif,

herceptin mampu menghambat perkembangan sel kanker dan mampu merangsang

sistem kekebalan tubuh untuk menghancurkan sel kanker.

59
Selanjutnya untuk biaya pengobatan langsung yang paling rendah adalah

biaya kemoterapi pada pasien kanker payudara yang menggunakan regimen

kemoterapi Cyclophosphamide Adriamycin, 5-Fu (FAC) yaitu sebesar

Rp.17.793.582.

Biaya perawatan adalah biaya yang dibayarkan oleh setiap pasien untuk

ruang perawatan dan jasa penanganan medis yang dilakukan oleh dokter, apoteker

dan perawat selama menjalani kemoterapi. Biaya laboratorium adalah biaya yang

dibayarkan untuk pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium bertujuan

untuk penegakan diagnosis dan pemantauan kondisi pasien sebelum dan sesudah

dilakukannya kemoterapi. Sedangkan biaya pengobatan adalah biaya yang

dikeluarkan oleh pasien untuk regimen kemoterapi yang digunakan. Besarnya

biaya pengobatan tergantung jenis regimen kemoterapi yang digunakan dan dosis

regimen kemoterapi yang digunakan.

4.2.3 Analisis Cost Effectiveness Analysis (CEA)

Analisis farmakoekonomi secara CEA merupakan evaluasi terhadap

efektivitas hasil terapi dan efektivitas biaya yang dikeluarkan berdasarkan

outcome klinis yang didapatkan. Evaluasi Cost Effectiveness Analysis merupakan

salah satu upaya mewujudkan pelayanan prima oleh tenaga medis terhadap

pasien. Studi Cost Effectiveness Analysis merupakan bentuk dari konsep

pemantauan dan evaluasi hasil terapi yang sesuai dengan salah satu tugas seorang

farmasis dalam konsep asuhan kefarmasian yaitu memberikan pertimbangan

terapi dan pemantauan hasil terapi.

60
4.2.3.1 Perbandingan Efektivitas Regimen Kemoterapi

Data rekam medis pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di

IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang menunjukkan adanya perbedaan

efektivitas hasil terapi dari masing-masing regimen kemoterapi sesuai dengan

tingkatan stadium kanker payudara yang diderita oleh pasien. Perbedaan

efektivitas hasil terapi masing-masing regimen kemoterapi diperoleh dengan

melihat hasil laboratorium dan catatan rekam medis pasien post kemoterapi yang

menunjukkan adanya perbaikan dari status kesehatan pasien, mengecilnya sel

kanker dan tidak terjadinya penyebaran sel kanker lebih jauh.perbandingan

efektivitas hasil terapi masing-masing regimen kemoterapi pasien kanker

payudara berdasarkan stadium kanker tercantum pada tabel 4.3 , 4.4 dan 4.5 .

Dari data penelitian tabel 4.3, 4.4 dan 4.5 diketahui bahwa terdapat

perbedaan persentase efektivitas hasil terapi dari masing-masing regimen

kemoterapi yang digunakan oleh pasien kanker payudara sesuai dengan stadium

yang diderita oleh pasien kanker payudara. Persentase efektivitas diperoleh dari

jumlah pasien dengan kondisi kesehatan membaik dan sel kanker yang mengecil

serta tidak mengalami metastasis dengan melihat catatan rekam medis dan hasil

laboratorium pasien post kemoterapi.

Persentase efektivitas paling tinggi pada pasien kanker payudara stadium II adalah

regimen kemoterapi FAC (Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu) yaitu 80% ( 8

pasien dari total 10 pasien). Lalu untuk pasien kanker payudara stadium III

persentase efektivitas paling tinggi adalah regimen kemoterapi FAC

(Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu) yaitu 74,07% ( 20 pasien dari total 27

pasien). Sedangkan untuk pasien kanker payudara stadium IV persentase

61
efektivitas paling tinggi adalah regimen kemoterapi Cyclophosphamide

Adriamycin, 5-Fu, Herceptin yaitu 100% ( 3 pasien dari total 3 pasien). Pada

penelitian yang bilakukan oleh Musnelina (2019) menyebutkan hal yang berbeda,

yaitu, kemoterapi kombinasi Doxorubicin-Paclitaxel memiliki penurunan skala

nyeri yang paling efektif pada 22 pasien dengan persentase 95,65%. Hal ini dapat

disebabkan karena pada penelitian yang dilakukan oleh Musnelina tidak

mengelompokkan penggunaan regimen kemoterapi sesuai dengan stadium kanker

payudara masing-masing, sehingga menunjukkan hasil yang berbeda.

4.2.3.2 Average Cost Effectiveness Ratio (ACER)

Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan metode perhitungan Average

Cost Effectiveness Ratio (ACER). ACER menggambarkan total biaya alternative

program atau terapi dibagi outcome klinis untuk memberikan gambaran rasio

biaya dalam unit mata uang per outcome klinis spesifik yang didapatkan. Data

biaya pengobatan langsung yang diperoleh dari pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di RSUP Dr. M. Djamil Padang selanjutnya digunakan

untuk menghitung rasio efektivitas biaya yang dinyatakan dengan ACER. Nilai

ACER diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Direct Medical Cost


𝐴𝐶𝐸𝑅 =
Outcome Klinis (%Efektifitas)

Dari perhitungan rasio tersebut akan menunjukkan alternative penggunaan

regimen kemoterapi yang memiliki biaya medis langsung paling rendah per

outcome yang didapat. Berikut adalah hasil perhitungan nilai ACER untuk

masing-masing regimen kemoterapi sesuai dengan stadium kanker payudara yang

diderita oleh pasien dapat dilihat pada tabel 4.6.Berdasarkan hasil perhitungan

62
ACER yang ditunjukkan dalam tabel 4.6, dapat diketahui bahwa nilai ACER yang

paling rendah pada pasien kanker payudara stadium II adalah rasio rerata

efektivitas biaya terapi dari regimen kemoterapi Cyclophosphamide, Adriamycin,

5-Fu (FAC) yaitu Rp.20.965.192, hal ini menunjukkan bahwa regimen

kemoterapi FAC merupakan pilihan regimen kemoterapi yang lebih cost-effective

dibandingkan dengan pilihan regimen kemoterapi lain yang digunakan untuk

pengobatan kenker payudara pada stadium II. Pada pasien kanker payudara

stadium III, nilai ACER yang paling rendah adalah rasio rerata efektivitas biaya

terapi dari regimen kemoterapi Docetaxel yaitu dengan nilai ACER

Rp.20.016.960, yang menunjukkan bahwa regimen kemoterapi tunggal, Docetaxel

merupakan pilihan regimen kemoterapi yang lebih cost-effective dibandingkan

dengan pilihan regimen kemoterapi lain yang digunakan untuk pengobatan kenker

payudara pada stadium III. Sedangkan pada pasien kanker payudara stadium IV

dapat dilihat bahwa nilai ACER yang paling rendah adalah regimen kemoterapi

Paclitaxel, Doxorubicin, yaitu dengan nilai ACER Rp.42.448.314, yang

menunjukkan bahwa regimen kemoterapi Paclitaxel, Doxorubicin merupakan

pilihan regimen kemoterapi yang lebih cost-effective dibandingkan dengan pilihan

regimen kemoterapi lain yang digunakan untuk pengobatan kenker payudara pada

stadium IV.

Analisis farmakoekonomi secara CEA bukan untuk mengetahui

pengurangan biaya, melainkan untuk optimasi biaya. Untuk memperkuat hasil

perhitungan ACER yang telah diperoleh, selanjutnya perbandingan efektivitas

biaya antar regimen kemoterapi dipetakan dalam tabel perbandingan regimen

kemoterapi berdasarkan efektivitas biaya yang sesuai dengan tabel 2.3 dimana

63
dalam pemetaan tersebut akan diketahui regimen kemoterapi yang menjadi pilihan

utama berdasarkan tinggi rendahnya efektivitas biaya yang diperoleh

dibandingkan dengan regimen kemoterapi lainnya. Perbandingan hasil efektivitas

biaya antar regimen kemoterapi pada pasien kanker payudara stadium II

ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.8 Perbandingan Hubungan Efektivitas Biaya antar Regimen


kemoterapi kanker payudara stadium II
Efektivitas Biaya
Biaya Lebih Rendah Biaya Lebih Tinggi
- Biaya Sama
A C
Efektivitas
FAC Paclitaxel,Doxorubicin
Lebih B
- -
Rendah
Gemcitabine,Navelbine FAC

Efektivitas
D E F
Sama

G I
Efektivitas
FAC Gemcitabine,Navelbine
Lebih H
- -
Tinggi
Paclitaxel,Doxorubicin FAC

Berdasarkan tabel 4.8 posisi perbandingan antara FAC

dengan Paclitaxel,Doxorubicin berada di kolom G atau kolom dominan. Hal ini

berarti pilihan regimen kemoterapi menggunakan FAC lebih direkomendasikan

untuk dipilih sebagai regimen kemoterapi untuk pasien kanker payudara stadium

II. Sedangkan posisi perbandingan Paclitaxel, Doxorubicin dengan FAC berada di

kolom C yang termasuk ke dalam kolom didominasi. Kolom didominasi adalah

lawan dari kolom dominan yang berarti ketika ada suatu perbandingan terapi

terletak di kolom didominasi sedangkan dikolom dominan juga terdapat

perbandingan terapi, maka otomatis yang digunakan adalah perbandingan yang

ada di kolom dominan. Karena regimen kemoterapi FAC ketika dibandingkan

64
dengan alternatif regimen kemoterapi lain terletak di kolom dominan G, maka

regimen kemoterapi FAC lebih direkomendasikan untuk dipilih sebagai pilihan

regimen kemoterapi pada pasien kanker payudara stadium II. Hasil ini sesuai

dengan jumlah pasien kanker payudara stadium II yang menjalani kemoterapi di

IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang yang menggunakan regimen

kemoterapi FAC lebih banyak daripada regimen kemoterapi lainnya.

Selanjutnya perbandingan hasil efektivitas biaya antar regimen kemoterapi

pada pasien kanker payudara stadium III ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.9 Perbandingan Hubungan Efektivitas Biaya antar Regimen


kemoterapi kanker payudara stadium III
Efektivitas Biaya
- Biaya Biaya Lebih Rendah Sama Biaya Lebih Tinggi
A C
Efektivitas FAC Paclitaxel,Doxorubicin
B
Lebih - -
Rendah Paclitaxel,Cisplatin FAC
D F
Docetaxel E Paclitaxel,Cisplatin
Efektivitas - -
Sama Paclitaxel,Cisplatin Docetaxel
G I
Efektivitas FAC Paclitaxel,Cisplatin
H
Lebih - -
Tinggi Paclitaxel,Doxorubicin FAC

Pada tabel 4.9 dapat dilihat bahwa posisi perbandingan antara Docetaxel

dengan Paclitaxel,Cisplatin berada di kolom D, FAC dengan

Paclitaxel,Doxorubicin berada di kolom G, dimana kolom D dan kolom G adalah

sama-sama kolom dominan, tetapi karena regimen kemoterapi FAC memiliki

efektivitas yang lebih tinggi, maka pilihan regimen kemoterapi menggunakan

FAC lebih direkomendasikan untuk dipilih sebagai regimen kemoterapi untuk

pasien kanker payudara stadium III. Sedangkan posisi perbandingan Paclitaxel,

65
Doxorubicin dengan FAC berada di kolom C, kemudian Paclitaxel, Cisplatin

dengan Docetaxel di kolom F yang sama-sama termasuk ke dalam kolom

didominasi, yang berarti ketika ada suatu perbandingan terapi terletak di kolom

didominasi sedangkan dikolom dominan juga terdapat perbandingan terapi, maka

yang digunakan adalah perbandingan yang ada di kolom dominan. Karena

regimen kemoterapi FAC ketika dibandingkan dengan alternatif regimen

kemoterapi lain terletak di kolom dominan G, maka regimen kemoterapi FAC

lebih direkomendasikan untuk dipilih sebagai pilihan regimen kemoterapi pada

pasien kanker payudara stadium III. Hasil ini sesuai dengan jumlah pasien kanker

payudara stadium III yang menjalani kemoterapi di IDT Kemoterapi RSUP Dr.

M. Djamil Padang yang menggunakan regimen kemoterapi FAC lebih banyak

daripada regimen kemoterapi lainnya.

Selanjutnya adalah perbandingan hasil efektivitas biaya antar regimen

kemoterapi pada pasien kanker payudara stadium IV ditunjukkan dalam tabel

berikut:

Tabel 4.10 Perbandingan Hubungan Efektivitas Biaya antar Regimen


kemoterapi kanker payudara stadium IV
Efektivitas Biaya
Biaya Lebih Rendah Biaya Lebih Tinggi
- Biaya Sama
A
Efektivitas
Paclitaxel,Doxorubicin
Lebih B C
-
Rendah
FAC+Herceptin

Efektivitas
D E F
Sama

I
Efektivitas
FAC+Herceptin
Lebih G H
-
Tinggi
Paclitaxel,Docetaxel

66
Pada perbandingan hubungan efektivitas biaya antar regimen kemoterapi

kanker payudara stadium IV seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.10 posisi

perbandingan antara regimen kemoterapi Paclitaxel, Doxorubicin dengan

FAC+Herceptin berada di kolom A dan posisi perbandingan antara regimen

kemoterapi FAC+Herceptin dengan Paclitaxel, Docetaxel berada di kolom I,

kedua posisi pada kolom A dan I adalah posisi yang memerlukan pertimbangan

Efektivitas-Biaya. Jika suatu intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas

yang lebih rendah dengan biaya yang lebih rendah pula (Kolom A) atau

sebaliknya menawarkan efektivitas yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih

tinggi pula (kolom I), untuk melakukan pemilihan perlu memperhitungkan ICER.

ICER digunakan untuk mendeterminasikan biaya tambahan dan tambahan

efektivitas dari suatu alternatif terapi dibandingkan dengan terapi yang paling

baik. Rasio ini dapat menggambarkan biaya tambahan yang diperlukan untuk

mendapatkan efek tambahan dengan mengganti intervensi A menjadi intervensi

B. Nilai ICER diperoleh dari hasil membagi selisih biaya antar intervensi dengan

selisih persentase efektivitas antar intervensi.

4.2.3.3 Incrementar Cost Effectiveness Ratio (ACER)

Berdasarkan hasil pengelompokan tabel 4.8 perbandingan efektivitas biaya

antara regimen kemoterapi pada pasien kanker payudara stadium II, regimen

kemoterapi FAC dengan Gemcitabine+Navelbine berada di kolom A dan I, maka

perlu dilakukan perhitungan ICER, nilai ICER tercantum dalam tabel 4.7.

Pada tabel 4.7 nilai ICER dari perbandingan regimen kemoterapi pada

pasien kanker payudara stadium II, regimen kemoterapi FAC dengan

Gemcitabine+Navelbine menunjukkan bahwa ketika FAC menginginkan untuk

67
mendapatkan peningkatan efektivitas yang setara seperti Gemcitabine+Navelbine,

maka perlu menambahkan biaya sebesar Rp.93.309.950 per peningkatan satu unit

efektivitas. Pada pasien kanker payudara stadium III, perbandingan regimen

kemoterapi FAC dengan Paclitaxel+Cisplatin menunjukkan bahwa ketika FAC

menginginkan untuk mendapatkan peningkatan efektivitas yang setara dengan

Paclitaxel+Cisplatin, maka perlu menambahkan biaya sebesar Rp.32.982.160 per

peningkatan satu unit efektivitas. Sedangkan pada kanker payudara stadium IV

perbandingan regimen kemoterapi Paclitaxel+Doxorubicin dengan

FAC+Herceptin menunjukkan bahwa ketika Paclitaxel+Doxorubicin ingin

mendapatkan peningkatan efektivitas yang setara dengan FAC+Herceptin maka

perlu menambahkan biaya sebesar Rp. 119.297.652 per peningkatan satu unit

efektivitas. Nilai ICER yang dihasilkan dari perbandingan ini telah sesuai dengan

rumus perhitungan ICER dalam Kemenkes (2013) mengenai pedoman

farmakoekonomi.

68
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

5.1.1 Nilai Average Cost Effectiveness Analysis (ACER) yang paling rendah

pada pasien kanker payudara stadium II adalah rasio rerata efektivitas

biaya terapi dari regimen kemoterapi Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-

Fu (FAC) yaitu Rp.20.965.192, pada pasien kanker payudara stadium III

adalah rasio rerata efektivitas biaya terapi dari regimen kemoterapi

Docetaxel yaitu dengan nilai ACER Rp.20.016.960 dan pada pasien

kanker payudara stadium IV adalah rasio rerata efektivitas biaya terapi

dari regimen kemoterapi Paclitaxel, Doxorubicin, yaitu dengan nilai

ACER Rp.42.448.314.

5.1.2 Nilai Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) dari perbandingan

regimen kemoterapi pada pasien kanker payudara stadium II, regimen

kemoterapi FAC dengan Gemcitabine+Navelbine adalah Rp.93.309.950,

pada pasien kanker payudara stadium III, regimen kemoterapi FAC

dengan Paclitaxel+Cisplatin adalah Rp.32.982.160 dan pada pasien kanker

payudara stadium IV, regimen kemoterapi Paclitaxel+Doxorubicin dengan

FAC+Herceptin adalah Rp.119.297.652.

5.1.3 Regimen kemoterapi yang paling cost-effective adalah regimen kemoterapi

yang memiliki nilai ACER yang paling rendah, untuk pasien kanker

payudara stadium II regimen kemoterapi yang paling cost-effective adalah

regimen kemoterapi Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu, untuk pasien

kanker payudara stadium III regimen kemoterapi yang paling cost-

69
effective adalah regimen kemoterapi Docetaxel dan untuk pasien kanker

payudara stadium IV regimen kemoterapi yang paling cost-effective adalah

regimen kemoterapi Paclitaxel, Doxorubicin.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi peneliti selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian dengan pendekatan farmakoekonomi lainnya

seperti cost minimalization analysis, cost benefit analysis dan cost utility analysis

agar diperoleh hasil evaluasi yang lebih maksimal.

5.2.2 Bagi RSUP Dr. M. Djamil Padang

Hasil penelitian ini bisa dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam

memilih regimen kemoterapi untuk pasien kanker payudara dilihat dari segi

efektivitas terapi dan biaya yang digunakan.

70
DAFTAR PUSTAKA

Afdhal, A.F. 2011. Farmakoekonomi: Pisau Analisis Terbaru Dunia Farmasi (PP.
3-4, 20-29).PT Penebar Swadaya.Jakarta.

Alfen, M.H. 2018. Cost Effectiveness Analysis Penggunaan Antibiotik Untuk


Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Di RSUD Bangli Tahun 2016. UIN
Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Almahdi, A., Dian, AJ., Rizka, A. 2018. Pengaruh Kemoterapi Terhadap Health
Related Quality of Life (HRQoL) Pasien Kanker Payudara Di RSUP Dr.
M. Djamil Padang.Universitas Andalas.Padang.

Arafah, A.B.R., Hari, B.N. 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu
Rumah Tangga Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI).
Universitas Airlangga. Surabaya.

Anonim. 2019. profil RSUP Dr. M. Djamil; http://rsdjamil.co.id/ diakses tanggal


24 maret 2019.

Arikunto, S. 2002. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.PT Rineka


Cipta.Jakarta.

Arnold R.J.G. 2010. Pharmacoeconomics: From Theory to Practice.Tailor and


Francis Group.USA.

Aryawan, I.K.T., Ida, B.T.W.M. 2013. Karakteristik Berdasarkan Pemeriksaan


Imunohistokimia dan Sosiodemografi Pada Penderita Kanker Payudara di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Tahun 2009-2013.
Universitas Udayana. Denpasar.

Barber, M. D., Thomas, j., Dixon. M. 2008. An Atlas of Investigation and


Management Breast Cancer. Atlas Medical Publishing. Oxford.

Berger M.L. et al. 2003. Health Care Cost, Quality and Outcomes. ISPOR Book of
Terms International Society For Pharmacoeconomic and Outcome
Research. 7(3)427-449.

Bootman J.L., Townsend R.J., Mc Ghen W.F. 2005. Principles of


Pharmacoeconomics. Harvey Whitney Books Company. Ohio.

Cassiato. D., Territo. M.C. 2009. Manual Clinical of Oncology. Lippincott


Williams & Wilkins. Philadelphia.

Cassidy. J., Bisset. D., Obe. R.A. 2002. Oxford Handbook of Oncology.Oxford
University Press. Oxford.

71
De Vita, Vincent T., Lawrence, Theodores., Rosenberd. Steven A. 2008. Devila,
Hellman & Rosenberg’s Cancer; Principles & Practice of Oncology, 8th
Ed, 1596-1640. Lippincott Williams & Wilkins. Baltimore.

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Rosey LM. 2008.
Pharmacoterapy: A Pathophysiologic Approach 6th Ed. McGraw-Hill.
New York.

Dipiro JT., Wells B., Schwinghammer T., Dipiro C. 2009. Pharmacotherapy: A


Patophysiological Approach. 8th Ed. McGraw-Hill Company. New York.

Dipiro JT., Wells B., Schwinghammer T., Dipiro C. 2015. Pharmacotherapy


Handbook. 9th Ed. McGraw-Hill Company. New York.

Erni R. Andrajati R. Arsyanti R. 2014. Analisis Penggunaan Obat Antihipertensi


di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit PMI Bogor: Perbandingan Cost
Effectiveness dan Kualitas Hidup Pasien. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia. 12(2);209-215.

Gattani S., Patil A., Koshore, S. 2009. Pharmacoeconomics: A Review. Asian


Journal of Pharm and Clin Research, 2(3); 16-26

Hanafi. Z. Z. 2010. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita


kanker payudara pasca kemoterapi ajuvan di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
http://etd.repository.ugm.ac.id/Index.php?mod=Penelitian-detail&sub.
Diakses pada tanggal 26 Maret 2019

Hidayat, M.A. 2018. Cost Effectiveness Analysis Penggunaan Antibiotik Untuk


Pasien Rawat Inap Demam Tifoid di RSUD Bangil Tahun 2016.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang.

Kemenkes RI, 2013. Buku Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi.


Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. Pusat Data dan Informasi Kesehatan (Pus Datin).


http://pusdatin.kemenkes.go.id/ Diakses tanggal 28 Maret 2019

Kemenkes RI. 2015. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Jakarta


Selatan. Kementrian Kesehatan RI.

Liana, L. K., Fajri, L. 2012. Karakteristik Pasien Kanker Payudara dan


Penanganannya di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari
2010-Desember 2012. Universitas Kristen Maranatha. Bandung .

72
Lindgren I., Jonsson AC., Norving B., Lindgren A. 2007. Shoulder Pain After
Stroke: A Prospective Population-Based Study. Stroke. 38; 343-348.

Maniadakis, N., Dafni, U., Fragoulakis, V., Grimani, I., Galani, E., Fragkoulidi,
A., Fountzilas G., 2009. Economic evaluation of taxane-based first line
chemotherapy in the treatment of patients with metastatic breast cancer in
Greece: an analysis alongside a multicenter, randomized phase III clinical
trial, Ann. Oncol.20(2);278-285.

McCloskey, W. W., 2001. Principles of Drug Literature Evaluation dalam


Vogenburg, F. R., Introduction to Applied Pharmacoeconomics, 61-80,
McGraw Hill Company, New York.

McPherson, K., Steel, C. M., Dixon, J. M., 2000, ABC of Breast Diseases: Breast
Cancer- epidemiology, risk factors, and genetics, BMJ.321:1198
.
Musnelina, L. Jenny, p. Clara, J.M. 2019. Analisis Efektivitas Biaya Kemoterapi
Pada Pasien Kanker Payudara Di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
5(1)65-72.

NCI (National Cancer Institute). Breast Cancer. http://www.cancer.gov/types/


breast/hp. Diakses tanggal 30 Maret 2019

NCCN. 2012. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology (NCCN


Guidelines): Breast Cancer, National Comprehensive Cancer Network,
Inc. United States of America.

Pane, M.. 2002. Aspek Klinis dan Epidemiologis Penyakit Kanker Payudara,
Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika. Universitas Indonesia. Jakarta.

Rahayuwati, L., Kusman, I., Komariah, M.. 2017. Pilihan Pengobatan Kanker
Payudara Masa Kemoterapi : Studi Kasus. Universitas Padjajaran.
Sumedang.

Sanchez, L. A. 2005. Pharmacoeconomics: Principles, Methods, and Application,


dalam Dipiro J. T., Talbert, R. I., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G.,
Posey, L. M., Pharmacotherapy: A Pathophysiological Approach, 6th Ed.,
1-13, Appleton & Lange. New York.

Skrepnek, G. H. 2005. Cost-Effectiveness Analysis dalam Bootman, J. L.,


Towsend, R. J., dan McGhan, W. F., 2005, Principles of
Pharmacoeconomics, 3rd Ed., 5-59. Harvey Whitney Books Company.
Cicinnati.

Smith. KJ & Robert, M.S. 2010, Cost Effectiveness Analysis. Dalam Arnold,
R.J.G. Pharmacoeconomics From Theory to Practice (PP.95). Boca
Raton: CRC Press.

73
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.

Swart, R.. 2012. Adjuvant Therapy for Breast Cancer,http://eme dicine.


medscape.com/article/1946040.html diakses pada 27 Maret 2019

The American Cancer Society. 2019. Breast Cancer, http://acs.org diakses pada
tanggal 26 Maret 2019.
Tobias, J., and Hochhauser, D. 2010. Cancer and its Management, 6th Ed.,
223249. Wiley-Blacwell. London.
Vina, P. Tri, M.A. Achmad, F. 2015. Analisis Biaya Terapi Pada Pasien Kanker
Payudara Dengan Terapi Hormon. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Vogenberg, F. R.. 2001. Introduction to Applied Pharmacoeconomics. 1-5.
McGraw-Hill. New York.
Walley, T., Haycox, A., Boland, A. 2004. Pharmacoeconomics. 67-75. Churchill
Livingstone. Philadelphia.
WHO. 1997. WHOQOL Measuring Quality of Life. 1-6. Division of Mental
Helath and Prevention of Substance Abuse World Health Organization.

74
Lampiran 1. Skema Alur Penelitian

Permohonan Rekomendasi Penelitian Kepada


Koordinasi STIFI Perintis Padang

Penyerahan surat rekomendasi penelitian dan pengurusan izin


penelitian ke DIKLIT RSUP Dr. M Djamil Padang

Melakukan Ethical Clearance di RSUP Dr. M Djamil Padang

Penyerahan Surat Izin penelitian ke SIM-RS, Int. Rekam Medis


dan IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang

Izin penelitian dari Kepala SIM-RS. Int. Rekam Medis


dan IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang

Penetapan sampel berdasarkan kriteria


Inklusi dan Ekslusi

Pengumpulan Data dari SIM-RS, Int.Rekam Medis


dan IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang

Analisis Data

Kesimpulan

Gambar 1. Skema Alur Penelitian

75
76
77
78
79
Lampiran 3. Diagram persentase kondisi pasien kanker payudara post

kemoterapi

1. Kondisi pasien kanker payudara stadium II post kemoterapi

Kondisi klinis pasien kanker payudara


stadium II post kemoterapi
0% 0%
17% membaik
menetap
83% memburuk
meninggal

2. Kondisi pasien kanker payudara stadium III post kemoterapi

Kondisi klinis pasien kanker payudara


stadium III post kemoterapi
16% 0%
8% membaik
menetap
76% memburuk
meninggal

3. Kondisi pasien kanker payudara stadium IV post kemoterapi

Kondisi klinis pasien kanker payudara


stadium IV post kemoterapi
14%
membaik
36%
21% menetap

29% memburuk
meninggal

80
Lampiran 4. Perhitungan Efektifitas Regimen Kemoterapi

jumlah pasien dengan kondisi kanker membaik


𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = x100%
Jumlah total pasien

1. Efektifitas Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu


a. Stadium II
8
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 10 x100% = 80 %

b. Stadium III

20
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 27 x100% = 74,07 %

c. Stadium IV

0
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 5 x100% =0%

2. Efektifitas Gemcitabine , Navelbine


a. Stadium II
1
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 1 x100% = 100 %

b. Stadium III
0
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0 x100% =0%

c. Stadium IV
0
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 1 x100% =0%

3. Efektifitas Paclitaxel, Cisplatin


a. Stadium II
0
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0 x100% =0%

b. Stadium III
3
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = x100% = 100 %
33

c. Stadium IV
0
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0 x100% =0%

81
Lanjutan. Lampiran 4. Perhitungan Efektifitas Regimen Kemoterapi

4. Efektifitas Paclitaxel, Doxorubicin


a. Stadium II
1
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 1 x100% = 100 %

b. Stadium III
2
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 3 x100% = 66,67 %

c. Stadium IV
2
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 4 x100% = 50 %

5. Efektifitas Docetaxel
a. Stadium II
0
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0 x100% =0%

b. Stadium III
3
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 3 x100% = 100 %

c. Stadium IV
0
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 2 x100% =0%

6. Efektifitas Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu, Herceptin


a. Stadium II
0
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0 x100% =0%

b. Stadium III
1
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 1 x100% = 100 %

c. Stadium IV
3
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 3 x100% = 100 %

82
Lampiran 5. Perhitungan ACER dan ICER

𝐃𝐢𝐫𝐞𝐜𝐭 𝐌𝐞𝐝𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐂𝐨𝐬𝐭


𝑨𝑪𝑬𝑹 =
𝐎𝐮𝐭𝐜𝐨𝐦𝐞 𝐊𝐥𝐢𝐧𝐢𝐬 (%𝐄𝐟𝐞𝐤𝐭𝐢𝐟𝐢𝐭𝐚𝐬)
1. Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu
Direct Medical Cost = Rp 16.772.154
a. Stadium II
Efektifitas = 80%
16.772.154
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 20.965.192
80 %

b. Stadium III
Efektifitas = 74,07 %
16.772.154
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 22.643.653
74,07 %

c. Stadium IV
Efektifitas =0%
2. Gemcitabine , Navelbine
Direct Medical Cost = Rp 35.634.144
a. Stadium II
Efektifitas = 100 %
35.634.144
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 35.634.144
100 %

b. Stadium III
Efektifitas =0%
c. Stadium IV
Efektifitas =0%

83
Lanjutan. Lampiran 5. Perhitungan ACER dan ICER
3. Paclitaxel, Cisplatin
Direct Medical Cost = Rp 25.324.428
a. Stadium II
Efektifitas = 0 %
d. Stadium III
Efektifitas = 100 %
25.324.428
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 25.324.428
100 %

e. Stadium IV
Efektifitas =0%

4. Paclitaxel, Doxorubicin
Direct Medical Cost = Rp. 21.224.157
a. Stadium II
Efektifitas = 100 %
21.224.157
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 21.224.157
100 %

b. Stadium III
Efektifitas = 66,67 %
21.224.157
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 31.834.644
66,67 %

c. Stadium IV
Efektifitas = 50 %
21.224.157
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 42.448.314
50 %

84
Lanjutan. Lampiran 5. Perhitungan ACER dan ICER
5. Docetaxel
Direct Medical Cost = Rp. 20.169.960
a. Stadium II
Efektifitas = 0 %
b. Stadium III
Efektifitas = 100 %
20.169.960
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 20.169.960
100 %

c. Stadium IV
Efektifitas =0%

6. Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fu, Herceptin


Direct Medical Cost = Rp. 80.872.980
a. Stadium II
Efektifitas = 0 %
b. Stadium III
Efektifitas = 100 %
80.872.980
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 80.872.980
100 %

c. Stadium IV
Efektifitas = 100 %
80.872.980
𝐴𝐶𝐸𝑅 = = 80.872.980
100 %

85
Lanjutan. Lampiran 5. Perhitungan ACER dan ICER
Biaya A − Biaya B
𝐼𝐶𝐸𝑅 =
Efektifitas A − Efektifitas B

1. Kanker payudara stadium II

Direct Medical Cost Gemcitabine+Navelbine = Rp. 35.634.144

Direct Medical Cost FAC = Rp. 16.772.154

% Efektivitas Gemcitabine+Navelbine = 100%

% Efektivitas FAC = 80%

35.634.144 − 16.772.154
𝐼𝐶𝐸𝑅 =
100% − 80%

18.861.990
𝐼𝐶𝐸𝑅 =
0,2

𝐼𝐶𝐸𝑅 = 94.309.950

2. Kanker payudara stadium III

Direct Medical Cost Paclitaxel+Cisplatin = Rp. 25.324.428

Direct Medical Cost FAC = Rp. 16.772.154

% Efektivitas Paclitaxel+Cisplatin = 100%

% Efektivitas FAC = 74,07%

25.324.428 − 16.772.154
𝐼𝐶𝐸𝑅 =
100% − 74,07%

8.552.274
𝐼𝐶𝐸𝑅 =
0,2593

𝐼𝐶𝐸𝑅 = 32.982.160

86
Lanjutan. Lampiran 5. Perhitungan ACER dan ICER
3. Kanker payudara stadium IV

Direct Medical Cost FAC+Herceptin = Rp. 80.872.980

Direct Medical Cost Paclitaxel+Doxorubicin = Rp. 21.224.154

% Efektivitas FAC+Herceptin = 100%

% Efektivitas Paclitaxel+Doxorubicin = 50%

80.872.980 − 21.224.154
𝐼𝐶𝐸𝑅 =
100% − 50%

59.648.826
𝐼𝐶𝐸𝑅 =
0.5

𝐼𝐶𝐸𝑅 = 119.297.652

87
Lampiran 6. Surat Izin Studi Pendahuluan (Survey Awal)

Gambar 1. Surat Izin Studi Pendahuluan (Survey Awal)

88
Lampiran 7. Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Kampus

Gambar 2. Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Kampus

89
Lampiran 8. Surat Izin Penelitian Dari RSUP Dr. M. Djamil Padang

Gambar 3. Surat Izin Penelitian Dari RSUP Dr. M. Djamil Padang

90
Lampiran 9. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Gambar 4. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

91
Lampiran 10. Surat Izin Penelitian di Instalasi Rekam Medis

Gambar 5. Surat Izin Penelitian di Instalasi Rekam Medis

92
Lampiran 11. Surat Izin Penelitian di IDT Kemoterapi

Gambar 6. Surat Izin Penelitian di IDT Kemoterapi

93
Lampiran 12. Surat Izin Penelitian di Inst. SIM-RS

Gambar 7. Surat Izin Penelitian di Inst. SIM-RS

94
Lampiran 13. Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian di Inst. SIM-RS

Gambar 8. Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian di Inst. SIM-RS

95
Lampiran 14. Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian di Ins. RM

Gambar 9. Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian di Ins. RM

96
Lampiran 15. Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian

Gambar 11. Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian di RSUP Dr. M.


Djamil Padang

97
Lampiran 16. Dokumentasi

Gambar 11. IDT Kemoterapi RSUP Dr. M. Djamil Padang

Gambar 12. Ruang Tunggu IDT Kemoterapi

98
Lanjutan. Lampiran 16. Dokumentasi

Gambar 13. Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. M.Djamil Padang

99
Lanjutan. Lampiran 16. Dokumentasi

Gambar 14. Instalasi SIM-RS RSUP Dr. M. Djamil Padang

100

Anda mungkin juga menyukai