Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN FARMASI KLINIS

PENGKAJIAN RESEP

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Disusun oleh:

Salsabilla Sahara 22004101052

Pembimbing:

Faiqotul Himmah, S.Si., Apt

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU FARMASI KEDOKTERAN
KLINIK RAWAT INAP MUSLIMAT SINGOSARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penyusunan laporan farmasi
klinik ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing pada Laboratorium Ilmu Farmasi
Kedokteran, yaitu Faiqotul Himmah, S.Si., Apt yang memberikan bimbingan
dalam menempuh pendidikanini. Tujuan penyusunan laporan ini guna memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Madya serta melatih dalam mengkaji resep.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
kata sempurna. Dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan kritik
dan saran guna penyempurnaan referat berikutnya. Penyusun berharap laporan
farmasi klinik terkait pengkajian resep ini dapat berguna bagi diri penyusun dan
seluruh pembaca.

Malang, 24 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN...........................................................2
2.1. Pengkajian Resep.....................................................................................2
2.2. Resep Pediatri..........................................................................................5
2.3. Resep Dewasa Muda..............................................................................17
2.4. Resep Geriatri........................................................................................27
BAB III..................................................................................................................40
PENUTUP..............................................................................................................40
3.1 Kesimpulan............................................................................................40
3.2 Saran.......................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2.1 Resep Pediatri............................................................................5


Gambar 2.2.2 Perbaikan Resep Pediatri...........................................................5
Gambar 2.3.1 Resep Dewasa Muda..................................................................17
Gambar 2.3.2 Perbaikan Resep Dewasa Muda.................................................17
Gambar 2.4.1 Resep Geriatri............................................................................27
Gambar 2.4.2 Perbaikan Resep Pediatri...........................................................27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang diberikan kepada
pasien secara langsung dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping obat, untuk tujuan keselamatan
pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep,
pelayanan infomasi obat (PIO), konseling, visite pasien (pasien rawat inap),
pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), pelayanan
kefarmasian di rumah, dan monitoring efek samping obat (MESO) (Kemenkes RI,
2019).
Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat.
Bila ditemukan masalah terkait obat, harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Pelayanan resep dimulai
dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication
error) (Permenkes, 2016).
Berdasarkan pemaparan di atas tenaga kesehatan bertanggungjawab
terhadap pengobatan pasien. Sehingga, perlu dilakukan pelayanan farmasi klinis
yang tepat sesuai petunjuk teknis yang ada. Pada makalah ini akan dikaji resep
pada pediatri, dewasa muda, dan geriatri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pengkajian resep pada pasien pediatri?
2. Bagaimana cara pengkajian resep pada pasien dewasa muda?
3. Bagaimana cara pengkajian resep pada pasien geriatri?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui cara pengkajian resep pada pasien pediatri.
2. Untuk mengetahui cara pengkajian resep pada pasien dewasa muda.
3. Untuk mengetahui cara pengkajian resep pada pasien geriatri.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai
cara pengkajian resep.
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu farmasi kedokteran.

2
BAB II
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

2.1. Pengkajian Resep


Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat.
Bila ditemukan masalah terkait obat, harus dikonsultasikan kepada penulis resep
sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis
baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
1. Persyaratan administrasi meliputi:
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien
b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. tanggal Resep
d. ruangan/unit asal Resep.
2. Persyaratan farmasetik meliputi:
a. nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. dosis dan jumlah obat
c. stabilitas dan inkomptabilitas
d. aturan dan cara penggunaan.
3. Persyaratan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi
b. duplikasi pengobatan
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
d. kontraindikasi
e. interaksi Obat. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2016).
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk
peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada
setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat (medication error). Resep merupakan perwujudan akhir
kompetensi dokter dalam medical care. Dengan menulis resep berarti dokter telah

3
mengaplikasikan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilannya di bidang
farmakologi dan teraupetik kepada pasien (Jas, 2015). Resep juga salah satu
sarana interaksi antara dokter dan pasien sehingga dokter wajib untuk menguasai
cara penulisan resep yang benar. Peresepan yang benar memiliki peran yang besar
dalam terapi pengobatan 3 dan kesehatan pasien (Ansari and Neupane, 2009).
Oleh karena itu resep harus ditulis sesuai standar pelayanan kefarmasian yang
telah ditetapkan melalui Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia untuk
mencegah kesalahan komunikasi antara penulis resep (dokter) dengan pembaca
resep (apoteker) agar dapat mengurangi risiko terjadinya medication eror yang
dapat merugikan pasien.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 72 Tahun 2016
menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien
akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang
sebetulnya dapat dicegah. Peristiwa tersebut bisa terkait dengan praktik
profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur dan sistem termasuk
peresepan, komunikasi order, label produk, kemasan, tatanama, peracikan,
pengeluaran, distribusi, administrasi, pendidikan, monitoring, dan penggunaannya
(NCCMERP, 2017). Menurut (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2014) kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam tiap proses pengobatan, baik
dalam proses peresepan (prescribing), pembacaan resep (transcribing), penyiapan
hingga penyerahan obat (dispensing), maupun dalam proses penggunaan obat
(administrating). Akibat dari hal tersebut dapat merugikan terutama pada anak –
anak karena system enzim yang terlibat dalam metabolisme obat pada anak – anak
belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang sedikit, sehingga
metabolismenya belum optimal (Aslam et al, 2003).
Kaidah penulisan resep yang benar diantaranya:
1. Identitas sebagai dokter
Nama, nomor surat ijin praktik, alamat praktik dan rumah, dokter
penulisresep juga dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam
selesai praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep. Nama kota
(sudah di cetak dalam blanko resep).

4
2. Superscription
Ditulis dengan sumber R/ (recipe = harap diambil). Biasanya sudah dicetak
dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula
resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
3. Inscriptio
Bagian inti dari resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang
diperlukan dan ditulis dengan jelas.
4. Subscriptio
Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya.
5. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunann obat bagi pasien yaitu meliputi
frekuensi, jumlah obat saat diminum obat dll.
6. Identitas Pasien
Umumnya sudah tercantum di blanko resep berisi, umur, nama, berat badan,
alamat, No.RM)
Cara penulisan resep mencakup sebagai berikut:
1. Nama, alamat, No SIP
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan / paraf dokter penuli resep
4. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan
jumlah yang melebihi dosis maksimum.

5
2.2. Resep Pediatri

KLINIK RAWAT INAP MUSLIMAT


SINGOSARI
Ijin Operasional No. 503/0001/IKRI/35.07.303/2016
Jalan Ronggolawe 24 Singosari Malang, 65153
Telp. (0341) 458344, 453760 Fax. (0341) 453760
e-mail : rs.muslimatsingosari@gmail.com
No. R/: 30 Malang, 17-10-2022
Nama Pasien: An. W No. RM: 06xxxx
Dokter: dr. H Umur: 11 tahun
Unit RJ: T/BB: 32 kg
PU/PKIA-KB/PS/PSO
Alergi: ( ) Ya () Tidak

R/ Ranitidin 30 mg
Onetic 3 mg
m.f.l.a.pulv.da.in.caps.d.t.d. No.X
S.3.d.d.caps.I.p.o.a.c

R/ Sucralfat suspensi 500mg/5ml fl No.I


S.3.d.d.Cth.II.p.o.a.c

R/ Farmadol tab 500 mg No.X


S.4.d.d.tab.¾.p.o.p.c.p.r.n

Gambar 2.2.1 Resep Pediatri Gambar 2.2.2 Perbaikan Resep Pediatri

6
KERTAS KERJA TELAAH RESEP

PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
A Identitas & Legalitas Penulis Resep
a. Nama Dokter + Nama dokter telah tertera dalam resep -
b. Legalitas - Nomor SIP boleh tidak dicantumkan karena dokter bekerja di instansi + Memperbarui kertas resep dengan
 SIP Dokter - sehingga sudah terwakilkan dengan ijin operasional instansi ijin operasional instansi yang
 Ijin Operasional Instansi + - Masa aktif ijin operasional instansi sudah tidak berlaku, yaitu tahun diperbarui.
2016 dimana seharusnya diperbarui tiap 5 tahun, sedangkan tanggal
penulisan resep 17 Oktober 2022. Resep dilayani dikarenakan
menghabiskan kertas resep dan masih dalam lingkup RSMS, namun
hal ini harus menjadi perhatian.
ADMINISTRATIF

c. Alamat & Nomor Telpon - Alamat termasuk nomor telpon dokter boleh tidak dicantumkan karena -
 Dokter - dokter bekerja di instansi.
 Instansi + - Alamat & nomor telpon tersebut sudah terwakili dengan ijin
operasional instansi. Alamat dan nomor telpon instansi tercantum
dalam resep.
d. Validasi Resep - Tidak terdapat obat narkotika pada resep sehingga tidak diperlukan -
 Tanda Tangan Dokter - tanda tangan dokter
 Paraf Dokter + - Paraf dokter tercantum dalam resep
e. UPF asal resep + Pada resep terdapat informasi asal unit pelayanan fungsional (Poli Umum) -
B Identitas Pasien
a. Nama Pasien + -
b. Jenis Kelamin - Jenis kelamin diperlukan untuk perhitungan dosis pasien tertentu, seperti - Pada resep nama pasien mengarah
obesitas atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal (nilai GFR >90). jenis kelamin laki-laki.
c. Umur atau tanggal lahir pasien + Umur 11 th -

7
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
d. Berat Badan + BB 32 kg -
Berdasarkan kurva CDC nilai weight for age pada pasien adalah 88%
sehingga tergolong gizi baik.
e. Tinggi Badan - Tinggi badan biasanya digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh, - Dilakukan pengukuran tinggi
namun berat badan pasien sudah diketahui sehingga bisa digunakan untuk badan dan pengisian pada resep.
menghitung dosis. Asumsi: TB pasien ideal
C Tanggal Penulisan Resep +
A Bentuk & Kekuatan Sediaan
d. Nama obat + Nama obat tertera pada resep
- Ranitidin
- Onetic
- Sucralfat
- Farmadol
e. Bentuk sediaan + Bentuk sediaan obat telah dicantumkan dalam resep.
a. Ranitidin -
FARMASETIS

 Sediaan: tablet, ampul, sirup


 Dari data resep diminta sediaan pulv maka bentuk sediaan obat
yang paling memungkinkan untuk digunakan dalam meracik
puyer adalah sediaan tablet.
b. Onetic (Ondancetron HCl) -
 Sediaan: tablet, ampul
 Dari data resep diminta sediaan pulv maka bentuk sediaan obat
yang paling memungkinkan untuk digunakan dalam meracik
puyer adalah sediaan tablet.
c. Sucralfat
-

8
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
 Sediaan: tablet, suspensi
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
suspensi.
d. Farmadol (Paracetamol) -
 Sediaan: tablet, sirup, drop, infus, rectal tube
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
tablet.
f. Kekuatan dosis - Kekuatan dosis tidak semua obat tersedia pada resep
a. Ranitidin -
 Tablet (150, 300 mg)
 Ampul (25 mg/ml)
 Sirup (75 mg/5ml)

Pada pasien dapat digunakan ranitidine tablet dengan kekuatan dosis


150 mg, dimana dosis yang diminta pada resep adalah 30 mg dengan
jumlah 10 puyer. Maka perhitungan tablet yang digunakan = 30 mg x
10 puyer = 300 mg : 150 mg = 2 tablet ranitidine.
b. Onetic (Ondancetron HCl) -
 Tablet (4, 8 mg)
 Ampul (4 mg/2ml, 8 mg/2 ml)

9
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-

Pada pasien dapat digunakan onetic tablet dengan kekuatan dosis 4


mg, dimana dosis yang diminta pada resep adalah 3 mg dengan
jumlah 10 puyer. Maka perhitungan tablet yang digunakan = 3 mg x
10 puyer = 30 mg : 4 mg = 7,5 tablet onetic.
c. Sucralfat
 Tablet (500 mg)
+ Konfirmasi pada dokter terkait
 Suspensi (500 mg/5 ml)
kekuatan sediaan sucralfate
suspensi (diasumsikan dokter
menuliskan kekuatan sediaan R/
Sucralfat suspensi 500mg/5ml No
I).

Pada pasien dapat digunakan sucralfat suspensi dengan kekuatan dosis


500 mg/5 ml, dimana dosis yang diminta pada resep adalah 10 cc
dengan 3x pemberian per hari diberikan selama 3 hari. Maka
perhitungan botol sirup yang digunakan = 10 cc x 3 kali = 30 cc x 3
hari = 90 cc : 100 ml = 1 botol sirup ukuran 100 ml.
d. Farmadol (Paracetamol)
 Tablet (500 mg)
 Infus (10 mg/ml) + Konfirmasi pada dokter terkait

10
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
kekuatan sediaan farmadol tablet
(diasumsikan dokter menuliskan
kekuatan sediaan R/ Farmadol tab
500mg No X).

Pada pasien tidak tercantum dosis sediaan, pada resep diminta


sediaan tablet dimana sediaan tablet farmadol hanya ada dengan
kekuatan dosis 500 mg sehingga diasumsikan kekuatan sediaan yang
diminta adalah 500 mg.
g. Jumlah obat diresepkan + Tercantum pada resep dan telah sesuai dengan standar pemberian. -
B Stabilitas Tidak ada permasalahan stabilitas pada obat yang diresepkan -
C Kompatibilitas Tidak ada permasalahan kompatibilitas pada obat yang diresepkan -
A Ketepatan Indikasi & Dosis
 Ketepatan indikasi + Komponen obat dalam resep terdiri dari: -
1. Ranitidine
2. Onetic (Ondancetron HCl)
3. Sucralfat
4. Farmadol (Paracetamol)
KLINIS

Dari komponen obat dalam resep dapat diprediksikan bahwa pasien


mengalami gastritis atau ulkus peptikum.
1. Ranitidine → merupakan antihistamin-2 yang bekerja dengan cara
memblok reseptor histamin pada sel parietal sehingga pengeluaran
asam lambung berkurang.
2. Onetic → antiemetik yang bekerja dengan cara menghambat reseptor
serotonin pada reseptor 5HT3 di CTZ untuk membantu menurunkan
gejala mual muntah.

11
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
3. Sucralfat → mukoprotektor yang bekerja dengan membentuk lapisan
pada dasar tukak sehingga melindung tukak dari asam lambung.
4. Farmadol → analgesik-antipiretik dapat mengurangi gejala demam
dan nyeri.
 Ketepatan dosis - Perhitungan dosis anak
Diketahui:
 BB anak 32 kg
 Da ranitidine 2-4 mg/kgBB/kali tiap 8-12 jam, maksimal 150 mg/hari
 Da onetic 0,1-0,2 mg/kgBB/kali pemberian
 Da sucralfat 40-80 mg/kgBB/hari
 Da farmadol 10-15 mg/kgBB/kali tiap 6-8 jam

Ditanyakan:
Da untuk resep

Jawab:
1. Ranitidine 30 mg + Konfirmasi pada dokter terkait
Da1 = 2 mg/kgBB x 32 kg Da2 = 4 mg/kgBB x 32 kg dosis kurang. Dapat diusulkan
Ba1 = 64 mg/kali Ba1 = 128 mg/kali pemberian dosis rentang 64-128
mg (diasumsikan tidak ada
Jadi Da ranitidine = 64-128 mg/kali
perubahan dosis).
Dosis ranitidine diminta 30 mg → dosis kurang

2. Onetic 3 mg (Ondancetron HCl)


+ Konfirmasi pada dokter terkait
Da1 = 0,1 mg/kgBB x 32 kg Da2 = 0,2 mg/kgBB x 32 kg
dosis kurang. Dapat diusulkan
Ba1 = 3,2 mg/kali Ba1 = 6,4 mg/kali
pemberian dosis rentang 3,2-6,4

12
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
Jadi Da onetic = 3,2-6,4 mg/kali pemberian mg (diasumsikan tidak ada
Dosis onetic diminta 3 mg → dosis kurang perubahan dosis).

3. Sucralfat Cth II + Konfirmasi pada dokter terkait


Da1 = 40 mg/kgBB x 32 kg Da2 = 80 mg/kgBB x 32 kg dosis lebih. Dapat diusulkan
Ba1 = 1280 mg/hari Ba1 = 2560 mg/hari pemberian dosis rentang 1280-
Jadi Da sucralfat = 1280 – 2560 mg/hari : 3 = 426-853 mg/kali 2560 mg/hari (diasumsikan tidak
Dosis sucralfat diminta 10 cc dimana tiap 5 cc mengandung 500 mg → ada perubahan dosis).
1000 mg (dosis lebih).

4. Farmadol (Paracetamol) -
Da1 = 10 mg/kgBB x 32 kg Da2 = 15 mg/kgBB x 32 kg
Da1 = 320 mg/tiap 6-8 jam Da1 = 480 mg/tiap 6-8 jam
Jadi Da farmadol = 320 – 480 mg/tiap 6-8 jam
Dosis farmadol diminta 3/4x500 mg = 375 mg → dosis sesuai.
B Aturan, Cara, dan Durasi Penggunaan
Obat
a. Aturan pakai + Diketahui pemberian:
 Ranitidine setiap 8-12 jam (2-3x1)
 Onetic (Ondancetron HCl) setiap 8-12 jam (2-3x1)
 Sucralfat setiap 6 jam
 Farmadol (Paracetamol) setiap 6-8 jam (3-4x1)
Ditanyakan :
Aturan pakai masing-masing obat
 Frekuensi pemberian

13
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
 Ac/dc/pc

Jawab:
1. Ranitidine -
Signa dalam resep S 3.d.d.I
 Frekuensi pemberian 2-3 kali dalam sehari (tiap 8-12 jam)
 a.c dengan pertimbangan ranitidine dapat dikonsumsi sebelum
maupun sesudah makan. Dikonsumsi sebelum makan untuk
menurunkan produksi asam lambung sebelum makanan dicerna.
2. Onetic (Ondancetron HCl) -
Signa dalam resep S 3.d.d.I
 Frekuensi pemberian 3 kali dalam sehari (tiap 8-12 jam)
 a.c dengan pertimbangan onetic dapat di konsumsi sebelum
maupun setelah makan. Dapat dikonsumsi sebelum makan untuk
mempermudah penyerapan dan dapat membantu menurunkan
mual muntah sehingga intake makanan tercukupi (agar bisa
makan dan minum)
3. Sucralfat
Signa dalam resep S.3.d.d.Cth.II + Konfirmasi pada dokter
 Frekuensi pemberian 4 kali dalam sehari (tiap 6 jam) (diasumsikan tidak ada perubahan
frekuensi pemakaian)
 a.c dengan pertimbangan bahwa sucralfat berfungsi dalam
melapisi bagian dalam lambung supaya lebih tahan asam
sehingga harus diberikan saat perut kosong.
+
4. Farmadol (Paracetamol)
Signa dalam resep S.4.d.d.tab.¾.
Konfirmasi pada dokter

14
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
 Frekuensi pemberian 3-4 kali dalam sehari (tiap 6-8 jam) (diasumsikan dokter
 p.c dengan pertimbangan bahwa farmadol dapat dikonsumsi menambahkan p.c menjadi
sebelum maupun sesudah makan, namun direkomendasikan setelah S.4.d.d.tab.¾.p.o.p.c.p.r.n)
makan untuk mencegah timbulnya rasa tidak nyaman di lambung.
 p.r.n dengan pertimbangan hanya diberikan jika ada demam
a. Cara pakai - Semua obat dapat dikonsumsi per oral + Dapat ditambah p.o pada resep
b. Durasi penggunaan obat + 1. Ranitidine → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama 3-5
hari sehingga dibutuhkan sebanyak 6-10 puyer
2. Onetic → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama 3-5 hari
sehingga dibutuhkan sebanyak 9-15 puyer
3. Sucralfat → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama 3-5
hari, pada resep diberikan 3.d.d.Cth II yang berarti 3x10ml = 30ml x 3-
5 hari = 90 ml-150 ml, disarankan menggunakan sediaan suspensi
100ml.
4. Farmadol → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama 3-5 + Konfirmasi pada dokter
hari sehingga dibutuhkan sebanyak 12-20 tablet. Namun pada resep (diasumsikan tidak ada perubahan
hanya diberikan 10 kemungkinan hanya digunakan bila demam saja jumlah)
(p.r.n)
C Duplikasi dan/atau Polifarmasi
a. Duplikasi - Tidak ada duplikasi obat -
b. Polifarmasi - Penggunaan obat tidak lebih dari 6 obat dalam 1 resep -
D ROTD
a. Alergi - Tidak terdapat informasi alergi pada pasien + Penelusuran riwat pasien melalui
data rekam medis ataupun
anamnesis pasien (diasumsikan

15
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
pasien tidak memiliki alergi
terhadap obat dalam resep)
b. ESO - Pada pasien tidak terdapat data efek samping obat + Penelusuran riwayat pasien
 Ranitidin : sakit kepala, konstipasi, diare, mual, muntah melalui data rekam medik
 Onetic : sakit kepala, sensasi hangat atau kemerahan, konstipasi, reaksi maupun anamnesis (diasumsikan
lokasi injeksi tidak ada efek samping obat yang
terjadi pada pasien).
 Sucralfat : konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, ruam, sakit Pemberian KIE pada pasien
kepala, reaksi hipersensitivitas mengenai ESO yang dapat timbul.
 Farmadol : reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria,
kelainan darah, hipotensi, dan kerusakan hati.
E Kontraindikasi - Pada pasien tidak ada data kontraindikasi - Penelusuran riwayat pasien
a. Ranitidin : hipersensitivitas melalui data rekam medik
b. Onetic : hipersensitivitas, sindroma perpanjangan interval QT bawaan maupun anamnesis (diasumsikan
c. Sucralfat : riwayat hipersensitivitas tidak ada kontraindikasi obat pada
pasien).
d. Farmadol : gangguan fungsi hepar, hipersensitivitas.
F Interaksi +  Ranitidin + Farmadol (Paracetamol) → ranitidin dapat menimbulkan - .
efek hepatotoksik paracetamol, namun pada resep hanya diberikan
selama 3 hari jadi tidak menyebabkan hepatotoksik (pemakaian jangka
panjang)

16
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
 Sucralfat + Makanan → pengendapan dan pembentukan bezoar yang
dapat menghalangi saluran makanan dapat merusak feeding tubes. -
Namun pada pasien tidak sedang menggunakan feeding tubes sehingga
interaksi ini tidak berpengaruh.
-

17
2.3. Resep Dewasa Muda
KLINIK RAWAT INAP MUSLIMAT
SINGOSARI
Ijin Operasional No. 503/0001/IKRI/35.07.303/2016
Jalan Ronggolawe 24 Singosari Malang, 65153
Telp. (0341) 458344, 453760 Fax. (0341) 453760
e-mail : rs.muslimatsingosari@gmail.com
No. R/: 47 Malang, 10-10-2022
Nama Pasien: Nn. S No. RM: xxxxxx
Dokter: dr. IF Umur: 20 tahun
Unit RJ: RI T/BB: 150 cm/42 kg
Obsgyn/Internae/Paediatri/PU (diasumsikan TB/BB
Alergi: ( ) Ya () Tidak ideal)

R/ Cotrimoxazole-F tab 960 mg No X


S.2.d.d.tab.I.p.o.p.c

R/ Paracetamol tab 500 mg No.X


S.3.d.d.tab.I.p.o.p.c

R/ Ranitidine tab 150 mg No.VIII


S.2.d.d.tab.I.p.o.a.c

R/ B complex tab No.XX


S.3.d.d.tab.I.p.o.p.c

Gambar 2.3.1 Resep Dewasa Muda Gambar 2.3.2 Perbaikan Resep Dewasa
Muda

18
KERTAS KERJA TELAAH RESEP

PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
A Identitas & Legalitas Penulis Resep
a. Nama Dokter - Nama hanya tertera inisial dalam resep + Menulis nama dokter bukan
dengan inisial agar bisa
mengkonfirmasi jika ada resep
yang tidak terbaca.
b. Legalitas - Nomor SIP boleh tidak dicantumkan karena dokter bekerja di instansi + Memperbarui kertas resep dengan
 SIP Dokter - sehingga sudah terwakilkan dengan ijin operasional instansi ijin operasional instansi yang
 Ijin Operasional Instansi + - Masa aktif ijin operasional instansi sudah tidak berlaku, yaitu tahun diperbarui.
2016 dimana seharusnya diperbarui tiap 5 tahun, sedangkan tanggal
ADMINISTRATIF

penulisan resep 17 Oktober 2022. Resep dilayani dikarenakan


menghabiskan kertas resep dan masih dalam lingkup RSMS, namun
hal ini harus menjadi perhatian.
c. Alamat & Nomor Telpon - Alamat termasuk nomor telpon dokter boleh tidak dicantumkan karena -
 Dokter - dokter bekerja di instansi.
 Instansi + - Alamat & nomor telpon tersebut sudah terwakili dengan ijin
operasional instansi. Alamat dan nomor telpon instansi tercantum
dalam resep.
d. Validasi Resep - Tidak terdapat obat narkotika pada resep sehingga tidak diperlukan -
 Tanda Tangan Dokter - tanda tangan dokter
 Paraf Dokter + - Paraf dokter tercantum dalam resep
e. UPF asal resep + Pada resep terdapat informasi asal unit pelayanan fungsional (Poli Umum) -
B Identitas Pasien
a. Nama Pasien + -

19
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
b. Jenis Kelamin + Tidak tertulis jelas laki-laki atau perempuan, namun tertulis Nn. yang bisa -
disimpulkan bahwa pasien adalah perempuan.
c. Umur atau tanggal lahir pasien + Umur 20 th -
d. Berat Badan - Data BB diperlukan untuk menghitung IMT untuk penyesuaian dosis. + Dilakukan pengukuran berat
BB tidak tercantum dalam resep, maka diasumsikan ideal. badan dan pengisian pada resep.
Asumsi: BB pasien ideal
e. Tinggi Badan - Data TB diperlukan untuk menghitung IMT untuk penyesuaian dosis. -
TB tidak tercantum dalam resep, maka diasumsikan ideal.
C Tanggal Penulisan Resep +
A Bentuk & Kekuatan Sediaan
a. Nama obat + Nama obat tertera pada resep
- Cotrimoxazole-F
- Paracetamol
- Ranitidine
- B-complex
b. Bentuk sediaan + Bentuk sediaan obat telah dicantumkan dalam resep.
FARMASETIS

a. Cotrimoxazole-F -
 Sediaan: tablet
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
tablet.
b. Paracetamol
 Sediaan: tablet, sirup, drops, rectal tube, infus -
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
tablet
c. Ranitidine
 Sediaan: tablet, ampul, sirup -

20
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
tablet.
d. B-complex -
 Sediaan: tablet
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
tablet.
c. Kekuatan dosis - Kekuatan dosis tidak semua obat tersedia pada resep
a. Cotrimoxazole-F -
 Tablet (960 mg)

Pada resep tidak tercantum dosis sediaan, namun tertulis bahwa


cotrimoxazole yang diminta adalah forte sehingga kekuatan dosis
diasumsikan 960 mg.
b. Paracetamol -
 Tablet (500, 600, 1000 mg)
 Sirup (120 mg/5ml)
 Drops (60 mg/0,6ml)
 Rectal tube (125 mg/2,5 ml; 250 mg/4ml)
 Infus (10 mg/ml)

21
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-

Pada resep sudah tercantum kekuatan dosis yang dibutuhkan yaitu


500mg.
-
c. Ranitidine
 Tablet (150, 300 mg)
 Ampul (25 mg/ml)
 Sirup (75 mg/5ml)

Pada resep tercantum kekuatan dosis 150 mg.


d. B complex -
 Tablet (500 mg)
 Infus (10 mg/ml)

B complex merupakan nama dagang yang memiliki komposisi obat


lebih dari satu sehingga tidak perlu ditulis kekuatan dosis

22
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
d. Jumlah obat diresepkan + Tercantum pada resep dan telah sesuai dengan standar pemberian. -
B Stabilitas Tidak ada permasalahan stabilitas pada obat yang diresepkan -
C Kompatibilitas Tidak ada permasalahan kompatibilitas pada obat yang diresepkan -
A Ketepatan Indikasi & Dosis
a. Ketepatan indikasi + Komponen obat dalam resep terdiri dari: -
1. Cotrimoxazole-F
2. Paracetamol
3. Ranitidine
4. B complex
Dari komponen obat dalam resep dapat diprediksikan bahwa pasien
mengalami infeksi saluran kemih.
 Cotrimoxazole-F → merupakan antibiotik yang terdiri dari
Sulfamethoxazole+Trimetroprim yang bekerja pada dua tahap yang
berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam
KLINIS

tetrahidrofolat.
 Paracetamol → analgesik-antipiretik untuk mengurangi gejala demam
dan nyeri.
 Ranitidine → merupakan antihistamin-2 yang bekerja dengan cara
memblok reseptor histamin pada sel parietal sehingga pengeluaran
asam lambung berkurang.
 B complex → multivitamin yang mengandung vitamin B1, B2, B3,
B5, B6, B7, B9, dan B12 untuk meningkatkan imunitas.
b. Ketepatan dosis + Perhitungan dosis dewasa muda (20 tahun)
Diketahui:
Usia 20 tahun
Dosis cotrimoxazole 960 mg 2x/hari

23
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
Dosis paracetamol 500-1000 mg, tiap 6-8 jam (3-4x1), max 4000 mg
Dosis ranitidine 150 mg, 2x/hari
B complex 1 tab, 3x/hari

Ditanyakan:
Dosis untuk resep

Jawab:
1. Cotrimoxazole-F  sesuai dosis
2. Paracetamol  sesuai dosis
3. Ranitidine  sesuai dosis
4. B complex  sesuai dosis
B1 3mg/tablet = 3x3mg = 9mg/hari
B Aturan, Cara, dan Durasi Penggunaan
Obat
a. Aturan pakai + Diketahui pemberian:
 Cotrimoxazole setiap 12 jam (2x1)
 Paracetamol setiap 6-8 jam (3-4x1)
 Ranitidine setiap 8-12 jam (2-3x1)
 B complex setiap 8 jam (3x1)

Ditanyakan :
Aturan pakai masing-masing obat
 Frekuensi pemberian
 Ac/dc/pc

24
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
Jawab:
1. Cotrimoxazole + Konfirmasi pada dokter
Signa dalam resep S.2.d.d.tab.I (diasumsikan dokter
 Frekuensi pemberian 2 kali dalam sehari (tiap 12 jam) menambahkan p.c menjadi
 p.c dengan pertimbangan untuk mencegah rasa tidak nyaman S.2.d.d.tab.I.p.o.p.c)
pada lambung.
2. Paracetamol
+ Konfirmasi pada dokter
Signa dalam resep S.3.d.d.tab.I
 Frekuensi pemberian 3-4 kali dalam sehari (tiap 6-8 jam) (diasumsikan dokter
 p.c dengan pertimbangan bahwa paracetamol dapat dikonsumsi menambahkan p.c menjadi
sebelum maupun sesudah makan, namun direkomendasikan setelah S.2.d.d.tab.I.p.o.p.c)
makan untuk mencegah timbulnya rasa tidak nyaman di lambung.
3. Ranitidine +
Signa dalam resep S.2.d.d.tab.I Konfirmasi pada dokter
 Frekuensi pemberian 2-3 kali dalam sehari (tiap 8-12 jam) (diasumsikan dokter
 a.c dengan pertimbangan ranitidine dapat dikonsumsi sebelum menambahkan a.c menjadi
maupun sesudah makan. Dikonsumsi sebelum makan untuk S.2.d.d.tab.I.p.o.a.c)
menurunkan produksi asam lambung sebelum makanan dicerna.
4. B complex + Konfirmasi pada dokter
Signa dalam resep S 3.d.d.tab.I (diasumsikan dokter
 Frekuensi pemberian 3 kali dalam sehari (tiap 8 jam) menambahkan p.c menjadi
 p.c dengan pertimbangan b complex dapat dikonsumsi bersamaan S.3.d.d.tab.I.p.o.p.c)
atau setelah makan dengan tujuan makanan dapat membantu
proses penyerapan.

25
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
c. Cara pakai - Semua obat dapat dikonsumsi per oral + Dapat ditambah p.o pada resep
d. Durasi penggunaan obat + 1. Cotrimoxazole → merupakan antibiotik diberikan selama 5-7 hari -
sehingga dibutuhkan 10-14 tablet.
2. Paracetamol → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama 3-
5 hari sehingga dibutuhkan sebanyak 9-15 tablet.
3. Ranitidine → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama 3-5
hari sehingga dibutuhkan 6-10 tablet.
4. B complex → merupakan terapi supportif dan diberikan selama 5-7
hari sehingga dibutuhkan 15-21 tablet.
C Duplikasi dan/atau Polifarmasi
a. Duplikasi - Tidak ada duplikasi obat -
b. Polifarmasi - Penggunaan obat tidak lebih dari 6 obat dalam 1 resep -
D ROTD
a. Alergi + Tidak terdapat alergi pada pasien. -
b. ESO - Pada pasien tidak terdapat data efek samping obat + Penelusuran riwayat pasien
a. Cotrimoxazole : mual, muntah, diare, reaksi alergi, mialgia melalui data rekam medik
b. Paracetamol : reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria, maupun anamnesis (diasumsikan
kelainan darah, hipotensi, dan kerusakan hati. tidak ada efek samping obat yang
c. Ranitidine : sakit kepala, malaise, konstipasi, diare, mual, muntah, terjadi pada pasien).
nyeri perut Pemberian KIE pada pasien
d. B complex : pusing, konstipasi, diare, mual, perubahan warna urin mengenai ESO yang dapat timbul.
E Kontraindikasi - Pada pasien tidak ada data kontraindikasi + Penelusuran riwayat pasien
a. Cotrimoxazole : hipersensitivitas, bayi <2 bulan, gangguan fungsi melalui data rekam medik
hepar dan ginjal, anemia megaloblastik maupun anamnesis (diasumsikan
b. Paracetamol : gangguan fungsi hepar, hipersensitivitas. tidak ada kontraindikasi obat pada
c. Ranitidine : riwayat hipersensitivitas pasien).

26
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
d. B complex : hipersensitivitas
F Interaksi +  Ranitidin + Paracetamol → ranitidin dapat menimbulkan efek -
hepatotoksik paracetamol, namun pada resep hanya diberikan selama 3
hari jadi tidak menyebabkan hepatotoksik (pemakaian jangka panjang)

27
2.4. Resep Geriatri
KLINIK RAWAT INAP MUSLIMAT
SINGOSARI
Ijin Operasional No. 503/0001/IKRI/35.07.303/2016
Jalan Ronggolawe 24 Singosari Malang, 65153
Telp. (0341) 458344, 453760 Fax. (0341) 453760
e-mail : rs.muslimatsingosari@gmail.com
No. R/: 33 Malang, 16-10-2022
Nama Pasien: Tn. T No. RM: xxxxxx
Dokter: dr. A Umur: 73 tahun
Unit RJ: IGD T/BB: diasumsikan
Alergi: ( ) Ya () Tidak BB ideal
(pada resep tidak tercantum
sehingga diasumsikan tidak
ada alergi)

R/ Masker nebul No.I


Combivent resp No.I
Pulmicort resp 0,5/2ml No.I
Spuit 3 cc No.I
HC sensi No.II
S.i.m.m

R/ Lansoprazole tab 30 mg No.V


S.1.d.d.tab.I.p.o.a.c

R/ Sucralfat syr 500 mg/5 ml fl No.I


S.3.d.d.Cth.II.p.o.a.c

R/ Scopma plus tab No.X


S.3.d.d.tab.I.p.o.p.c

Gambar 2.4.1 Resep Geriatri Gambar 2.4.2 Perbaikan Resep Geriatri

28
KERTAS KERJA TELAAH RESEP

PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
A Identitas & Legalitas Penulis Resep
a. Nama Dokter + Nama dokter telah tertera dalam resep -
b. Legalitas - Nomor SIP boleh tidak dicantumkan karena dokter bekerja di instansi + Memperbarui kertas resep dengan
 SIP Dokter - sehingga sudah terwakilkan dengan ijin operasional instansi ijin operasional instansi yang
 Ijin Operasional Instansi + - Masa aktif ijin operasional instansi sudah tidak berlaku, yaitu tahun diperbarui.
2016 dimana seharusnya diperbarui tiap 5 tahun, sedangkan tanggal
penulisan resep 17 Oktober 2022. Resep dilayani dikarenakan
menghabiskan kertas resep dan masih dalam lingkup RSMS, namun
hal ini harus menjadi perhatian.
ADMINISTRATIF

c. Alamat & Nomor Telpon - Alamat termasuk nomor telpon dokter boleh tidak dicantumkan karena -
 Dokter - dokter bekerja di instansi.
 Instansi + - Alamat & nomor telpon tersebut sudah terwakili dengan ijin
operasional instansi. Alamat dan nomor telpon instansi tercantum
dalam resep.
d. Validasi Resep - Tidak terdapat obat narkotika pada resep sehingga tidak diperlukan -
 Tanda Tangan Dokter - tanda tangan dokter
 Paraf Dokter + - Paraf dokter tercantum dalam resep
e. UPF asal resep + Pada resep terdapat informasi asal unit pelayanan fungsional (IGD) -
B Identitas Pasien
a. Nama Pasien + -
b. Jenis Kelamin - Jenis kelamin diperlukan untuk perhitungan dosis pasien tertentu, seperti -
obesitas atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal (nilai GFR >90). Pada
pasien tertulis Tn. sehingga bisa diasumsikan bahwa jenis kelaminnya

29
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
adalah laki-laki.
c. Umur atau tanggal lahir pasien + Umur 73 th -
d. Berat Badan - Data BB diperlukan untuk menghitung IMT untuk penyesuaian dosis. + Dilakukan pengukuran tinggi
BB tidak tercantum dalam resep, maka diasumsikan ideal. badan dan pengisian pada resep.
Asumsi: BB pasien ideal
e. Tinggi Badan - Data TB diperlukan untuk menghitung IMT untuk penyesuaian dosis. -
TB tidak tercantum dalam resep, maka diasumsikan ideal.
C Tanggal Penulisan Resep +
A Bentuk & Kekuatan Sediaan
a. Nama obat + Nama obat tertera pada resep
- Combivent
- Pulmicort
- Lansoprazole
- Sucralfat
- Scopma
FARMASETIS

b. Bentuk sediaan + Bentuk sediaan obat telah dicantumkan dalam resep.


a. Combivent -
 Sediaan: respimat
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
sediaan respimat.
b. Pulmicort
 Sediaan: respules -
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
sediaan respules.
c. Lansoprazole -
 Sediaan: tablet

30
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
 Dari data resep tidak tercantum bentuk sediaan, namun
diasumsikan tablet dikarenakan lansoprazole hanya ada dalam
bentuk tablet.
d. Sucralfat
 Sediaan: tablet, sirup -
 Dari data resep sudah tertulis bahwa sediaan yang diminta adalah
sirup.
e. Scopma
 Sediaan: tablet -
 Dari data resep tidak tercantum bentuk sediaan, namun
diasumsikan tablet dikarenakan scopma hanya ada dalam bentuk
tablet.
c. Kekuatan dosis - Kekuatan dosis tidak semua obat tersedia pada resep
a. Combivent -
 Respimat (Ipatroprium bromide 20 mcg+Albuterol 100 mcg)
 Ampul (Ipatroprium bromide 0,5 mg+Salbutamol 2,5 mg)

31
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
b. Pulmicort (Budesonide) -
 Respules (0,5mg/ml)
 Turbohaler (200 mcg/dosis)

c. Lansoprazole + Konfirmasi pada dokter terkait


kekuatan sediaan lansoprazole
 Tablet (15, 30 mg)
(diasumsikan dokter menuliskan
kekuatan sediaan R/ Lansoprazole
tab 30mg No V).

Pada resep tidak tercantum kekuatan dosis, namun tablet 15 mg


sudah jarang beredar di pasaran dan beredar dalam bentuk merk
dagang sehingga diasumsikan pada resep yang digunakan adalah 30
mg.
+ Konfirmasi pada dokter terkait
d. Sucralfat
kekuatan sediaan sucralfate sirup
 Tablet (500 mg)
suspensi (diasumsikan dokter
 Suspensi/sirup (500 mg/5 ml)
menuliskan kekuatan sediaan R/
Sucralfat sirup 500mg/5ml No I).

Pada pasien dapat digunakan sucralfat suspensi dengan kekuatan dosis

32
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
500 mg/5 ml, dimana dosis yang diminta pada resep adalah 10 cc
dengan 3x pemberian per hari diberikan selama 3 hari. Maka
perhitungan botol sirup yang digunakan = 10 cc x 3 kali = 30 cc x 3
hari = 90 cc : 100 ml = 1 botol sirup ukuran 100 ml.
-
e. Scopma
 Tablet (Hyoscine butylbromide 10 mg+Paracetamol 500 mg)

Pada pasien tidak tercantum kekuatan dosis dikarenakan scopma plus


merupakan merk dagang dan terdiri dari kombinasi 2 obat.
d. Jumlah obat diresepkan + Tercantum pada resep dan telah sesuai dengan standar pemberian. -
B Stabilitas Tidak ada permasalahan stabilitas pada obat yang diresepkan -
C Kompatibilitas Tidak ada permasalahan kompatibilitas pada obat yang diresepkan -
A Ketepatan Indikasi & Dosis
a. Ketepatan indikasi + Komponen obat dalam resep terdiri dari: -
1. Combivent
2. Pulmicort
KLINIS

3. Lansoprazole
4. Sucralfat
5. Scopma
Dari komponen obat dalam resep dapat diprediksikan bahwa pasien
mengalami asma bronkial dan gastritis.
a. Combivent → merupakan kombinasi antimuskarinik (ipatroprium

33
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
bromide) yang bekerja dengan cara memblok efek bronkokonstriksi
dan beta 2 agonist (albuterol) yang bekerja dengan cara menstimulasi
reseptor beta 2 adrenergik sehingga otot polos jalan nafas relaksasi.
b. Pulmicort → mengandung budesonide yang merupakan kortikosteroid
inhalasi untuk membantu mengontrol asma.
c. Lansoprazole → golongan PPI yang dapat mencegah sekresi asam
lambung
d. Sucralfat → sebagai antasida dengan membentuk lapisan pada dasar
tukak sehingga melindung tukak dari asam lambung.
e. Scopma → mengandung hyoscine butylbromide yang memiliki efek
spasmolitik dan paracetamol yang memiliki efek analgetik-antipiretik.
Scopma dapat meredakan kram perut dan nyeri paroksimia lain pada
lambung atau usus.
b. Ketepatan dosis - Perhitungan dosis geriatri (73 tahun, pengurangan dosis 10%)

Diketahui:
Usia 73 tahun
Dosis combivent (Ipatroprium bromide 20 mcg+Albuterol 100 mcg)/kali
serangan
Dosis pulmicort (Budesonide 1mg/2ml)/kali serangan
Dosis lansoprazole 30 mg/hari
Dosis sucralfat syr 4x1000mg/hari, max 8000mg/hari
Dosis scopma (Hyoscine butylbromide 10 mg+Paracetamol 500 mg)
3x/hari

Ditanyakan:
Dosis untuk resep
Jawab:

34
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
a. Combivent (Ipatroprium bromide 20 mcg+Albuterol 100 mcg) + Konfirmasi pada dokter terkait
Dikurangi dosis 10% dosis berlebih. Dapat diusulkan
Ipatroprium bromide 20 mcg – 10% = 18 mcg/kali serangan pemberian dosis dikurangi 10%
Albuterol 100 mcg – 10% = 90 mcg
(diasumsikan tidak ada perubahan
Sehingga dosis yang diberikan → dosis berlebih
dosis)
b. Pulmicort (Budesonide 1 mg) + Konfirmasi pada dokter terkait
Dikurangi dosis 10% dosis berlebih. Dapat diusulkan
Budesonide 1 mg – 10% = 0,9 mg/kali serangan pemberian dosis dikurangi 10%
Sehingga dosis yang diberikan → dosis berlebih (diasumsikan tidak ada perubahan
dosis)
c. Lansoprazole 30 mg/hari
+ Konfirmasi pada dokter terkait
Dosis dikurangi 10%
Lansoprazole 30 mg – 10% = 27 mg/hari dosis berlebih. Dapat diusulkan
Sehingga dosis yang diberikan → dosis berlebih pemberian dosis dikurangi 10%
Namun tetap diberi dosis sesuai dosis dewasa, kecuali ada (diasumsikan tidak ada perubahan
gangguan hepar dan ginjal baru diracik dosis)

d. Sucralfat 30ml/hari
Dosis dikurangi 10%
Sucralfat 30 ml – 10% = 27 ml/hari
Kandungan sucralfate 500mg/5 ml → 2.700 mg/hari
Sehingga dosis yang diberikan → dosis sesuai

e. Scopma (Hyoscine butylbromide 10 mg+Paracetamol 500 mg) + Konfirmasi pada dokter terkait
Dosis dikurangi 10% dosis kurang. Dapat diusulkan
Hyoscine butylbromide 10 mg – 10% = 9 mg/kali pemberian dosis dikurangi 10%
Paracetamol 500 mg – 10% = 450 mg/kali
(diasumsikan tidak ada perubahan
Sehingga dosis yang diberikan → dosis berlebih
dosis)

35
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
B Aturan, Cara, dan Durasi Penggunaan
Obat
a. Aturan pakai + Diketahui pemberian:
 Combivent
 Pulmicort
 Lansoprazole setiap 24 jam (1x1)
 Sucralfat setiap 6-8 jam (3-4x1)
 Scopma setiap 8 jam (3x1)

Ditanyakan :
Aturan pakai masing-masing obat
 Frekuensi pemberian
 Ac/dc/pc

Jawab:
1. Combivent
-
 Frekuensi pemberian 1 kali tiap serangan
 p.r.n dengan pertimbangan hanya diberikan jika sesak
2. Pulmicort
-
 Frekuensi pemberian 1 kali tiap serangan
 p.r.n dengan pertimbangan hanya diberikan jika sesak
3. Lansoprazole + Konfirmasi pada dokter
Signa dalam resep S.1.d.d.tab.I (diasumsikan dokter
 Frekuensi pemberian 1 kali dalam sehari (tiap 24 jam) menambahkan a.c menjadi
 a.c dengan pertimbangan bahwa lansoprazole dapat dikonsumsi S.1.d.d.tab.I.p.o.a.c)

36
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
sebelum maupun sesudah makan. Dikonsumsi sebelum makan
untuk menurunkan produksi asam lambung sebelum makanan
dicerna.
4. Sucralfat
Signa dalam resep S.3.d.d.Cth.II + Konfirmasi pada dokter
 Frekuensi pemberian 3-4 kali dalam sehari (tiap 6-8 jam) (diasumsikan dokter
 a.c dengan pertimbangan bahwa sucralfat berfungsi dalam menambahkan a.c menjadi
melapisi bagian dalam lambung supaya lebih tahan asam S.3.d.d.Cth.II.p.o.a.c)
sehingga harus diberikan saat perut kosong.
5. Scopma Plus
Signa dalam resep S.3.d.d.tab.I. + Konfirmasi pada dokter
 Frekuensi pemberian 3 kali dalam sehari (tiap 8 jam) (diasumsikan dokter
menambahkan a.c menjadi
 p.c dengan pertimbangan bahwa farmadol dapat dikonsumsi S.3.d.d.Cth.II.p.o.a.c)
sebelum maupun sesudah makan, namun direkomendasikan setelah
makan untuk mencegah timbulnya rasa tidak nyaman di lambung.
b. Cara pakai - Semua obat dapat dikonsumsi per oral + Dapat ditambah p.o pada resep
c. Durasi penggunaan obat + 1. Combivent → merupakan terapi simptomatis dan diberikan jika ada -
serangan sehingga dibutuhkan 1 respimat
2. Pulmicort → merupakan terapi simptomatis dan diberikan jika ada
serangan sehingga dibutuhkan 1 respules
3. Lansoprazole → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama
3-5 hari sehingga dibutuhkan sebanyak 3-5 tablet
4. Sucralfat → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama 3-5
hari, pada resep diberikan 3.d.d.Cth II yang berarti 3x10ml = 30ml x
3-5 hari = 90 ml-150 ml, disarankan menggunakan sediaan suspensi

37
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
100ml.
5. Scopma → merupakan terapi simptomatis dan diberikan selama 3-5
hari sehingga dibutuhkan sebanyak 9-15 tablet.
C Duplikasi dan/atau Polifarmasi
a. Duplikasi - Tidak ada duplikasi obat -
b. Polifarmasi - Penggunaan obat tidak lebih dari 6 obat dalam 1 resep -
D ROTD
 Alergi - Tidak terdapat informasi alergi pada pasien + Penelusuran riwat pasien melalui
data rekam medis ataupun
anamnesis pasien (diasumsikan
pasien tidak memiliki alergi
terhadap obat dalam resep)
 ESO - Pada pasien tidak terdapat data efek samping obat + Penelusuran riwayat pasien
 Combivent : sesak napas, takikardi, batuk, mual, muntah melalui data rekam medik
 Pulmicort : iritasi ringan pada tenggorokan, suara sesak, batuk dan maupun anamnesis (diasumsikan
mulut kering tidak ada efek samping obat yang
terjadi pada pasien).
 Lansoprazole : diare, mual, perut kembung, mulut atau tenggorokan Pemberian KIE pada pasien
kering mengenai ESO yang dapat timbul.
 Sucralfat : konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, ruam, sakit
kepala, reaksi hipersensitivitas
 Scopma : mulut dam kulit kering, konstipasi, palpitasi, rasa panas dan
kemerahan di kulit wajah.
E Kontraindikasi - Pada pasien tidak ada data kontraindikasi - Penelusuran riwayat pasien
 Combivent : hipersensitivitas melalui data rekam medik
 Pulmicort : hipersensitivitas maupun anamnesis (diasumsikan
tidak ada kontraindikasi obat pada

38
PROB
ASPEK PENGKAJIAN RESEP +/- TELAAH LEM SOLUSI
+/-
 Lansoprazole : hipersensitivitas atau pasien yang sedang pasien).
mengkonsumsi rilpivirine dan atazanavir
 Sucralfat : riwayat hipersensitivitas
 Scopma : takikardi, glaukoma, BPH, retensi urin, gangguan fungsi
hepar dan hipersensitivitas.
F Interaksi +  Sucralfat + Lansoprazole → menurunkan efek lansoprazole + Pengaturan waktu pemberian
obat, lansoprazole setidaknya
diminum 1 jam sebelum atau
sesudah pemberian sucralfate.

Sucralfate sifat absorbsi minimal sehingga bisa menghambat


+ Pengaturan dosis dan waktu
 Albuterol + Budesonide → digunakan secara bersamaan dapat
pemberian
menyebabkan efek hipokalemia tambahan. Karena agonis beta-2
terkadang dapat menyebabkan pemanjangan interval QT,
perkembangan hipokalemia dapat meningkatkan risiko aritmia
ventrikel termasuk torsade de pointes.

G Duplikasi - Tidak ada duplikasi obat. -

39
40
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Selama kegiatan kepanitraan klinik stase farmasi di Klinik Rawat Inap
Muslimat Singosari penulis telah mempelajari terkait farmasi klinik
pengkajian resep pediatri, dewasa muda, dan geriatri serta penulisan resep
dengan tepat. Diharapkan penulis dapat memahami dan menerapkan terapi
dan peresepan yang baik dan benar dalam praktik klinis.
3.2 Saran
Dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga
diperlukan adanya evaluasi dan masukan yang membangun, untuk
menyempurnakan penulisan laporan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ansari M. and Neupane D., 2009, Study on Determination of Errors in


Prescription Writing : A Semi Electronic Perspective, Khatmandu
University Medical Journal, 7 (3), 238- 241.

41
Aslam M., Chik K.T. and Adji P., 2003, Farmasi Klinik (Clinical Pharmacy),
Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Gramedia,
Jakarta.
Drug. 2022. https://www.drugs.com/drug_interactions.html. Diakses pada tanggal
21 Juni 2022.
Jas A., 2015, Perihal Resep dan Dosis serta Latihan Menulis Resep Edisi 2,
Universitas Sumatera Utara Press, Medan
Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2019.
Medscape. 2020. Drug Interaction Checker (online).
http://www.reference.medscape.com
National Coordination Council for Medication Error Reporting and Preventing
(NCCMERP), 2017, Terdapat di http://www.nccmerp.org/about-
medication-errors [Diakses pada 23 Juni 2017]
Permenkes, 2016, Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
49/MENKES/PER/XII/2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, Jakarta.
Pionas. 2022. https://pionas.pom.go.id/. Diakses pada tanggal 12 Juni 2022

42

Anda mungkin juga menyukai