Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI

( TEKNIK KONSELING FARMASI )

Disusun Oleh :

Mardi Raharjo (4820120057EX)

PROGAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Komunikasi
Informasi dan Edukasi dengan judul “Teknik Konseling Farmasi”.

Pelayanan kefarmasian semakin berkembang, tidak terbatas hanya pada penyiapan


obat dan penyerahan obat pada pasien, tetapi perlu melakukan interaksi dengan
pasien dan profesional kesehatan lainnya, dengan melaksanakan pelayanan
"Pharmaceutical Care" secara menyeluruh oleh tanaga farmasi. Konseling pasien
merupakan salah satu bagian dari pelayanan farmasi. Konseling adalah member
nasehat kepada pasien atau sebagai upaya membantu pasien memecahkan masalah.
Konseling yang dilakukan apoteker merupakan komponen dari "Pharmaceutical
Care" dan merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik dalam usaha untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien serta pemecahan masalah yang
dihadapi pasien dalam penggunaan obat. Kegiatan konseling oleh apoteker yang
dilaksanakan secara berkesinambungan akan meningkatkan kepercayaan pasien akan
kebutuhan pelayanan kefarmasian di rumah sakit maupun komunitas.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Mataram, 18 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................. Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5

1.3 Batasan Masalah............................................................................................................. 5

1.4 Tujuan ........................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6

2.1 Konseling Farmasi ......................................................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan .........Error! Bookmark not defined.6

2.3 Intervensi yang mempengaruhi kepatuhan penggunaan obatError! Bookmark not defi

2.4 Tahapan konseling .......................................................................................................... 9

2.5 Aspek konseling yang harus disampaikan kepada pasien ......................................... 12

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ Error! Bookmark not defined.15


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus
kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan
komprehensif (pharmaceutical care) meliputi pelayanan obat dan pelayanan
farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
(Anonim, 2014).Pemberian konseling dan informasi kepada pasien sangat
bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan dan mencegah kegagalan terapi obat
pasien (Monita, 2009). Penelitian yang dilakukan terhadap komunitas apoteker
di Nepal menunjukkan 56,67 % (n=34) percaya bahwa konseling sangat
diperlukan karena tugas sebagai apoteker dan 48,33 % (n=29) menyatakan
bahwa konseling dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan
(Poudel dkk., 2009). Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat
atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua
fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter,
keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan Obat bagi pasien (patient safety) (Anonim, 2014). Berkaitan dengan
hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi tentang
konseling yang seharusnya diterapkan sesuai Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek (SPKA). Menurut standar pelayanan farmasi komunitas, informasi yang
seharusnya didapatkan pasien antara lain khasiat obat, lama penggunaan obat,
cara penyimpanan obat, efek samping yang mungkin timbul, tindakan bila ada
efek samping, tindakan bila terjadi salah dosis, pantangan obat untuk penyakit
tertentu dan pantangan makanan saat minum obat yang seharusnya diberikan
oleh apotek dan merupakan hak pasien. Jadi informasi yang didapatkan pasien
tidak hanya harga obat, cara dan aturan pakai obat. Informasi yang lengkap dan
jelas akan mengurangi resiko terjadinya medication error (Handayani dkk.,
2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan konseling?
2. Bagaimana teknik memberikan informasi dan komunikasi kepada pasien
secara baik
3. Informasi apa saja yang harus disampaikan kepada pasien / keluarga pasien?

1.3 Batasan Masalah


Agar permasalahan yang akan dibahas tidak terlalu meluas, penulis batasi
masalah yang akan dibahas yaitu tentang pengertian maupun manfaat konseling
dan teknik penyampaiannya, kepatuhan penggunaan obat dan aspek konseling
yang harus disampaikan kepada pasien.

1.4 Tujuan
a. Tersedianya acuan atau panduan bagi apoteker dalam rangka pelayanan
konseling kepada pasien dan keluarganya.
b. Terselenggaranya pelayanan konseling yang tepat sesuai kebutuhan.
c. Meningkatkan kompetensi apoteker dalam pelayanan konseling di sarana
kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konseling Farmasi

Konseling farmasi adalah bagian dari pelayanan kefarmasian yang memiliki


tanggung jawab dan etika, di mana sekarang ini apoteker harus berinteraksi dengan
pasien untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan obat sebagaimana yang dijelaskan dalam konsep asuhan kefarmasian yang
bertujuan untuk memberikan peningkatan pengetahuan tentang obat dan pengobatan
dengan harapan agar pasien paham mengenai obat dan penyembuhan penyakitnya.
Konseling farmasi kepada pasien diharapkan merubah perilaku pasien guna
meningkatkan kepatuhan penggunaan obat yang berdampak pada keberhasilan
terapinya (Departemen Kesehatan RI, 2007). Konseling farmasi oleh apoteker
membahas rejimen terapi obat khusus pada resep yang dibawa pasien. Diskusi
mencakup hal-hal penting yang meliputi nama dan deskripsi pengobatan, dosis,
jadwal minum obat dan lama penggunaan obat. Apoteker membahas tindakan
pencegahan khusus efek samping, interaksi maupun kontra indikasi terapeutik yang
mungkin ditemui, tindakan pencegahan yang diperlukan, pemantauan diri,
penyimpanan yang tepat, dan tindakan yang tepat jika terjadi kehilangan dosis
(Departemen Kesehatan RI, 2007). Studi tentang bukti praktik konseling telah
dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Perbedaan metodologi dan
keterbatasan setiap metode penelitian membuat sulit memperkirakan tingkat
konseling yang sebenarnya.

Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker mengingat
perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat dengan cara penggunaan
khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang sehingga perlu
memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat. Konseling yang diberikan atas
inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif. Selain konseling aktif dapat
juga konseling terjadi jika pasien datang untuk berkonsultasi kepada apoteker untuk
mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dan
pengobatan, bentuk konseling seperti ini disebut konseling pasif.
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut WHO, faktor penentu ketidakpatuhan ini dibagi menjadi lima dimensi:
sosial dan ekonomi (kondisi sosial ekonomi, biaya terapi), sistem kesehatan terkait,
terapi (durasi terapi, terapi berulang), kondisi penyakit (jenis penyakit, tingkat
keparahan, kronis/akut), dan pasien itu sendiri (persepsi terhadap pengobatannya,
motivasi, tingkat kemandirian, dukungan sosial) (WHO, 2003). Secara teori, faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku tidak patuh sangat kompleks dan belum
dipahami dengan baik. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengukur tentang
tingkat kepatuhan. Kepatuhan berhubungan dengan faktor sosio demologis seperti
usia, jenis kelamin, ras, kecerdasan, dan pendidikan. Kepatuhan yang rendah
berkaitan dengan masalah perawatan yang mandiri, pasien dengan masalah kejiwaan
cenderung tidak patuh dan mereka yang cacat fisik cenderung memiliki kepatuhan
yang cukup. Pasien juga cenderung menghentikan perawatan bila diperlukan waktu
tunggu yang lama di klinik atau jika terdapat jeda waktu yang panjang di antara janji
temu. Pada akhirnya dapat disimpulkan, kepatuhan menurun seiring dengan
kompleksitas, biaya, dan harga obat yang meningkat (Mcdonald and Garg, 2016).
Salah satu penyebab kegagalan terapi pada pasien adalah ketidakpatuhan, hal ini
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan obat untuk terapinya.
Ketidakpatuhan adalah tantangan dalam semua penyakit, tidak tergantung pada jenis
obat dan apakah terapinya kronis atau akut. Ketidakpatuhan adalah konsep
multifaset, fokus mungkin tidak hanya pada penggunaan obat tapi juga pada waktu
dan tidak hanya pada penghentian terapi, tetapi juga pada ketekunan.
Ketidakpatuhan tidak hanya terkait dengan faktor perilaku individu, tetapi juga
terhadap penyakit itu sendiri, kompleksitas dan lama pengobatan, kemungkinan
reaksi obat yang merugikan, biaya pengobatan, dan faktor sosial (Costa et al., 2015).
Faktor utama yang mempengaruhi kepatuhan adalah frekuensi dosis, di mana
semakin jarang dosisnya semakin tinggi tingkat kepatuhan.

Menurut Wibowo (2016) angka kejadian kepatuhan pengobatan antibiotika jangka


pendek di Poli Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah 75,6
persen. Faktor yang paling berpengaruh dengan ketidakpatuhan adalah lupa (adjusted
OR 0,086; ρ=0,001) dan sibuk (adjusted OR 0,023; ρ=0,000). Hasil uji statistik juga
menunjukkan bahwa harga obat yang mahal memberi perbedaan yang bermakna
(ρ=0,033) terhadap kepatuhan dan ketidakpatuhan, namun pemberian informasi obat
mengenai aturan dan kegunaan antibiotika tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna (ρ=0,768) (Wibowo and Soedibyo, 2016).

2.3. Intervensi yang mempengaruhi kepatuhan penggunaan obat

Literatur tentang intervensi untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat sangat


sedikit, dibandingkan dengan sejumlah besar uji coba untuk obat dan perawatan
individu. Hanya ada sedikit percobaan intervensi kepatuhan yang relatif ketat. Ini
memberikan sedikit bukti bahwa kepatuhan terhadap pengobatan dapat diperbaiki
secara konsisten oleh sumber daya yang biasanya tersedia dalam setting klinis. Oleh
karena itu, dengan kemajuan di bidang terapi medis, studi tentang ketidakpatuhan
dan intervensi untuk membantu pasien harus dikembangkan.(Mcdonald and Garg,
2016).

Berikut ini adalah intervensi yang paling sering dilakukan untuk meningkatkan
tingkat kepatuhan pengobatan yang dikelompokkan menjadi: intervensi perilaku
(behavior intervention), intervensi pendidikan (educational intervention), intervensi
pengelolaan diri (self management intervention), intervensi perawatan terpadu
(intergrated care intervention), intervensi risiko komunikasi (risk communication
intervention), dan paket pengingat harian (packaging and daily reminders) (Costa et
al., 2015).
Konseling termasuk dalam educational intervention,yang merupakan suatu kegiatan
antar klien dan konselor demi memberikan dukungan, dorongan, motivasi agar klien
mendapatkan keyakinan dan mampu dalam memecahkan masalah. Konseling
farmasi adalah bagian dari pelayanan kefarmasian yang memiliki tanggung jawab
dan etika, di mana sekarang ini apoteker harus berinteraksi dengan pasien untuk
memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat
sebagaimana yang dijelaskan dalam konsep asuhan kefarmasian yang bertujuan
untuk memberikan peningkatan pengetahuan tentang obat dan pengobatan dengan
harapan agar pasien paham mengenai obat dan penyembuhan penyakitnya.
Konseling farmasi kepada pasien diharapkan merubah perilaku pasien guna
meningkatkan kepatuhan penggunaan obat yang berdampak pada keberhasilan
terapinya (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Apoteker dapat berinisiatif untuk melakukan kegiatan konseling mengingat perlunya
konseling diberikan untuk obat-obatan dengan penggunaan khusus, terapi jangka
panjang untuk memastikan kepatuhan pasien meminum obat. Konseling merupakan
proses pemberian kesempatan bagi pasien untuk mengetahui tentang terapi obatnya
dan meningkatkan kesadaran penggunaan obat dengan tepat (Departemen Kesehatan
RI, 2007).
Pelaksanaan konseling yang efektif dilakukan di ruang atau tempat khusus yang
memenuhi kriteria kerahasiaan pribadi, memiliki meja dan kursi yang cukup,
penerangan baik, sirkulasi udara lancar, letak tidak terlalu jauh dari konter
pengambilan obat, dan jika jumlah pasien banyak disarankan ruangan konseling
lebih dari satu. Alat bantu konseling terdiri dari buku panduan konseling, daftar
periksa untuk mengingatkan apoteker poin-poin penting konseling, literatur
pendukung, brosur, alat peraga, dan alat komunikasi untuk tindak lanjut
(Departemen Kesehatan RI, 2007).

2.4. Tahapan Konseling


1. Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat
menciptakan hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk
memberikan informasi kepada Apoteker. Apoteker harus memperkenalkan diri
terlebih dahulu sebelum memulai sesi konseling. Selain itu apoteker harus
mengetahui identitas pasien (terutama nama) sehingga pasien merasa lebih dihargai.
Hubungan yang baik antara apoteker dan pasien dapat menghasilkan pembicaraan
yang menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker dapat memberikan pendapat tentang
cuaca hari ini maupun bertanya tentang keluarga pasien. Apoteker harus
menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling serta memberitahukan pasien
berapa lama sesi konseling itu akan berlangsung. Jika pasien terlihat keberatan
dengan lamanya waktu pembicaraan, maka apoteker dapatbertanya apakah konseling
boleh dilakukan melalui telepon atau dapat bertanya altematif waktu/hari lain untuk
melakukan konseling yang efektif.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah.
Pada sesi ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien
tentang masalah potensial yang mungkin terjadi selain pengobatan. Pasien bisa
merupakan pasien baru ataupun pasien yang meneruskan pengobatan.
a. Diskusi dengan pasien baru
Jika pasien masih baru maka Apoteker harus mengumpulkan informasi
dasar tentang pasien dan tentang sejarah pengobatan yang pemah
diterima oleh pasien tersebut.
b. Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan
Pasien yang sudah pernah mendapatkan konseling sebelumnya,
sehingga Apoteker hanya bertugas untuk memastikan bahwa tidak ada
perubahan kondisi maupun pengobatan baru yang diterima oleh pasien
baik yang diresepkan maupun yang tidak diresepkan.
c. Mendiskusikan Resep yang baru diterima
• Apoteker harus bertanya apakah pasien pemah menerima pengobatan
sebelumnya. Apoteker harus bertanya pengobatan tersebut diterima
pasien dari mana, apakah dari Apoteker juga, atau dari psikiater dan
lain sebagainya. Jika pasien pemah menerima pengobatan sebelumnya
maka dapat di tanyakan tentang isi topik konseling yang pemah
diterima oleh pasien tersebut.
• Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentang penjelasan apa
yang telah diterima oleh pasien . Ini penting untuk mempersingkat
waktu konseling dan untuk menghindari pasien mendapatkan
informasi yang sama yang bisa membuatnya merasa bosan atau bahkan
informasi yang berlawanan yang membuat pasien bingung. Diskusi ini
juga harus dilakukan dengan kata-kata yang mudah diterima oleh
pasien sesuai dengan tingkat sosial - ekonomi pasien.
• Regimen pengobatan, pasien harus diberitahu tentang guna obat dan
berapa lama pengobatan ini akan diterimanya. Pada tahap ini
Apoteker juga harus melihat kecocokan dosis yang diterima oleh
pasien sehingga pengobatan menjadi lebih optimal.
• Kesuksesan pengobatan, pasien sebaiknya diberitahukan tentang
keadaan yang akan diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui
dengan baik.

d. Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan


• Kegunaan pengobatan, Apoteker diharapkan memberikan penjelasan
tentang guna pengobatan yang diterima oleh pasien serta bertanya
tentang kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh pasien selama
menerima pengobatan.
• Efektifitas pengobatan, Apoteker harus mengetahui efektifitas dari
pengobatan yang diterima oleh pasien. Apoteker harus bertanya pada
pasien apakah pengobatan yang diterima telah membantu keadaan
pasien menjadi lebih baik.
• Efek samping pengobatan, Apoteker harus mengetahui dengan pasti
efek samping pengobatan dan kemungkinan terjadinya efek samping
kepada pasien tersebut. Pasien sebaiknya diberitahukan kemungkinan
tanda-tanda efek samping sehingga pasien dapat melakukan tindakan
preventif terhadap keadaan tersebut.

3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya.


Setiap altematif cara pemecahan masalah harus di diskusikan dengan
pasien. Apoteker juga harus mencatat terapi dan rencana untuk
monitoring terapi yang diterima oleh pasien. Baik pasien yang menerima
resep yang sama maupun pasien yang menerima resep baru, keduanya
harus diajak terlibat untuk mempelajari keadaan yang memungkinkan
tercipta masalah. Sehingga masalah terhadap pengobatan dapat
diminimalisasi.

4. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh.


Apoteker harus memastikan apakah informasi yang diberikan selama
konseling dapat dipahami dengan baik oleh pasien dengan cara meminta
kembali pasien untuk mengulang informasi yang sudah diterima. Dengan
cara ini pula dapat diidentifikasi adanya penerimaan informasi yang salah
sehingga dapat dilakukan tindakan pembetulan.

5. Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk Apoteker bertanya kepada
pasien apakah ada hal-hal yang masih ingin ditanyakan maupun yang tidak
dimengerti oleh pasien. Mengulang pernyataan dan mempertegasnya
merupakan hal yang sangat penting sebelum penutupkan sesi diskusi,
pesan yang diterima lebih dari satu kali dan diberi penekanan biasanya
akan diingat oleh pasien.

6. Follow-up diskusi
Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang pasien mendapatkan
Apoteker yang berbeda pada sesi konseling selanjutnya. Oleh sebab itu
dokumentasi kegiatan konseling perlu dilakukan agar perkembangan
pasien dapat terus dipantau.

2.5. Aspek konseling yang harus disampaikan kepada pasien


1. Deskripsi dan kekuatan obat
Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien mengenai:
• Bentuk sedian dan cara pemakaiannya
• Nama dan zat aktif yang terkandung didalamnya
• Kekuatan obat (mg/g)
2. Jadwal dan cara penggunaan
Penekanan dilakukan untuk obat dengan instmksi khusus seperti "minum
obat sebelum makan", "jangan diminum bersama susu" dan lain sebagainya.
Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman dan perilaku sosial
ekomoninya.
3. Mekanisme kerja obat
Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit/gejala yang sedang
diobati sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus
dijelaskan, ini disebabkan karena banyak obat yang multi-indikasi.
Penjelasan harus sederhana dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien.
4. Dampak gaya hidup
Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup.
Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai
manfaat perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
5. Penyimpanan
Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat terutama obat-
obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya dan lain
sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-anak.
6. Efek potensial yang tidak diinginkan
Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya toksisitas
secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk obat yang
menyebabkan perubahan wama urin, yang menyebabkan kekeringan pada
mukosa mulut, dan lain sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda
dan gejala keracunan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Semakin tingginya pengetahuan dan pengaruh globalisasi menyebabkan
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan meningkat. Tuntutan masyarakat
terhadap mutu pelayanan kesehatan pun meningkat, termasuk di bidang
pelayanan kefarmasian.
Teknik komunikasi yang perlu dilakukan dan dikembangkan oleh tenaga
farmasi adalah komunikasi tulisan, komunikasi non verbal (empati), dan
komunikasi lisan, sehingga tenaga farmasi dapat mengkonversi pengetahuan
farmasi dan terapeutik menjadi konseling farmasi yang efektif.
Pelayanan konseling secara benar dan konsisten akan meningkatkan peran dan
citra tenaga farmasi di masyarakat luas dan dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Sabiti, Farrah Bintang, Konseling, farmasi.fkunissula.ac.id/files/kiekonseling.


Diakses tanggal 13 Juni 2021
Sinta, Konseling Farmasi, sinta.unud.ac.id/uploads/document_dir. Diakses tanggal
13 Juni 2021

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006,
perpustakaan.farmalkes.kemkes.go.id. Pedoman Konseling Pelayanan
Kefarmasian di Sarana Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai