Anda di halaman 1dari 106

SKRIPSI

PERBANDINGAN METODE REFLUKS DAN MASERASI MAGNETIC


STIRRER TERHADAP KADAR FLAVONOID TOTAL DAN AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DARI EKTRAK DAUN JAMBU BOL
(Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)

AULIANA REZKY
B1A119321

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2023

i
SKRIPSI

PERBANDINGAN METODE REFLUKS DAN MASERASI MAGNETIC


STIRRER TERHADAP KADAR FLAVONOID TOTAL DAN AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DARI EKTRAK DAUN JAMBU BOL
(Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Farmasi Pada Universitas Megarezky

AULIANA REZKY
B1A119321

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

PERBANDINGAN METODE REFLUKS DAN MASERASI MAGNETIC


STIRRER TERHADAP KADAR FLAVONOID TOTAL DAN AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DARI EKTRAK DAUN JAMBU BOL
(Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan


Tim Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Megarezky
pada hari Jumat tanggal 18 Agustus 2023

Pembimbing I Pembimbing II

apt. Sri Wahyuningsih, S.Si.,M.Si Putri Indah Sari, S.Farm.,M.Si


NIDN.0904108902 NIDN.0927098904

Ketua Program Studi S1 Farmasi

apt. Ahmad Irsyad Aliah, S.Farm.,M.Si


NIDN.0927099701

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Pada hari ini Jumat Tanggal 18 Agustus 2023, bertempat di ruang Apoteker
Universitas Megarezky, telah dilaksanakan ujian sidang skripsi sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Sarjana Farmasi terhadap
mahasiswa atas nama :

Nama : Auliana Rezky


NIM : B1A119321
Program Studi : Farmasi
Jenjang : Strata 1
Judul Skripsi :PERBANDINGAN METODE REFLUKS DAN MASERASI
MAGNETIC STIRRER TERHADAP KADAR FLAVONOID
TOTAL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI
EKSTRAK DAUN JAMBU BOL (Syzygium malaccense (L.)
Merr & Perry)

Yang telah diuji oleh Tim Penguji Skripsi, sebagai berikut :

Tim Penguji Tanda Tangan

1. apt. Sri Wahyuningsih, S.Si., M.Si (……………….)

2. Putri Indah Sari, S.Farm., M.Si (……………….)

3. apt. Asti Vebrianti Asjur, S.Si., M.Si (……………….)

Dekan, Ketua Program Studi,

Dr. apt. Jangga, S.Si.,M.Kes. apt. Ahmad Irsyad Aliah, S.Farm.,M.Si


NIP. 196812312005011006 NIDN. 09 2709 9701

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan

judul “PERBANDINGAN METODE REFLUKS DAN MASERASI MAGNETIC

STIRRER TERHADAP KADAR FLAVONOID TOTAL DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN DARI EKTRAK DAUN JAMBU BOL (Syzygium malaccense

(L.) MERR & PERRY)”. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang

pendidikan strata-1 jurusan farmasi. Tak lupa pula penulis panjatkan shalawat

serta salam kepada junjungan Nabiullah Muhammad SAW, yang senantiasa

menjadi penerang bagi kehidupan umat muslim diseluruh dunia.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan dukungan dan bantuan

dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, berupa motivasi,

saran dan petunjuk-petunjuk sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana

mestinya. Terkhusus ucapan terimakasih penulis haturkan kepada orang tua

tercinta, ayahanda Haerulla dan ibunda Nurlina atas dukungan secara doa dan

finansial serta nasehat kepada penulis, dan ucapan terimakasih pula untuk saudara

tercinta yang selalu menjadi penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan

kuliah dan seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan doa dan restunya.

Kemudian dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis juga mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu apt. Sri Wahyuningsih, S.Si.,M.Si

selaku pembimbing I dan Ibu Putri Indah Sari, S.Farm.,M.Si. selaku pembimbing

II yang dengan penuh kesabaran dan meluangkan waktu, tenaga dan


pikirannya untuk memberikan perhatian, bimbingan dan arahan kepada penulis.

Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Hj. Suryani, SH.,MH. selaku ketua Yayasan Pendidikan Islam Mega

Rezky Makassar.

2. Bapak Prof. DR.dr. Ali Aspar Mappahya, Sp.PD.Sp.JP(K) selaku Rektor

Universitas Megarezky.

3. Bapak apt. Dr. Jangga, S.Si.,M.Kes. selaku Dekan Fakultas Farmasi.

4. Bapak apt. Ahmad Irsyad Aliah, S. Farm.,M.Si selaku Ketua Program Studi

S1 Farmasi.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Universitas Megarezky yang telah

memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan

selama ini.

6. Teruntuk saudara dan saudari tercinta, Afsana, Ade Yusril, Muh Ade

Ariangga, Tiara dan Annisa Azkiyah yang selalu mendoakan dan

memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

7. Kepada saudara dan saudari yang tidak sedarah, Achmad Pinto Setiawan,

Dinda Juhdiniyah, Eldhya Vitra Talebong, Syarifah Mukasyifah Quraisy,

Hadija, Supiana Doni, Nayla Fara Dhila yang selalu bersama-sama dalam

suka dan duka hidup di rantauan

8. Rekan-rekan mahasiswa program studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi

Terkhusus Angkatan 2019 teman seperjuangan penulis yang tidak disebutkan

satu persatu.

ii
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada penyusunan

skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat

diharapkapkan demi penyempurnaan skripsi ini ke depannya.

Makassar, Agustus 2023

Penulis

Auliana Rezky
ABSTRAK

Auliana Rezky, (B1A119321), perbandingan metode refluks dan maserasi


magnetic stirrer terhadap kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan dari
ektrak daun jambu bol (syzygium malaccense (l.) merr & perry). dibimbing oleh
sri wahyuningsih dan putri indah sari

Daun jambu bol (Syzygium malaccense L.) merupalan tanaman yang


mengandung senyawa fenolik dan flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Metode ekstraksi dapat mempengaruhi kadar flavonoid total dan juga
aktivitas antioksidan dari suatu tanaman dikarenakan terdapat perbedaan pada
proses esktraksi baik dari segi suhu hingga waktu ekstraksi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan
akstrak daun jambu bol (Syzygium Malaccense (L.) Merr & Perry) berdasarkan
perbedaan metode ektraksi, yaitu metode refluks dan metode maserasi magnetic
stirrer (M-S). Penetapan kadar flavonoid total menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis dan penentuan aktivitas antioksidan menggunakan
metode DPPH (1,1- difenil-2-pikrilhidrazil). Dari hasil penetapan kadar flavonoid
totat diperoleh KTF sebesar 71,23333333±0,0002 mgQE/g ekstrak pada metode
maserasi magnetic stirrer dan 49,28888889±0,0005775 mgQE/g ekstrak.
Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas antioksidan diperoleh IC50 sebesar
0,644412 mg/L untuk pembanding vitamin C, 48,81674 mg/L untuk metode
refluks, dan 38,47087 mg/L untuk metode maserasi magnetic stirrer (M-S). Pada
penelitian ini didapatkan hasil bahwa ekstraksi dengan metode maserasi magnetic
stirrer (M-S) dapat menghasilkan kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan
yang lebih baik dibandingkan dengan metode refluks.

Kata kunci : Antioksidan, flavonoid, refluks, maserasi MS, spektrofotometri UV-


Vis, DPPH (1,1- difenil-2-pikrilhidrazil).

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................vi
DAFTAR ISTILAH........................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................5

C. Tujuan Penelitian...........................................................................6

D. Manfaat Penelitian.........................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Jambu Bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)........7

B. Simplisia........................................................................................10

C. Ekstraksi.........................................................................................13

D. Flavonoid.......................................................................................29

E. Antioksidan....................................................................................32

F. Spektrofotometri UV-Vis..............................................................39

G. Kerangka Teori..............................................................................43

H. Kerangka Konsep...........................................................................44

I. Variabel Penelitian.........................................................................45

J. Hipotesis........................................................................................45

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian...........................................................................46

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................46

C. Alat dan Bahan...............................................................................46

v
D. Populasi dan Sampel......................................................................47

E. Prosedur Kerja...............................................................................47

F. Pengumpulan dan Analisis Data....................................................52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian .............................................................................54

B. Pembahasan ..................................................................................59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................68

B. Saran .............................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daun Jambu Bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry).........7

Gambar 2. Ekstraksi Maserasi .........................................................................17

Gambar 3. Ekstraksi Perkolasi..........................................................................21

Gambar 4. Ekstraksi Soxletasi..........................................................................22

Gambar 5. Ekstraksi Refluks............................................................................24

Gambar 6. Struktur Senyawa Flavonoid ..........................................................30

Gambar 7. Antioksidan.....................................................................................36

Gambar 8. Diagram alat spektrofotometri UV-Vis..........................................41

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Polaritas Pelarut................................................................................28

Tabel 2.2 Tingkat Kekuatan Antioksidan ........................................................34

Tabel 4.1 Hasil Rendemen ...............................................................................54

Tabel 4.2 Hasil Skrining ..................................................................................54

Tabel 4.3 Hasil Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Quersetin...........55

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Kurva Baku Quersetin ........................................55

Tabel 4.5 Hasil Penetapan Kadar Flavonoid Total ..........................................56

Tabel 4.6 Hasil Penetapan Panjang Gelombang Maksimum DPPH ...............56

Tabel 4.7 Hasil Penetapan Antioksidan Vitamin C .........................................57

Tabel 4.8 Hasil Penetapan Antioksidan Sampel Refluks ................................57

Tabel 4.9 Hasil Penetapan Antioksidan Sampel Maserasi M-S ......................58

viii
DAFTAR ISTILAH

Abs : Absorbansi

C : Celsius

Cm : Centimeter

CO2 : Karbon dioksida

DPPH : 1,1–difenil -2- pikrilhidrazil

FeCl3 : Ferri klorida / Besi (III) klorida

G : Gram

L : Liter

M : Meter

mL : Mililiter

nm : Nanometer

HCl : Asam Klorida

IC50 : Inhibitor Concentration 50%

AlCl3 : Aluminium Klorida

PPM : Parts per Milion

P. a : Pro Analisis

V : Volume

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kondisi normal, tubuh kita menghasilkan radikal bebas yang merupakan

hasil samping dari reaksi oksidasi. Namun, apabila reaksi oksidasi terjadi secara

berlebihan di dalam tubuh maka akan menghasilkan radikal bebas yang bersifat

reaktif. Radikal bebas ini sendiri dapat menjadi awal dari berbagai penyakit

karena sifatnya yang sangat aktif tersebut sehingga kemudian dapat merusak

struktur dan fungsi sel (Sari dkk., 2017).

Keberadaan radikal bebas berlebih dapat memicu kerusakan pada DNA, lipid,

protein dan karbohidrat sehingga menimbulkan berbagai penyakit seperti diabetes

mellitus, kanker dan aterosklerosis, selain itu kondisi ini juga menyebabkan sel-

sel tubuh mengalami degenerasi, proses metabolisme terganggu dan respon imun

menurun sehingga memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif. Kadar

radikal bebas dalam tubuh dapat dilihat dari aktivitas enzim antioksidan dan kadar

malondialdehid (Verdiana dkk., 2018)

Antioksidan diperlukan untuk mencegah terjadinya stres oksidatif, yang

berperan penting dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti kanker,

penyakit jantung koroner dan stroke. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa

resiko penyakit kronis akibat senyawa radikal bebas dapat dikurangi dengan

memanfaatkan peran senyawa antioksidan seperti vitamin C, E, A, karoten,

polifenol dan flavonoid (Verdiana et al., 2018). Ada juga beberapa senyawa

metabolik sekunder seperti senyawa fenolik, senyawa flavonoid atau asam

1
organik yang dapat kita peroleh dari tumbuh-tumbuhan (Hasyim Ibroham dkk.,

2022).

Senyawa flavonoid dimana suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang

ditemukan dialam dan telah dilaporka merupakan senyawa yang memiliki

aktivitas antioksidan kuat. Flavonoid memiliki kemampuan untuk menghilangkan

spesies-spesies pengoksidasi (Wahyulianingsih & Malik, 2016). Mekanisme dari

senyawa flavonoid sebagai antioksidan dapat secara langsung maupun tidak

langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung yaitu dengan

mendonorkan ion hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal

bebas. Mekanisme flavonoid secara tidak langsung adalah dengan meningkatkan

sensitifitas antioksidan endogen (Zaen & Ekayanti, 2022)

Tanaman jambu bol yang memiliki kandungan flavonoid tertinggi. Studi

fitokimia terhadap tanaman ini mengungkapkan adanya flavonoid, tanin,

terpenoid, dan minyak atsiri. Sedangkan ekstrak kasar memiliki efek

farmakologi sebagai anti inflamasi, analgesik, antipiretik, antifungi, dan

antioksidan (Nurhasnawati dkk., 2017).

Menurut beberapa penelitian tanaman jambu bol (Syzygium malaccense L.

Merr & Perry) memiliki potensi sebagai sumber antioksidan. Ekstrak etanol daun

jambu bol memiliki nilai IC50 rata-rata sebesar 37,67 ppm (Nurhasnawati dkk.,

2017). Ekstrak daun jambu bol memiliki nilai IC50 rata-rata sebesar 3.297± 2.595

µg/mL (Zaen & Ekayanti, 2022). Ekstrak metanol biji jambu bol memiliki nilai

IC50 aktivitas antioksidan sebesar 1,627 ppm (Devitria dkk., 2022). Ekstrak etanol

2
kayu batang jambu bol memiliki nilai IC50 rata-rata sebesar 40.12  0.60 ppm

(Nenden & Musthapa, 2019).

Aktivitas farmakologi dari tanaman sangat berkaitan erat dengan kandungan

kimia yang dimilikinya. Prosedur ekstraksi sangat mempengaruhi kualitas dan

kuantitas komponen kimia yang dapat disari dari tanaman agar menghasilkan

ekstrak yang kaya akan senyawa-senyawa bioaktif. Pemilihan metode ekstraksi

yang tepat dapat meningkatkan jumlah senyawa aktif antioksidan tersebut

(Verawati dkk., 2020).

Berdasarkan penelitian Rosita (2017), perbedaan metode ekstraksi secara

maserasi menggunakan magnetic stirre dan soxhlet dapat mempengaruhi kadar

flavonoid total. Contohnya pada ekstrak daun binjai (Mangifera caesia) dimana

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode ekstraksi yang optimal untuk

menghasilkan kadar flavonoid total tertinggi adalah metode soxhlet dengan nilai

156,8 µg/mg sedangkan untuk metode maserasi magnetik stirrer diperoleh hasil

104,9 µg/mg (Rosita et al., 2017).

Berdasarkan penelitian Syahra Amelia (2021) perbedaan metode ekstraksi

secara maserasi dan refluks dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan. Contohnya

pada daun sirsak (Annona muricata L.) dimana hasil penelitian menunjukkan

bahwa metode ekstraksi yang optimal untuk menghasilkan aktivitas antioksidan

tertinggi diperoleh dari metode refluks dengan nilai IC50 7.04 ppm (Amelia, 2021).

Penelitian lainnya oleh Hasanah (2020) perbedaan metode ekstraksi secara

perkolasi dan soxhletasi dapat mempengaruhu aktivitas antioksidan. Contohnya

pada daun kersen (Muntingia calabura L.) dimana hasil penelitian menunjukkan

3
bahwa metode ekstraksi secara perkolasi diperoleh lebih tinggi, yaitu dengan IC 50

sebesar 188,40 ppm, dibandingkan dengan antioksidan ekstrak Soxhletasi sebesar

209,17 ppm (Hasanah, 2020).

Penelitian ini menggunakan dua metode ekstraksi yaitu maserasi dan refluks.

Metode maserasi dipilih karena dapat menarik semua metabolit sekunder

termasuk yang tidak tahan terhadap pemanasan, sedangkan metode refluks

menggunakan efek panas (Amelia, 2021). Adanya pengaruh perlakuan panas pada

refluks dapat meningkatkan kemampuan pelarut untuk mengekstraksi senyawa-

senyawa yang tidak larut di dalam kondisi suhu kamar, sehingga aktivitas

penarikan senyawa lebih maksimal atau memberikan peningkatan rendemen.

Menggunakan metode ini membuat proses ekstraksi dapat dilakukan dalam waktu

yang relatif lebih singkat(Susanto dkk., 2018).

Penelitian ini menggunakan dua metode ekstraksi yaitu maserasi menggunakan

magnetik stirrer dan refluks. Metode maserasi magnetik stirrer dipilih karena

dapat menarik semua metabolit sekunder termasuk yang tidak tahan terhadap

pemanasan (Amelia, 2021), adanya pengadukan konstan atau pengadukan berkala

pada maserasi magnetik stirrer bertujuan untuk menghindari memadatnya serbuk

sehingga pelarut sulit menembus bahan dan kesulitan mengambil senyawa-

senyawa aktif (Rosita et al., 2017) dan juga pengadukan menggunakan magnetik

stirrer dapat mempersingkat proses maserasi (Muharrami et al., 2017), sedangkan

metode refluks menggunakan efek panas (Amelia, 2021). Adanya pengaruh

perlakuan panas pada refluks dapat meningkatkan kemampuan pelarut untuk

mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak larut di dalam kondisi suhu kamar,

4
sehingga aktivitas penarikan senyawa lebih maksimal atau memberikan

peningkatan rendemen. Menggunakan metode ini membuat proses ekstraksi dapat

dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat (Susanto et al., 2018).

Telah ada penelitiannya sebelumnya oleh Zaen (2022), mengenai analisis kadar

flavonoid total dan aktivitas antioksidan dari jambu bol (Syzygium malaccense L.

Merr & Perry) dengan metode ekstraksi maserasi secara konvensional. Kebaruan

dari penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu pada penelitian ini menggunakan

dua metode ekstraksi yaitu metode maserasi dengan magnetic stirrer (Macerator-

magnetic stirrer) dan metode refluks.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai perbandingan metode refluks dan maserasi terhadap kadar

flavonoid total dan aktivitas antioksidan dari ektrak daun jambu bol (Syzygium

malaccense (L.) Merr & Perry). Aktivitas antioksidan ekstrak diuji menggunakan

metode DPPH (2,2-dipenhyl-1-picrylhydrazil) dan kadar flavonoid total

ditentukan dengan metode spektrofotometri uv-vis.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan

sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan metode ekstraksi antara maserasi magnetik stirrer

dan refluks terhadap kadar flavonoid total dari ekstrak daun jambu bol

(Syzygium malaccense L. Merr & Perry).

5
2. Berapa besar aktivitas antioksidan pada ekstrak daun jambu bol (Syzygium

malaccense L. Merr & Perry) dengan metode maserasi magnetik stirrer dan

refluks?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui adanya perbedaan antara metode refluks dan maserasi

magnetic stirrer dari ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense L. Merr

& Perry).

2. Untuk mengetahui besar kandungan antioksidan yang terkandung dalam

ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense L. Merr & Perry) dengan

metode maserasi dan refluks.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai kadar aktivitas antioksidan yang terdapat

dalam jambu bol (Syzygium malaccense L. Merr & Perry).

2. Mengetahui pengaruh perbedaan metode ektraksi maserasi dan refluks

terhadap kadar aktivitas antioksidan pada daun jambu bol (Syzygium

malaccense L. Merr & Perry).

3. Sebagai referensi bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian lebih

lanjut.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jambu Bol

1. Jambu Bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry).

a. Klasifikasi daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)

(Firdaus dkk, 2022).

Gambar 2.1 Daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnopoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Spesies : Syzygium malaccense L.

b. Morfologi daun jambu bol

Pohon jambu darsono berukuran sedang, dengan tinggi mencapai sekitar

15 m. Batang lurus, berukuran sekitar 20-45 cm, bercabang rendah, tebal,

kaku muda. Helaian daun lonjong, berukuran sekitar 15-38x7-20 cm.

Karang bunga muncul pada bagian ranting yang tak berdaun (sering pula

7
pada cabang tidak jauh batang utama), bertangkai pendek dan

menggerombol, mengandung 1-12 kuntum. Bunga berwarna putih,

berbilangan 4, bergaris tengan 5-7 cm; tabung kelopak panjang 1,5-2 cm;

helai mahkota putih, lonjong, bundar telur atau bundar, 1,5-2 cm; benang

sari banyak, panjang s/d 3,5 cm; panjang tangkai putik 3-4,5 cm. Buah

buni berbentuk bulat sampai lonjong, dengan garis tengah 5-8 cm, merah

tua, kuning keunguan, atau keputihan. Danging buah padat, tebal 0,5-25

cm, putih dengan banyak sari buah dan wangi yang khas, asam manis

sampai manis. Bijinya 1 butir, bulat kecoklatan, berukuran besar dan

berdiameter 2,5-3,5 (Firdaus dkk., 2022).

c. Nama daerah

Tanaman jambu bol termasuk kedalam famili myrtaceae, dengan sinonim

nama latin yaitu Eugenia malaccensis atau Caryophyllus malaccensis (L.)

stokes. Nama umum tanaman ini yaitu jambu bol (Indonesia), Mountain

Apple (Inggris), Makopa (Philipina), Malay Apple. Nama daerah jambu

bol adalah Jambu Ripuh (Aceh), Dharsana (Madura), Jambu Bol (Sunda,

Batak, Lampung), Myambu Bol (Bali), Jambu Bo (Minangkabau), Jambu

Boa (Jambi) dan Maufa (Nias) (Firdaus dkk., 2022).

d. Kandungan daun jambu bol

Tumbuhan dalam famili Myrtaceae sangat luas digunakan sebagai tanaman

obat. Beberapa jenis tanaman tersebut digunakan sebagai tanaman obat

untuk mengatasi bronchitis, asma, diabetes mellitus dan anti- inflamasi.

Syzygium malaccense yang dikenal juga sebagai malay apple, atau di

8
Indonesia dikenal juga sebagai jambu bol, termasuk dalam famili

myrtaceae sehingga memiliki peluang digunakan sebagai tanaman obat.

Antioksidan alami yang terkandung dalam tanaman memiliki kemampuan

untuk mencegah penyakit degeneratif. Jambu bol merupakan sumber

antioksidan yang baik sehingga memiliki potensi menjaga kesehatan

manusia. Buah jambu bol (S.malaccense) memiliki aktivitas antioksidan

yang tinggi antiinflamasi. Ekstrak daun jambu bol (Sygygium malaccense)

juga menunjukkan daya antioksidan, anti- inflamasi dan anti- diabetes

daya sitotoksik. Ekstrak kulit batang jambu bol (S.malaccense) memiliki

efek menurunkan kadar gula dan kadar kolesterol. Akar pohon jambu bol

sering digunakan untuk mengatasi gatal-gatal, diuretik dan untuk

meringankan edema (Nenden & Musthapa, 2019).

Berdasarkan kemotaksonomi tanaman, bagian–bagian dari

tumbuhan, baik batang, daun, buah dan bagian lainnya akan memiliki

pembentukan struktur molekul yang sama, sehingga secara kualitatif

mengandung senyawa yang sama atau afinitas kimia yang sama, tetapi

memiliki kemungkinan berbeda dalam kuantitas yang dikandungnya.

Senyawa polifenol seperti flavonoid, asam fenolat dan tannin dianggap

sebagai penyumbang utama aktivitas antioksidan dalam tumbuhan obat,

buah dan sayuran. Bagian daging buah, biji dan daun jambu bol (S.

malaccense) menunjukkan kandungan senyawa fenolik, flavonoid dan

karetonoid yang merupakan sumber aktivitas antioksidan. Kandungan

senyawa dalam kayu batang jambu bol diharapkan akan sama dengan

9
kandungan dalam bagian daun, buah dan kulit batang serta memiliki

aktivitas pengobatan yang sama juga (Nenden & Musthapa, 2019).

B. Simplisia

Simplisia merupakan bahan alami yang dimanfaatkan sebagai obat-obatan

herbal/tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun. Dalam skala

industri, bahan tumbuhan yang digunakan dalam bentuk simplisia, yaitu bahan

yang belum mengalami perubahan apapun kecuali bahan alam yang

dikeringkan.Simplisia dapat berupa simplisia nabati, hewani, dan pelikan atau

mineral. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh dan bagian

tanaman.Simplisia hewani yaitu simplisia yang dapat berupa hewan utuh, bagian

dari hewan atau zat berguna yang dihasilkan hewan, tetapi bukan berupa zat kimia

murni.Simplisia pelikan atau mineral yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan

atau mineral yang belum diolah atau telah diolah secara sederhana belum berupa

zat kimia murni (Lutfiah & Cindy, 2022).

Simplisia adalah bahan alami yang dimanfaatkan sebagai obat-obatan

herbal/tradisional yang belum diolah dengan segala macam cara, kecuali berupa

bahan yang melalui proses pengeringan.

a. Penggolongan Simplisia

Simplisia dapat dibagi atas 3 golongan, yaitu :

1) Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh,

bagian tumbuhan, eksudat tumbuhan atau gabungan antara ketiganya.

Eksudat tumbuhan sendiri merupakan isi sel dari tanaman yang keluar

10
secara spontan atau dengan suatu cara sengaja dilepaskan dari sel.

Simplisia nabati biasa dikenal masyarakat awam dengan tanaman obat.

Tanaman obat sendiri adalah tanaman yang memiliki khasiat

menyembuhkan maupun pencegahan penyakit.

2) Simplisia Hewani

Simplisia hewani merupakan hewan utuh atau zat bermanfaat yang

diproduksinya dan masih berupa bahan kimia campuran.

3) Simplisia Pelikan atau Mineral

Simplisia pelikan atau mineral merupakan bahan mineral atau

pelikan yang belum mengalami proses pengolahan atau yang telah

mengalami proses pengolahan sederhan dan masih berupa bahan kimia

campuran (Lutfiah & Cindy, 2022).

b. Tahap-Tahap dalam Pembuatan Simplisia

1) Sortasi Basah

Dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan

asing lainnya dari tumbuhan sebelum pencucian dengan cara membuang

bagian-bagian yang tidak perlu sebelum pengeringan, sehingga

didapatkan herba yang layak untuk digunakan. Cara ini dapat dilakukan

secara manual.

2) Pencucian

Dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang

melekat pada tumbuhan. Pencucian dilakukan dengan air bersih,

misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Pencucian dilakukan

11
sesingkat mungkin agar tidak menghilangkan zat berkhasiat dari

tumbuhan tersebut.

3) Perajangan

Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,

pengepakan dan penggilingan. Sebelum dirajang tumbuhan dijemur

dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan

pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis

atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

4) Pengeringan

Dilakukan pengeringan dengan tiga cara yaitu:

a. Dikering anginkan

b. Terpapar cahaya matahari langsung

c. Dengan menggunakan Oven Pengeringan ini berlangsung hingga

diperolehkadar air ≤ 10%.

5) Sortasi Kering

Dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-

bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain

yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan

secara manual.

6) Pengepakan dan Penyimpanan

Selama penyimpanan ada kemungkinan terjadi kerusakan pada

simplisia. Untuk itu dipilih wadah yang bersifat tidak beracun dan tidak

bereaksi dengan isinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi

12
serta penyimpangan warna, bau, rasa dan sebagainya pada simplisia.

Untuk simplisia yang tidak tahan panas diperlukan wadah yang

melindungi simplisia terhadap cahaya, misalnya aluminium foil, plastik

atau botol yang berwarna gelap, kaleng dan sebagainya. Penyimpanan

simplisia kering biasanya dilakukan pada suhu kamar (15 0C sampai

300C).

C. Ekstraksi

1. Definisi Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa dari simplisia dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Metode pemisahan ekstraksi menggunakan

prinsip kelarutan like dissolve like dimana suatu pelarut polar akan

melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa

non polar. Tujuan ekstraksi yaitu untuk menarik atau memisahkan senyawa

dari simplisia atau campurannya. Pemilihan metode dilakukan dengan

memperhatikan senyawa, pelarut yang digunakan serta alat yang tersedia.

Metode ekstraksi yang umum digunakan adalah maserasi dan refluks

(Syamsul dkk., 2020).

2. Metode Ekstraksi

a. Metode ekstraksi secara Dingin

1) Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana.

Bahan simplisia dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope dan

dicampur dengan bahan pengekstraksi selama beberapa waktu

13
tertentu selama 4-10 hari. Proses maserasi dilakukan di tempat yang

terlindung dari cahaya langsung guna mencegah terjadinya reaksi

yang dikatalis cahaya dan perubahan warna. Secara teoritis maserasi

tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar

perbandingan cairan pengekstrasi terhadap simplisia maka akan

semakin banyak hasil yang diperoleh (Irianti dkk., 2022).

Maserasi termasuk metode ekstraksi yang menggunakan pelarut

diam dan pengadukan beberapa kali pada suhu ruangan. Kelebihan

dari metode maserasi adalah efektif untuk senyawa yang tidak tahan

panas (terdegradasi karena panas), peralatan yang digunakan relatif

sederhana, murah, dan mudah didapat. Beberapa kelemahan dari

metode ini yaitu waktu ekstraksi yang lama, membutuhkan pelarut

dalam jumlah banyak, dan kemungkinan senyawa tertentu tidak

dapat diekstraksi karena kelarutannya yang rendah pada suhu ruang

(Irianti dkk., 2022).

Prosedur maserasi diawali dengan preparasi sampel berupa

pengecilan ukuran sampel guna memudahkan proses transfer massa

ke dalam cairan penyari. Untuk menghilangkan senyawa yang tidak

diinginkan seperti lemak dan klorofil, sampel serbuk dimaserasi

menggunakan n-heksana terlebih dahulu selama 3 x 24 jam, dengan

setiap 24 jam ekstrak disaring. Residu yang diperoleh dikeringkan

untuk kemudian dimaserasi kembali menggunakan etanol 95% (atau

pelarut yang sesuai) selama 3 x 24 jam. Filtrat etanol dievaporasi dan

14
diperoleh ekstrak kental etanol. Alkohol suku rendah, seperti

metanol dan etanol sering digunakan dalam proses maserasi karena

pelarut tersebut merupakan pelarut umum yang dapat melarutkan

hampir semua senyawa kimia dalam tanaman. Untuk mendapatkan

fraksi senyawa yang lebih murni, ekstrak etanol dapat dipartisi

dengan pelarut yang kepolarannya berbeda, seperti etil asetat dan air

(1 : 1) menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 fase. Fase

etil asetat ini akan melarutkan senyawa-senyawa semipolar yang

kemudian dapat dipekatkan dengan rotavapor hingga diperoleh

ekstrak kental etil asetat (Irianti dkk, 2021).

Prinsip kerjanya didasarkan pada kemampuan larutan penyari

untuk dapat menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel

yang mengandung berbagai komponen aktif. Zat aktif akan

terdistribusi atau larut dalam larutan penyari atau pelarut. Adanya

perbedaan konsentrasi antara dua jenis pelarut yang digunakan

menyebabkan berbagai komponen aktif di dalam sel dan di luar sel

didesak keluar hingga tercapai titik kesetimbangan. Peristiwa

tersebut terjadi berulang kali hingga terjadi keseimbangan konsetrasi

antara larutan di luar dan di dalam sel. Prinsip ekstraksi atau proses

penyarian dalam maserasi berupa terjadinya proses pemecahan

dinding sel dan membran sel yang diakibatkan oleh perbedaan

tekanan antara di dalam dan di luar sel. Hal ini dapat menyebabkan

metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma sel akan terlarut

15
dalam larutan penyari atau pelarut organik. Pemilihan pelarut untuk

proses maserasi dapat memberikan efektivitas yang tinggi bila

memperhatikan kelarutan atau polaritas senyawa aktif dalam bahan

alam. Secara umum pelarut metanol dan etanol merupakan pelarut

yang paling banyak digunakan dalam proses maserasi karena sebaran

polaritas yang besar (Handoyo et al., 2020).

Ekstraksi maserasi memiliki kelebihan yaitu metode ekstraksi

yang paling umum dilakukan karena mudah dilakukan, dan

menggunakan alat yang sederhana. Namun, teknik maserasi kurang

efisien karena membutuhkan waktu yang cukup lama dalam

pengerjaannya dan hanya dilakukan perendaman tanpa bantuan gaya

lain sehingga osmosis pelarut ke dalam padatan berlangsung statis.

Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yang didapat yaitu

prosedur yang digunakan lebih praktis, peralatan yang digunakan

lebih sedikit, serta tidak memerlukan pemanasan sehingga bahan

alam yang ada pada ektraksi tidak menjadi terurai, akan tetapi waktu

yang dibutuhkan relatif lama jika digunakan untuk kalangan

produksi besar seperti industri (Yulianti dkk., 2021).

Kerugian utama dari metode maserasi ini, yaitu dapat memakan

banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar

kemungkinan beberapa senyawa dapat hilang. Selain itu, beberapa

senyawa mungkin saja akan sulit diekstraksi pada suhu kamar.

Namun di sisi lain, metode maserasi dapat juga menghindari resiko

16
rusaknya senyawa-senyawa dalam tanaman yang bersifat termolabil

(Badaring dkk., 2020).

Menurut Farmakope Indonesia, pelarut yang dapat digunakan

pada maserasi adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Pilihan utama

untuk pelarut pada maserasi 25 adalah etanol karena etanol memiliki

beberapa keunggulan sebagai pelarut diantaranya, yaitu:

1. Etanol bersifat lebih selektif

2. Dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kuman

3. Bersifat non toksik (tidak beracun)

4. Etanol bersifat netral

5. Memiliki daya absorbsi yang baik

6. Dapat bercampur dengan air pada berbagai perbandingan

7. Panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit

8. Etanol dapat melarutkan berbagai zat aktif dan meminimalisir

terlarutnya zat pengganggu seperti lemak.

Gambar 2.3 Ilustrasi ekstraksi dengan cara maserasi

Sumber : (Batubara & Wahyuni, 2022)

Adapun cara metode maserasi terbagi menjadi 3, yaitu :

a) Maserasi konvensional

17
Maserasi konvensional merupakan metode ekstraksi yang

paling sederhana, tetapi masih banyak digunakan sampai saat

ini. Teknik ekstraksi ini melibatkan perendaman sampel dengan

pelarut yang sesuai dalam wadah tertutup pada suhu ruang.

Faktor yang paling penting di tahap ini adalah rasio antara berat

sampel dan volume pelarut. Umumnya, rasio sampel/pelarut

yang digunakan adalah 1/10, artinya, 1 g sampel direndam

dengan 10 mL pelarut. Semakin besar volume pelarut yang

digunakan, kapasitas pelarut untuk mengekstrak metabolit

dalam sampel juga semakin besar (Syaefudin et al., 2022).

Kelemahan utama metode maserasi adalah durasi

ekstraksi yang lama, bisa dalam hitungan jam hingga minggu.

Maserasi yang berlebihan juga menghabiskan volume pelarut

yang besar. Meski ekstraksi akan mendapatkan rendemen yang

lebih besar, penanganan yang tidak hati-hati saat menggunakan

pelarut berlebih dapat menghilangkan metabolit dan/atau bahan

tanaman. Selain itu, beberapa senyawa mungkin tidak terekstrak

secara efisien jika kelarutannya kurang baik pada suhu ruang

(Syaefudin et al., 2022).

b) Maserasi dengan Ultrasonikasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar,

18
terlindung dari cahaya. Penambahan tahapan ultrasonikasi

(ekstraksi ultrasonik) merupakan salah satu teknik yang dapat

membantu masuknya pelarut dalam sel tanaman, sehingga

didapatkan metabolit sekunder yang lebih banyak. Teknik ini

mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses

kavitasi, yaitu suatu proses pembentukan gelembung-

gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik.

Ketika mengenai suatu larutan, energi ultrasonik menyebabkan

timbulnya rongga akustik, dengan struktur bergelembung yang

kemudian pecah, proses kavitasi tersebut membantu osmosis

pelarut ke dalam dinding sel tanaman. Getaran ultrasonik

(>20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan

prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan

gelembung spontan sebagai stres dinamis serta menimbulkan

fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi

getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi (Sari,

2017).

c) Maserasi dengan Magnetik Stirrer

Proses maserasi selama ini di perguruan tinggi ataupun

laboratorium masih menggunakan maserator konvensional.

Metode maserasi memerlukan waktu yang lebih lama untuk

mengekstrak zat aktif dalam sampel. Hal ini menjadi kendala

pada optimalisasi penarikan bahan aktif senyawa karena potensi

19
kejenuhan pelarut yang besar. Teknologi yang digunakan untuk

proses maserasi selama ini masih menggunakan peralatan-

peralatan yang cukup sederhana, seperti bejana dari bahan kaca

dan batang pengaduk untuk mengaduk bahan ekstraksi (Zaini

Dkk., 2020).

Rancangan alat merasi skala laboratorium dengan

pengadukan magnetik otomatis yang diberi nama Macerator-

Magnetic Stirrer (M-MS) diprediksi dapat menjadi solusi

terhadap kejenuhan proses ekstraksi secara maserasi sekaligus

dapat mengoptimalkan proses ekstraksi (Zaini Dkk., 2020).

Tujuan diciptakan alat ini yaitu untuk memaksimalkan proses

ekstraksi maserasi, yaitu mengoptimalisasikan penarikan bahan

aktif senyawa pada simplisia dengan bantuan pengadukan

secara berkesinambungan. Pengadukan dengan sistem magnetik

dipilih karena dianggap mudah dalam pembuatan dan dapat

meminimalisir kebocoran tabung ekstraktor, serta dapat

mencegah terjadinya kejenuhan pelarut dalam sistem maserasi

(Zaini Et Al., 2020).

2) Perkolasi

Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau

kerucut (percolator) yang memiliki jalan masuk dan keluar. Bahan

pengekstrasi yang dialirkan secara terus-menerus dari atas akan

mengalir secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa

20
serbuk kasar. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi

yang sempurna dari simplisia karena selalu terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan di sekelilingnya

maka di dalam perkolasi akan terjadi maserasi berulang-ulang

dengan pelarut segar sehingga proses difusi dapat terus berlangsung.

Dengan demikian, ekstraksi total secara teoretis kemungkinan

mencapai ekstraksi 95% (Irianti dkk., 2022).

Perkolasi merupakan metode ekstraksi dengan bahan yang

disusun menggunakan pelarut yang selalu baru sampai prosesnya

sempurna dan dilakukan pada suhu ruangan. Prosedur metode ini

yaitu bahan direndam dengan pelarut, kemudian pelarut baru

dialirkan secara terus-menerus sampai warna pelarut tidak lagi

berwarna, tetap bening, atau menunjukkan hasil uji negatif terhadap

senyawa kimia yang ingin diekstraksi. Kelebihan dari metode

perkolasi yaitu tidak diperlukan proses tambahan untuk memisahkan

padatan dengan ekstrak. Adapun kelemahan dari metode ini adalah

jumlah pelarut yang dibutuhkan cukup banyak, memerlukan waktu

yang cukup lama, dan kontak antara padatan dengan pelarut tidak

merata (Irianti dkk, 2021).

21
Gambar 2.4 Ekstraksi dengan cara perkolasi
Sumber : (Batubara & Wahyuni, 2022)

b. Metode ekstraksi secara Panas

1) Sokletasi

Soxhletasi adalah metode ekstraksi untuk bahan yang tahan

pemanasan dengan cara meletakkan bahan yang akan diekstraksi

dalam sebuah kantong ekstraksi (kertas sari) di dalam sebuah alat

ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu dengan pelarut relatif

konstan dengan adanya pendingin balik dan turun menyari simplisia

dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali kedalam labu alas

bulat setelah melewati pipa sifon (Najib, 2018).

Gambar 2.5 Ekstraksi dengan cara soxhlet.

Sumber : (Batubara & Wahyuni, 2022)

2) Refluks

Refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada titik

didih pelarut, selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan

adanya pendinginan balik (kondensator). Umumnya, refluks

dilakukan tiga sampai lima kali proses pengulangan pada tahap

pertama. Kelebihan metode refluks adalah padatan yang memiliki

22
tekstur kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung dapat

diekstrak. Kelemahan metode ini yakni membutuhkan jumlah pelarut

yang banyak (Irianti dkk., 2022).

Pembuatan ekstrak daun seledri dengan metode refluks

dilakukan dengan mencampurkan 100 gram simplisia kering daun

seledri dengan 300 ml metanol dengan perbandingan 1:3 (simplisia:

metanol) kemudian diisolasi dengan metode refluks dengan suhu 63-

65°C selama 2 jam. Proses selanjutnya adalah penyaringan dalam

keadaan panas menggunakan kain flanel untuk mendapatkan filtrat

senyawa flavonoid dalam jumlah maksimal dan diuapkan

menggunakan kompor spiritus dengan api kecil untuk

menghilangkan pelarut yang kemudian menghasilkan ekstrak pekat

(Irianti dkk., 2022)

Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan

pemanasan. Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya

jumlah pelarut dan waktu ekstraksi. Penelitian ini bertujuan

mengetahui jumlah pelarut dan waktu ekstraksi andrografolid yang

optimum menggunakan metode refluks (Kiswandono, 2011).

Metode refluks digunakan untuk mengekstrak sampel yang

relative tahan panas. Metode ini dilakukan dengan cara menggodok

sampel dalam suatu pelarut yang diletakan dalam wadah dan

dilengkapi dengan kondensor dengan jangka waktu lebih cepat,

biasanya 3–7 jam. Kelebihan metode ini adalah waktunya lebih

23
singkat, terjadi kontak langsung dengan pelarut secara terus

menerus, dan pelarut yang digunakan lebih sedikit sehingga efektif

dan efisien (Kiswandono, 2011).

Prinsip dari metode refluks adalah pelarut yang digunakan akan

menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan

kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan

mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi

sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.

Selanjutnya, larutan disaring dengan menggunakan kain saring.

Filtrat diuapkan menggunakan rotary evaporator dan selanjutnya

dikeringkan dalam oven dengan suhu 500C selama 2 hari, sehingga

diperoleh ekstrak kering. Hal ini dilakukan agar pelarut yang

digunakan tidak tersisa sehingga pelarut tidak mempengaruhi

efektifitas dari sampel yang diuji. Selanjutnya ekstrak dikering

didalam oven kurang lebih 5 hari untuk mengurangi kadar air yang

terdapat pada ekstrak. Rendemen yang didapatkan berupa ekstrak

kering (Susanty & Bachmid, 2016)

24
Gambar 2.6 Ekstraksi dengan cara Refluks

Sumber : (Batubara & Wahyuni, 2022)

Keuntungan menggunakan teknik ini adalah membutuhkan

alat yang sederhana dengan biaya murah dan waktu ektraksi yang

diperlukan lebih cepat dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan

maserasi dengan perolehan kembali yang 19 tinggi. Sedangkan

kerugiannya adalah sulitnya mencapai ekstraksi yang sempurna

meskipun penggunaan pelarut yang cukup banyak dan seringkali

melarutkan oligomer yang lebih rendah. Metode ini juga hanya dapat

dilakukan pada senyawa yang tahan terhadap pemanasan (Susanty &

Bachmid, 2016).

Kelebihan untuk metode refluks dan sokletasi yaitu waktu

yang dibutuhkan lebih singkat daripada maserasi dan lebih efisien.

Untuk dua pelarut yaitu pelarut air dan aseton lebih cocok

ekstraksinya menggunakan metode refluks dibandingkan metode

maserasi dan sokletasi karena pada metode refluks ekstrak pelarut air

dan aseton rendemennya lebih tinggi dibandingkan dengan metode

maserasi dan sokletasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

suhu ekstraksi maka penetrasi pelarut ke dalam bahan semakin

mudah sehingga sampel yang terekstrak semakin banyak (Putra dkk.,

2014).

3. Pelarut

25
Pelarut dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu polar dan non

polar. Umumnya konstanta dielektrik dari pelarut sangat dipengaruhi oleh

polaritasnya.

Pelarut dapat diklasifikasikan menjadi dua sistem, yaitu (Salami, 2022) :

1. Pelarut berbasis air/aqueous, yaitu pelarut yang berisikan asam, basa,

detergen, dan lain-lain. Sistem aqueous menyebabkan iritasi setelah

paparan yang berulang kali. Juga terjadi dermatitis kontak, seperti orang

yang menderita dishpan hands. Konsentrasi yang berlebih, dapat

menimbulkan iritasi leher dan bronhitis.

2. Pelarut berbasis bukan air/non aqueous, yaitu pelarut organik. Pelarut

organik menimbulkan problem berbeda. Tekanan uapnya biasanya tinggi,

sehingga besar kemungkinan terjadi potensial bahaya inhalasi. Secara

detail, efek pelarut yang spesifik dapat dicari di berbagai literatur

Pelarut dapat juga diklasifikasikan atas dasar jenis bahan kimia yaitu (Salami,

2022) :

a. Pelarut Organik

Pelarut organik adalah pelarut yang mengandung atom karbon dalam

molekulnya. Pelarut organik memiliki dua sifat yaitu polar dan non-polar

yang gugus kepolaran yang dimilikinya. Proses kelarutan pada pelarut

organik berjalan lambat sehingga perlu tambahan energi misalnya dengan

cara pemanasan. Larutan yang dihasilkan pelarut organik tidak bersifat

konduktor yang baik. Contoh pelarut jenis ini adalah senyawa yang

memiliki gugus fungsional alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya.

26
b. Pelarut Non-Organik

Pelarut anorganik adalah pelarut yang tidak memiliki komponen

organik di dalamnya (selain air). Pada umumnya pelarut anorganik bersifat

polar sehingga tidak larut dalam pelarut organik dan non-polar. Larutan

yang dihasilkan dari pelarut anorganik merupakan konduktor listrik yang

baik. Contoh pelarut jenis ini adalah amonia dan asam sulfat.

Pelarut dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu (Sutomo dkk, 2023) :

a. Pelarut Polar

Pelarut polar merupakan pelarut yang cenderung bersfiat universal.

Sehingga dapat mengikat senyawa aktif yang bersifat polar maupun non-

polar. Sifat pelarut dalm melarutkan, Pelarut pelarut polar melarutkan zat

polar melalui: pembentukan ikatan hydrogen, pengurangan gaya tarik

menarik ion yang, pengurangan gaya tarik menarik ion yang berlawanan

dalam solid, memutuskan ikatan kovalen pada elektrolit kuat melalui

reaksi asam basa, semakin banyak jumlah gugus polar dalam molekul,

kelarutan zat tersebut semakin besar, semakin besar gugus non polar atau

semakin banyak rantai cabang kelarutan zat tersebut semakin kecil.

b. Pelarut Non Polar

Pelarut non polar merupakan pelarut yang polaritasnya mendekati nol

dan hanya dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa yang bersifat non-

polar, seperti berbagai jenis minyak. memiliki konstanta dielektrik (kd)

rendah, melarutkan zat non polar dengan tekanan internal yang sama, zat

terlarut berada dalam larutan berdasarkan gaya van der waals lemah, tidak

27
dapat memecah ikatan kovalen, tidak dapat membentuk ikatan

hydrogenmelarutkan senaywa non polar karena interaksi dipol semakin

banyak jumlah gugus polar dalam moelkul, kelarutan zat tersebut semakin

kecil, semakin besar gugus non polar atau semakin banyak rantai, cabang,

kelarutan zat tersebut semakin besar.

c. Pelarut Semi Polar

Pelarut semipolar merupakan pelarut yang tingkat kepolarannya berada

diantara pelarut polar dan non-polar. Pelarut ini biasanya digunakan untuk

mengekstrak senyawa yang bersifat semipolar yang terkandung di dalam

tumbuhan. Jenis-jenis pelarut yang dikenal dalam Lontar Usada Bali antara

lain: air dingin, air panas, cuka, arak dan minyak kelapa. Air adalah pelarut

yang bersifat polar, sehingga sangat mudah untuk melarutkan senyawa

fitokomia yang bersifat polar, tetapi tidak bisa melaturkan senyawa

sempolar maupun non-polar. Untuk mengatasi masalah tersebut

digunakanlah pelarut air panas. Air panas merupakan pelarut yang dapat

melarutkan senyawa semi-polar (sulit larut dalam air dingin). Dapat

meningkatkan derajat polaritas dari pelarut non polar, dapat bertindak

sebagai pelarut antara, dapat mencampurkan pelarut polar dengan non

polar, sehingga dapat membantu pelarutan senyawa non polar dalam

pelarut polar, dan senyawa polar dalam pelarut non polar.

Tabel 2.1 Polaritas Pelarut

Tetapan Dielektrik Pelarut Zat Terlarut


Pelarut
80 Air Garam Anorganik

28
Garam Organik
50 Gliko Gula, Tanin
30 Metil dan Etil Alkohol Minyak Jarak, Wask
Aldehida, Keton dan Resin, Minyak Menguap
20 Alkohol Tinggi, Eter Elektrolit Lemah
Ester dan Oksidan Termasuk Barbiturat,
Alkaloid dan Fenol
5 Heksana, Benzena, Kar- Minyak Tetap (Fixed
bon Tetraklorida, Etil Oil), Lemak, Petrolatum,
Eter, Petroleum Eter Parafin, dan
0 Minyak Mineral dan Hidrokarbon lain
Minyak Sayur Tetap

D. Flavonoid

1. Flavonoid

Flavonoid adalah metabolit sekunder dari polifenol, ditemukan secara luas

pada tanaman serta makanan dan memiliki berbagai efek bioaktif termasuk

anti virus, anti-inflamasi, kardioprotektif, anti-diabetes, anti kanker, anti

penuaan, antioksidan dan lain-lain. Senyawa flavonoid adalah senyawa

polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi

C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin

benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.

Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan

pada setiap ekstrak tumbuhan. Flavonoid adalah kelas senyawa yang

disajikan secara luas di alam. Hingga saat ini, lebih dari 9000 flavonoid telah

dilaporkan, dan jumlah kebutuhan flavonoid bervariasi antara 20 mg dan 500

29
mg, terutama terdapat dalam suplemen makanan termasuk teh, anggur merah,

apel, bawang dan tomat. Flavonoid ditemukan pada tanaman, yang

berkontribusi memproduksi pigmen berwarna kuning, merah, oranye, biru,

dan warna ungu dari buah, bunga, dan daun. Flavonoid termasuk dalam famili

polifenol yang larut dalam air (Bustanul & Sanusi, 2018).

Gambar 2.2 Struktur Umum Senyawa Flavonoid

Bioaktif flavonoid dianggap sebagai fitokimia terpenting dalam

makanan, yang memiliki manfaat biologis bagi manusia secara luas. Cara

biotransformasi mikroba untuk menghasilkan flavonoid menjadi perhatian

yang besar karena menghasilkan flavonoid baru, yang tidak ada di alam.

Reaksi utama selama biotransformasi mikroba adalah hidroksilasi,

dehidroksilasi, O-metilasi demethylation, glycosylation, deglycosylation,

dehydrogenation, hydrogenation, siklisasi dan reduksi karbonil.

Cunninghamella, Penicillium, dan Strain Aspergillus sangat populer untuk

biotransformasi flavonoid dan mereka dapat melakukan hampir semua

reaksi dengan hasil yang sangat baik. Aspergillus niger adalah salah satu

mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam fllavonoid

biotransformation; Sebagai contoh, A. niger dapat merubah flavanon ke

flanel-4-ol, 2'-hydroxydihydrokalcon, flavon, 3-hydroxy flavon, 6-hydroxy

30
flanonon, dan 4'- hydroxy flavonon. Hydroxylation flavon oleh mikroba

biasanya terjadi pada posisi orto gugus hidroksil pada cincin A dan posisi C-

4 dari cincin B dan mikroba hidroksilasi umum (Bustanul & Sanusi, 2018).

Flavonoid dalam bentuk glikosilasi atau metilasi pada tanaman,

struktur-strukturnya lebih stabil, mudah didapatkan serta mudah dalam

bioaktivitasnya. Glikosilasi flavonoid telah didapatkan dengan peralatan

biologi, glycosyltransferase, di mana enzim mengkatalisis untuk

menempelkan molekul gula ke dalam aglycon yang menghasilkan glikosida

(Bustanul & Sanusi, 2018).

Dengan cara yang sama, metilasi kelompok hidroksil pada flavonoid

terjadi adanya methyltransferase yang melekat gugus metil ke aglycone

untuk membentuk methoksida. Metilasi dapat terjadi melalui atom oksigen

atau karbon untuk membentuk senyawa O-metilisasi atau C-metilisasi. Data

eksperimen mengungkapkan bahwa metilasi flavonoid mengakibatkan

perubahan dramatis dalam farmakologi dan biokimia sifat senyawa metilasi

dibandingkan dengan induknya dengan demikian, ini adalah salah satu cara

yang paling efektif untuk mengubah produk alami menjadi penemuan obat

(Bustanul & Sanusi, 2018).

Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai

antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa ini

dapat ditemukan pada batang, daun, bunga, dan buah. Manfaat flavonoid

antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas

vitamin C, anti-inflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai. Dalam

31
tubuh manusia flavonoid berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik

untuk pencegahan kanker. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas

antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon dan flavanon (Nisa dkk.,

2015).

Mekanisme senyawa dari flavonoid sebagai antioksidan dapat secara

langsung maupun tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara

langsung yaitu dengan mendonorkan ion hidrongen sehingga dapat

menetralisir efek toksik dari radikal bebas. Mekanisme flavonoid secara

tidak langsung adalah dengan meningkatkan sensitifitas antioksidan

endogen. Berdasarkan mekanisme tersebut maka dapat dikatakan bahwa

senyawa fenol bekerja dengan mekanisme kerja antioksidan sekunder

berperan sebagai antioksidan alami pada tumbuhan (Zaen & Ekayanti,

2022).

E. Antioksidan

1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang memiliki satu atau lebih elektron tidak

berpasangan pada orbit terluarnya, dan memiliki sifat yang sangat labil dan

reaktif. Radikal bebas memiliki peran penting dalam kerusakan jaringan dan

proses patologi dalam organisme hidup. Abnormalnya kadar radikal bebas

yang masuk ke dalam tubuh dapat menyerang senyawa yang rentan, seperti

lipid dan protein dan berimplikasi pada timbulnya berbagai penyakit. Hal ini

disebabkan karena oksidan yang masuk kedalam tubuh tidak mampu

diimbangi oleh antioksidan dalam tubuh Tubuh manusia memiliki antioksidan

32
alami dari enzim-enzim seperti katalase, superoksida dismutase (SOD),

glutation peroksidase, dan glutation S-transferase (Nanda Pratama & Busman,

2020).

Senyawa radikal bebas sangat reaktif dan selalu berusaha mencari

pasangan elektron agar kondisinya stabil. Kehadiran radikal bebas dalam

tubuh merupakan salah satu penyebab berbagai penyakit kronis dan

degeneratif seperti kanker, jantung koroner dan stroke. Reaksi oksidatif

terjadi setiap saat di dalam tubuh membentuk radikal bebas yang sangat

reaktif yang dapat merusak struktur dan fungsi sel. Reaktivitas radikal bebas

ini dapat dihambat oleh antioksidan yang melengkapi sistem imun (Aklimah

& Ekayanti, 2022).

2. Antioksidan

Antioksidan adalah molekul atau senyawa yang cukup stabil untuk

mendonorkan elektron atau hidrogennya kepada molekul atau senyawa

radikal bebas dan menetralkannya, sehingga mengurangi kemampuannya

untuk melakukan reaksi berantai radikal bebas. Antioksidan ini menunda atau

menghambat kerusakan sel terutama melalui sifat penangkal radikal

bebasnya. Antioksidan ini aman dapat berinteraksi dengan radikal bebas dan

menghentikan reaksi berantai, dan mencegah radikal bebas merusak molekul

vital. Selama metabolisme normal dalam tubuh, beberapa antioksidan

diproduksi seperti glutathione, ubiquinol, dan asam urat (Hasyim Ibroham

dkk., 2022).

33
Mekanisme kerja dari antioksidan untuk mengurangi senyawa radikal

bebas adalah dengan menunda, mencegah, dan menghilangkan kerusakan

oksidatif dari molekul target dengan pendinginan radikal bebas, perkhelatan

logam, menurunkan kadar enzim yang membantu pembentukkan radikal

bebas, dan menstimulasi enzim antioksidan internal. Mekanisme aksi

flavonoid sebagai antioksidan eksogen lainnya adalah melalui pengkelatan

elemen logam transisi karena flavonoid memiliki sifat pengkhelat, yang

diaktifkan untuk mengikat ion logam pada tubuh manusia untuk mencegah

mereka dapat diakses untuk oksidasi, seperti senyawa kuersetin yang

digunakan untuk pengkhelatan ion logam yaitu Fe2+ dan Cu2+ yang berperan

penting dalam formasi radikal bebas (Arnanda & Nuwarda, 2019).

Tabel 2.2 Tingkat Kekuatan Antioksidan

Intensitas Nilai IC50

Sangat kuat < 50 ppm


Kuat 50-100 ppm
Sedang 101-250 ppm
Lemah 250-500 ppm
Tidak aktif > 500 ppm

3. Metode Uji Antioksidan dengan Metode DPPH

Metode DPPH (1,1- difenil-2-pikrilhidrazil) mengukur daya peredaman

sampel (ekstrak) terhadap radikal bebas DPPH. DPPH akan bereaksi dengan

atom hidrogen dari senyawa peredaman radikal bebas membentuk DPPH

yang lebih stabil. Senyawa peredaman radikal bebas yang bereaksi dengan

34
DPPH akan menjadi radikal baru yang lebih stabil atau senyawa bukan

radikal (Faisal, 2019).

DPPH (2,2 difenil-1- pikrihidrazil) merupakan suatu senyawa radikal yang

bersifat stabil. DPPH digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan

melalui kemampuannya dalam menangkap radikal bebas. Aktivitas

antioksidan diukur berdasarkan transfer elektron yang dilakukan oleh

antioksidan. Semula DPPH yang berwarna ungu pekat memberikan serapan

pada panjang gelombang 517 nm namun setelah mengalami reduksi maka

DPPH akan berubah menjadi senyawa difenil pikril hidrazin yang warnanya

akan berangsur-angsur memudar menjadi warna kuning dan nilai serapannya

akan sebanding dengan jumlah elektron yang diterima(Wulansari, 2018).

Metode DPPH memiliki keunggulan yaitu metode analisisnya yang

bersifat sederhana, cepat, mudah dan sensitif terhadap sampel dengan

konsentrasi yang kecil namun pengujian menggunakan DPPH terbatasi

karena DPPH hanya dapat dilarutkan dalam pelarut organik sehingga agak

sulit untuk menganalisis senyawa yang bersifat hidrofilik(Wulansari, 2018).

Prinsip kerja metode DPPH adalah adanya atom hidrogen dari senyawa

antioksidan yang berikatan dengan elektron bebas pada senyawa radikal

sehingga menyebabkan perubahan dari radikal bebas

(diphenylpicrylhydrazyl) menjadi senyawa non-radikal

(diphenylpicrylhydrazine). Hal ini ditandai dengan perubahan warna dari

ungu menjadi kuning (senyawa radikal bebas te– reduksi oleh adanya

antioksidan). (Aryanti et al., 2021).

35
Gambar 2.7 Reaksi DPPH dengan Senyawa Antioksidan

Sumber (Tristantini dkk.)

Pengukuran aktivitas antioksidan secara spektrofotometri dilakukan pada

panjang gelombang 517 nm, yang merupakan panjang gelombang maksimum

DPPH. Metode uji menggunakan DDPH ini didasarkan pada penurunan

absorbansi akibat perubahan warna larutan warna DPPH, dimana DPPH akan

bereaksi dengan atom hidrogen dari senyawa peredam radikal bebas

membentuk DPPHHidrazin yang lebih stabil. Reagen DPPH yang bereaksi

dengan antioksidan akan mengalami perubahan warna dari ungu ke kuning,

intensitas warna tergantung kemampuan dari antioksidan. andung di

dalamnya. Semakin banyaknya senyawa antioksidan akan menyebabkan

semakin besar pula peredaman warna ungu dari DPPH sehingga nilai

absorbansi yang diperoleh semakin kecil. Peredaman tersebut dihasilkan oleh

bereaksinya molekul DPPH dengan atom hidrogen yang dilepaskan satu

molekul komponen sampel sehingga terbentuk senyawa 1,1-difenil-2-

pikrilhidrazin (DPPH-H) dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna

DPPH dari ungu ke kuning (Bahriul et al., 2014).

36
Metode pengujian antioksidan sebagai berikut (Aryanti dkk, 2021) :

1. Metode DPPH (2,2 Diphenyl-1-picrylhydrazyl)

DPPH merupakan suatu radikal bebas sintetik yang dapat larut dalam

senyawa polar seperti etanol dan metano. DPPH akan bereaksi dengan dua

cara yaitu mekanisme donor atom hidrogen dan donor elektron, dimana

DPPH yang bersifat radikal akan mengambil atom hidrogen dari senyawa

antioksidan untuk mendapatkan pasangan elektron. DPPH merupakan metode

pengujian antioksidan yang paling mudah, cepat, murah, dapat digunakan di

laboratorium sederhana dan sensitif digunakan untuk menentukan aktivitas

antioksidan. Namun metode ini sangat mudah terpengaruh oleh berbagai

faktor, selain itu pelarut DPPH juga harus selalu dibuat baru. Prinsip kerja

dari metode DPPH yaitu reaksi oksidasi-reduksi.

2. Metode ABTS (2,2’-azino-bis (3- ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid)

ABTS merupakan metode pengujian aktivitas/aktivitas antioksidan dengan

menggunakan senyawa 2,2’-azino-bis(3- ethylbenzothiazoline-6-sulfonic

acid) sebagai penghasil radikal bebas. ABTS adalah substrat dari enzim

peroksidase yang dapat teroksidasi oleh peroksida (H 2O2) menjadi kation

radikal. Reagen ABTS memiliki ciri kimia yang stabil, dapat larut dalam air

ataupun lemak. Prinsip metode ini yaitu melihat kemampuan senyawa

antioksidan dalam menstabilkan radikal bebas dengan mendonorkan proton

kepada radikal bebas yang ditandai dengan pemudaran warna dari warna biru

kehijauan menjadi tidak berwarna seiring tereduksinya kation radikal ABTS.

37
3. Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)

FRAP merupakan metode pengujian yang sederhana, cepat, serta tanpa

memerlukan alat khusus dalam pengukurannya. Namun kelemahan metode

uji FRAP yaitu reagen bersifat kurang stabil sehingga harus dibuat baru dan

harus segera digunakan, selain itu metode FRAP tidak spesifik dimana

senyawa lain yang tidak memiliki kandungan antioksidan namun memiliki

potensial reduksi rendah dari Fe3+/Fe2+ dapat terdeteksi oleh metode ini.

Prinsip penetapan aktivitas antioksidan dengan metode pengujian FRAP

yaitu kemampuan antioksidan dalam mereduksi kompleks ferri (Fe3+) dari

ferri-tripyridyl-triazine (TPTZ) menjadi kompleks ferro (Fe2+) yang ditandai

dengan perubahan warna menjadi biru dan dapat diukur pada panjang

gelombang 593 nm. Metode FRAP menggunakan senyawa antioksidan

sebagai agen pereduksi (reduktan) dalam reaksi reduksi-oksidasi. Mekanisme

kerja metode FRAP yaitu dengan cara menginaktivasi radikal bebas dengan

transfer elektron.

4. Metode CUPRAC (Cupric Reducing Antioxidant Capacity)

Prinsip metode CUPRAC yaitu berdasarkan reaksi reduksi-oksidasi

sederhana antara antioksidan dengan radikal bebas, yang dapat diukur melalui

reduksi ion cupric (Cu2+) menjadi cuprous (Cu+) dengan cara donor elektron

oleh antioksidan. Kelebihan dari metode CUPRAC yaitu pereaksi CUPRAC

cukup selektif karena memiliki nilai potensial reduksi yang rendah, cepat,

pereaksi lebih stabil, bisa didapat dari pereaksi lain (DPPH, ABTS), dapat

digunakan untuk antioksidan yang bersifat hidrofilik atau lipofilik dalam pH

38
fisiologis, selain itu metode ini mudah, sederhana, terpercaya, dengan sedikit

biaya yang dibutuhkan, dan dapat digunakan di laboratorium konvensional

dengan standar alat yang sederhana.

5. Metode ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity)

Prinsip dasar metode ORAC ini yaitu mengukur kemampuan antioksidan

dengan cara donor hidrogen dalam meredam radikal peroksil yang dilihat

berdasarkan penurunan intensitas molekul fluoresen selama waktu reaksi.

Mekanisme kerja metode pengujian ini yaitu menggunakan inisiator bis

azida/AAPH (2,2’-azobis(2-amidinopropane) dihydrochloride) sebagai

pembentuk radikal peroksil lewat oksidasi, yang akan bereaksi dengan

molekul fluoresen seperti fluorescein atau β-pikoeritrin dan menyebabkan

hilangnya kemampuan berfluorosensi sebagai interpretasi dari kemampuan

peredaman senyawa antioksidan secara fisiologis. Kekurangan metode ini

sulit dalam praktiknya, sensitif terhadap suhu rendah yang dapat menurunkan

reproduktifitas pengujian.

F. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis merupakan metode analisis yang menggunakan

panjang gelombang UV dan Visible sebagai area serapan untuk mendeteksi

senyawa. Pada umumnya senyawa yang dapat diidentivikasi menggunakan

Spektrofotometri UV-Vis adalah senyawa yang memilki gugus gugus kromofor

dan gugus auksokrom . Pengujian dengan Spektrofotometri UV-Vis tergolong dan

cepat cepat jika dibandingkan dengan metode lain (Handoyo et al., 2020).

39
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisa spektroskopi

yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan

sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometri UV-Vis

energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga

spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif

ketimbang kualitatif (Sahumena dkk., 2020).

Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsopsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum tampak yang

kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blangko dan

suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blangko ataupun

perbandingan (Sahumena dkk., 2020)

Spektrofotometer UV-VIS adalah salah satu metode instrumen yang paling

sering diterapkan dalam analisis kimia untuk mendeteksi senyawa (padat/cair)

berdasarkan absorbansi foton. Agar sampel dapat menyerap foton pada daerah

UV-VIS (panjang gelombang foton 200 nm – 700 nm), biasanya sampel harus

diperlakukan atau derivatisasi, misalnya penambahan reagen dalam pembentukan

garam kompleks dan lain sebagainya. Unsur diidentifikasi melalui senyawa

kompleksnya. Persyaratan kualitas dan validitas kinerja hasil pengukuran

spektrofotometer dalam analisis kimia didasarkan pada acuan ISO 17025, Good

Laboratory Practice (GLP) atau rekomendasi dari Pharmacopeia (Irawan, 2019).

40
Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya monokromatik

melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap (I), sebagian

dipantulkan (lr), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Aplikasi rumus tersebut

dalam pengukuran kuantitatif dilaksanakan dengan cara komparatif menggunakan

kurva kalibrasi dari hubungan konsentrasi deret larutan alat untuk analisa suatu

unsur yang berkadar rendah baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, pada

penentuan secara kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan spektrum

dari suatu unsur tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan

secara kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum

dengan adanya senyawa pengompleks sesuai unsur yang dianalisisnya

(Irawan, 2019)

Gambar 2.8 Prinsip Kerja Spektrofotometri UV-Vis

Sumber. (Suhartati, 2017)

Komponen – komponen spektrofotometri UV-Vis

1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah

lampu wolfram.

2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis

41
3. Sel absrobsi, pada pengukuran di daerah tampak menggunakan kuvet kaca

atau corex, tetapi untuk pengkuran pada UV menggunakan sel kuarsa karena

gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini

4. Detektor radiasi yang dihubngkan dengan sistem meter atau pencatat. Peranan

detektro penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai

pangjang gelombang (Noviyanto, 2020).

42
G. Kerangka Teori

Daun
Jambu Bol
(Syzygium

Ekstrak Maserasi
Daun Metode
Jambu Bol ekstraksi Refluks

Skrining
Fito Kimia

Uji Kadar Uji


Flavonoid Aktivitas

Metode
DPPH

Spektrofoto
metri UV -

Analisis
Data

43
H. Kerangka Konsep

Masalah
Judul
1. Apakah terdapat perbedaan
Pengaruh Perbedaan Metode metode ekstraksi maserasi dan
Maserasi Dan Refluks Terhadap refluks terhadap kadar flavonoid
Kadar Flavonoid Total Dan total dan aktivitas antioksidan
Aktivitas Antioksidan dari dari ekstrak daun jambu bol
Ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense L. Merr &
(Syzygium malaccense L. Merr & Perry)?
Perry) 2. Berapa besar kadar flavonoid
total dan akitivitas antioksidan
Tujuan dari ekstrak daun jambu bol
1. Untuk mengetahui perbedaan (Syzygium malaccense L. Merr &
kadar flavonoid total dan Perry)dengan metode maserasi
aktivitas antioksidan dari ekstrak dan refluks?
daun jambu bol (Syzygium
malaccense L. Merr & Perry) Variabel
dengan menggunakan metode
maserasi dan refluks.
2. Untuk mengetahui besar
kandungan kadar flavonoid total Variabel Bebas Variabel Terikat
Daun jambu bol Analisis kadar
dan akitivitas antioksidan dari
(Syzygium flavonoid total dan
ekstrak daun jambu bol malaccense L. Merr aktivitas antioksidan
(Syzygium malaccense L. Merr & Perry)
& Perry)Skeels) dengan metode
maserasi dan refluks.

Ekstraksi daun jambu bol (Syzygium


Output malaccense L. Merr & Perry) dengan
metode maserasi dan refluks
Diketahui berapa kadar flavonoid
total dan aktivitas antioksidan
Analisis kadar flavonoid total dan
ekstrak daun jambu bol
aktivitas antioksidan dari ekstrak daun
(Syzygium malaccense L. Merr & jambu bol (Syzygium malaccense L. Merr
Perry) pada dua metode ekstraksi & Perry)

Hasil

Gambar 2.8 Kerangka Konsep

44
I. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya variabel tergantung. Adapun yang menjadi variabel bebas dalam

penelitian ini adalah metode maserasi dan refluks.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

Adapun yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas

antioksidan ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr &

Perry).

J. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada pengaruh dari perbedaan metode ekstraksi maserasi dan refluks

terhadap kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu

bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry).

2. Hipotesis Awal (H1)

Terdapat pengaruh dari perbedaan metode ekstraksi maserasi dan refluks

terhadap kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu

bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry).

45
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen laboratorium untuk melihat

perbandingan metode refluks dan maserasi magnetic stirrer ekstrak daun jambu

bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium fitokimia Universitas Megarezky

Makassar

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu aluminium foil, blender,

botol maserasi, corong (Pyrex), desikator, erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur

(Pyrex), gelas kimia (Pyrex), kaca arloji, kertas saring, krus porselen, kuvet,

magnetic stirrer, rotary evaporator (Electrothermal), seperangkat alat refluks

(Electrothermal), tabung reaksi (Pyrex), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu

tipe 2450), toples.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu aluminium klorida

2% (AlCl3), aquadest, daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr &

Perry). DPPH (2,2-dipenhyl-1-picrylhydrazil), etanol 70%, etanol p.a, kalium

asetat 120 mM, kuarsetin dan vitamin C (asam askorbat).

46
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jambu bol

(Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry).

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jambu bol

(Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry).

Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah

a. Keadaan daun yang masih segar

b. Daun dalam keadaan sehat bebas dari serangga hidup

c. Tidak tercampur benda asing

E. Prosedur Kerja

1. Pengumpulan Sampel

Sampel dikumpulkan dari perkebunan di Sinjai Barat, Desa Turungan

Baji, Kab Sinjai, Sulawesi Selatan pukul 08.00 WITA.

2. Penyiapan Simplisia

Sampel daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry) diambil

sebanyak kurang lebih 500 gram kemudian daun jambu bol putih (Syzygium

malaccense (L.) Merr & Perry). Setelah itu dicuci bersih dengan

menggunakan air mengalir, setelah itu dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan selama kurang lebih 7 hari sehingga didapatkan daun jambu bol

yang telah kering, sampel yang sudah kering dirajang dan siap untuk

diekstraksi.

47
3. Skrining Fitokimia

a. Flavonoid

Sebanyak 0,5 mg ekstrak dilarutkan dengan etanol sebanyak 10 ml,

selanjutnya ditambahkan 2 mg serbuk Mg dan 3 tetes dan diamati. Uji

positif flavanoid ditandai dengan terbentuknya warna merah, kuning,

atau jingga.

b. Fenol

Sebanyak 0,5 mg ekstrak dilarutkan dengan etanol 10 ml,

kemudian ditambahkan 3 tetes larutan besi (III) 1%. Uji positif fenol

memberikan warna hijau, merah, merah, ungu, biru, atau hitam yang

kuat.

c. Tanin

Sebanyak 0,5 mg ekstrak dilarutkan dengan etanol 10 ml,

kemudian ditambahkan 3 tetes larutan besi (III) 10%. Warna biru tua atau

hijau menunjukkan adanya tanin.

d. Saponin

Sebanyak 0,5 mg ekstrak dilarutkan dengan air panas sebanyak 10

ml, lalu dikocok dengan kuat. Kemudian ditambakan 1 tetes HCl pekat

jika timbul busa. Uji positif pada saponin yaitu akan terbentuk busa.

e. Alkaloid

Sebanyak 0,5 mg dilarutkan dalam 10 Ml pelarut masing-masing,

kemudian diambil sebanyak 9 ml ditambah 1 ml HCl 2N dan 2 ml air,

dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

48
Diambil 3 tetes esktrak ditempatkan pada plat tetes dan ditambahkan

pereaksi mayer. Adanya senyawa alkaloid ditandai dengan terbentuknya

endapan putih.

F. Pembuatan Ekstrak

1. Metode Refluks

Daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry) ditimbang

sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam labu alas bulat, ditambah 1000 mL

etanol 70 % lalu dipanaskan pada suhu 50°C selama 3 jam. Uap pelarut yang

terkondensasi menjadi molekul-molekul pelarut yang akan turun kembali

menuju labu alas bulat dan akan menyari kembali sampel yang berasal dari

labu alas bulat. Proses ini terus berlangsung secara berkesinambungan hingga

penyarian sempurna. Filtrat yang diperoleh berupa ekstrak encer. Kemudian

dievaporasi untuk memperoleh ekstrak kental. Ekstrak dikeringkan pada suhu

kamar hingga bebas pelarut.

2. Metode Maserasi Menggunakan Magnetik Stirrer

Sebanyak 100 gram serbuk kering daun jambu bol (Syzygium malaccense

(L.) Merr & Perry) dimasukkan dalam glass beaker, kemudian ditambahkan

etanol 70 % sebanyak 1000 mL. Proses ekstraksi dilakukan selama 3 jam

dengan kecepatan pengadukan 1000 rpm menggunakan magnetic stirrer.

Setelah itu dilakukan penyaringan, dan filtrat dipekatkan dengan rotary

evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental daun jambu bol (Syzygium

malaccense (L.) Merr & Perry). Ekstrak dikeringkan pada suhu kamar hingga

bebas pelarut.

49
G. Penetapan Kadar Flavonoid Total

1. Penentuan Panjang Gelombang (maks) Kuersetin

Penentuan panjang gelombang maksimum kuersetin dilakukan dengan

membaca larutan baku kuarsetin dengan konsentrasi 100 ppm pada panjang

gelombang 400-500 nm. Hasil Panjang gelombang maksimum tersebut yang

digunakan untuk mengukur serapan dari sampel ekstrak daun jambu bol

(Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry).

2. Pembuatan Kurva Baku Standar Kuersetin

Dibuat larutan stok 100 ppm dengan menimbang sebanyak 10 mg baku

standar kuersetin dan dilarutkan dalam 10 mL etanol p.a. Dari larutan standar

kuersetin 100 ppm, kemudian dibuat beberapa variasi konsentrasi yaitu 10

ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, 70 ppm, 80 ppm, 90 ppm,

dan 100 ppm. Dari masing-masing konsentrasi larutan standar kuersetin

dipipet 1 mL. Kemudian ditambahkan 1 mL AlCl 3 2% dan 1 mL kalium

asetat 120 mM. Sampel diinkubasi selama satu jam pada suhu kamar.

Absorbansi ditentukan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada

panjang gelombang maksimum. Sampel dibuat masing-masing menjadi tiga

replikasi untuk setiap analisis dan diperoleh nilai rata-rata absorbansi.

3. Penetapan Uji Total Flavonoid

Dibuat larutan stok 1000 ppm dengan menimbang sebanyak 10 mg ekstrak

dan dilarutkan dalam 10 mL etanol p.a. kemudian dipipet masing-masing 1

mL. Kemudian ditambahkan 1 mL AlCl3 2% dan 1 mL kalium asetat 120

mM. Sampel diinkubasi selama satu jam pada suhu kamar. Absorbansi

50
ditentukan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum. Sampel dibuat masing-masing menjadi tiga replikasi

untuk setiap analisis dan diperoleh nilai rata-rata absorbansi.

H. Pengujian Aktivitas Antioksidan

1. Pembuatan Larutan DPPH

Larutan DPPH 100 ppm dibuat dengan menimbang 5 mg padatan DPPH

dan dilarutkan dengan etanol p.a sampai tanda batas dengan menggunakan

labu ukur 50 mL, sebagai larutan stock lalu disimpan dalam labu ukur

1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH

Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mencampur 1

mL larutan stock DPPH dengan 1 mL etanol absolut p.a selanjutnya diukur

serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm menggunakan

Spektrofotometer UV-Vis.

2. Pembuatan dan Pengukuran Aktivitas Antioksidan Kontrol Positif

Dibuat larutan stok 100 ppm dengan menimbang vitamin C sebagai

kontrol positif (K+) sebanyak 10 mg lalu dilarutkan dengan etanol p.a hingga

homogen dan di cukupkan volumenya sampai 100 ml. Kemudian di lakukan

pengenceran variasi konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm,

60 ppm, 70 ppm, 80 ppm, 90 ppm, dan 100 ppm. Selanjutnya pengujian di

lakukan dengan memipet masing-masing larutan sampel pembanding dari

berbagai konsentrasi sebanyak 2 mL dengan pipet mikro dan di masukkan

kedalam vial. Lalu masing-masing larutan konsentrasi di tambahkan 1 mL

larutan DPPH Selanjutnya di vortex dan didiamkan ditempat gelap, pada suhu

51
37°C selama 30 menit kemudian absorbansinya di ukur dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.

3. Pembuatan dan Pengukuran Aktivitas Antioksidan ekstrak daun jambu bol

(Syzygium malacensse L.)Merry & Perr)

Dibuat larutan stok 100 ppm dengan menimbang sampel ekstrak daun

daun jambu bol (Syzygium malacensse L.)Merry & Perr) sebanyak 10 mg lalu

dilarutkan dengan etanol p.a hingga homogen dan di cukupkan volumenya

sampai 100 ml. Kemudian di buat pengenceran variasi konsentrasi 10 ppm,

20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, 70 ppm, 80 ppm, 90 ppm, dan

100 ppm. Selanjutnya pengujian di lakukan dengan memipet masing-masing

larutan sampel pembanding dari berbagai konsentrasi sebanyak 2 mL dengan

pipet mikro dan di masukkan kedalam vial. Lalu masing-masing larutan

konsentrasi di tambahkan 1 mL larutan DPPH Selanjutnya di vortex dan

didiamkan ditempat gelap, pada suhu 37°C selama 30 menit kemudian

absorbansinya di ukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum.

2. Pengumpulan Data dan Analisis Data

Aktifitas antioksidan sampel ditentukan oleh besarnya hambatan radikal

bebas DPPH melalui perhitungan presentase inhibisi serapan DPPH dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Absorbansi blanko-Absorbansi sampel

% inhibisi = Absorbansi blanko x 100%

52
Keterangan :

Absorbansi Blanko = Absorbansi yang tidak mengandung sampel

Absorbansi Sampel = Absorbansi yang mengandung sampel

Nilai IC50 masing-masing konsentrasi ekstrak daun jambu bol (Syzygium

malaccense (L.) Merr & Perry). Dihitung dengan menggunakan rumus

persamaan regresi linear. Konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi

sebagai sumbu y. Dari Persamaan Y : a + bX

Untuk penentuan nilai IC50 dihitung dengan menggunakan rumus :

IC50 = 50 – a

Keterangan :

Y : % Inhibisi

a : Intercept (Pemotongan garis di sumbu Y)

b : Slope (Kemiringan)

X : Konsentrasi

53
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Ekstraksi Daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L)

Berat ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense L) yang diperoleh

dengan metode maserasi magnetik stirrer dan metode refluks.

Tabel 4.1. Data Hasil Rendemen


Bobot Bobot
Jenis Persen
Sampel Metode Sampel Ekstrak
Pelarut rendamen
Kering Kental
Maserasi
Daun Etanol 13,77 g 13,77 %
MS 100 g
Jambu Bol 70%
Refluks 9,27 g 9,27 %
Keterangan :
MS : Magnetic Stirrer
g : Gram
% : Persen

2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Jambu Bol

Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia


Senyawa Pereaksi Hasil Ket
Flavonoid HCl + Mg Jingga +
Fenol FeCl3 1% Biru hitam +

Alkaloid HCl 2N dan Endapan putih +


mayer
Tanin FeCl3 1% Hijau kehitaman +
Saponin Aquades + HCl Busa +
Keterangan :
HCl : Asam klorida
Mg : Magnesium
FeCl3 : Besi III klorida
N : Normalitas
% : Persen
+ : Positif

54
3. Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin

Tabel 4.3 Hasil Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin


Standar Panjang gelombang (nm)

Kuarsetin 403,70

Keterangan :
nm : Nanometer

4. Pengukuran Kurva Baku Kuarsetin

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Kurva Baku Kuersetin


Konsentrasi Absorbansi Rata- 2 Persamaan
r SD
(x) (y) rata Garis Lurus
0,1785 0,9951 y = 0,003x + 0,089239452
10 ppm 0,1782 0,1783 0,1536
0,1784
0,2150
20 ppm 0,2150 0,2151
0,2152
0,2439
30 ppm 0,2433 0,2435
0,2433
0,2846
40 ppm 0,2842 0,2844
0,2843
0,3169
50 ppm 0,3168 0,3166
0,3162
0,3391
60 ppm 0,3389 0,3392
0,3395
0,3671
70 ppm 0,3675 0,3672
0,3671
0,3927
80 ppm 0,3926 0,3927
0,3930
90 ppm 0,4206 0,4207
0,4205

55
0,4210
0,4596
100 ppm 0,4502 0,4600
0,4602
Keterangan :
ppm : Part per million
r2 : Regresi linier
SD : Standar deviasi

KURVA QUERSETIN
0.5
ABSORBANSI (Y)

0.4 f(x) = 0.00304541414141414 x + 0.153615555555556


0.3 R² = 0.995120505899417 Series2
0.2 Linear (Series2)
0.1
0
0 20 40 60 80 100 120
KORSENTRASI (X)

5. Penetapan Kadar Flavonoid Total

Tabel 4.5 Hasil Penetapan Kadar Flavonoid Total


Absorbansi
Metode Rata-rata KTF (mgQE/g ekstrak) SD
(y)
0,3675
Maserasi 0,3671 0,3673 71,23333333±0,0002 0,0002
0,3673
0,3014
Reflux 0,3015 0,3015 49,28888889±0,0001 0,0001
0,3015
Keterangan :
KTF : Kadar total falvonoid
SD : Standar deviasi

6. Penetapan Panjang Gelombang DPPH

Tabel 4.6 Hasil Penetapan Panjang Gelombang Maksimum DPPH


Sampel Panjang Gelombang (nm) Absorbansi
DPPH 517,55 0,4916
Keterangan :
nm : Nanometer

56
7. Penetapan Antioksidan Vitamin C

Tabel 4.7 Hasil Penetapan Antioksidan Vitamin C


Konsentrasi Absorbansi
% Inhibisi IC 50 SD
(ppm) Blanko Sampel
2 0,400367 53,12049
6 0,349767 59,04531
8 0,854033 0,3117 63,5026 0,644412 0,085567
12 0,245233 71,28527
16 0,1833 78,53714
Keterangan :
Ppm : Part per million
IC : Inhibitor concentration
SD : Standar deviasi

Kurvat Vitamin C
100
ABSORBANSI (Y)

80
60 f(x) = 1.85130134580313 x + 48.8067098211923
R² = 0.996953382652496 Series2
40 Linear (Series2)
20
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
KONSENTRASI (X)

8. Penetapan Antioksidan Sampel Refluks

Tabel 4.8 Hasil Penetapan Antioksidan Sampel Refluks


Konsentrasi Absorbansi
% Inhibisi IC 50 SD
(ppm) Blanko Sampel
20 0,521267 38,96413
40 0,448667 47,46497
60 0,854033 0,402733 52,84337 48,81674 0,101128
80 0,3144 63,18645
100 0,270133 68,3697
Keterangan :
Ppm : Part per million

57
IC : Inhibitor concentration
SD : Standar deviasi

KURVA REFLUKS
Absorbansi (y) 80
60 f(x) = 0.372663049841926 x + 31.8059404394833
R² = 0.990456732838713
40 Series2
20 Linear (Series2)
0
10 30 50 70 90 0
11
Konsentrasi (x)

9. Penetapan Antioksidan Sampel Maserasi Magnetik Stirrer

Tabel 4.9 Hasil Penetapan Antioksidan Sampel Maserasi Magnetic Stirrer


Konsentrasi Absorbansi
% Inhibisi IC 50 SD
(ppm) Blanko Sampel
20 0,487567 42,91011
40 0,416933 51,18067
60 0,854033 0,367933 56,91815 38,47087 0,102711
80 0,283667 66,78506
100 0,230267 73,03774
Keterangan :
Ppm : Part per million
IC : Inhibitor concentration
SD : Standar deviasi

KURVA MASERASI
80
Absorbansi (y)

60 f(x) = 0.379298231919129 x + 35.408454002576


R² = 0.9946723253317
40 Series2
20 Linear (Series2)
0
10 30 50 70 90 0
11

Konsentrasi (x)

58
B. Pembahasan

Analisis kualitatif adalah kimia analisa yang hanya membahas tentang

identifikasi atau ada/tidaknya unsur/zat di dalam suatu bahan. Pada penelitian ini

dilakukan uji kualitatif berupa skrining fitokimia yang bertujuan untuk

mengetahui senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstraks daun jambu bol.

Analisis kuantitatif adalah suatu rangkaian pekerjaan analisis yang bertujuan

untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam suatu sampel yang kita

analisa. Pada penelitian ini dilakukan uji kuantitas berupa pengujian kadar

flavonoid total yang bertujuan untuk mengetahui jumlah flavonoid total dalam

ekstrak daun jambu bol.

Pada penelitian ini dilakukan uji kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan

dari ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)

berdasarkan perbandingan metode ekstraksi, yaitu metode refluks dengan metode

maserasi magnetic stirrer. Pada penelitian ini menggunakan sampel daun jambu

bol karena jambu bol merupakan sumber antioksidan yang baik sehingga memiliki

potensi menjaga kesehatan manusia. Antioksidan alami yang terkandung dalam

tanaman memiliki kemampuan untuk mencegah penyakit degeneratif (Nenden &

Musthapa, 2019).

Penelitian ini diawali dengan proses ekstraksi daun jambu bol (Syzygium

malaccense (L.) Merr & Perry) dengan metode refluks dan maserasi magtetic

stirrer. Ekstraksi dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan kandungan

metabolit sekunder dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan

59
senyawa non-polar dalam pelarut non-polar. Pada penelitian ini dilakukan

pengujian berdasarkan perbandingan metode ekstraksi yaitu metode panas dengan

metode dingin, yang dimana metode panas merupakan metode ekstraksi yang

melibatkan pemanasan dalam prosesnya yang dengan adanya pemanasan akan

mempersepat penyarian. Dan metode dingin merupakan metode yang tidak

terdapat proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, dengan tujuan

untuk menghindari rusaknya senyawa akibat pemanasan. Cara ekstraksi sangat

mempengaruhi konsentrasi atau hilangnya efek terapi dari simplisia karena

beberapa simplisia bersifat relatif stabil dan juga dapat teruarai tergantung dari

caraekstraksi yang digunakan. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan

penelitian berdasarkan perbandingan metode ekstraksi. Pada penelitian ini

dilakukan proses ekstraksi dengan metode refluks yang merupakan metode

ekstraksi yang dilakukan pada titik didih pelarut, selama waktu dan jumlah pelarut

tertentu dengan adanya pendinginan balik (kondensator). Kelebihan metode ini

adalah terjadinya kontak langsung dengan pelarut secara terus menerus, pelarut

yang digunakan lebih sedikit, dan waktu yang lebih singkat karena sudah terjadi

kontak antara pelarut dengan sampel pada saat pencampuran sehingga efektif dan

efisien dibandingkan dengan metode sokletasi yang membutuhkan waktu yang

lebih lama agar terjadi kontak antara pelarut dengan sampel. Metode maserasi

magnetic stirrer merupakan rancangan alat merasi skala laboratorium dengan

pengadukan magnetik otomatis yang diberi nama Macerator-Magnetic Stirrer (M-

MS) yang diprediksi dapat menjadi solusi terhadap kejenuhan proses ekstraksi

secara maserasi sekaligus dapat mengoptimalkan proses ekstraksi (Zaini Dkk.,

60
2020). Tujuan diciptakan alat ini yaitu untuk memaksimalkan proses ekstraksi

maserasi, yaitu mengoptimalisasikan penarikan bahan aktif senyawa pada

simplisia dengan bantuan pengadukan secara berkesinambungan. Pengadukan

dengan sistem magnetik dipilih karena dianggap mudah dalam pembuatan dan

dapat meminimalisir kebocoran tabung ekstraktor, serta dapat mencegah

terjadinya kejenuhan pelarut dalam sistem maserasi (Zaini Dkk., 2020). Hadirnya

metode maserasi konvensional dapat melenkapi kekurangan metode maserasi

yang dianggap kurang efektif karena memiliki efisiensi yang rendah dalam

ekstraksi fenolik dibanding metode konvensional lain. Adanya proses pengadukan

pada metode maserasi magnetic stirrer dapat memperbesar hasil ekstraksi. Hal ini

dikarenakan kecepatan pengadukan dapat mengakibatkan turbulansi gerakan

dalam larutan semakin besar sehingga tumbukan antara satu molekul dengan

molekul yang lain (frekuensi tumbukan) akan semakin besar, hal ini menyebabkan

kontak antara padatan dengan pelartnya semakin baik. Dari kedua metode

ekstraksi tersebut menggunakan etanol 70 % sebagai cairan penyari. Pemilihan

etanol 70 % karena etanol dapat menarik senyawa aktif yang lebih banyak

dibandingkan dengan jenis pelarut organik lainnya, etanol memiliki titik didih

yang rendah yaitu 790 C sehingga memerlukan panas yang lebih sedikit

untukproses pemekatan. Selain itu, etanol merupakan satu-satunya jenis pelarut

yang aman atau tidak bersifat beracun apabila dikonsumsi karena rendahnya

tingkat toksisitas dibanding pelarut lain. Penggunaan etanol yang sangat luas

dikarenakan etanol relatif tidak toksik dibandingkan dengan aseton dan metanol.

Alasan lain pemilihan etanol 70% karena senyawa flavonoid umumnya dalam

61
bentuk glikosida yang bersifat polar sehingga dilarutkan dengan pelarut yang

bersifat polar, dan etanol 70% adalah pelarut yang bersifat polar, tingkat

polaritasnya lebih tinggi dari etanol 96%. Berdasarkan hasil ekstraksi dari kedua

metode tersebut, maka diperoleh persen rendemen sebesar 9,27 % pada metode

refluks dan 13,77 % pada metode maserasi magnetic stirrer. Perbedaan persen

rendemen dapat dipengaruhi oleh suhu, adanya proses pemanasan dapat

membantu mempercepat proses ekstraksi, namun pada suhu ekstraksi yang terlalu

tinggi dan waktu ekstraksi yang terlalu lama serta melampui batas optimum yang

menyebabkan hilangnya senyawa-senyawa pada pelarut karena terjadi proses

oksidasi. Komponen bioaktif seperti flavonoid tidak tahan terhadap suhu tinggi

diatas 50oC, sehingga mengalami perubahan struktur serta menghasilkan ekstrak

yang lebih rendah.

Sebelum dilakukan penelitian ini terlebih dahulu dilakukan skrining fitikimia.

Dari hasil uji skrining fitokimia menggunakan tabung reaksi yang telah dilakukan,

dimana ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense L.) pada pengujian

senyawa flavonoid positif karena terjadi perubahan menjadi jingga. Pada

pengujian senyawa alkaloid menggunakan tabung reaksi pada pereaksi

Dragondraf dan mayer hasil yang diperoleh terjadi perubahan warna menjadi

pengendapan putih menunjukan adanya alkaloid. Pada senyawa tanin

menggunakan tabung reaksi, positif karena terjadi perubahan warna hijau

kehitaman. Pada senyawa saponin menggunakan tabung reaksi, positif

mengandung saponin karena adanya busa yang terjadi. Pada senyawa fenol

62
menggunakan tabung reaksi, positif mengandung fenol karena terjadi perubahan

biru kehitaman.

Pengujian selanjutnya adalah penetapan kadar falvonoid total pada ekstrak

daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry) dengan metode

spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometer UV-Vis adalah salah satu metode

instrumen yang paling sering diterapkan dalam analisis kimia untuk mendeteksi

senyawa (padat/cair) berdasarkan absorbansi foton. Analisis kadar falvonoid total

merupakan pengukuran total flavonoid yang terkandung dalam sampel. Penetapan

kadar flavonoid total bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kadar flavonoid

total yang terkandung dalam ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense (L.)

Merr & Perry) sehingga potensi tumbuhan ini sebagai bahan baku obat untuk

penceghan maupun pengobatan berbagai penyakit dapat lebih dikembangkan

dengan maksimal. Pada penetapan kadar flavonoid total digunakan kuarsetin

sebagai baku atau standar, pemilihan kuarsetin sebagai standar dikarenakan

kuarsetin merupakan senyawa yang paling luas penyebarannya yang terdapat pada

tumbuhan, kuarsetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-70 % dari

flavonoid dan kuarsetin juga merupakan salah satu senyawa golongan flavonoid

yang dapat bereaksi dengan AlCl 3 membentuk kompleks.

Sebelum dilakukan penetapan kadar flavonoid total, terlebih dahulu dilakukan

penetapan panjang gelombang maksimum kuarsetin. Penetapan panjang

gelombang maksimum bertujuan agar absorbansi sampel berada pada penyerapan

yang maksimum sehingga didapat hasil yang maksimum. Penetapan panjang

gelombang maksimum dilakukan dengan cara menimbang kuarsetin sebanyak 10

63
mg, dan dilarutkan hingga 100 mL menggunakan etanol p.a, etanol digunakan

sebagai pelarut karena relatif tidak toksik dibandingkan dengan aseton dan

metanol. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-500 nm.

Berdasarkan hasil penetapan panjang gelombang maksimum dari standar

kuarsetin maka diperoleh panjang gelombang maksimum kuarsetin 403,70 nm.

Langkah selanjutnya yaitu pengukuran kurva baku kuarsetin yang bertujuan

untuk mendapatkan persamaan linear yang dapat digunakan untuk menghitung

persen kadar. Larutan baku dibuat beberapa deret konsentrasi yaitu konsentrasi

10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 ppm dan diukur serapannya pada

panjang gelombang 403,70 nm. Dari hasil pengukuran diperoleh persamaan y =

0,003x + 0,1536 dengan nilai r 2 = 0,9951. Dari hasil pengukuran maka dapat

disimpulkan bahwa kurva baku memiliki hubungan yang linier antara konsentrasi

dengan absorbansi karena hubungan linier yang ideal dicapai apabila nilai r 2 =

0,99 sampai 1.

Pengujian selanjutnya yaitu penetapan kadar flavonoid total yang dilakukan

dengan cara menimbang sampel sebanyak 0,01 gram dan dilarutkan dengan etanol

p.a sebanyak 10 mL, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang

403,70 nm. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh absorbansi sebesar 0,3673

pada sampel metode maserasi sehingga diperoleh kadar flavonoid total sebesar

71,23333333 mgQE/g sampel dan diperoleh absorbansi sebesar 0,301466667 pada

sampel metode refluks sehingga diperoleh kadar flavonoid total sebesar

49,28888889 mgQE/g ekstrak. Perbedaan kadar flavonoid total pada kedua

metode bisa saja disebabkan karena pengaruh suhu. Suhu yang terlalu tinggi dan

64
waktu ektraksi yang terlalu lama dapat menyebabkan hilangnya senyawa-senyawa

pada larutan karena terjadi proses oksidasi. Suhu yang tinggi dapat dapat

menyebabkan kerusakan pada bahan yang sedang diproses sehingga

mengakibatkan terjadinya penurunan total fenol. Komponen bioaktif seperti

flavonoid tidak tahan terhadap suhu tinggi diatas 500C, sehingga mengalami

perubahan struktur. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki sistem

aromatik yang terkonjugasi. Sistem aromatik terkonjugasi mudah rusak pada suhu

tinggi. Selain itu, beberapa golongan flavonoid memiliki ikatan glikosida dengan

molekul gula. Ikatan glikosida akan mudah rusak atau putus pada suhu tinggi.

Flavonoid diklasifikasikan sebagai flavon, flavanone, flavonol, katekin,

flavanol, kalkon dan antosianin. Pembagian kelompok flavonoid didasarkan pada

perbedaan struktur terutama pada substitusi karbon pada gugus aromatik sentral

dengan beragamnya aktivitas farmakologi yang ditimbulkan (Alfaridz & Amalia,

2016).

Pengukuran aktivitas antioksidan dalam menangkal radikal bebas dapat

dilakukan dengan bermacam metode seperti DPPH, ORAC, ABTS,

FRAP,CUPRAC dan kekuatan reduksi. Metoda penentuan antioksidan terhadap

sampel yang sering digunakan adalah metoda DPPH. Kelebihan dari metode ini

sendiri adalah lebih mudah diterapkan karena senyawa radikal yang digunakan

bersifat lebih stabil dibandingkan dengan metoda lainnya. Sedangkan kelemahan

dari metode ini adalah radikal DPPH hanya dapat dilarutkan dalam media organik,

tidak pada media yang bersifat air sehingga membatasi kemampuannya dalam

penentuan peran antioksidan hidrofilik.

65
Pengujian selanjutnya adalah uji aktivitas antioksidan menggunakan metode

peredaman radikal bebas DPPH. Metode DPPH merupakan metode yang dapat

mengukur aktivitas antioksidan secara cepat, sederhana, dan tidak membutuhkan

biaya yang mahal. DPPH juga merupakan senyawa radikal bebas yang stabil

sehingga apabila digunakan sebagai peraksi dalam uji penangkapan radikal bebas

cukup dilarukan dan bila disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi

penyimpanan yang baik dan stabil selama bertahun-tahun.

Sebelum melakukan pengujian aktivitas antioksidan, terlebih dahulu dilakukan

penetapan panjang gelombang maksimum DPPH dengan cara dipipet sebanyak 1

mL larutan DPPH, dimasukkan kedalam vial dan ditambahkan etanol p.a

sebanyak 2 mL, dan di inkukbasi selama 30 menit yang bertujuan agar reaksi

antara larutan DPPH dengan etanol p.a berlangsung sempurna. Kemudian diukur

serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm. Berdasarkan hasil pengukuran

panjang gelombang maksimum maka diperoleh panjang gelombang maksimum

DPPH 517,55 nm.

Pengujian selanjutnya dilakukan aktivitas antioksidan pembanding vit C,

karena vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang sering digunakan

sebagai senyawa pembanding dalam pengujian aktivitas antioksidan alami relatif

aman dan tidak menimbulkan toksisitas. Pengujian dilakukan dengan cara dibuat

seri konsentrasi yaitu konsentrasi 2, 6, 8, 12, 16 ppm. Dari konsentrasi tersebut

diambil masing-masing 2 mL dan dimasukkan kedalam vial kemudian

ditambahkan masing-masing 1 mL larutan DPPH dan diinkubasi selama 30 menit

yang bertujuan agar reaksi antara larutan DPPH dengan etanol p.a berlangsung

66
sempurna. Kemudian diukur serapannya panjang gelombang 517,55 nm.

Berdasarkan hasil perhitungan peredaman radikal bebas maka diperoleh nilai IC50

sebesar 0,644412 mg/L dan dapat dikategorikan dalam kategori sangat kuat

karena memilih nilai IC50 ≤ 50 mg/L.

Pengujian selanjutnya dilakukan metode Refluks, pengujian dilakukan dengan

cara dibuat seri konsentrasi yaitu konsentrasi 20, 40, 60, 80, 100 ppm. Dari

konsentrasi tersebut diambil masing-masing 2 mL dan dimasukkan kedalam vial

kemudian ditambahkan masing-masing 1 mL larutan DPPH dan diinkubasi

selama 30 menit yang bertujuan agar reaksi antara larutan DPPH dengan etanol

p.a berlangsung sempurna. Kemudian diukur serapannya panjang gelombang

517,55 nm. Berdasarkan hasil perhitungan peredaman radikal bebas maka

diperoleh nilai IC50 sebesar 48,81674 mg/L dan dapat dikategorikan dalam

kategori sangat kuat karena memilih nilai IC50 ≤ 50 mg/L.

Pengujian selanjutnya dilakukan metode Maserasi Magnetik Stirrer, pengujian

dilakukan dengan cara dibuat seri konsentrasi yaitu konsentrasi 20, 40, 60, 80, 100

ppm. Dari konsentrasi tersebut diambil masing-masing 2 mL dan dimasukkan

kedalam vial kemudian ditambahkan masing-masing 1 mL larutan DPPH dan

diinkubasi selama 30 menit yang bertujuan agar reaksi antara larutan DPPH

dengan etanol p.a berlangsung sempurna. Kemudian diukur serapannya panjang

gelombang 517,55 nm. Berdasarkan hasil perhitungan peredaman radikal bebas

maka diperoleh nilai IC50 sebesar 38,47087 mg/L dan dapat dikategorikan dalam

kategori sangat kuat karena memilih nilai IC50 ≤ 50 mg/L.

67
Aktivitas antioksidan (nilai IC50) berbanding lurus dengan dengan kandungan

fenolik dan flavonoid dimana jika kandungan fenolat dan flavonoid semakin

tinggi, maka aktivitas antioksidan yang terjadi juga semakin tinggi. Hal ini sesuai

dengan hasil pengujian kadar flavonoid total yang menunjukkan bahwa kadar

flavonoid total pada metode maserasi lebih besar dibandingkan dengan metode

refluks.

Flavonoid adalah antioksidan eksogen yang telah dibuktikan bermanfaat dalam

mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif. Mekanisme kerja dari flavonoid

sebagai antioksidan bisa secara langsung maupun secara tidak langsung.

Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung adalah dengan mendonorkan ion

hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas. Flavonoid

sebagai antioksidan secara tidak langsung yaitu dengan meningkatkan ekspresi

gen antioksidan endogen melalui beberapa mekanisme. Salah satu mekanisme

peningkatan ekspresi gen antioksidan adalah melalui aktivasi nuclear factor

erythroid 2 relates factor 2 (Nrf2) sehingga terjadi peningkatan gen yang berperan

dalam sintesis enzim antioksidan endogen seperti misalnya gen SOD (superoxide

dismutase).

Mekanisme kerja dari antioksidan untuk mengurangi senyawa radikal bebas

adalah dengan menunda, mencegah, dan menghilangkan kerusakan oksidatif dari

molekul target dengan pendinginan radikal bebas, perkhelatan logam,

menurunkan kadar enzim yang membantu pembentukkan radikal bebas, dan

menstimulasi enzim antioksidan internal.

68
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil pengujian kadar flavonoid total dari ekstrak daun jambu bol dengan

metode maserasi-MS yaitu sebesar 71,23333333±0,0002 mgQE/g ekstrak,

sedangkan pada metode Refluks didapatkan hasil sebesar

49,28888889±0,000057735 mgQE/g ekstrak

2. Hasil pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak daun jambu bol dengan

metode Refluks diperoleh nilai IC50 sebesar 48,81674 mg/L sedangkan pada

metode Maserasi-MS maka diperoleh nilai IC50 sebesar 38,47087 mg/L

B. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar mengembangkan sebuah sedian

dari ekstrak daun jambu bol yang berfungsi sebagai antioksidan.

69
DAFTAR PUSTAKA

Aklimah, M., & Ekayanti, M. (2022). Analisis Flavonoid Total Dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etanol Syzygium Aromaticum Dan Syzygium Polyanthum.
10(2).
Arnanda, Q. P., & Nuwarda, R. F. (2019). Penggunaan Radiofarmaka Teknesium-99M
dari Senyawa Glutation dan Senyawa Flavonoid Sebagai Deteksi Dini Radikal
Bebas Pemicu Kanker. Farmaka, 17(2), 236–243.
Aryanti, R., Perdana, F., & Syamsudin, R. A. M. R. (2021). Telaah Metode Pengujian
Aktivitas Antioksidan pada Teh Hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze): Study of
Antioxidan Activity Testing Methods of Green Tea (Camellia sinensis (L.)
Kuntze). Jurnal Surya Medika (JSM), 7(1), 15–24.
Badaring, D. R., Sari, S. P. M., Nurhabiba, S., Wulan, W., & Lembang, S. A. R.
(2020). Uji ekstrak daun maja (Aegle marmelos L.) terhadap pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Indonesian Journal of Fundamental
Sciences, 6(1), 16.
Bahriul, P., Rahman, N., & Diah, A. W. M. (2014). Uji aktivitas antioksidan ekstrak
daun salam (Syzygium polyanthum) dengan menggunakan 1, 1-difenil-2-
pikrilhidrazil. Jurnal Akademika Kimia, 3(3), 143–149.
Bustanul, A., & Sanusi, I. (2018). Struktur, bioaktivitas dan antioksidan flavonoid.
Jurnal Zarah, 6(1), 21–29.
Devitria, R., Juariah, S., & Putri, L. (2022). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol
Biji Jambu Bol (Syzygium Malaccense L) Dengan Metode Dpph (2, 2-Diphenyl-
1-Picrylhidrazil). Klinikal Sains: Jurnal Analis Kesehatan, 10(1), 45–52.
Faisal, H. (2019). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Okra (Abelmoschus
esculentus L. Moench) Dengan Metode DPPH (1, 1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan
Metode ABTS (2, 2-azinobis-(3-Ethylbenzothiazoline-6-Sulfonic Acid). Ready
Star, 2(1), 1–5.
Firdaus, N., Chusnah, M., & Purbowo, P. (2022). Identifikasi Morfologi Vegetatif dan
Generatif Varietas Jambu Bol Gondang Manis dan Jambu Jamaika di Desa
Gondang Manis Kecamatan Bandar Kedungmulyo Jombang. AGROSAINTIFIKA,
4(2), 266–272.
Handoyo, M. S., Ruslin, R., Asriyanti, A., & Djuwarno, E. N. (2020). Identifikasi Jamu
yang Beredar Di Kota Kendari Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis.
Journal Syifa Sciences and Clinical Research, 2(2), 65–72.
Hasanah, M. H. (2020). Perbedaan Daya Antioksidan Ekstrak Daun Kersen (Muntingia
calabura L.) yang diekstraksi dengan Metode Perkolasi dan Soxhletasi. Jurnal
Penelitian Farmasi Indonesia, 9(2), 61–65.

70
Hasyim Ibroham, M., Jamilatun, S., Dyah Kumalasari, I., Dahlan, A., Ringroad
Selatan, J., Banguntapan, K., Bantul, K., & Istimewa Yogyakarta, D. (2022).
Seminar Nasional Penelitian Lppm Umj Website:
Http://Jurnal.Umj.Ac.Id/Index.Php/Semnaslit A Review: Potensi Tumbuhan-
Tumbuhan Di Indonesia Sebagai Antioksidan Alami.
Http://Jurnal.Umj.Ac.Id/Index.Php/Semnaslit
Irawan, A. (2019a). Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjaminan Mutu Hasil
Pengukuran Dalam Kegiatan Penelitian Dan Pengujian. Indonesian Journal of
Laboratory, 1(2), 1–9.
Irawan, A. (2019b). Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjaminan Mutu Hasil
Pengukuran Dalam Kegiatan Penelitian Dan Pengujian. Indonesian Journal of
Laboratory, 1(2), 1–9.
Irianti, T., Puspitasari, A., Machwiyyah, L., & Rabbani, H. R. (2022). The activity of
radical scavenging of 2, 2-diphenyl-1-pycrilhydrazil (DPPH) by ethanolic extracts
of mengkudu leaves (Morinda citrifolia L.), brotowali stem (Tinospora crispa L.),
its water fraction and its hydrolized fraction. Majalah Obat Tradisional, 20(3),
140–148.
Kiswandono, A. A. (2011). Skrining senyawa kimia dan pengaruh metode maserasi
dan refluks pada biji kelor (moringa oleifera, lamk) terhadap rendemen ekstrak
yang dihasilkan. Jurnal Sains Natural, 1(2), 126–134.
Lutfiah, L., & Cindy, T. (2022). Aplikasi Kamus Simplisia Dan Resep Obat
Tradisional (Sidota) Berbasis Android. Jurnal Sains dan Informatika, 8(1), 61–69.
https://doi.org/10.34128/jsi.v8i1.369
Nanda Pratama, A., & Busman, H. (2020). Potential of Soybean Antioxidant (Glycine
Max L) on Capturing Free Radicals. 11(1), 497–504.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.333
Nenden, F., & Musthapa, I. (2019). Jurnal Ilmiah Farmako Bahari The Utilization of
Jambu Bol (Syzygium malaccense (L). Merr. & Perry) Stem as a New Source of
Antioxidants. Jurnal Ilmiah Farmako Bahari, 10(1). www.journal.uniga.ac.id
Nisa, F. K., Kasmui, K., & Harjito, H. (2015). Uji Aktivitas Antioksidan Pada
Modifikasi Senyawa Khrisin Dengan Gugus Alkoksi Menggunakan Metode
Recife Model 1 (RM1). Indonesian Journal of Mathematics and Natural Sciences,
38(2), 160–168.
Nurhasnawati, H., Sukarni, & Handayani, F. (2017). Perbandingan Metode Ekstraksi
Maserasi Dan Sokletasi Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun
Jambu Bol (Syzygium malaccenseL.). Jurnal Ilmiah Manuntung, 3(1).
Pamungkas, P. E., & Yuniarti, R. (2022). Formulasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak
Etanol Daun Jambu Bol (Syizigium Malaccense (L.) Merr) Dan Uji Aktivitas

71
Antibakteri Terhadap Staphylococcus Epidermidis. Journal of Health and
Medical Science, 1(1). https://pusdikra-publishing.com/index.php/jkes/home
Putra, A. A. B., Bogoriani, N. W., Diantariani, N. P., & Sumadewi, N. L. U. (2014).
Ekstraksi zat warna alam dari bonggol tanaman pisang (Musa paradiasciaca L.)
dengan metode maserasi, refluks, dan sokletasi. Jurnal Kimia, 8(1), 113–119.
Sahumena, M. H., Ruslin, R., Asriyanti, A., & Djuwarno, E. N. (2020). Identifikasi
Jamu yang Beredar Di Kota Kendari Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-
Vis. Journal Syifa Sciences and Clinical Research, 2(2), 65–72.
Sari, A. N. (2017). Potensi antioksidan alami pada ekstrak daun jamblang (Syzigium
cumini (L.) Skeels). EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), 107–112.
Sari, A. N., Biologi, P., Sains, F., Uin, T., Raniry, A., & Aceh, B. (2017). Potensi
Antioksidan Alami Pada Ekstrak Daun Jamblang (Syzigium Cumini (L.) Skeels).
18(2). Http://Eksakta.Ppj.Unp.Ac.Id
Susanto, H., Winarso, R., & Wibowo, R. (2018). Rancang Bangun Menara Refluks
Pada Destilator Bioethanol Kapasitas 5 Liter/Jam Berskala Umkm. Jurnal
CRANKSHAFT, 1(1).
Susanty, & Bachmid, F. (2016). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Refluks
terhadap Kadar Fenolik dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea mays L.) (Susanty,
Fairus Bachmid). 5.
Syamsul, E. S., Ajrina Amanda, N., & Lestari, D. (2020). Perbandingan Ekstrak Lamur
Aquilaria Malaccensis Dengan Metode Maserasi Dan Refluks. JURNAL RISET
KEFARMASIAN INDONESIA, 2(2).
Tristantini, D., Ismawati, A., Tegar Pradana, B., & Gabriel Jonathan, J. (t.t.). Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengujian Aktivitas Antioksidan
Menggunakan Metode DPPH pada Daun Tanjung (Mimusops elengi L).
Verawati, V., Sari, T. M., & Savera, H. (2020). Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi
terhadap Aktivitas Antioksidan dan Kadar Fenolat Total dalam Ekstrak Daun
Kelor (Moringa oleifera Lam.). PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia
(Pharmaceutical Journal of Indonesia), 17(1), 90–97.
Verdiana, M., Widarta, I. W. R., & Permana, I. (2018). Pengaruh jenis pelarut pada
ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonik terhadap aktivitas antioksidan
ekstrak kulit buah lemon (Citrus limon (Linn.) Burm F.). Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan, 7(4), 213–222.
Wulansari, A. N. (2018). Alternatif cantigi ungu (Vaccinium varigiaefolium) sebagai
Antioksidan. Farmaka, 16(2).

72
Yulianti, I., Santoso, J., & Kusnadi. (2021). Identifikasi Tanin Dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Benalu Mangga (Dendrophthoe Petandra)
Menggunakan Metode Maserasi Dan Sokletasi. Jurnal parapemikir PHB.
Zaen, D. M., & Ekayanti, M. (2022). Penetapan Flavonoid Total Dan Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etanol Dari Daun Jambu Air (Syzygium Aqueum), Daun
Jambu Bol (Syzygium Malaccense) Dan Daun Jamblang (Syzygium Cumini).
Jurnal Kedokteran Universitas Palangka Raya, 10(2), 15–18.
https://doi.org/10.37304/jkupr.v10i2.5531
Zaini, M., Hidriya, H., & Japeri, J. (2020). Pengembangan Macerator-Magnetic Stirrer
Berbasis Arduino Uno. Jurnal Instek (Informatika Sains Dan Teknologi), 5(2),
188–198.

LAMPIRAN

A. Skema Kerja

3. Ektraksi Daun Jambu Bol Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)

1) Metode Maserasi Menggunakan Magnetik Stirrer

Daun Jambu Bol

73
- Di cuci
- Dikeringkan
- Diserbukkan

Serbuk Daun Jambu Bol

- Dimasukkan dalam gelas beaker


- Ditambahkan 1000 mL etanol 70 %
- Dimaserasi menggunakan magnetic stirrer selama 3
jam dengan kecepatan 1000 rpm
-
Maserat

- Di saring
- Dipekatkan dengan rotary

Ekstrak Kental

2) Metode Refluks

Daun Jambu Bol


- Di cuci
- Dikeringkan
- Diserbukkan

Serbuk Daun Jambu Bol

74
- Dimasukkan dalam labu alas bulat
- Ditambahkan 1000 mL etanol 70 %
- Dipanaskan pada suhu 50°C selama 3 jam

Filtrat

- Dipekatkan dengan rotary


evaporator
Ekstrak Kental

2. Pengujian Kadar Flavonoid Total

1) Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Kuarsetin

10 mg kuarsetin

- Dilarutkan dengan etanol p.a sebanyak


100 mL
- Diukur serapannya pada panjang
gelombang 400-500 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis

Panjang gelombang
maksimum kuaersetin

75
2) Pembuatan Kurva Baku Standar Kuersetin

10 mg kuersetin

- Dilarutkan dalam 10 mL etanol p.a


- Diperoleh konsentrasi 100 ppm

Larutan standar kuersetin

- Dibuat konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm,


40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, 70 ppm, 80 ppm, 90
ppm, dan 100 ppm
- Dipipet masing-masing 1 mL
- Ditambahkan 1 mL AlCl3 2 %
- Ditambahkan 1 mL kalium asetat 120 mM
- Diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar
- Ditentukan absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis
- Direplikasi sebanyak 3 kali
Nilai rata-rata absorbansi

76
3) Penetapan kadar flavonoid total

10 mg ekstrak daun jambu bol

- Dilarutkan dalam 10 mL etanol p.a


- Dipipet 1 mL dari larutan tersebut
- Ditambahkan 1 mL AlCl3 2 %
- Ditambahkan 1 mL kalium asetat 120 mM
- Diinkubasi pada suhu kamar
- Ditentukan absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis
- Direplikasi sebanyak 3 kali

Nilai rata-rata absorbansi

3. Pengujian Aktivitas Antioksidan

1) Pembuatan Larutan DPPH

DPPH padatan 5 mg

- Dilarutkan dengan 10 mL etanol p.a


- Dicukupkan volumenya hingga tanda batas
labu ukur 50 mL

Larutan DPPH 100 ppm

77
2) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH

2 mL DPPH 100 ppm


- Ditambahkan 1 mL etanol p.a
- Diukur serapannya pada
panjang gelombang 400-800
nm menggunakan spektrofotomter
UV-Vis

Panjang Gelombang
Maksimum DPPH

3) Pengukuran Aktivitas Antioksidan Pembanding metode DPPH

Vitamin C

2 ppm 6 ppm 8 ppm 12 ppm 16 ppm

- 2 ml berbagai konsentrasi Dimasukkan dalam vial


- Ditambahkan 1 mL larutan stock DPPH
- Diinkubasi pada suhu ruangan didalam ruangan
gelap 30 menit.

Larutan Pembanding
- Diukur absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis

Nilai rata-rata absorbansi

78
4) Pengukuran Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Jambu Bol

Sampel ekstrak daun jambu bol

20 ppm 40 ppm 60 ppm 80 ppm 100 ppm


40

- 2 ml berbagai konsentrasi Dimasukkan dalam vial


- Ditambahkan 1 mL larutan stock DPPH
- Diinkubasi pada suhu ruangan didalam ruangan
gelap 30 menit.

Larutan stok ekstrak daun jambu bol

- Diukur absorbansi menggunakan


spektrofotometer UV-Vis

Nilai rata-rata absorbansi

79
B. Perhitungan

1. Perhitungan persen rendemen

bobot ekstrak kental


Persen rendemen = x 100%
bobot simplisia

a) Metode refluks

9,27 gram
Persen rendemen = x 100%
100 gram

= 9,27%

b) Metode maserasi magnetic stirrer

13,77 gram
Persen rendemen = x 100%
100 gram

= 13,77%

2. Perhitungan dalam analisis Kadar Flavonoid Total

a) Larutan stok baku kuarsetin dengan konsentrasi 100 ppm


1) 10 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 10 ppm
V1. 100 ppm = 100
V1 = 1 mL
2) 20 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 20 ppm
V1. 100 ppm = 200
V1 = 2 mL
3) 30 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL 30 ppm
V1. 100 ppm = 300

80
V1 = 3 mL
4) 40 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 40 ppm
V1. 100 ppm = 400
V1 = 4 mL
5) 50 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 50 ppm
V1. 100 ppm = 500
V1 = 5 mL

b) Perhitungan kadar flavonoid total

Konsentrasi
Metode Absorbansi (y) Rata-rata SD
(mg/mL)
0,3675
Maserasi 0,3671 0,3673 0,071233333 0,0002
0,3673
0,3014
Reflux 0,3015 0,3015 0,049288889 0,0001
0,3015

Konsentrasi(mg/mL) x V (mL)
KTF = x FP
g sampel

1) Sampel maserasi magnetic stirrer

Konsentrasi (x) = y = bx + a

= 0,003 + 0,1536

0,3673 = 0,003x + 0,1536

0,3673 – 0,1536 = 0,003x

0,2137
=x
0,003

81
71,23333333
X=
1000

= 0,0713333333 mg/mL

0,071233333 mg /mL x 10 mL
KTF = x1
0,01 g

= 71,23333333 mgQE/g sampel

2) Sampel refluks

Konsentrasi (x) = y = bx + a

= 0,003 + 0,1536

0,301466667 = 0,003x + 0,1536

0,301466667 – 0,1536 = 0,003x

0 ,147866667
=x
1000

49,28888 9
X=
1000

= 0,049288889 mg/mL

0,049288889 mg /mL x 10 mL
KTF = x 100%
0,01 g

= 49,28888889 mgQE/g ekstrak

SD = √ ¿ ¿ ¿

a) Maserasi magnetic Stirrer

SD = √ ¿ ¿ ¿

= 0,0002

b) Refluks

82
SD = √ ¿ ¿ ¿

= 0,000057735

= 0,0001

3. Perhitungan dalam Uji Antioksidan


a) Larutan induk DPPH
Massa (mg) = Konsentrasi (ppm) ×volume (Liter)
Massa (mg) = 100 ppm ×0,05 L
Massa (mg) = 5 mg
b) Larutan Induk vitamin C (K+)
Massa (mg) = Konsentrasi (ppm) × volume (Liter)
Massa (mg) = 100 ppm ×0,1 L
Massa (mg) = 10 mg
c) Larutan seri konsentrasi vitamin C
1) 2 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 2 ppm
V1. 100 ppm = 20
V1 = 0,2 mL
2) 6 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 6 ppm
V1. 100 ppm = 60
V1 = 0,6 mL
3) 8 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL 8 ppm
V1. 100 ppm = 80
V1 = 0,8 mL
4) 12 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2

83
V1. 100 ppm = 10 mL. 12 ppm
V1. 100 ppm = 120
V1 = 1,2 mL
5) 16 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 16 ppm
V1. 100 ppm = 160
V1 = 1,6 mL

d) Larutan induk sampel refluks

Massa (mg) = Konsentrasi (ppm) × volume (Liter)


Massa (mg) = 100 ppm ×0,1 L
Massa (mg) = 10 mg

e) Larutan seri konsentrasi sampel refluks

1) 20 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 20 ppm
V1. 100 ppm = 200
V1 = 2 mL

2) 40 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 40 ppm
V1. 100 ppm = 400
V1 = 4 mL

3) 60 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 60 ppm
V1. 100 ppm = 600
V1 = 6 mL

4) 80 ppm

84
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 80 ppm
V1. 100 ppm = 800
V1 = 8 mL

5) 100 ppm
V1. ppm1 = V2. ppm2
V1. 100 ppm = 10 mL. 100 ppm
V1. 100 ppm = 1000
V1 = 10 mL

f) Larutan induk sampel maserasi magnetic stirrer

Massa (mg) = Konsentrasi (ppm) × volume (Liter)


Massa (mg) = 100 ppm ×0,1 L
Massa (mg) = 10 mg

g) Larutan seri konsentrasi sampel maserasi magnetic stirrer

1) 20 ppm

V1. ppm1 = V2. ppm2


V1. 100 ppm = 10 mL. 20 ppm
V1. 100 ppm = 200
V1 = 2 mL

2) 40 ppm

V1. ppm1 = V2. ppm2


V1. 100 ppm = 10 mL. 40 ppm
V1. 100 ppm = 400
V1 = 4 mL

3) 60 ppm

V1. ppm1 = V2. ppm2

85
V1. 100 ppm = 10 mL. 60 ppm
V1. 100 ppm = 600
V1 = 6 mL

4) 80 ppm

V1. ppm1 = V2. ppm2


V1. 100 ppm = 10 mL. 80 ppm
V1. 100 ppm = 800
V1 = 8 mL

5) 100 ppm

V1. ppm1 = V2. ppm2


V1. 100 ppm = 10 mL. 100 ppm
V1. 100 ppm = 1000
V1 = 10 mL

4. Perhitungan aktivitas antioksidan

absorbansi blanko−absorbansi sampel


% Inhibisi = x 100
absorbansi blanko

50−a
IC50 =
b

a) Pembanding vitamin C

Konsentrasi Absorbansi
% Inhibisi IC50 SD
(ppm) Blanko Sampel
2 0,400367 53,12049
6 0,349767 59,04531
8 0,854033 0,3117 64,86086 0,739128 0,085567
12 0,245233 77,31548
16 0,1833 80,73065
Rata-rata 0,298073

86
SD = √ ¿ ¿ ¿

= √¿ ¿¿

=
√ 0,029287
5−1

= 0,085567

b) Sampel refluks

Konsentrasi Absorbansi
% Inhibisi IC50 SD
(ppm) Blanko Sampel
20 0,521267 38,96413
40 0,448667 47,46497
60 0,854033 0,402733 52,84337 48,81674 0,101128
80 0,3144 63,18645
100 0,270133 68,3697
Rata-rata 0,3914

SD = √ ¿ ¿ ¿

= √¿ ¿¿

=
√ 0,040908
5−1

= 0,101128

c) Ekstrak maserasi magnetic stirrer

Konsentrasi Absorbansi
% Inhibisi IC50 SD
(ppm) Blanko Sampel
20 0,854033 0,487567 42,91011 38,47087 0,102711
40 0,416933 51,18067

87
60 0,367933 56,91815
80 0,283667 66,78506
100 0,230267 73,03774
Rata-rata 0,357273

SD = √ ¿ ¿ ¿

= √¿ ¿¿

=
√ 0,042198
5−1

= 0,102711

C. Gambar Penelitian

1. Persiapan Sampel

jhjhj

uuuuuu

Gambar 1: Pengambilan sampel Gambar 2: Pencucian sampel

88
jhjhj

uuuuuu

Gambar 3: Pengeringan sampel Gambar 4: Sampel diblender

uuuuuu

Gambar 5: Bobot sampel

2. Ekstraksi

uuuuuu

jhjhj

89
Gambar 6: Bobot sampel refluks Gambar 7: Proses refluks

uuuuuu

jhjhj

Gambar 8: Hasil refluks Gambar 9: Bobot sampel maserasi

uuuuuu jhjhj

Gambar 10: Proses Maserasi Gambar 11: Hasil maserasi

3. Skrining Fitokimia

90
uuuuuu jhjhj

Gambar 12: Flavanoid Gambar 13: Fenol

uuuuuu jhjhj

Gambar 14: Alkaloid Gambar 15: Tanin

uuuuuu

Gambar 16: Tanin

4. Kadar Favonoid Total

91
uuuuuu

jhjhj

Gambar 17: Bobot baku kuarsetin Gambar 18: Larutan induk


kuarsetin

uuuuuu jhjhj

Gambar 19: Seri konsentrasi Gambar 20: Bobot sampel refluks


kuarsetin

uuuuuu Jhjhj

Gambar 21: Larutan stok refluks Gambar 22: Bobot sampel maserasi

92
uuuuuu

Gambar 21: Larutan stok maserasi

5. Aktivitas Antioksidan

uuuuuu Jhjhj

Gambar 24: Larutan Stok Gambar 25: Larutan Vit C,


Maserasi MS, dan Refluks

93

Anda mungkin juga menyukai