PENDAHULUAN
pemilihan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu
swamedikasi adalah upaya seseorang mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa
kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut (Depkes, RI 2011)
Sejumlah 103.860 atau 35,2 persen dari 294.959 rumah tangga di Indonesia
DKI Jakarta (56,4%) dan terendah di Nusa Tenggara Timur (17,2%). Rerata
sediaan obat yang disimpan hampir 3 macam. Dari 35,2 persen RT yang
menyimpan obat, proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras 35,7 persen
dan antibiotika 27,8 persen. Adanya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi
menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional. Terdapat 81,9 persen rumah
tangga menyimpan obat keras dan 86,1 persen rumah tangga menyimpan
1
dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan ke dokter yakni sebesar
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing,
batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain
(Depkes RI, 2006). Salah satu penyebab tingginya tingkat swamedikasi adalah
rasional. Kriteria obat rasional antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan
dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya
terbatas antara lain aman bila digunakan sesuai dengan aturan, efektif untuk
biaya, efisiensi waktu, bisa ikut berperan dalam mengambil keputusan terapi, dan
kesehatan apabila tidak diguanakan sesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan
2
obat yang tidak diinginkan, misalnya sensitifitas, efek samping atau resistensi,
penggunaan obat yang salah diagnosis dan pemilihan obat, dan sulit berpikir dan
menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi dan Susyanty,
2007)
tentang penggunaan obat tepat dan rasional, penggunaan obat bebas secara
2014). Oleh karena itu, sebagai pelaku self-medication harus mampu mengetahui
jenis obat yang diperlukan, kegunaan dari tiap obat, menggunakan obat dengan
benar (cara, aturan pakai, lama pemakaian), mengetahui efek samping obat yang
digunakan dan siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut (Depkes RI,
2008).
3
berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan rasionalitas penggunaan obat
4
1.4 Manfaat Penelitian
kesehatan.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Swamedikasi
secara mandiri dengan pemilihan obat tradisional oleh seseorang untuk mengobati
keluhan sakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri dan beberapa kondisi kronis
kesehatan, serta aman dan efektif untuk penggunaan sendiri (WHO, 1998).
sering dialami oleh banyak orang, seperti pusing, demam, maag (BPOM, 2014).
6
masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan partisipasi langsung dari individu
b. Gaya Hidup
kesehatan, membuat semakin banyak orang lebih peduli untuk menjaga kesehatan
merasa nyaman jika membeli obat yang bisa diperoleh dimana saja daripada harus
Adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat, dan
Pilihan produk obat untuk swamedikasi saat ini semakin banyak. Hal
tersebut dikarenakan semakin banyak tersedia produk obat baru yang lebih sesuai,
dan ada juga beberapa produk obat yang telah dikenal sejak lama serta
mempunyai indeks keamanan yang baik dan dimasukkan ke dalam kategori obat
bebas.
maka diperlukan informasi mengenai obat yang tepat dan sesuai dengan
7
kebutuhan. Oleh sebab itu, peran apoteker sangat diperlukan untuk memberikan
informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen (Manan, 2014).
karena tidak mengenali keseriusan gangguan dan penggunaan obat yang kurang
tepat. Risiko yang disebabkan karena penggunaan obat kurang tepat dapat terjadi
karena salah memilih obat, dan dalam takaran yang terlalu besar (Tjay dan
Rahardja, 2010).
penggunaan obat yang tidak tepat, maka dalam melakukan swamedikasi dengan
benar, masyarakat perlu megetahui informasi yang jelas dan terpercaya. Hal-hal
akan dibeli, mengetahui cara penggunaan dan cara penyimpanan obat (BPOM,
2014).
Obat adalah zat kimia yang bersifat racun, namun dalam jumlah tertentu
dapat memberikan efek dalam mengobati penyakit (Depkes RI, 2008). Dalam
Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan sejenis obat yang boleh
8
penangannannya bisa dilakukan sendiri oleh penderita yang disebut dengan
Obat keras merupakan sejenis obat yang tidak dapat diperjual belikan
secara bebas dan hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter (Depkes RI,
2008). Obat keras yang masuk dalam daftar obat wajib apotek dapat diperoleh
tanpa menggunakan resep dokter namun harus diserahkan langsung oleh apoteker
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat golongan obat bebas adalah
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
9
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat golongan
obat bebas terbatas adalah bromhexin, procold, panadol dan lainnya. Tanda
peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat
sebagai berikut:
Gambar 3. Tanda peringatan nomor 1 - 6 untuk obat bebas terbatas (Depkes RI,
2007).
Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan sejenis obat keras yang dapat
Obat yang baik yaitu obat tidak digunakan secara terus-menerus, digunakan sesuai
dengan anjuran yang tertera pada etiket dan brosur, apabila obat yang digunakan
pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap, tanyakan kepada apoteker
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing,
batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes
RI, 2008).
2.3.1 Demam
gejala dari suatu penyakit. Suhu tubuh normal adalah 370C. Demam adalah suatu
keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,20C pada pagi hari dan lebih dari 37,70C
pada sore hari. Demam umumnya disebabkan oleh infeksi dan non infeksi.
Penyebab infeksi antara lain kuman, virus, parasit, atau mikroorganisme lain.
Contoh: radang tenggorokan, cacar air, campak, flu dan lain-lain (Depkes RI,
2007).
11
ambang batas tersebut, maka hipotalamus mengirim sinyal untuk meningkatkan
Pilihan obat untuk mengatasi demam pada swamedikasi adalah obat dari
parasetamol dan asetosal. Kedua jenis obat tersebut, selain mempunyai efek
penurunan panas, juga mempunyai efek pereda nyeri yang setara. Selain kedua
obat tersebut, juga dapat digunakan obat AINS lainnya, yaitu ibuprofen (Depkes
RI, 2006).
tiga hingga empat kali sehari. Lama pemakaian obat penurun panas pada
swamedikasi tidak lebih dari dua hari. Obat penurun panas jangan diminum
bersamaan dengan obat flu karena umumnya obat flu sudah mengandung obat
2.3.2 Batuk
saluran pernapasan. Bila terdapat benda asing selain udara yang masuk atau
pernapasan atas (misalnya batuk-pilek, flu) dimana sekresi hidung dan dahak
merangsang saluran pernapasan. Batuk juga merupakan cara untuk menjaga jalan
pernapasan tetap bersih. Ada dua jenis batuk yaitu batuk berdahak dan batuk
kering. Batuk berdahak adalah batuk yang disertai dengan keluarnya dahak dari
12
batang tenggorokan. Batuk kering adalah batuk yang tidak disertai keluarnya
dahak. Obat yang dapat digunakan untuk meringankan batuk dibagi menjadi tiga
saluran napas. Obat ini diduga bekerja secara refleks merangsang sekresi kelenjar
Antitusif adalah obat batuk yang digunakan untuk batuk tidak berdahak
atau batuk kering. Obat ini bekerja secara sentral pada susunan saraf pusat dengan
menekan pusat batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Antitusif yang
2.3.3 Flu
disebabkan oleh infeksi virus influenza. Penyakit ini dapat menyebar dengan
mudah dari satu orang ke orang lain. Umumnya penyebaran terjadi melalui udara,
dari batuk atau bersin. Virus flu juga dapat disebarkan melalui tangan seseorang
yang mengalami flu atau dari kontak benda-benda yang terdapat di lingkungan
13
sekitar (WHO, 2012). Gejala yang dirasakan saat flu antara lain demam, sakit
kepala, nyeri otot, mata berair, batuk, bersin, hidung berair, sakit tenggorokan.
Orang dengan daya tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri tanpa obat.
Pada anak-anak, lanjut usia dan orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah
RI, 2007).
Obat flu hanya dapat meringankan keluhan dan gejala saja, tetapi tidak
dapat menyembuhkan. Obat flu yang dapat diperoleh tanpa resep dokter
umumnya merupakan kombinasi dari beberapa zat berkhasiat, yaitu (Depkes RI,
2006):
lain yang menyertai flu. Bekerja dengan menghambat efek histamine yang
menyertai flu.
Obat flu dengan berbagai merk dagang dapat mengandung kombinasi yang
sama, sehingga tidak dianjurkan menggunakan berbagai merk obat flu pada saat
bersamaan. Dosis pemakaian untuk dewasa umumnya tiga kali sehari. Batas
14
waktu penggunaan obat flu pada swmedikasi tidak lebih dari tiga hari (Depkes RI,
1997).
2.3.4 Nyeri
peradangan, infeksi dan kejang otot. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan pada
ujung syaraf karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan antara lain trauma,
misalnya karena benda tajam, benda tumpul, bahan kimia, proses infeksi atau
individu dengan individu lain, bahkan dapat berbeda pula reaksi pada satu
individu di waktu yang berbeda. Nyeri timbul sebagai efek persepsi dari nosisepsi,
yaitu dari kejadian neurologis dan respon refleks yang disebabkan oleh adanya
kejadian yang merusak jaringan tubuh, seperti trauma atau infeksi. Nosisepsi
dihasilkan dari stimulasi pada reseptor nyeri (nosiseptor) yang melekat didalam
kulit atau dinding bagian dalam organ dalam tubuh (Corwin, 2009).
mekanis, deformasi, suhu yang ekstrem, dan berbagai zat kimia. Beberapa zat
kimia yang dapat menyebabkan atau memperparah nyeri, antara lain histamin,
tersebut tertimbun di tempat sel yang cedera atau mati dan mewaspadakan
15
terjadinya, nyeri dapat dibedakan menjadi dua jenis antara lain: (Depkes RI,
2006).
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan berlangsung
selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Durasi nyeri berlangsung selama
kurang dari 6 bulan dan dapat segera hilang jika penyebabnya telah diatasi atau
diberikan obat penghilang rasa nyeri. Jenis nyeri ini dapat bermanfaat karena
nyeri akut yang sering menjadi penyebab dilakukannya swamedikasi, antara lain
nyeri kepala, nyeri haid, nyeri otot, dan nyeri karena sakit gigi.
b. Nyeri kronis
Durasi nyeri dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dan dapat berlanjut hingga
sepanjang hidup penderitanya. Pengobatan dengan obat penghilang rasa nyeri saja
hampir tidak pernah efektif. Tidak seperti nyeri akut, nyeri kronis tidak pernah
bermanfaat. Obat nyeri adalah obat yang dapat mengurangi rasa nyeri tanpa
digunakan untuk meredakan demam. Ibuprofen memiliki efek terapi anti radang
parasetamol efek terapi anti piretiknya lebih tinggi dibandingkan efek anti nyeri
16
Dosis pemakaian untuk dewasa umumnya tiga hingga empat kali sehari.
Batas waktu penggunaan obat nyeri pada swamedikasi tidak lebih dari lima hari
2.3.5 Diare
Diare didefenisikan sebagai buang air besar dengan feses yang lebih tidak
padat atau cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam sehari (atau lebih sering
dibandingkan frekuensi buang air besar normal). Diare ditandai dengan terjadinya
dari adanya infeksi dari saluran cerna, yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau
keracunan makanan, infeksi atau peradangan di usus akibat bakteri dan virus,
alergi terhadap makanan tertentu seperti tidak tahan susu pada orang-orang yang
minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening), hindari alkohol, kopi/teh, susu,
makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa (bubur, roti, pisang)
Tipe-tipe diare secara klinis dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
a. Diare akut, disebabkan oleh infeksi usus, infeksi bakteri, obat-obat tertentu
atau penyakit lain. Gejala diare akut adalah tinja cair, terjadi mendadak,
17
badan lemas kadang demam dan muntah, berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang menetap atau berulang dalam jangka waktu
c. Disentri adalah diare disertai dengan darah dan lendir Diare yang hanya
sekali-sekali tidak berbahaya dan biasanya sembuh sendiri. Tetapi diare yang
yang dapat berakibat kematian, terutama pada anak/bayi jika tidak segera diatasi.
Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat
menyebabkan kematian, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah umur lima
tahun. Pada kasus yang jarang, diare yang terus-menerus mungkin merupakan
gejala penyakit berat seperti tipus, cholera atau kanker usus (Depkes RI, 2007).
a. Oralit
kekurangan cairan tubuh yang keluar bersama tinja. Oralit adalah campuran
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Norit (karbo adsorben), kombinasi
buang air besar, memadatkan tinja, menyerap racun pada penderita diare.
18
2.3.5 Maag
iritasi lambung. Maag atau sakit lambung memiliki gejala khas berupa rasa nyeri
atau pedih pada ulu hati meskipun baru saja selesai makan. Namun kalau rasa
pedih hanya terjadi sebelum makan atau di waktu lapar dan hilang setelah makan,
biasanya karena produksi asam lambung berlebihan dan belum menderita sakit
kronis. Pada maag akut biasanya belum ada gejala kerusakan yang jelas pada
lambung atau akibat makanan yang merangsang terlalu banyak produksi asam
atau radang pada dinding lambung, luka sampai perdarahan (Depkes RI, 2007).
karena:
pedas atau asam, kopi, alkohol, bakmi yang mengandung air abu
b. Faktor stres baik stres fisik seperti setelah pembedahan, penyakit berat, luka
c. Obat-obat tertentu yang digunakan dalam jangka waktu lama (misal obat
berguna untuk menghilangkan nyeri pada maag (Estuningtyas dan Azali, 2007).
19
Antasida yang dapat digunakan pada swamedikasi, antara lain senyawa
pengeluaran gas yang berlebihan dari dalam saluran cerna. Antasida biasanya
berbentuk tablet kunyah dan diminum satu jam sebelum makan. Penggunaan
terbaiknya adalah saat gejala timbul pada waktu lambungkosong dan menjelang
empat kali sehari. Batas lama pemakain antasida pada swamedikasi tidak boleh
lebih dari satu minggu, kecuali atas saran dokter. Jika menggunakan obat lain beri
hamil, menyusui, umur (balita atau lansia), sedang dalam diet khusus seperti
misalnya diet gula, sedang atau baru saja berhenti mengkonsumsi obat lain atau
yang selama ini diderita dan sudah mendapatkan pengobatan dari dokter
(BPOM, 2014).
20
2. Memahami bahwa ada kemungkinan interaksi obat Banyak obat dapat
minuman. Kenali nama obat atau nama zat berkhasiat yang terkandung dalam
obat yang sedang anda konsumsi atau hendak digunakan sebagai swamedikasi.
aturan pakai yang tercantum pada label kemasan obat (BPOM, 2014).
obat dapat digunakan untuk swamedikasi. Telah dijelaskan diatas bahwa obat
yang digunakan untuk swamedikasi adalah obat yang relatif aman, yaitu obat
golongan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat golongan yang masuk ke
diinginkan. Efek samping yang terjadi tidak selalu memerlukan tindakan medis
5. Meneliti obat yang akan dibeli Pada saat akan membeli obat, pertimbangkan
bentuk sediaannya (tablet, sirup, kapsul, krim, dan lain-lain) dan pastikan
bahwa kemasan tidak rusak. Lihatlah dengan teliti kemasan luar maupun
fisik sediaan. Untuk yang bentuk sirup, hal yang harus diperhatikan adalah
21
bawah botol atau mengapung dalam sirup dan jika berbentuk suspensi,
suspensi dapat tercampur rata setelah dikocok dan tidak terlihat ada bagian
yang memisah. Pada tablet, bentuk harus benar-benar utuh dan tidak ada
satupun yang pecah atau rusak. Jika pada tablet memiliki cetakan/tulisan,
2014).
6. Mengetahui cara penggunaan obat yang benar Bacalah aturan pakai obat sesuai
dengan petunjuk yang tertera pada label. Obat yang digunakan sesuai dengan
petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat dan jangka waktu terapi sesuai
anjuran akan memberikan efek yang baik. Jangan membuang label ataupun
tersebut agar tidak terjadi kesalahan bila anda menggunakan obat itu kembali.
Apabila merasa obat yang sedang digunakan tidak memberikan efek yang
mempengaruhi potensi dari obatnya. Obat dalam bentuk sediaan oral seperti
tablet, kapsul dan serbuk tidak boleh disimpan di dalam tempat yang lembab
karena bakteri dan jamur dapat tumbuh baik di lingkungan lembab sehingga
dapat merusak obat. Begitu pula dengan bentuk sediaan cair. Obat yang
simpan pada wadah aslinya yang terlindung dari cahaya atau sinar matahari
langsung dan tidak disimpan di dalam tempat yang lembab. Meskipun pada
22
pertumbuhan kuman dan jamur, akan tetapi bila wadah sudah dibuka maka zat
pengawet pun tidak dapat mencegah rusaknya obat secara keseluruhan (BPOM,
2014).
2.5 Pengetahuan
karena dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih melekat daripada perilaku yang tidak didasari oleh
1. Tahu (Know)
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ merupakan tingkat
2. Memahami (Comprehension)
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
23
3. Aplikasi (Application)
4. Analisis (Analysis)
5. Sintesis (Synthesis)
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
6. Evaluasi (Evaluation)
telah ada.
langgeng. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat (Sukanto, 2005) yaitu:
1. Tingkat pendidikan
24
2. Informasi
3. Budaya
4. Pengalaman
menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam
5. Sosial ekonomi
tinggi, tingkat sosial ekonomi akan menambah tingkat pengetahuan. Hal ini
disebabkan oleh sarana prasarana serta biaya yang dimiliki untuk mencari ilmu
pengetahuan terpenuhi.
25
2.6 Penggunaan Obat yang Rasional
rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, periode
waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan
a. Tepat diagnosis.
d. Tepat dosis.
g. Efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau.
2.7 Apotek
Berdasarkan PP No.51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek antara lain :
jabatan apoteker.
26
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan sediaan
farmasi, antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetik.
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Bogadenta, 2012).
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sejalan
dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang
penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk
27
rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, apoteker juga dituntut untuk
1 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,
28
BAB III. METODE PENELITIAN
strategis dan pemilik apotek yang bersedia memberikan izin untuk dilakukannya
penelitian.
3.3.1 Populasi
Seluruh pasien swamedikasi yang berusia lebih dari usia 23 tahun keatas
3.3.2 Sampel
Apotek yang berada di Kecamatan Lubuk Basung yang memenuhi kriteria inklusi
dan ekslusi.
29
3.3.3 Jumlah Sampel
Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti
N
n =
1 + Ne²
Dimana :
Apotek A didapat ± 140 orang, Apotek B didapat ± 235, dan Apotek C didapat ±
Berdasarkan rumus Slovin maka dapat dihitung jumlah sampel untuk masing-
140
Sampel di Apotek A =
1 + 140 x 0,1²
= 58,33 ~ 58
30
235
Sampel di Apotek B =
1 + 235x 0,1²
= 70,14 ~ 70
185
Sampel di Apotek C =
1 + 185 x 0,1²
= 64,91 ~ 65
a. Kriteria Inklusi
apotek.
2. Pasien yang bersedia bekerja sama dengan peneliti dan mengisi data
informent conset.
b. Kriteria Ekslusi
31
3.5 Instrumen Penelitian
tanda golongan obat, pemilihan obat, aturan pakai obat, efek samping obat.
rasional, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, tidak
adanya efek samping obat, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi
32
obat, dan tidak adanya polifaramsi atau penggunaan dua atau lebih jenis obat
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.Data primer yaitu data yang diambil dari responden langsung atau
sampel penelitian . Data dapat berupa wawancara langsung dan kuesioner yang
diberikan pada responden. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh
secara tidak langsung, kaitannya dalam hal ini yaitu pasien swamedikasi, buku-
buku, tulisan atau esai di internet atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian
a. Observasi, yang dalam metode ilmiah biasa diartikan sebagai pengamatan dan
luas tidak hanya sebatas pada pengamatan langsung dan tidak langsung,
termasuk dalam pengamatan tidak langsung adalah kuesioner dan test. Peneliti
33
3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut. Masing-masing item dikatakan valid apabila r hitung > r tabel (Ghozali,
nilai pertanyaan dengan nilai total. Apabila besar nilai total koefisien item
tersebut dinilai tidak valid. Validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan
kecermatan sebuah alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Perhitungan akan
indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil diukur sekali
saja. Untuk mengetahui apakah suatu varibel reliabel atau tidak digunakan uji
Alpha Cronbach. Jika nilai alphanya mendekati angka satu maka nilai relibelitas
komputerisasi. Nilai cronbach alpha pada penelitian ini adalah 0,6 dengan asumsi
bahwa daftar pertanyaan yang diujji akan dikatakan reliabel bila nilai Cronbach
alpha > 0,6. Syarat suatu alat ukur merupakan kehandalan yang semakin tinggi
34
adalah apabila koefisien reliabilitasnya mendekati angka satu. Apabila koefisien
alpha > 0,6 maka alat ukur dianggap handal (Ghozali, 2005).
analisis lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antar dua variabel,
maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan dua
variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis uji statistik yang
2006).
kualitatif sehingga uji statistik yang sesuai dengan jenis data ini adalah Chi-
Square Test. Uji ini digunakan untuk menganalisis hubungan karakteristik pasien
dianalisis secara deskriptif dengan cara memeriksa dan melihat apakah semua
dengan memberi skor atau nilai tertentu. Pada kuesioner bagian pengetahuan
swamedikasi, setiap jawaban yang “benar” diberi nilai 1,dan jawaban “salah”
35
jawaban yang “tepat, tidak ada efek samping obat” diberi nilai 1 dan jawaban
yang “tidak tepat, terdapat efek samping obat“ diberi nilai 0. Kemudian data
ketepatan dosis obat, efek samping obat, tidak adanya kontraindikasi, tidak
adanya interakasi obat, dan tidak adanya polifarmasi (Depkes RI, 2008;
1. Tidak rasional, bila nilai < 6, yang berarti tidak semua kriteria kerasionalan
Universitas Andalas pada bulan Maret 2019.Kode etik adalah suatu instrument
Semua penelitian yang melibatkan manusia tidak boleh melanggar standar etik
yang berlaku universal, tetapi juga harus memperhatikan berbagai aspek sosial
36
budaya masyarakat yang teliti. Tujuan utama melakukan kode etik adalah
melindungi subyek penelitian atau responden dari bahaya secara fisik (ancaman),
37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
beberapa Apotek di Kecamatan Lubuk Basung, diperoleh hasil dari 193 responden
sebagai berikut :
dengan 15 item pertanyaan diperoleh nilai r hitung > nilai r tabel (Tabel 1).
sebanyak 193 orang. Untuk jenis kelamin didominasi oleh perempuan (58%),
38
5. Hubungan pengetahuan terhadap rasionalitas penggunaan obat oleh responden
rasionalitas diperoleh hasil yaitu 0.924 .Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak
4.2 Pembahasan
dan reabilitas. Dimana uji validitas menggunakan uji Product Moment Pearson
Correlation.
R Tabel Signifikan
NO No Butir Pertanyaan R Hitung
( N=30 )
1 Soal 1 0.351
2 Soal 2 0.351
3 Soal 3 0.473
4 Soal 4 0.312
5 Soal 5 0.312
6 Soal 6 0.523
7 Soal 7 0.473
8 Soal 8 0.480 0.296
9 Soal 9 0.312
10 Soal 10 0.437
11 Soal 11 0.351
12 Soal 12 0.473
13 Soal 13 0.351
14 Soal 14 0.351
15 Soal 15 1
39
Keseluruhan butir soal telah memiliki r hitung > r tabel. Dengan demikian,
kuesioner ini dapat dinyatakan valid. Sedangkan uji reabilitas menggunakan uji
Cronbach’s Alpha.
SMK/SMA (49.2%) dan pekerjaan didominasi dengan ibu rumah tangga (28.5%).
KARAKTERISTIK JUMLAH
NO PERSENTASE %
SOSIODEMOGRAFI N= 193
Usia
40
Jenis Kelamin
81 42.0
2 a. laki-laki
112 58.0
b. perempuan
Pendidikan
15 7.8
a. SD
25 13.0
b. SMP
3 95 49.2
c. SMA
57 29.5
d.Perguruan Tinggi
1 0.5
e. Lain-lainnya
Pekerjaan
25 13.0
a. Pegawai negeri
29 15.0
b. Pegawai Swasta
4 50 25.9
c. Wiraswasta
55 28.5
d. Rumah Tangga
34 17.6
e. Lainnya
Penghasilan
a. 1 kali 14 7.3
b. 2 kali 66 34.2
6
c. 3 kali 81 42.0
d. 4 kali 14 7.3
e. 5 kali 18 9.3
41
Tujuan ke Apotek
Konsultasi
44 22.8
8 a. Apoteker
149 77.2
b. asisten apoteker
TOTAL 193
masyarakat produktif dengan tingkat umur 29-39 tahun, lebih memilih pengobatan
penelitian. Rentang umur tersebut termasuk ke dalam kategori usia prima yang
idealnya telah bekerja. Oleh karena itu, obat-obat bebas lebih dipilih sebagai
42
Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan menunjukkan bahwa
melakukan swamedikasi dan terlebih dahulu mencari informasi tentang obat yang
tangga lebih banyak melakukan swamedikasi, hal ini dikarenakan ibu rumah
mereka melakukan pengobatan sendiri sebab dianggap lebih murah dan praktis
dalam penelitian ini di bagi dalam 3 kategori yaitu kategori baik (43%), kategori
1 Buruk 36 18.7
2 Sedang 74 38.3
43
3 Baik 83 43.0
No Pernyataan Ya Tidak
dahulu
44
mengetahui bahwa ada obat yang tidak boleh distop secara
9 (78.8%) (21.2%)
mendadak tapi harus diturunkan dosisnya secara perlahan
11 perbedaan dosis obat antara orang dewasa dan anak-anak (96.9%) (3.1%)
dokter
14 (36.8%) (63.2%)
benarnya kurang dari 50% responden yaitu pertanyaan mengenai golongan obat
apa yang dibeli sendiri ke apotek(36.7%), golongan apa yang harus dibeli dengan
dapat dapat disimpulkan sebagian besar responden dalam penelitian ini belum
paham tentang golongan obat apa yang dibeli sendiri ke apotek, golongan apa
45
yang harus dibeli dengan resep dokter dan mengetahui logo lambang obat bebas.
kesalahan ini terjadi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama,
(Depkes, 2007).
rasional (77.2%) dapat dilihat pada Tabel 6. Menurut WHO, penggunaan obat
yang rasional merujuk pada penggunaan obat yang benar, sesuai dan tepat.
Penggunaan obat di sarana pelayanan kesehatan umum nya belum rasional. Oleh
karena itu, diperlukan adanya promosi penggunaan obat yang rasiona dalam
bentuk komunikasi, informasi dan edukasi yang efektif dan terus-menerus yang
WHO, 2010).
penggunaan obat yang tidak terpenuhi. Obat dikatakaan rasional bila semua
46
kriteria rasional dapat terpenuhi. Penggunaan obat yang tidak rasional paling
banyak disebabkan oleh efek samping obat(15.5%), lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 7. Efek samping yang nilai tidak rasional adalah efek samping yang
Persentase
NO Kriteria Status
(%)
Tidak Tepat -
Sejalan dengan keluhan yang didapati pada penelitian ini, maka pemilihan
Antipiretik dan Analgetik (obat demam dan penghilang nyeri), lalu diikuti dengan
47
golongan obat flu, batuk pilek, batuk dan golongan obat lainya seperti vitamin.
hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukan kelas
antipiretik dan analgetik (Lubis, 2014) (Harapap, 2015). Data lengkap dapat
Ketidaktepatan dosis obat dalam penelitian ini meliputi dosis sekali pakai
dan cara penggunaan obat. Hal ini dapat disebabkan karena responden hanya
sampai habis, hal ini dapat menimbulkan masalah obat tidak manjur, kepekaan
berlebihan setelah digunakan secara lokal, resistensi (bakteri menjadi kebal dan
tidak dapat dibunuh lagi dengan obat tersebut), terjadi infeksi lain (sekunder)
(Widodo, 2004).
Jenis Obat %
Analgesik- Antipiretik 38.3
AINS 4.7
Batuk- Pilek 21.2
Antidiare 4.7
Antasida 5.7
Antimalaria 0.5
Antibiotik 2.6
Kecacingan 2.1
Lainnya 20.2
Total 100
48
Sejalan dengan mayoritas keluhan yang dialami, jenis obat yang paling
menggunakan antibiotik yang tidak dibeli dengan resep dokter. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kelas obat yang
dan sisanya 2.1% menggunakan obat obat dalam Daftar Obat Wajib Apotek
penelitian ini masih golongan obat yang diboleh untuk digunakan untuk
swamedikasi (Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan obat-obat dalam Daftar Obat
lain bila diperoleh hasil dimana Level of Significance ( nilai p value ) < alpha
(0.05). Setelah dilakukan pengujian diperoleh hasil dimana usia, jenis kelamin dan
pekerjaan yang memiliki nilai p < (0.05), sedangkan pendidikan terakhir dan
penghasilan memiliki nilai p value > alpha (0.05). Sementara dapat disimpulkan
49
Nilai p value < alpha (0.05) paling rendah adalah jenis kelamin (0.002) dan
diikuti oleh pekerjaan (0.014) dan usia (0.038). Selanjutnya dapat disimpulkan
Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (Lubis, 2014) dimana hanya
23-30 Tahun 39 19 12 8
31-40 Tahun 53 28 23 2
40-50 Tahun 51 19 19 13
0.038
51-60 Tahun 29 13 9 7
> 60 Tahun 21 4 11 6
TOTAL 193 83 74 36
Tingkat Pengetahuan
Jenis Kelamin Jumlah Responden P
Baik Sedang Buruk
Laki-laki 81 26 31 24
TOTAL 193 83 74 36
Tingkat Pengetahuan
Pendidikan Jumlah Responden P
Baik Sedang Buruk
50
SD 15 8 5 2
SMP 25 10 11 4
SMA 95 42 37 16
0.862
Perguruan Tinggi 57 22 21 14
Lainnya 1 1 0 0
TOTAL 193 83 74 36
Tingkat Pengetahuan
Pekerjaan Jumlah Responden P
Baik Sedang Buruk
Pegawai Negeri 25 15 10 0
0.014
Pegawai swasta 29 17 8 4
Wiraswasta 50 16 20 14
Rumah Tangga 55 25 23 7
Lainnya 34 10 13 11
TOTAL 193 83 74 36
Tingkat Pengetahuan
Penghasilan Jumlah Responden P
Baik Sedang Buruk
>1.000.000- 84
32 33 19
2.000.000 /Bulan
>2.000.000- 56 0.389
28 21 7
3.000.000 / Bulan
>3.000.000/Bulan 27 15 8 4
TOTAL 193 83 74 36
responden dapat dilihat dari hasil uji Chi-Square Test pada Sosiodemografi dan
51
Rasionalitas penggunaan obat diperoleh hasil dimana hanya pendidikan (0.027)
yang memiliki nilai p < alpha (0,05) sedangkan jenis kelamin, umur, pekerjaan
dan penghasilan memiliki nilai p > alpha (0,05) maka dapat disimpulkan hanya
Rasionalitas
Usia Jumlah Responden P
Rasional Tidak Rasional
23-30 Tahun 39 33 6
31-40 Tahun 53 38 15
40-50 Tahun 51 36 15
0.298
51-60 Tahun 29 25 4
> 60 Tahun 21 17 4
Rasionalitas
Jenis Kelamin Jumlah Responden P
Rasional Tidak Rasional
Laki-laki 81 67 14
Rasionalitas P
Pendidikan Jumlah Responden
Rasional Tidak Rasional
SD 15 8 7
SMP 25 20 5 0.027
SMA 95 72 23
52
Perguruan Tinggi 57 49 8
Lainnya 1 0 1
Rasionalitas
Pekerjaan Jumlah Responden P
Rasional Tidak Rasional
Pegawai Negeri 25 20 5
Pegawai swasta 29 20 9
Wiraswasta 50 41 9
0.178
Rumah Tangga 55 38 17
Lainnya 34 30 4
Rasionalitas
Penghasilan Jumlah Responden P
Rasional Tidak Rasional
>1.000.000- 84
65 19
2.000.000 /Bulan
>2.000.000- 56 0.738
45 11
3.000.000 / Bulan
>3.000.000/Bulan 27 21 6
penelitian ini serupa dengan penelitian Kristina (2008) yang menyatakan bahwa
53
umur merupakan salah satu faktor sosiodemografi yang mempengaruhi
responden. Berdasarkan hasil uji Chi-Square Test antara tingkat pengetahuan dan
rasionalitas diperoleh hasil dimana nilai p > alpha (0,05) yaitu 0.924. Nilai ini
sangat besar . Hal ini dapat disimpulkan bahwa Tingkat Pengetahuan tidak
memiliki pengaruh besar terhadap rasionalitas. Data lebih lengkap dapat dilihat
Rasionalitas
Tingkat Jumlah
Tidak P
Pengetahuan Responden Rasional
Rasional
Baik 83 64 19
Sedang 74 58 16 0.924
Buruk 36 27 9
54
pengobatan yang tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian informasi
yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada
walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan obat bebas dan
obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak
55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kecamatan Lubuk Basung tergolong rasional 77.2% dan yang tidak rasional
22.8%.
5.2 Saran
pengetahuan swamedikasi.
56
DAFTAR PUSTAKA
Adhikary, M., Tiwari, P., Singh, S., & Karoo, C. 2014. Study of Self-Medication
Practices and its Determinant Among College Students of Delhi University
North Campus, New Delhi, India. International Journal of Medical Science
and Public Health;3(4):406-409.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Menuju Swamedikasi yang Aman.
Majalah Info POM;15(1):1-12.
Corwin E.J. 2009. Buku Saku patofisiologi Edisi Kedua. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas.
Jakarta: DepKes RI.
57
Estuningtyas A, dan Azalia A. 2007. Obat lokal. Didalam S. G. Gunawan, R.
Setiabudy, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan Terapi; Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, Edisi kedua. Hal. 367-368, 373-374.
Kartajaya H. 2011. Self Medication, Who Benefits and Who is At Loss. Indonesia:
MarkPlus Insight..
58
Notoatmodjo S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Supardi S dan Susyanty A.L. 2007. Penggunaan Obat Traditional Dalam Upaya
Pengobatan Sendiri di Indonesia (Analisis Data Susenas Tahun 2007).
Buletin Peneliti Kesehatan; 38(1): 81.
Wilson LM. 2006. Tanda dan gejala penting pada penyakit pernapasan. Dalam: S.
A. Price, dan L. M. Wilson, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC. Hal. 773-774.
59
Zeenot S. 2013. Pengelolaan dan Penggunaan Obat Wajib Apotek. Yogyakarta:
D-Medika.
60
Lampiran 1. Kerangka Teori
Masyarakat
Sakit
Sehat
Kesehatan
Analisa
61
Lampiran 2 Kerangka Konsep
Swamedikasi
- Jenis Kelamin
62
Lampiran 3. Skema Kerja Penelitian
Catat dan data pasien yang sedang membeli obat di apotek ( nama pasien,umur
pasien, alamat pasien.
63
Lampiran 4. Surat Izin Apotek
Gambar 4. Surat Izin dari Apotek Zita Farma Kecamatan Lubuk Basung
64
Gambar 5. Surat Izin dari Apotek Hasanah Kecamatan Lubuk Basung
65
Gambar 6.Surat Izin dari Apotek Satria Kecamatan Lubuk Basung
66
Lampiran 5. Surat Ketarangan Kaji Etik
67
68
69
70
71
72
Lampiran 8. Daftar Tabel r Product Moment
73
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian
74