Anda di halaman 1dari 183

SKRIPSI

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN


HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT “X”
PALEMBANG JANUARI –MARET 2017

OLEH :

NOVITA ARIANTI

NIM. 15120020P

YAYASAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS S-1 FARMASI
2017
BIODATA

Nama : NOVITA ARIANTI

Tempat Tanggal Lahir : Lahat, 22 November 1993

Alamat : Jalan Kauman No. 62 D Gunung Gajah, Lahat

Agama : Islam

Nama Orang Tua

Ayah : Arifin

Ibu : Nursusanti

Jumlah Saudara : Dua

Anak ke : Satu

Riwayat Pendidikan :

TK YWKA Lahat 1998-1999


SD Negeri 17 Lahat 1999-2005
SMP Negeri 1 Lahat 2005-2008
SMA Negeri 1 Lahat 2008-2011
DIII Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang 2011-2014
S1 Farmasi Universitas Kader Bangsa Palembang 2015-2017
Halaman Persembahan

Skripsi ini ku persembahkan kepada :


Allah SWT, yang Maha Pengasih, Maha penyayang, Maha
memberi dan Maha melindungi terhadap hamba-Mu ini
Bapak dan Ibuku tercinta, Adek Risa dan Raffa serta
Keluarga besarku terima kasih atas doa, kasih sayang,
nasehat, semangat serta contoh perilaku baik yang selalu
kalian berikan
Luthfi, terima kasih atas bantuan, doa, kasih sayang dan
motivasi yang tulus
Pembimbing saya Ibu Citra Yuliyanda P, M.Farm.,Apt yang
senantiasa memberikan bantuan, bimbingan, pengarahan dan
motivasi
Teman – teman S1 farmasi khusus terima kasih atas
kerjasama dan perjuangannya
Semua peneliti yang menjadi inspirasi dan sumber referensi
di skripsi ini dan Almamaterku

Difficult doesn’t mean impossible, It simply means that


You have to work hard !!!
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)

pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di RS “X” Palembang Januari-Maret

2017” sesuai dengan waktu yang ditentukan. Skripsi ini disusun sebagai salah

satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Farmasi

Universitas Kader Bangsa Palembang 2017. Dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini penulis memperoleh banyak bimbingan, dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Bapak Ferry Preska, S.T.,Msc.EE.Phd selaku Ketua Yayasan Kader

Bangsa

2. Ibu Dr .Hj. Irzanita Wathan, S.E.,S.H.,S.K.M.,M.Kes selaku Rektor

Universitas Kader Bangsa Palembang

3. Bapak Dr. Asmaedy Samah, M.Si., Apt selaku Dekan Program Studi S-1

Farmasi Universitas Kader Bangsa

4. Ibu Citra Yuliyanda P, M.Farm., Apt selaku Ketua Program Studi S-1

Farmasi sekaligus pembimbing materi terima kasih atas bimbingan,

pengarahan dan motivasinya

x
5. Ibu Winda Kirana Ade Putri, S.Farm., Apt selaku pembimbing teknis

terima kasih atas pengarahan dan motivasinya

6. Ibu Annisa Amriani S, M.Farm.,Apt selaku ketua penguji terima kasih atas

masukan, pengarahan dan motivasinya

7. Bapak/ibu dosen pengajar, karyawan dan staf di Universitas Kader Bangsa

Palembang

8. Bapak dan Ibu terima kasih atas doa, kasih sayang dan motivasi yang tak

terhingga kepada penulis

9. Teman-teman serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan. Dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi

penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan khususnya bagi Mahasiswa-

mahasiswi Universitas Kader Bangsa Palembang.

Palembang, Agustus 2017

Penulis

xi
UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI STRATA 1 FARMASI

SKRIPSI, AGUSTUS 2017


NOVITA ARIANTI/15120020P

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN


HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT “X” PALEMBANG
JANUARI – MARET 2017

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang sifatnya kronis, progresif


dan membutuhkan pengobatan sepanjang hidup. Penggunaan obat lebih dari satu
macam (multidrug-use) menyebabkan pasien hipertensi rentan terhadap masalah
terkait obat atau dikenal dengan sebutan Drug Related Problems (DRPs). Drug
Related Problems (DRPs) merupakan suatu peristiwa atau keadaan dimana terapi
obat berpotensi atau secara nyata dapat mempengaruhi hasil terapi yang
diinginkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang Evaluasi Drug
Related Problems (DRPs) pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan kategori interaksi
obat (mayor, moderate dan minor), tepat pemilihan obat (obat efektif tapi tidak
aman dan kombinasi obat tidak tepat) dan kategori tepat dosis (dosis terlalu tinggi
atau dosis kurang) di Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017.
Penelitian ini merupakan studi non eksperimental dengan metode pengumpulan
data variabel dilihat dari peresepan dan rekam medik pada pasien hipertensi di RS
“X” Palembang Januari – Maret 2017. Pengambilan sampel dilakukan secara
purposive sampling dan mengacu pada kriteria inklusi dan eksklusi sampel
penelitian. Didapatkan 114 sampel pasien, dari 114 pasien tersebut yang
mengalami kejadian interaksi obat sebanyak 199 kasus (82,9%) , kejadian
ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 38 kasus (8,3%) dan kategori dosis
terlalu tinggi sebanyak 46 kasus (10,0%) serta kategori dosis kurang sebanyak 20
kasus (4,0%).

Kata Kunci : Hipertensi, Drug Related Problems, Interaksi Obat, Ketidaktepatan


Pemilihan Obat, Ketidaktepatan Dosis

xii
UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI STRATA 1 FARMASI

SKRIPSI, AGUSTUS 2017


NOVITA ARIANTI/15120020P

EVALUATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) ON THE


HYPERTENSIVE OUTPATIENT AT “X” HOSPITAL PALEMBANG
JANUARY – MARCH 2017

ABSTRACT

Hypertension is a disease that chronic, progressive and requires lifelong


treatment. The use of more than one drug (multidrug-use) causes hypertensive
patients susceptible to drug-related problems or known as Drug Related Problems
(DRPs). Drug Related Problems (DRPs) is an event or condition in which drug
therapy has the potential or can significantly affect the desired therapeutic result.
Therefore it necessary to conduct research on the Evaluation of Drug Related
Problems (DRPs) in the Hypertensive Outpatient categories of drug interactions
(major, moderate and minor), appropriate drug selection (effective but unsafe
drugs and incorrect drug combinations) and precise dose categories ( Dose is too
high or less dose) at Hospital "X" Palembang January - March 2017. This research
is non experimental study with variable data collection methods seen from
prescribing and medical records in hypertensive outpatients at RS "X" Palembang
January - March 2017. Sampling was done by purposive sampling and referring to
the inclusion and exclusion criteria of the research sample. There were 114 patient
samples from 114 patients who experienced drug interaction cases as many as 199
cases (82.9%), incidence of drug selection inaccuracy of 38 cases (8.3%) and
overly high dosage category of 46 cases (10.0% ) and less dose category as many
as 20 cases (4.0%).

Keyword : Hypertension, Drug Related Problems (DRPs), Drug Interactions,


Appropriate Drug Selection, Precise Dose Categories.

xiii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT.....................................ii
HALAMAN PENETAPAN JUDUL DAN PEMBIMBING
PROPOSAL ..................................................................................................iii
HALAMAN PENETAPAN JUDUL DAN PENGUJI PROPOSAL ........iv
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL UNTUK
DISEMINARKAN........................................................................................v
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................vi
HALAMAN PENETAPAN JUDUL DAN PENGUJI SKRIPSI..............vii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI TELAH
DISEMINARKAN........................................................................................viii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................x
ABSTRAK.....................................................................................................xii
ABSTRACT....................................................................................................xiii
DAFTAR ISI .................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL.........................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................xx
DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................xxi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1


1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................3
1.3 Pembatasan Masalah ................................................................................4
1.4 Rumusan Masalah ....................................................................................4
1.5 Tujuan Penelitian......................................................................................5
1.6 Manfaat Penelitian....................................................................................5

xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................7
2.1 Drug Related Problems (DRPs) ...............................................................7
2.2 Hipertensi .................................................................................................9
2.3 Pengobatan Hipertensi..............................................................................20
2.4 Pengobatan Hipertensi dengan Indikasi Khusus
(Compelling Indication) ............................................................................48
2.5 Tinjauan Umum Rumah Sakit ..................................................................52
2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit .................................................................57
2.7 Pengertian Rekam Medik .........................................................................62
2.8 Pengertian Resep ......................................................................................63
2.9 Penelitian Terkait .....................................................................................64

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ................................66


3.1 Kerangka Konsep .....................................................................................66
3.2 Hipotesis ...................................................................................................67

BAB IV METODE PENELITIAN..............................................................68


4.1 Desain Penelitian ......................................................................................68
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................68
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...............................................................68
4.4 Pengumpulan Data ...................................................................................69
4.5 Pengolahan Data.......................................................................................70
4.6 Analisa Data .............................................................................................70
4.7 Definisi Operasional.................................................................................71

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................73


5.1 Hasil Penelitian.........................................................................................73
5.2 Drug Related Problems (DRPs) ...............................................................80
5.3 Pembahasan ..............................................................................................92

xv
BAB VI PENUTUP ......................................................................................97
5.1 Kesimpulan...............................................................................................97
5.2 Saran.........................................................................................................98
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................99
LAMPIRAN ..................................................................................................106

xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII ......................................10
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO...................................10
Tabel 2.3 Penyebab Hipertensi......................................................................14
Tabel 2.4 Modifikasi Gaya Hidup dan
Rata-Rata Penurunan Tekanan Darah ...........................................21
Tabel 2.5 Algoritma Pengobatan Hipertensi menurut JNC VII ....................22
Tabel 2.6 Algoritma Pengobatan Menurut Heart Lung Blood Institute
(NHLBI) ........................................................................................23
Tabel 2.7 Algoritma STITCH
(Simplified Intervention to Control Hypertension) .......................25
Tabel 2.8 Obat Antihipertensi .......................................................................25
Tabel 2.9 Hasil Penelitian Terkait .................................................................64
Tabel 4.1 Definisi Operasional......................................................................71
Tabel 5.1 Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang
Januari – Maret 2017 Berdasarkan Jenis Kelamin ........................73
Tabel 5.2 Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang
Januari – Maret 2017 Berdasarkan Kelompok Usia......................74
Tabel 5.3 Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang
Januari – Maret 2017 Berdasarkan Klasifikasi Hipertensi ............75
Tabel 5.4 Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang
Januari – Maret 2017 Berdasarkan Komplikasi atau
Penyakit Penyerta ..........................................................................75
Tabel 5.5 Distribusi Penggunaan Obat pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan
RS “X” Palembang Januari – Maret 2017.....................................77
Tabel 5.6 Distribusi Kejadian Drug Related Problems (DRPs) Pasien
Hipertensi Rawat Jalan Rumah Sakit “X” Palembang
Januari - Maret 2017.....................................................................80
Tabel 5.7 Distribusi Interaksi Obat pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan
Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017 .....................80

xvii
Tabel 5.8 Distribusi Interaksi Obat pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan
Di Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017
Berdasarkan Tingkat Keparahan ..................................................81
Tabel 5.9 Distribusi Ketidaktepatan Pemilihan Obat pada Pasien
Hipertensi Rawat Jalan Rumah Sakit “X” Palembang
Januari – Maret 2017 ....................................................................88
Tabel 5.10 Distribusi Tepat Dosis Obat Antihipertensi Pasien Rawat Jalan
Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017 ..................92

xviii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Sistem renin-angiotensin dan system kallikrein-kinin ..............38
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................66

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Lembar Konsultasi Mahasiswa ..................................................106
Lampiran 2. PCNE Classification For Drug Related Problems ....................107
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan
RS “X” Palembang Januari – Maret 2017..................................112
Lampiran 4. Distribusi Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan
RS “X” Palembang Januari – Maret 2017..................................154
Lampiran 5. Distribusi Kejadian Drug Related Problems (DRPs)
Kategori Interaksi Obat Pasien Hipertensi Rawat Jalan
RS “X” Palembang Januari – Maret 2017..................................158
Lampiran 6. Distribusi Kejadian Drug Related Problems (DRPs)
Kategori Ketepatan Pemilihan Obat dan Tepat Dosis
Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang
Januari – Maret 2017 ..................................................................159

xx
DAFTAR SINGKATAN

ACE (angiotensin converting enzyme)


ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor)
AHA (American Heart Association)
ARB (Angiotensin reseptor Blocker)
ASH (American Society of Hypertension)
BCDSP (Riset Bosston Collaborative Drug Surveillance Programe)
CAD (Coronary Arteri Disease)
CAPP (the Captopril Prevention Project)
CCB (Calsium Channel Blocker)
CHARM (Candesartan in Heart Failure-Assessment of Reduction in Mortality
and Morbidity)
CHF (Congestif Heart Failure)
DASH (Diet Approach to Stop Hypertension)
DM (Diabetes mellitus)
DRPs (Drug Related Problems)
HCT (Hydrochlor Thiazide)
HDL (High Density Lipoprotein)
ISA (simpatomimetik intrinsic)
JNC VII (Joint of National Committee VII)
LDL (Low Density Lipoprotein)
NHANES (the National Health and Nutrition Examination Survey)
NHLBI (National Heart Lung Blood Institute)
NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs)
OA (Osteoarthitis)
PCNE (Pharmaceutical Care Network European)
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System)
STITCH (Simplified Intervention to Control Hypertension)
WHO (World Health Organization)

xxi
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang sifatnya kronis, progresif

dan membutuhkan pengobatan sepanjang hidup. Menurut American Society of

Hypertension (ASH), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala

kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan

saling berhubungan (Tjokronegoro, 2007). Sebanyak 50% diantara orang dewasa

yang didiagnosis menderita hipertensi tidak menyadari bahwa mereka memiliki

penyakit tersebut. Hipertensi harus segera ditangani ketika tekanan darah pada

saat pemeriksaan hasilnya ≥ 140/90 mmHg. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada

dua kali pengukuran selama beberapa minggu dan hasilnya menetap (Herawati

dan Sartika, 2013).

Lebih dari seperempat populasi dewasa penduduk dunia yang jumlahnya

mendekati 1 juta jiwa diperkirakan menderita hipertensi pada tahun 2000 dan

pada tahun 2025 diperkirakan jumlahnya akan meningkat sebesar 29% menjadi

1,56 juta jiwa (Kearney et all, 2005). Angka kejadian hipertensi cenderung

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di Indonesia. Menurut survei Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007-2008, kejadian prevalensi hipertensi di

Indonesia telah mencapai 31,7% dari total penduduk dewasa (Syamsudin, 2011).

Sedangkan pada tahun 2013, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun

keatas di Indonesia menunjukkan angka 25,8% (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2013). Pada tahun 2014 penyakit hipertensi merupakan penyakit tidak

1
2

menular dengan prevalensi tertinggi di Sumatera Selatan dengan jumlah kasus

47.090 (Profil Kesehatan Dinkes Sumatera Selatan, 2014).

Penggunaan obat lebih dari satu macam (multidrug-use) menyebabkan

pasien hipertensi rentan terhadap masalah terkait obat atau dikenal dengan sebutan

Drug Related Problems (Supraptia et al, 2014). Drug Related Problems (DRPs)

merupakan suatu peristiwa atau keadaan dimana terapi obat berpotensi atau secara

nyata dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan (Pharmaceutical Care

Network European, 2010). PCNE (Pharmaceutical Care Network European)

mengklasifikasikan DRPs menjadi 4, yaitu masalah efektivitas terapi, reaksi obat

yang tidak diinginkan, biaya pengobatan serta masalah lainnya. Identifikasi dan

evaluasi DRPs pada pengobatan penting dan sangat dibutukan untuk peningkatan

efektifitas terapi terutama pada penyakit yang bersifat progresif dan kronis serta

memerlukan jangka pengobatan yang lama seperti penyakit hipertensi (Gumi et

al, 2012).

Menurut penelitian tentang Identifikasi Drug Related Problems pada

pasien rawat jalan di RSI Klaten Tahun 2010, menunjukkan bahwa dari 110

pasien yang memenuhi kriteria inklusi menunjukkan kasus ketidaktepatan

pemilihan obat 6,36%, dosis kurang 1,82%, tidak terdapat kasus dosis lebih, dan

kasus interaksi obat 16,36% (Nisa, 2012). Pada pasien hipertensi rawat inap RS

“Y’ tahun 2015, didapatkan pasien yang berpotensi mengalami interaksi obat 90

% dan ketidaktepatan pemilihan obat sejumlah 26,25%, ketidaktepatan pemilihan

obat kriteria kombinasi tidak tepat 17,5 % serta obat efektif tapi tidak aman 8,75%

(Hutama dkk, 2015).


3

Mortalitas dan morbiditas yang diakibatkan oleh obat merupakan masalah

yang sangat penting karena diantara 26.462 pasien rawat medis, ditemukan 0,9%

dari 1000 orang telah meninggal akibat obat. Data ini diperoleh berdasarkan

gambaran dari program Riset Bosston Collaborative Drug Surveillance

Programe (BCDSP) (Cipolle dkk, 2008).

Berdasarkan tingginya prevalensi hipertensi di Sumatera Selatan, besarnya

DRPs pada kasus hipertensi yang terjadi dan pentingnya identifikasi DRPs pada

pasien hipertensi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang Evaluasi

Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Rumah

Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017.

1.2 Identifikasi Masalah

Hipertensi merupakan penyakit yang disebut sebagai silent killer, dimana

kebanyakan pasien tidak mengalami suatu gejala sampai muncul tanda komplikasi

penyakit yang mematikan (Wells et all., 2009). Hipertensi merupakan penyakit

tidak menular dengan prevalensi tertinggi di Sumatera Selatan yaitu dengan

jumlah kasus 47.090 pada tahun 2014 (Profil Kesehatan Dinkes Sumatera Selatan,

2014). Penggunaan obat yang beragam (multidrug-use) pada penderita hipertensi,

menyebabkan penderita rentan terhadap masalah terkait obat atau dikenal dengan

Drug Related Problems (DRPs). Identifikasi DRPs pada pengobatan penting

dalam rangka mengurangi morbiditas, mortalitas dan biaya terapi obat (Ernst dan

Grizzle, 2001). Hal ini akan sangat membantu dalam meningkatkan efektifitas

terapi obat terutama pada penyakit hipertensi. Oleh karena itu, penulis ingin
4

mengevaluasi Drug Related Problems pada pengobatan pasien hipertensi untuk

meningkatkan efektifitas terapi obat.

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian DRPs hanya didasarkan pada 3 klasifikasi Pharmaceutical Care

Network Europe Foundation (PCNE)

2. Interaksi Obat dalam penelitian ini diidentifikasi dengan aplikasi pada

halaman website www.medscape.com

3. Sampel pada penelitian ini adalah resep pasien hipertensi dan rekam medis

pasien yang berobat rawat jalan di Rumah Sakit “X” Palembang pada

Januari – Maret 2017 yang sesuai dengan kriteria inklusi

1.4 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit “X”

Palembang Januari – Maret 2017 ?

2. Apakah terdapat Drug Related Problems (DRPs) pada pasien hipertensi

rawat jalan di Rumah Sakit “X” Palembang pada Januari – Maret 2017

dilihat dari klasifikasi berdasarkan PCNE ?

3. Berapakah persentase pasien yang mengalami DRPs pada pasien hipertensi

rawat jalan di Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017 ?


5

4. Berapakah persentase pasien yang mengalami DRPs kategori tepat

pemilihan obat, tepat dosis dan interaksi obat pada pasien hipertensi rawat

jalan di Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017 ?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun secara khusus penelitian dilakukan bertujuan, antara lain :

1. Mengetahui karakteristik pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit

“X” Palembang Januari – Maret 2017.

2. Mengetahui dan mengevaluasi kejadian DRPs pada pasien hipertensi

rawat jalan di Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017.

3. Menghitung persentase pasien hipertensi rawat jalan yang mengalami

DRPs di Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017.

4. Mengetahui dan mengevaluasi persentase DRPs kategori tepat

pemilihan obat, tepat dosis dan interaksi obat yang terjadi pada pasien

hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret

2017.

1.6 Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Secara teoritis penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat

agar identifikasi dan kejadian DRPs dapat menjadi acuan untuk

meningkatkan efektifitas terapi sehingga morbiditas pasien hipertensi

menurun.
6

b. Secara Praktis

1. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat memberikan pembelajaran secara efektif

bagaimana cara mengevaluasi DRPs pada pasien hipertensi untuk

meningkatkan pola pelayanan farmasi yang bersifat klinis.

2. Bagi Lembaga Pendidikan

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dokumen akademik yang

berguna untuk civitas akademika.

3. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau bahan

pertimbangan bagi dokter, apoteker dan profesi kesehatan lainnya dalam

mengambil keputusan untuk meningkatkan keberhasilan terapi pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Drug Related Problems (DRPs)

Drug Related Problems (DRPs) merupakan peristiwa yang tidak

diinginkan yang dialami pasien yang memerlukan atau diduga memerlukan terapi

obat dan berkaitan dengan tercapainya tujuan terapi yang diinginkan. Identifikasi

DRPs menjadi fokus penilaian dan pengambilan keputusan terakhir dalam tahap

proses patient care (Cipolle dkk, 2008).

Drug Related Problems (DRPs) sering disebut juga Drug Therapy

Problems atau masalah-masalah yang berhubungan dengan obat. Kejadian DRPs

ini menjadi masalah aktual maupun potensial yang kental dibicarakan dalam

hubungan antara farmasi dengan dokter. Yang dimaksud dengan masalah aktual

DRPs adalah masalah yang sudah terjadi pada pasien dan farmasis harus berusaha

menyelesaikannya. Masalah DRPs yang potensial adalah suatu masalah yang

mungkin menjadi risiko yang dapat berkembang pada pasien jika farmasi tidak

melakukan tindakan untuk mencegah (Rovers, 2003). Jika DRPs aktual terjadi,

farmasi sebaiknya mengambil suatu tindakan untuk memecahkan masalah yang

terjadi (Cipolle, 2008).

Bila DRPs potensial terjadi maka farmasis sebaiknya mengambil tindakan

seperlunya saja untuk mencegah masalah – masalah yang akan muncul (Rovers,

2003). Mengetahui hal tersebut maka seorang farmasis memegang peran penting

dalam mencegah maupun mengendalikan masalah tersebut.

7
8

Ada beberapa hal yang termasuk dalam penyebab timbulnya permasalahan

yang berhubungan dengan DRPs kategori ketidaktepatan penyesuaian dosis

(Cippole dkk, 2008).

1. Dosis terlalu rendah (too low dosage)

Penyebab terjadinya ialah dosis terlalu rendah untuk menghasilkan

respon yang diinginkan, interaksi obat mengurangi jumlah ketersediaan

obat yang aktif, durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon

yang diinginkan, pemilihan obat, dosis, rute pemberian dan sediaan obat

tidak tepat. Penyebab dosis rendah, seperti frekuensi pemberian dosis yang

tidak sesuai, jarak dan waktu pemberian terapi obat terlalu singkat,

penyimpanan obat yang tidak sesuai (misalnya, menyimpan obat di tempat

yang terlalu panas atau lembab, menyebabkan degradasi benyuk sediaan

dan dosis subterapi), pemberian obat yang tidak sesuai dan interaksi obat

(Mahmoud, 2008).

2. Dosis terlalu tinggi (too high dosage)

Hal ini terjadi ketika dosis yang diberikan terlalu tinggi untuk

memberikan efek, dosis obat dinaikkan cepat, frekuensi pemberian, durasi

terapi, cara pemberian obat pada pasien yang tidak tepat, dan konsentrasi

obat diatas kisaran terapi (Strand dkk, 1998). Seorang pasien yang

menerima dosis obat terlalu tinggi dan mengalami efek toksik yang

tergantung dosis atau konsentrasi menunjukkan pasien mengalami DRPs

(Cippole dkk, 2008). Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal,

kemampuan ginjal untuk menghilangkan obat-obatan dan metabolitnya


9

menurun, yang akhirnya menyebabkan akumulasi obat dan produk-produk

beracun di ginjal. Misalnya, jika dosis prokainamid tidak disesuaikan

untuk pasien dengan compromised-fungsi ginjal, N-acetylprokainamide

dapat terakumulasi dalam ginjal (Mahmoed, 2008).

3. Interaksi Obat

Interaksi obat merupakan hasil interaksi dari obat dengan obat,

obat dengan makanan dan obat dengan laboratorium. Hal ini dapat terjadi

pada pasien yang menerima obat dari kelas farmakologis yang berbeda

serta dalam kelas farmakologis yang sama (Mahmoed, 2008).

2.2 Hipertensi

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu

sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari

kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan, WHO menyatakan hipertensi

merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg

dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg, Joint of National

Committe (JNC VII) berpendapat hipertensi adalah peningkatan tekanan darah

diatas 140/90 mmHg, sedangkan menurut Brunner dan Suddarth hipertensi juga

diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan darahnya diatas 140/90

mmHg. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan

peningkatan tekanan darah sistolik yang persisten diatas 140 mmHg sebagai

akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.


10

Berikut adalah klasifikasi hipertensi menurut Seventh Report of Joint

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High

Blood Preassure (JNC VII)

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII (Sani, 2008)

Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik

Normal < 120 mmHg <80 mmHg


Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Stage 1 140-159 mmHg 80-99 mmHg
Hipertensi Stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO (Sani, 2008)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal <120 <80


Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Tingkat I (ringan) 140-159 90-99
Sub-grup pembatasan 140-149 90-94
Hipertensi tingkat II (sedang) 160-179 100-109
Hipertensi tingkat III (berat) ≥180 ≥110
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90
Sub-grup perbatasan 140-149 <90

Klasifikasi hipertensi di Indonesia, berdasarkan hasil konsesus

Perhimpunan Hipertensi Indonesia, merujuk JNC 7 dan WHO. Pedoman ini

disepakati oleh para pakar berdaskan prosedur standar yang diambil dari negara

maju dan negara tetangga dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia yang

berskala nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak masih jarang (Sani,

2008).

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh

karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah
11

juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami

penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,

sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.

Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang

berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan

darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap

atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa

perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan

aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia

lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah

berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar

dkk, 2005).

Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi

vaskuler perifer sebagai hasil temuan akhir tekanan darah meningkat karena

merupakan hasil temuan kali curah Jantung (HR x Volume sekuncup) x Tahanan

perifer (Kumar dkk, 2005).

Hipertensi yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi,

bila mengenai jantung kemungkinan dapat terjadi infark miokard, jantung

koroner, gagal jantung kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati

hipertensif, dan bila mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila

mengenai mata akan terjadi retinopati hipertensif. Dari berbagai komplikasi yang

mungkin timbul merupakan penyakit yang sangat serius dan berdampak terhadap
12

psikologis penderita karena kualitas hidupnya rendah terutama pada kasus stroke,

gagal ginjal, dan gagal jantung (Anggraini dkk, 2008).

2.2.2 Penyebab Hipertensi

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik

(hipertensi esensial), yang memungkinkan umur panjang, kecuali apabila infark

miokardium, kecelakaan serebrovaskular, atau penyulit lainnya. Selain itu

terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan hipertensi sekunder,

yaitu hipertensi yang disebabkan oleh gangguan organ lainya. Gangguan ginjal

yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu, glomerulonefritis akut, penyakit ginjal

kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor

penghasil renin. Gangguan pada sistem endokrin juga dapat menyebabkan

hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing,

aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal kongenital, ingesti licorice), hormon

eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan yang mengandung tiramin dan

simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase), feokromositoma, akromegali,

hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan pada sistem kardiovaskular

seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa, peningkatan volume intravaskular,

peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta juga dapat menyebabkan hipertensi,

begitu pula dengan gangguan neurologik seperti psikogenik, peningkatan

intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Kumar dkk, 2005).

2.2.3 Faktor Resiko Hipertensi

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama

karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong


13

timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan

asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus

simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan

vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem

renin, angiotensin dan aldosteron. Pasien prehipertensi beresiko mengalami

peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya

berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki

dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular

daripada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari

50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang

lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah

diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75

mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit

kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko

lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami

hipertensi (Yogiantoro, 2006).

2.2.4 Prevalensi Hipertensi

Prevalensi hipertensi di dunia diperkirakan sebesar 1 milyar jiwa dan

hampir 7,1 juta kematian setiap tahunnya akibat hipertensi, atau sekitar 13% dari

total kematian. Data dari the National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) menujukkan bahwa terdapat 50 juta atu lebih orang Amerika

memiliki tekanan darah tinggi yang memerlukan pengobatan (National Heart,

Lung and Blood Institute, 2004). Di Negara berkembang seperti Indonesia,


14

terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi dan penyakit

kardiovaskulas lain bersama-sama dengan penyakit infeksi dan malnutrisi.

Prevalensi tertinggi adalah pada wanita, yaitu 25% sedangkan pada pria sebesar

24% (Sani, 2008). Prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan umur dan lebih

besar pada Amerika keturunan Afrika dari pada kaukasian dan lebih besar pada

orang dengan pendidikan rendah (Sani, 2008).

2.2.5 Etiologi Hipertensi

Penyebab hipertensi pada 90% pasien adalah tidak diketahui, dan mereka

dikatakan menderita hipertensi esensial. Sisanya menderita peningkatan tekanan

darah yang disebabkan oleh berbagai penyakit. (Sani, 2008).

Peningkatan tekanan darah bersifat intermiten pada perjalanan awal

hipertensi esensial dan terdapat peningkatan respon tekanan berlebih terhadap

rangsangan, misalnya dingin atau kegembiraan, kemudian peningkatan tekanan

darah menjadi menetap. Mekanisme baroreseptor mengalami “penyesuaian ulang”

(reset) sehingga tekanan darah dipertahankan tinggi.

Tabel 2.3 Penyebab Hipertensi

Penggolongan Hipertensi Berdasarkan Etiologi (WHO, 1996)

A. Tidak diketahui (hipertensi esensial)


B. Hipertensi sekunder
1. Diimbas oleh senyawa eksogen atau obat
- Kontraseptif hormonal
- Kostikosteroid
- Akar Manis (Glycyrhiza glabra) dan karbenoksolon
- Simpatomimetika
- Kokaina
- Makanan yang mengandung tiramina dan inhibitor monoamina
oksidase
- Obat antiinflamasi nonsteroid
- Siklosporin
15

- Eritropoetin
2. Berkaitan dengan ginjal
a. Penyakit parenkim ginjal
- Glomerulonefritis akut
- Nefritis kronik
- Nefropatik Obstruktif
- Hidronefrosis
- Ginjal hipoplastik bawaan
- Trauma
b. Hipertensi pembuluh darah
c. Tumor pembetuk renin
d. Hipertensi renoprival
e. Retensinatrium primer (sindrom liddle, sindrom gordon)
3. Berkaitan dengan penyakit endokrin
- Akromegali
- Hipotiroidisme
- Hiperkalasemia hipertiroidisme
- Sindro cushing
- Aldosterisme primer
- Hyperplasia ginjal bawaan
- Feokromositoma
- Tumor kromafin ekstra-adrenal
- Tumor karsinioid
4. Berkaitan dengan penyakit endokrin
5. Diimbas-kehamilan
6. Berkaitan dengan penyakit syaraf
- Peningkatan tekanan intrakranium (tumor otak,ensefalitis, asidosis
pernafasan)
- Apnea tidur
- Kuadriplegia
- Porfiria akut
- Disautonomia bawaan
- Keracunan timbel
- Sindrom Guillan-barre

2.2.6 Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung dan

resistensi perifer. Curah jantung adalah hasil kalidenyut nadi jantungdan isi

sekuncup. Besar isi sekuncup ditentukan oleh kekuatan kontraksi miokard dan alir

balik vena. Resistensi perifer merupakan gabungan resistensi pada pembuluh

darah (arteri dan arteiol) dan viskositas darah. Resistensi pembuluh darah
16

ditentukan oleh tonus otot polos arteri dan arteriol, dan elastisitas dinding

pembuluh darah.

Pengaturan tekanan darah didominasi oleh tonus simpatis yang menentukan

frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokard dan tonus pembuluh darah arteri

maupun vena. Sistem parasimpatis hanya ikut mempengaruhi frekuensi jantung.

Sistem simpatis juga mengaktifkan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS)

melalui peningkatan sekresi renin. Homeostasis tekanan darah dipertahankan oleh

refleks baroreseptor sebagai mekanisme kompensasi yang terjadi seketika, dan

oleh sistem RAAS sebagai mekanisme kompensasi yang berlangsung lebih

lambat.

2.2.7 Patofisologi dan Patogenesis Hipertensi

Patofisiologi hipertensi masih belum jelas. Penyakit ginjal atau korteks

adrenal (2% dan 5%) merupakan penyebab utama peningkatan tekanan darahnya

(hipertensi sekunder). Terdapat banyak faktor yang saling berhubungan terlibat

dalam peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi, seperti makanan asin,

obesitas dan resistensi insulin, sistem rennin-angiotensin (RAS) dan sistem syaraf

simpatik. Faktor lainnya yang juga berperan adalah faktor genetik, disfungsi

endotel, berat badan lahir rendah, nutrisi dalam rahim, dan ketidaknormalan

neurovaskuler. Beberapa mekanisme yang berperan terhadap proses terjadinya

hipertensi adalah sebagai berikut (Sani, 2008):

a. Hemodinamik pada hipertensi

Keseimbangan antara curah jantung dan resistensi vaskuler perifer

berperan penting dalampengaturan tekanan darah normal. Pada hipertensi


17

esensial, pasien mempunyai curah jantung normal namun terjadi

peningkatakan resistensi perifer. Resistensi perifer ditentukan oleh arteriol

kecil. Kontarksi otot pols yang berkepanjangan mengakibatkan penebalan

dinding pembuluh darah arteriol, sehinggan menyebabkan peningkatan

resistensi perifer yang tidak dapat pulih kembali.

b. Sistem renin-angiotensin

Renin adalah enzim yang dihasilkan sel justaglomerular ginjal.

Berbagai faktor seperti status volume, asupan natrium, stimulasi syaraf

simpatik menentukan kecepatan sekresi renin. Renin berperan mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang dengan cepat diubah menjadi

angiotensin II pada paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE).

Angiotensin II adalah vasokontriktor kuat yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah. Angiotensin II juga menstimulasi pelepasn aldosteron dari

bagian glomerulus kelenjar adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan

air, sehingga meningkatkan tekanan darah. Hampir 20% pasien hipertensi

esensial mengalami penekanan aktivitas renin. Sekitar 15% pasien

mengalami aktivitas renin diatas normal.

c. Sistem syaraf otonom

Sistem syaraf otonom memegang peranan penting dalam

pengaturan tekanan arteri. Peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatis

telah diimplikasikan sebagai prekursor utama hipertensi. Terjadi

ketidakeimbanagn beberapa neurotransmitter dan neuromodulator pada

konsisi hipertensi, yang secara langsung atau tidak langsung menyebabkan


18

pelepasan noradrenalin dari pasa-sinap saraf simpatis. Pada subjek yang

sensitif dan hipersensiteif terhadap NaCl, asupan NaCl meningkatkan

aktivitas sistem syaraf simpatis. Stimulasi sistem syaraf simpatis dapat

menyebabkan kontriksi arteriolar dan juga dilatasi. Hal ini menyebabkan

perubahan tekanan darah jangka pendek akibat stress dan olahraga

d. Disfungsi Endotel

Sel endotel melepaskan faktor relaksasi dan faktor kontriksi yang

mempengaruhi tonus dan otot polos pembuluh darah dan juga berperan

dalam patofisiologi hipertensi esensial. Vasodilatasi akibat endhotelium

diatur terutama oleh nitrit oksida dan prostasiklin. Faktor kontriksi turunan

endotel adalah endotelin-1, prostanoid vasokontriktor, angiotensin II dan

anion superoksida. Pelepasan faktor relaksasi dan kotrak terjadi secara

seimbang pada keadaan fisiologis. Keseimbangn ini terganggu pada

penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi, arteosklerosis dan diabetes.

Sehingga menyebabkan perkembangan kerusakan pembuluh darah dan

organ yang lebih lanjut. Penurunan bioavailibilitas nitrit oksida pada

keadaan disfungsi endotel menyebabkan vasodilatasi pada hiperetnsi

esensial dan dapat juga menjadi faktor perkembangan arterioskleriosis

dini.

e. Bahan vasoaktif

Banyak bahan vasoaktif yang terlibat pada pengaturan tekanan

darah normal. Bradikinin adalah vasodilator kuat yang diinaktivasi oleh

ACE. Endotelin adalah vasokontriktor endotel kuat yang mengahsilkan


19

peningkatan tekanan darah yang dipicu oleh makanan berkadar garam

tinggi. Nitrit oksida yang dihasilkan oleh endotel arteri dan vena

menyeabkan vasodilatasi. Peptida natriuetik atrial adalah hormon yang

dihasilkan natrium jantung yang berperan pada peningkatan volume darah.

Akibatnya, natrium meningkat dan terjadi eksresi air dari ginjal. Gangguan

dalam sistem ini dapat menyebabkan retensi air sehingga menyebabkan

hipertensi.

f. Hiperkoagubilitas

Pasien hipertensi memiliki ketidaknormalan dinding pembuluh

darah yang berupa disfungsi atau kerusakan endotel, kemudian faktor

hemostatik, aktivasi platelet, fibrinolosis dan aliran darah. Hal inilah yang

menerangkan bahwa hipertensi menyebabkan kondisi hiperkoagulasi.

Semua komponen penyebab hiperkoagulasi ini terlihat berhubungan erat

dengan target kerusakan organ dan prognosis jangka panjang.

g. Sensivitas Insulin

Pada pasien hipertensi, adanya kondisi resistensi insulin atau

hiperinsulinemia berperan dalam peningkatan tekanan arteri. Hal ini

diperkirakan merupakan bagian dari sindrom X atau sindrom Reaven. Dan

juag disebabkan oleh obesitas sentral, dislipidemia, atau tekanan darah

tinggi. Kebanyakan dari populasi tinggi dengan hipertensi mengalami

resistensi insulin atau hiperinsulinemia. Peningkatan terkanan arteri pada

keadaan hiperinsulinemia kemungkinan disebabkan oleh 4 mekanisme

yaitu :
20

1. Peningkatan aktivitas impatik sebagai hasil peningkatan retensi

natrium akibat hiperinsulinemia

2. Hipertrofi otot polos sebagai aksi mitogenik insulin

3. Peningkatan kadar kalsium sitosolik pada pembuluh darah yang senstif

terhadap insulin dari jaringan ginjal

4. Nonmosulasi akibat retensi urin (Sani, 2008).

2.2.8 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi berbahaya bila dibiarkan, karena :

a. Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan afterload jantung, sehingga

membuat ventrikel jantung sulit untuk memompa darah. Jantung harus

bekerja lebih keras sehingga menimbulkan perubahan patologis pad

struktur dan fungsi jantung. Kondisi ini dapat menyebakan kerusakan pada

pembuluh darah otak, sehingga dapat menyebabkan stroke.

b. Hipertensi berkontribusi dalam pembentukan arterosklerosis yang dapat

menyebabkan penyakit jantung dan stroke (Fox, 2004).

2.3 Pengobatan Hipertensi

Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencapai tekanan darah

kurang dari 140/90 mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskuler.

Terapi antihipertensi, pada berbagai uji klinis berhubungan erat dengan penurunan

kejadian stroke 30-40%, infark miokard 20-25% dan gagal jantung >50%

(Feldman dkk, 2009).


21

2.3.1 Pengobatan Hipertensi dengan Nonmedikamentosa

Pengobatan pertama bagi pasien yang baru didiagnosa hipertensi adalah

nonmedikamentosa yaitu perubahan gaya hidup, sperti diet rendah garam,

aktivitas fisik yang teratur, menurunkan berat badan, pembatasn minum alkohol

dan tidak merokok. Bila perubahan gaya hidup tidak cukup memadai maka

dimulai terapi medikamentosa (National Heart, Lung and Blood Institute, 2004).

Tabel 2.4 Modifikasi Gaya Hidup dan Rata-rata Penurunan Tekanan Darah
(Fieldman dkk, 2009)

Modifikasi Gaya Hidup Penurunan TD sistolik

Menurunkan berat badan dan 5-20 mmHg/10 kg


memelihara berat badan normal (Indeks
massa tubuh 18,5-24,9 kb/m2
Mengkonsumsi makanan yang kaya 8-14 mmHg
akan buah-buahan, sayur-sayuran,
produk sus rendah lemak
Menurunkan diet natrium menjadi tidak 2-8 mmHg
lebih dari 100 mmol/hari (2,4 g Na atau
6 g NaCl)
Melakukan aktivitas fisik aerobik 4-9 mmHg
secara reguler misalnya jalan cepat 30
menit perhari
Membatasi minum alkohol dengan 2-4 mmHg
tidak lebih dari 30 ml etanol

2.3.2 Pengobatan Hipertensi dengan Terapi Konvensional

Pengobatan hipertensi tiap individu berbeda, tergatung level tekanan

darahnya, adanya kerusakan organ, respon terapi dan toleransi pasien terhadap

efek obat. Karakteristik demografi mempengaruhi pilihan obat. Orang Afro

Amerika berespon terhadap diuretic dan calcium channel blocker dari pada beta

blocker dan ACE inhibitor. Biaya obat juga mempengaruhi kepatuhan pasien
22

minum obat. Diuretik merupakan obat yang paling murah (National Heart, Lung

and Blood Institute, 2004).

Ada beberapa algoritma pengobatan hipertensi :

1. The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation and Treatmen of High Blood Pressure (JNC VII)

Tabel 2.5 Algoritma Pengobatan Hipertensi menurut JNC VII

Perubahan gaya hidup


Penurunan berat badan
Pembatasan asupan alkohol
Penurunan asupan natrium
Mempertahankan asupan K+, Ca++ dan Mg++ yang memadai
Tidak merokok
Tidak mencapai tekanan darah target (<140/90 mmHg)
(<130/80 mmHg bagi pasien diabetes atau gagal ginjal kronik
Pilihan obat awal

Tanpa komplikasi Dengan komplikasi

Derajat 1 Derajat 2 Obat untuk pasien


(TDS>140-159 atau (TDS ≥160 atau TDD dengan kondisi
TDD 90-99 mmHg) ≥100 mmHg) kombinasi komplikasi lihat tabel
umumnya tiazid. Dapat 2 obat (biasanya tiazid- obat antihipertensi lain
dipertimbangkan ACEI, ACEI atau ARB atau (diuretic, ACEI, ARB,
ARB, BB CCB atau BB atau CCB) BB, CCB) digunakan
kombinasi bila dibutuhkan

Target tekanan darah tidak tercapai

Optimalkan dosis atau lanjutkan menambah obat sampai target


tekanan darah tercapai
Pertimbangkan untuk menemui spesialis hipertensi
23

2. National Heart Lung Blood Institute (NHLBI)

Pedoman pengobatan menurut National Heart, Lung and Blood

Institute (NHLBI) adalah memodifikasi gaya hidup sebagai awal terapi

dan terapi tambahan untuk semua pasien hipertensi, serta menerapkan pola

makan DASH (Diet Approach to Stop Hypertension). Metode diet DASH

menyarankan pentingnya konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran dan

produk susu rendah lemak, serta menurunkan konsumsi lemak, daging

merah, minuma dan makanan yang mengandung gula.

Tabel 2.6 Algoritma Pengobatan menurut National Heart Lung Blood


Institute (NHLBI)

Memulai atau melanjutkan perubahan pola hidup


Target tekanan darah tidak tercapai (<140/90 mmHg)
Target lebih rendah untuk pasien dengan diabetes atau penyakit
ginjal (JNC VII)

Pilihan Obat awal :


Hipertensi tanpa komplikasi Dengan indikasi yg menyertai
- Diuretik DM tipe I dengan proteinuria :
- B-bloker - penghambat ACE
Indikasi spesifik untuk obat- gagal jantung
obat berikut (JNC VII) - penghambat ACE
- Penghambat ACE - diuretik
- α- Blocker ISH (lansia)
- α-β-Blocker - diuretik lebih disukai
- β-Blocker - antagonis Ca dihidropiridan
- antagonis kalsium kerja panjang
infark miokard
- β-bloker
- penghambat ACE
Dimulai dengan dosis rendah dari obat dengan masa keja panjang
dan dosis dititrasi
Kombinasi dengan dosis rendah dapat diterima

Target tekanan darah tidak tercapai


Tidak ada respon atau Respon kurang baik, namun
24

Timbul efek samping merugikan masih dapat ditoleransi


Ganti dengan obat lain dari kelas Tambahkan obat kedua dari
berbeda kelas yang berbeda (diuretik jika
belum digunakan)

Target tekanan darah tidak tercapai


Lanjutkan dengan menambah obat dari kelas yg berbeda
Pertimbangkan untuk menemui spesialis hipertensi

Pasien dengan hipertensi tanpa komplikasi, pengobatan harus

dimulai dengan diuretik atau beta bloker. Sedangkan pasien dengan

penyakit penyerta, pilihan obat harus berdasarkan keadaan masing-

masing individu dan berubah dari monoterapi ke terapi kombinasi

yang fleksibel (Sani, 2008).

3. Algoritma STITCH (Simplified Intervention to Control Hypertension)

Algoritma STITCH (Simplified Intervention to Control

Hypertension) menawarkan penatalaksanaan penyakit hipertensi dengan 4

tahap :

1. Terapi awal dengan setangah tablet kombinasi obat ACE

inhibitor/diuretic dosis rendh atau kombinasi obat angiotensin

reseptor blocker/diuretic

2. Menaikkan terapi kombinasi sampai dosis tertinggi

3. Menambahkan obat Calcium channel blocker yang kemudian

dapat dinaikkan dosisnya

4. Menambah obat antihipertensi golongan lain (alfa-blocker,

beta-blocker atau spironolactone).


25

Feldman, R.D. et.al (2009) melaporkan bahwa algoritma STITCH

memiliki angka kesuksesan 64,7% dalam penentuan tekanan darah yang mencapai

target. Sedangkan angka keberhasilan algoritma JNC VII adalah 52,7%

(P=0,026).

Tabel 2.7 Algoritma STITCH (Simplified Intervention to Control


Hypertension)

Terapi awal dengan kombinasi ACEI-diuretik atau ARB-diuretik


dosis rendah

Tekanan darah terkontrol Tekanan darah tidak terkontrol


Teruskan terapi Naikkan dosis terapi kombinasi
sampai dosis tertinggi

Tekanan darah terkontrol Tekanan darah tidak terkontrol


Teruskan terapi Naikkan dosis terapi kombinasi
sampai dosis tertinggi

Tekanan darah terkontrol Tekanan darah tidak terkontrol


Teruskan terapi Tambahkan CCB dan naikkan
dosis

Tekanan darah terkontrol Tekanan darah tidak terkontrol


Teruskan terapi Tambahkan alfa blocker, beta
blocker atau spironolacton

Berikut adalah obat antihipertensi, contoh generiknya dan dosis

pemakaian.

Tabel 2.8 Obat Antihipertensi (Sani, 2008)

Golongan Obat Nama Obat Dosis mg/hari Frekuensi harian

Diuretik tiazid Chlorothiazide 125-500 1-2


Chlorthalidone 12,5-25 1
Hydrochlorthiazide 12,5-50 1
Polythiazide 2-4 1
Indapamide 1,25-2,5 1
Metolazone 0,5-1 1
26

metolazone 2,5-5 1

Loop diuretic Bumetamide 0,5-2 2


Furosemide 20-80-2,5-10 2
Torsemide 1
Diuretik hemat Amiloride 5-10 1-2
kalium Triamterene 50-100 1-2
Penghambat
reseptor Eplerenone 50-100 1
aldosteron Spironolactone 25-50 1
Beta blocker Atenolol 25-100 1
Betaxolol 5-20 1
Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol 50-100 1-2
Metoprolol XR 50-100 1
Nadolol 40-120 1
Propanolol 40-160 2
Propanolol long 60-180 1
acting
Timolol 20-40 2

Beta-blocker Acebutolol 200-800 2


dengan aktivitas Penbutolol 10-40 1
simpatomimetik Pindolol 10-40 2
intrinsik
Kombinasi alfa- Carvedilol 12,5-50 2
beta bloker Labetalol 200-800 2
Penghambat ACE Benazepril 10-40 1
Captropil 25-100 2
Enalapril 5-40 1-2
Fosinopril 10-40 1
Lisinopril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1
Perindopil 4-8 1
Quinapril 10-80 1
Ramipril 2,5-20 1
Trandolapril 1-4 1
Antagonis Candesartan 4-32 1
angiotensin II Eprosartan 400-800 1-2
Irbesartan 150-300 1
Losartan 25-100 1-2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 20-320 1-2
Calcium channel Diltiazem XR 180-420 1
blocker Verapamil 80-320 2
27

nondihidropiridin immediate release


Verapamil long 120-480 1-2
acting
Verapamil 120-360 1

Calcium channel Amlodipin 2,5-10 1


blocker Felodipine 2,5-20 1
dihidropiridin Isradipine 2,5-10 2
Nicrdipine sustain 60-120 2
release
Nifedipin long- 30-60 1
acting
Nisoldipin 10-40 1
Alfa 1 blocker Doxazosin 1-16 1
Prazosin 2-20 2-3
Terazosin 1-20 1-2
Agonis alfa-2 Clonidine 0,1-0,8 2
sentral dan obat Clonidine patch 0,1-0,3/minggu
lain yang bekerja Methyldopa 250-1000 2
sentral Reserpine 0,1-0,25 1
Guanfacine 0,5-2 1
Vasodilator Hydralazine 25-100 2
langsung Minodixil 2,5-80 2

Berikut ini adalah beberapa profil obat antihipertensi konvensional (Sani,

2008) :

a. Amlodipin

Amlodipin adalah obat golongan penghambat kalsium (calsium

channel blocker). Digunakan dengan indikasi terapi hipertensi tunggal atau

kombinasi dengan antihipertensi lain; angina pektoris stabil tunggal atau

kombinasi dengan antiangina lain. Amlodipin dikontraindikasikan pada

pasien hipersensitif terhadap amlodipin atau komponennya atau terhadap

penghambat kalsium lain; hipotensi berat atau blok jantung derajat 2 atau 3.

Amlodipin menghambat ion kalsium memasuki “slow channel” pada

otot polos vaskuler dan miokardium selama depolarisasi, menghasilkan


28

relaksasi otot polos vaskuler koroner dan vasodilatasi koroner, meningkatkan

pasokan oksigen miokard pada pasien angina vasopastik. Hati-hati digunakan

pada gangguan fungsi jantung atau hati, pasien dengan gagal jantung

kongestif karena dapat mengingkatkan frekuensi, keparahan, lamanya

serangan angina saat awal terapi, meningkatkan tekanan intrakranial, stenosis

subaorta hipertrofik idiopatik, jangan menghentikan obat secara tiba-tiba dan

gunakan dengan hati-hati pada orang tua yang cenderung hipotensi.

Efek samping amlodipin antara lain >10% edema perifer (1,8%

sampai 24,6% tergantung dosis ) dan sebanyak 1%-10% :

- Kardiovaskular: flushing (0,7%-2,6%), palpitasi (0,7%-4,5%)

- Sistem syaraf pusat : sakit kepala (7,3%, sama dengan plasebo)

- Dermatologi : kemerahan (1-2%), gatal (1-2%)

- Endokrin dan metabolik : disfungsi seks laki-laki (1-2%)

- Gastrointestinal : mual (2-9%), nyeri abdomen (1-2%), dyspepsia (1-2%),

hyperplasia gingival

- Neuromuscular dan skeletal : kram otot (1-2%), lemah (1-2%)

- Pernapasan : dispnea (1-2%), edema pulmonal (15% pada trial PRAISE,

dengan populasi gagal jantung kongestif)

- <1% : hipotensi, bradikardi, aritmia, sinkop, alopesia, paratesia, tinnuitus,

iskemia perifer, hipotensi postural, vertigo, depresi, mimpi buruk, ansietas,

depersonalisasi, kemerahan, purpura

- <0,1% : gagal jantung, perubahan warna kulit, urtikaria, alopesia, ataksia,

migren, apatis, agitasi, amnesia, gastritis, xeroptalmia, tromobitopenia,


29

purpura non trombopenik, vaskulitis leukositoklastik, gejala

ekstrapiramidal, ginekomastia, sindrom steven johnson, eritema multiform,

dermatiis eksofoliatif dan fotosensitif.

Timbul gejala hipotensi bila mengalami overdosis, amlodipin

mengalami interaksi antara lain :

- Amlodipin-antihipertensi lain : meningkatkan efek hipotensi

- Amlodipin-siklosporin : meningkatkan kadar siklosporin

- Penghambat kalsium-betabloker : meningkatkan depresi jantung

- Penghambat kalsium-fentanil : hipotensi berat, meningkatkan kebutuhan

cairan

- Eritomisin, ketokonazol, itrakonazol, inhibitor protease : menghambat

metabolisme amlodipin

- Rifampicin, rifabutin menginduksi metabolisme amlodipin

- Ephedra, yohimbe, ginseng : memperburuk hipertensi

- Bawang putih : meningkatkan efek antihipertensi

Farmakodinamik amlodipin yaitu waktu awal kerja 30-50 menit,

mengalami efek puncak setelah 6-12 jam dan dengan lama kerja 24 jam.

Amlodipin diabsorbsi dengan baik melalui oral dengan ikatan protein 93%,

Amlodipin mengalami metabolisme > 90% dimetabolisme di hati menjadi

komponen tidak aktif, merupakan substrat CYP3A4. Biovailibilitas amlodipin

64%-90% dan obat induk amlodipin serta metabolitnya diekskresi lewat

ginjal, 10% dieksresi diurin tanpa diubah. Dosis oral amlodipin : dewasa (2,5-
30

10 mg, sehari sekali) dosis dinaikan dengan interval 7-14 hari, dosis

maksimum 10mg/hari

b. Kaptopril

Kaptopril digunakan untuk indikasi hiperetensi, gagal jantung

kongestif, disfungsi ventrikel kiri setelah infark miokard, nefropati diabetes.

Dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap kaptropil atau

komponen dari formulanya, angiodema akibat ACE inhibitor, hiperaldosteron

primer, angioderma herediter atau idiopatik, stenosis arteri ginjal bilateral.

Mekanisme kerja kaptopril adalah dengan menghambat secara kompetitif

terhadap enzim pengubah angiotensin, mencegah perubahan angiotensin I

menjadi angiotensin II, hasilnya adalah turunnya level angiotensin II yang

menyebabkan peningkatan aktivitas rennin plasma dan penurunan sekresi

aldosteron

Efek samping dari penggunaan kaptopril 1-10% pasien mengalami :

- Kardiovaskular : hipotensi (1-2,5%), takikardi (1%), nyeri dada (1%),

palpitasi (1%)

- Dermatologi : kemerahan (makropapular atau urtikari) (4-7%), gatal (2%)

- Endokrin dan metabolik : hiperkalemia (1-11%)

- Hematologi : netropenia dapat terjadi sampai 3,7% pada pasien dengan

insufisiensi ginjal atau penyakit kolagen vaskular

- Ginjal : proteinuria (1%), peningkatan kreatinin serum , memperparah

fungsi ginjal (dapat terjadi pasien dengan stenosis arteri renal bilateral atau

hipovolemia)
31

- Respirasi : batuk 0,5-2%

Hipotensi ringan adalah efek toksik yang terlihat apada overdosis

akut, dapat pula terjadi bradikardia. Hiperkalemia terjadi bahkan dengan dosis

terapi, terutama pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan pemakaian

bersamaan dengan obat antiinflamasi nonsteroid. Interaksi obat kaptopril

antara lain :

- Substrat dari CYP2D6 (mayor):

✓ Allopurinol : kemungkinan meningkatnya sindron steven johnson

✓ Alfabloker : efek hipotensi meningkat

✓ Aspirin : efek ACE inhibitor menjadi tumpul dengan pemberian

aspirin terutama pada dosis tinggi

- CYP2D6 inhibitor : dpat meningkatkan efek kaptropil, contoh

klorpomazin, delavidrin, fluoksetin, mikonazol, pergolide, kuinidin,

kuinin, ritonazir dan ropinorol

- Litium : resiko toksik litium dapat meningkat

- Diuretik : hipovolemia, berdasarkan bahwa diuretik dapat mempercepat

kejadian hipotensi akut atau gagal ginjal akut

- Insulin : resiko hipoglikemia semakin meningkat

- Merkaptopurin : risiko nitropenia meningkat

- OAINS : dapat melemahkan efek hipertensi, dapat meningkatkan efek

samping pada ginjal

- Diuretik hemat kalium (amilorid, spironolakton, triateren) dpat

meningkatkan resiko hiperkalemia


32

Farmakodinamik kaptopril obat oral mula kerja 60-90 menit, namun

lama kerja tergantung dosis yang membutuhkan beberapa minggu terapi

sebelum efek hipotensif penuh terlihat. Farmakokinetik kaptopril ketika

diabsorbsi oral 60-75%, distribusi Vd 7L/Kg dengan ikatan protein 25-30%

dengan metabolisme sebesar 50%. Waktu paruh kaptopril pada pasien dewasa

normal tergantung fungsi jantung dan ginjal adalah 1,9 jam namun ada pasien

dengan anuria 20-40 jam. Dosis pada pasien dewasa harus dititrasi sesuai

respon pasien, pada hipertensi akut/ emergensi dosis oral sebesar 12,5-25 mg

dengan penggunaan 2-3 kali/hari.

c. Propanolol hidroklorida

Digunakan pada pasien dengan indikasi hipertensi, feokromositoma,

angina, aritmia, kardiomiopati obstruktif hipertrofik, takikardi ansietas, dan

tirotoksikosis (tambahan), profilaksis setelah infark miokard, profilaksis

migren dan tremor esensial. Hindari putus obat yang mendadak, terutama

pada penyakit jantung iskemi, blok AV derajat pertama, hipertensi portal

(risiko memburuknya fungsi hati), diabetes, riwayat penyakit paru obstruktif;

miastenia gravis, pada anafilaksis respons terhadap adrenalin berkurang.

Kontraindikasi pada penyakit asma, gagal jantung yang tak

terkendali, bradikardi yang nyata, hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV

derajat dua atau tiga, syok kardiogenik, feokromositoma. Beta bloker pada

penyakit bronkospasme, termasuk yang dianggap kardioselektif, seharusnya

tidak diberikan kepada pasien dengan riwayat asma atau bronkospasme.

Namun, pada situasi yang sangat jarang dimana beta bloker harus diberikan
33

pada pasien demikian, dapat diberikan beta bloker yang kardioselektif dengan

sangat hati-hati dan di bawah pengawasan spesialis.

Efek Samping dari penggunaan propanolol antara lain bradikardi, gagal

jantung, hipotensi, gangguan konduksi, bronkospasme, vasokonstriksi perifer,

gangguan saluran cerna, fatigue, gangguan tidur, jarang ruam kulit dan mata

kering (reversibel bila obat dihentikan), eksaserbasi psoriasis.

Dosis: oral, hipertensi, dosis awal 80 mg 2 kali sehari, tingkatkan

dengan interval mingguan bila perlu; dosis penunjang 160-320 mg sehari.

Hipertensi portal, dosis awal 40 mg 2 kali sehari, tingkatkan sampai 80 mg 2

kali sehari sesuai dengan frekuensi jantung; maksimal 160 mg 2 kali sehari.

Feokromositoma (hanya bersama alfa bloker), 60 mg sehari selama 3 hari

sebelum pembedahan atau 30 mg sehari pada pasien yang tidak cocok untuk

pembedahan. Angina, dosis awal 40 mg 2-3 kali sehari; dosis penunjang 120-

240 mg sehari. Aritmia, kardiomiopati obstruktif hipertropik, takikardi

ansietas, dan tirotoksikosis (tambahan), 10-40 mg 3-4 kali sehari. Ansietas

dengan gejala-gejala seperti palpitasi, berkeringat, tremor, 40 mg 4 kali sehari

selama 2-3 hari, kemudian 80 mg 2 kali sehari, mulai 5-21 hari setelah infark.

Profilaksis migren dan tremor esensial, dosis awal 40 mg 2-3 kali sehari;

dosis penunjang 80-160 mg sehari.

Injeksi intravena, aritmia dan krisis tirotoksik, 1 mg selama 1 menit;

jika perlu ulang dengan interval 2 menit; maksimal 10 mg (5 mg dalam

anestesia). Bradikardi yang berlebihan dapat diatasi dengan injeksi intravena


34

atropin sulfat 0,6-2,4 mg dalam dosis terbagi 0,6 mg setiap kali. Overdosis:

lihat penanganan darurat keracunan.

d. Candesartan

Digunakan pada pasien dengan indikasi hipertensi, kombinasi dengan

HCT, pengobatan hipertensi yang tidak dapat terkontrol dengan kandesartan

atau HCT sebagai monoterapi. Peringatan: dapat menyebabkan gangguan

fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal. Efek Samping: vertigo, sakit kepala;

sangat jarang mual, hepatitis, kerusakan darah, hiponatremia, nyeri

punggung, sakit sendi, nyeri otot, ruam, urtikaria, rasa gatal.

Dosis : hipertensi, dosis awal 8 mg (gangguan fungsi hati 2 mg,

gangguan fungsi ginjal atau volume deplesi intravaskular 4 mg) sekali sehari,

tingkatkan jika perlu pada interval 4 minggu hingga maksimal 32 mg sekali

sehari; dosis penunjang lazim 8 mg sekali sehari. Gagal jantung, dosis awal 4

mg sekali sehari, tingkatkan pada interval sedikitnya 2 minggu hingga dosis

target 32 mg sekali sehari atau hingga dosis maksimal yang masih dapat

ditoleransi.

Kombinasi dengan HCT : kandesartan 16 mg + HCT 12,5 mg sekali

sehari, dengan atau tanpa makanan. Pada pasien usia lanjut, sebelum

pengobatan dengan kombinasi harus dimulai dengan kandesartan 2 mg

tunggal untuk pasien >75 tahun, atau kandesartan 4 mg tunggal untuk pasien

< 75 tahun. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, regimen lazim untuk

kombinasi kandesartan/HCT dapat diikuti selama kreatinin klirens di atas 30

mL/menit. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang lebih parah,
35

diuretika kuat lebih disukai daripada tiazid, sehingga kombinasi kandesartan

sileksetil/HCT tidak dianjurkan. Pasien dengan gangguan fungsi hati,

diuretika tiazid harus digunakan dengan hati-hati, oleh karenanya dosis harus

diberikan dengan hati-hati.

2.3.3 Diuretik

Diuretik, terutama golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk

kebanyakan pasien dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk

mengontrol tekanan darah, diuretik salah satu obat yang direkomendasikan.

Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi: tiazid, loop, agen

penahan kalium, dan antagonis aldosteron.

Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila

digunakan sendiri tetapi memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan

golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan kalium

dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain. Antagonis aldosteron

(spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan mula kerja yang lambat (s/d 6

minggu untuk spironolakton). Tetapi, JNC 7 melihatnya sebagai kelas yang

independen karena bukti mendukung indikasi khusus.

Pada pasien dengan fungsi ginjal cukup (± GFR> 30 ml/menit), tiazid

paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Bila fungsi ginjal berkurang,

diuretik yang lebih kuat diperlukan untuk mengatasi peningkatan retensi sodium

dan air. Furosemid 2x/hari dapat digunakan. Jadwal minum diuretik harus pagi

hari untuk yang 1x/hari, pagi dan sore untuk yang 2x/hari untuk meminimalkan

diuresis pada malam hari. Dengan penggunaan secara kronis, diuretik tiazide,
36

diuretik penahan kalium, dan antagonis aldosteron jarang menyebabkan diuresis

yang nyata.

Perbedaan farmakokinetik yang penting dalam golongan tiazid adalah

waktu paruh dan lama efek diuretiknya. Hubungan perbedaan ini secara klinis

tidak diketahui karena waktu paruh dari kebanyakan obat antihipertensi tidak

berhubungan dengan lama kerja hipotensinya. Lagi pula, diuretik dapat

menurunkan tekanan darah terutama dengan mekanisme extrarenal. Diuretik

sangat efektif menurunkan tekanan darah bila dikombinasi dengan kebanyakan

obat antihipertensif lain. Kebanyakan obat antihipertensi menimbulkan retensi

natrium dan air, masalah ini diatasi dengan pemberian diuretik bersamaan.

Efek samping diuretik tiazid termasuk hipokalemia, hipomagnesia,

hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi

seksual. Diuretik loop dapat menyebabkan efek samping yang sama, walau efek

pada lemak serum dan glukosa tidak begitu bermakna, dan kadang-kadang dapat

terjadi hipokalsemia. Studi jangka pendek menunjukkan kalau indapamide tidak

mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi seksual. Semua efek samping

diatas berhubungan dengan dosis. Kebanyakan efek samping ini teridentifikasi

dengan pemberian tiazid dosis tinggi (misalnya HCT 100mg/hari).

Guideline sekarang menyarankan dosis HCT atau klortalidone 12.5 – 25

mg/hari, dimana efek samping metabolik akan sangat berkurang. Diuretik

penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada pasien yang menerima ACEI, ARB,

NSAID, atau supplemen kalium. Hiperkalemia sangat bermasalah terutama


37

dengan eplerenone, antagonis aldosteron yang terbaru. Karena sangat selektif

antagonis aldosteron, kemampuannya menyebabkan hiperkalemia melebihi

diuretik penahan kalium lainnya, bahkan spironolakton. Eplerenone

dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau diabetes tipe

2 dengan proteinuria. Kalau spironolakton menyebabkan gynecomastia pada ±

10% pasien, dengan eplerenon gynecomastia jarang terjadi (Chobaniam, 2003).

2.3.5 Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI)

ACEI dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan

pasien dengan hipertensi. Studi menunjukkan kejadian gagal jantung dan stroke

lebih sedikit dengan klortalidon dibanding dengan lisinopril. Perbedaan untuk

stroke konsisten dengan hasil trial lainnya, the Captopril Prevention Project

(CAPP). Pada studi dengan lansia, ACEI sama efektifnya dengan diuretik dan

penyekat beta, dan pada studi yang lain ACEI malah lebih efektif. Lagi pula,

ACEI mempunyai peranan lain pada pasien dengan hipertensi plus kondisi

lainnya. Kebanyakan klinisi setuju bila ACEI bukan merupakan terapi lini

pertama pada kebanyakan pasien hipertensi, tetapi sangat mendekati diuretik.

ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana

angiotensin II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi

aldosteron (Chobaniam, 2003).


38

Gambar 2.1 Sistem renin-angiotensin dan system kallikrein-kinin

ACEI juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat

yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.

Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI,

tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping batuk kering yang sering

dijumpai pada penggunaan ACEI. ACEI secara efektif mencegah dan meregresi

hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi perangsangan langsung oleh

angiotensin II pada sel miokardial. JNC 7 mencantumkan 6 indikasi khusus dari

ACEI, menunjukkan banyak kegunaan yang berdasarkan bukti (evidence-based)

dari kelas obat ini (Chobaniam, 2003)

Beberapa studi menunjukkan kalau ACEI mungkin lebih efektif dalam

menurunkan resiko kardiovaskular dari pada obat antihipertensi lainnya. Pada DM

tipe 2, dua studi menunjukkan kalau ACEI superior daripada CCB. Tetapi

captopril ekivalen dengan atenolol dalam mencegah kejadian kardiovaskular pada

pasien dengan DM tipe 2. ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas pada

pasien dengan gagal jantung dan memperlambat progres penyakit ginjal kronis.

Golongan ACEI harus digunakan sebagai pengobatan lini pertama dalam terapi
39

pada pasien-pasien ini, kecuali terdapat kontraindikasi absolut (Chobaniam,

2003).

Kebanyakan ACEI dapat diberikan 1 kali/hari kecuali captopril, waktu

paruhnya pendek , biasanya dua sampai tiga kali/hari. captopril, enalapril, dan

lisinopril diekskresi lewat urin, jadi penyesuaian dosis diperlukan pada pasien

dengan penyakit ginjal kronis yang parah. Penyerapan kaptopril berkurang 30 –

40 % bila diberikan bersama makanan. ACEI dapat ditoleransi dengan baik oleh

kebanyakan pasien tetapi tetap mempunyai efek samping. ACEI mengurangi

aldosteron dan dapat menaikkan kosentrasi kalium serum. Biasanya kenaikkannya

sedikit, tetapi hiperkalemia dapat terjadi. Terlihat terutama pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis, atau diabetes melitus dan pada pasien yang juga mendapat

ARB, NSAID, supplemen kalium, atau diuretik penahan kalium. Monitoring

serum kalium dan kreatinin dalam waktu 4 minggu dari awal pemberian atau

setelah menaikkan dosis ACEI sering dapat mengidentifikasi kelainan ini sebelum

dapat terjadi komplikasi yang serius (Bakris, 2000).

Angiedema adalah komplikasi yang serius dari terapi dengan ACEI.

Sering ditemui pada African-Amerian dan perokok. Gejala berupa bengkak pada

bibir dan lidah dan kemungkinan susah bernafas. Hentikan pemberian ACEI

untuk semua pasien dengan angioedema, tetapi edema laring dan gejala pulmonal

kadanag-kadang terjadi dan memerlukan terapi dengan epinefrin, kortikosteroid,

antihistamin, dan/atau intubasi emergensi untuk membantu respirasi (Bakris,

2000).
40

Batuk kering yang persisten terlihat pada 20% pasien; dapat dijelaskan

secara farmakologi karena ACEI menghambat penguraian dari bradikinin. Batuk

yang disebabkan tidak menimbulkan penyakit tetapi sangat menganggu ke pasien.

Bila ACEI diindikasikan untuk indikasi khusus gagal jantung, diabetes, atau

penyakit ginjal kronis; pada pasien-pasien dengan batuk kering, ACEI diganti

dengan ARB. ACEI merupakan kontraindikasi absolut untuk perempuan hamil

dan pasien dengan riwayat angioedema. ACEI harus dimulai dengan dosis rendah

terutama pada pasien dengan deplesi natrium dan volume, eksaserbasi gagal

jantung, lansia, dan yang juga mendapat vasodilator dan diuretik karena hipotensi

akut dapat terjadi. Penting untuk memulai dengan ½ dosis normal untuk pasien-

pasien diatas dan dosis dinaikkan pelan-pelan (Saseen, 2003).

2.3.6 Reseptor Angiotensin II Bloker (ARB)

Angitensinogen II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS

(Renin Angiotensin Aldosterone System) yang melibatkan ACE, dan jalan

alternatif yang menggunakan enzim lain seperti chymase. ACEI hanya

menghambat efek angiotensinogen yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB

menghambat angiotensinogen II dari semua jalan. Oleh karena perbedaam ini,

ACEI hanya menghambat sebagian dari efek angiotensinogen II. ARB

menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang

memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada manusia:

vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon

antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus. ARB tidak memblok

reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2). Jadi efek yang menguntungkan dari


41

stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan penghambatan

pertumbuhan sel) tetap utuh dengan penggunaan ARB (Carter dkk, 2003).

Studi menunjukkan kalau ARB mengurangi berlanjutnya kerusakan organ

target jangka panjang pada pasien-pasien dengan hipertensi dan indikasi khusus

lainnya. Tujuh ARB telah di pasarkan untuk mengobati hipertensi; semua obat ini

efektif menurunkan tekanan darah. ARB mempunyai kurva dosis-respon yang

datar, berarti menaikkan dosis diatas dosis rendah atau sedang tidak akan

menurunkan tekanan darah yang drastis. Penambahan diuretik dosis rendah akan

meningkatkan efikasi antihipertensi dari ARB. Seperti ACEI, kebanyakan ARB

mempunyai waktu paruh cukup panjang untuk pemberian 1 x/hari. Tetapi

kandesartan, eprosartan, dan losartan mempunyai waktu paruh paling pendek dan

diperlukan dosis pemberian 2x/hari agar efektif menurunkan tekanan darah.

ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan dengan obat

antihipertensi lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB tidak

menyebabkan batuk kering seperti ACEI. Sama halnya dengan ACEI, ARB dapat

menyebabkan insufisiensi ginjal, hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik. Hal-hal

yang harus diperhatikan lainnya sama dengan pada penggunaan ACEI. Kejadian

batuk sangat jarang, demikian juga angiedema; tetapi cross-reactivity telah

dilaporkan. ARB tidak boleh digunakan pada perempuan hamil (Carter dkk,

2003).

2.3.7 Beta Bloker

Penyekat beta telah digunakan pada banyak studi besar untuk hipertensi.
42

Sebelumnya penyekat beta disarankan sebagi obat lini pertama bersama diuretik.

Tetapi, pada kebanyakan trial ini, diuretik adalah obat utamanya, dan penyekat

beta ditambahkan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa studi telah

menunjukkan berkurangnya resiko kardiovaskular apabila penyekat beta

digunakan pasca infark miokard, pada sindroma koroner akut, atau pada angina

stabil kronis. Walaupun pernah dikontraindikasikan pada penyakit gagal jantung,

banyak studi telah menunjukkan kalau karvedilol dan metoprolol suksinat

menurunkan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sistolik yang sedang

diobati dengan diuretik dan ACEI (Dosh, 2001).

Atenolol digunakan pada DM tipe 2 dan menunjukkan efek yang

sebanding, walaupun tidak lebih baik dalam menurunkan resiko kardiovaskular

dibandingkan dengan captopril (Hunt dkk, 2005).

Ada perbedaan farmakodinamik dan farmakokinetik diantara penyekat

beta yang ada, tetapi menurunkan tekanan darah hampir sama. Ada tiga

karakteristik farmakodinamik dari penyekat beta yang membedakan golongan ini

yaitu efek:

• Kardioselektif (cardioselektivity)

• ISA (intrinsic sympathomimetic activity)

• Mestabilkan membrane (membran-stabilizing)

Penyekat beta yang mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor

beta-1 dari pada reseptor beta-2 adalah kardioselektif. Adrenoreseptor beta-1 dan

beta-2 terdistribusi di seluruh tubuh, tetapi terkosentrasi pada organ-organ dan

jaringan tertentu. Beta-1 reseptor lebih banyak pada jantung dan ginjal, dan beta-2
43

reseptor lebih banyak ditemukan pada paru-paru, liver, pankreas, dan otot halus

arteri (Hunt dkk, 2005).

Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol adalah penyekat beta yang

kardioselektif; jadi lebih aman daripada penyekat beta yang nonselektif pada

pasien asma, PPOK, penyakit arteri perifer, dan diabetes yang karena alasan

khusus harus diberi penyekat beta. Beberapa penyekat beta mempunyai aktivitas

simpatomimetik intrinsic (ISA). Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol

adalah penyekat beta ISA yang bekerja secara agonis beta reseptor parsial. Tetapi

penyekat beta ISA ini tidak menurunkan kejadian kardiovaskular dibanding

dengan penyekat beta yang lain (Bakris dkk, 2001).

Seperti diuretic, penyekat beta menaikkan serum kolesterol dan glukosa,

tetapi efek ini transien dan secara klinis bermakna sedikit. Penyekat beta dapat

menaikkan serum trigliserida dan menurunkan kolesterol HDL sedikit. Penyekat

beta dengan karakteristik memblok penyekat alfa (karvedilol dan labatalol) tidak

mempengaruhi kadar lemak (Bakris dkk, 2001).

2.3.8 Antagonis kalsium (Calcium Channel Blocker)

CCB bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi

yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB mempunyai indikasi khusus

untuk yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat

tambahan atau pengganti. Data menunjukkan kalau dihidropiridine tidak

memberikan perlindungan terhadap kejadian jantung (cardiac events)

dibandingkan dengan terapi konvensional (diuretik dan penyekat beta) atau ACEI
44

pada pasien tanpa komplikasi. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes, ACEI

terlihat lebih kardioprotektif dibanding dihidropiridin (Wing dkk, 2001).

Bagaimanapun, CCB dihidropiridin long-acting dapat digunakan sebagai

terapi tambahan bila diuretik tiazid tidak dapat mengontrol tekanan darah,

terutama pada pasien lansia dengan tekanan darah sistolik meningkat. CCB

bekerja dengan menghambat influx kalsium sepanjang membran sel. Ada dua tipe

voltage gated calcium channel: high voltage channel (tipe L) dan low voltage

channel (tipe T). CCB yang ada hanya menghambat channel tipe L, yang

menyebabkan vasodilatasi koroner dan perifer. Ada dua subkelas CCB,

dihidropiridin dan nondihidropiridine. Keduanya sangat berbeda satu sama lain.

Efektifitas antihipertensinya hampir sama, tetapi ada perbedaan pada efek

farmakodinami yang lain (Wing dkk, 2001).

Nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem) menurunkan denyut jantung

dan memperlambat konduksi nodal atriventrikular. Verapamil menghasilkan efek

negatif inotropik dan kronotropik yang bertanggung jawab terhadap

kecenderungannya untuk memperparah atau menyebabkan gagal jantung pada

pasien resiko tinggi. Diltiazem juga mempunyai efek ini tetapi tidak sebesar

verapamil (Chobaniam dkk, 2003).

Nifedipin yang bekerja cepat (immediate-release) telah dikaitkan dengan

meningkatnya insiden efek samping kardiovaskular dan tidak disetujui untuk

pengobatan hipertensi. Efek samping yang lain dari dihidropiridin adalah pusing,

flushing, sakit kepala, gingival hyperplasia, edema perifer, mood changes, dan

gangguan gastrointestinal. Efek samping pusing, flushing, sakit kepala, dan edema
45

perifer lebih jarang terjadi pada nondihidropiridin verapamil dan diltiazem karena

vasodilatasinya tidak sekuat dihidropiridin. Diltiazem dan verapamil dapat

menyebabkan anorexia, nausea, edema perifer, dan hipotensi. Verapamil

menyebabkan konstipasi pada 7% pasien. Efek samping ini terjadi juga dengan

diltiazem tetapi lebih sedikit (Wing dkk, 2001).

Verapamil dan diltiazem harus diberikan secara hati-hati dengan penyekat

beta untuk mengobati hipertensi karena meningkatkan resiko heart block dengan

kombinasi ini. Bila CCB perlu di kombinasi dengan penyekat beta, dihidropirine

harus dipilih karena tidak akan meningkatkan resiko heart block (Chobaniam dkk,

2003).

2.3.9 Alfa Blocker

Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penyekat reseptor α1 selektif.

Bekerja pada pembuluh darah perifer dan menghambat pengambilan katekolamin

pada sel otot halus, menyebabkan vasodilasi dan menurunkan tekanan darah. Efek

samping yang tidak disukai dari penyekat alfa adalah fenomena dosis pertama

yang ditandai dengan pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan sinkop

1 -3 jam setelah dosis pertama. Efek samping dapat juga terjadi pada kenaikan

dosis. Episode ini diikuti dengan hipotensi ortostatik dan dapat di atasi/dikurangi

dengan meminum dosis pertama dan kenaikan dosis berikutnya saat mau tidur.

Hipotensi ortostatik dan pusing dapat berlanjut terus dengan pemberian terus

menerus. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien lansia. Penyekat alfa

melewati hambatan otak-darah dan dapat menyebabkan efek samping CNS seperti

kehilangan tenaga, letih, dan depresi (WHO, 2003).


46

2.3.10 Agonis α2 sentral

Klonidin dan metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan

merangsang reseptor α2 adrenergic di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran

simpatetik dari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan tonus vagal. Penurunan

aktivitas simpatetik, bersamaan dengan meningkatnya aktivitas parasimpatetik,

dapat menurunkan denyut jantung, cardiac output, total peripheral resistance,

aktifitas plasma rennin, dan reflex baroreseptor. Klonidin sering digunakan untuk

hipertensi yang resistan, dan metildopa adalah obat lini pertama untuk hipertensi

pada kehamilan. Penggunaan agonis α2 sentral secara kronis menyebabkan retensi

natrium dan air, paling menonjol dengan penggunaan metildopa. Penggunaan

klonidin dosis kecil dapat digunakan untuk mengobati hipertensi tanpa

penambahan diuretik. Tetapi, metildopa harus diberikan bersama diuretik untuk

mencegah tumpulnya efek antihipertensi yang terjadi dengan penggunaan jangka

panjang, kecuali pada kehamilan (WHO, 2003).

Seperti dengan penggunaan obat antihipertensi yang bekerja sentral

lainnya, depresi dapat terjadi. Kejadian hipotensi ortostatik dan pusing lebih tinggi

dari pada dengan obat antihipertensi lainnya, jadi harus digunakan dengan hati-

hati pada lansia. Klonidin mempunyai kejadian efek samping antikolinergik yang

cukup banyak seperti sedasi, mulut kering, konstipasi, retensi urin, dan kabur

penglihatan (WHO, 2003).

Penghentian agonis α2 sentral secara tiba-tiba dapat menyebabkan

rebound hypertension. Efek ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pelepasan


47

norepinefrin sewaktu klonidin diberhentikan tiba-tiba. Metildopa dapat

menyebabkan hepatitis atau anemia hemolitik, walaupun jarang terjadi. Kenaikan

sementara serum transaminase liver kadang-kadang terlihat dengan terapi

metildopa tetapi secara klinis irrelevant kecuali bila nilainya diatas tiga kali batas

normal. Metildopa harus diberhentikan segera apabila kenaikan serum

transaminase atau alkalin fosfatase liver menetap karena ini menunjukkan onset

dari hepatitis fulminan, bisa mengancam nyawa (Dosh dkk, 2001).

2.3.11 Reserpin

Reserpin menurunkan tekanan darah dengan mengosongkan norepinefrin

dari ujung saraf simpatetik dan memblok perjalanan norepinefrin ke granul

penyimpanannya. Reserpin juga mengosongkan katekolamin dari otak dan

miokardium, mengakibatkan sedasi, depresi, dan berkurangnya curah jantung.

Reserpin mulai kerja dan waktu paruhnya lambat sehingga dosis pemberian satu

kali per hari. Tetapi, diperlukan 2 sampai 6 minggu sebalum efek antihipertensi

maksimal terlihat (Hajjar & Kochen, 2003).

Reserpin dapat menyebabkan retensi natrium dan air yang cukup

bermakna. Harus dikombinasikan dengan diuretic (tiazid lebih disukai).

Penghambatan aktifitas simpatetik yang kuat oleh reserpin mengakibatkan

meningkatnya aktifitas parasimpatetik. Terlihat dari efek samping hidung

tersumbat, meningkat sekresi asam lambung, diare, dan bradikardia dapat terjadi.

Depresi yang terjadi berupa kesedihan, hilang nafsu makan atau percaya diri,

hilang tenaga, disfungsi ereksi. Dengan dosis 0.05 dan 0.25 depresi minimal.
48

Reserpin digunakan sebagai terapi lini ke tiga pengobatan hipertensi (Hajjar &

Kochen, 2003).

2.3.12 Vasodilator arteri langsung (direct arterial vasodilators)

Efek antihipertensi dari hidralazin dan minoksidil disebabkan oleh

relaksasi langsung otot polos arteriolar tetapi tidak menyebabkan vasodilasi ke

pembuluh darah vena. Kedua obat juga menyebabkan penurunan tekanan perfusi

yang kuat yang mengaktifkan refleks baroreseptor. Pengaktifan dari baroreseptor

menyebabkan meningkatnya aliran simpatetik, sehingga meningkatkan denyut

jantung, curah jantung, dan pelepasan rennin. Akibatnya terbentuk takifilaksis,

efek hipotensi akan hilang dengan pemakaian seterusnya. Efek ini dapat diatasi

dengan penggunaan penyekat beta bersamaan (Vasan, 2001).

2.4 Pengobatan Hipertensi dengan Indikasi Khusus (Compelling Indication)

JNC 7 mengidentifikasi 6 indikasi khusus. Indikasi khusus mewakili

kondisi komorbid khusus dimana bukti dari trial klinis mendukung penggunaan

kelas antihipertensi tertentu untuk mengobati baik indikasi khusus dan

hipertensinya.

a. Gagal Jantung

Gagal jantung, dalam bentuk disfungsi vetrikular sistolik atau diastolik,

terutama sebagai akibat dari hipertensi sistolik dan penyakit jantung iskemik.

Lima kelas obat didaftarkan untuk indikasi khusus gagal jantung.

Rekomendasi ini khususnya untuk gagal jantung sistolik, dimana kelainan

fisiologi utama adalah berkurangnya kontraktilitas jantung. ACEI adalah

pilihan obat utama berdasarkan hasil dari beberapa studi yang menunjukkan
49

penurunan mortalitas dan morbiditas. Diuretik juga merupakan terapi lini

pertama karena mengurangi edema dengan menyebabkan diuresis. ACEI

harus dimulai dengan dosis rendah pada pasien dengan gagal jantung,

terutama pada pasien dengan eksaserbasi akut (AHA, 2002).

Gagal jantung menginduksi suatu kondisi renin tinggi, sehingga memulai

ACEI pada kondisi ini akan menyebabkan efek dosis pertama yang menonjol

dan memungkinan hipotensi ortostatik. Terapi dengan penyekat beta

digunakan untuk mengobati gagal jantung sistolik untuk pasien-pasien yang

sudah mendapat standar terapi dengan ACEI dan furosemid. Studi

menunjukkan penyekat beta menurunkan mortalitas dan morbiditas. Dosis

penyekat beta haruslah tepat karena beresiko menginduksi eksaserbasi gagal

jantung akut. Dosis awal harus sangat rendah, jauh dibawah dosis untuk

mengobati darah tinggi, dan dititrasi secara perlahan-lahan ke dosis yang lebih

tinggi (Zillich dkk, 2006).

b. Pasca Infark Miokard

Hipertensi adalah faktor resiko yang kuat untuk infark miokard. Sekali

pasien mengalami infark miokard, pengontrolan tekanan darah sangat penting

sebagai pencegahan sekunder untuk mencegah kejadian kardiovaskular

berikutnya. Guideline untuk pasca infark miokard oleh American College of

Cardiology/American Heart Association merekomendasikan terapi dengan

penyekat beta (agen yang tanpa aktifitas intrinsik simpatomimetik [ISA]) dan

ACEI. Penyekat beta menurunkan stimulasi adrenergik jantung (cardiac

adrenergic stimulation) dan pada trial klinis penyekat beta telah menunjukkan
50

menurunkan resiko infark miokard berikutnya atau kematian jantung tiba-tiba

(sudden cardiac death). ACE inhibitor memperbaiki cardiac remodeling,

fungsi jantung dan menurunkan kejadian kardiovaskular setelah infark

miokard.

c. Penyakit jantung Iskemi

Penyakit jantung iskemi adalah bentuk kerusakan organ target

paling umum yang paling sering akibat hipertensi. Bukti menunjukkan

kalau terapi dengan penyekat beta menguntungkan pada pasien-pasien

dengan penyakit jantung iskemi. Penyekat beta adalah terapi lini pertama

pada angina stabil dan mempunyai kemampuan untuk menurunkan

tekanan darah, memperbaiki konsumsi dan mengurangi kebutuhan oksigen

miokard. Sebagai alternative antagonis kalsium kerja panjang dapat

digunakan (Chobaniam dkk, 2003).

Antagonis kalsium (terutama golongan nondihidropiridin diltiazem

dan verapamil) dan penyekat beta menurunkan tekanan darah dan

mengurangi kebutuhan oksigen jantung pada pasien dengan hipertensi dan

resiko tinggi penyakit koroner. Terapi dengan CCB dihidropiridin dan atau

penyekat beta dengan aktifitas simpatomimetik intrinsik dapat

menyebabkan stimulasi jantung, oleh karena itu obat-obat ini tidak

disukai, sebaiknya dihindari. Antagonis kalsium dihidropiridin dapat

digunakan sebagai terapi lini kedua atau ketiga (Hajjar & Kochen, 2003).
51

d. Penyakit Ginjal Kronis

Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan (parenkim)

atau arteri renal. Pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis, yang

didefinisikan sebagai: (1). fungsi ekskresi berkurang dengan perkiraan GFR

<60 ml/min per 1.73m2 (± setara dengan kreatinin >1.5 mg/dl)23 atau (2).

adanya albuminuria (>300mg/hari); tujuan terapeutiknya adalah untuk

memperlambat deteriorasi fungsi ginjal dan mencegah penyakit

kardiovaskular. Hipertensi terdeteksi pada mayoritas pasien dengan penyakit

ginjal kronis dan pengontrolan tekanan darahnya harus agresif, sering dengan

dua atau lebih obat untuk mencapai target tekanan darah <130/80 mmHg

(NCEP, 2001).

ACEI dan ARB mempunyai efek melindungi ginjal (renoprotektif)

dalam progres penyakit ginjal diabetes dan non-diabetes. Salah satu dari kedua

obat ini harus digunakan sebagai terapi lini pertama untuk mengontrol tekanan

darah dan memelihara fungsi ginjal pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal

kronis. Naiknya serum kreatinin sebatas 35% diatas baseline dengan ACEI

dan ARB dapat diterima dan bukan alasan untuk menghentikan pengobatan

kecuali bila terjadi hiperkalemia (Wright dkk, 2001).

e. Penyakit Serebrovaskular

Resiko dan keuntungan menurunkan tekanan darah semasa stroke akut

masih belum jelas; pengontrolan tekanan darah sampai kira-kira

160/100mmHg memadai sampai kondisi pasien stabil atau membaik.


52

Kambuhnya stroke berkurang dengan penggunaan kombinasi ACEI dan

diuretik tipe thiazide (Chobaniam dkk, 2003).

2.5 Tinjauan Umum Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat. Rumah sakit oleh WHO (2003) diberikan batasan yaitu suatu

bagian menyeluruh, integrasi dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan

pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif,

dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan,

rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk

penelitian biososial.

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks menggunakan

gabungan alat ilmiah khusus dan rumit dan difungsikan oleh berbagai kesatuan

personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik

modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama untuk

pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2004).

2.5.1 Visi dan Misi Rumah Sakit

a. Visi

Mengorganisasikan secara bersama semua praktisi kesehatan, fasilitas

diagnosis dan terapi, alat dan perlengkapan fasilitas fisik ke dalam satu sistem

terkoordinasi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.


53

b. Misi
Melaksanakan fungsi sebagai institusi yang mampu memberikan

pelayanan kesehatan kepada penderita baik sebagai penderita rawat jalan di rumah

sakit maupun penderita rawat tinggal di poliklinik, unit gawat darurat, kantor

dokter di rumah sakit, di rumah jika diperlukan pelayanan kesehatan di rumah, di

pusat kesehatan dan di klinik kesehatan masyarakat.

2.5.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

1. Pelayanan kesehatan promotif adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang

lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

2. Pelayanan kesehatan preventif adalah kegiatan pencegahan terhadap suatu

masalah kesehatan/penyakit

3. Pelayanan kesehatan kuratif adalah kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk

penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit,

pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita

dapat terjaga seoptimal mungkin.

4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan untuk mengembalikan

bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai

anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal

mungkin sesuai dengan kemampuannya.


54

Tugas rumah sakit umum sesuai dengan Kepmenkes RI No.

983/Menkes/SK/XI/1992, tentang pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum,

adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna

dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan

secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

pelaksanaan upaya rujukan.

Adapun yang menjadi fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standarpelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.5.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah Sakit dapat berdasarkan kriteria sebagai berikut :


1. Berdasarkan kepemilikan

a) Rumah Sakit pemerintah, terdiri dari :

i) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan

ii) Rumah sakit pemerintah daerah

iii) Rumah sakit militer

iv) Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


55

b) Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat

2. Berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas :

a. Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kepada pasien dengan

beragam jenis penyakit

b. Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

sesuai jenis diagnosis tertentu. Contoh: rumah sakit kanker, rumah sakit

bersalin.

3. Berdasarkan Lama Perawatan Penderita

a. Rumah sakit dengan perawatan jangka pendek

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada masyrakat yang

diagnosis penyakit dengan perawatan lama tinggal kurang dari 30 hari.

b. Rumah sakit dengan perawatan jangka panjang

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada masyrakat yang

diagnosis penyakit dengan perawatan lama tinggal 30 hari atau lebih.

4. Berdasarkan afiliasi pendidikan

a. Rumah sakit pendidikan

Rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai

profesi.

b. Rumah sakit non pendidikan

Rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan profesi dan tidak

memiliki hubungan kerja sama dengan universitas.


56

5. Berdasarkan Jumlah Tempat Tidur

Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas

tempat tidurnya sesuai pola berikut ; di bawah 50 tempat tidur, 50-99 tempat tidur,

100-199 tempat tidur, 200-299 tempat tidur, 300-399 tempat tidur, 400-499

tempat tidur, 500 tempat tidur atau lebih.

6. Berdasarkan Status Akreditasi

Berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah

diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit telah

diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan

sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah

memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.

2.5.4 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah

Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan

menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada

unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004; UU

No 44, 2009).

a. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik

luas.

b. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik

dan subspesialistik terbatas


57

c. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar

d. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit atau fasilitas di

Rumah Sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian

yang ditujukan untuk keperluan Rumah Sakit itu sendiri. Seperti diketahui,

pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, PIO, serta pengembangan obat, bahan obat

dan obat tradisional.

Berdasarkan hal-hal tersebut, definisi yang umum dari instalasi farmasi

rumah sakit adalah sebagai berikut. IFRS dapat didefinisikan sebagai suatu

departemen atau bagian di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker

dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-

undangan yang berlaku dan berkompeten secara professional, tempat atau fasilitas

penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan

kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;

pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan farmasi;

dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan;

pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh

perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan


58

spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang

merupakan program Rumah Sakit secara keseluruhan.

2.6.1 Tujuan IFRS

Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi

kesehatan, dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten

dan memenuhi syarat.

i) Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker

Rumah Sakit yang memenuhi syarat.

ii) Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan

pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan

melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi.

iii) Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu

farmasetik pada umumnya.

iv) Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi

antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, spesialis yang serumpun.

v) Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk :

a. Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi

b. Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik

c. Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dalam

program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa dan

masyarakat.
59

vi) Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit

kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi dan profesional

kesehatan lainnya.

vii) Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk IFRS.

viii) Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.

2.6.2 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS

Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai

dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan

dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk

semua unit termasuk poliklinik rumah sakit.

Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi

obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu

tertinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal.

Jadi, IFRS adalah satu-satunya unit di rumah sakit yang bertugas dan

bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan

dengan obat/ perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit

tersebut. IFRS bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang

luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan

berbagai bagian/ unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik

dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih

baik.
60

2.6.3 Lingkup Fungsi IFRS

Untuk melaksanakan tugas dan pelayanan farmasi yang luas tersebut, IFRS

mempunyai berbagai fungsi, yang dapat digolongkan menjadi fungsi non klinik

dan fungsi klinik. Fungsi non klinik biasanya tidak secara langsung dilakukan

sebagai bagian terpadu dan segera dari pelayanan penderita serta lebih sering

merupakan tanggung jawab apoteker rumah sakit. Fungsi non klinik biasanya

tidak memerlukan interaksi dengan professional kesehatan lain, sekalipun semua

pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui Panitia Farmasi dan

Terapi (PFT). Sebaliknya, fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung

dilakukan sebagai bagian terpadu dari perawatan penderita atau memerlukan

interaksi dengan professional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam

pelayanan penderita.

Lingkup fungsi farmasi klinik adalah perencanaan, penetapan spesifikasi

produk dan pemasok; pengadaan; pembelian; produksi; penyimpanan;

pengemasan dan pengemasan kembali; distribusi dan pengendalian semua

perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara

keseluruhan.

Lingkup fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan

dalam program rumah sakit, yaitu : pemantauan terapi obat (PTO); evaluasi

penggunaan obat (EPO); penanganan barang sitotoksik; pelayanan di unit

perawatan kritis; pemeliharaan formularium; penelitian; pengendalian infeksi di

Rumah sakit; sentra informasi obat; pemantauan dan pelaporan reaksi obat

merugikan (ROM); sistem formularium, panitia farmasi dan terapi; sistem


61

pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; program edukasi “in-service’ bagi

apoteker, dokter dan perawat; investigasi obat dan unit gawat darurat.

2.6.4 Struktur Organisasi IFRS

Salah satu persyaratan dalam penerapan sistem manajemen mutu

menyeluruh adalah adanya organisasi yang sesuai, yang dapat mengakomodasi

seluruh kegiatan pelaksanaan fungsi.

Struktur organisasi dapat dikembangkan dalam 3 tingkat, yaitu :tingkat

puncak, menengah dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab

untuk perencanaan, penerapan dan fungsi yang efektif dari sistem mutu secara

menyeluruh. Manajer tingkat menengah kebanyakan kepala bagian/ unit

fungsional bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai

kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam daerah/ bidang fungsional mereka,

untuk mencapai mutu produk dan/ atau pelayanan yang diinginkan. Manajer garis

depan terdiri atas personel pengawas yang secara langsung memantau dan

mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu selama berbagai tahap

memproses produk atau pelayanan.

2.6.5 Sistem Distribusi Obat

Pendistribusian obat adalah suatu proses penyerahan obat sejak setelah

sediaan obat disiapkan oleh IFRS sampai dengan dihantarkan kepada perawat,

dokter, atau profesional pelayanan kesehatan lain untuk diberikan kepada

penderita.
62

2.6.6 Definisi Sistem Distribusi Obat

Sistem Distribusi Obat (SDO) untuk penderita rawat tinggal yang

diterapkan bervariasi dari rumah sakit ke rumah sakit, hal itu tergantung pada

kebijakan rumah sakit, kondisi dan keberadaan fasilitas fisik, personel, dan tata

ruang rumah sakit. Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan

sarana, personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi

penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat dan beserta informasinya

kepada penderita. Sistem distribusi obat mencakup penghantaran sediaan obat

yang telah di-dispensing IFRS ke daerah tempat perawatan penderita dengan

keamanan dan ketepatan obat, ketepatan penderita, ketepatan jadwal, tanggal,

waktu dan metode pemberian, dan ketepatan personel pemberi obat kepada

penderita serta keutuhan mutu obat.

2.7 Pengertian Rekam Medik

Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud

rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas

pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-

tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang

dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.

Bentuk Rekam Medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas

dan dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan. Rekam medis terdiri dari catatan-

catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Catatan-catatan

tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien karena dengan data yang
63

lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan baik

pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi

diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku. Data-data yang

harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa

di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat darurat.

2.8 Pengertian Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada

apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan

menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Obat adalah bahan

atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. (Permenkes No.35 Tahun 2014).

2.8.1 Komponen Resep

1. Inscriptio (Alamat penulis Resep), mencakup:

identitas dokter penulis (nama, alamat, SIK/SIP)

tempat & tgl penulisan resep dan tanda pembuka resep R/

2. Praescriptio (Perintah atau pesanan), mencakup:

nama obat bentuk sediaan jumlah dan dosis obat.

3. Signatura (Tanda yang harus ditulis di etiket obatnya), mencakup:

Nama penderita dan Petunjuk mengenai obatnya.

4. Subscriptio (Tanda tangan atau paraf) tanda yang membuktikan bahwa resep

tersebut sah
64

2.9 Penelitian terkait

Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan melalui hasil

berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat

dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut

peneliti perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang

relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penlitian ini.

Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan masalah

DRPs (Drug Related Problems). Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah

kajian terhadap beberapa hasil penelitian baik berupa skripsi, tesis serta jurnal-

jurnal melalui internet.

Tabel 2.9 Hasil Penelitian Terkait

No Tahun Peneliti Masalah Penelitian Hasil Penelitian Penerbit

1 2010 Sefni Untuk mengetahui Terapi kovensional Universitas


Gusmira profil pasien merupakan faktor yang Indonesia
hipertensi yang berperan lebih baik
menggunakan terapi dalam menurunkan
antihipertensi sistolik dan terapi
konvensional dan kombinasi merupakan
terapi kombinasi faktor yang berperan
konvensional bahan lebuh baik dalam
alam di puskesmas menurunkan diastolik.
Depok Namun perbedaan ini
tidak bermakna
(P>0,05)
2 2012 Gumi, VC Untuk Terdapat 312 pasien Universitas
Larasanty, mengidentifikasi hipertensi yang Udayana
LPF Drug Related dilayani selama 1
Udayani, Problems pada Desember 2012 sampai
NNW penanganan pasien 30 April 2013 di UPT
hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana
Puskesmas
Jembrana
3 2015 Agung Untuk mengevaluasi Terdapat 9 Pasien UIN Syarif
Prakorso Drug Related GGK yang Hidayatullah
Trisna Problems pada mendapatkan dosis Jakarta
pasien gagal ginjal obat dibawah dosis
kronik di RS terapi paling tinggi
Pelabuhan Jakarta pada obat Aminefron,
Utara dan yang mendapat
65

obat dosis diatas terapi


terdapat 22 pasien,
paling tinggi pada obat
Domperidone
4 2015 Tifan Adji Untuk mengevaluasi Presentase kejadian Universitas
Hutama Drug Related Drug Related Muhammadiyah
Nurul Problems Potensial Problems potensial Surakarta
Mutmainah pada pasien kategori interaksi obat
hipertensi di menunjukkan hasil 72
Instalasi rawat inap pasien, kategori
RS “Y” ketidaktepatan
pemilihan obat 21
pasien, obat efektif tapi
tidak aman 14 pasien,
ketidak tepatan
pemilihan obat
kombinasi 7 pasien.
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Terapi Obat Pasien Hipertensi


Rawat Jalan di RS “X” Januari-
Maret 2017
Penyakit
Penyerta &
kompilkasi

Obat Terapi Obat terapi


Hipertensi penyakit penyerta
dan komplikasi

Drug Related Problems


(DRPs)

Tepat Tepat Dosis Interaksi Obat


Pemilihan
Obat Mayor
Dosis Dosis
Terlalu Terlalu
Tinggi Rendah Moderate
Obat efektif Kombinasi
tapi tidak Obat tidak Minor
aman tepat

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

66
67

3.2 Hipotesis

1. Terdapat Drug Related Problems (DRPs) pada pasien hipertensi rawat

jalan di RS “X” Palembang Januari - Maret 2017

2. Terdapat Drug Related Problems (DRPs) kategori interaksi obat pada

pasien hipertensi rawat jalan di RS “X” Palembang Januari - Maret 2017

3. Terdapat Drug Related Problems (DRPs) kategori tepat pemilihan obat

pada pasien hipertensi rawat jalan di RS “X” Palembang Januari - Maret

2017

4. Terdapat Drug Related Problems (DRPs) kategori tepat dosis pada pasien

hipertensi rawat jalan di RS “X” Palembang Januari - Maret 2017


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi non eksperimental dengan metode

pengumpulan data variabel untuk mendapatkan gambaran drug related problems

(DRPs) dilihat dari peresepan dan rekam medik pada pasien hipertensi di RS “X”

Palembang Januari – Maret 2017. Pengambilan sampel dilakukan secara

purposive sampling dan mengacu pada kriteria inklusi dan eksklusi sampel

penelitian.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2017.

Analisa data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2017.

b. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS “X”

Palembang.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi yang

diberikan terapi di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari-

Maret 2017 dan tercatat secara administratif pada rekam medik

68
69

b. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria

inklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,

yaitu semua pasien hipertensi rawat jalan Januari – Maret 2017 yang memenuhi

kriteria inklusi.

1. Kriteria Inklusi

- Pasien hipertensi yang memiliki jaminan sosial BPJS

- Pasien berusia diatas 26 tahun laki-laki dan perempuan

- Pasien yang memiliki riwayat komplikasi

2. Kriteria Eksklusi

- Pasien wanita hamil

4.4 Pengumpulan Data

a. Penelusuran Data

1. Penelusuran data pasien hipertensi rawat jalan di RS “X” Palembang

Januari-Maret 2017.

2. Proses pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi

3. Pengambilan data dan pencatatan data hasil rekam medis dan resep pasien

hipertensi, berupa :

- Nomor rekam medis

- Identitas pasien (nama, jenis kelamin dan umur)

- Tanggal berobat

- Diagnosis

- Hasil Laboratorium
70

- Data penggunaan obat/terapi (jenis obat, dosis, aturan pakai, lama

penggunaan)

b. Manajemen Data

Pelaksanaan verifikasi data rekam medis dan pola terapi pengobatan

hipertensi rawat jalan yang dialnjutkan dengan transkrip data yang dikumpulkan

ke dalam logbook dan komputer.

4.5 Pengolahan Data

1. Editing

Peneliti melakukan penelitian terhadap data, terlebuh dahulu dilakukan

pemeriksaan kembali kebenaran data yang diperoleh dan mengeluarkan

data yang tidak memenuhi kriteria penelitian

2. Coding

Peneliti melakukan pengkodean untuk mempermudah peneliti

memasukkan data yang diperoleh dari laboratorium dan rekam medis

3. Entry data

Peneliti memasukkan data yang telah diproses coding ke dalam tabel

4. Cleaning data

Peneliti melakukan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan

kedalam sistem komputer untuk menghidati terjadinya ketidaklengkapan

atau kesalahan data

4.6 Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16 for

windows akan dianalisis dengan analisa univariat.


71

4.6.1 Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang digunakan untuk menganalisis setiap

variabel (terikat maupun bebas) yang akan diteliti secara deskriptif

(Notoatmodjo, 2003). Data yang telah dikategorikan ditampilkan sebagai

frekuensi kejadian. Adapun variabel yang diteliti antara lain jenis DRPs pada

kategori ketepatan pemilihan obat, tepat dosis dan interaksi obat.

4.7 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Skala Kategori


Ukur
Jenis Kondisi fisik yang menentukan status Melihat data Nominal 0.Laki-laki
kelamin seseorang laki-laki atau perempuan rekam medis 1.perempuan
pasien pasien
Usia Perhitungan umur pasien hipertensi Melihat data Nominal 0.dewasa:
dengan penyakit penyerta dan rekam medis 26-45 tahun
komplikasi1 pasien 1.Lansia:
46-65 tahun
2.Manula:
>65 tahun
Penyakit Keadaan klinis yang diderita oleh Melihat data Nominal 0.diabetes
penyerta dan pasien hipertensi yang dapat atau rekam medis 1.asam urat
komplikasi tidak mempengaruhi penyakitnya pasien 2.gagal ginjal
3.jantung
4.lain-lain
Dosis terlalu Pasien mempunyai kondisi medis dan Geriatric Nominal 0.tepat dosis
rendah mendapatkan obat yang benar tetapi Dosage 1.tidak tepat
dosis obat yang terlalu rendah Handbook
sehingga tidak menimbulkan efek
Dosis terlalu Pasien mempunyai kondisi medis dan Geriatric Nominal 0.tepat dosis
tinggi mendapatkan obat yang benar tetapi Dosage 1.tidak tepat
dosis obat terlalu tinggi sehingga Handbook
dapat menimbulkan efek toksik dan
efek yang tidak diinginkan
Drug Peristiwa atau kejadian yang Kategori Ordinal 0.terjadi
Related melibatkan terapi obat yang dapat DRPs DRPs
problems mengganggu hasil klinis yang menurut 1.tidak terjadi
(DRPs) diinginkan PCNE DRPs
Obat Efektif Kombinasi antara dua jenis obat yang
tapi tidak efektif tetapi memiliki resiko Guideline Ordinal 0.ada
aman keamanan yang dpat membahayakan JNC VII 1.tidak ada
kesehatan pasien
Kombinasi Peresepan obat hipertensi berasal dari Guideline Ordinal 0.ada
Obat tidak golongan yang sama meningkatkan JNC VII 1.tidak ada
tepat resiko efek samping obat
72

Interaksi Kombinasi antara beberapa obat yang Database Ordinal 0.minor


Obat karena kandungannya dapat drugs.com 1.moderate
mengganggu absorbsi, meningkatkan 2. mayor
atau menurunkan efek farmakologik,
menganggu efek farmakokinetik dan
bahkan dapat menimbulkan toksik
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit “X”

Palembang selama kurun waktu penelitian dan merupakan pasien hipertensi yang

memiliki jaminan kesehatan BPJS. Penelitian ini menggunakan resep obat dan

data rekam medik pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit “X” Palembang

periode Januari – Maret 2017.

Jumlah total pasien hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

dalam penelitian ini adalah sebanyak 114 orang.

5.1.2 Karakteristik

5.1.2.1 Karakteristik Pasien

Tabel 5.1 Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang


Januari – Maret 2017 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)


N = 114
Laki-laki 49 42,98
Perempuan 65 57,02

Sebaran pasien menurut jenis kelamin yang terbanyak pada sampel

penelitian adalah perempuan yaitu sebesar 57,0% dan pasien laki-laki sebesar

43,0%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wahyuni dan Eksanoto

(2013) sebanyak 27,5% perempuan mengalami hipertensi sedangkan laki-laki

sebanyak 5,8%. Perempuan lebih cenderung menderita hipertensi dari pada laki-

73
74

laki, hal ini dikarenakan perempuan akan mengalami peningkatan resiko tekanan

darah tinggi (hipertensi) setelah menopause yaitu usia diatas 45 tahun. Perempuan

yang belum menopause dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL

rendah dan tingginya kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) mempengaruhi

terjadinya proses aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi

(Anggraini dkk, 2009).

Tabel 5.2 Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang


Januari – Maret 2017 Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia Jumlah Persentase (%)


N = 114
25 – 45 tahun 7 6,1
46 – 65 tahun 75 65,8
>66 tahun 32 28,1

Berdasarkan kelompok usia pasien hipertensi rawat jalan Rumah Sakit

“X” Palembang Januari – Maret 2017 yang paling banyak adalah pada kelompok

usia 46 – 65 tahun yaitu sebanyak 75 pasien (65,8%), kelompok usia >66 tahun

sebanyak 32 pasien (28,1%) dan kelompok usia 25 – 45 tahun sebanyak 7 pasien

(6,1%). Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar

sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan

kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau

kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur 50 – 60 tahun

(Wahyuni dan Eksanoto, 2013).


75

Tabel 5.3 Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang


Januari – Maret 2017 Berdasarkan Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Hipertensi Jumlah Persentase (%)


N = 114
Prehipertensi (<140/90 mmHg) 8 7,0
HT tahap I (140/90-159/99 mmHg) 59 51,8
HT tahap II (≥160/100 mmHg) 47 41,2

JNC VII membagi kelompok tekanan darah menjadi kelas normal,

prehipertensi, hipertensi tahap I dan hipertensi tahap II. Pada tabel 5.3 dijelaskan

bahwa kelompok tekanan darah pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit “X”

Palembang Januari – Maret 2017 yang paling banyak adalah pada kelompok

hipertensi tahap I (140/90 mmHg – 149/99 mmHg) dengan persentase 51,8 % dan

persentase kelompok hipertensi tahap II (TD ≥ 160/100 mmHg) sebesar 41,2 %,

sedangkan persentase yang paling sedikit adalah pada kelompok prehipertensi

(TD <140/90 mmHg) yaitu 7,0%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Tifan (2015) bahwa klasifikasi pasien hipertensi rawat inap RS “Y” yang paling

banyak pada kelompok hipertensi tahap I (55%). Ini membuktikan bahwa terdapat

tingginya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan tekanan darahnya di rumah

sakit sebelum terjadi komplikasi.

Tabel 5.4 Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang


Januari – Maret 2017 Berdasarkan Komplikasi atau
Penyakit Penyerta

Komplikasi / Penyakit Penyerta Jumlah Persentase (%)


N = 114
Prehipertensi 3 2,63
Prehipertensi + OA 4 3,5
Prehipertensi + CAD 1 0,87
Prehipertensi + DM 1 0,87
Prehipertensi + stroke 2 1,75
76

Hipertensi stage I 12 10,5


Hipertensi stage I + alergi 1 0,87
Hipertensi stage I + asthma 2 1,75
Hipertensi stage I + asthma + dyspepsia 1 0,87
Hipertensi stage I + CAD 2 1,75
Hipertensi stage I + CAD + DM 1 0,87
Hipertensi stage I + CAD + OA 6 5,25
Hipertensi stage I + CHF 1 0,87
Hipertensi stage I + CHF + asthma 3 2,63
Hipertensi stage I + CHF + prostat 1 0,87
Hipertensi stage I + DM 1 0,87
Hipertensi stage I + DM + asthma 8 7,01
Hipertensi stage I + DM + CAD 2 1,75
Hipertensi stage I + DM + CHF 1 0,87
Hipertensi stage I + DM + dyspepsia 1 0,87
Hipertensi stage I + DM + OA 1 0,87
Hipertensi stage I + DM + prostat 2 1,75
Hipertensi stage I + dypepsia 1 0,87
Hipertensi stage I + ISK 4 3,5
Hipertensi stage I + OA 1 0,87
Hipertensi stage I + OA + dyspepsia 1 0,87
Hipertensi stage I + stroke 1 0,87
Hipertensi stage II 16 14,04
Hipertensi stage II + asthma 1 0,87
Hipertensi stage II + asthma + dylipidemia 1 0,87
Hipertensi stage II + CAD 1 0,87
Hipertensi stage II + CHF 6 5,26
Hipertensi stage II + CHF + ISPA 4 3,5
Hipertensi stage II + DM 1 0,87
Hipertensi stage II + DM + dyspepsia 12 10,52
Hipertensi stage II + DM + OA 1 0,87
Hipertensi stage II + dyslipidemia 2 1,75
Hipertensi stage II + dyspepsia 1 0,87
Hipertensi stage II + hypertiroidsm 2 1,75
Hipertensi stage II + OA 1 0,87

Prevalensi diagnosis pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit “X”

Palembang pada periode Januari – Maret 2017 sangat beragam terutama diagnosis

dengan penyakit penyerta dan penyakit komplikasi. Tingginya persentase

penyakit penyerta dan komplikasi pada pasien hipertensi yaitu sebesar 63,2% dan

yang paling banyak pada komplikasi diabetes, inilah yang menyebabkan


77

terjadinya Drug Related Problems (DRPs) pada pola pengobatan pasien

hipertensi. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang

dilakukan Gibney (2009), hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk

terjadinya DM. Hubungannya dengan DM tipe 2 sangatlah kompleks, hipertensi

dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin). Padahal

insulin berperan meningkatkan ambilan glukosa di banyak sel dan dengan cara ini

juga mengatur metabolisme karbohidrat, sehingga jika terjadi resistensi insulin

oleh sel, maka kadar gula di dalam darah juga dapat mengalami gangguan

(Guyton, 2008).

5.1.2.2 Karakteristik Pengobatan

Tabel 5.5 Distribusi Penggunaan Obat pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan
RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Kelas Terapi Golongan Nama Obat Jumlah Persentase


Pasien (%)
N = 114
Antihipertensi CCB dihidropiridin AdalatOros 8 7,02
(Nifedipin 30mg)
Amlodipin 55 48,25
CCB HerbesserCD 2 1,75
nondihidropiridin (Diltiazem HCl)
Betabloker Bisoprolol 8 7,02
v-block 1 0,87
(carvedilol)
Antagonis Candesartan 40 35,08
Angiotensin II Irbesartan 3 2,63
Valsartan 17 14,91
ACEi Captropil 1 0,87
Ramipril 1 0,87
Loop Diuretic Furosemide 7 6,14
Diuretic Thiazid HCT 1 0,87
α-1blocker Hytroz (terazosin) 3 2,63
HarnalOcas 1 0,87
(tamsulosin HCl)
Aldosterone blocker Spironolactone 12 10,52
78

Antidiabetic Α-glucosidase Acarbose 10 8,77


oral inhibitor Deculin 4 3,51
Thiazolidinediane (pioglitazone)
Sulfonil urea Gliquidon 1 0,87
Glimepiride 20 17,54
Glucodex 1 0,87
(gliclazide)
Biguanide Metformin HCl 17 14,91
Antidiabetic Lantus Flexpen 1 0,87
insulin Levemir Flexpen 1 0,87
Novorapid Flexpen 1 0,87
Antigout XanthineOxidase Allopurinol 7 6,41
Inhibitor
PPOK Mukolitik Ambroxol 7 6,41
Expectorant Sanadryl syr 2 1,75
Bronchodilator Teophylin 2 1,75
Inhalasi Berotec inhaler 1 0,87
Symbicort turb 2 1,75
Ventolin Inhaler 2 1,75
Corticosteroid Methyl Prednisolon 6 5,26
Anti histamine H1 Cetirizine HCl 2 1,75
Analgesik NSAID Asam Mefenamat 1 0,87
Antipiretik Paracetamol 2 1,75
Aspirin 19 16,67
Meloxicam 22 19,29
Natrium diclofenac 5 4,38
Potassium 1 0,87
diclofenac
Relaksan otot Neurotransmitter Eperison HCl 1 0,87
Anti konvulsan GABA Gabapentin 1 0,87
Antimigren Activator serebral Flunarizine HCl 5 4,38
Histamine analog Betahistine 2 1,75

Kardiovaskular Antiplatelet Clopidogrel 7 6,41


Cardiac glycoside Digoxin 1 0,87
Nitrat ISDN 1 0,87
NRF 10 8,77
Antibiotik Sefalosporin Cefadroxil 3 2,63
Cefixime 1 0,87
Kuinolon Ciprofloxacin 1 0,87
Antifungi Azole Ketokonazole 1 0,87
Dyslipidemia Statin Simvastatin 3 2,63
Fibrat Fenofibrate 1 0,87
Gastro Intestinal Anti emetic Domperidone 3 2,63
PPI Lansoprazole 21 18,42
Omeprazole 3 2,63
79

AH-2 Blocker Ranitidin HCl 9 7,89


Antasida Plantacid syr 6 5,26
Sitoprotektif Sucralfate syr 1 0,87

Hipertiroid Thyrozol 1 0,87


Vitamin Kalk 7 6,14
suplemen Mecobalamin 4 3,5
Neurodex 15 13,15
Starfolat 1 0,87
Glucosamine 2 1,75

Karakteristik pasien hipertensi rawat jalan Rumah Sakit “X” Palembang

pada periode Januari – Maret 2017 sebagian besar adalah pasien hipertensi dengan

penyakit komplikasi sehingga pola pengobatan dan peresepan menggunakan obat

dari berbagai kelas terapi untuk memperoleh kesembuhan. Pada tabel 5.5

distribusi penggunaan obat yang diresepkan pada pasien hipertensi rawat jalan

Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017, obat antihipertensi yang

paling banyak digunakan adalah amlodipin yaitu sebanyak 55 pasien (48,25%).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristanti (2015) bahwa

amlodipin adalah obat antihipertensi yang paling banyak digunakan karena dapat

mencapai target penurunan tekanan darah 11 pasien (100%) hipertensi di

Puskesmas Kalirungkut Surabaya.


80

5.2 Drug Related Problems (DRPs)

Tabel 5.6 Distribusi Kejadian Drug Related Problems (DRPs) Pasien


Hipertensi Rawat Jalan Rumah Sakit “X” Palembang
Januari - Maret 2017

No Kejadian DRPs Jumlah Pasien Persentase (%)


N = 114
1 Tidak terjadi DRPs 13 11,41
2 Terjadi DRPs (interaksi obat, 101 88,59
pemilihan obat, ketepatan dosis)

Pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 114 pasien, sebanyak 101 pasien

hipertensi rawat jalan Rumah Sakit “X” Palembang mengalami kejadian DRPs

(88,59%). Kejadian DRPs pada penelitian ini diukur dari tiga kategori yang

diklasifikasikan PCNE yaitu interaksi obat (minor, moderate dan mayor),

ketepatan pemilihan obat (obat efektif tapi tidak aman dan kombinasi obat tidak

tepat) dan ketepatan dosis (dosis terlalu tinggi dan dosis kurang).

5.2.1 Drug Related Problems (DRPs) Kategori Interaksi Obat

Tabel 5.7 Distribusi Interaksi Obat pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan
Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017

Kategori Interaksi Obat Jumlah Persentase (%)


Mayor 16 6,7
Moderate 151 62,9
Minor 32 13,3
Tidak ada 41 17,1
Total 240

Berdasarkan tabel 5.7 interaksi obat antihipertensi dengan obat lain

berdasarkan mekanisme farmakologi didapatkan hasil total 199 kasus. Mekanisme

farmakologi berdasarkan tingkat keparahan dikelompokkan menjadi Minor,


81

Moderate dan Mayor. Pada Pasien hipertensi rawat jalan Rumah Sakit “X”

Palembang Januari – Maret 2017 didapatkan hasil paling banyak terjadi pada

interaksi obat tingkat moderat sebanyak 62,9%. Interaksi obat minor sebanyak

13,3% dan interaksi obat mayor sebanyak 6,7%.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Agustina (2015).

Penelitian tersebut menyatakan bahwa potensi interaksi obat antihipertensi dengan

obat lain dengan tingkat keparahan moderate menunjukkan angka paling tinggi

yakni 34,31%, potensi interaksi minor 22,75% sementara potensi interaksi mayor

6,21%. Penyakit degeneratif seperti hipertensi banyak menyebabkan komplikasi

dengan penyakit lain sehingga perlunya pengobatan dengan obat lain yang dapat

menjadi potensi interaksi obat dengan obat antihipertensi (Agustina dkk, 2015).

Tabel 5.8 Distribusi Interaksi Obat pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di
Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017 Berdasarkan
Tingkat Keparahan

Tingkat Obat A Obat B Jumlah Persentase


Keparahan Kejadian (%) N= 199
Moderate Meloxicam Amlodipin 12 6,03
Valsartan 4 2,01
Glimepiride 2 1,01
Candesartan 6 3,02
methyl prednisolon 2 1,01
Aspilet Valsartan 4 2,01
Candesartan 8 4,02
Glimepiride 5 2,51
Amlodipin 12 6,03
Metformin 2 1,01
novorapid flexpen 2 1,01
NRF 2 1,01
Kalk 2 1,01
Meloxicam 4 2,01
Irbesartan 1 0,50
Spironolactone 3 1,51
82

Lansoprazole 1 0,50
Clopidogrel 1 0,50
adalat oros Simvastatin 1 0,50
methyl prednisolon 1 0,50
Aspilet 2 1,01
Meloxicam 4 2,01
Kalk 1 0,50
sodium diclofenac 1 0,50
Metformin 2 1,01
Amlodipine Kalk 4 2,01
natrium diclofenac 4 2,01
asam mefenamat 1 0,50
NRF 4 2,01
methyl prednisolon 1 0,50
Bisoprolol 3 1,51
symbicort inhaler 1 0,50
Candesartan asam mefenamat 1 0,50
methyl prednisolon 2 1,01
natrium diclofenac 2 1,01
Bisoprolol 1 0,50
novorapid flexpen 1 0,50
Furosemide Glimepiride 2 1,01
methyl prednisolon 1 0,50
Metformin 1 0,50
Digoxin 1 0,50
Ramipril 1 0,50
Cefadroxil 1 0,50
Sucralfat 1 0,50
Lansoprazole 1 0,50
v-block 2 1,01
Deculin 1 0,50
natrium diclofenac 1 0,50
ventolin inhaler 1 0,50
Sucralfat Lansoprazole 1 0,50
Allopurinol Sucralfat 1 0,50
ventolin inhaler symbicort inhaler 1 0,50
methyl prednisolon natrium diclofenac 2 1,01
Deculin 1 0,50
Glimepiride 1 0,50
Ramipril 1 0,50
Metformin 1 0,50
Valsartan 1 0,50
83

Spironolactone 2 1,01
Glimepiride natrium diclofenac 1 0,50
Fenofibrate 1 0,50
Ramipril 1 0,50
Metfromin levemir flexpen 1 0,50
novorapid flexpen 1 0,50
Spironolactone 1 0,50
Spironolactone symbicort inhaler 1 0,50
v-block 1 0,50
HCT Acarbose 1 0,50
Glimepiride 1 0,50
herbesser CD Aspilet 1 0,50
Meloxicam 1 0,50
berotec inhaler retapyl SR 1 0,50
Amlodipin 1 0,50
Candesartan 1 0,50
Valsartan natrium diclofenac 1 0,50
Bisoprolol novorapid flexpen 1 0,50
Captopril ISDN 1 0,50
Minor NRF Omeprazole 1 0,50
Aspilet 4 2,01
Captopril Amlodipin 1 0,50
Aspilet Spironolactone 2 1,01
Bisoprolol 2 1,01
Furosemide 1 0,50
v-block 1 0,50
Lansoprazole 1 0,50
Metformin Acarbose 6 3,02
Lansoprazole Mecobalamine 1 0,50
Glimepiride Clopidogrel 1 0,50
Digoxin Spironolactone 1 0,50
Plantacid Ranitidin 2 1,01
Bisoprolol 2 1,01
Ranitidin natrium diclofenac 2 1,01
Amlodipine berotec inhaler 1 0,50

Mayor Spironolactone Valsartan 3 1,51


Ramipril 1 0,50
Candesartan 8 4,02
Amlodipine Simvastatin 2 1,01
Captopril Allopurinol 1 0,50
diltiazem HCl Bisoprolol 1 0,50
84

Hasil distribusi interaksi obat pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa interaksi

obat yang paling sering terjadi adalah interaksi antara amlodipin dan meloxicam s

yakni sebanyak 12 kali kejadian dengan tingkat keparahan moderate dengan

persentase 6,03%.

Rincian potensi interaksi obat antihipertensi dengan obat lain paling

banyak berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut :

1. Interaksi Minor

a. Spironolactone + Aspirin

Kadar salisilat dalam aspirin dapat mengganggu sekresi tubular

dari canrenone, metabolit aktif utama dari spironolactone. Proses ini dapat

menghambat fungsi natriuretik dari spironolactone. Jika diuresis tidak

terjadi setelah pemberian kedua obat ini maka perlu pertimbangan untuk

menghentikan aspirin atau menaikkan dosis spironolactone dan pelu

dilakukan pemantauan konsentrasi kadar kalium pasien (Lacy dkk, 2008).

b. Bisoprolol + Antacida (Al(OH)3)

Pemberian obat dengan antasida dapat mengurangi bioavailibilitas

oral beta-bloker tertentu. Mekanisme belum diketahui secara pasti namun

kenaikan pH lambung dapat menyebabkan pengikatan kation beta-bloker

atau mengurangi laju disolusinya. Sebagai tindakan pencegahan, pasien

mungkin ingin mempertimbangkan untuk memisahkan waktu pemberian

beta-blocker dan antasida atau produk yang mengandung aluminium atau

magnesium paling sedikit 2 jam (Tatro, 2009).


85

2. Interaksi Moderate

a. Amlodipin + Meloxicam

Data penelitian menunjukkan bahwa beberapa penghambat

siklooksigenase dapat menurunkan efek antihipertensi dari golongan

penghambat kalsium. Mekanisme ini terkait dengan perubahan detak

vaskular yang bergantung pada prost prostat dan prostanoid vasodilatasi

lain. Bila obat NSAID diberikan kepada pasien yang telah menggunakan

obat penghambat kalsium peningkatan tekanan darah dapat terjadi,

sebaliknya resiko hipotensi meningkat bila obat NSAID ditarik dari

penggunaan (Tatro, 2009).

b. Amlodipin + Bisoprolol

Penurunan denyut jantung, konduksi jantung dan kontraktilitas

jantung dapat terjadi bila penghambat kalsium digunakan bersamaan

dengan beta-bloker terutama pada pasien yang memiliki kelainan ventrikel

atau konduksi. Pada beberapa kasus kombinasi kedua obat ini efektif,

namun efek samping kardovaskular seperti gagal jantung kongestif,

hipotensi berat dan atau eksaserbasi angina dapat terjadi (Tatro, 2009).

3. Interaksi Mayor

a. Spironolactone + Candesartan

Penggunaan simulator reseptor angiotensin II secara simultan

(ARBs) dan diuretik hemat kalium dapat meningkatkan resiko

hiperkalemia. Penghambatan angiotensin II menyebabkan sekresi

aldosteron menurun, yang dapat menyebabkan peningkatan serum


86

potasium yang aditif. Hiperkalemia yang mengancam jiwa dan fatal

dapat terjadi, terutama bila kombinasi tersebut digunakan pada pasien

dengan faktor risiko seperti gangguan ginjal, diabetes, usia tua, gagal

jantung, dehidrasi, dan bersamaan penggunaan obat lain yang

menghambat renin-angiotensin atau meningkatkan kadar potassium serum

(Mancia dkk, 2013).

ARB dan diuretik hemat kalium telah dikaitkan dengan

hiperkalemia pada pasien dengan gangguan ginjal. ARB juga dapat

menyebabkan penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan gagal jantung

kronis, dan risikonya meningkat jika mengalami sodium-depleted atau

dehidrasi akibat diuresis berlebihan. Sebuah analisis retrospektif tentang

kejadian hiperkalemia pada studi CHARM (Candesartan in Heart

Failure-Assessment of Reduction in Mortality and Morbidity) menemukan

bahwa penambahan candesartan pada terapi medis standar untuk gagal

jantung dikaitkan dengan kenaikan 2 sampai 3 kali lipat. Dalam risiko

hiperkalemia, yang selanjutnya diperkuat dengan terapi dengan

penghambat spironolakton atau ACE (Mancia dkk, 2013).

b. Amlodipine + Simvastatin

Penggunaan amlodipin dapat meningkatkan level simvastatin jika

digunakan secara bersamaan. Penggunaan kedua obat tersebut harus hati-

hati dan perlu monitoring ketat karena dapat menyebabkan

rhabdomyolisis atau myophaty (Kartidjo dkk, 2014). Perlu dilakukan


87

penyesuaian dan pembatasan dosis dari golongan statin tersebut (Baxter,

2008).

c. Spironolactone + Ramipril

Hiperkalemia terjadi ketika ramipril digunakan bersama dengan

spironolactone. Penelitian menunjukkan bahwa dari 25 pasien dirawat di

rumah sakit yang mendapat terapi golongan ACEi dan spironolactone

akan mendapatkan hiperkalemi yang serius. ACEi dapat menyebabkan

hiperkalemia karena produksi aldosteron yang menurun, pemberian

suplemen kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus dihindari

jika pasien mendapat terapi ACEi (Gormer, 2008). Kondisi klinis pasien,

serum kalium dan fungsi ginjal tetap dimonitor dengan menghitung laju

filtrasi glomerulus. Kombinasi harus dihindari jika klirens kreatinin <30

ml/menit (Baxter, 2008).

d. Captopril + Allopurinol

Pemberian allopurinol bersama dengan ACEi dikaitkan dengan

resiko hipersensitivitas seirus, neutropenia, agranulositos dan infeksi

serius. Mekanisme interaksi belum diketahui secara pasti, namun

gangguan fungsi ginjal bisa menjadi faktor predisposisi. Laporan kasus

terjadi demam, mialgia, atralgia, dermatitis eksfoliatif dan sindrom steven-

johnson telah dilaporkan terjadi 3-5 minggu setelah pemberian allopurinol

bersama dengan captopril (Baxter, 2008).


88

e. Diltiazem HCl + Bisoprolol

Penurunan denyut jantung tambahan, konduksi jantung dan

kontraktilitas jantung dapat terjadi bila CCB terutama verapamil dan

diltiazem, digunakan bersama dengan penghambat beta. Kombinasi ini

mungkin efektif dalam beberapa situasi, efek samping kardiovaskular

yang berpotensi serius seperti gagal jantung kongestif, hipotensi berat dan

atau eksaserbasi angina dapat terjadi. Asistol ventrikel, gangguan sinus

dan blok jantung juga telah dilaporkan. Resikonya meningkat dengan

dosis tinggi pada pemberian intravena (Baxter, 2008).

5.2.2 Drug Related Problems (DRPs) Kategori Ketidaktepatan Pemilihan


Obat

Tabel 5.9 Distribusi Ketidaktepatan Pemilihan Obat pada Pasien Hipertensi


Rawat Jalan Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017

Kategori Nama Obat Alasan Jumlah Persentase


Kejadian (%) N=38
Obat Efektif NRF (Glyceril Nitrat dan Nitrit 5 13,15
Tapi Tidak Trinitrat) tdk stabil pada
Aman CHF dan AMI
menyebabkan
takikardia,
eksaserbasi
myokardial (Lacy
dkk, 2008)

ARB ARB kontra 21 55,26


(Candesartan, indikasi pada
Valsartan) pasien DM

Spironolactone Dapat 6 15,78


menyebabkan
hiperkalemia pada
pasien DM
89

Amlodipine Berbahaya bagi 5 13,15


pasien dengan
komplikasi CAD,
dapat
meningkatkan
keparahan angina
dan dosis
amlodipin akan
melonjak tibatiba
sehingga
menyebabkan
hipotensi

α-βReseptor Kontra indikasi 1 2,63


Blocker pada penyakit
(Bisoprolol, asthma
Carvedilol)

Kombinasi - - -
Obat yang
Tidak Tepat

Berdasarkan data penelitian yang didapat, dari 38 kejadian ketidaktepatan

pemilihan obat semua adalah kategori obat efektif tapi tidak aman dan tidak

ditemukan adanya kombinasi obat yang tidak tepat.

Dapat dilihat pada tabel 5.9 persentase kejadian alasan penggunaan obat

golongan α-β reseptor blocker (carvedilol) untuk pasien dengan komplikasi

penyakit asthma sebanyak 1 kasus (2,63%), penggunaan spironolactone pada

pasien DM yang dapat menyebabkan hiperkalemia sebanyak 6 kasus (15,78%),

penggunaan amlodipine pada pasien dengan komplikasi CAD yang dapat

memperburuk angina sebanyak 5 kasus (13,15%), penggunaan NRF (glyceryl

trinitrat) pada pasien dengan komplikasi CHF dapat menyebabkan takikardia dan

eksaserbasi myocardial sebanyak 5 kasus (13,15%) serta yang paling banyak

terjadi adalah penggunaan obat golongan angiotensin reseptor blocker (valsartan,


90

candesartan) yang kontra indikasi pada pasien DM yaitu sebanyak 21 kasus

(55,26%).

1. Obat Efektif tapi Tidak Aman

a. Amlodipin

Frekuensi, keparahan dan tingkat angina serta infark miokard

meningkat, terutama pada pasien dengan komplikasi arteri obstruktif berat.

Penggunaan antihipertensi CCB sebaiknya dihindari khususnya pada

pasien geriarti untuk meminimalkan resiko efek samping tersebut.

b. Spironolactone

Diuretik hemat kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, yang

dapat menyebabkan aritmia jantung yang mengancam jiwa. Pasien dengan

diabetes melitus, dengan atau tanpa nefropati, mungkin sangat rentan

terhadap efek hiperkalemis obat ini karena adanya kerusakan pada renin-

angiotensin-aldosteron. Terapi dengan diuretik hemat-potasium harus

dihindari jika sangat diperlukan pada pasien diabetes, terutama diabetes

mellitus yang tidak terkontrol atau insulin. Kadar potassium serum dan

fungsi ginjal harus dipantau secara berkala. Penentuan elektrolit serum

sangat penting selama terapi, setelah penyesuaian dosis, dan selama

penyakit yang dapat mengganggu fungsi ginjal.

c. Valsartan, Candesartan

Pemberian bebrapa obat golongan angiotensin II reseptor blocker

dengan alliskrein dikontra indikasikan pada penderita diabetes.


91

d. Carvedilol

Beberapa obat golongan penghambat reseptor beta-adrenergik

(yaitu beta-blocker) dikontraindikasikan pada pasien asma bronkial atau

dengan riwayat asma bronkial, atau penyakit paru obstruktif kronik berat.

Secara umum, penghambat reseptor beta-adrenergik tidak boleh

digunakan pada pasien dengan penyakit bronkospastik. Beta blokade dapat

mempengaruhi fungsi paru dengan menangkal bronkodilatasi yang

dihasilkan oleh stimulasi katekolamin reseptor beta-2. Jika terapi beta-

blocker diperlukan pada pasien ini, obat dengan selektivitas beta-1

(misalnya atenolol, metoprolol, betaxolol) dianggap lebih aman, namun

harus digunakan dengan hati-hati.

e. NRF (glyceryl trinitrat)

Nitrat dan nitrit yang terbentuk dalam penggunaan obat ini belum

diketahui keamanan dan khasiatnya pada pasien dengan infark miokard

akut (AMI) dan gagal jantung kronik (CHF). Penggunaan obat tidak

dianjurkan pada kondisi ini, jika diperlukan harus dengan pemantauan

ketat karena dapat menyebabkan takikardia dan hipotensi sistemik.


92

5.2.3 Drug Related Problems (DRPs) Kategori Tepat Dosis

Tabel 5.10 Distribusi Tepat Dosis Obat Antihipertensi Pasien Rawat Jalan
Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017

Kategori Jumlah Kejadian Persentase (%)

Dosis terlalu tinggi 46 10,0


Dosis kurang 20 4,3
Tepat Dosis 393 85,2
Total 459

Berdasarkan tabel 5.10 distribusi tepat dosis obat antihipertensi pasien

rawat jalan Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017 pada kategori

dosis terlalu tinggi sehingga dapat menimbulkan efek samping merugikan

sebanyak 46 kasus (10,0%). Paling banyak terjadi pada penggunaan obat

golongan CCB dan ARB yang telah dikombinasikan dengan diuretik dan pada

pasien geriarti.

Sedangkan pada kategori dosis kurang sehingga efek terapi tidak

tercapai sebanyak 20 kejadian (4,3%). Kategori ini terjadi pada penggunaan obat

golongan diuretik, obat dyslipidemia dan obat golongan ARB.

5.3 Pembahasan

5.3.1 Karakteristik Pasien

Terlihat dari tabel 5.1 bahwa jumlah pasien hipertensi rawat jalan Rumah

Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017 paling banyak berjenis kelamin

perempuan (57,0%) dari pada jenis kelamin laki-laki (43,0%). Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Wahyuni dan Eksanoto (2013) sebanyak 27,5%

perempuan mengalami hipertensi sedangkan laki-laki sebanyak 5,8%. Perempuan


93

lebih cenderung menderita hipertensi dari pada laki-laki, hal ini dikarenakan

perempuan akan mengalami peningkatan resiko tekanan darah tinggi (hipertensi)

setelah menopause yaitu usia diatas 45 tahun. Perempuan yang belum menopause

dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High

Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL rendah dan tingginya

kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) mempengaruhi terjadinya proses

aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi (Anggraini dkk, 2009).

Kategori usia yang terbanyak adalah pada kategori usia 46 – 65 tahun

yaitu sebesar 65,8%. Secara teori, tekanan darah cenderung meningkat secara

progresif dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Peningkatan tekanan darah pada

sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata hingga usia 50 tahun disebabkan

oleh adanya peningkatan resistensi perifer vaskuler. Setelah mencapai usia 50

hingga 60 tahun, tekanan diastolik menurun dan tekanan detak jantung meningkat

(Anggraini dkk, 2009).

Prevalensi diagnosis sangat beraneka ragam dalam penelitian ini, diketahui

bahwa prevalensi diagnosis hipertensi yang paling banyak adalah pada kategori

hipertensi tahap I (51,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tifan

(2015) bahwa klasifikasi pasien hipertensi rawat inap RS “Y” yang paling banyak

pada kelompok hipertensi tahap I (55%). Ini membuktikan bahwa terdapat

tingginya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan tekanan darahnya di rumah

sakit sebelum terjadi komplikasi.

Tingginya persentase penyakit penyerta dan komplikasi pada pasien

hipertensi yaitu sebesar 63,2% dan yang paling banyak pada komplikasi diabetes,
94

inilah yang menyebabkan terjadinya Drug Related Problems (DRPs) pada pola

pengobatan pasien hipertensi. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan

penelitian yang dilakukan Gibney (2009), hipertensi merupakan faktor risiko

utama untuk terjadinya DM. Hubungannya dengan DM tipe 2 sangatlah

kompleks, hipertensi dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten

insulin). Padahal insulin berperan meningkatkan ambilan glukosa di banyak sel

dan dengan cara ini juga mengatur metabolisme karbohidrat, sehingga jika terjadi

resistensi insulin oleh sel, maka kadar gula di dalam darah juga dapat mengalami

gangguan (Guyton, 2008).

Pada tabel 5.5 obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah

amlodipin yaitu sebanyak 55 pasien (48,25%). Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Kristanti (2015) bahwa amlodipin adalah obat antihipertensi

yang paling banyak digunakan karena dapat mencapai target penurunan tekanan

darah 11 pasien (100%) hipertensi di Puskesmas Kalirungkut Surabaya.

5.3.2 Drug Related Problems (DRPs)

Terdapat kejadian Drug Related Problems (DRPs) yang muncul pada

pasien hipertensi rawat jalan Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017.

Sebanyak 101 pasien (88,59%) mengalami kejadian DRPs dan 13 pasien

(11,41%) tidak mengalami kejadian DRPs. Drug Related Problems (DRPs) pada

penelitian ini dikategorikan menjadi 3 parameter yaitu kategori interaksi obat,

ketepatan pemilihan obat dan kategori tepat dosis.

Pada kategori interaksi obat Drug Related Problems (DRPs) terjadi

sebanyak 199 kasus (82,57%) dan yang paling banyak terjadi pada kategori
95

moderate sebanyak 151 kasus (62,9%). Interaksi obat yang paling sering terjadi

adalah penggunaan amlodipin bersamaan dengan meloxicam (NSAID) yakni

sebesar 12 kejadian (6,03%). Kategori interaksi obat moderate adalah kategori

interaksi obat yang berpengaruh cukup signifikan, sebisa mungkin dihindari

penggunaan obat kombinasi dan jika diperlukan harus dalam pengawasan (Tifan

dkk, 2015).

Tingginya angka kejadian interaksi obat, memerlukan peran farmasis

dalam menanggulangi terjadinya interaksi obat dengan cara monitoring regimen

terapi obat yang diberikan kepada pasien. Contoh pada interaksi mayor antara

spironolactone dan candesartan/captopril dapat menyebabkan kejadian

hiperkalemia. Namun, pada penyakit gagal jantung tertentu kombinasi tersebut

akan bermanfaat penggunaannya dimana pemberian obat-obat ini lebih ditujukan

untuk memperbaiki sistem renin darah (Baxter, 2008). Potensi interaksi obat

dapat diminimalkan dengan monitoring pengobatan, penjedaan waktu pemberian

obat dan komunikasi yang baik antara dokter dan farmasis sehingga tujuan

pengobatan yang baik akan tercapai.

Pada pasien hipertensi dengan berbagai komplikasi, dapat menyebabkan

suatu golongan obat antihipertensi menjadi tidak tepat digunakan pada pasien.

Berdasarkan data penelitian, terdapat 38 kejadian (8,3%) ketidaktepatan pemilihan

obat semua adalah kategori obat efektif tapi tidak aman dan tidak ditemukan

adanya kombinasi obat yang tidak tepat.

Pemberian dosis obat yang tidak tepat mengakibatkan ketidak efektifan

obat dalam mencapai atau melebihi efek terapi yang diinginkan. Dosis pemberian
96

obat harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah ditetapkan pada

literatur (Geriatric Dosage Handbook). Data dosis pasien dibandingkan dengan

beberapa literatur seperti Geriatric Dosage Handbook, ISO dan MIMS Indonesia.

Dari hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa kejadian dosis terlalu tinggi

sebanyak 46 kasus (10,0%). Paling banyak terjadi pada penggunaan obat

golongan CCB dan ARB yang telah dikombinasikan dengan diuretik dan pada

pasien geriarti. Sedangkan pada kategori dosis kurang sehingga efek terapi tidak

tercapai sebanyak 20 kasus (4,3%). Kategori ini terjadi pada penggunaan obat

golongan diuretik, obat dyslipidemia dan obat golongan ARB.

Keterbatasan penelitian adalah data diambil secara retrospektif dan

hanya melihat potensi DRPs interaksi obat, ketepatan pemilihan obat dan tepat

dosis secara teori tanpa melihat apakah potensi DRPs benar-benar terjadi kepada

pasien atau tidak. Peneliti hanya melihat dan mencatat rekam medik sebagai acuan

penelitian dan tidak memantau pasien secara langsung. Peneliti tidak

membandingkan nilai T1/2 dari masing-masing obat yang digunakan.


BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian tentang evaluasi drug related problems (DRPs) pasien

hipertensi rawat jalan Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017 dapat

disimpulkan bahwa :

1. Persentase pasien hipertensi dengan jenis kelamin perempuan sebanyak

57% dan laki-laki sebanyak 43%. Persentase kelompok usia 26-45 tahun

sebanyak 6,1%, 46-65 tahun sebanyak 65,8%, dan >65 tahun sebanyak

28,1%. Persentase kelompok tekanan darah prehipertensi sebanyak 7,0%,

HT tahap I sebanyak 51,8%, dan HT tahap II sebanyak 41,2% serta

kelompok pasien hipertensi dengan komplikasi sebanyak 63,2% dan tidak

ada komplikasi sebanyak 36,8%.

2. Terdapat kejadian drug related problems (DRPs) pada pasien hipertensi

rawat jalan Rumah Sakit “X” Palembang Januari – Maret 2017

3. Pasien hipertensi yang mengalami drug related problems (DRPs) sejumlah

101 pasien (88,59%).

4. Persentase drug related problems (DRPs) pada kategori interaksi obat

terjadi sebanyak 199 kasus (82,9%) dengan kriteria interaksi mayor 6,7%,

interaksi moderate 62,9% dan interaksi minor 13,3%, kategori

ketidaktepatan pemilihan obat kriteria obat efektif tapi tidak aman

sejumlah 38 kasus (8,3%), kategori tepat dosis kriteria dosis terlalu tinggi

97
98

sejumlah 46 kasus (10,0%), dan kategori tepat dosis kriteria dosis kurang

sejumlah 20 kasus (4,3%).

6.2 Saran

1. Perlu adanya penelitian prospektif terkait drug related problems (DRPs)

untuk melihat efek yang ditimbulkan dari adanya interaksi obat,

ketidaktepatan dalam pemilihan obat dan ketidaktepatan dosis terapi

2. Perlu ditingkatkan peran farmasis dalam memonitoring dan evaluasi

terapi pada pasien hipertensi.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina R., Annisa N dan Prabowo W., 2015. Potensi Interaksi Obat Resep
Pasien Hipertensi di Salah Satu Rumah Sakit Pemerintah kota Samarinda.
Jurnal Sains dan Kesehatan.

AHA. 2002 Guideline Update For The Management Of Patients With Unstable
Angina And Non-St- Segment-Elevation Myocardial Infarction. A report of
the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines (Committee on the Management of Patients with
Unstable Angina)

Anggraini, dkk. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008. Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Andalas 2009.

Bakris GL et al. 2000. Preserving Renal Function In Adults With Hypertension


And Diabetes: A Consensus Approach. National Kidney Foundation
Hypertension and Diabetes Executive Committees Working Group. Am J
Kidney. Hal.646-661

Baxter K. 2008. Stockley’s Drug Interactions. 8th ed. Pharmaceutical Press.


London

Carter BL et al. 2003. How Pharmacist Can Assist Physicians with Controlling
Blood Pressure. J Clin Hypertens. Page : 31-37

Chobaniam AV et al. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
JAMA. Page.2560-2572

99
100

Cipolle, J.R., Strand, L., dan Morley, C.P. (2008). Pharmaceutical Care Practice
the Clinician’s Guide. Edisi ke 2. New York-Toronto: McGraw-Hill. Hal.
178-179

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.


Jakarta : Departemen kesehatan republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Permenkes RI, No.


269/MenKes/Per/III /2008, Tentang Rekam Medis. Jakarta : Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Tahun 2014. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Dinas Kesehatan Sumatera Selatan. 2014. Profil Kesehatan Kesehatan Sumatera


Selatan 2014. Palembang : Dinkes Sumatera Selatan. Hal 55

Dosh SA. 2001. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults.
J.Fam Pract. Page :707-712

Ernst, F.R and A.J. Grizzle. 2001. Drug Related Morbidity dan Mortality .
Updating the cost of illness model. J An Pharm Assoc, vol 41, No 2 : 192-199

Executive Summary Of The Third Report Of The National Cholesterol Education


Program (NCEP). 2001. Expert Panel on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Cholesterol in Adults. JAMA. Page :2486-2497

Feldman RD et a.l 2009. A simplified Approach to the treatment of


uncomplicated hypertension: 646-653

Fox. SI. 2004. Human Psikology (8th ed). new york: Mc graw hill

Gormer B, 2008. Farmakologi Hipertensi Golongan Obat. Terjemahan. Penerbit


Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta, Indonesia
101

Gumi, V.C, Larasanty L.P.F dan Udayani N.N.W. 2012. Identifikasi Drug Related
Problems pada penanganan Pasien Hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana.
Jurnal Farmasi Udayana, 2 (3) 50-58

Gibney, M.J., BM,. Kearney. MJ., Arab,L. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC. pp 54

Guyton, A. C., Hall, J. E. 2008. Metabolisme Karbohidrat Dan Pembentukan


Adenosin Tripospat dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herawati dan Sartika W., 2013. Terkontrolnya Tekanan Darah Penderita


Hipertensi Berdasarkan Pola Diet dan Kebiasaan Olahraga di Padang
Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1), 8-14

Hutama & Mutmainah, 2015. Evaluasi drug Related Problems (DRPs) potensial
pada pasien hipertensi di instalasi Rawat Inap RS “Y” Periode tahun 2015.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Hajjar I, Kotchen TA. 2003. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And


Control Of Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA. Page
:199-206

Hunt SA et al. 2005. ACC/AHA Guideline Update For The Diagnosis And
Management Of Chronic Heart Failure In The Adult. A report of the
American College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines. American College of Cardiology Foundation (ACCF)
2005.

Kartidjo P., Puspadewi R., Sutarna T.H dan Purnamasari N. 2014. Evaluasi
Penggunaan Obat Penyakit Degeneratif di Poliklinik Spesialis Rawat Jalan
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kartika Jurnal Ilmiah
Farmasi.
102

Kearney, P.M.M., Whelton, K. Reynolds, P. Muntner, P.K. Whelton and J.He.


2005. Global Burden of Hypertension : Analysis of worldwide data. Lancet,
365: 217-223

Kristanti, P. 2015. Efektivitas dan Efek Samping Penggunaan Obat Antihipertensi


Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya Vol 4 No.2

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2005. Hypertensive Vascular Disease. Dalam:


Robn and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia:
Elsevier Saunders. Page : 528- 529.

Lacy C.F., Amstrong L.L., Goldman M dan Lance L., 2008. Drug Information
Handbook. 17 th ed., Lexi Comp.

Mahmoud M.A. 2008. Drug therapy problems and Quality of life in Patient with
Chonic kidney disease. Universiti Sains Malaysia.

Mancia G., Fagard R., Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A., et al. 2013.
Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. European Heart
Journal.

Nisa K, 2012. Identifikasi Drug related Problems pada pasien hipertensi rawat
jalan di Rumah Sakit Islam klaten tahun 2010. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta

National heart, lung and blood institute 2004. The seventh report of thejoint
national commitee on prevention, detection, evaluation of the treatment of
hypertension. NIH publication No. 04-5230. August 2004

Notoatmodjo, S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Cipta

Pharmaceutical Care Network European, 2010. Classification Of Drug Related


Problems. Pharmaceutical Care Network Foundation, Zuidlaern. Diakses
pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21790687
103

Rovers J.P. 2003. Identifying drug therapy problems, dalam Rovers. J.P Currie
D., hagel H.P. McDonough R.P., Sobotka J.L A Practical guide to
pharmaceuitical care, second edition 2003 15-25 washington : american
pharmaceutical assosiation

Sani. 2008. Klasifikasi Penderita Hipertensi. Jakarta: Hal. 26 – 28

Saseen JJ et al. 2003. Treatment of Uncomplicated Hypertension. Are ACE


inhibitors And Calcium Channel Blockers As Effective As Diuretics And Beta-
Blockers. J Am Board Fam Prac. Page :156-164

Siregar, C. 2004. Farmasi Rumah Sakit. Buku kedokteran EGC : Jakarta.

Supraptia B., Nilamsari W.P., Hapsari P.P., Muzayana H.A dan Firdausi H. 2014.
Pemasalahan Terkait Obat Antihipertensi pada pasien usia lanjut di poli
geriarti RSUD Dr Soetomo Surabaya, Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 1(2), 36-41

Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular dan Renal. Jakarta :


penerbit salemba medika. Halaman 22

Strand, LM., P.C dan R.J cippole. 1990. Drug Related Problems : Their structure
and function. DICP Ann Pharmacother.

Tatro D., 2009. Drug Interaction Fact The Authority Drug Interactions, Fact and
Comparison. Wolter Kluwers., St Louis.

Tifan AH dan Nurul M. 2015. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial
pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS “Y” Periode 2015. Jurnal
Farmasi Klinis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tjokronegoro dan H. Utama 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. In: E.
Susalit, E.J. Kapojos, dan H.R. Lubis ed. Hipertensi Primer. Jakarta: Gaya
Baru. Page :453-456.
104

Undang-undang RI No.36 dan 44. 2009. Kesehatan dan Rumah Sakit. Citra
umbara : Bandung.

Vasan RS et al. 2001. Impact of High Normal Blood Pressure on the Risk of
Cardiovascular Disease, NEJM. Page :1291-1297

Wahyuni dan Eksanoto, D. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Jenis


Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di Kelurahan Jagalan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pucang Sawit Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia. 1
(1) : 79-85

Wells, B.G., J.T. Dipiro, T.L. Schwinghammer, and C.V. Dipiro, 2009.
Pharmacoterapy handbook 7th ed. United States : The Mc-graw Hill
companies, Inc. Hal : 112

WHO. 1996. Pengendalian hipertensi, laporan komisi pakar who. Bandung:


penerbit ITB

World Health Organization (WHO). 2003. International Society of Hypertension


Statement on Management of Hypertension. J Hypertens. Page : 1983-1992

Wing LM et al. 2003. A Comparison Of Outcomes With Angiotensin-Converting


Enzyme Inhibitors And Diuretics For Hypertension In The Elderly. N Eng J
Med. Page : 583-592

Wright JT Jr et al. 2002. Effect Of Blood Pressure Lowering And


Antihypertensive Drug Class On Progression Of Hypertensive Kidney
Disease:Results from the AASK trial. JAMA. Page :2421-2431

Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam Jilid I Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Jakarta. Hal: 610-14.
105

Zillich AJ et al. 2006. ASHP Therapeutic Position Statement on the Treatment of


Hypertension. Am J Health-Syst Pharm. Page :1074-1080
Lampiran 2. Classification For Drug Related Problems V 7.0

107
Lampiran 2. Classification For Drug Related Problems V 7.0

108
Lampiran 2. Classification For Drug Related Problems V 7.0

109
Lampiran 2. Classification For Drug Related Problems V 7.0

110
Lampiran 2. Classification For Drug Related Problems V 7.0

111
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Aturan Pemilihan Interaksi


No No resep RM Usia Diagnosa JK Obat pakai Dosis Keterangan Obat Keterangan Obat Keterangan dosis komplikasi TD

64 Prehipertensi L Meloxicam 7,5 amlodipin-


1 66575 (1) + stroke (0) 7,5 1x1 mg tepat meloxicam moderate tepat stroke (4) 130/90
500 valsartan-
3 Mecobalamin 2x1 mg tepat meloxicam moderate tepat
terdapat
obat AH
lain dosis
1x1 2,5 mg dosis
Amlodipin 5 pagi 5 mg tepat geriarti tinggi
1x1 80
Diovan 80 sore mg tepat tepat
44 Prehipertensi L 75
2 23374 (0) + OA (0) clopidogrel 1x1 mg tepat tidak ada tepat 140/80
simvastatin 1x1 10
13 10 mg malam mg tepat tepat
irbesartan 150
150 1x1 mg tepat tepat
allopurinol 300 asam urat
300 1x1 mg tepat tepat (1)

112
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Nitrat dan
Nitrit tdk
stabil pd CHF
dan AMI
mnyebabkan Obat
takikardia, Efektif
74 Hipertensi P eksaserbasi Tapi Tidak
3 15 66301 (2) stage I + CHF (1) nrf 1x1 myokardial Aman tidak ada tepat 150/100
irbesartan 150
150 1x1 mg tepat tepat
vastigo 3x1 tepat tepat jantung (3)
500
Mecobalamin 3x1 mg tepat tepat

74 Hipertensi L 75
4 16 56467 (2) stage I + CHF (0) clopidogrel 1x1 mg tepat aspilet-valsartan moderate tepat jantung (3) 150/90
100
Aspilet 1x1 mg tepat clopidogrel-aspilet moderate tepat

Nitrat dan
Nitrit tdk
stabil pd CHF
dan AMI
mnyebabkan Obat
takikardia, Efektif
eksaserbasi Tapi Tidak
NRF 2x1 myokardial Aman NRF-aspilet minor tepat
80
Valsartan 80 1x1 mg tepat tepat

113
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

34 Prehipertensi P
5 17 68874 (0) + CAD (1) NRF 1x1 tepat tidak ada tepat jantung (3) 140/90

dosis
dimulai 2,5
mg pada
pasien dosis
bisoprolol 5 1x1 5 mg tepat dewasa tinggi
150
ranitidin 2x1 mg tepat tepat

53 Hipertensi L 1x1
6 20 67169 (1) stage I + DM (0) glimepride 2 ac 2 mg tepat tidak ada tepat 150/90
500
metforrmin 3x1 mg tepat tepat diabetes (0)
Amlodipin 5 1x1 5 mg tepat tepat

Obat
ARB kontra Efektif
80 indikasi pada Tapi Tidak
Valsartan 80 1x1 mg pasien DM Aman tepat

obat
hipertensi
tunggal
pada
pasien
manula
69 Hipertensi L dimulai 10 dosis
7 22 90430 (2) stage II (0) Amlodipin 5 1 x1 5 mg tepat tidak ada mg kurang tidak ada 160/100

114
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

62 Hipertensi P 30
8 23 66574 (1) stage II (1) adalat oros 1x1 mg tepat tidak ada tepat tidak ada 160/110
flunarizin 1 x1 5 mg tepat tepat
Hipertensi
70 stage I + P
9 30 86798 (2) asthma (1) Amlodipin 5 1x1 5 mg tepat tidak ada tepat asthma (4) 149/90
150
retapyl SR 2 x 1/2 mg tepat tepat
terdapat
obat AH
64 Hipertensi P amlodipin- lain dosis dosis
10 37 88613 (1) stage I (1) Amlodipin 5 1x1 5 mg tepat meloxicam moderate 2,5 mg tinggi 140/90
candesartan candesartan-
8 1x1 8 mg tepat meloxicam moderate tepat

kalk 1x 1 tepat kalk-amlodipin moderate tepat tidak ada


meloxicam 15
15 1x1 mg tepat tepat

terdapat
obat ADO
lain pd
manula
dosis
60 Hipertensi L dimulai 1 dosis
11 39 61611 (1) stage I + DM (0) glimepiride 3 1 x1 ac 3 mg tepat glimepiride-aspilet moderate mg tinggi 140/90

Obat
ARB kontra Efektif
candesartan indikasi pada Tapi Tidak aspilet-
8 1x1 8 mg pasien DM Aman candesartan moderate tepat diabetes (0)

115
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

500
metforrmin 3x1 mg tepat tepat
100
Aspilet 1x1 mg tepat tepat
neourodex 1 x1 tepat tepat
52 P amlodipin-
12 51 64122 (1) Prehipertensi (1) Amlodipin 5 1 x1 5 mg tepat meloxicam moderate tepat 140/80
candesartan candesartan-
8 1x1 8 mg tepat meloxicam moderate tepat
meloxicam 15
15 1x1 mg tepat kalk-amlodipin moderate tepat tidak ada
kalk 1x1 tepat tepat

Hipertensi
49 stage I + DM + P 1x1 30
13 55 78906 (1) Dyspepsia (1) lansoprazole ac mg tepat tidak ada tepat 140/90

Amlodipin 5 1x1 5 mg tepat tepat diabetes (0)


1x1
glimepiride 2 ac 2 mg tepat tepat

79 Hipertensi P
14 59 86902 (2) stage II + CHF (1) Amlodipin 5 1x1 5 mg tepat aspilet-kalk moderate tepat 160/110

vastigo 3x1 tepat aspilet- amlodipin moderate tepat


100 amlodipin-
Aspilet 1x1 mg tepat meloxicam moderate tepat
meloxicam 15
15 1x1 mg tepat amlodipin- kalk moderate tepat

116
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

kalk 1x1 tepat meloxicam- aspilet moderate tepat jantung (3)

1x1 30
lansoprazole ac mg tepat aspilet- lansoprazol minor tepat

64 Hipertensi P 30 spironolacton-
15 72 80840 (1) stage II (1) adalat oros 1x1 mg tepat valsartan mayor tepat 170/100
160 nifedipine-
valsartan 160 1x1 mg tepat simvastatin moderate tepat
25 mg
sesuai
dengan
kadar
potassium
spironolacton 12,5 dan dosis dislipidemia
25 1 x 1/2 mg tepat kreatinin kurang (4)
simvastatin 20
20 1x1 mg tepat tepat
allopurinol 100
100 1x1 mg tepat tepat
dimulai
dengan 5
56 Hipertensi P 10 amlodipin - mg pada dosis
16 95 88301 (1) stage I (1) amlodipin 10 1x1 mg tepat simvastatin mayor HT thp I tinggi 159/99
meloxicam 15 amlodipin-
15 1 x1 mg tepat meloxicam moderate tepat tidak ada
150
ranitidin 2x1 mg tepat tepat

117
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Nitrat dan
Nitrit tdk
stabil pd CHF
dan AMI
mnyebabkan Obat
takikardia, Efektif
80 Hipertensi P eksaserbasi Tapi Tidak
17 97 60771 (2) stage II + CHF (1) NRF 2x1 myokardial Aman NRF- omeprazole minor tepat 180/110
candesartan
8 1x1 8 mg tepat tepat
20
omeprazole 1x1 mg tepat tepat jantung (3)
2,5
bisoprolol 5 1 x 1/2 mg tepat tepat
dimulai
Hipertensi dengan 5
36 stage I + L 10 mg pada dosis
18 99 75096 (0) allergic (0) amlodipin 10 1x1 mg tepat tidak ada HT thp I tinggi tidak ada 150/90

1x1 10
cetirizine malam mg tepat tepat
neurodex 1x1 tepat tepat

Obat
ARB kontra Efektif
66 Hipertensi L candesartan indikasi pada Tapi Tidak
19 105 74413 (2) stage II + DM (0) 8 1x1 8 mg pasien DM Aman tidak ada tepat diabetes (0) 160/100
1x1
glimepiride 2 ac 2 mg tepat tepat

118
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

62 Hipertensi L 1x1 spironolacton-


20 107 58678 (1) stage I + DM (0) glimepiride 2 ac 2 mg tepat candesartan mayor tepat 140/90
50
acarbose 2x1 mg tepat tepat

Obat
ARB kontra Efektif
candesartan indikasi pada Tapi Tidak
8 1x1 8 mg pasien DM Aman tepat diabetes (0)

25 mg
sesuai
dengan
dapat Obat kadar
menyebabkan Efektif potassium
spironolacton 12,5 hiperkalemia Tapi Tidak dan dosis
25 1 x 1/2 mg pd pasien DM Aman kreatinin kurang
45
ambroxol syr 3 x 1C mg tepat tepat
tdpt obat
AH lain
dimulai 2,5
57 P amlodipin- mg pd dosis
21 116 70804 (1) Prehipertensi (1) amlodipin 5 1x1 5 mg tepat bisoprolol moderate preHT tinggi 140/80
candesartan
8 1x1 8 mg tepat tepat tidak ada
dosis
bisoprolol 5 1x1 5 mg tepat tinggi

119
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Amlodipin
(CAD) dapat
meningkatkan
keparahan
angina dan Obat
dosisnya akan Efektif
81 Hipertensi L melonjak Tapi Tidak
22 81186 (2) stage II + CAD (0) NRF 2x1 tiba-tiba Aman aspilet- amlodipin moderate tepat 200/100
25 mg
sesuai
dengan
kadar
potassium
dan dosis
135 spironolacton 2 x 1/2 12.5 tepat amlodipin- NRF moderate kreatinin kurang
100
aspilet 1x1 mg tepat aspilet- NRF minor tepat

aspilet-
amlodipin 1x1 5 mg tepat spironolacton minor tepat jantung (3)

1x1 30
lansoprazole ac mg tepat aspilet- lansoprazol minor tepat
Hipertensi
57 stage I + P
23 136 58451 (1) dyspepsia (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tidak ada tepat 150/90
candesartan 1x1 8 mg tepat tepat tidak ada
1x1 30
lansoprazole ac mg tepat tepat

120
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

78 Hipertensi P
24 137 44696 (2) stage II (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tidak ada tepat tidak ada 180/90
neurodex 1x1 tepat tepat

Hipertensi
70 stage II + P
25 164 39766 (2) dyspepsia (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tidak ada tepat 200/100
1x1 30
lansoprazole ac mg tepat tepat tidak ada
plantacid 3 x 1C tepat tepat

60 Hipertensi L
26 166 78230 (1) stage II + DM (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat tidak ada tepat 160/100
lantus
flexpen 1 x 5IU 5 IU tepat tepat diabetes (0)
1x1 30
lansoprazole ac mg tepat tepat

terdapat
diuretik
Hipertensi dengan
stage I + dosis
73 asthma + P maintance dosis
27 169 69150 (2) dyspepsia (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tidak ada 25 mg tinggi 150/90
25
spironolacton 1x1 mg tepat tepat
1x1 30
lansoprazole ac mg tepat tepat
10
domperidon 3x1 mg tepat tepat astma (4)
plantacid 3 x 1C tepat tepat

121
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

50 Hipertensi P amlodipine-
28 172 89026 (1) stage I (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat natrium diclofenac moderate tepat 150/80
glucosamin 1x1 tepat tepat tidak ada
natrium 50
diclofenac 2x1 mg tepat tepat

49 Hipertensi P amlodipine- asam dosis


29 191 74264 (1) stage I + ISK (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat mefenamat moderate tinggi 150/90

candesartan- asam
candesartan 1x1 8 mg tepat mefenamat moderate tepat
500
cefadroxil 2x1 mg tepat tepat
ambroxol syr 3 x 1c tepat tepat isk (4)
asam 250
mefenamat 1 x 1/2 mg tepat tepat

Obat
ARB kontra Efektif
75 Hipertensi L indikasi pada Tapi Tidak furosemide-
30 196 43991 (2) stage II + DM (0) candesartan 1x1 8 mg pasien DM Aman glimepiride moderate tepat 170/100
tdpt obat
AH lain
40 dimulai 20 dosis
furosemide 1x1 mg tepat mg tinggi diabetes (0)
1x1
glimepiride ac 2 mg tepat tepat

122
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

HT thp I
dengan
kombinasi
Hipertensi AH lain
57 stage I + L 10 amlodipine- dimulai 2,5 dosis
31 204 66152 (1) asthma (0) amlodipin 1x1 mg tepat symbicort moderate mg tinggi 150/90

candesartan 1x1 8 mg tepat ventolin- symbicort moderate tepat asthma (4)


ventolin 3x2
inhaler puff tepat tepat
symbicort 1x1
inhaler isap tepat tepat
54 Hipertensi L
32 208 88317 (1) stage I (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat amlodipin- aspilet moderate tepat 150/89
aspilet-
candesartan 1x1 8 mg tepat candesartan moderate tepat tidak ada
100
aspilet 1x1 mg tepat tepat
neurodex 1x1 tepat tepat

72 Hipertensi L amlodipine-
33 210 66903 (2) stage II + CAD (0) bisoprolol 1 x1 5 mg tepat bisoprolol moderate tepat 190/110

160 bisoprolol-
valsartan 1 x1 mg tepat candesartan moderate tepat jantung (3)

123
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Amlodipin
(CAD) dapat
meningkatkan
keparahan
angina dan Obat
dosisnya akan Efektif
10 melonjak Tapi Tidak
amlodipin 1x1 mg tiba-tiba Aman tepat

54 Hipertensi L sodium 50 sodium diclofenac-


34 212 25494 (1) stage II + OA (0) diclofenac 2x1 mg tepat nifedipin moderate tepat 160/90

30 nifedipine- methyl
lansoprazole 1x1 mg tepat prednisolon moderate tepat

100 methylprednisolon-
allopurinol 2x1 mg tepat diclofenac moderate tepat
methyl asam urat
prednisolon 2x1 4 mg tepat tepat (1)
30
adalat oros 1x1 mg tepat tepat

56 Hipertensi L 150
35 213 63964 (1) stage II + CHF (0) irbesartan 1x1 mg tepat aspilet- irbesartan moderate tepat 160/100
100
aspilet 1x1 mg tepat aspilet- bisoprolol minor tepat

1x1 10 dimulai 20 dosis


simvastatin malam mg tepat mg kurang jantung (3)
bisoprolol 1 x 1/2 2,5 tepat tepat

124
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

mg

Hipertensi
63 stage I + CHF + P candesartan-
36 (1) asthma (1) candesartan 1x1 8 mg tepat spironolactone mayor tepat 150/100
20 furosemide-
216 66304 furosemide 1 x 1/2 mg tepat ventolin moderate tepat
25
spironolacton 1x1 mg tepat tepat

Nitrat dan
Nitrit tdk
stabil pd CHF
dan AMI
mnyebabkan Obat
takikardia, Efektif
eksaserbasi Tapi Tidak
NRF 2x1 myokardial Aman tepat jantung (3)
ventolin 3x
inhaler 1puff tepat tepat

63 Hipertensi L
37 217 84849 (1) stage II + DM (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat tidak ada tepat 160/100

Obat
ARB kontra Efektif
indikasi pada Tapi Tidak
candesartan 1x1 8 mg pasien DM Aman tepat
1x1 dosis
glimepiride ac 3 mg tepat tinggi diabetes (0)
metformin 3x1 500 tepat tepat

125
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

mg
flunarizin 1x1 5 mg tepat tepat

64 Hipertensi P amlodipine-
38 225 69883 (1) stage II + DM (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat diclofenac moderate tepat 170/110
500 diclofenac-
metformin 3x1 mg tepat glimepiride moderate tepat

glimepiride 1x1 2 mg tepat tepat diabetes (0)


natrium 50
diclofenac 2x1 mg tepat tepat
Hipertensi
57 stage I + DM + P 30
39 230 60008 (1) OA (1) Adalat oros 1x1 mg tepat adalat- metformin moderate tepat 160/90
500 candesartan-
metformin 2x1 mg tepat meloxicam moderate tepat
15
meloxicam 1x1 mg tepat adalat- meloxicam moderate tepat

Obat
ARB kontra Efektif
indikasi pada Tapi Tidak mecobalamine- dosis
candesartan 1x1 8 cm pasien DM Aman lansoprazole minor tinggi diabetes (0)
1x1 30
lansoprazol ac mg tepat tepat
500
mecobalamin 3x1 mg tepat tepat

62 Hipertensi P 10 dosis
40 235 89007 (1) stage I + OA (1) amlodipin 1x1 mg tepat amlodipine- kalk moderate tinggi tidak ada 150/80

126
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

80 amlodipine- dosis
valsartan 1x1 mg tepat meloxicam moderate tinggi
15 valsartan-
meloxicam 1x1 mg tepat meloxicam moderate tepat
kalk 1x1 tepat tepat

50 Hipertensi L amlodipine-
41 237 44957 (1) stage I + OA (0) amlodipin 1 x1 5 mg tepat meloxicam moderate tepat 150/90

15 methylprednisolon-
meloxicam 1x1 mg tepat meloxicam moderate tepat tidak ada

methyl amlodipine-
prednisolon 2x1 4 mg tepat methylprednisolon moderate tepat

75 Hipertensi P
42 254 13724 (2) stage II + OA (1) candesartan 1x1 8 mg tepat tidak ada tepat 190/100
kalk 1x1 tepat tepat tidak ada
neurodex 1x1 tepat tepat
1x1 30
lansoprazol ac mg tepat tepat

77 Hipertensi L
43 257 67181 (2) stage II + CHF (0) bisoprolol 1x1 5 mg tepat tidak ada tepat 200/110
80
diovan 1x1 mg tepat tepat jantung (3)
10 dosis
ISDN 2x1 mg tepat tinggi

127
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

63 Hipertensi L
44 261 73819 (1) stage II + DM (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat aspilet- amlodipin moderate tepat 180/90

sanadryl exp 3 x 1c tepat aspilet- novorapid moderate tepat


500
metformin 2x1 mg tepat aspilet- metformin moderate tepat
1x8
levemir IU tepat metformin- levemir moderate tepat diabetes (0)
3 x 10 metformin-
novorapid IU tepat novorapid moderate tepat
100
aspilet 1x1 mg tepat tepat
62 Prehipertensi P dosis
45 280 67651 (1) + DM (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat aspilet- amlodipin moderate tinggi 130/90
1x1
glimepiride ac 2 mg tepat aspilet- glimepiride moderate tepat
1x1 100
gabapentin malam mg tepat tepat diabetes (0)
100
aspilet 1x1 mg tepat tepat
neurodex 1x1 tepat tepat
500
mecobalamin 1x1 mg tepat tepat

Hipertensi
62 stage II + DM P amlodipin-
46 282 59499 (1) + dyspepsia (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat meloxicam moderate tepat 190/100
50 metformin-
acarbose 3x1 mg tepat acarbose minor tepat

128
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

500
metformin 2x1 mg tepat tepat diabetes (0)
30
lansoprazol 1x1 mg tepat tepat
15
meloxicam 1x1 mg tepat tepat
500
glucosamin 1x1 mg tepat tepat

63 Hipertensi P metformin-
47 287 40716 (1) stage II + DM (1) glimepiride 1x1 2 mg tepat acarbose minor tepat 160/100
100
acarbose 2x1 mg tepat tepat diabetes (0)
500
metformin 2x1 mg tepat tepat

Obat
ARB kontra Efektif
indikasi pada Tapi Tidak
candesartan 1x1 8 mg pasien DM Aman tepat

Obat
Hypertensi ARB kontra Efektif
59 stage I + CAD L indikasi pada Tapi Tidak spironolacton-
48 321 59992 (1) + DM (0) candesartan 1x1 8 mg pasien DM Aman candesartan mayor tepat 160/90
1x1 glimepiride-
glimepiride ac 2 mg tepat clopidogrel minor tepat
75
clopidogrel 1x1 mg tepat tepat lainnya (4)

129
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

dapat Obat
menyebabkan Efektif
12,5 hiperkalemia Tapi Tidak dosis
spironolacton 1 x 1/2 mg pd pasien DM Aman kurang
NRF 2x1 tepat tepat
Hypertensi
52 stage I + P methylprednisolon- dosis
49 322 59182 (1) dyspepsia (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat diclofenac moderate tinggi 140/90

methylprednisolon-
candesartan 1x1 8 mg tepat candesartan moderate tepat
natrium 50 amlodipin- asam urat
diclofenac 2x1 mg tepat diclofenac moderate tepat (1)
150 diclofenac-
ranitidin 2x1 mg tepat ranitidin minor tepat

methyl diclofenac-
prednisolon 2x1 4 mg tepat candesartan moderate tepat
ambroxol syr 3 x 1c tepat tepat

58 Hypertensi L dosis
50 328 65053 (1) stage II + DM (0) glikuidon 2x1 tepat tidak ada tinggi 200/100

200 dosis
herbesser Cd 1x1 mg tepat kurang diabetes (0)

130
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Obat
ARB kontra Efektif
80 indikasi pada Tapi Tidak
diovan 1x1 mg pasien DM Aman tepat

50 Hypertensi L 12,5 spironolactone-


51 329 64282 (1) stage II + CAD (0) spironolacton 1 x 1/2 mg tepat valsartan mayor tepat 160/100

80 methylprednisolon-
valsartan 1x1 mg tepat valsartan moderate tepat jantung (3)

30 methylprednisolon-
ambroxol tab 3x1 mg tepat spironolactone moderate tepat
150
ranitidin 2x1 mg tepat tepat
75
clopidogrel 1x1 mg tepat tepat
methyl
prednisolon 2x1 4 mg tepat tepat

Hipertensi
58 stage II + L 80 spironolacton-
52 331 33281 (1) hypertyriodsm (0) valsartan 1x1 mg tepat valsartan mayor tepat 210/110
12,5
spironolacton 1 x 1/2 mg tepat tepat tiroid (4)
thyrozol 1x1 5 mg tepat tepat

131
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Hipertensi
60 stage II + DM P amlodipine- dosis
53 333 62251 (1) + OA (1) glimepiride 1x1 3 mg tepat meloxicam moderate tinggi 170/100
1x1 15 glimepiride- dosis
deculin ac mg tepat meloxicam moderate tinggi
100 dosis
acarbose 2x1 mg tepat tinggi
15
meloxicam 1x1 mg tepat tepat
1x1 30
lansoprazol ac mg tepat tepat diabetes (0)
amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat
100
cefixim 2x1 mg tepat tepat
64 Hipertensi P
54 359 88836 (1) stage II (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tidak ada tepat tidak ada 180/100
10
cetirizin 1x1 mg tepat tepat

62 Hipertensi P 30
55 365 91048 (1) stage I + OA (1) adalat oros 1x1 mg tepat adalat- kalk moderate tepat 170/90
15
meloxicam 1x1 mg tepat adalat- meloxicam moderate tepat
1x1 30
lansoprazole ac mg tepat tepat tidak ada
kalk 1x1 tepat tepat

Hipertensi
32 stage II + L 80
56 366 91061 (0) dyspepsia (0) valsartan 1x1 mg tepat tidak ada tepat 180/100

132
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

1x1 30
lansoprazole ac mg tepat tepat
10
domperidon 3x1 mg tepat tepat tidak ada
plantacid 3x1 tepat tepat

73 Hipertensi P 500 spironolactone-


57 369 87836 (2) stage I + DM (1) metformin 3x1 mg tepat ramipril mayor tepat 150/90
1x1 20 furosemide- dosis
deculin ac mg tepat methyl moderate tinggi
1x1
glimepiride ac 1 mg tepat methyl- deculin moderate tepat
20
furosemid 1 x 1/2 mg tepat methyl- glimepiride moderate tepat

dapat Obat
menyebabkan Efektif
12,5 hiperkalemia Tapi Tidak ramipril- dosis
spironolacton 1 x 1/2 mg pd pasien DM Aman glimepiride moderate kurang diabetes (0)

2,5 furosemide- dosis


ramipril 1 x 1/2 mg tepat glimepiride moderate tinggi

methyl furosemide-
prednisolon 1x1 4 mg tepat metformin moderate tepat

66 Hipertensi P 30
58 375 32425 (2) stage II + DM (1) adalat oros 1x1 mg tepat methyl- metformin moderate tepat 190/100

133
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

500 spironolactone-
metformin 3x1 mg tepat metformin moderate tepat
1x1
glimepiride ac 1 mg tepat methyl- ramipril moderate tepat diabetes (0)
100 furosemide-
aspilet 1x1 mg tepat ramipril moderate tepat

Hipertensi
59 stage I + OA + L methyl-
59 381 82683 (1) dyspepsia (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat spironolactone moderate tepat 170/90
15 furosemide-
meloxicam 1x1 mg tepat deculin moderate tepat

eperison HCl 3x1 tepat adalat- metformin moderate tepat tidak ada
1x1 20
omeprazole ac mg tepat adalat- aspilet moderate tepat
Hipertensi
65 stage I + P
60 410 90152 (1) stroke (1) amlodipin 1 x1 5 mg tepat aspilet- glimepiride moderate tepat 160/80
75
clopidogrel 1x1 mg tepat tepat stroke (4)
amlodipin-
neurodex 1x1 tepat meloxicam moderate tepat

Hipertensi
57 stage I + DM + P 1/2- 40
61 411 15800 (1) asthma (1) glucodex 1/2-0 mg tepat tepat 150/90

134
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

dapat Obat
menyebabkan Efektif
12,5 hiperkalemia Tapi Tidak dosis
spironolacton 1 x 1/2 mg pd pasien DM Aman kurang

ambroxol syr 3 x 1c tepat tepat diabetes (0)


symbicort 2x2
turb puff tepat tidak ada tepat

Amlodipin
(CAD) dapat
meningkatkan
keparahan
angina dan Obat
dosisnya akan Efektif
54 Hipertensi P melonjak Tapi Tidak
62 418 74045 (1) stage I + CAD (1) amlodipin 1x1 5 mg tiba-tiba Aman tepat 150/80
candesartan 1x1 8 mg tepat tepat

100 spironolactone-
aspilet 1x1 mg tepat symbicort moderate tepat tidak ada
neurodex 1x1 tepat tepat
15
meloxicam 1x1 mg tepat tepat

Obat
Hipertensi ARB kontra Efektif
63 stage I + CAD P indikasi pada Tapi Tidak
63 419 82945 (1) + DM (1) candesartan 1x1 8 mg pasien DM Aman tepat 160/90

135
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

50 aspilet-
acarbose 2x1 mg tepat candesartan moderate tepat diabetes (0)
1x1
glimepiride ac 2 mg tepat aspilet- amlodipin moderate tepat
100
aspilet 1x1 mg tepat meloxicam- aspilet moderate tepat

dapat Obat
menyebabkan Efektif
12,5 hiperkalemia Tapi Tidak meloxicam- dosis
spironolacton 1 x 1/2 mg pd pasien DM Aman amlodipin moderate kurang

12,5 meloxicam- dosis


HCT 1 x 1/2 mg tepat candesartan moderate kurang

46 Hipertensi P spironolactone-
64 421 86219 (1) stage I (1) candesartan 1x1 8 mg tepat candesartan mayor tepat 150/90
150
ranitidin HCl 2x1 mg tepat HCT- acarbose moderate tepat tidak ada

neurodex 1x1 tepat aspirin- glimepiride moderate tepat


Hipertensi
stage I + P 1x1 30 aspirin-
65 424 90512 57(1) dyspepsia (1) lansoprazole ac mg tepat candesartan moderate tepat 160/90

aspirin-
neurodex 1x1 tepat spironolactone moderate tepat tidak ada

136
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

candesartan 1x1 8 mg tepat HCT- glimepiride moderate tepat

Obat
Hipertensi ARB kontra Efektif
60 stage I + DM + L 80 indikasi pada Tapi Tidak
66 425 58381 (1) CAD (0) valsartan 1x1 mg pasien DM Aman tidak ada tepat 160/80

Amlodipin
(CAD) dapat
meningkatkan
keparahan
angina dan Obat
dosisnya akan Efektif
melonjak Tapi Tidak dosis
amlodipin 1x1 5 mg tiba-tiba Aman tinggi diabetes (0)
1x1
glimepiride ac 1 mg tepat tepat
100
aspilet 1x1 mg tepat tidak ada tepat
52 Hipertensi P
67 429 68037 (1) stage I (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat 190/90
candesartan 1x1 8 mg tepat tepat tidak ada
10
cetirizin 1x1 mg tepat aspilet- valsartan moderate tepat

Hipertensi
70 stage I + CHF + L
68 10109 (2) prostat (0) candesartan 1x1 8 mg tepat aspilet- amlodipin moderate tepat prostat (4) 180/90

137
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

1x1
462 hytroz malam 2 mg tepat aspilet- glimepiride moderate tepat
0,125 10-12,5 dosis
digoxin 1 x 1/2 mg tepat mcg/kg BB kurang
20
furosemid 1 x 1/2 mg tepat tidak ada tepat

12,5 dosis
spironolacton 1 x 1/2 mg tepat kurang
10
cetirizin 1x1 mg tepat tepat

Hipertensi
63 stage I + DM + L spironolactone-
69 466 29836 (1) CHF (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat candesartan mayor tepat diabetes (0) 190/80
50 furosemide-
acarbose 3x1 mg tepat digoxin moderate tepat
1x1
ac 500 digoxin-
metformin siang mg tepat spironolactone minor tepat

Nitrat dan
Nitrit tdk
stabil pd CHF
dan AMI
mnyebabkan Obat
takikardia, Efektif
eksaserbasi Tapi Tidak
NRF 2x1 myokardial Aman tepat
100
aspilet 1x1 mg tepat tepat

138
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

harnal ocas 1x1 tepat tepat

Hipertensi
83 stage II + CHF L
70 473 60706 (2) + ISPA (0) candesartan 1x1 8 mg tepat amlodipin- aspilet moderate tepat jantung (3) 200/100

ambroxol syr 3 x 1C tepat NRF- amlodipin moderate tepat


500
cefadroxil 2x1 mg tepat aspilet- NRF minor tepat
500 metformin-
paracetamol 3x1 mg tepat acarbose minor tepat
20
furosemid 1 x 1/2 mg tepat tepat
flunarizin 1x1 5 mg tepat tepat

Kontra Obat
Indikasi pada Efektif
6,25 penyakit Tapi Tidak furosemide- dosis
v-block 1x1 mg asthma Aman cefadroxil moderate kurang

Obat
ARB kontra Efektif
72 Hipertensi L 80 indikasi pada Tapi Tidak
71 470 64880 (1) stage I + DM (0) valsartan 1x1 mg pasien DM Aman furosemide- vblock moderate tepat diabetes (0) 180/90
1x1
glimepiride ac pagi 2 mg tepat tepat
15
meloxicam 1x1 mg tepat tepat
500
metformin 2x1 mg tepat tepat

139
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

50
acarbose 2x1 mg tepat tepat
Hipertensi
64 stage II + DM L 500
72 475 65219 (1) + OA (0) metformin 2x1 mg tepat tepat diabetes (0) 180/100
100 glimepiride- dosis
acarbose 2x1 mg tepat meloxicam moderate tinggi
1x1 100 valsartan-
allopurinol malam mg tepat meloxicam moderate tepat
1x1 metformin-
hytroz malam 2 mg tepat acarbose minor tepat
100
aspilet 1x1 mg tepat tepat
amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat

50 Hipertensi L 1x1 dosis


73 476 86277 (1) stage II + DM (0) glimepiride ac 4 mg tepat aspilet- amlodipin moderate tinggi diabetes (0) 200/100
500 metformin-
metformin 3x1 mg tepat acarbose minor tepat
amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat
1x1 15
deculin ac mg tepat tepat

75 Hipertensi P 15 asam urat


74 480 85414 (2) stage I + OA (1) meloxicam 1x1 mg tepat tepat (1) 180/90
amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat
100
aspilet 1x1 mg tepat tidak ada tepat
kalk 1x1 tepat tepat
neurodex 1x1 tepat tepat

140
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

NRF 2x1 tepat tepat

tepat aspilet- kalk moderate tepat


Hipertensi
64 stage I + OA + P 100
75 482 72078 (1) CAD (1) aspilet 1x1 mg tepat aspilet- amlodipin moderate tepat jantung (3) 170/80

neurodex 1x1 tepat kalk- amlodipin moderate tepat


15
meloxicam 1x1 mg tepat NRF- amlodipin moderate tepat
30 amlodipin-
adalat oros 1x1 mg tepat meloxicam moderate tepat
Hipertensi
59 stage I + P
76 484 61127 (1) dyspepsia (1) candesartan 1x1 8 mg tepat aspilet- meloxicam moderate tepat tidak ada 150/90
10
domperidon 3x1 mg tepat aspilet- NRF minor tepat
500
ciprofloxcacin 2x1 mg tepat aspilet- adalat moderate tepat
1x1
lansoprazole ac tepat adalat- meloxicam moderate tepat
47 Hipertensi P
77 489 74163 (1) stage II (1) amlodipin 1X1 5 mg tepat aspilet- meloxicam moderate tepat tidak ada 160/100
1X1 30
lansoprazole AC mg tepat tepat
dosis
paracetamol 3x1 tepat tidak ada tinggi
70 Hipertensi L
78 494 69458 (2) stage I (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat tidak ada 160/90

141
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

candesartan 1x1 8 mg tepat tepat


53 Hipertensi P
79 504 88561 (1) stage I (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat tidak ada 170/90
neurodex 1x1 tepat tidak ada tepat
flunarizin 1x1 tepat tepat
63 Hipertensi P
80 506 77157 (1) stage I (1) candesartan 1x1 8 mg tepat tepat tidak ada 160/90
15
meloxicam 1x1 mg tepat tidak ada tepat
sanadryl exp
sir 3 x 1c tepat tepat
cefadroxil 2x1 tepat tidak ada tepat

Hipertensi
60 stage II + P
81 507 90426 (1) dyslipidemia (1) candesartan 1 x 1/2 4 mg tepat tepat tidak ada 170/90
100 dosis
aspilet 1x1 mg tepat tinggi

300 candesartan-
fenofibrate 1x1 mg tepat meloxicam moderate tepat
62 Hipertensi P 80
82 91196 (1) stage II (1) valsartan 1x1 mg tepat tidak ada 180/100
534 tepat tepat

Hipertensi
64 stage I + DM + L 500
83 542 62508 (1) prostat (0) metformin 3x1 mg tepat tepat diabetes (0) 150/90

142
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

1x1 aspilet-
glimepiride ac 2 mg tepat candesartan moderate tepat
1x1 15
deculin ac mg tepat tepat

Obat
ARB kontra Efektif
1x1 indikasi pada Tapi Tidak
candesartan ac 8 mg pasien DM Aman tepat

1x1 dosis
hytroz malam 2 mg tepat tidak ada kurang
Hipertensi
65 stage I + DM + L 100
84 544 91206 (2) OA (0) herbeser CD 1x1 mg tepat tepat diabetes (0) 170/90

Obat
ARB kontra Efektif
80 indikasi pada Tapi Tidak
valsartan 1x1 mg pasien DM Aman tidak ada tepat
500
metformin 3x1 mg tepat tepat
100
aspilet 1x1 mg tepat tepat
50
acarbose 2x1 mg tepat tepat
15
meloxicam 1x1 mg tepat tepat
59 Hipertensi P 30
85 545 74845 (1) stage II (1) adalat oros 1x1 mg tepat herbesser- aspilet moderate tepat tidak ada 190/100

143
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

1x1 herbesser-
lansoprazole ac tepat meloxicam moderate tepat
valsartan-
meloxicam 1x1 tepat meloxicam moderate tepat

flunarizin 1x1 tepat aspilet- valsartan moderate tepat

71 Hipertensi P metformin- dosis asam urat


86 549 49753 (2) stage I + OA (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat acarbose minor tinggi (1) 180/90
40
furosemide 1x1 mg tepat tepat

neurodex 1x1 tepat adalat- meloxicam moderate tepat


starfolat 1x1 tepat tepat
1x1
lansoprazole ac tepat tepat
sucralfate sir 3x1C tepat tepat

100 furosemide-
allopurinol 1x1 mg tepat sucralfat moderate tepat

Hipertensi
79 stage I + DM + P allopurinol- dosis
87 551 68765 (2) asthma (1) glimepiride 1 x ac 2 mg tepat sucralfat moderate tinggi diabetes (0) 180/90
furosemide-
amlodipin 1x1 5 mg tepat lansoprazol moderate tepat

144
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Obat
ARB kontra Efektif
indikasi pada Tapi Tidak sucralfate-
candesartan 1x1 8 mg pasien DM Aman lansoprazol moderate tepat
berotec
inhaler sprn tepat tepat
retapyl 1x1 tepat tepat
neurodex 1x1 tepat tepat
63 Hipertensi P
88 553 83299 (1) stage II (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat retapyl- berotec moderate tepat tidak ada 190/110

candesartan 1x1 8 mg tepat amlodipin- berotec moderate tepat


ketokonazol candesartan-
cr ue tepat berotec moderate tepat
cetirizin 1x1 tepat tepat
28 Hipertensi P
89 558 45430 (0) stage I (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat tidak ada 150/80
candesartan 1x1 8 mg tepat tepat
49 Hipertensi L 25 dosis
90 559 81457 (1) stage I (0) captropil 2x1 mg tepat tidak ada tinggi tidak ada 149/99
10
amlodipin 1x1 mg tepat tepat
300
allopurinol 1x1 mg tepat tepat

52 Hipertensi L 100
91 578 81540 (1) stage I + CAD (0) aspilet 1x1 mg tepat tepat jantung (3) 140/80
80
valsartan 1x1 mg tepat tidak ada tepat

145
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Amlodipin
(CAD) dapat
meningkatkan
keparahan
angina dan Obat
dosisnya akan Efektif
melonjak Tapi Tidak
amlodipin 1x1 5 mg tiba-tiba Aman tepat

captropil-
NRF 1x1 tepat allopurinol mayor tepat

51 Hipertensi P captropil- dosis


92 591 82865 (1) stage I + CHF (1) candesartan 1x1 8 mg tepat amlodipin minor tinggi jantung (3) 150/100
bisoprolol 1x1 5 mg tepat tepat
75
clopidogrel 1x1 mg tepat aspilet- valsartan moderate tepat

ranitidin Hcl 2x1 tepat aspilet- amlodipin moderate tepat


55 Hipertensi P
93 592 90636 (1) stage I (1) candesartan 1x1 8 mg tepat NRF- amlodipin moderate tepat tidak ada 150/90
15
meloxicam 1x1 mg tepat NRF- aspilet minor tepat
dosis
ranitidin Hcl 2x1 tepat tidak ada tinggi
68 Hipertensi P
94 594 55950 (2) stage I (1) amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat tidak ada 140/90
80
valsartan 1x1 mg tepat tepat

146
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

natrium 50
diclofenak 2x1 mg tepat tepat

candesartan-
ranitidin Hcl 2x1 tepat meloxicam moderate tepat
64 Hipertensi P
95 595 43176 (1) stage I (1) candesartan 1x1 8 mg tepat tepat tidak ada 160/90
ambroxol sir 3 x 1C tepat tepat
49 Hipertensi P 15 diclofenac-
96 597 88170 (1) stage I (1) meloxicam 1x1 mg tepat amlodipin moderate tepat tidakada 170/90
diclofenac-
amlodipin 1x1 5 mg tepat valsartan moderate tepat
omeprazole 1x1 tepat tepat
69 Hipertensi P
97 599 72926 (2) stage II (1) candesartan 1x1 8 mg tepat tepat tidak ada 180/100
20
furosemide 1 x 1/2 mg tepat tidak ada tepat
plantacid sir 3 x 1c tepat tepat
natrium 50 amlodipin-
diclofenak 2x1 mg tepat meloxicam moderate tepat
dosis
ranitidin Hcl 2 x1 tepat tinggi

Obat
ARB kontra Efektif
79 Hipertensi P 16 indikasi pada Tapi Tidak dosis
98 601 43544 (2) stage I + DM (1) candesartan 1x1 mg pasien DM Aman tinggi diabetes (0) 170/90
furosemide-
bisoprolol 1x1 5 mg tepat diclofenac moderate tepat

147
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

1x1 candesartan-
lansoprazole ac tepat diclofenac moderate tepat
ranitidin-
plantacid sir 3 x 1c tepat diclofenac minor tepat
100 dosis
acarbose 2x1 mg tepat ranitidin- plantacid minor tinggi
62 Hipertensi P 10
99 80736 (1) stage I (1) amlodipin 1x1 mg tepat tidak ada 170/90
bisoprolol-
620 tepat plantacid minor tepat

59 Hipertensi L
100 623 76256 (1) stage I + DM (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat diabetes (0) 160/90
500
metformin 3x1 mg tepat tepat
75
clopidogrel 1x1 mg tepat tepat
Hipertensi
76 stage I + L
101 624 71662 (2) dyspepsia (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat tepat tidak ada 150/90
1x1
lansoprazole ac tepat tidak ada tepat
plantacid sir 3 x 1c tepat tepat
62 Prehipertensi L asam urat
102 625 80978 (1) + OA (0) candesartan 1x1 8 mg tepat tidak ada tepat (1) 140/80
100
allopurinol 1x1 mg tepat tepat
15
meloxicam 1x1 mg tepat tepat

148
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

methyl dosis
prednisolon 1x1 tepat tidak ada tinggi

Obat
ARB kontra Efektif
76 Prehipertensi P 16 indikasi pada Tapi Tidak dosis
103 629 79858 (2) + DM (1) candesartan 1x1 mg pasien DM Aman tinggi diabetes (0) 149/80
10
amlodipin 1x1 mg tepat tepat

dapat Obat
menyebabkan Efektif
12,5 hiperkalemia Tapi Tidak methyl-
spironolacton 1 x 1/2 mg pd pasien DM Aman candesartan moderate tepat
20
furosemide 1 x 1/2 mg tepat methyl- meloxicam moderate tepat

53 Hipertensi L meloxicam-
104 630 86463 (1) stage II + DM (0) amlodipin 1x1 5 mg tepat candesartan moderate tepat diabetes (0) 170/100

Obat
ARB kontra Efektif
indikasi pada Tapi Tidak dosis
candesartan 1x1 8 mg pasien DM Aman tinggi

149
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

candesartan-
bisoprolol 1x1 5 mg tepat spironolactone mayor tepat
100
aptor 1x1 mg tepat tepat
novorapid 3x1 12 IU tepat tepat
tepat

aspilet- amlodipin moderate tepat


Hipertensi
69 stage I + CAD P aspilet-
105 632 88927 (1) + OA (1) candesartan 1x1 8 mg tepat candesartan moderate tepat jantung (3) 160/90
100 amlodipin- dosis
aptor 1x1 mg tepat bisoprolol moderate kurang
300
allopurinol 1x1 mg tepat aspirin- novorapid moderate tepat
20 candesartan- dosis
furosemide 1 x 1/2 mg tepat novorapid moderate tinggi
12,5 bisoprolol-
spironolacton 1 x 1/2 mg tepat novorapid moderate tepat
6,25
v-block 1x1 mg tepat aspilet- bisoprolol minor tepat

spironolactone-
candesartan mayor tepat
51 Hipertensi L 10 spironolacton-
106 633 86376 (1) stage II (0) amlodipin 1x1 mg tepat vblock moderate tepat tidak ada 190/110

150
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

16 dosis
candesartan 1x1 mg tepat furosemide- vblock moderate kurang

59 Hipertensi L 500 aspilet-


107 640 83116 (1) stage II + CAD (0) NRF 2x1 mcg tepat candesartan moderate tepat jantung (3) 200/100
16
candesartan 1x1 mg tepat furosemide- aspilet minor tepat

100 aspilet-
aptor 1x1 mg tepat spironolacton minor tepat
10
simvastatin 1x1 mg tepat aspilet- vblock minor tepat
Hipertensi
68 stage II + L 500 dosis
108 644 48619 (2) asthma (0) NRF 1x1 mcg tepat tidak ada kurang lain-lain (4) 180/90
dosis
candesartan 1x1 8 mg tepat tinggi

300 aspilet- dosis


retapyl 1x1 mg tepat candesartan moderate kurang

33 Hipertensi P
109 645 74510 (0) stage II + CAD (1) isdn 2x1 5 mg tepat aspilet- NRF minor tepat jantung (3) 180/90
6,25
captropil 2 x 1/2 mg tepat tepat

64 Hipertensi L 40 dosis
110 697 79673 (2) stage II + CAD (0) furosemide 2x1 mg tepat tinggi jantung (3) 170/90

151
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

12,5
spironolacton 1 x 1/2 mg tepat tidak ada tepat

75 dosis
clopidogrel 1x1 mg tepat kurang
dosis
candesartan 1x1 8 mg tepat tinggi

Hipertensi
stage II +
67 asthma + L 10
111 744 88574 (2) dyslipidemia (0) amlodipin 1x1 mg tepat captopril- isdn moderate tepat lain-lain (4) 180/100
berotec
inhaler prn tepat tepat

10 spironolacton-
simvastatin 1x1 mg tepat candesartan mayor tepat

44 Hipertensi P 10 dosis
112 749 89006 (0) stage II + DM (1) amlodipin 1x1 mg tepat tinggi diabetes (0) 160/90

Obat
ARB kontra Efektif
80 indikasi pada Tapi Tidak
valsartan 1x1 mg pasien DM Aman tepat
500
metformin 3x1 mg tepat tepat

152
Lampiran 3. Data Resep dan Rekam Medik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

amlodipin-
glimepiride 1x1 1 mg tepat simvastatin mayor tepat

fenofibrat 1x1 300 g tepat amlodipin- berotec minor tepat

63 Hipertensi L 2,5
113 779 68833 (1) stage II + CAD (0) bisoprolol 1 x 1/2 mg tepat tepat jantung (3) 170/100
75 glimepiride-
clopidogrel 1x1 mg tepat fenofibrat moderate tepat
30
diltiazem HCl 3x1 mg tepat tepat
plantacid sir 3 X IC tepat tepat
150
ranitidin HCl 2x1 mg tepat tepat

59 Hipertensi P
114 788 78545 (1) stage II + DM (1) glimepiride 1x1 2 mg tepat diabetes (0) 170/90
500 diltiazem-
metformin 2x1 mg tepat bisoprolol mayor Tepat

amlodipin 1x1 5 mg tepat ranitidin- plantacid minor Tepat

Obat
ARB kontra Efektif
indikasi pada Tapi Tidak bisoprolol-
candesartan 1x1 8 mg pasien DM Aman plantacid minor tepat

153
Lampiran 4. Distribusi Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS
“X” Palembang Januari – Maret 2017 berdasarkan SPSS 16
for windows

Statistics

Kelompok Ada tidaknya


Jenis Kelamin Kelompok Usia Tekanan Darah komplikasi

N Valid 114 114 114 114

Missing 0 0 0 0

Frequency Table

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 49 43.0 43.0 43.0

Perempuan 65 57.0 57.0 100.0

Total 114 100.0 100.0

154
Lampiran 4. Distribusi Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X”
Palembang Januari – Maret 2017 berdasarkan SPSS 16 for
windows

Kelompok Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 26-45 tahun 7 6.1 6.1 6.1

46-65 tahun 75 65.8 65.8 71.9

> 65 tahun 32 28.1 28.1 100.0

Total 114 100.0 100.0

Kelompok Tekanan Darah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Prehipertensi (< 140/90


8 7.0 7.0 7.0
mmHg)

HT tahap I (140/90 - 159/99


59 51.8 51.8 58.8
mmHg)

HT tahap II (> 160/100


47 41.2 41.2 100.0
mmHg)

Total 114 100.0 100.0

155
Lampiran 4. Distribusi Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X”
Palembang Januari – Maret 2017 berdasarkan SPSS 16 for
windows

Ada tidaknya komplikasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid diabetes 34 29.8 29.8 29.8

asam urat 6 5.3 5.3 35.1

jantung 20 17.5 17.5 52.6

lain-lain 12 10.5 10.5 63.2

tidak ada 42 36.8 36.8 100.0

Total 114 100.0 100.0

156
Lampiran 4. Distribusi Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X”
Palembang Januari – Maret 2017 berdasarkan SPSS 16 for
windows

157
Lampiran 5.Distribusi Kejadian Drug Related Problems (DRPs) Kategori
Interaksi Obat pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan RS “X”
Palembang Januari – Maret 2017 berdasarkan SPSS 16 for
windows

Statistics

Interaksi Obat

N Valid 240

Missing 0

Interaksi Obat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid minor 32 13.3 13.3 13.3

moderate 151 62.9 62.9 76.2

mayor 16 6.7 6.7 82.9

tidak ada 41 17.1 17.1 100.0

Total 240 100.0 100.0

158
Lampiran 6.Distribusi Kejadian Drug Related Problems (DRPs) Kategori
Ketepatan Pemilihan Obat dan Tepat Dosis Pasien Hipertensi
Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

Statistics

Ketepatan
Pemilihan Obat Ketepatan Dosis

N Valid 459 459

Missing 0 0

Frequency Table

Ketepatan Pemilihan Obat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Obat Efektif tapi tidak aman 38 8.3 8.3 8.3

tepat 421 91.7 91.7 100.0

Total 459 100.0 100.0

Ketepatan Dosis

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Dosis Terlalu Tinggi 46 10.0 10.0 10.0

Dosis Kurang 20 4.4 4.4 14.4

Tepat 393 85.6 85.6 100.0

Total 459 100.0 100.0

159
Lampiran 6.Distribusi Kejadian Drug Related Problems (DRPs) Kategori
Ketepatan Pemilihan Obat dan Tepat Dosis Pasien Hipertensi
Rawat Jalan RS “X” Palembang Januari – Maret 2017

160

Anda mungkin juga menyukai