Anda di halaman 1dari 67

CASE REPORT STUDY

INSTALASI FARMASI

“Management Sumber Daya Manusia”

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT OTAK Dr. Drs. MUHAMMAD HATTA BUKITTIGGI
PERIODE 28 November 2022 – 20 Januari 2023

OLEH

KELOMPOK 2 :

Dian Juwita, S.Farm 2202016


Listia Ningsih, S.Farm 2202031
Suci Putri Yuliandi, S.Farm 2202051

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2022

1
FORM PENILAIAN

No. Penilai Kegiatan Proporsi Nilai Total Nilai

1 Preseptor 1 BTS 20%


(Partisipan)
CRS 15%
(Presentan)
CRS 5%
(Partisipan)
2 Preseptor 2 Analisis DRP 25%
(Presentan)

Patient 5%
Counceling
DIS 15%

3 Preseptor 1 dan Kehadiran, 10%


2 sikap dan
tingkah laku
Nilai Akhir

Preseptor

(Apoteker)

(apt. Khairil Armal, S.Si., Sp.FRS)

2
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7

2.1 Rumah Sakit...................................................................................................7

2.1.1 Defenisi Rumah Sakit.......................................................................7

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit....................................................................11

2.2.1 Definisi IFRS..................................................................................11

2.2.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit...........................................12

2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.........................................14

2.4 Standar Profesi Apoteker..............................................................................16

2.5 Kredensial Apoteker di Rumah Sakit...........................................................19

2.6 Alur Pelayanan Resep di Apotek Rawat Inap..............................................23

2.7 Alur Pelayanan Resep di Apotek Rawat Jalan.............................................28

2.8 Sumber Daya Manusia..................................................................................29

2.8.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)....................................30

2.8.2 Persyaratan Sumber Daya Manusia................................................30

2.9 Beban Kerja dan Kebutuhan.........................................................................31

2.10 Uraian Tugas Instalasi Farmasi RSO Bukittinggi......................................33

2.10.1 Kepala ruangan apotek rawat inap.................................................34

2.10.2 Kepala ruangan apotek rawat jalan.................................................34

2.10.3 Kepala ruangan produksi, sterilisasi dan gudang farmasi..............34

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................44

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................62

1
4.1 Kesimpulan...................................................................................................62

4.2 Saran….........................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................64

2
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

1. Perhitungan Jumlah Apoteker Apotek Rawat Inap neurologi...........................46


2. Perhitungan Jumlah Asisten Apoteker Apotek Rawat Inap Neurologi + ICU. 49
3. Perhitungan Jumlah Apoteker Apotek Rawat Jalan...........................................53
4. Perhitungan Kebutuhan Sdm Asisten Apoteker Bpjs Dan Umum Rawat Jalan 55
5. Perhitungan Kebutuhan SDM Administrasi apotek Rawat jalan......................56
6. Perhitungan Jumlah Apoteker Gudang Farmasi................................................58
7. Perhitungan Jumlah Apoteker Bagian Produksi................................................59

3
BAB I

PENDAHULUAN

Standar pelayanan kefarmasian adalah tolok ukur yang

dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu

pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan

sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan

mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, 2016). Rumah Sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat (Permenkes, 2020).Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan

farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien (Kemenkes,2016)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah

sakit tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang

ditujukan untuk keperluan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang

dimaksud adalah kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu

sediaan farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan, pemusnahan,

pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, farmasi klinik di ruangan.

IFRS merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang habis pakai serta

pelayanan jasa yaitu farmasi klinik (PIO, Konseling, Meso, Monitoring Terapi

Obat, Reaksi Merugikan Obat) bagi pasien atau keluarga pasien (Rusli, 2016).

4
Perencanaan sumber daya manusia adalah suatu proses sistematis

yang digunakan untuk memprediksi permintaan dan penyediaan SDM di masa

datang. Melalui program perencanaan SDM yang sistematis dapat diperkirakan

jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap periode tertentu

sehingga dapat membantu bagian SDM dalam perencanaan rekrutmen, seleksi,

serta pendidikan dan pelatihan (Rachmawati, 2008).

Dalam pengelolaan sumber daya manusia, diperlukan suatu proses untuk

mencapai efektivitas pekerja yaitu manajemen sumber daya manusia. Salah satu

fungsi dari manajemen sumber daya manusia yaitu perencanaan untuk

menanpilkan performa terbaik dari karyawan. Oleh karenanya, perencanaan

mampu menjadi sarana untuk menciptakan sistem karyawan yang berkinerja

tinggi (Dessler, 2003).

Salah satu metode perencanaan kebutuhan tenaga kerja adalah Workload

Indicator of Staffing Need (WISN) yaitu metode perhitungan tenaga kerja

berdasarkan indikator beban kerja yang dilakukan oleh tiap kategori sumber daya

manusia kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Metode

ini mudah untuk diterapkan, komprehensif dan realistis (Depkes RI, 2014)

Metode WISN dapat diterapkan untuk menghitung setiap jenis tenaga

kerja di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit. Salah satu bagian di

rumah sakit yang memiliki peran besar dalam menunjang kegiatan operasional

rumah sakit adalah instalasi farmasi rumah sakit (IFRS). Instalasi Farmasi Rumah

Sakit (IFRS) merupakan bagian integral pelayanan kesehatan di rumah sakit yang

memberikan pelayanan kefarmasian yang efektif dan efisien, serta menjamin

tersedianya obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau bagi semua lapisan

5
masyarakat (Pudjaningsih, 2006). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI

No 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bahwa

untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang

berorientasi kepada pasien, diperlukan suatu standar yang dapat digunakan

sebagai acuan dalam pelayanan kefarmasian. Standar pelayanan minimal rumah

sakit bidang farmasi merupakan suatu standar pedoman mutu yang dikeluarkan

oleh menteri kesehatan RI yang harus dipenuhi oleh setiap instalasi farmasi rumah

sakit di Indonesia. Standar mutu ini diharapkan agar instalasi farmasi dapat

memberikan pelayanan farmasi yang bermutu kepada masyarakat melalui

pelayanan resep yang cepat, tidak terjadi kesalahan pemberian obat, membarikan

kepuasan terhadap pasien dan penulisan resep sesuai dengan formularium rumah

sakit.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit (Permenkes No. 72 Tahun 2016)

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah

rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis

penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit

atau kekhususan lainnya.

2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit (Permenkes No 3 Tahun 2020)

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan:

A. Rumah Sakit umum; dan

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum terdiri atas:

 pelayanan medik dan penunjang medik;

 pelayanan keperawatan dan kebidanan; dan

 pelayanan nonmedik.

Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas:

a. Rumah Sakit umum kelas A

7
Rumah Sakit umum kelas A merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah.

b. Rumah Sakit umum kelas B

Rumah Sakit umum kelas B merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah.

c. Rumah Sakit umum kelas C; dan

Rumah Sakit umum kelas C merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah.

d. Rumah Sakit umum kelas D.

Rumah Sakit umum kelas D merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 50 (lima puluh) buah.

Rumah Sakit umum kelas D terdiri atas:

a.Rumah Sakit umum kelas D; dan

b.Rumah Sakit kelas D pratama

Sumber daya manusia pada Rumah Sakit umum berupa tenaga tetap

meliputi:

a. Tenaga medis : dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis,

dan/atau dokter subspesialis.;

b. Tenaga psikologi klinis;

c. Tenaga keperawatan;

d. Tenaga kebidanan;

e. Tenaga kefarmasian;

f. Tenaga kesehatan masyarakat;

g. Tenaga kesehatan lingkungan;

8
h. Tenaga gizi;

i. Tenaga keterapian fisik;

j. Tenaga keteknisian medis;

k. Tenaga teknik biomedika;

l. Tenaga kesehatan lain; dan

m. Tenaga nonkesehatan.

B. Rumah Sakit khusus.

Rumah sakit khusus terdiri atas

a. Ibu dan anak;

b. Mata;

c. Gigi dan mulut;

d. Ginjal;

e. Jiwa;

f. Infeksi;

g. Telinga-hidung-tenggorok kepala leher;

h. Paru;

i. Ketergantungan obat;

j. Bedah;

k. Otak;

l. Orthopedi

m. Kanker; dan

n. Jantung dan pembuluh darah.

Sumber daya manusia pada Rumah Sakit khusus berupa tenaga tetap

meliputi:

9
a. Tenaga medis;

b. Tenaga keperawatan dan/atau tenaga kebidanan;

c. Tenaga kefarmasian;

d. Tenaga kesehatan lain; dan

e. Tenaga non kesehatan

Klasifikasi Rumah Sakit khusus terdiri atas:

a. Rumah Sakit khusus kelas A;

Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100

(seratus) buah.

b. Rumah Sakit khusus kelas B; dan

Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 75(tujuh

puluh lima) buah.

c. Rumah Sakit khusus kelas C

Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 25 (dua

puluh lima) buah.

Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan kegawatdaruratan.

Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap Rumah Sakit harus memiliki:

a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:

1. 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan

2. 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik

swasta.

b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I paling banyak 30%

10
(tiga puluh persen) tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, dan swasta. Rumah Sakit umum, terdiri atas 5% (lima persen)

untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga persen) untuk pelayanan

intensif lainnya.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2.1 Defenisi IFRS

Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu

departemen atau unit atau bagian dari suatu rumah sakit dibawah pimpinan

seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi

persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari pelayanan paripurna mencakup

perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan atau

sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal

maupun rawat jalan, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan

penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit (Permenkes, 2016).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit

tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan

untuk keperluan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud

adalah kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan, pemusnahan/penghapusan),

pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, farmasi klinik di ruangan.

IFRS merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang memberikan

pelayanan produk yaitu sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan bahan medis

11
habis pakai serta pelayanan jasa yaitu farmasi klinik (PIO, Konseling, Meso,

Monitoring Terapi Obat, Reaksi Merugikan Obat) bagi pasien atau keluarga

pasien (Rusli, 2016).

2.2.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (PERMENKES No. 72 Tahun

2016)

a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai

- Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.

- Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal

- Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat

sesuai ketentuan yang berlaku

- Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit

- Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku

- Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian

- Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit

- Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

12
- Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari

- Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah

memungkinkan)

- Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai

- Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat

digunakan

- Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai

- Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

b. Pelayanan Farmasi Klinik

- Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan

Obat

- Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat

- Melaksanakan rekonsiliasi Obat

- Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik

berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada

pasien/keluarga pasien

- Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

13
Pakai

- Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan

lain:

 Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya

 Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) : pemantauan

efek terapi Obat, pemantauan efek samping Obat dan

pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

 Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

• Melaksanakan dispensing sediaan steril :

 Melakukan pencampuran Obat suntik

 Menyiapkan nutrisi parenteral

 Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik

 Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil

• Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar

Rumah Sakit.

• Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

a. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan

untuk:

a) meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian

14
b) menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

c) melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang

tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

b. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

meliputi standar:

a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai; dan

b. Pelayanan farmasi klinik.

c. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai;

1. Pemilihan

2. Perencanaan kebutuhan

3. Pengadaan

4. Penerimaan

5. Penyimpanan

6. Pendistribusian

7. Pemusnahan dan penarikan

8. Pengendalian

9. Administrasi

d. Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:

a) Pengkajian dan Pelayanan Resep

b) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

c) Rekonsiliasi Obat

d) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

15
e) Konseling

f) Visite

g) Pemantauan Terapi Obat (PTO)

h) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

i) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

j) Dispensing Sediaan Steril

k) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Kegiatan pelayanan kefarmasian harus didukung oleh sumber daya

manusia, sarana dan perlatan yang memadai (Permenkes RI,2016). Berdasarkan

Kemenkes No. 129 tahun 2008 tentang standar minimal pelayanan rumah sakit,

standar minimal pelayanan farmasi di Rumah Sakit yaitu:

 Waktu tunggu pelayanan

e. Obat jadi = < 30 menit

f. Racikan = < 60 menit

 Tidak adanya kejadiaan kesalahan pemberian obat 100%

 Kepuasan pelanggan 80%

 Penulisan resep sesuai 100%

2.4 Standar Profesi Apoteker (Kemenkes RI No. 13 Tahun 2023)

a. Standar Kompetensi Apoteker

Standar Kompetensi Apoteker terdiri atas 6 (enam) area kompetensi

yang disusun berdasarkan peran, tugas dan tanggung jawab Apoteker,

mengacu pada empat domain kompetensi dalam A Global Competency

Framework. Area kompetensi Apoteker tersebut meliputi:

16
1. Profesionalisme.

2. Mawas diri dan pengembangan diri.

3. Komunikasi efektif.

4. Landasan ilmiah ilmu farmasi, ilmu biomedik, ilmu humaniora, dan

ilmu kesehatan masyarakat.

5. Keterampilan Apoteker.

6. Pengelolaan Praktik Kefarmasian.

Area kompetensi Apoteker dikelompokkan dalam 3 aspek yaitu:

1. Aspek kemampuan personal dan profesional:

a. Profesionalisme,

b. Mawas diri dan pengembangan diri, dan

c. Komunikasi efektif.

2. Aspek intelektualitas, kemampuan berfikir analitis-kritis, adaptif, dan

kreatif, yaitu: Landasan ilmiah ilmu farmasi, ilmu biomedik, ilmu

humaniora, dan ilmu kesehatan masyarakat.

3. Aspek kemampuan klinis:

a. Keterampilan Apoteker, dan

b. Pengelolaan Praktik Kefarmasian

Kompetensi Apoteker dibangun dengan fondasi profesionalisme,

mawas diri dan pengembangan diri, komunikasi efektif, ditunjang oleh

pilar landasan ilmiah ilmu farmasi, ilmu biomedik, ilmu humaniora, dan

ilmu kesehatan masyarakat, serta keterampilan Apoteker dan kemampuan

untuk mengelola Praktik Kefarmasian secara optimal

Area Keterampilan Apoteker

17
a.Produksi/pembuatan Sediaan Farmasi.

b.Pengujian mutu dan pemastian mutu Sediaan Farmasi.

c.Pengadaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

d.Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

e.Distribusi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

f.Pengelolaan narkotika, psikotropika, prekursor farmasi.

g.Pengelolaan Sediaan Farmasi critical, High Alert Medication

(HAM), sitostatika, radiofarmaka, kelompok bahan berbahaya

dan beracun (B3).

h.Penelitian dan pengembangan Sediaan Farmasi.

i.Compounding Sediaan Farmasi extemporaneous.

j.Penyiapan dan penyaluran bahan, alat, peralatan, dan

perlengkapan steril siap pakai.

k. Farmakovigilans.

l. Pelayanan informasi Sediaan Farmasi.

m. Pelayanan Kefarmasian untuk individu.

n. Pelayanan Kefarmasian untuk masyarakat.

Lulusan Apoteker mampu:

1. Melaksanakan pembuatan/produksi Sediaan Farmasi dalam bentuk sediaan

padat, setengah padat, cair.

2. Melaksanakan pengujian mutu (quality control/QC) dan

pemastian mutu (quality assurance/QA) Sediaan Farmasi

3. Melaksanakan pengadaan Sediaan Farmasi dan Alat

Kesehatan

18
4. Melaksanakan penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat

Kesehatan.

5. Melaksanakan distribusi/penyaluran Sediaan Farmasi dan

Alat Kesehatan.

6. Melaksanakan pengelolaan narkotika, psikotropika, dan

prekursor farmasi

7. Melaksanakan pengelolaan narkotika, psikotropika, dan

prekursor farmasi

8. Melaksanakan penelitian dan pengembangan Sediaan

Farmasi

9. Melaksanakan compounding Sediaan Farmasi

extemporaneous.

10. Melaksanakan penyiapan dan penyaluran bahan, alat,

peralatan, dan perlengkapan steril siap pakai.

11. Melaksanakan farmakovigilans.

12. Melaksanakan pelayanan informasi Sediaan Farmasi.

13. Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian untuk individu.

14. Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian untuk masyarakat.

2.5 Kredensial Apoteker di Rumah Sakit

2.5.1 Pengertian Kredensial Apoteker di Rumah Sakit

Kredensial adalah bukti tertulis dari sertifikasi, pendidikan, pelatihan,

pengalaman atau kualifikasi lainnya (Joint Comission Accreditation, 2017),

sedangkan Proses Kredensial (Credentialing) adalah proses evaluasi suatu rumah

sakit terhadap seorang Profesinal Pemberi Asuhan (PPA) untuk menentukan

19
apakah yang bersangkutan layak diberi penugasan klinis dan kewenangan klinis

untuk menjalankan asuhan/tindakan medis tertentu dalam lingkungan rumah sakit

tersebut untuk periode tertentu (Herkutanto, 2009).

2.5.2 Prinsip Kredensial

Landasan dasar pentingngya kredensial dilakukan bagi Apoteker adalah:

 Keselamatan pasien merupakan dasar dalam proses kredensial dan ruang

lingkup pelayanan kefarmasian.

 Akuntabilitas suatu profesionalisme Apoteker. Pedoman Kredensial

Apoteker.

 Kredensial dalam ruang lingkup kefarmasian akan dijadikan dalam dasar

dalam keseharian pelayanan kefarmasian secara konsisten dan suatu

kekhususan ruang lingkup para profesional di fasilitas kesehatan dalam

menjalankan tugas pelayanan kefarmasian.

 Suatu ruang lingkup kekhususan tertentu di fasilitas kesehatan harus

terlatih dalam bidang kefarmasian dan tidak dianjurkan diluar kekhususan.

2.5.3 Proses Kredensial

Proses krdensial pada akhirnya akan menentukan kelayakan terhadap

kompetensi Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian dan dibuktikan

dengan suatu keputusan yang diterbitkan oleh “penguasa” atau dapat dianalogikan

sebagai pejabat tertinggi dalam fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) yaitu

sebagai berikut :

20
 Asesi membuat permohonan untuk dikeluarkan Surat Penugasan

Kewenangan Klinis kepada Pimpinan Rumah Sakit.

 Pimpinan Rumah Sakit membuat permohonan kepada tim kredensial

rumah sakit atau Mitra Bestari untuk dilakukan kredesialing atas nama

asesi. Permohonan dilengkapi dengan data asesi dan rincian kewenangan

klinis yang diminta.

 Asesor melakukan penilaian kewenangan klinis.

 Asesor menilai dan memutuskan tingkat kemampuan klinis.

 Asesor mengeluarkan rekomendasi rincian kewenangan klinis.

 Mitra Bestari mengirim rekomendasi rincian kewenangan klinis ke

Pimpinan Rumah sakit yang meminta.

 Pimpinan rumah sakit menerbitkan Surat Penugasan Kerja Klinis.

21
Bagan Alur Proses Kredensial

2.5.4 Rincian Kewenangan klinis (RKK)

Rincian kewenangan klinis diberikan kepada tenaga apoteker dalam

menjalankan prosedur/tindakan dalam rangka menjamin kualitas pelayanan dan

keselamatan pasien agar apoteker bersikap, bertindak, dan berperilaku secara

22
bertanggung jawab dan mentaati semua disiplin dan etika profesi apoteker serta

moral yang baik kepada pasien, sejawat dan masyarakat. Rincian kewenangan

klinis Apoteker yaitu:

1. Upaya Penggunaan Obat Rasional (Pemantauan Terapi Obat (PTO),

Penelusuran Riwayat Pengobatan, Rekonsiliasi obat)

2. Konsultasi dan Konseling Sediaan Farmasi

3. Farmakovigilans (MESO)

4. Evaluasi Penggunaan Obat

5. Pelayanan Farmasi Klinis Berbasis Biofarmasi-Farmakokinetik

(Pemantaun kadar obat dalam darah)

6. Penyiapan Sediaan Farmasi (Dispensing sediaan steril)

7. Penyerahan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan (Pengkajian dan

pelayanan resep)

8. Pelayanana Informasi Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan

9. Seleksi Bahan Baku, Sediaan Farmasi, Alat kesehatan (Pemilihan Sediaan

Farmasi)

10. Perencanaan Sediaan Farmasi

11. Pengadaan Bahan baku, Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

12. Penyimpanan dan Pendistribusian Bahan Baku, Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan

13. Pemusnahan dan Penarikan Bahan Baku, Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

2.6 Alur Pelayanan Resep di Apotek Rawat Inap

Pelayanan rawat inap merupakan suatu kegiatan dalam rangka

menyalurkan atau menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

23
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien

dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.

Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan terhadap pasien masuk rumah

sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi,

diagnosa, terapi, rehabilitasi medik,dan atau pelayanan medik lainnya. Apotek

rawat inap merupakan sub unit Instalasi Farmasi yang melaksanakan pelayanan

penunjang. Apotek rawat inap khusus menangani pendistribusian obat pada pasien

rawat inap, baik pasien umum maupun pasien BPJS.

Sistem distribusi pelayanan obat untuk pasien rawat inap yaitu :

1. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis

tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini

digunakan untuk pasien rawat inap.

A. Unit Dose Dispensing (UDD)

Adalah suatu sistem distribusi obat kepada pasien rawat inap disiapkan

dalam bentuk dosis satu kali pemakaian. Sistem distribusi obat UDD merupakan

tanggung jawab farmasis, juga terkait dengan staf medis, perawat, dan

administrasi.Istilah dosis unit yang digunakan di Rumah Sakit menyatakan jenis

pengemasan dan juga sistem distribusi pengemasan.Obat-obatan dosis unit

didefenisikan sebagai obat-obatan yang dipesan, dikerjakan, diberikan dan dibayar

dalam bentuk satuan unit dosis yang terdiri dari obat-obatan dalam jumlah yang

telah ditentukan atau penyediaan yang efisien untuk satu kali penggunaan untuk

dosis yang biasa.

24
Keuntungan sistem distribusi obat dosis unit :

 Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam sehari

dan hanya membayar untuk obat-obat yang digunakan saja.

 Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan dipersiapkan oleh

petugas farmasi sehingga dengan demikian perawat dapat mempunyai

lebih banyak waktu untuk merawat pasien.

 Menciptakan pemeriksaan ganda/ double check dengan memberi

kesempatan kepada petugas farmasi untuk mengintepretasikan dan

memeriksa kopi pesanan obat yang asli dari dokter sebelum pemberian

obat; dan bagi perawat ada kesempatan untuk memeriksa obat-obat yang

akan diberikan kepada pasien sehingga dapat mengurangi kesalahan obat.

 Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan

dibagian perawatan farmasi.

 Meningkatkan pemanfaatan tenaga profesional dan non-profesional yang

lebih efisien.

 Menghemat uang dipos-pos perawatan dengan meniadakan persediaan

obat yang sangat banyak.

 Meniadakan kemungkinan terjadinya pencurian dan pemborosan obat.

 Memperluas ruang lingkup dan pengawasan farmasi diseluruh rumah sakit

dari saat dokter menulis pesanan obat sampai saat pasien menerima dosis

unit/UDD.

 Kemasan dosis unit masing-masing diberi label, dengan nama obat,

kekuatan daya obat, nomor kontrol, dan kemasan tetap utuh sampai obat

tersebut siap diberikan kepada pasien. Hal ini mengurangi kemungkinan

25
kesalahan obat dan juga membantu menarik kembali kemasan pada saat

obat itu ditarik dari peredaran.

 Meningkatkan kemampuan komunikasi dalam hal pemberian informasi

obat.

 Farmasis dapat keluar dari apotek dan mengunjungi pos-pos perawatan

untuk menjalankan tugasnya yang diperluas sebagai konsultan obat-obatan

dan memberikan bantuan tenaga yang dibutuhkan untuk perawatan yang

lebih baik kepada pasien.

B. One Day Dispensing (ODD)

ODD merupakan sistem distribusi perbekalan farmasi untuk kebutuhan

sehari.

C. Individual Dose Dispensing (IDD)

Individual dose dispensing adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap

pasien untuk beberapa hari. Dimana setiap pasien langsung bisa menebus

resepnya sekaligus, tanpa harus sering-sering ke apotek.

Keuntungan :

a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang

kemudian memberikan informasi kepada pasien secara

langsung.

b. Memberi kesempatan interaksi personal antara dokter,

apoteker, perawat, dan pasien.

c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.

d. Mempermudah penagihan biaya bagi pasien.

26
Kerugian :

a. Memerlukan waktu yang lebih lama.

b. Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan.

Pasien yang berada di rawat inap, terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Pasien BPJS

Sistem distribusi obat adalah unit dose dispensing yang dikombinasikan

dengan one day dose dispensing yaitu ada pasien yang mendapatkan obat

langsung untuk sekali pakai, dan dikombinasikan dengan obat-obat yang bisa

dipakai untuk sehari. Sehingga pasien BPJS selalu mendapatkan obat langsung

dari apotek setiap harinya.

2. Pasien non BPJS (Umum)

Sistem distribusi obat adalah gabungan unit dose dispensing dan

individual dose dispensing, yaitu pasien non BPJS diberikan obat untuk

pemakaian beberapa hari sekaligus, namun pemberian obat untuk dimakan ada

yang langsung diberikan untuk beberapa hari, dan ada juga yang pemberiannya

dibantu oleh petugas dengan memberikannya per unit atau pemberian sekali

pakai.

Prosedur pelayanan farmasi di apotek rawat inap di RSOMH

27
2.7 Alur Pelayanan Resep di Apotek Rawat Jalan

Apotek Rawat jalan adalah sub unit dari instalasi farmasi yang merupakan

pelayanan penunjang yang melayani resep pasien umum, dan BPJS.

Tugas pokok apotek rawat jalan :

 Melaksanakan pelayanan farmasi untuk pasien umum dan BPJS rawat

jalan sesuai dengan protap pelayanan.

 Mencatat obat dan alkes habis pakai yang hampir habis dalam buku

tersendiri.

 Merapikan penyimpanan obat dan alkes habis pakai sebelum dan sesudah

pelayanan.

 Membuat laporan mutasi obat apotek rawat jalan setiap bulan.

 Menerima dan memeriksa obat dan alkes habis pakai askes rumah sakit

(RS) yang masuk dan didistribusikan serta menyerahkan faktur yang

28
diterima ke petugas logistic atau gudang farmasi.

 Mencatat pemakaian obat dan alkes habis pakai umum dan BPJS dari

rawat inap sore dan malam hari dalam buku tersendiri.

Protap pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan

 Dokter menulis resep individual pada lembar resep rumah sakit.

 Pasien membawa resep tersebut ke apotek rawat jalan.

 Resep akan dientri oleh petugas sekaligus diverifikasi dan diberi nomor

urut.

 Selanjutnya, apoteker akan melakukan skrinning resep lalu AA akan

menyiapkan obat sesuai dengan resep.

 AA memeriksa ulang nama obat, jumlah obat, jenis obat, aturan pakai, dan

biaya obat.

Setelah obat selesai disiapkan dan dicek ulang, obat diserahkan kepada

pasien disertai dengan penjelasan cara pakai, cara penyimpanan dan informasi

lainnya

Prosedur pelayanan farmasi di apotek rawat jalan di RSOMH

29
2.8 Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan aset rumah sakit yang penting dan

merupakan sumber daya yang berperan besar dalam pelayanan rumah sakit.

Penanganan Sumber Daya Manusia Penting karena mutu pelayanan rumah sakit

sangat tergantung dari perilaku Sumber Daya Manusia, kemajuan ilmu dan

teknologi memerlukan tenaga yang professional dan spesialitis (Sabarguna, 2009).

SDM kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan,

pendidikan dan pelatihan serta terpadu dan saling mendukung, guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Adisasmito,

2007).

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian

yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran

dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga

Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi

dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri. (Permenkes RI,2016).

30
2.8.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:

 Apoteker

 Tenaga Teknis Kefarmasian

b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:

 Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian

 Tenaga Administrasi

 Pekarya/Pembantu pelaksana

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam

penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang

disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung

jawabnya.

2.8.2 Persyaratan Sumber Daya Manusia

Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis

Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan

Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker. Apoteker dan Tenaga Teknis

Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan terkait

jabatan fungsional di Instalasi Farmasi diatur menurut kebutuhan organisasi dan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi Farmasi harus dikepalai oleh

31
seorang Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi diutamakan

telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi minimal 3 (tiga) tahun

(Menkes RI, 2016).

2.9 Beban Kerja dan Kebutuhan

a) Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang

berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

 Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR)

 Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik dan

produksi)

 Jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari

 Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

b) Penghitungan Beban Kerja

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada

Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial

dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran

riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi Obat, pemberian

informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga

Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada

Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial

dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan

Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan

32
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien.

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan

rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan

farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit produksi

steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi Obat dan lainlain tergantung

pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi

Farmasi.

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di rawat inap

dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk

kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:

 Unit Gawat Darurat;

 Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus

Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU);

 Pelayanan Informasi Obat;

Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif

dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan

Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit rawat darurat yang akan diatur lebih

lanjut oleh Direktur Jenderal.

c) Pengembangan Staf dan Program Pendidikan

Setiap staf di rumah sakit harus diberi kesempatan untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilannya. Peran kepala instalasi farmasi dalam

pengembangan staf dan program pendidikan meliputi (Menkes RI, 2016):

1. Menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan

berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM

33
2. Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi pekerjaan (tugas

dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan kompetensi yang

diperlukan.

3. Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai dengan

kompetensinya.

d) Penelitian dan Pengembangan.

Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian mandiri atau

berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat dalam penelitian harus

mentaati prinsip dan prosedur yang ditetapkan dan sesuai dengan kaidah-kaidah

penelitian yang berlaku. Instalasi Farmasi harus melakukan pengembangan

Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan situasi perkembangan kefarmasian terkini.

Apoteker juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat yang dilakukan di

Rumah Sakit dengan mengelola Obat-Obat yang diteliti sampai dipergunakan oleh

subyek penelitian dan mencatat Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

yang terjadi selama penelitian.

2.10 Uraian Tugas Instalasi Farmasi RSO Bukittinggi

2.10.1 Kepala ruangan apotek rawat inap

 Mengawasi pelaksanaan Pelayanan Farmasi di Apotik Rawat Inap

 Mengawasi Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Apotik Rawat Inap

 Memantau persediaan obat dan alat kesehatan habis pakai di

apotek rawat inap setiap hari

 Menyusun laporan bulanan persediaan dan kegiatan pelayanan di

34
apotek rawat inap

 Membuat daftar dinas petugas Apotik Rawat Inap

 Melakukan kegiatan pelayanan farmasi klinik sesuai uraian jabatan

apoteker madya

2.10.2 Kepala ruangan apotek rawat jalan

 Mengawasi dan melaksanakan pelayanan Farmasi di Apotik Rawat Jalan

 Mengawasi Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Apotik Rawat Jalan

 Memantau Persediaan Obat dan Alat kesehatan Habis Pakai Umum dan

BPJSApotik Rawat Jalan setiap hari melalui SIM RS.

 Membuat daftar dinas petugas Apotik Rawat Jalan.

 Menyusun laporan bulanan persediaan dan kegiatan pelayanan di Apotek

Rawat Jalan

 Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai uraian jabatan apoteker

muda

2.10.3 Kepala ruangan produksi, sterilisasi dan gudang farmasi

 Menyusun Rencana Kebutuhan Produksi Obat Steril dan Non steril Untuk

Rumah Sakit

 Mengawasi Kegiatan Produksi Obat Steril dan Non Steril dan Bahan Habis

Pakai

 Menetapkan formula obat dan teknik pembuatan sediaan obat jadi yang

akan diproduksi

35
 Mengevaluasi dan Menyiapkan Laporan Kegiatan Produksi Obat Steril

dan Non steril.

 Memeriksa dan menyetujui permintaan hasil produksi dari apotek dan

ruangan.

 Mengawasi pemeriksaan verifikasi faktur-faktur, Obat dan Alat Kesehatan

Habis Pakai di gudang Farmasi

 Menyiapkan data Obat dan Alat Kesehatan Habis Pakai BPJS dan

Umumyang akan dipesan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat

 Mengawasi pelaksanaan penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian

obat, alkes habis pakai di gudang farmasi.

 Mengawasi Pelaksanaan Sterilisasi di Ruang Sterilisasi

 Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai uraian jabatan apoteker

madya

 Menyusun laporan bulanan persediaan dan kegiatan pelayanan di gudang

farmasiproduksi dan sterilisasi

2.9. Instrumen Perhitungan Kebutuhan Sumber Daya Manusia di Instalasi

Farmasi

Berdasarkan penelitian Syukraa (2012) metode yang dapat digunakan untuk

penyusunan kebutuhan SDM antara lain:

1) Metode Kebutuhan (Health Need Methode)

Kebutuhan tenaga SDM RS dihitung menggunakan metode

kebutuhan berdasarkan penghitungan jumlah dan jenis tenaga judgment

dari pakar yang memahami masalah dan perencanaan SDM Kesehatan.

Biasanya dibutuhkan data data epidemilogi penyakit diantaranya data

36
tentang prevalensi dan jenis penyakit, standar pelayanan kesehatan, jenis

tenaga kesehatan untuk setiap pelayanan di RS, penghitungan beban waktu

kerja untuk setiap jenis pelayanan kesehatan RS. Dengan menggunakan

data tersebut RS mengetahui pelayanan yang dibutuhkan dan perkiraan

jumlah pasien sehingga didapatkan jumlah beban kerja dalam menentukan

SDM kesehatan yang dibutuhkan (Ilyas, 2011). Menggunakan perhitungan

ini ada kekurangan dan kelebihannya. Berikut penjabaran kelebihan

menggunakan metode kebutuhan:

- Ilmiah dan konsisten dengan etika medis kesehatan.

- Mendorong usaha pengukuran produktifitas, dan pemanfaatan

personal.

- Mendorong ke arah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.

- Meningkatkan pelayanan kesehatan lebih cost effective.

- Menilai manfaat dan biaya teknologi kesehatan.

Kekurangan dalam penggunaan metode ini antara lain:

- Sulit, mahal dan membutuhkan data luas serta rinci.

- Standarisasi pelayanan sulit dicapai komitmen.

- Standarisasi membutuhkan pelayanan dan komperehensif

melebihi sumber dana yang tersedia.

- Didasari pertimbangan kaidah-kaidah kedokteran.

2) Metode Target (Health Service Targets Methode)

Metode target kebutuhan tenaga kesehatan direncanakan

berdasarkan perkiraan proporsi orang sakit yang berobat di RS. Kemudian

ditentukan target, jenis, dan jumlah pelayanan kesehatan yang harus

37
disediakan RS. Berapa perkiraan pasien untuk setiap pelayanan kesehatan

yang harus disediakan RS (Ilyas, 2011).

3) Metode Demand (Health Service Demand Method)

Penentuan SDM kesehatan dengan pendekatan demand yaitu

menghitung kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pelayanan kesehatan

yang dikonsumsi masyarakat. Kemudian pelayanan yang dibutuhkan

dihitung beban kerjanya, diterjemahkan dengan jenis dan jumlah tenaga

kerja yang dibutuhkan. Contohnya penghitungan jumlah tenaga kesehatan

yang dibutuhkan berdasarkan rata-rata lama hari rawat pasien (Ilyas,

2011).

4) Metode Rasio (Rasio Method)

Dalam menentukan tenaga kesehatan menggunakan metode ini

ditentukan terlebih dahulu jumlah penduduk, tempat tidur RS, puskesmas

dll. Perkiraan kebutuhan jumlah dan jenis tenaga kesehatan diperoleh dari

membagi nilai yang di proyeksikan termasuk rasio. Pendekatan

menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator SDM kesehatan

yang diperlukan. Metode ini mudah dan sederhana. Hasil yang didapatkan

jumlah personal secara total, tetapi tidak dapat mengetahui produktivitas

SDM, situasi demand dan supplay SDM RS dan kapan tenaga kerja

tersebut dibutuhkan setiap unit atau bagian RS (Ilyas, 2011).

Penghitungan kebutuhan apoteker pada pelayanan kefarmasian di

rawat inap berdasarkan kegiatan pelayanan farmasi manajerial dan

pelayanan farmasi klinik yaitu pengkajian resep, penelusuran riwayat

penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi obat, pemberian

38
informasi obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga

apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien. Kebutuhan apoteker

berdasarkan beban kerja pada pelayanan kefarmasian di rawat jalan yang

meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik

dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat, pencatatan

penggunaan obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga apotek

dengan rasio satu apoteker untuk 50 pasien. Selain kebutuhan apoteker

untuk pelayanan kefarmasian di rawat inap dan rawat jalan, diperlukan

juga masing-masing satu orang apoteker untuk kegiatan pelayanan

kefarmasian di ruang tertentu, yaitu: unit gawat darurat, Intensive Care

Unit (ICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), Neonatus Intensive Care

Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), pelayanan informasi

obat (Permenkes, 2014).

5) Metode WISN (Workload Indicator Staff Needs)

WISN merupakan metode perhitungan kebutuhan SDM yang

tertera dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

81/MENKES/SK/I/2004 Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan

Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota

serta Rumah Sakit. Metode WISN adalah alat manajemen sumber daya

39
manusia yang digunakan untuk menentukan berapa banyak tenaga

kesehatan jenis tertentu yang diperlukan untuk mengatasi beban kerja yang

diberikan, dan menilai tekanan beban kerja tenaga kesehatan di fasilitas

tersebut (WHO, 2010).

Langkah-Langkah Metode WISN

Menggunakan metode WISN suatu fasilitas kesehatan dapat

menghitung jumlah staf yang dibutuhkan berdasarkan beban kerja mereka.

Terdapat langkah dalam penerapan metode WISN, yaitu menentukan

kader yang prioritaskan dan jenis fasilitas kesehatan, memperkirakan

alokasi waktu kerja yang tersedia, menentukan komponen beban kerja,

menetapkan standar aktivitas, menetapkan beban kerja standar,

menghitung faktor penyisihan, menentukan persyaratan staf berdasarkan

WISN , menganalisis dan menafsirkan hasil WISN (WHO, 2010).

Terdapat lima langkah perhitungan SDM menurut WISN yaitu

menetapkan waktu tersedia, menetapkan unit kerja tersedia, dan kategori

SDM,menyusun standar beban kerja, menyusun standar kelonggaran, dan

melakukan perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja (Shipp, 1998)

(Depkes RI,2004).

1. Menetapkan waktu kerja tersedia

Bertujuan untuk mendapatkan waktu kerja tersedia di masing –

masing kategori SDM yang bekerja di RS selama satu tahun. Data yang

diperlukan adalah sebagai berikut:

a. Hari kerja sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan Daerah.

b. Cuti tahunan sesuai ketentuan tiap SDM.

40
c. Pendidikan dan pelatihan sesuai ketentuan yang berlaku di RS yang

bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan professionalism, setiap

kategori SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatihan, kursus,

seminar atau lokakarya.

d. Hari libur nasional, sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri terkait

tentang hari libur nasional dan cuti bersama.

e. Ketidak hadiran kerja sesuai data rata – rata ketidak hadiran kerja

selama satu tahun.

f. Waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku dii RS atau peraturan.

Berdasarkan data tersebut kemudian dilakukan perhitungan

untuk menentukan waktu kerja tersedia dengan formula sebagai berikut :

2. Menetapkan Unit kerja dan Kategori SDM

Bertujuan untuk diperolehnya unit kerja dan kategori SDM yang

bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan.

Data informasi yang diperlukan untuk penetapan unit kerja dan kategri

SDM adalah :

a. Bagan struktur organisasi RS dengan uraian tugas pkk dan fungsinya.

b. Keputusan direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan

fungsinal.

c. Data pegawai berdasar pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di RS.

41
d. PP nmor 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.

e. Peraturan perundangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM

kesehatan.

f. Standar profesi, setandar pelayanan dan standar operasional prosedur

(SOP) pada tiap unit kerja RS.

3. Menyusun Standar Beban Kerja Standar

Beban kerja adalah kuantitas beban kerja selama 1 tahun setiap

kategori SDM. Standar beban kerja disusun berdasarkan waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia

per tahun yang dimiliki oleh setiap kategori tenaga menyelesaikan tiap

kegiatan pokok oleh masing – masing kategori SDM. Standar beban kerja

disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya dan

waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing – masing kategori SDM.

Rumus untuk perhitungan standar beban kerja adalah sebagai berikut:

4. Menyusun standar kelonggaran

Bertujuan untuk diperolehnya faktor kelonggaran pada tiap kategori

SDM. Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilakukan wawancara dan

pengamatan langsung untuk mendapatkan datanya :

a. Kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan ke pasien

b. Frekuensi kegiatan dalam hari, minggu, dan bulan.

c. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.

Setelah faktor kelonggaran tiap kategori diperoleh langkah

42
selanjutnya adalah menyusun standar kelonggaran dengan rumus dibawah

ini:

5. Perhitungan kebutuhan SDM

Bertujuan untuk diperolehnya jumlah SDM sesuai beban kerja

selama 1 tahun. Sumber data yang diperlukan untuk menentukan jumlah

kebutuhan SDM per unit kerja meliputi: Data yang diperleh dari langkah

sebelumnya diantaranya waktu kerja tersedia, standar beban kerja dan

standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.

Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu

tahuan. Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data

kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama

kurun waktu satu tahun. Kebutuhan jumlah SDM disetiap unit kerja

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap

kegiatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum di tambahkan dengan

Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM. Berdasarkan WISN oleh

Shipp (1998) langkah terakhir dalam perhitungan WISN dan berhubungan

dengan pengambilan keputusan yaitu rasio. Rasio antara kenyataan dan

kebutuhan, inilah yang dimaksud dengan worklad indicator staffing needs

(WISN) dengan ketentuan:

43
 Rasio WISN = 1 berarti jumlah SDM sesuai dengan beban kerja berdasar

SOP yang telah ditetapkan.

 Rasio WISN < 1 berarti jumlah SDM yang ada belum sesuai dengan beban

kerja.

 Rasio WISN > 1 berarti SDM berlebihan.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber Daya Manusia merupakan aset rumah sakit yang penting dan

merupakan sumber daya yang berperan besar dalam pelayanan rumah sakit.

Penanganan Sumber Daya Manusia Penting karena mutu pelayanan rumah sakit

sangat tergantung dari perilaku Sumber Daya Manusia, kemajuan ilmu dan

teknologi memerlukan tenaga yang professional dan spesialitis (Sabarguna, 2009).

SDM kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya

44
perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta terpadu dan saling mendukung guna

menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

(Adisasmito, 2007)

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian

yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran

dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga

Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi

dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri. (Permenkes RI,2016).

Apoteker berkewajiban mengawasi ketepatan dosis, ketepatan pemilihan obat,

aturan pemakaian, cara pemberian obat dan mengatur sistem manajerial apotek

rawat inap.

Asisten apoteker bertugas sebagai penanggung jawab bangsal neurologi

yang dibagi tiga orang bertanggung jawab pada shift pagi dan satu orang

bertanggung jawab pada shift sore. Asisten apoteker merangkap sebagai petugas

entry data yang tertulis dalam Kartu Instruksi Obat (KIO). KIO merupakan

rekapitulasi obat-obat yang diberikan kepada pasien selama dirawat di Rumah

Sakit. Untuk menghitung tenaga kerja yang dibutuhkan, kita terlebih dahulu harus

mengetahui :

 Menentukan jabatan

 Uraian apa saja pekerjaan yang dilakukan

 Waktu kerja perhari atau pertahun

Cuti tahunan = 12 hari

Pendidikan/pelatihan/izin/sakit = 10 hari

Hari libur nasional 2023 = 16 hari

45
Waktu kerja/hari = 6 jam/hari

Waktu Kerja = 6 hari/minggu

30 hari – 4hari= 26 hari/bulan

26 hari x 12 bulan = 312hari /tahun

Hari kerja tersedia = hari kerja - Cuti*

= 312 hari - (12hari +10 hari+16hari)

= 274 hari/tahun

Waktu kerja efektif = waktu kerja tersedia – waktu istirahat

= 6 jam – 1 jam

= 5 jam/hari atau 300menit/hari

Waktu kerja tersedia = hari kerja tersedia x waktu kerja efektif

= 274 hari x 5 jam

= 1370 jam/tahun

A.Perhitungan Kebutuhan SDM Apotek Rawat Inap


1. Perhitungan Jumlah Apoteker Apotek Rawat Inap neurologi

Tabel 1. Perhitungan Jumlah Apoteker Apotek Rawat Inap neurologi

No Uraian Tugas Beban Tugas SKR WPT


1. Mengawasi pelaksanaan 28 pasien / hari 1 menit/ pasien 28 menit
pelayanan Farmasi di
Apotik Rawat Inap
neurologi

46
2. Mengawasi kegiatan 28 pasien/ hari 1 menit 28 menit
Pencatatan dan Pelaporan
Apotik Rawat Inap
neurologi
3. Memantau Persediaan 28 pasien / hari 1 menit 28 menit
Obat dan Alat kesehatan
Habis Pakai di Apotik
Rawat Inap setiap hari.
neurologi
4 Menyusun laporan 60 menit
bulanan persediaan dan
kegiatan pelayanan di
apotek Rawat Inap
neurologi
5 Membuat daftar dinas 60 menit
petugas Apotek Rawat
Inap neurologi
6 Melakukan kegiatan 60 menit
pelayanan farmasi klinik
sesuai uraian jabatan
apoteker muda
7 Membaca daftar terapi 28 pasien/hari 5 menit/pasien 140 menit
diruang rawat dan
mengkaji ketepatan indi-
kasi, waktu penggunaan
obat, duplikasi dalam
pengobatan, reaksi alergi,
interaksi obat, efek sam-
ping serta kontraindikasi.
8 Melakukan visite ke- ruang 60 menit
rawat untuk melaksanakan
asuhan kefarmasian.

47
9 Memberikan solusi atas 60 menit
keluhan pasien yang
berkaitan dengan peng-
gunaan obat sehingga
tujuan terapi tercapai
secara optimal
10 Jumlah obat yang diberikan 28 pasien/hari 1 menit/pasien 28 menit
tepat untuk pasien yang
tepat, sesuai dengan yang
diminta dalam kartu
instruksi
Obat
11 552 menit

Keterangan :

 Beban Kerja/ beban tugas adalah banyaknya jenis pekerjaan yang

harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu

tahun/hari dalam satu sarana pelayanan kesehatan.

 Standar Kemampuan Rata-rata (SKR) adalah kemampuan rata-rata

yang dibutuhkan tiap petugaas untuk menyelesaikan satu jenis

tugasnya.

 Waktu Penyelesaian Tugas (WPT) adalah total waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan satu jenis tugas sesuai dengan total

jumlah pasien.

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

48
552
×1 Orang=1,84 2 orang
300

552 waktu efektifkerja setahun


Berdasarkan waktu 1 tahun = × × 1 orang
300 waktu efektif kerja setahun
552 274
× ×1 orang=1,84 2 orang
300 274

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 tahun 2016 tentang

standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, bahwa berdasarkan jumlah tempat

tidur, 1 apoteker rawat inap memiliki beban kerja 30 pasien, sedangkan 1 apoteker

rawat jalan memiliki beban kerja 50 pasien.

Berdasarkan jumlah tempat tidur pasien 1 apoteker = 30 tempat tidur

Jumlah tempat tidur = 36 tempat tidur

36
Apoteker yang dibutuhkan = ×1 orang=1,2 2 orang`
30

2. Perhitungan Jumlah Asisten Apoteker Apotek Rawat Inap neurologi + ICU

Tabel 2. Perhitungan Jumlah Asisten Apoteker Apotek Rawat Inap Neurologi +

ICU

No Uraian Tugas Beban Tugas SKR WPT

49
1. Ikut melaksanakan visite 36 pasien / hari 5 menit/ pasien 180 menit
ke ruangan Rawat Inap
Neurologi dan melak-
sanakan pelayanan farmasi
untuk pasien rawat inap
Neurologi sesuai Prosedur
Tetap Pelayanan Farmasi
Rawat Inap dan
Pelayanan Obat
Emergency.
2. Mencatat pemakaian obat 36 KIO/ hari 3 menit/KIO 108 menit
dan alkes habis pakai
Askes pada Kartu
Instruksi
Obat (KIO).
3. Menyiapkan Obat dan 36 resep / hari 3 menit/ resep 108 menit
Alkes Habis Pakai untuk
satu hari pemakaian
4 Menyerahkan Obat dan 5 menit
Alkes Habis Pakai kepada
perawat ruangan beserta
Kartu Instruksi Obat
(KIO) untuk pasien BPJS
dan buku tanda terima
untuk
pasien umum
5 Melaksanakan Pencatatan 36 pasien/hari 4 menit/ pasien 144 menit
dan pemeriksaan obat
emergency ruangan
Neuro- logi serta
melengkapi stok obat
emergency bila ada

50
kekurangan sesuai protap
pengelolaan obat
emergensi
6 Membuat catatan harian 18 pasien 5 menit / hari 90 menit
pengeluaran obat BPJS
untuk pasien Neurologi
dan membuat laporan
bulanan-nya.
7 Membaca daftar terapi 36 pasien/hari 5 menit/pasien 180 menit
diruang rawat dan
mengkaji ketepatan indi-
kasi, waktu penggunaan
obat, duplikasi dalam
pengobatan, reaksi alergi,
interaksi obat, efek sam-
ping serta kontraindikasi.
8 Melaksanakan pengisian 20 menit
kartu stok dan
pemeriksaan stok harian
obat sirup dan Tablet di
Apotek Rawat Inap dan
membuat laporan
bulanannya.
9 835 menit

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

835
×1 Orang=2,78 3 orang
300

51
835 waktu efektifkerja setahun
Berdasarkan waktu 1 tahun = × × 1 orang
300 waktu efektif kerja setahun
835 274
× ×1 orang=2,78 3 orang
300 274

3. Perhitungan Jumlah Kebutuhan SDM Apoteker Rawat Inap Bagian ICU

Tabel 4. Perhitungan Kebutuhan SDM Apoteker Rawat Inap Bagian ICU

No Uraian Tugas Beban Tugas SKR WPT


1. Ikut melaksanakan visite 8 pasien / 5 menit / 40 menit
ke ruangan ICU dan HCU hari pasien
serta melaksanakan
pelayanan farmasi untuk
pasien sesuai Prosedur
Tetap Pelayanan Farmasi
Rawat Inap dan Pelayanan
2. Mencatat pemakaian Obat 8 KIO / hari 3 menit / KIO 24 menit
dan Alkes Habis Pakai
Askes pada Kartu Instruksi
Obat (KIO).
3. Menyiapkan obat dan 8 resep / hari 7 menit / 56 menit
alkes habis pakai untuk resep
satu hari pemakaian
4. Menyerahkan obat dan 7 menit
alkes habis pakai kepada
perawat ruangan beserta
CPO untuk pasien BPJS
dan buku tanda terima
untuk pasien umum
5. Melaksanakan Entry Kartu 4 pasien/ hari 4 menit/ 16 menit

52
Instruksi Obat (KIO) bagi pasien
pasien UMUM
7 Melaksanakan pengisian 1 30 menit 30 menit
kartu stok dan
pemeriksaan stok harian
alkes habis pakai apotek
rawat inap dan membuat
laporan bulanannya
8 Melaksanakan pencatatan 1 30 menit 30 menit
dan pemeriksaan obat
emergency ruangan
neurologi serta melengkapi
stok obat emergency bila
ada kekurangan sesuai
protap pengelolaan obat
emergency
203 menit

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

203
×1 Orang=0,67 1 orang
300

203 waktu efektifkerja setahun


Berdasarkan waktu 1 tahun = × × 1 orang
300 waktu efektif kerja setahun
203 274
× ×1 orang=0,67 1 orang
300 274

53
B. Perhitungan Jumlah Kebutuhan SDM Apotek Rawat Jalan (Shift
Pagi)

1. Perhitungan Jumlah Apoteker Apotek Rawat Jalan

Tabel 3. Perhitungan Jumlah Apoteker Apotek Rawat Jalan

Beban
No Uraian Kegiatan SKR WPT
Tugas
1. Mengawasi dan melaksanakan 80 pasien / 1 menit / 80 menit
pelayanan Farmasi di Apotik hari pasien
Rawat Jalan
2. Mengawasi Kegiatan Pencatatan 80 pasien 1 menit 80 menit
dan Pelaporan Apotik Rawat Jalan / hari
3. Memantau Persediaan Obat dan Alat 60 menit
kesehatan Habis Pakai Umum dan
BPJS Rawat Jalan setiap hari
melalui SIM RS.
4. Membuat daftar dinas petugas 20 menit
Apotek Rawat Jalan.
5. Menyusun laporan bulanan 60 menit
persediaan dan kegiatan pelayanan
di apotek rawat jalan
6. Mengkaji resep dimulai dari seleksi 80 4 menit / 320
persyaratan administrasi, farmasetik pasien/hari pasien menit
dan klinis
7. Menyerahkan perbekalan farmasi 80 2 160
kepada pasien disertai dengan pasien/hari menit/pasien menit
pemberian informasi pasif
8. Memberikan solusi atas keluhan 80 menit
yang berkaitan dengan penggunaan
sehingga tujuan terapi tercapai
9. Jumlah obat yang diberikan tepat 80 menit

54
untuk pasien yang tepat, sesuai
dengan yang diminta dalam resep
∑WPT 940 menit

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

940
× 1Orang=3,13 3 orang
300

940 waktu efektifkerja setahun


Berdasarkan waktu 1 tahun = × ×1 orang
300 waktu efektif kerja setahun
940 274
× ×1 orang=3,13 3 orang
300 274

Tabel 4. Perhitungan Kebutuhan Sdm Asisten Apoteker Bpjs Dan Umum

Rawat Jalan

Beban
No Uraian tugas SKR WPT
tugas
1 Melaksanakan pelayanan 80 resep 12 menit/ resep Resep non
farmasi untuk pasien BPJS non racikan dan racikan 75 x
poliklinik pada pagi hari, 26 menit untuk 12 menit =
IGD sesuai dengan protap resep racikan 900 menit
pelayanan sedangkan
resep racikan
5x26 menit =
130 menit jadi
total waktu

55
1030 menit
2 Mengawasi stok harian serta 30 menit 30 menit
menyusun permintaan obat
umum dan BPJS habis pakai
ke gudang farmasi
3 Merapikan penyimpanan 30 menit 30 menit
Obat dan Alkes habis pakai
sebelum dan setelah
pelayanan
4 Mengkoordinir dan 150 1 menit/kartu 150 menit
melaksanakan pengisian stok
kartu stok
∑WPT 1240 menit

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

1240
×1 Orang=4,1 4 orang
300

1240 waktu efektifkerja setahun


Berdasarkan waktu 1 tahun = × × 1 orang
300 waktu efektif kerja setahun
1240 274
× ×1 orang=4,1 4 orang
300 274

3. Perhitungan Kebutuhan SDM Administrasi apotek Rawat jalan

Tabel 5. Perhitungan Kebutuhan SDM Administrasi apotek Rawat jalan

56
Beban
No Uraian Tugas SKR WPT
Tugas
1. Melaksanakan entry data 80 resep 3 resep/ 240 menit
resep umum pada menit
shift pagi
2. Memprint Rekap Bulanan 5 menit 5 menit
Penjualan Apotek Rawat
Jalan
Umum
3. Membukukan pengeluaran 20 menit 20 menit
obat
harian
4. Melaksanakan entry mutasi 3 menit 3 menit
obat dari apotik BPJS atau
UMUM
5. Membukukan faktur Obat 20 menit
Umum dari setiap obat
yang masuk ke Apotik
Rawat Jalan dalam
buku faktur.
6. Membuat daftar harga Obat 30 menit
dari setiap faktur obat yang
baru masuk sekaligus
memeriksa / mencek daftar
harga
obat yang lama.
∑WPT 318 menit

57
Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

318
×1 Orang=1,06 1 orang
300

318 waktu efektifkerja setahun


Berdasarkan waktu 1 tahun = × × 1 orang
300 waktu efektif kerja setahun
318 274
× ×1 orang=1,06 1orang
300 274

4. Perhitungan Jumlah Apoteker Gudang Farmasi


Tabel 6. Perhitungan Jumlah Apoteker Gudang Farmasi

No Uraian Tugas Beban Kerja SKR WPT


Mengevaluasi dan menyiapkan 60 menit
1 Laporan Kegiatan Pengelolaan
Persediaan.
Mengawasi pemeriksaan verifikasi 30 menit
2 faktur-faktur, Obat dan Alat
Kesehatan di gudang Farmasi
Menyiapkan data Obat dan Alat 30 menit
Kesehatan Habis Pakai BPJS dan
3 Umum yang akan dipesan sesuai
dengan perencanaan yang sudah
dibuat

58
Mengawasi Pelaksanaan 60 menit
Penerimaan, Penyimpanan dan
Pendistribusian obat dan
4
perbekalan farmasi lainnya dari
gudang farmasi ke seluruh unit di
Rumah sakit
Mengawasi pengelolaan 30 menit
5 penyediaan obat dan alat kesehatan
di Ruangan gudang farmasi
Mengawasi pendistribusian obat 30 menit
6 dan alat kesehatan di Ruangan
gudang farmasi
Menganalisa laporan pelayanan 60 menit
7 obat dan alat kesehatan di Ruangan
gudang farmasi
𝜮WPT 300 menit

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

300
×1 Orang=1 1 orang
300

300 waktu efektifkerja setahun


Berdasarkan waktu 1 tahun = × × 1 orang
300 waktu efektif kerja setahun
318 274
× ×1 orang=1 1 orang
300 274

5. Perhitungan Jumlah Apoteker Bagian Produksi


Tabel 7. Perhitungan Jumlah Apoteker Bagian Produksi

No Uraian Tugas Beban Kerja SKR WPT

59
Menyusun Rencana Kebutuhan 30 menit
1 Produk Obat Steril dan Non steril
Untuk Rumah Sakit
Mengawasi Kegiatan Produksi 60 menit
2 Obat Steril dan Non Steril dan
Bahan Habis Pakai
Menetapkan Formula Obat dan 60 menit
3 Tekhnik Pembuatan Sediaan Obat
Jadi yang akan diproduksi
Mengevaluasi dan menyiapkan 5 menit
4 Laporan Kegiatan Produksi Obat
Steril dan Non steril
Memeriksa dan Menyetujui 60 menit
5 Permintaan Hasil Produksi dari
Apotik dan ruangan
Mengawasi pemeriksaan verifikasi 30 menit
6 faktur-faktur, Obat dan Alat
Kesehatan di gudang farmasi
Meyiapkan data Obat dan Alat 30 menit
Kesehatan Habis Pakai BPJS dan
7 Umum yang akan dipesan sesuai
dengan perencanaan yang sudah
dibuat
Mengawasi Pelaksanaan 60 menit
Penerimaan, Penyimpanan dan
Pendistribusian obat dan
8
perbekalan farmasi lainnya dari
gudang farmasi ke seluruh unit di
Rumah sakit
Mengawasi pengelolaan 60 menit
9 penyediaan obat dan alat kesehatan
di Ruangan produksi
Mengawasi pendistribusian obat 60 menit
10 dan alat kesehatan di Ruangan
produksi
Menganalisa laporan pelayanan 5 menit
11 obat dan alat kesehatan Ruangan
produksi

60
𝜮WPT 500 menit

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

500
×1 Orang=1,67 2 orang
300

300 waktu efektifkerja setahun


Berdasarkan waktu 1 tahun = × × 1 orang
300 waktu efektif kerja setahun
500 274
× ×1 orang=1,67 2 orang
300 274

61
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis kebutuhan tenaga kefarmasian dengan metode

WISN di Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Otak DR.Drs. M.Hatta

Bukittinggi diketahui data sebagai berikut:

No. Jabatan Standar SDM SDM yang ada di RS


(Metode OTAK Bukittinggi
WISN)
1 Apoteker Rawat Inap 2 2
Neurologi
+ICU
2 Apoteker Rawat Jalan 3 2

3 Asisten Apoteker Rawat Inap 3 4


Neurologi dan ICU
4 Asisten Apoteker Apotek Rawat 4 (satu shift) 3 ( Satu Shift)
9 (Total TTK)
Jalan
5 Apoteker gudang 1 1

6. Apoteker produksi 2 1

7 Administrasi Apotek Rawat 1 1


Jalan

Dari data pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan

SDM di Rumah Sakit Otak DR.Drs. M.Hatta Bukittinggi sebagian besar

telah sesuai. Hanya saja terdapat kekurangan satu apoteker di Apotek Rawat

Jalan dan produksi serta kekurangan 1 TTK untuk 1 shift di Apotek rawat

jalan, sehingga total kekurangannya adalah 3 orang TTK.

62
4.2 Saran

Dari perhitungan metode WISN Rumah Sakit Otak DR.Drs. M.Hatta

Bukittinggi terdapat kekurangan Apoteker di Apotek Rawat jalan, maka

diharapkan kepada pimpinan di Rumah Sakit Otak DR.Drs. M.Hatta

Bukittinggi untuk menambah Apoteker dan TTK pada posisi tersebut.

63
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. (2007). Sistem kesehatan. PT. Raja grafindo persada. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan

Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Herkutanto. 2009. Pedoman Kredensial dan Kewenangan Klinis (Clinical

Privilege) di Rumah Sakit. Jakarta: PERSI.

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI).

Permenkes. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

3,Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit:Jakarta.

Permenkes. 2023. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13

tentang standar profesi apoteker: Jakarta.

Permenkes, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72

Tahun 2016.

Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia;

Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta : Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia

WHO. 2010. The World Health Report 2010.

64
65

Anda mungkin juga menyukai