Anda di halaman 1dari 133

SKRIPSI

PENENTUAN NILAI SPF (SUN PROTECTION FACTOR) PADA


FORMULA KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT JERUK PURUT (Citrus
hystrix DC.) DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

RASMAH
NIM : D1B121257

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2023
SKRIPSI

PENENTUAN NILAI SPF (SUN PROTECTION FACTOR) PADA


FORMULA KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT JERUK PURUT (Citrus
hystrix DC.) DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi

RASMAH
NIM : D1B121257

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2023

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul :

PENENTUAN NILAI SPF (SUN PROTECTION FACTOR) PADA FORMULA


KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT JERUK PURUT (CITRUS HYSTRIK DC.)
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan

Tim Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi Universitas Megarezky

Pada Hari Rabu Tanggal 30 Agustus 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. apt. Jangga, S.Si., M.Kes. Mansyur, S.Pd.I., M.Pd.


NIDN : 00 311268 04 NIDN : 09 251287 04

Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Farmasi

apt. Ahmad Irsyad Aliah, M.Si.


NIDN : 09 270997 01

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Pada hari ini Rabu tanggal 30 Agustus tahun 2023, bertempat di ruang Fakultas

Farmasi Universitas Megarezky, telah dilaksanakan ujian sidang skripsi sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana farmasi

terhadap mahasiswa atas nama :

Nama : Rasmah

NIM : D1B121257

Program Studi : Farmasi

Jenjang : Strata I

Judul Skripsi : Penentuan Nilai SPF (Sun Protection Factor) Pada

Formula Krim Ekstrak Etanol Kulit jeruk Purut (Citrus

hystrix DC.) Dengan Metode Spektrofotometri Uv-Vis

Yang telah diuji oleh Tim Penguji Skripsi, sebagai berikut :

Tim Penguji Tanda Tangan

1. Dr. apt. Jangga, S.Si., M.Kes. Ketua :

2. Mansyur, S.Pd.I., M.Pd. Sekertaris :

3. apt. Nurhikma A, S.Farm., M.Si. Penguji Utama :

Dekan, Ketua Program Studi,

Dr. apt. Jangga, S.Si., M.Kes. apt. Ahmad Irsyad Aliah, M.Si.
NIDN : 00 311268 04 NIDN : 09 270997 01

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu

persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana pada Program Studi S1 Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Megarezky.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan,

mungkin masih banyak kekurangan atau kelemahan baik dari segi penyusunan

maupun dari pandangan pengetahuan, oleh karena itu penulis mengharap adanya

saran, pendapat atau kritik yang bersifat konstruktif dari semua demi

kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Selama proses penyelesaian skripsi ini banyak kesulitan dan hambatan yang

penulis hadapi, namun atas bantuan bimbingan dan kerjasama dari semua pihak

yang terlibat di dalamnya sehingga hambatan dan kesulitan tersebut dapat teratasi

dengan baik. Untuk itu perkenankanlah penulis dengan segala hormat dan

kerendahan hati mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat Bapak Dr. apt. Jangga, S.Si., M.Kes. selaku

pembimbing pertama dan yang terhormat Bapak Mansyur, S.Pd.I., M.Pd. selaku

pembimbing kedua, serta yang terhormat Ibu apt. Nurhikma A, S.Farm., M.Si

selaku penguji utama dengan penuh kesabaran dan keikhlasan meluangkan waktu,

tenaga dan pikirannya untuk memberikan perhatian, bimbingan dan arahan kepada

penulis.
Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Alimuddin, SH., MH., MKn. Selaku Pembina YPI Megarezky

Makassar.

2. Ibu Hj. Suryani, SH., MH., Selaku ketua YPI Megarezky Makassar.

3. Bapak Prof. Dr. dr. Ali Aspar Mappahya, Sp.PD.Sp.JP(K). selaku Rektor

Universitas Megarezky Makassar.

4. Bapak Dr. apt. Jangga, S.Si., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Megarezky Makassar.

5. Bapak apt. Ahmad Irsyad Aliah, M.Si, selaku Ketua Program Studi S1

Farmasi dan selaku pembimbing akademik yang senantiasa memberikan

bimbingan dan arahan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi S1

Farmasi Universitas Megarezky Makassar.

6. Bapak, Ibu Dosen dan Staf serta para Laboran yang telah membantu

memberikan motivasi dan arahan selama mengikuti pendidikan dan

penyelesaian tugas akhir.

7. Teman seperjuangan Rahmania yang telah membersamai, melewati suka dan

duka selama penelitian dari awal hingga akhir.

8. Teman-teman penghuni grub Apa Kabar Judul? (Kak Isma, Yuniar, Kiki, Lisa,

Indah, Sinta, Haidir) alumni D3 Farmasi Poltekkes Makassar, terima kasih

atas bantuan dan kebersamaannya selama menjalani pendidikan S1 Farmasi.

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Alih

Jenjang Angkatan 2021 yang secara langsung maupun tidak langsung telah

memberikan dukungan selama perkuliahan sampai menyelesaikan pendidikan.


10. Terkhusus penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang

tua tercinta, Ayahanda Abd. Rahman dan Ibunda Masrah atas segala curahan

kasih sayang, pengorbanan dan doa restu yang diberikan secara tulus kepada

penulis, dan kepada seluruh keluarga besar penulis atas doa dan segala

pengorbanan serta masukannya selama ini.

Semoga semua bantuan dari semua pihak mendapatkan pahala yang sebesar-

besarnya dari Allah SWT, dan hasil penelitian ini dapat menjadi bacaan yang

bermanfaat. Amin !

Makassar, Agustus 2023

Rasmah
ABSTRAK

Rasmah (NIM : D1B121257). Penentuan Nilai SPF (Sun Protection Factor)


Pada Formula Krim Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) Dengan
Metode Spektrofotometri Uv-Vis. (Dibimbing oleh Jangga dan Mansyur).
Dalam aktivitas sehari-hari banyak kegiatan yang dilakukan diluar ruangan yang
cenderung sering terkena paparan sinar matahari. Kulit yang sering terkena
paparan sinar matahari dalam waktu yang lama, dapat memberikan dampak buruk.
Salah satu cara untuk mengatasi pengaruh buruk sinar matahari dengan
menggunakan tabir surya. Efektivitas sediaan tabir surya ditunjukkan dengan nilai
Sun Protection Factor (SPF). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekstrak
etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dapat diformulasikan sebagai sediaan
krim yang stabil secara fisika dan kimia dan untuk mengetahui nilai SPF sediaan
krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) menggunakan metode
Spektrofotometri Uv-Vis. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental
laboratorium, dimana ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dibuat
dalam bentuk sediaan krim dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5%. Pengujian
stabilitas sediaan krim, secara fisika dan kimia meliputi uji organoleptik, uji
homogenitas, uji daya sebar, uji viskositas, uji pH dan uji tipe krim. Pengujian
Sun Protection Factor (SPF) dengan konsentrasi 500 ppm, 700 ppm dan 900 ppm.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus
hystrix DC.) dapat dibuat dalam sediaan krim yang stabil secara fisika dan kimia.
Nilai SPF dari krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) yaitu
pada konsentrasi 500 ppm F1 4.48 (Proteksi Sedang), F2 7.77 (Proteksi Ekstra)
dan F3 9,75 (Proteksi Maksimal), konsentrasi 700 ppm F1 6.01 (Proteksi Sedang),
F2 10.49 (Proteksi Maksimal) dan F3 13.41 (Proteksi Maksimal), konsentrasi 900
ppm F1 7.96 (Proteksi Ekstra), F2 13.96 (Proteksi Maksimal) dan F3 18.06
(Proteksi Ultra).

Kata Kunci : Ekstrak etanol kulit jeruk purut, krim, nilai Sun Protection Factor
(SPF), stabilitas
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................iii

KATA PENGANTAR.....................................................................................................iv

ABSTRAK.......................................................................................................................vii

ABSTRAK..........................................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ix

DAFTAR TABEL............................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................xiiii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................5

D. Manfaat Penelitian........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................7

A. Uraian Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.).......................................7

B. Ekstraksi......................................................................................................10

C. Kulit............................................................................................................16

D. Uraian Krim................................................................................................19

E. Sinar Ultraviolet..........................................................................................22
F. Tabir Surya..................................................................................................25

G. Nilai Sun Protection Factor (SPF)..............................................................27

H. Spektrofotometri Uv-Vis ............................................................................29

I. Monografi Bahan........................................................................................35

J. Kerangka Konsep........................................................................................39

K. Hipotesis .....................................................................................................40

L. Definisi Operasional...................................................................................40

BAB III METODE PENELITIAN...............................................................................41

A. Desain Penelitian.........................................................................................41

B. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................41

C. Alat dan Bahan............................................................................................41

D. Populasi dan Sampel...................................................................................42

E. Cara Kerja...................................................................................................42

F. Analisis Data...............................................................................................50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 51

A. Hasil Penelitian .............................................................................................51

B. Pembahasan ..................................................................................................55

BAB V PENUTUP.........................................................................................................68

A. Kesimpulan.................................................................................................68

B. Saran............................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 69

LAMPIRAN.................................................................................................................... 74
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)

Tabel 2.2 Keefektifan Sediaan Tabir Surya Berdasarkan Nilai SPF

Tabel 2.3 Normalized Product Function Yang Digunakan Pada Kalkulasi SPF

Tabel 3.1 Formula Krim Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Purut

Tabel 3.2 Kategori Nilai SPF Menurut FDA

Tabel 4.1 Hasil Rendamen.....................................................................................51

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Skrining Fitokimia.......................................................53

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Uji Organoleptik......................................................57

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Uji Homogenitas......................................................58

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Uji Daya Sebar.........................................................59

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Uji Viskositas...........................................................60

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Uji Tipe Krim...........................................................62

Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Uji pH.......................................................................63

Tabel 4.9 Data Nilai Sun Protection Factor (SPF)................................................65


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.).........................................7

Gambar 2.2 Anatomi Kulit....................................................................................17


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skema Kerja.....................................................................................76

Lampiran 2. Perhitungan Rendamen.....................................................................79

Lampiran 3. Perhitungan Formula........................................................................79

Lampiran 4. Perhitungan Konsentrasi Uji SPF.....................................................80

Lampiran 5. Data Absorbansi Sampel..................................................................81

Lampiran 6. Tabel Hasil Uji Paired Sampel t test................................................93

Lampiran 7. Grafik Hubungan Formula dan Nilai SPF........................................96

Lampiran 8. Dokumentasi.....................................................................................97

Lampiran 9. Persuratan.......................................................................................110
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis karena terletak pada

garis khatulistiwa dimana sangat memungkinkan mendapatkan intensitas sinar

matahari yang cukup tinggi. Sebagian besar masyarakatnya memiliki aktivitas

yang berada di bawah sinar matahari sehingga membutuhkan perlindungan

terhadap kulit dari sinar matahari. Dampak dari sinar matahari dapat berupa

dampak yang menguntungkan dan juga merugikan terhadap manusia tergantung

pada frekuensi dan lamanya paparan, sensitivitas tiap individu yang terpapar dan

intensitas sinar matahari (Suryadi dkk., 2021).

Paparan sinar matahari pada kulit yang berulang dan terjadi secara terus

menerus akan berpotensi menyebabkan efek negatif terhadap perubahan struktur

kulit, baik itu dalam waktu jangka pendek dan jangka panjang. Paparan berulang

sinar matahari dalam jangka waktu yang pendek dapat mengakibatkan eritema

(kemerahan) pada kulit yang biasa disebut sunburn. Eritema diikuti oleh aktivasi

melanosit yang meningkatkan produksi melanin (melanization) pada kulit yang

nantinya akan menggelapkan warna kulit. Adapun efek jangka panjang dari

paparan sinar matahari secara berulang dan terus menerus tanpa perlindungan,

yakni hilangnya elastisitas kulit yang ireversibel yang nantinya dapat berkembang

menjadi kanker kulit, baik itu kanker melanoma maupun non-melanoma. Tingkat

kerusakan kulit tergantung pada durasi paparan, lokasi geografis, faktor usia,

warna kulit dan faktor perilaku (Mumtazah dkk., 2020).

1
2

Kasus pada kanker kulit terus meningkat selama 10 tahun ke belakang,

sebagian dari total insiden kanker di dunia adalah termasuk insiden kanker pada

kulit. Pada negara kita Indonesia, kasus kanker pada kulit memiliki persentase

7%. Persentase ini membuktikan bahwa di Indonesia, kanker pada kulit

menduduki posisi ketiga setelah kanker serviks dan kanker payudara. Faktor-

faktor seperti genetik, pola hidup serta adanya infeksi virus bisa menjadi

penyebab dari kanker kulit. Faktor utama timbulnya kanker kulit adalah karena

terpapar sinar UV dalam jangka waktu yang cukup lama dan terus menerus pada

area yang sangat jarang ditutup ketika bekerja diluar rumah (Paonganan & Vifta,

2022).

Kanker kulit masuk dalam 15 besar kanker yang umum terjadi di Indonesia.

Prevalensi terakhir di tahun 2018, disebutkan bahwa terdapat sekitar 6.170 kasus

kanker kulit non-melanoma dan 1.392 kasus kanker kulit melanoma. Terdapat tiga

tipe kanker yang sering terjadi, diantaranya yakni karsinoma sel skuamosa dan

karsinoma sel basal, dimana kedua tipe ini masih memiliki peluang untuk sembuh

namun akan tetap meninggalkan bekas. Tipe yang ketiga yaitu melanoma yang

merupakan tipe kanker kulit yang berbahaya dan banyak menyebabkan kematian.

Diketahui bahwa ketiga tipe kanker kulit ini terjadi akibat efek bahaya sinar

ultraviolet dari matahari (Geoffrey et al., 2019).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang

ditimbulkan oleh paparan sinar matahari adalah dengan cara mengoptimalkan

penggunaan tabir surya. Tabir surya dikenal sebagai sediaan kosmetik skincare

yang dapat melindungi kulit akibat paparan sinar matahari dan mengandung bahan
3

yang sering dikenal sebagai filter UV diantaranya yaitu filter UV anorganik

(fisika) dan filter UV organik (kimiawi). Filter organik bekerja dengan cara

menyerap radiasi UV dan mengkonversinya menjadi panas, contoh UV tabir surya

dikenal sebagai sediaan yang memiliki peranan penting untuk diaplikasikan pada

permukaan kulit yang proses kerjanya dapat menembus atau menyerap,

menghantarkan dan memantulkan radiasi sinar ultraviolet (Minerva, 2019).

Kemampuan efektivitas tabir surya untuk melindungi kulit dapat diukur

dengan menentukan nilai Sun Protection Factor (SPF) (Tahar dkk., 2019). Nilai

SPF dicirikan sebagai seberapa banyak energi UV yang diharapkan untuk

mencapai Minimal Erythema Dose (MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu

tabir surya dibagi dengan jumlah energi UV yang diperlukan untuk mencapai

Minimal Erythema Dose (MED) pada kulit yang tidak terproteksi (Meliala dkk.,

2020). Minimal Erythema Dose (MED) adalah waktu dasar minimal atau dosis

(energi radiasi UV) yang dibutuhkan agar menyebabkan efek eritema yang

minimal, senyawa yang terkandung pada tabir surya dapat menahan sinar UV

dengan frekuensi panjang gelombang 290 nm hingga 450 nm, sehingga sangat

penting untuk melakukan pencarian senyawa aktif yang diperoleh dari bahan alam

untuk digunakan sebagai bahan tabir surya alami (Harningsih & Larassati, 2020).

Kemajuan perkembangan tabir surya saat ini dibuat dari bahan-bahan alami

karena kesadaran dari masyarakat bahwa bahan-bahan alami lebih aman untuk

digunakan dan memiliki efek samping yang lebih sedikit daripada bahan sintesis.

Pemanfaatan bahan-bahan alami untuk dapat memperoleh perlindungan dari suatu

dampak yang akan ditimbulkan pada kulit akibat radiasi sinar matahari telah
4

dikembangkan oleh penelitian-penelitian saat ini. Bahan alami yang berperan

sebagai antioksidan dapat memberikan suatu kesediaan tambahan untuk

melakukan perawatan, pencegahan dan pengobatan penyakit yang diakibatkan

oleh cahaya ultraviolet. Kulit buah jeruk purut merupakan bagian buah yang

sering dianggap tidak berkhasiat dimasyarakat dan dijadikan sebagai limbah,

namun pada beberapa penelitian mengatakan bahwa kulit buah jeruk purut

memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri, antivirus dan antioksidan (Warsito

dkk., 2018)

Senyawa antioksidan dalam minyak jeruk purut meliputi flavonoid, fenolik dan

senyawa terpenoid berupa monoterpen hidrokarbon. Aktivitas antioksidan yang

dimiliki oleh minyak atsiri kulit jeruk purut yang destilasi dengan menggunakan

uap air memiliki aktivitas antioksidan dan dengan metode DPPH sebesar 6,43 μg

/ml dan kandungan monoterpen hidrokarbon sebesar 50,10% seperti sabinene, β -

pinen, micrene dan limonene yang memiliki pengaruh besar dalam memberikan

aktivitas antioksidan. Semakin tinggi komponen monoterpen hidrokarbon yang

terkandung menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan. Antioksidan ini dapat

dikembangkan dalam bentuk sediaan kosmetik seperti krim. Krim mempunyai

nilai estetika yang cukup tinggi di masyarakat karena memiliki tingkat

kenyamanan dalam penggunaan yang baik (Indriani, 2021).

Namun sejauh ini, penelitian lebih lanjut terkait kulit jeruk purut masih

terbilang kurang, terkhusus formulasinya dalam sediaan krim serta uji penentuan

nilai Sun Protection Factor (SPF) pada sediaan krim ekstrak etanol kulit jeruk

purut, sehingga hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan
5

penelitian yang berjudul “Penentuan Nilai SPF (Sun Protection Factor) Formula

Krim Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) Dengan Metode

Spektrofotometri Uv-Vis”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dapat

diformulasikan dalam sediaan krim yang stabil secara fisika dan kimia ?

2. Berapakah nilai Sun Protection Factor (SPF) sediaan krim ekstrak etanol kulit

jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dengan menggunakan metode

Spektrofotometri Uv-Vis ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dapat

diformulasikan sebagai sediaan krim yang stabil secara fisika dan kimia.

2. Untuk mengetahui nilai Sun Protection Factor (SPF) sediaan krim ekstrak

etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dengan menggunakan metode

Spektrofotometri Uv-Vis.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi

Diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan referensi bagi

mahasiswa dan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan

topik yang berhubungan dengan judul penelitian.

2. Bagi Mahasiswa
6

Sebagai tambahan wawasan mengenai ilmu formulasi sediaan krim ekstrak

etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) sebagai Sun Protection Factor

(SPF) alami.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

masyarakat tentang pemanfaatan kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) sebagai

Sun Protection Factor (SPF) alami.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)

1. Klasifikasi Tanaman

Jeruk purut (Citrus hystrix DC.) memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus hystrix DC. (Hakim dkk., 2019)

2. Morfologi Tanaman

Gambar 2.1
Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)

(Dokumentasi Pribadi, 2023)

7
8

Jeruk purut (Citrus hystrix DC.) atau yang sering disebut jeruk limau, limo

atau kaffir lime dalam bahasa asing merupakan tumbuhan yang banyak

ditanam oleh masyarakat Indonesia di daerah perkarangan rumah, sawah

maupun kebun. Jeruk purut memiliki ciri khas dari jenis jeruk lainnya karena

bentuk pohon yang kecil atau perdu. Pada umumnya bagian yang sering

dimanfaatkan oleh masyarakat adalah buah dan daun sebagai bahan masakan

yang dapat memberikan rasa asam dan segar pada makanan (Indriani, 2021).

Morfologi tanaman jeruk purut pada dasarnya sama dengan jenis jeruk

lainnya, yang membedakan dengan jenis jeruk lain yaitu pohonnya rendah

atau perdu namun bila tumbuh dapat mencapai ketinggian hingga 12 meter.

Jeruk purut tumbuh di daerah tropis dan tersebar luas di daerah asia tenggara.

Jeruk purut memiliki bentuk pohon yang perdu, daun dan buah sering

dimanfaatkan sebagai bahan makanan, buah dengan ukuran sedang berbentuk

bulat yang berkerut berwarna hijau dan berwarna kekuningan jika sudah tua,

memiliki daun berwarna hijau yang khas seperti membentuk angka delapan

dan memiliki bau yang sedap. Batang yang berwarna hijau jika masih kecil

dan kecoklatan dengan bintik-bintik jika sudah tua dan memiliki duri. Bunga

berwarna putih kekuningan atau kemerahan berukuran kecil (Indriani, 2021).

3. Manfaat dan Kandungan Kimia

Minyak atsiri jeruk purut dapat digunakan sebagai pengaroma (flavor)

alami pada makanan. Penggunaan sebagai flavor ada dua jenis yaitu flavor

larut air dan flavor yang larut lemak. Flavor larut dalam air pada jeruk purut

dimanfaatkan sebagai bahan flavoring pada minuman yang memiliki aroma


9

khas jeruk. Sedangkan flavor yang larut lemak dimanfaatkan pada jenis

makanan seperti sup, kue, produk berfermentasi dan produk coklat. Dalam

bidang pangan sering digunakan sebagai penyedap makanan dan penambah

cita rasa, berbeda pada bidang kecantikan yang digunakan sebagai bahan

utama pembuatan personal care products sebagai bahan aktif pada sabun,

pasta gigi, lotion, skin care serta produk kecantikan lainnya (Indriani, 2021).

Tabel 2.1
Kandungan Jeruk Purut

Kadar %
Jenis Senyawa Minyak jeruk Minyak Jeruk Minyak jeruk
Daun Ranting kulit
β -Pinene - - 21,44
α -Terpeniol - - 5,16
γ -Terpinene - - 2,29
Limonene - - 12,59
Linalil epoksida - - 4,23
Linalool 3,46 13,11 -
Sabinene 2,79 5,91 9,21
Sitronelal 85,07 46,40 20,91
Sitronelil asetat 2,77 6,76 -
Sitronelo - 11,03 -
Terpinen-4-o - - 11,93
Sumber Data : Indriani, 2021

Kulit buah jeruk purut memiliki kandungan komponen berupa monoterpen

hidrokarbon yang tinggi, seperti sabinene, β -Pinene, limonene dan γ -Terpinene

berturut-turut dengan kadar 9,21%, 21,445, 12,59% dan 2,29%. Dan memiliki

aktivitas antioksidan yang baik dengan nilai IC 50 sebesar 6,43 μg/mL (Indriani,

2021).
10

B. Ekstraksi

1. Pengertian Ekstrak

Ekstrak dikenal sebagai sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Ekstraksi merupakan cara paling umum digunakan untuk menarik atau

memisahkan bagian-bagian zat kimia yang terdapat dalam bahan alam baik dari

hewan, tumbuhan dan biota laut dengan suatu pelarut organik tertentu. Proses

ekstraksi pada umumnya merupakan perpindahan massa komponen padat yang

terkandung pada simplisia ke dalam pelarut organik yang digunakan sehingga

pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel

tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut dalam pelarut

organik pada bagian luar sel dan kemudian berdifusi ke dalam pelarut, proses ini

berlanjut sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam sel

dan konsentrasi zat aktif di luar sel (Meliala dkk., 2020).

2. Tujuan Ekstraksi

Menurut Meliala dkk., (2020) proses ekstraksi bertujuan untuk menarik

komponen kimia yang ada di dalam simplisia dan semua bahan aktif yang

terkandung. Apabila ingin melakukan proses ekstraksi, adapun hal-hal yang

perlu diperhatikan mengenai pertimbangan dan kondisi sebagai berikut.


11

a. Mengandung kelompok senyawa kimia tertentu

Untuk menemukan beberapa senyawa kimia berupa metabolit sekunder

seperti alkaloid, flavonoid, fenol dan lain-lain dapat dilakukan suatu

proses ekstraksi. Metode yang dapat dilakukan yaitu ekstrak diidentifikasi

lebih lanjut dengan cara menganalisis senyawa kimia atau dengan

menggunakan kromatografi dan mengkaji literatur kelompok senyawa

tersebut.

b. Senyawa kimia yang telah memiliki identitas

Apabila senyawa kimia telah dilakukan identifikasi, ekstraksi dapat

dilanjutkan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

c. Organisme (tanaman atau hewan)

Pada proses pengobatan tradisional, penggunaan suatu simplisia dapat

dilakukan dengan cara merebus atau mengaduk simplisia dalam air. Oleh

karena itu, pada proses ekstraksi secara tradisional harus dilakukan dan

dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin terkhusus jika proses ekstraksi

tersebut akan menjadi bahan penemuan ilmiah dan juga validasi obat

tradisional.

d. Penemuan senyawa baru

Pada penemuan senyawa baru proses isolasi penting dilakukan karena

untuk isolasi senyawa kimia baru yang sifat-sifatnya belum dilakukan

identifikasi dan belum ditemukan sebelumnya dengan metode apapun,

proses ekstraksi dapat dipilih secara acak atau dapat dipilih berdasarkan
12

metode tradisional untuk menentukan adanya senyawa kimia yang

memiliki aktivitas biologi khusus.

3. Proses Ekstraksi

Ekstraksi merupakan tahap awal untuk memisahkan produk alami yang

diharapkan dari suatu bahan baku. Dalam analisis fitokimia proses ekstraksi

memiliki peran penting karena diawali dengan ekstraksi. Proses pada ekstraksi

menggunakan pelarut yang digunakan akan menembus ke dalam sel bahan

baku yang diekstraksi, lalu zat terlarut yang ada di dalam sel akan larut dalam

pelarut, zat terlarut yang telah berdifusi dikumpulkan (Meliala dkk., 2020).

Proses ekstraksi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti suhu ekstraksi,

ukuran partikel suatu bahan baku, dan waktu yang akan digunakan. Selain itu,

prinsip kerja dari suatu pemisahan pada proses ekstraksi berhubungan dengan

kemampuan kelarutan senyawa pada suatu pelarut tertentu, oleh karena itu

pelarut harus menarik komponen senyawa dari sampel yang diekstraksi,

kemudian untuk suatu pemilihan pelarut perlu dipertimbangkan contohnya

kelarutan, keamanan dan biaya. Berdasarkan hukum “like dissolve like”,

pelarut dengan nilai polaritas zat terlarut cenderung memiliki kinerja lebih

baik begitupun sebaliknya. Pelarut yang umum digunakan pada proses

ekstraksi adalah etanol dan metanol (Meliala dkk., 2020).

4. Jenis-jenis Ekstraksi

Proses penentuan metode ekstraksi terdapat dua aspek yang perlu

dipertimbangkan yaitu pertama dengan melihat permukaan atau tekstur pada

sampel yang akan disari. Untuk sampel yang memiliki tekstur keras dapat
13

dilakukan ekstraksi dengan metode panas, sedangkan untuk sampel yang

memiliki tekstur lunak dapat digunakan ekstraksi dengan metode dingin.

Ekstraksi dengan metode dingin meliputi metode maserasi, soxhletasi dan

perkolasi sedangkan metode ekstraksi panas meliputi metode destilasi uap dan

metode refluks (Saryanti dkk., 2019).

a. Maserasi

Metode ekstraksi simplisia dengan cara sampel simplisia direndam

dengan penambahan cairan penyari dikenal sebagai proses maseri. Suatu

cairan penyari akan memasuki bagian rongga sel dan melintasi dinding sel

yang memiliki kandungan zat aktif. Proses pengadukan yang konstan dan

pergantian pelarut berulang pada metode maserasi perlu dilakukan karena

terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan larutan di

luar sel. Pelarut yang digunakan pada metode ini berupa etanol, air, atau

pelarut lainnya, dan apabila menggunakan air sebagai pelarut maka perlu

penambahan pengawet pada awal penyarian agar mencegah pertumbuhan

jamur (Saryanti dkk., 2019).

Keuntungan menggunakan metode ini adalah proses pengerjaan dan

peralatan yang dibutuhkan cukup sederhana serta dapat digunakan untuk

senyawa yang tahan terhadap pemanasan maupun senyawa yang tidak

tahan terhadap pemanasan. Sedangkan kelemahan pada metode ini adalah

proses pengerjaannya lama dan ekstraksinya yang rendah atau kurang

sempurna (Meliala dkk., 2020).

b. Perkolasi
14

Perkolasi dikenal sebagai metode ekstraksi dengan melewatkan filtrat

melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan

dalam proses perkolasi antara lain yaitu viskositas, gravitasi, tegangan

permukaan, kelarutan, difusi, adhesi, permeabilitas, kekuatan kapiler, dan

daya geseran (friksi). Metode perkolasi merupakan salah satu teknik untuk

mengekstraksi bahan aktif dari suatu bagian tanaman dengan proses

berkesinambungan karena pelarut akan mengalami jenuh terus-menerus

dan akan diganti dengan suatu pelarut yang segar (Meliala dkk., 2020).

Keunggulan dari metode ini yaitu proses penyaringan tidak perlu

dilakukan, sedangkan kelemahannya yaitu suhu yang digunakan relatif

singkat sehingga kemungkinan komponen tidak terekstrak sempurna dan

waktu kontak antara bahan dengan pelarut terbatas (Saryanti dkk., 2019).

c. Soxhletasi

Soxhletasi adalah suatu metode ekstraksi pada bahan aktif yang tahan

terhadap pemanasan. Prinsip dari metode ini adalah melakukan proses

penyaringan secara berulang agar memperoleh hasil sempurna dan

menggunakan pelarut yang relatif sedikit. Apabila telah dilakukan

penyaringan maka pelarut yang telah digunakan, diuapkan kembali dan

diperoleh sisa zat yang terekstrak (Saryanti dkk., 2019).

Kelebihan proses soxhletasi yaitu menggunakan jumlah pelarut sangat

sedikit karena secara terus-menerus ekstrak dapat diperbaharui, sedangkan

kelemahannya yaitu keberadaan ekstrak terus menerus berada dalam labu

didih sehingga memungkinkan terjadi penguraian (Saryanti dkk., 2019).


15

d. Refluks

Refluks dikenal sebagai metode ekstraksi dengan menggunakan waktu

dan pelarut pada suhu titik didih tertentu dari jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Metode refluks lebih

mudah digunakan dibanding maserasi dan perkolasi karena membutuhkan

pelarut dan waktu ekstraksi yang lebih sedikit (Meliala dkk., 2020).

Pada metode ini menggunakan sampel yang komponen kimianya

memiliki sifat tahan pemanasan dan bentuk yang keras seperti pada buah

atau biji, herba, batang dan akar. Setelah sampel diambil maka dilakukan

penimbangan untuk persiapan untuk persiapan ekstraksi dengan cara

memasukkan sampel pada labu alas bulat lalu ditambahkan suatu cairan

penyari yang sesuai seperti metanol, sampel harus terendam dan setelah itu

dikaitkan pada statif. Pada proses pemanasan dan aliran air perlu

diperhatikan temperatur pelarut yang akan dipakai dan setelah 4 jam

proses penyaringan akan menghasilkan sebuah filtrat yang kemudian

dikumpulkan dalam wadah dan residu yang diiperoleh ditambahkan

pelarut. Hasil filtrasi yang didapatkan berupa filtrat, dimasukkan ke dalam

alat rotary evaporator untuk dipekatkan, untuk waktu pengerjaan metode

ekstraksi refluks dilakukan selama 3-4 jam. Metode ini memiliki kelebihan

yaitu dapat mengekstraksi sampel yang tahan terhadap pemanasan dan

memiliki tekstur sampel yang kasar. Sedangkan kekurangannya yaitu pada


16

proses ekstraksi menggunakan jumlah pelarut yang besar dan energi untuk

proses pemanasan (Saryanti dkk., 2019).

e. Destilasi Uap Air

Destilasi uap adalah salah satu metode untuk mengekstraksi suatu

serbuk simplisia yang titik didihnya tinggi pada suatu tekanan atmosfer

normal, penyarian menggunakan destilasi uap perlu dilakukan karena

apabila dilakukan suatu pemanasan secara normal maka akan dapat

merusak bahan aktif yang terkandung di dalamnya. Pada proses destilasi

cairan akan didihkan dalam labu dan uap akan berpindah ke bagian lain

dari permukaan dingin sehingga cairan akan terkondensasi menetes ke

reservoir yang terpisah dari cairan aslinya. Metode destilasi uap ini bukan

hanya proses evaporasi atau penguapan pada titik didihnya, namun suatu

pergeseran bahan yang beralih pada suatu media yang ada (Saryanti dkk.,

2019).

C. Kulit

Kulit merupakan organ yang terletak di bagian luar yang bisa melindungi serta

mmenutupi permukaan badan. Kulit memiliki peran penting seperti, berperan

sebagai Indera peraba manusia. Karena posisinya di bagian luar, kulit adalah

bagian yang secara langsung dapat menerima ransangan contohnya seperti

sentuhan, rasa sakit dan pengaruh dari luar lainnya, sehingga bermacam penyakit

dapat menyerang kulit (Mz dkk., 2020).


17

Gambar 2.2
Anatomi Kulit

(Chauhan & Gupta, 2020)

Secara histopalogi, kulit tersusun atas tiga (3) lapisan utama yaitu lapisan

epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis.

1. Epidermis

Epidermis dikenal sebagai lapisan kulit terluar yang memiliki ciri tipis dan

avaskuler. Terdiri dari epitel skuamosa yang memiliki lapisan tanduk,

mengandung melanosit, sel langerhans dan sel merkel, untuk ketebalan

epidermis bervariasi di berbagai bagian tubuh yang paling tebal berada di

telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari total

ketebalan kulit terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu, dan untuk fungsi

epidermis adalah organisasi seluler, perlindungan barrier, pembelahan dan

motilitas sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pengenalan alergen dan terjadinya

pigmentasi.

2. Dermis
18

Lapisan dermis termasuk bagian terpenting dari kulit sering dianggap

sebagai kulit asli (true skin). Lapisan ini mempunyai jaringan ikat yang

mendukung lapisan epidermis dan menghubungkannya ke jaringan subkutan,

memiliki ketebalan yang bervariasi dan paling tebal pada telapak kaki sekitar

3 mm, dermis berfungsi sebagai kekuatan mekanik (mechanical strength),

menahan gaya geser (shearing forces), respon inflamasi, penunjang struktural

dan suplai nutrisi.

3. Subkutis

Lapisan subkutis adalah lapisan yang memiliki letak di bawah dermis yang

terdiri dari lapisan lemak. Pada lapisan subkutis ini mengandung jaringan ikat

yang secara luas dapat menghubungkan kulit dengan jaringan di bawahnya.

Lapisan ini ukuran dan jumlah yang bervariasi tergantung pada area tubuh dan

keadaan nutrisi individu, fungsi dari subkutis ini yaitu untuk menempel pada

struktur dasar, cadangan kalori, insulasi, perendaman mekanis (mechanical

shock absorber) dan pengatur bentuk badan.

Kulit memiliki fungsi yang sangat penting yaitu : (Chauhan & Gupta,

2020)

1. Perlindungan : penghalang anatomis dari pathogen dan kerusakan antara

lingkungan internal dan eksternal dalam pertahanan tubuh, sel Langerhans di

kulit merupakan bagian dari system kekebalan adaptif.

2. Sensasi : berisi berbagai ujung saraf yang bereaksi terhadap panas dan dingin,

sentuhan, tekanan, getaran dan cedera jaringan.


19

3. Penghantar panas : kulit mengandung suplai darah jauh lebih besar dari

persyaratannya yang memungkinkan kontrol yang tepat kehilangan energi

secara radiasi, konveksi dan konduksi. Pembuluh darah yang menyempit

sangat mengurangi aliran darah kulit dan mengehamat panas.

4. Kontrol penguapan : kulit menjadi relatif kering dan penghalang semi-kedap

terhadap kehilangan cairan berkontribusi pada hilangnya cairan secara massif

pada luka bakar.

5. Estetika dan komunikasi : orang lain melihat kulit kita dan suasana hati,

keadaan fisik dan daya tarik.

6. Penyimpanan dan sintesis : bertindak sebagai pusat penyimpanan lipid dan air,

serta sebagai sarana sintesis vitamin D oleh aksi UV pada bagian kulit

tertentu.

7. Ketahanan air : kulit bertindak sebagai penghalang tahan air sehingga nutrisi

penting tidak hilang dari tubuh.

D. Uraian Krim

1. Krim

Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu

atau lebih bahan aktif yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang

sesuai. Tipe krim terdiri dari dua tipe yaitu tipe minyak dalam air (M/A) atau

oil-in-water (O/W) dan tipe air dalam minyak (A/M) atau water-in-oil (W/O),

krim yang dapat dicuci dengan air (M/A) dimaksudkan untuk keperluan

kosmetik dan estetika. Kestabilan suatu krim dapat dipengaruhi akibat

perubahan komposisi dan suhu, misalnya penambahan lebih dari satu fase
20

secara berlebihan. Apabila krim diencerkan maka dalam waktu satu bulan

harus digunakan (Meliala dkk., 2020).

Kelebihan dalam formulasi krim yaitu mudah didistribusikan dan mudah

diaplikasikan secara merata, mudah dicuci atau dibilas, nyaman dan praktis,

bekerja pada suatu jaringan oles, untuk tipe m/a tidak lengket dan memberikan

rasa dingin (cold cream), untuk tipe a/m dimanfaatkan sebagai kosmetik,

bahan baku untuk aplikasi topikal jumlah yang diserap tidak cukup beracun.

Sedangkan untuk kelemahan dari formula pada sediaan krim yaitu sulit dalam

pengerjaannya karena pengerjaan krim harus dalam keadaan panas dan sangat

mudah rusak karena formulasi yang salah. Secara khusus, tipe a/m mudah

kering dan mudah rusak karena sistem pencampurannya terganggu yang

disebabkan oleh perubahan suhu, perubahan komposisi dan penambahan salah

satu fase secara berlebihan (Meliala dkk., 2020).

2. Formula umum krim

a. Emulgator

Emulgator merupakan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan

permukaan antara air dan minyak yang mengelilingi tetesan terdispersi

dengan lapisan yang kuat, sehingga mencegah pemecahan fase terdispersi.

Berdasarkan struktur kimianya, emulgator dikelompokkan menjadi

surfaktan atau dikenal emulgator sintetik dengan membentuk membran

mono molekul. Surfaktan jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa yaitu,

kationik dan anionik, menjadi non-ionik tergantung pada muatan dari

surfaktan, pada krim dikenal bahan asam stearat dimana basisnya bisa
21

dibilas menggunakan air, untuk fungsi pengemulsi digunakan agar tidak

menimbulkan efek tidak silau suatu kulit dan ditambahkan secukupnya

trietanolamin atau kalium hidroksida sehingga dapat bereaksi dengan

konsentrasi 8-20% asam stearat. Apabila asam lemak tidak berefek maka

akan memperoleh peningkatan kestabilan suatu krim, sediaan krim ini

akan mengkilap, melunak dan menjadi mengkilap selama penyimpanan

karena adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat. Asam stearat 5-

15% biasanya dicampurkan dengan triethanolamine 2-4% (Saryanti dkk.,

2019).

b. Humektan dan emolien

Pada sediaan krim, humektan dikenal sebagai bahan tambahan agar

mampu mengimbangi kandungan kadar air pada krim, membuat suatu

krim menjadi lembut dan mempertahankan kelembaban. Emolien ini dapat

mendukung penyerapan suatu senyawa aktif masuk pada bagian dalam

permukaan kulit pada suhu tertentu dan kelembaban relatif. Paraffin

liquidum dijadikan sebagai bahan emolien digunakan pada humektan

dapat mengimbangi kadar air preparat pada lapisan luar kulit yang

dioleskan dan mendistribusikan kelembaban pada epidermis. Beberapa

bahan humektan seperti gliserol, propilen glikol dan sorbitol sering

digunakan pada pembuatan sediaan (Saryanti dkk., 2019).

c. Pengawet

Komponen pada suatu krim biasanya terdiri dari protein, karbohidrat,

sterol, gabungan antara air dan lemak pada pertumbuhan suatu


22

mikroorganisme sehingga perlu ditambahkan bahan pengawet saat proses

pencampuran. Salah satu pengawet yang umum dimanfaatkan pada

pembuatan sediaan farmasi maupun kosmetik. Pengawet yang sering

digunakan adalah Methyl paraben 0,12-0,18% dan Propil paraben 0,02-

0,05%. Metil paraben ini suatu serbuk kristal halus berwarna putih yang

hampir tidak berbau dan tidak berasa, larut dalam 500 bagian air, tidak

sukar larut dalam larutan alkali hidroksida dan eter P, dalam 3 bagian

aseton P, dalam 60 bagian gliserol P panas, etanol 95% 3,5 bagian, larut

dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas dan 20 bagian air mendidih,

tetap jernih apabila didinginkan serta memiliki titik lebur pada suhu 125-

128℃ (Saryanti dkk., 2019).

Sedangkan pada Propil paraben berbentuk serbuk hablur putih, tidak

memiliki bau dan rasa. Propil paraben memiliki konsentrasi pada sediaan

topikal 0,01-0,06 %, sangat sukar larut di dalam air, dalam 3 bagian aseton

P, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 140 bagian gliserol P,

dalam minyak lemak dan sangat mudah larut dalam aseton. Memiliki titik

lebur 95-98℃ dan efektif pada pH 4-8 sebagai pengawet (Saryanti dkk.,

2019).

E. Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet menjadi salah satu sinar pancaran akibat sinar matahari selain

cahaya inframerah dan cahaya tampak yang dapat mencapai permukaan bumi dan

memiliki kisaran panjang gelombang 200 hingga 400 nm. Radiasi UV dapat

dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan panjang gelombang, tiga


23

kategori ini dibedakan dalam aktivitas biologis mereka dan sejauh mana mereka

dapat menembus kulit. Semakin pendek panjang gelombang, maka semakin

berbahaya radiasi UV yang ditimbulkan. Namun, radiasi UV dengan panjang

gelombang lebih pendek kurang mampu menembus kulit (Meliala dkk., 2020).

Menurut (Tahar dkk., 2019), radiasi sinar UV dibagi menjadi tiga jenis yaitu

sebagai berikut :

a. Radiasi UV A memiliki panjang gelombang yang berkisar dari 320-400 nm.

Karena memiliki panjang gelombang yang lebih panjang, maka sinar UV A

dapat menembus lebih ke dalam ke bagian dalam kulit hingga ke dermis. Sinar

UV A dapat dibagi lagi menjadi UV A I (340-400 nm) dan UV A II (320-340

nm), dalam jangka pendek radiasi UV A menimbulkan penyamakan kulit

(kecoklatan) yang sering dianggap sebagai tanda kesehatan. Penyamakan

kulit, baik pada penyamakan outdoor maupun indoor dapat menimbulkan

kerusakan kumulatif dari waktu ke waktu yang mengarah ke photoaging.

Selain itu, UV A dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membantu

perkembangan kanker kulit.

b. Radiasi UV B merupakan sinar ultraviolet yang dapat mencapai bumi dengan

panjang gelombang 280 hingga 320 nm. Radiasi UV B ini dikenal sebagai

penyebab utama perkembangan kanker kulit dan penyebab kulit terbakar, hasil

langsung dari radiasi UV B adalah kulit kemerahan.

c. Radiasi UV C (200-290 nm) merupakan sinar ultraviolet yang paling kaya

energi, mengalami penyerapan di lapisan ozon sehingga tidak dapat mencapai

permukaan bumi. Paparan sinar matahari yang berlebihan atau pada jangka
24

waktu yang lama dapat menimbulkan permasalahan kelainan kulit. Beberapa

kondisi kelainan kulit yang disebabkan oleh radiasi sinar UV antara lain

(Minerva, 2019)

1. Kelainan yang bersifat akut (cepat)

Penyinaran sinar UV yang singkat pada kulit dapat menimbulkan gejala

berikut terhadap kulit (Tahar dkk., 2019) :

a. Sunburn

Sunburn merupakan kondisi peradangan yang terjadi pada kulit dan

disebabkan karena interaksi berlebihan terhadap sinar ultraviolet dan

dapat dilihat dengan jelas suatu gejala kemerahan (eritema) pada kulit

disertai dengan rasa hangat, rasa nyeri maupun rasa gatal. Sunburn

terjadi dalam waktu 6-24 jam setelah terpapar sinar matahari dan bisa

menghilang dalam waktu 3-5 hari, namun gejala sengatan matahari

dapat diperparah dengan pembengkakan paparan sinar matahari yang

berkepanjangan dan intens dari jenis kulit individu yang terpapar.

b. Tanning

Tanning merupakan kondisi kulit yang menggelap akibat paparan

sinar matahari. Pada kulit, tanning terdiri dari tanning awal dan tanning

lanjutan dimana pada tanning awal menyebabkan perubahan warna

kulit menjadi gelap yang terjadi dalam beberapa menit setelah terpapar

sinar matahari dan akan menghilang dalam beberapa hari tergantung

pada dosis ultraviolet dan jenis kulit individu sedangkan tanning

lanjutan terjadi peningkatan pada waktu 3 sampai 4 hari setelah


25

terpapar sinar matahari dan perubahan warna kulit lebih jelas dan

menghilang dalam beberapa minggu.

2. Kelainan yang bersifat kronik (lama)

a. Photo Aging

Photo Aging atau penuaan kulit adalah suatu perubahan pada kulit

yang terjadi akibat paparan sinar matahari yang berkepanjangan dan

menimbulkan efek dari proses penuaan. Studi menunjukkan bahwa UV

A memberikan peran yang lebih penting dalam proses terjadinya

photoaging. Gejala klinis yang terjadi selama photoaging yaitu

pigmentasi tidak merata (bintik-bintik hitam), kulit menjadi kering,

munculnya kerutan pada kulit, dan tumor jinak pada kulit (actinic

keratosis).

b. Keganasan pada kulit

Efek radiasi sinar UV selain mempercepat penuaan dini juga dapat

menyebabkan kanker kulit. Sebagian besar kanker kulit secara

langsung disebabkan oleh paparan sinar UV jangka panjang yang

dapat merusak konfigurasi DNA, hal ini juga tergantung pada keadaan

pertahanan tubuh (kekebalan) yang ada pada kulit. Gejala terjadi

bertahun-tahun setelah terpapar sinar UV.

F. Tabir Surya

Tabir surya merupakan salah satu kosmetik pelindung yang dapat menyaring

dan menahan sinar matahari pada kulit. Tabir surya didefinisikan yaitu senyawa

yang secara fisik atau kimia mampu menyerap sinar matahari secara efektif pada
26

daerah emisi gelombang UV sehingga dapat mencegah terjadinya dampak buruk

pada kulit akibat pancaran langsung sinar UV. Besarnya radiasi yang dapat

mengenai kulit dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti pada jarak suatu tempat

dengan khatulistiwa, kelembaban udara, musim, ketinggian tempat, dan waktu

setempat (Pratama & Zulkarnain, 2015).

Pada tabir surya hal yang diperlukan yaitu, efektif dalam penyerapan sinar

aritmogenik pada rentang panjang gelombang 290-320 nm tanpa adanya

gangguan

atau yang akan menimbulkan efek toksik atau iritasi. Memberikan efek terhadap

tanning maksimum dengan memberi transmisi penuh pada rentang panjang

gelombang 300-400 nm. Mempunyai sifat yang mudah larut untuk memberi

formulasi yang sesuai. Stabil ketika digunakan dan mampu mempertahankan daya

proteksinya hingga beberapa jam. Tidak mudah menguap, resisten terhadap air

serta keringat, tidak meninggalkan noda pada pakaian, tidak berbau, dan tidak

toksik, tidak menimbulkan iritasi serta dan juga memiliki sifat fisik yang

memuaskan (Pratama & Zulkarnain, 2015).

Adapun mekanisme kerja pada tabir surya yaitu mampu menyerap atau

menghalangi cahaya UV (Fotoprotector). Secara kompetitif dapat bersaing dengan

senyawa yang dapat dirusak oleh senyawa matahari. Cahaya UV dapat

membentuk sejumlah senyawa reaktif atau radikal bebas pada kulit. Senyawa

dengan kemampuan antioksidan atau penangkap radikal bebas mampu

berkompetisi dengan molekul target sehingga dapat mengurangi atau


27

mengacaukan efek yang merugikan. Dapat memperbaiki senyawa yang rusak

karena cahaya matahari (Pratama & Zulkarnain, 2015).

Tabir surya dibagi menjadi 2 antara lain (Minerva, 2019) :

1. Tabir surya kimia

Tabir surya kimia berperan dalam melindungi kulit dengan menyerap sinar

matahari kemudian mengubah menjadi energi panas. Mampu diserap kulit dan

memiliki potensi menyebabkan iritasi kulit, tidak dapat dipakai pada oleh bayi

usia 6 bulan. Tabir surya kimia atau tabir surya organik disebut juga

sunscreen. Contohnya yaitu Octinoxate, Avobenzone, dll.

2. Tabir surya fisik

Tabir surya fisik merupakan tabir surya yang ideal menurut Food Drug

Administration (FDA), dapat melindungi kulit dengan cara memantulkan sinar

matahari. Tabir surya ini adalah broad spectrum (Spektrum luas) yang dapat

melindungi dari sinar UV A dan UV B, memiliki sifat yang stabil, alergi yang

ditimbulkan rendah dan tidak diserap kulit sehingga dapat digunakan pada

anak-anak. Tabir surya ini dikenal dengan nama sunblock atau tabir surya

anorganik. Sering dikombinasikan antara tabir surya fisik dan kimia oleh

sebagian produsen kosmetik karena untuk mengoptimalkan kemampuan tabir

surya.

G. Nilai Sun Protection Factor (SPF)

Efektivitas tabir surya dapat diketahui dari suatu nilai Sun Protection Factor

(SPF) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara waktu yang diperlukan

untuk mencapai eritema minimal dengan tanpa tabir surya. Minimal Erythema
28

Dose (MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu tabir surya dibagi dengan

jumlah energi ultraviolet yang dibutuhkan untuk mencapai Minimal Erythema

Dose (MED) pada kulit yang tidak terlindungi. Minimal Erythema Dose (MED)

diartikan sebagai waktu tersingkat atau dosis radiasi sinar UV yang diperlukan

untuk menyebabkan terjadinya erythema (Tahar dkk., 2019).

Pengukuran nilai SPF atau suatu sediaan tabir surya dapat diperoleh dan

dilakukan secara in vitro. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro umumnya

dibagi dalam dua kategori yaitu metode pertama melakukan pengukuran serapan

atau transmis radiasi UV melalui lapisan produk tabir surya pada pelat kuarsa atau

biofilm. Sedangkan metode kedua yaitu dengan menentukan sifat penyerapan

tabir surya menggunakan analisis secara Spektrofotometri dimana larutan hasil

pengenceran dari tabir surya yang diuji. Tingkat kemampuan tabir surya

berdasarkan nilai SPF adalah sebagai berikut (Tahar dkk., 2019) :

Tabel 2.2
Keefektifan Sediaan Tabir Surya berdasakan Nilai SPF
Nilai SPF Kategori Proteksi Tabir Surya
2-4 Minimal
4-6 Sedang
6-8 Ekstra
8-15 Maksimal
≥15 Ultra
Sumber Data : Juanita & Juliadi, 2020

Angka-angka SPF ini tidak dapat menyatakan tingkat penyaringan radiasi

matahari melainkan menyatakan tingkat perlindungan terhadap radiasi matahari.

Angka-angka tersebut tidak menjelaskan bahwa berapa banyak radiasi yang harus
29

ditahan, namun berapa lama kita bisa berada di bawah sinar matahari sampai kulit

menjadi merah dimana kondisi seperti ini disebut eritema (Tahar dkk., 2019).

Untuk memperoleh hasil pengukuran nilai Sun Protection Factor (SPF) dapat

dilakukan dengan mengolah data serapan dengan menggunakan rumus persamaan

Mansur sebagai berikut : (Rahardhian dkk., 2019)

SPF = CF x ∑290-320EE ( λ ) x I ( λ ) x Absorbansi ( λ )

Keterangan :

CF : Faktor korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Nilai serapan tabir surya yang terbaca

Nilai EE x I adalah konstan, dimana konstanta nilai EE x I dapat dilihat tabel

sebagai berikut :(Rahardhian dkk., 2019)

Tabel 2.3
Normalized product function yang digunakan pada kalkulasi SPF
Panjang Gelombang Nilai EE x I
290 0,0150
295 0,0817
300 0,2874
305 0,3278
310 0,1864
315 0,0839
320 0,0180
Total 1
Sumber Data : Rahardhian dkk., 2019

H. Spektrofotometri Uv-Vis

Hubungan antara materi dan radiasi merupakan suatu hal yang cukup menarik.

Sebagian besar molekul obat menyerap radiasi di daerah spektrum ultraviolet,


30

walaupun beberapa diwarnai untuk menyerap radiasi dalam daerah tampak atau

visible, misalnya zat biru yang menyerap radiasi ultraviolet atau tampak oleh

elektron tereksitasi dalam struktur molekul pada tingkat energi yang lebih tinggi

(Minerva, 2019).

Menurut hukum Lambert-Beer dijelaskan bahwa konsentrasi analit dalam

larutan dapat diperoleh dengan cara mengukur kerapatan optik pada panjang

gelombang tertentu, untuk panjang gelombang cahaya tampak adalah 400-8800

nm dan panjang gelombang sinar ultraviolet yaitu 200-400 nm. Spektrofotometri

Uv-Vis dikenal sebagai suatu teknik analisis spektroskopi yang menggunakan

sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak

(380-780 nm. Pada penggunaan spektrofotometri Uv-Vis melibatkan suatu energi

elektromagnetik dalam jumlah yang cukup besar pada molekul yang akan

dianalisis, sehingga Spektrofotometri Uv-Vis lebih banyak diperuntukkan untuk

analisis kuantitatif dari pada analisis kualitatif (Minerva, 2019).

1. Aspek Kualitatif

Data Spektrofotometri Uv-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan

untuk mengidentifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Tetapi dapat

digunakan untuk analisis kualitatif suatu senyawa jika digabung dengan cara

lain seperti spekroskopi massa, spektroskopi inframerah dan resonansi magnet

inti.

2. Aspek Kuantitatif
31

Ditinjau dari aspek kuantitatif, seberkas radiasi diterapkan pada sampel

(larutan sampel) dan juga intensitas dari pancaran radiasi yang ditransmisikan

diukur besarnya. Radiasi yang dapat diserap oleh sampel ditentukan dengan

cara membandingkan intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan intensitas

cahaya tanpa adanya spesies penyerap lainnya.

Adapun istilah-istilah dalam Spektrofotometri Uv-Vis (Minerva, 2019).

a. Kromofor dikenal sebagai gugus senyawa konjugasi yang dapat menyerap

suatu radiasi ultraviolet dan visible. Sebagian besar kromofor memiliki

ikatan rangkap terkonjugasi apabila terjadi pengikatan senyawa-senyawa

yang bukan pengabsorbsi (auksokrom).

b. Auksokrom merupakan gugus fungsional yang mempunyai electron non

bonding dan tidak mengabsorbsi radiasi UV jauh.

c. Hipokromik merupakan perubahan intensitas (absorbansi) ke arah yang

lebih rendah.

d. Hiperkromik adalah peningkatan intensitas (absorbansi) ke arah yang lebih

tinggi.

e. Hipokromik (pergeseran biru) yaitu pergeseran panjang gelombang

maksimal ke arah panjang gelombang yang lebih pendek.

f. Batokromik (pergeseran merah) yaitu pergeseran panjang gelombang

maksimal ke arah panjang gelombang yang lebih pendek.


32

Penyerapan energi oleh salah satu contoh molekul dapat dipantau dengan

menggunakan alat Spektrofotometri. Adapun cara kerja alat ini adalah sebagai

berikut yaitu radiasi diproyeksikan secara bergantian atau eksitasi melalui sampel

dan blanko yang dapat berupa pelarut atau udara, cahaya yang ditransmisikan oleh

sampel atau pada blanko kemudian ditransmisikan ke detektor sehingga perbedaan

intensitas antara kedua sinar ini dapat memberitahu kita tentang jumlah radiasi

yang diserap oleh sampel. Detektor instrumen dapat mengubah informasi radiasi

menjadi sinar elektrik yang jika disederhanakan akan dapat menggerakkan pena

pencatat pada kertas grafik khusus instrumen (Minerva, 2019).

Pada umumnya konfigurasi dasar setiap spektrofotometri berupa susunan

peralatan optik terkonstruksi sebagai berikut (Minerva, 2019) :

SR MR SK D A VD

Keterangan :

SR : Sumber radiasi D : Detektor

MR : Monokromator A : Amplifier

SK : Sampel kompartemen VD : Visual display

1. Komponen-komponen pokok dari alat Spektrofotometri meliputi :

a. Sumber radiasi

Beberapa macam sumber radiasi yang dipakai pada spektrofotometri

adalah lampu merkuri, lampu tungsten dan lampu deuterium. Lampu

deuterium (D2) dipakai pada panjang gelombang 180-370 nm dengan

umur lampu ±500 jam. Untuk lampu tungsten digunakan panjang

gelombang 380-900 nm dengan umur lampu ±1000 jam pemakaian dan


33

lampu merkuri dipakai pada panjang gelombang 365 nm untuk mengecek

resolusi dari monokromator.

b. Monokromator

Monokromator dapat digunakan untuk memperoleh suatu radiasi

monokromatis dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromtis.

c. Sampel kompartemen

Wadah sampel untuk analisis digunakan suatu kuvet atau sel yang

penggunaannya terdiri dari dua jenis kuvet yaitu kuvet permanen yang

terbuat dari leburan silica atau kaca dan kuvet plastic sekali pakai. Dilihat

dari bahan yang digunakan ada dua jenis yaitu kuvet dari silica (kuarsa)

untuk posisi yang memiliki panjang gelombang sejumlah 380-1000 nm,

karena bahan kaca dapat menyerap radiasi ultraviolet.

d. Detektor dan pencatat

Fungsi detektor yaitu dapat digunakan sebagai alat yang mengubah

sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektrolitik. Terdapat beberapa

jenis detektor yang biasanya digunakan pada Spektrofotometri yaitu

detektor tabung foton vakum, detektor fotosel, detektor diode-array, dan

detektor tabung penggandaan foton. Sinyal elektroik ditransfer oleh

detektor harus diterapkan (amplifier) ke perekam (pencatat).

2. Yang harus diperhatikan dalam analisis secara Spektrofotometri Uv-Vis

Pada saat menganalisis menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis, beberapa

hal yang perlu diperhatikan terutama untuk senyawa yang tidak memiliki

warna di awal maka perlu dianalisis dengan spektrofotometri sinar tampak


34

karena senyawa tersebut harus terlebih dahulu diubah menjadi senyawa yang

berwarna. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan

(Minerva, 2019).

a. Pembentukan molekul yang mampu menyerap sinar tampak

Apabila suatu senyawa yang akan dianalisis tidak menyerap di daerah

tersebut maka tahap ini perlu dilakukan dengan menggunakan metode

yang mengikutsertakan transformasi menjadi senyawa lain atau reaksi

dengan reagen tertentu. Reagen yang digunakan harus memenuhi beberapa

persyaratan, yaitu :

1. Reaksinya sensitif dan selektif

2. Memiliki respon kuantitatif, cepat dan dapat direproduksi

3. Diperoleh hasil reaksi yang stabil jangka panjang. Selektivitas dapat

ditingkatkan dengan menggunakan bahan penutup (masking agent)

atau menggunakan teknik ekstraksi dan menyesuaikan pH.

b. Runtime (Waktu operasional)

Runtime ini dapat dimanfaatkan untuk mengukur pembentukan warna

atau hasil reaksi dengan tujuan untuk menentukan waktu pengukuran

kondisi yang tetap. Waktu operasional diukur dari hubungan antara waktu

pengukuran dan absorbansi larutan.

c. Penentuan panjang gelombang maksimum

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang

maksimum yaitu :
35

1. Sensitivitas panjang gelombangnya maksimal karena pada panjang

gelombang maksimum, variasi absorbansi untuk setiap unit konsentrasi

adalah yang paling penting.

2. Memiliki bentuk kurva absorbsi yang datar dan hukum Lambert-Beer

akan terpenuhi di sekitar panjang gelombang maksimum.

Ketika panjang gelombang maksimum digunakan maka beberapa

variabel yang dapat mempengaruhi absorbansi yaitu konsentrasi yang

tinggi dan adanya zat pengganggu, jenis pelarut, pH larutan dan suhu.

d. Pembuatan kurva baku

Larutan standar dibuat berbagai macam termasuk analit dalam

konsentrasi yang berbeda. Setiap absorbansi larutan dengan berbagai

konsentrasi yang berbeda diukur dan kemudian diplotkan kurva sebagai

hubungan antara absorbansi (y) dan konsentrasi (x). Jika hukum Lambert-

Beer dipenuhi, maka kurva kalibrasi adalah garis lurus. Kurva kalibrasi

harus diperiksa ulang secara teratur, penyimpangan dari garis lurus sering

dikaitkan dengan kekuatan ion yang tinggi, variasi suhu, dan reaksi-reaksi

pengikatan yang terjadi.

I. Monografi Bahan

1. Adeps Lanae

Adeps lanae atau lemak bulu domba atau lanolin adalah zat berupa lemak

yang diperoleh dari bulu domba ovis aries Linne (Familia Bovidae) yang

dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih

dari 0.25%. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari
36

0.02%. Pemerian berupa massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bauk

has mempunyai kelarutan yang tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan

air lebih kurang 2 kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih

larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter dan dalam kloroform api

(Departemen Kesehatan RI, 1979). Adeps lanae berkhasiat sebagai agen

pengemulsi, basis salep dan dapat digunakan sebagai zat hidrofobik untuk

membuat krim dan salep tipe air dalam minyak serta sebagai zat tambahan

pada rentang 2-5% (Rowe et al., 2009)

2. Aquadest

Aquades merupakan cairan jernih, tidak berwarna dan juga tidak berbau.

Inkompatibilitas aquadest berupa bahan yang mudah terhidrolisis, bereaksi

dengan garam-garam anhidrat menjadi bentuk hidrat, material-material

organik dan kalsium koloidal (Departemen Kesehatan RI, 1979). Aquadest

dapat digunakan secara luas sebagai bahan baku dan sebagai pelarut dalam

pengolahan formulasi dan manufaktur dalam produk farmasi, bahan farmasi

aktif (API) dan intermediate, reagan analitis. Nilai spesifik dari air yang

digunakan untuk aplikasi tertentu dalam konsentrasi hingga 100% (Rowe et

al., 2009).

3. Asam Stearat

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari

lemak Sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat (C 18H36O2) dan asam

heksanoat (C16H32O2). Berupa zat padat mengkilat menunjukkan susunan

hablur putih atau kuning pucat, sedikit berbau, mirip lemak lilin, larut dalam
37

20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian

eter P (Departemen Kesehatan RI, 1979).

Asam stearat tidak kompatibel dengan kebanyakan logam hidroksida dan

mungkin tidak kompatibel dengan agen pereduksi dan agen pengoksidasi.

Asam stearat digunakan dalam formulasi topikal sebagai pengemulsi dan

pelarut, bila sebagian dilarutkan dengan alkali atau trietanolamin maka dapat

digunakan dalam pembuatan krim pada rentang 1-20% (Rowe et al., 2009).

4. Etanol

Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3 % b/b dan tidak lebih dari

93,8% b/b, setara dengan tidak kurang dari 94,9% v/v dan tidak lebih dari

96,0% v/v, C2H6O (etil alkohol) pada suhu 15,56℃. Pada pemerian cairan

mudah menguap, jernih tidak berwarna, bau khas, menyebabkan rasa terbakar

pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu yang rendah dan dapat

mendidih pada suhu 78℃ dan mudah terbakar. Untuk kelarutan dapat

bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik

(Kemenkes RI, 2014).

5. Metil Paraben

Metil paraben atau sering dikenal nipagin merupakan hablur halus tidak

berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, mempunyai sedikit rasa

terbakar, larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5

bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P

dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas
38

dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan

tetap jernih (Departemen Kesehatan RI, 1979).

Metil paraben digunakan sebagai zat pengawet antimikroba pada dasar

topikal dengan konsentrasi 0,02-0,3%. Metil paraben merupakan paraben yang

paling tidak aktif terhadap antimikroba, aktivitasnya dapat ditingkatkan

dengan menggunakan kombinasi paraben dari etil-propil dan butyl paraben.

Metil paraben tidak kompatibel dengan zat bentonit, magnesium trisilikat,

tragakan, natrium alginate, minyak esensial, sorbitol dan juga atropin. Metil

paraben berubah warna dengan adanya besi dan mengalami hidrolisis oleh

basa lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009).

6. Paraffinum Liquidum

Paraffin cair atau paraffinum liquidum adalah campuran hidrokarbon yang

diperoleh dari minyak mineral. Paraffin cair merupakan cairan kental

transparan, tidak berwarna, hamper tidak berbau dan hamper tidak mempunyai

rasa. Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam

kloroform P, dan dalam eter P (Departemen Kesehatan RI, 1979).

Paraffin cair sering juga digunakan sebagai basis pada sediaan topikal

dengan penambahan cairan dapat menurunkan viskositas, paraffin cair dapat

bercampur dengan minyak yang mudah menguap. Semakin besar konsentrasi

paraffin cair yang ditambahkan pada sediaan krim maka semakin kecil

viskositas dan konsistensinya semakin encer. Rentang paraffin cair untuk

sediaan topikal yaitu 1-32% (Rowe et al., 2009).

7. Propil Paraben
39

Propil paraben atau nipasol merupakan serbuk putih atau hablur kecil dan

tidak berwarna, sangat sukar larut dalam air mendidih , mudah larut dalam

etanol dan dalam eter. Propil paraben digunakan sebagai zat pengawet

antimikroba pada dasar topikal dengan konsentrasi 0,01-0,6%. Aktivitas dapat

ditingkatkan dengan menggunakan kombinasi paraben seperti propil paraben

yang telah digunakan dengan metil paraben dalam formulasi sediaan topikal

dan oral. Propil paraben tidak kompatibel terhadap magnesium aluminium

silikat dan oksida besi kuning (Rowe et al., 2009).

8. Triethanolamine

Trietanolamin merupakan pengemulsi yang banyak digunakan dalam

formulasi farmasi sediaan topikal terutama dalam pembuatan emulsi dengan

rentang 2-4%. Cairan kental berwarna bening, tidak berwarna hingga kuning

pucat, cairan sedikit berbau amoniak dan harus disimpan dalam wadah kedap

cahaya ditempat yang sejuk dan kering. Trietanolamin dapat bereaksi dengan

asam mineral untuk membentuk garam kristal dan ester, mampu bereaksi

dengan tembaga untuk membentuk garam komplek dan juga dapat bereaksi

dengan reagen seperti tionil klorida (Rowe et al., 2009).

J. Kerangka Konsep

Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)

Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)

Formulasi krim Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) dalam
konsentrasi 1%, 3% dan 5%

Uji Penentuan Nilai SPF (Sun Uji Mutu Fisik Sediaan Krim
Protection Factor)
1. Uji Organoleptik
2. Uji Homogenitas
3. Uji Daya Sebar
4. Uji pH
40

Ket : Variabel Independen (bebas)

Variabel Dependen (terikat)

K. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya aktivitas tabir surya krim ekstrak

kulit Jeruk Purut (Citrux hystrix DC.) sebagai Sun Protection Factor (SPF)

dengan proteksi ultra yang stabil secara fisika dan kimia serta memenuhi

karakteristik sediaan krim.

L. Definisi Operasional

1. Ekstraksi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan dengan menggunakan pelarut tertentu.

2. Krim merupakan sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan

aktif yang terlarut dalam bahan dasar yang sesuai.

3. Sun Protection Factor (SPF) adalah suatu perbandingan antara waktu yang

diperlukan untuk mencapai eritema minimal dengan tanpa tabir surya.

4. Tabir surya termasuk sediaan kosmetik yang dapat digunakan pada permukaan

kulit. Sediaan tabir surya mengandung senyawa fotoprotektor dan bahan ini
41

dapat menyebarkan dan menyerap suatu radiasi matahari sehingga intensitas

sinar menjadikan kulit rendah dari semestinya.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium yang

bertujuan untuk mengetahui ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

dapat dibuat sediaan krim yang stabil secara fisika dan kimia serta menentukan

nilai Sun Protection Factor (SPF) dari sediaan krim ekstrak etanol kulit jeruk

purut (Citrus hystrix DC.) dengan metode Spektrofotometri Uv-Vis.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juli 2023 di Laboratorium

Fitokimia, Laboratorium Teknologi Farmasi dan Laboratorium Kimia Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Megarezky Makassar.

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Spektrofotometer Uv-Vis

(Hitachi U-2900), gelas ukur, gelas kimia, erlenmeyer (Iwaki ST Pyrex ®), bejana

maserasi, lumpang, batang pengaduk, cawan porselin, kaca ukuran 20 x 15 cm,

anak timbangan 200 g, waterbath (B-ONE®), aluminium foil, tabung reaksi, pipet

tetes, gegep kayu, sendok tanduk, pipet volume, pH meter, oven (U055

Memmert®), timbangan analitik (Fujitsu), dan viscometer NDJ-8S.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu adeps lanae, asam stearat,

nipagin, nipasol, paraffin cair, triethanolamine, aquadest, etanol 96%, metilen

blue, etanol p.a dan kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.).

42
43

D. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk purut (Citrus

hystrix DC.) yang tumbuh di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit jeruk purut (Citrus

hystrix DC.) yang diambil dari Pasar Tradisional Daya, Kelurahan Sudiang Raya,

Kecamatan Biring Kanaya, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

E. Cara Kerja

1. Pengolahan Sampel

a. Pengambilan Sampel

Buah jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dipilih yang belum matang

dengan ditandai kulit berwarna hijau dengan tekstur kasar, diambil di

Pasar Tradisional Daya, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biring

Kanaya, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

b. Pengolahan Simplisia

Sampel yang telah diperoleh dilakukan terlebih dahulu sortasi basah

dibersihkan dari kotoran menggunakan air mengalir agar terpisah dari

bahan pengotor lainnya. Setelah dicuci, dipisahkan kulit dan daging

buahnya setelah itu kulit yang diperoleh akan dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan hingga kering. Kulit buah jeruk purut kering

selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan blender

dihaluskan sampel kulit jeruk purut menjadi serbuk.


44

c. Pembuatan Ekstrak Kulit Jeruk Purut

Sejumlah sampel berupa simplisia ditimbang 300 gram dimasukkan ke

dalam wadah maserasi atau menggunakan bejana toples kaca dan

ditambahkan pelarut etanol 96% sampai seluruh sampel terendam

seluruhnya. Diaduk sampel dengan baik, kemudian tutup wadah maserasi

dengan rapat dan disimpan di tempat yang sejuk terhindar dari sinar

matahari langsung. Perendaman dilakukan selama 3x24 jam dengan

sesekali diaduk dan diekstraksi sebanyak tiga (3) kali. Maserat yang

dihasilkan kemudian disaring menggunakan kertas saring kemudian

diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator pada suhu 50℃

lalu diuapkan lagi dengan menggunakan waterbath pada suhu 50℃

hingga diperoleh ekstrak kental kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.).

d. Skrining Fitokimia

1) Alkaloid

Disiapkan ekstrak kulit jeruk purut dan dimasukkan 2 ml

kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan HCL 2 N yang berperan

sebagai blanko dan ditambahkan 3 tetes pereaksi dreagendroff.

Kemudian diamati perubahan yang terjadi, hasil uji dinyatakan positif

jika terbentuk warna jingga (Mustariani & Hidayanti, 2021)

2) Flavonoid

Disiapkan ekstrak kulit jeruk purut dan dimasukkan 2 ml

kedalam tabung reaksi dan dipanasakn selama 15 menit. Kemudian

ditambahkan serbuk magnesium 0.5 g dan diberikan 1 ml HCl pekat.


45

Terbentuknya warna merah, jingga atau kuning menunjukkan adanya

flavonoid (Mustariani & Hidayanti, 2021).

3) Tanin

Disiapkan ekstrak kulit jeruk purut sebanyak 2 ml dan

dimasukkan kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan beberapa

tetes larutan FeCl3 1%. Setelah itu, amati perubahan yang terjadi.

Terbentuknya warna ungu, biru, hijau dan hitam menunjukkan adanya

senyawa tanin (Mustariani & Hidayanti, 2021).

4) Saponin

Disiapkan ekstrak kulit jeruk purut dan dimasukkan 2 ml

kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan aquadest pada sampel

dan didihkan selama 2-3 menit, dan selanjutnya didinginkan lalu

dikocok kuat-kuat dan diamati perubahan yang terjadi. Reaksi positif

jika terbentuk buih yang stabil (Mustariani & Hidayanti, 2021).

5) Terpenoid dan Steroid

Disiapkan ekstrak kulit jeruk purut dan dimasukkan 2 ml kedalam

tabung reaksi. Kemudian sampel ditambahkan 2 ml asam asetat dan 3

tetes H2SO4 pekat. Setelah itu, diamati perubahan yang terjadi,

terbentuknya warna merah menunjukkan positif mengandung terpenoid

sedangkan terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan positif

adanya steroid (Mustariani & Hidayanti, 2021).


46

2. Formulasi krim

a. Formulasi krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

Tabel 3.1
Formulasi Krim Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Purut
Formula Krim (%)
No Nama Bahan Kegunaan K- FI FII FIII K
+
1. Ekstrak etanol Bahan aktif - 1 3 5
kulit jeruk purut

Emina Cream SPF 15


2. Asam stearat Pengemulsi 15 15 15 15
3. Triethanolamine Pengemulsi 2 2 2 2
4. Adeps Lanae Basis 2 2 2 2
5. Parafin cair Emolien 12.5 12.5 12.5 12.5
6. Nipagin Pengawet 0,05 0,05 0,05 0,05
7. Nipasol Pengawet 0,02 0,02 0,02 0,02

Aquadest Ad Pelarut Ad Ad Ad Ad
8.
100 100 100 100

b. Cara Pembuatan Krim

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Ditimbang semua

bahan sesuai dengan perhitungan. Bahan-bahan yang digunakan untuk

pembuatan krim terdiri dari fase minyak dan fase air. Dipanaskan

waterbath sampai suhu 70℃ . Dileburkan paraffin cair, adeps lanae, asam

stearat dan nipasol sebagai fase minyak dan fase air yang terdiri dari

Triethanolamine, aquadest dan nipagin. Setelah semua melebur sempurna

selanjutnya basis krim dibuat dengan cara mencampurkan fase air ke

dalam fase minyak ke dalam mortar panas dan diaduk dengan konstan

sampai terbentuk basis krim yang homogen dan stabil, selanjutnya

ditambahkan zat aktif setelah dilakukan penurunan suhu hingga 30 ℃ lalu


47

diaduk hingga homogen dan dimasukkan ke dalam wadah dan diberi

etiket.

c. Uji Stabilitas Mutu Fisik Sediaan Krim

1) Uji Organoleptik

Dilakukan uji organoleptik secara visual, bertujuan untuk

mengamati warna, bau dan tekstur pada sediaan krim, uji organoleptik

akan berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna. Formulasi dengan

perbedaan konsentrasi zat aktif bahan alam dan sintesis, dapat

berpengaruh pada hasil uji organoleptik (Purwaningsih dkk., 2020).

2) Pengujian Homogenitas

Ditimbang masing-masing 1 gram krim ekstrak etanol kulit jeruk

purut (Citrus hystrix DC.) dioleskan pada objek gelas secara merata,

kemudian diamati homogenitas dan tidak terlihat adanya butiran kasar

(Ratnapuri dkk., 2020).

3) Pengujian Nilai pH

pH krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) diukur

menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi

menggunakan larutan buffer pH 4 dan 7, kemudian pH meter

dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah diisi dengan 1 gram

sediaan krim yang telah diencerkan dengan aquadest hingga 10 ml.

Untuk pH sediaan topikal yang baik berada pada rentang pH 4,5-8,0

(Purwaningsih dkk., 2020).


48

4) Pengujian Daya sebar

Uji daya sebar atau penghamburan dilakukan dengan kaca ukuran

20 x 15 cm dan anak timbangan. Ditimbang krim ekstrak etanol kulit

jeruk purut (Citrus hystrix DC.) sebanyak 0.5 gram dan diletakkan di

atas kaca kemudian sampel diberi beban 200 gram menggunakan anak

timbangan, setelah itu diukur diameter penyebarannya. Daya sebar

yang baik pada sediaan krim yaitu 5-7 cm (Thomas dkk., 2022).

5) Pengujian Tipe krim

Pengujian tipe krim dilakukan dengan cara pewarnaan dengan

metilen blue. Sediaan krim diambil secukupnya kemudian diletakkan

pada kaca transparan lalu ditambahkan 1 tetes indikator metilen blue.

Zat warna metilen blue larut dalam air, sehingga jika zat warna ini

tersebar merata pada fase eksternal sediaan krim maka sediaan tersebut

memiliki tipe M/A (Saryanti dkk., 2019).

6) Pengujian Viskositas

Sediaan krim dimasukkan ke dalam wadah, kemudian dipasang

spindle nomor 4 dan rotor dijalankan dengan kecepatan 12 rpm

(Rumanti dkk., 2022). Kemudian hasil dari viskositas dicatat setelah

jarum viskometer menunjukkan angka yang stabil setelah lima kali

putaran. Persyaratan viskositas yang baik pada sediaan semisolid

adalah sebesar 4000-40.000 cPs (Pratasik dkk., 2019).

7) Uji Cycling Test


49

Metode cycling test dipilih karena mudah dilakukan dan dapat

menggambarkan kemungkinan kondisi stabilitas sediaan selama

penyimpanan sediaan. Sampel disimpan pada suhu rendah 4 ℃ selama

24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam oven pada suhu 40 ℃ selama

24 jam, perlakuan ini menjadi satu siklus. Percobaan diulang selama 6

siklus dan diamati adanya perubahan keadaan fisik pada sediaan krim,

dibandingkan dengan setelah penyimpanan dan sebelum penyimpanan

(Amsiyah & Mardiyanti, 2021).

d. Uji Sun Protection Factor (SPF)

1) Penyiapan sampel sediaan krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus

hystrix DC.)

Diambil masing-masing krim ekstrak etanol kulit jeruk purut

(Citrus hystrix DC.) konsentrasi 1%, 3%, dan 5% seberat 50 mg,

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan

dengan menggunakan etanol p.a hingga tanda (1.000 ppm). Kemudian

dari larutan tersebut dibuat pengenceran dengan variasi konsentrasi

500 ppm, 700 ppm dan 900 ppm.

2) Kalibrasi Spektrofotometer Uv-Vis

Pertama, dilakukan kalibrasi pada Spektrofotometer Uv-Vis dengan

menggunakan etanol p.a ditambahkan 1 mL etanol p.a ke dalam kuvet,

kemudian dimasukkan kuvet ke dalam Spektrofotometer Uv-Vis untuk

dikalibrasi.

3) Pengukuran serapan sampel


50

Diukur serapan sampel pada panjang gelombang 290-320 nm yaitu

panjang gelombang sinar UV-B. Selanjutnya, ditentukan daerah

serapan sinar UV dan dihitung nilai log SPF yang merupakan nilai

rata-rata serapan, kemudian dihitung nilai SPF dan jenis proteksi tabir

surya dari krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

tersebut.

4) Pengumpulan data

Data hasil pengukuran serapan larutan sampel ditabulasikan dan

dikumpulkan, kemudian ditentukan potensi aktivitas tabir suryanya.

5) Analisis data

Pada serapan yang diperoleh kemudian dihitung berdasarkan

pengembangan penelitian Mansur dengan rumus : (Rahardhian dkk.,

2019)

SPF = CF x ∑290-320EE ( λ ) x I ( λ ) x Absorbansi ( λ )

Keterangan :

CF : Faktor korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum intensitas sinar

Abs : Absorbansi sampel

Cara perhitungan :

1. Nilai absorbansi dikalikan dengan nilai EE x I untuk setiap panjang

gelombang.

2. Hasil perkalian absorbansi dan EE x I dijumlahkan.


51

3. Hasil penjumlahan tersebut kemudian dikalikan dengan faktor koreksi

yaitu 10 untuk mendapatkan nilai SPF.

Nilai SPF yang diperoleh, selanjutnya dikategorikan sesuai FDA (Food

and Drug Administration) (Juanita & Juliadi, 2020).

Tabel 3.2
Kategori Nilai SPF Menurut FDA
Nilai SPF Kategori
2-4 Proteksi minimal
4-6 Proteksi sedang
6-8 Proteksi ekstra
8-15 Proteksi maksimal
≥15 Proteksi ultra
Sumber Data : Juanita & Juliadi, 2020

F. Analisis Data

Dikumpulkan data yang diperoleh dari evaluasi sediaan krim yaitu pengamatan

uji pH, uji daya sebar, uji viskositas setelah itu dilakukan analisis data

menggunakan uji paired-samples T test dengan tujuan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan bermakna dari masing-masing formula sebelum dan setelah

dilakukan cycling test.


52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Rendamen

Tabel 4.1
Rendamen Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)

Bobot Simplisia Bobot Ekstrak Rendamen %

300 gram 98,079 gram 32,693 %

Sumber : Data Primer, 2023

2. Skrining Fitokimia

Tabel 4.2
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)

Identifikasi Fitokimia Hasil Hasil

Alkaloid Jingga Positif (+)

Flavonoid Kuning Positif (+)

Saponin Terbentuk buih Positif (+)

Tanin Hijau Positif (+)

Steroid Hijau Kehitaman Positif (+)

Terpenoid
Hijau Kehitaman Negatif (-)

Sumber : Data Primer, 2023

53
54

3. Hasil Uji Evaluasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Purut (Citrus

hystrix DC.)

a. Uji Organoleptik

Tabel 4.3
Hasil Pengamatan Organoleptik

Bentuk Warna Bau


Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Formula
Cycling Cycling Cycling Cycling Cycling Cycling
test test test test test test
Semi Semi Tidak Tidak
Basis Putih Putih
Padat Padat Berbau Berbau
Khas Khas
Semi Semi
FI Cream Cream Jeruk Jeruk
Padat Padat
Purut Purut
Khas Khas
Semi Semi
FII Kehijauan Kehijauan Jeruk Jeruk
Padat Padat
Purut Purut
Khas Khas
Semi Semi
FIII Kehijauan Kehijauan Jeruk Jeruk
Padat Padat
Purut Purut
Sumber : Data Primer, 2023

Keterangan :

Basis : Krim tanpa ekstrak

FI : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 1 %

FII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 3 %

FIII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 5 %
55

b. Uji Homogenitas

Tabel 4.4
Hasil Pengamatan Uji Homogenitas

Homogenitas
Formula
Sebelum Cycling test Sesudah Cycling test

Basis Homogen Homogen

FI Homogen Homogen

FII Homogen Homogen

FIII Homogen Homogen

Sumber : Data Primer, 2023


Keterangan :

Basis : Krim tanpa ekstrak

FI : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 1 %

FII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 3 %

FIII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 5 %

c. Uji Daya Sebar

Tabel 4.5
Hasil Pengamatan Uji Daya Sebar

Daya Sebar

Formula Sebelum Sesudah


Standar Signifikan
Cycling test Cycling test

Basis 6,0 6,0 5 – 7 cm 0,092 > 0,05

FI 6,5 6,4

FII 6,7 6,5


56

FIII 6,8 6,7

Sumber : Data Primer, 2023

Keterangan :
Basis : Krim tanpa ekstrak
FI : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 1 %
FII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 3 %
FIII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 5 %

d. Uji Viskositas

Tabel 4.6
Hasil Pengamatan Uji Viskositas

Viskositas

Formula Sebelum Sesudah Standar Signifikan


Cycling test Cycling test

Basis 9450 9500

FI 9300 9649 4.000 – 40.000 0,070 >

FII 9150 9700 cPs 0,05

FIII 9100 9900

Sumber : Data Primer, 2023

Keterangan :

Basis : Krim tanpa ekstrak

FI : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 1 %


57

FII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 3 %

FIII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 5 %

e. Uji Tipe Krim

Tabel 4.7
Hasil Pengamatan Uji Tipe Krim

Tipe Krim
Formula
Sebelum Cycling test Sesudah Cycling test

Basis M/A M/A

FI M/A M/A

FII M/A M/A

FIII M/A M/A

Sumber : Data Primer, 2023

Keterangan :

Basis : Krim tanpa ekstrak

FI : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 1 %

FII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 3 %

FIII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 5 %

f. Uji pH

Tabel 4.8
Hasil Pengamatan Uji pH

Formula Ph
58

Sebelum Sesudah
Standar Signifikan
Cycling test Cycling test

Basis 6,24 6,24

FI 6,35 6,33
4,5-6,5 0,099 > 0,05
FII 6,42 6,36

FIII 6,45 6,40

Sumber : Data Primer, 2023

Keterangan :

Basis : Krim tanpa ekstrak

FI : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 1 %

FII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 3 %

FIII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 5 %

4. Hasil Uji SPF (Sun Protection Factor)

Tabel 4.9
Data Nilai SPF (Sun Protection Factor)

Konsentrasi Sediaan Nilai Kategori Standar

SPF SPF

500 ppm K- -0,16 - 2-4 (Proteksi Minimal)

FI 4,48 Sedang 4-6 (Proteksi Sedang)

FII 7,77 Ekstra 6-8(Proteksi Ekstra)

FIII 9,75 Maksimal 8-15 (Proteksi Maksimal)


59

K+ 25,44 Ultra >15 (Proteksi Ultra)

Ekstrak 56,50 Ultra

700 ppm K- 0,07 -

FI 6,01 Sedang

FII 10,49 Maksimal

FIII 13,41 Maksimal

K+ 55,23 Ultra

Ekstrak 57,11 Ultra

900 ppm K- 0,32 -

FI 7,96 Ekstra

FII 13,96 Maksimal

FIII 18,06 Ultra

K+ 55,60 Ultra

Ekstrak 57,62 Ultra

Sumber : Data Primer, 2023

Keterangan :

K- : Krim tanpa ekstrak

FI : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 1 %

FII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 3 %

FIII : Krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) 5 %

K+ : Kontrol positif (Emina Krim) SPF 15


60

B. Pembahasan

Pada penelitian ini telah dilakukan pemanfaatan bahan alam, yaitu kulit jeruk

purut (Citrus hystrix DC.) sebagai krim tabir surya. Salah satu tanaman yang

banyak digunakan sebagai ramuan tradisional untuk kesehatan kulit adalah kulit

jeruk purut (Citrus hystrix DC.), tanaman tersebut umumnya tumbuh di daerah

yang tropis (Ryan dkk., 2019). Pada kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

memiliki kandungan flavonoid, dimana senyawa dengan kandungan flavonoid

yang tinggi berpotensi baik untuk digunakan sebagai tabir surya (Ashari dkk.,

2021). Pada penelitian ini peneliti ingin mengembangkan ekstrak kulit jeruk purut

(Citrus hystrix DC.) menjadi sediaan krim tabir surya yang stabil dan menentukan

nilai Sun Protection Factor (SPF). Pengambilan sampel kulit jeruk purut (Citrus

hystrix DC.) dilakukan di Pasar Tradisional Daya, Kelurahan Sudiang Raya,

Kecamatan Biring Kanaya, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil rendamen ekstrak etanol kulit jeruk

purut (Citrus hystrix DC.) yang didapatkan yaitu 32,693%. Penelitian diawali

dengan pengolahan sampel, proses pengambilan sampel kulit jeruk purut (Citrus

hystrix DC.) diambil yang belum matang dengan ditandai kulit berwarna hijau

dengan tekstur yang kasar. Kemudian kulit jeruk purut dilakukan sortasi basah

dan dilakukan pencucian. Selanjutnya dikeringkan, dengan tidak terkena sinar

matahari secara langsung yang bertujuan untuk mencegah hilangnya kandungan

dari metabolit sekunder yang terdapat pada sampel. Setelah kering, sampel

dihaluskan dengan menggunakan blender, yang bertujuan dapat memaksimalkan


61

interaksi pelarut dengan sampel sehingga diharapkan keseluruhan metabolit

sekunder dapat tersari secara sempurna.

Selanjutnya dilakukan pembuatan ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus

hystrix DC.) dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Alasan

pemilihan metode maserasi karena merupakan metode ekstraksi yang sederhana

dan dapat menarik senyawa yang tidak tahan dengan pemanasan. Pada saat proses

maserasi berlangsung cairan penyari akan menembus dinding sel dan memasuki

rongga sel yang mengandung zat aktif, kemudian zat aktif akan larut karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar

sel, maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa ini dilakukan

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dengan larutan di dalam sel. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan

pengadukan, sehingga dapat memastikan konsentrasi yang seimbang serta

ekstraksi bahan yang lebih cepat ke dalam cairan (Sudarwati & Fernanda, 2019).

Pelarut yang digunakan pada poses maserasi yaitu etanol 96% karena memiliki

tingkat kepolaran yang sama dengan kandungan senyawa yang terkandung dalam

kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) sehingga proses pelarutannya maksimal.

Setelah dilakukan proses maserasi selama 3x24 jam, dilakukan penggantian

pelarut atau remaserasi selama 1x24 jam, maka didapatkan hasil filtrat atau

ekstrak cair. Kemudian diuapkan pelarutnya dengan cara diangin-

anginkan/Rotary evaporator. Setelah itu didapatkan hasil maserasi dengan ekstrak

kental sebanyak 98,079 gram dan hasil rendamen 32,693 %.


62

Selanjutnya dilakukan skrining fitokimia pada ekstrak kulit jeruk purut (Citrus

hystrix DC.), pada pemeriksaan skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui

kandungan senyawa aktif metabolit sekunder pada kulit jeruk purut (Citrus

hystrix DC.). Skrining fitokimia dilakukan terhadap senyawa golongan alkaloid,

flavonoid, saponin, tannin, steroid dan terpenoid. Hasil pengamatan yang tertera

pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid,

sedangkan pada pemeriksaan terpenoid memberikan hasil negatif. Pada

identifikasi alkaloid diperoleh hasil warna jingga yang menunjukkan ekstrak kulit

jeruk purut mengandung alkaloid. Kemudian pada identifikasi flavonoid diperoleh

hasil warna kuning yang menunjukkan ekstrak kulit jeruk purut mengandung

flavonoid, pada hasil identifikasi saponin terdapat buih yang menunjukkan ekstrak

kulit jeruk purut mengandung saponin, pada identifikasi tanin diperoleh hasil

warna hiaju yang menunjukkan ekstrak kulit jeruk purut mengandung tanin, dan

pada identifikasi steroid diperoleh hasil warna hijau kehitaman yang menunjukkan

ekstrak kulit jeruk purut mengandung steroid dan hasil identifikasi steroid yang

menunjukkan ekstrak kulit jeruk purut tidak mengandung terpenoid. Pada uji

alkaloid diperoleh hasil positif karena pereaksi dragendorf bereaksi dengan

sampel atau senyawa alkaloid sehingga terbentuk warna jingga. Uji flavonoid

diperoleh hasil positif dikarenakan sampel ekstrak kulit jeruk purut bereaksi

dengan serbuk magnesium dan HCL, dimana serbuk magnesium dan HCL

berfungsi mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid

sehingga terbentuk warna kuning. Uji saponin diperoleh hasil positif karena
63

terbentuk buih saat pengocokan. Uji tanin diperoleh hasil positif dikarenakan

ekstrak kulit jeruk purut direaksikan dengan FeCl 3 sehingga pada gugus hidroksil

dalam senyawa tanin bereaksi dengan Fe+ dan menghasilkan warna hijau. Uji

Steroid diperoleh hasil positif dikarenakan sampel direaksikan dengan asam sulfat

pekat sehingga molekul-molekul asam anhidrida asetat akan berikatan dengan

senyawa steroid yang terkandung dalam sampel sehingga menghasilkan warna

hijau kehitaman. Pada Uji terpenoid diperoleh hasil negatif dikarenakan tidak

terbentuk warna merah pada hasil uji terpenoid (Mailuhu dkk., 2017).

Selanjutnya dilakukan formulasi sediaan krim dengan formula dasar sediaan

krim yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari asam stearat, triethanolamin,

adeps lanae, paraffin cair, nipagin dan nipasol sebagai pengawet, serta aquadest

untuk melarutkan dan mencukupkan volume sediaan yang dibuat. Penggunaan

kombinasi pengawet nipagin dan nipasol karena krim terdiri dari dua fase yang

berbeda, dan krim mengandung banyak air sehingga perlu digunakan kombinasi

pengawet untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Salah satu emulgator yang

digunakan sebagai pengemulsi yaitu asam stearat dan triethanolamin yang dapat

mendukung terbentuknya basis krim yang stabil (Mudhana & Pujiastuti, 2021).

Mekanisme kerja dari kedua emulgator yaitu dapat menurunkan tegangan

permukaan antara fase minyak dan fase air, sehingga dapat bercampur. Paraffin

cair berfungsi sebagai emolien dan adeps lanae berfungsi sebagai basis dalam

sediaan krim.

Pembuatan sediaan krim terdiri dari dua fase yaitu fase minyak dan fase air,

bahan yang termasuk dalam fase minyak yaitu asam stearat, paraffin cair, adeps
64

lanae dan nipasol yang dilebur diatas penangas pada suhu sekitar 70 ℃, sedangkan

bahan yang termasuk fase air yaitu trietanolamin dan nipagin yang dilarutkan

dengan aquadest pada gelas kimia dilebur hingga homogen pada suhu sekitar

70℃. Tujuan peleburan untuk menyamakan konsistensi bahan semi padat dan

padat menjadi cair sehingga dapat memudahkan dalam pencampuran dan

menghomogenkan kedua fase. Kemudian fase minyak dan fase air dicampurkan

pada lumpang panas dan diaduk hingga terbentuk sediaan krim yang homogen.

Setelah masa orientasi berhasil kemudian dilanjutkan untuk formulasi sediaan

krim menggunakan ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dengan

konsentrasi 1%, 3% dan 5%.

Pengujian stabilitas sediaan krim dilakukan pada suhu rendah 4 ℃ dan suhu

tinggi 40℃. Dengan adanya perbedaan suhu ini bertujuan untuk membandingkan

kestabilan fisik dari sediaan pada kondisi yang berbeda. Penyimpanan dilakukan

dengan menggunakan alat lemari pendingin/kulkas dengan suhu 4℃ dan

menggunakan alat oven dengan suhu 40℃ selama 6 siklus terdiri dari 12 hari.

Pengujian stabilitas yang dilakukan berupa organoleptik, homogenitas, pH, daya

sebar, tipe krim dan viskositas dari sediaan.

Pengujian organoleptik dilakukan untuk melihat aktivitas fisik sediaan secara

visual dengan cara pengamatan terhadap warna, bau dan bentuk dari sediaan yang

telah dibuat (Purwaningsih dkk., 2020). Hasil pengamatan organoleptik sediaan

krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) sebelum dan setelah

dilakukan cycling test didapatkan hasil seperti tabel 4.3. Hasil pengamatan

organoleptik, sebelum dilakukan cycling test pada formula basis (K-) bentuk semi
65

padat, dengan warna putih dan tidak berbau. Pada Formula I bentuk semi padat,

dengan warna cream dan bau khas jeruk purut. Pada Formula II bentuk semi

padat, dengan warna kehijauan dan bau khas jeruk purut. Pada Formula III bentuk

semi padat, dengan warna kehijauan dan bau khas jeruk purut. Sedangkan setelah

cycling test tidak terjadi perubahan bentuk, warna maupun bau dari keempat

formula tersebut. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan tetap stabil

setelah dilakukan pengujian cycling test. Adanya perbedaan warna pada tiap

formula dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi zat aktif, yang dapat berpengaruh

pada hasil uji organoleptis (Purwaningsih dkk., 2020).

Pengujian selanjutnya yaitu pengujian homogenitas berdasarkan tabel 4.4

menunjukkan bahwa pada keempat sediaan krim memberikan hasil yang baik

yaitu homogen dan stabil sebelum dilakukan cycling test dan setelah cycling test.

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat keseragaman partikel pada sediaan krim

sehingga dapat memberikan kualitas yang baik dan maksimal ketika digunakan

pada kulit (Mudhana & Pujiastuti, 2021). Homogenitas pada semua sediaan krim

ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) menujukkan hasil yang

homogen yang ditunjukkan tidak adanya butiran atau partikel kasar pada sediaan

dan ditandai dengan semua partikel dalam pengamatan di kaca objek terdispersi

secara merata atau tidak ada penggumpalan pada salah satu sisi. Hal ini

menunjukkan bahan tercampur merata pada saat proses pembuatan sediaan krim.

Pengujian selanjutnya yaitu pengujian daya sebar. Pada pengujian daya sebar,

sediaan krim diletakkan diatas kaca ukuran 20 x 15 cm lalu diberi beban 200 gr

dalam waktu 1 menit. Kemudian diukur daya sebar sediaan menggunakan


66

penggaris. Berdasarkan pada tabel 4.5 Hasil uji daya sebar, didapatkan bahwa

pada basis (K-) sebelum cycling test dan setelah cycling test memiliki daya sebar

yang sama yaitu 6,0 cm. Pada FI daya sebar sebelum cycling test yaitu 6,5 dan

setelah cycling test yaitu 6,4 cm. Pada FII daya sebar sebelum cycling test yaitu

6,7 cm dan setelah cycling test yaitu 6,5 cm. Pada FIII daya sebar yang didapatkan

sebelum cycling test yaitu 6,8 cm dan setelah cycling test yait 6,7 cm. Dari uji

daya sebar Basis (K-), FI, FII, dan FIII memenuhi persyaratan daya sebar sediaan

krim yang baik yaitu 5- 7 cm. Berdasarkan penelitian, selama proses cycling test

hasil uji daya sebar mengalami kenaikan dan penurunan nilai yang disebabkan

atau dipengaruhi oleh suhu pada saat penyimpanan (Lumentut dkk., 2020).

Penurunan daya sebar pada krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix

DC.) sebanding dengan dengan nilai viskositas yang diberikan pada setiap

formula yang semakin meningkat. Viskositas pada krim semakin meningkat

selama masa penyimpanan, sehingga hambatan aliran cairan meningkat pula dan

juga menyebabkan daya sebar dari krim menurun (Mardikasari dkk., 2020). Daya

sebar krim dievaluasi untuk menentukan tingkat penyebaran krim saat dioleskan

pada kulit, sehingga kemudahan pelekatan sediaan pada kulit dapat terlihat

(Supriadi & Khoirin, 2022). Berdasarkan uji Paired sample t-test daya sebar

memiliki nilai p 0,092 > 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan

daya sebar antara sebelum dan sesudah dilakukan cycling test.

Pada uji viskositas sediaan krim dilakukan dengan menggunakan alat

viskometer tipe NDJ-8S. Tabel 4.6 menunjukkan bahwa hasil sediaan basis (K -)

sebelum cycling test yaitu 9450 dan setelah cycling test 9500. Pada FI sebelum
67

cycling test yaitu 9300 dan setelah cycling test yaitu 9649. Pada FII sebelum

cycling test yaitu 9150 dan setelah cycling test 9700. Pada FIII sebelum cycling

test yaitu 9100 dan setelah cycling test 9900. Dari hasil uji viskositas yang

diperoleh terjadi kenaikan nilai viskositas setelah dilakukan cycling test, hal

tersebut terjadi karena adanya perubahan temperatur pada saat cycling test.

Peningkatan viskositas berkaitan dengan penurunan ukuran diameter daya sebar

krim, karena partikel sulit bergerak dan menyebabkan semakin kentalnya suatu

sediaan sehingga viskositas dapat meningkat (Malik dkk., 2020). Nilai viskositas

dapat dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang digunakan, ukuran partikel

dan proporsi fase terdispersi. Saat proporsi fase terdispersi meningkat dan ukuran

partikel semakin kecil akan meningkatkan viskositas. Viskositas emulsi dapat

menurun ketika temperatur dinaikkan dan akan meningkat jika temperatur rendah,

SNI 16-4399-1996 menetapkan persyaratan mutu viskositas sediaan tabir surya

(krim) yaitu 2.000-50.000 cPs (Arifin dkk., 2022). Jadi untuk semua formula

pada sediaan krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) memenuhi

persyaratan mutu viskositas. Berdasarkan hasil uji Paired sample t-test pada

sebelum dan sesudah dilakukan cycling test viskositas tidak ada perbedaan yang

signifikan dengan nilai p 0,070 > 0,05.

Berdasarkan Tabel 4.7 hasil yang diperoleh sebelum cycling test dan setelah

cycling test sama yaitu pada sediaan basis (K-), FI, FII termasuk kedalam tipe

krim M/A. Pengujian tipe krim, dilakukan dengan menggunakan metode

pewarnaan metilen blue. Pada sediaan basis (K-), FI, FII dan FIII termasuk

kedalam tipe krim M/A yang ditandai dengan warna biru dari metilen blue
68

tersebar merata pada sediaan krim atau fase luar emulsi minyak dalam air (M/A)

karena metilen blue dapat larut dalam air. Pada sediaan krim ekstrak etanol kulit

jeruk purut (Citrus hystrix DC.) menggunakan bahan trietanolamin (TEA) dan

asam stearat. Kombinasi kedua bahan tersebut akan menghasilkan tipe emulsi

yang stabil dengan membentuk tipe emulsi minyak dalam air (M/A) (Saryanti

dkk., 2019). Tipe krim minyak dalam air M/A merupakan basis yang mudah

dicuci dengan air dan banyak ditemui dalam sediaan kosmetik tabir surya (Ashari

dkk., 2020).

Selanjutnya dilakukan pengujian ph pada sediaan, berdasarkan tabel 4.8 hasil

uji pH sebelum dilakukan cycling test dan setelah cycling test pada basis (K-)

didapatkan pH sediaan sama yaitu 6,24. Pada Formula I pH sediaan sebelum

cycling test yaitu pH 6,35 setelah dilakukan cycling test pH sediaan menurun

menjadi 6,33. Pada Formula II pH sediaan sebelum cycling test yaitu pH 6,42 dan

setelah cycling test pH menurun menjadi 6,36. Pada Formula III sebelum cycling

test yaitu pH 6,45 dan setelah cycling test adalah pH 6,40. Pada penelitian Zam

dan Musdalifah (2022) penurunan nilai pH dapat diakibatkan oleh adanya zat-zat

yang terurai dalam sediaan krim yang terjadi selama penyimpanan cycling test,

terjadi penguraian asam-asam lemak tak jenuh dari fase minyak pada sediaan

krim. Namun ke-empat formula tersebut telah memenuhi parameter formula krim

yang baik, yang sesuai dengan pH fisiologi kulit yang berkisar antara 4,5-6,5

(Zam & Musdalifah, 2022). Sehingga sediaan tesebut aman digunakan pada kulit

karena tidak menimbulkan iritasi karena sediaan yang memiliki pH terlalu asam

dapat mengiritasi kulit sedangkan jika nilai pH terlalu basa dapat membuat kulit
69

kering dan bersisik (Supriadi & Khoirin, 2022). Berdasarkan uji Paired sample t-

test pH memiliki nilai p 0,099 > 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan yang

signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan cycling test.

Tabir surya adalah salah satu sediaan kosmetik yang sering digunakan pada

permukaan kulit untuk melindungi dari sinar UV. Pada sediaan tabir surya

terdapat senyawa aktif fotoprotektor, yaitu sebagai bahan yang dapat menyerap

sinar matahari sehingga intensitas sinar matahari dapat mencapai lapisan kulit

lebih minimal. Bahan kimia sintetik masih banyak digunakan pada pembuatan

sediaan tabir surya, sedangkan penggunaan bahan alam belum banyak

dimanfaatkan dalam industri produk tabir surya.

Efektivitas suatu sediaan tabir surya dapat ditentukan dengan metode

penentuan nilai Sun Protection Factor (SPF) secara Spektrofotometri Uv-Vis.

Metode ini paling umum digunakan dalam pengujian aktivitas tabir surya karena

marupakan metode yang sederhana, cepat, serta menggunakan sedikit sampel dan

bahan kimia (Puspita & Puspasari, 2021). Penentuan nilai SPF dilakukan pada

ketiga formula krim yaitu FI konsentrasi 1%, FII konsentrasi 3% dan FIII

konsentrasi 5% yang mengandung ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix

DC.) yang telah diencerkan konsentrasi 500 ppm, 700 ppm dan 900 ppm,

selanjutnya diukur serapannya dengan Spektrofotometri Uv-Vis pada panjang

gelombang 290-320 nm disesuaikan dengan panjang gelombang UV B. Sinar UV

B terjadi pada siang hari dan orang-orang terpapar dalam waktu yang lebih lama

(Puspita & Puspasari, 2021). Selain itu sinar UV B memiliki energi yang dapat

menembus lapisan kulit paling luar (epidermis) dan menimbulkan efek eritema
70

atau kemerahan. Panjang gelombang UV B (290-320 nm) yang berada pada

daerah eritmogenik dapat menimbulkan sengatan matahari dan dapat

menyebabkan kerusakan lebih cepat dan lebih mudah dibanding sinar UV A dan

UV C (Khoirunnisa dkk., 2022). Menurut Food and Drug Administration (FDA)

mengkategorikan tabir surya berdasarkan nilai SPF nya menjadi 2-4 Proteksi

minimal, 4-6 Proteksi sedang, 6-8 Proteksi ekstra, 8-15 Proteksi maksimal, >15

Proteksi ultra.

Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi krim

ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) maka semakin tinggi pula

nilai SPF suatu sediaan. Berdasarkan tabel 4.9 pada FI konsentrasi 1% diperoleh

nilai SPF pada konsentrasi pengenceran 500 ppm yaitu 4,48 (Proteksi sedang),

700 ppm yaitu 6,01 (Proteksi sedang), dan pada konsentrasi 900 ppm yaitu 7,96

(Proteksi maksimal). Pada FII konsentrasi 3% diperoleh nilai SPF pada

konsentrasi pengenceran 500 ppm yaitu 7,77 (Proteksi ekstra), 700 ppm yaitu

10,49 (Proteksi maksimal), dan pada konsentrasi 900 ppm yaitu 13,96 (Proteksi

maksimal), sedangkan krim tabir surya yang sudah beredar di pasaran seperti

Emina moisturizing cream diperoleh nilai SPF dengan konsentrasi 500 ppm yaitu

25,44 (Proteksi ultra), pada konsentrasi 700 ppm yaitu 55,23 (Proteksi ultra) dan

pada konsentrasi 900 ppm yaitu 55,60 (Proteksi ultra). Ekstrak etanol kulit jeruk

purut (Citrus hystrix DC.) memiliki nilai SPF pada konsentrasi 500 ppm yaitu

56,50 (Proteksi ultra), pada konsentrasi 700 ppm yaitu 57,11 (Proteksi ultra) dan

pada konsentrasi 900 ppm yaitu 57,62 (Proteksi ultra). Nilai SPF ekstrak etanol

kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan
71

krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.), karena setelah dibuat

dalam bentuk sediaan krim, ekstrak tersebut bercampur dengan basis krim dan

berinteraksi dengan bahan yang terkandung dalam basis krim. Pada hasil SPF

formula I, formula II dan Formula III, terdapat peningkatan nilai SPF pada tiap

formula, karena dipengaruhi oleh konsentrasi zat aktif ekstrak etanol kulit jeruk

purut (Citrus hystrix DC.) dalam sediaan krim. Semakin tinggi konsentrasi

ekstrak yang ditambahkan dalam sediaan krim, maka nilai SPF akan semakin

meningkat. Nilai SPF juga dipengaruhi oleh konsentrasi pengenceran pelarut

yang digunakan dalam preparasi sampel untuk pengujian spektrofotometri UV-

Vis, semakin tinggi konsentrasi pengenceran nilai SPF akan semakin meningkat.

Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penentuan nilai SPF

seperti penggunaan pelarut tabir surya, kombinasi dan konsentrasi tabir surya,

jenis emulsi, serta efek dan interaksi bahan lain seperti ester, emollient dan

pengemulsi yang digunakan dalam formulasi, beberapa faktor ini dapat

mempengaruhi efektivitas tabir surya (Artini, 2020).

Berdasarkan penelitian Wardani dan Vifta (2021) hasil uji aktivitas tabir surya

krim berbanding lurus dengan hasil uji aktivitas antioksidan krim Pada penelitian

Latifah dkk., (2023) kulit jeruk purut memiliki aktivitas antioksidan yang sangat

kuat. Bedasarkan hal tersebut sesuai dengan hasil nilai SPF yang didapatkan pada

krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.), memiliki aktivitas tabir

tabir surya dengan nilai SPF yang memenuhi persyaratan FDA dengan kategori

proteksi sedang hingga proteksi ultra terhadap sinar UV. Ekstrak maupun sediaan

krim kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) memiliki aktivitas baik antioksidan
72

maupun tabir surya karena adanya kandungan senyawa metabolit sekunder

flavonoid. Bahan aktif tabir surya yang terdapat pada kulit jeruk purut (Citrus

hystrix DC.) merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kandungan gugus

kromofor merupakan gugus kovalen tak jenuh yang bertanggung jawab dalam

penyerapan sinar UV (Kurnianto & Rahman, 2022).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.) dapat dibuat sediaan krim

yang stabil secara fisika dan kimia.

2. Nilai Sun Protection Factor (SPF) dari krim ekstrak etanol kulit jeruk purut

(Citrus hystrix DC.) yaitu pada konsentrasi 500 ppm diperoleh nilai SPF : F1

4.48 (Proteksi Sedang), F2 7.77 (Proteksi Ekstra) dan F3 9,75 (Proteksi

Maksimal), pada konsentrasi 700 ppm diperoleh nilai SPF : F1 6.01 (Proteksi

Sedang), F2 10.49 (Proteksi Maksimal) dan F3 13.41 (Proteksi Maksimal),

dan pada konsentrasi 900 ppm diperoleh nilai SPF : F1 7.96 (Proteksi Ekstra),

F213.96 (Proteksi Maksimal) dan F3 18.06 (Proteksi Ultra).

B. Saran

1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya melakukan ekstraksi dan pengujian

Sun Protection Factor (SPF) menggunakan metode yang lain.

2. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya meningkatkan konsentrasi

pengenceran sampel pada pengujian spektrofotometri Uv-Vis agar diperoleh

nilai Sun Protection Faktor (SPF) yang lebih baik.

73
74

DAFTAR PUSTAKA

Amsiyah, S., & Mardiyanti, S. (2021). Formulasi Dan Penetapan Nilai SPF Sediaan Losion
Tabir Surya Mengandung Ekstrak Daun Jambu Biji Berdaging Putih (Psidium guajava
L.) Secara In Vitro. PharmaCine: Journal of Pharmacy, Medical and Health Science,
2(2), 29–42.

Arifin, A., Jummah, N., & Arifuddin, M. (2022). Formulasi dan Evaluasi Krim Daun Teh
Hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dengan Kombinasi Emulgator. Pharmacy:
Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia), 19(1), 56–65.

Artini, N. P. R. (2020). Validasi Dan Verifikasi Hasil Uji Sun Protection Factor (SPF) Pada
Sediaan Sunblock Dan Sunscreen Bermerk Dengan Metode Spektrofotometri. Journal
Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist, 3(1), 29–38.

Ashari, S. N., Pramesti, H. H., Fitriana, I., & Rohmani, S. (2020). Potensi Senyawa
Flavonoid dalam Tanaman sebagai Lotion Tabir Surya. Journal National Conference
PKM Center Sebelas maret University, 1, 164–168.

Chauhan, L., & Gupta, S. (2020). Creams: A Review On Classification, Preparation


Methods, Evaluation And Its Applications. Journal of drug delivery and therapeutics,
10(5-s), 281–289.

Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III (III). Departemen
Kesehatan RI.

Geoffrey, K., Mwangi, A. N., & Maru, S. M. (2019). Sunscreen Products: Rationale For
Use, Formulation Development And Regulatory Considerations. Saudi
Pharmaceutical Journal, 27(7), 1009–1018.

Hakim, R. J., Mulyani, Y., Hendrawati, T. Y., & Ismiyati, I. (2019). Pemilihan Bagian
Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) Potensial Sebagai Minyak Essensial
Aromaterapi Hasil Proses Maserasi Dengan Metode Analytical Hierarkhi Process
(AHP). Journal Prosiding Semnastek. 12(5), 123-137.

Harningsih, T., & Larassati, W. T. (2020). Uji Aktivitas Antioksidan Dan Tabir Surya
Kombinasi Ekstrak Kulit Buah Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Linn) Dan Ekstrak
Kulit Buah Alpukat (Persea Americana Mill). Jurnal Ilmiah Manutung, 6(2), 231-239.

Indriani, N. (2021). Optimasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim Antioksidan Minyak
Atsiri Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC). Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sultan Agung : Semarang.
75

Juanita, R. A., & Juliadi, D. (2020). Penetapan Potensi Tabir Surya Krim Ekstrak Etanol
Daun Ceremai (Phyllanthus acidus L.) Dengan Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal
Farmagazine, 7(1), 51.

Kemenkes RI. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V (V). Kementrian Kesehatan RI.

Khoirunnisa, E. S., Rahmasari, K. S., Wirasti, W., & Nur, A. V. (2022). Analysis of SPF
Value of Sunscreen Lotion Circulating in Pekalongan City Using UV-Vis
Spectrophotometry. University Research Colloqium 2022, 260–267.

Kurnianto, E., & Rahman, I. R. (2022). Potensi Tabir Surya Ekstrak Etanol Daun Matoa
(Pometia Pinnata) Dengan Variasi Konsentrasi Pelarut. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 7(1),
102–108.

Latifah, F., Taufiq, H., & Fitriyana, N. M. (2023). Uji Antioksidan dan Karakterisasi
Minyak Atsiri dari Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D. C). JPSCR: Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research, 8(1), 46–62.

Lumentut, N., Edi, H. J., & Rumondor, E. M. (2020). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik
Sediaan Krim Ekstrak Etanol Kulit Buah Pisang Goroho (Musa acuminafe L.)
Konsentrasi 12.5% Sebagai Tabir Surya. Jurnal Mipa, 9(2), 42–46.

Mailuhu, M., Runtuwene, M., & Koleangan, H. (2017). Skrining Fitokimia dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit Batang Soyogik (Saurauia Bracteosa Dc).
Chemistry Progress, 10(1).

Malik, F., Suryani, S., Ihsan, S., Meilany, E., & Hamsidi, R. (2020). Formulation Of Cream
Body Scrub From Ethanol Extract Of Cassava Leaves (Manihot esculenta) As
Antioxidant. Journal of Vocational Health Studies, 4(1), 21–28.

Mardikasari, S. A., Akib, N., & Suryani, S. (2020). Formulasi Dan Uji Stabilitas Krim
Asam Kojat Dalam Pembawa Vesikel Etosom. Majalah Farmasi dan Farmakologi,
24(2), 49–53.

Meliala, D. I. P., Wahyudi, W., & Nelva, N. (2020). Formulasi Dan Uji Aktivitas Krim
Tabir Surya Ekstrak Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) Dengan Kombinasi
Avobenzone Dan Octyl Methoxycinnamate. Jurnal Penelitian Farmasi & Herbal,
2(2), 50–58.

Minerva, P. (2019). Penggunaan Tabir Surya Bagi Kesehatan Kulit. Jurnal Pendidikan dan
Keluarga, 11(1), 95–101.
76

Mudhana, A. R., & Pujiastuti, A. (2021). Pengaruh Trietanolamin Dan Asam Stearat
Terhadap Mutu Fisik Dan Stabilitas Mekanik Krim Sari Buah Tomat. Indonesian
Journal of Pharmacy and Natural Product, 4(2), 67-73.

Mumtazah, E. F., Salsabila, S., Lestari, E. S., Rohmatin, A. K., Ismi, A. N., Rahmah, H. A.,
Mugiarto, D., Daryanto, I., Billah, M., & Salim, O. S. (2020). Pengetahuan Mengenai
Sunscreen Dan Bahaya Paparan Sinar Matahari Serta Perilaku Mahasiswa Teknik Sipil
Terhadap Penggunaan Sunscreen. Jurnal Farmasi Komunitas, 7(2), 63.

Mustariani, B. A. A., & Hidayanti, B. R. (2021). Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun
Renggak (Amomum Dealbatum) Dan Potensinya Sebagai Antioksidan: Phytochemical
Screening Of Ethanolic Extract Of Renggak (Amomum Dealbatum) Leaves And Its
Potential Antioxidant. Spin Jurnal Kimia & Pendidikan Kimia, 3(2), 143–153.

Mz, A. R., Wijaya, I. G. P. S., & Bimantoro, F. (2020). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
Kulit Pada Manusia Dengan Metode Dempster Shafer. Journal of Computer Science
and Informatics Engineering (J-Cosine), 4(2), 129–138.

Paonganan, A. O., & Vifta, R. L. (2022). Penentuan Nilai Sun Protecting Factor (SPF)
Ekstrak Terpurifikasi Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) Sebagai Tabir Surya Alami.
Indonesian Journal of Pharmacy and Natural Product, 5(2), 152–160.

Pratama, W. A., & Zulkarnain, A. K. (2015). Uji SPF In Vitro Dan Sifat Fisik Beberapa
Produk Tabir Surya Yang Beredar Di Pasaran. Majalah Farmaseutik, 11(1), 275–283.

Pratasik, M. C. M., Yamlean, P. V. Y., & Wiyono, W. I. (2019). Formulasi Dan Uji
Stabilitas Fisik Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun Sesewanua (Clerodendron
squamatum Vahl.). Pharmacon Journal, 8(2), 261–267.

Purwaningsih, N. S., Romlah, S. N., & Choirunnisa, A. (2020). Literature Review Uji
Evaluasi Sediaan Krim. Edu Masda Journal, 4(2), 108–120.

Puspita, W., & Puspasari, H. (2021). Penentuan Kadar Flavonoid Total Dan Nilai SPF
Ekstrak Etanol Daun Buas-Buas (Premna serratifolia L.) Asal Kabupaten Melawi
Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik (JIFFK), 18(1),
24–30.

Rahardhian, M. R. R., Suharsanti, R., Sugihartini, N., & Lukitaningsih, E. (2019). In Vitro
Assessment Of Total Phenolic, Total Flavonoid And Sunscreen Activities Of Crude
Ethanolic Extract Of Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Fruits And Leaves. J.
Glob. Pharma Technol, 11(04), 308–313.

Ratnapuri, P. H., Sari, D. I., Ihsanuddin, M. F., & Pertiw, M. N. (2020). Karakteristik
Fisika Dan Kimia Sediaan Krim Ekstrak Kulit Bawang Merah (Allium ascalonicum)
77

Dengan Variasi Konsentrasi Ekstrak. Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan


Basah, 5(2), 36–41.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. (2009.). Handbook of Pharmaceutical


Excipients, 6th Edition. The Pharmaceutical Press.

Rumanti, R. M., Fitri, K., Kumala, R., Leny, L., & Hafiz, I. (2022). Pembuatan Krim Anti
Aging dari Ekstrak Etanol Daun Pagoda (Clerodendrum paniculatum L.). Majalah
Farmasetika, 7(4), 288–304.

Ryan, M., Rahardhian, R., Suharsanti, R., Sugihartini, N., & Lukitaningsih, E. (2019).
Journal of Global Pharma Technology In Vitro Assessment of Total Phenolic , Total
Flavonoid and Sunscreen Activities of Crude Ethanolic Extract of Belimbing wuluh
( Averrhoa bilimbi ) Fruits and Leaves. Journal of Global Pharma Technology, 11(04,
308–313.

Saryanti, D., Setiawan, I., & Safitri, R. A. (2019). Optimasi Formula Sediaan Krim M/A
Dari Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata L.) Optimaliztion Of M/A Cream
Formula From Kepok Banana Peel (Musa acuminata L.) Extract. Jurnal Riset
Kefarmasian Indonesia, 1(3).

Sudarwati, T. P. L., & Fernanda, M. (2019). Aplikasi Pemanfaatan Daun Pepaya (Carica
papaya) Sebagai Biolarvasida Terhadap Larva Aedes aegypti. (N.R. Hariyati (ed.): 1 st
ed). Surabaya: Graniti.

Supriadi, Y., & Khoirin, N. (2022). Formulation and Evaluation of Grape Seed Oil (Vitis
Vinifera , L) Facial Cream with Variations in The Concentration of Stearic Acid as an
Emulsifier. Journal of Health Sciences and Medical Development, 01(01), 20–30.

Suryadi, A. M. A., Pakaya, M. S. Y., Djuwarno, E. N., & Akuba, J. (2021). Penentuan Nilai
Sun Protection Factor (SPF) Pada Ekstrak Kulit Buah Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia)
Dengan Metode Spektrofotometri Uv-Vis Determination of sun protection factor (SPF)
value in lime (Citrus Aurantifolia) peel extract using Uv-Vis. Jambura Journal Health
Science and Research, 3(2), 169–180.

Tahar, N., Indriani, N., & Nonci, F. Y. (2019). Efek Tabir Surya Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia). ad-Dawaa’Journal of Pharmaceutical Sciences, 2(1).

Thomas, N. A., Tungadi, R., Papeo, D. R. P., Makkulawu, A., & Manoppo, Y. S. (2022).
Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
Terhadap Stabilitas Fisik Sediaan Krim. Indonesian Journal of Pharmaceutical
Education, 2(2), 143–152.
78

Wardani, I. M., & Vifta, R. L. (2021). Potensi Antioksidan dan Tabir Surya Ekstrak dan
Sediaan Krim Rambut Jagung (Zea mays L.) Indah. Journal of Holistics and Health
Sciences, 3(2), 233–245.

Warsito, W., Hidayat, N., & Putri, A. Y. (2018). Activity Test of Essential Lime Oil of
Leaves, Twigs, and Rind Against Escherichia coli and Bacillus cereus. JKPK (Jurnal
Kimia dan Pendidikan Kimia), 2(3), 126–132.

Zam, A. N. Z., & Musdalifah. (2022). Formulasi dan Evaluasi Kestabilan Fisik Krim
Ekstrak Biji Lada Hitam ( Piper nigrum L .) Menggunakan Variasi Emulgator. Journal
Syifa Sciences and Clinical Research (JSSCR), 4, 304–313.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja

1. Penyiapan simplisia dan ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

Kulit Jeruk Purut


(Citrus hystrix DC.)

1. Diambil sampel kulit jeruk purut


2. Dilakukan sortasi basah
3. Perajangan
4. Pengeringan
5. Sortasi kering

Dilakukan Maserasi
79

1. Dimaserasi dengan etanol 96%


2. Disimpan di tempat gelap selama
3 x 24 jam, sesekali diaduk
3. Disaring, diambil residu dan
filtratnya dipisahkan

Residu Filtrat I

1. Dimaserasi dengan etanol 96%


2. Disimpan di tempat gelap selama
1x24 jam, sesekali diaduk
3. Disaring, diambil filtratnya
Residu Filtrat II

Filtrat III

1. Diuapkan menggunakan vacuum


Rotary evaporator, kemudian
menggunakan waterbath

Ekstrak kental

2. Rancangan formulasi krim ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

Alat dan bahan

1. Disiapkan alat yang akan digunakan


yaitu batang pengaduk, beaker glass,
cawan porselin, gelas ukur, bunsen, kaki
tiga, kasa, kaca arloji, kertas perkamen,
cawan porselin, timbangan analitik,
lumpang dan stamper.
2. Disipakan bahan yang digunakan yaitu
ekstrak kulit jeruk purut, paraffin cair,
asam stearat, trietanolamin, adeps lanae,
nipagin, nipasol dan aquadest.

Bahan
80

1. Ditimbang fase minyak (asam stearat,


adeps lanae, paraffin liquidum dan
nipasol)
Fase air (triethanolamine, nipagin dan
aquadest)
2. Ditimbang ekstrak kulit jeruk purut
sebanyak 1 gram (1%), 3 gram (3%), dan
5 gram (5%).

Fase Minyak
(asam stearat, adeps lanae, paraffin
liquidum, dan nipasol)

Ekstrak kulit
Fase Air jeruk purut
(triethanolamin, nipagin, dan
aquadest

Homogen

Krim Ekstrak etanol kulit jeruk purut

Evaluasi Kestabilan Sediaan


81

3. Uji stabilitas sediaan dan uji Sun Protection Factor (SPF) krim ekstrak etanol
kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

Sediaan Krim Ekstrak Etanol


kulit jeruk purut (Citrus
hystrix DC.)

Uji Stabilitas Fisika dan Kimia

Uji Sun Protection Factor (SPF) Uji Stabilitas Fisika dan Kimia

Spektrofotometri UV-Vis Uji Stabilitas Fisika Uji Stabilitas Kimia


1. Uji Organoleptik 1. Uji Tipe Krim
2. Uji Homogenitas 2. Uji pH
3. Uji Daya Sebar
4. Uji Viskositas
5. Uji Cycling Test

Hasil

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan
82

Lampiran 2. Perhitungan Rendamen

Berat ekstrak (g)


% Rendamen = x 100 %
Sampel kering(g)

98,079 gram
= x 100 %
300 gram

= 32,693 %

Lampiran 3. Perhitungan Formula

1. Ekstrak kulit jeruk purut :

1
Konsentrasi (1%) : x 100=1 g
100

3
Konsentrasi (3%) : x 100=3 g
100

5
Konsentrasi ( 5%) : x 100=5 g
100

15
2. Asam Stearat 15% : x 100=15 g
100

2
3. Triethanolamin 2% : x 100=2 mL
100

2
4. Adeps Lanae 2% : x 100=2 g
100

12, 5
5. Paraffin cair 12,5% : x 100=12 , 5 mL
100

0 , 05
6. Nipagin 0,05% : x 100=0 , 05 g
100

0 , 05
7. Nipasol 0,02% : x 100=0 , 02 g
100

8. Aquadest Konsentrasi (1%) : 100 ml – 32,57 = 67,43 mL

Konsentrasi (3%) : 100 ml – 34,57 = 65,43 mL


83

Konsentrasi (5%) : 100 ml – 36,57 = 63,43 mL

Lampiran 4. Perhitungan Konsentrasi Uji SPF

50 mg 50 mL (1.000 ppm)

5 mL

2.5 mL (500 ppm), 3,5 mL (700 ppm), 4,5 mL (900 ppm)

50 mg
Perhitungan konsentrasi 1.000 ppm = =1.000 ppm
0 , 05 L

Pengenceran Konsentrasi 500 ppm : V1 x K1 = V2 x K2

V1 x 1.000 ppm = 5 mL x 500 ppm

2.500
V1 =
1.000

V1 = 2,5 mL

Pengenceran Konsentrasi 700 ppm : V1 x K1 = V2 x K2

V1 x 1.000 ppm = 5 mL x 700 ppm

3.500
V1 =
1.000

V1 = 3,5 mL

Pengenceran Konsentrasi 900 ppm : V1 x K1 = V2 x K2

V1 x 1.000 ppm = 5 mL x 900 ppm

4.500
V1 =
1.000

V1 = 4,5 mL
84

Lampiran 5. Data Absorbansi Sampel

1. Ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.)


𝝀
Abs
Konsentrasi (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 5.2337 5.2366 5.4965 5.32226667 0.015 0.079834
295 5.4087 5.2876 5.4986 5.3983 0.0817 0.44104111
Ekstrak 300 5.4051 6.8482 5.5373 5.9302 0.2874 1.70433948
Kulit Jeruk 305 5.5427 5.4396 5.6264 5.53623333 0.3278 1.814777287
10 56.50
Purut 500 310 6.1515 5.1806 5.5353 5.62246667 0.1864 1.048027787
ppm 315 5.3601 5.4755 5.6783 5.50463333 0.0839 0.461838737
320 5.2312 5.2419 6.3276 5.60023333 0.018 0.1008042
Jumlah 5.6506626

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.079834) + (0.44104111) + (1.70433948) + (1.814777287) +

(1.048027787) + (0.461838737) + (0.1008042)

= 10 x 5.6506626

= 56.50
85

𝝀
Abs
Konsentrasi (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 5.6061 6.9243 5.4679 5.99943333 0.015 0.0899915
295 6.1784 5.8863 5.3921 5.81893333 0.0817 0.475406853
Ekstrak 300 5.3087 6.334 5.467 5.70323333 0.2874 1.63910926
Kulit Jeruk 305 5.5122 6.1516 5.257 5.64026667 0.3278 1.848879413
10 57.11
Purut 700 310 5.2656 5.622 6.2296 5.70573333 0.1864 1.063548693
ppm 315 5.3341 6.0011 5.8261 5.72043333 0.0839 0.479944357
320 5.1523 8.6904 5.241 6.36123333 0.018 0.1145022
Jumlah 5.711382277

Keterangan :
CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0899915) + (0.475406853) + (1.63910926) + (1.848879413) +

(1.063548693) + (0.479944357) + (0.1145022)

= 10 x 5.711382277

= 57.11

Abs
Konsentrasi ࣅ(nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 5.2952 5.2065 5.5819 5.3612 0.015 0.080418
295 5.7554 5.6058 5.3563 5.5725 0.0817 0.45527325
Ekstrak 300 6.5438 5.7586 5.6896 5.99733333 0.2874 1.7236336
Kulit Jeruk 305 5.7038 5.9691 5.3732 5.68203333 0.3278 1.862570527
10 57.62
Purut 900 310 5.5605 5.931 5.8257 5.7724 0.1864 1.07597536
ppm 315 5.6304 5.2986 5.8395 5.5895 0.0839 0.46895905
320 5.0954 5.46 5.3071 5.2875 0.018 0.095175
Jumlah 5.762004787

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya


86

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.080418) + (0.45527325) + (1.7236336) + (1.862570527) +

(1.07597536) + (0.46895905) + (0.095175)

= 10 x 5.762004787

= 57.62

2. Formula I krim ekstrak etanol kulit jeruk purut 1%

Abs
Konsentrasi ࣅ(nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 0.5936 0.5934 0.5923 0.5931 0.015 0.0088965
295 0.5236 0.5231 0.5253 0.524 0.0817 0.0428108
300 0.4635 0.4644 0.4635 0.4638 0.2874 0.13329612
Formula 1
305 0.4303 0.4306 0.4322 0.43103333 0.3278 0.141292727
(1%) 500 10 4.48
310 0.4225 0.4242 0.4227 0.42313333 0.1864 0.078872053
ppm
315 0.4269 0.426 0.4259 0.42626667 0.0839 0.035763773
320 0.4276 0.4283 0.4283 0.42806667 0.018 0.0077052
Jumlah 0.448637173

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0088965) + (0.0428108) + (0.13329612) + (0.141292727)

+ (0.078872053) + (0.035763773) + (0.0077052)

= 10 x 0.448637173

= 4.48
87

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 0.8018 0.8086 0.8067 0.8057 0.015 0.0120855
295 0.7045 0.7072 0.7099 0.7072 0.0817 0.05777824
300 0.6201 0.6237 0.6226 0.62213333 0.2874 0.17880112
Formula 1
305 0.574 0.5764 0.5784 0.57626667 0.3278 0.188900213
(1%) 700 10 6.01
310 0.5634 0.5655 0.5675 0.56546667 0.1864 0.105402987
ppm
315 0.568 0.5716 0.5715 0.57036667 0.0839 0.047853763
320 0.5717 0.5765 0.5748 0.57433333 0.018 0.010338
Jumlah 0.601159823

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0120855) + (0.05777824) + (0.17880112) + (0.188900213)

+ (0.105402987) + (0.047853763) + (0.010338)

= 10 x 0.601159823

= 6.01

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 1.0609 1.0676 1.0673 1.06526667 0.015 0.015979
295 0.9352 0.9376 0.9373 0.9367 0.0817 0.07652839
300 0.823 0.8246 0.8246 0.82406667 0.2874 0.23683676
Formula 1
305 0.7653 0.7646 0.7632 0.76436667 0.3278 0.250559393
(1%) 900 10 7.96
310 0.7466 0.7519 0.7502 0.74956667 0.1864 0.139719227
ppm
315 0.759 0.7571 0.7553 0.75713333 0.0839 0.063523487
320 0.7613 0.7591 0.7634 0.76126667 0.018 0.0137028
Jumlah 0.796849057

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema
88

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.015979) + (0.07652839) + (0.23683676) + (0.250559393)

+ (0.139719227) + (0.063523487) + (0.0137028)

= 10 x 0.796849057

= 7.96

3. Formula II krim ekstrak etanol kulit jeruk purut 3%

Abs
Konsentrasi ࣅ
ߣ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 1.0392 1.0392 1.0423 1.04023333 0.015 0.0156035
295 0.9147 0.9127 0.9106 0.91266667 0.0817 0.074564867
300 0.8087 0.8034 0.8052 0.80576667 0.2874 0.23157734
Formula 2
305 0.7452 0.7451 0.7451 0.74513333 0.3278 0.244254707
(3%) 500 10 7.77
310 0.7313 0.7313 0.7313 0.7313 0.1864 0.13631432
ppm
315 0.7343 0.7348 0.7345 0.73453333 0.0839 0.061627347
320 0.7387 0.7366 0.7387 0.738 0.018 0.013284
Jumlah 0.77722608

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0156035) + (0 0.074564867) + (0.23157734) + (0.244254707)

+ (0.13631432) + (0.061627347) + (0.013284)

= 10 x 0.77722608

= 7.77
89

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 1.4054 1.4053 1.4128 1.40783333 0.015 0.0211175
295 1.2315 1.232 1.2275 1.23033333 0.0817 0.100518233
300 1.0828 1.0861 1.0829 1.08393333 0.2874 0.31152244
Formula 2
305 1.0046 1.0077 1.0049 1.00573333 0.3278 0.329679387
(3%) 700 10 10.49
310 0.9877 0.9939 0.9905 0.9907 0.1864 0.18466648
ppm
315 0.9954 0.9954 0.9956 0.99546667 0.0839 0.083519653
320 1.0047 1.0015 0.9977 1.0013 0.018 0.0180234
Jumlah 1.049047093

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0211175) + (0.100518233) + (0.31152244) + (0.329679387)

+ (0.18466648) + (0.083519653) + (0.0180234)

= 10 x 1.049047093

= 10.49

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 1.9427 1.8758 1.8969 1.90513333 0.015 0.028577
295 1.6414 1.6532 1.6533 1.6493 0.0817 0.13474781
300 1.4402 1.4475 1.4399 1.44253333 0.2874 0.41458408
Formula 2
305 1.3363 1.3361 1.3358 1.33606667 0.3278 0.437962653
(3%) 900 10 13.96
310 1.3107 1.3167 1.3168 1.31473333 0.1864 0.245066293
ppm
315 1.3314 1.324 1.3244 1.3266 0.0839 0.11130174
320 1.3327 1.3407 1.3249 1.33276667 0.018 0.0239898
Jumlah 1.396229377

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema
90

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.028577) + (0.13474781) + (0.41458408) + (0.437962653)

+ (0.245066293) + (0.11130174) + (0.0239898)

= 10 x 1.396229377

= 13.96

4. Formula III krim ekstrak etanol kulit jeruk purut 5%


𝝀
Abs
Konsentrasi (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 1.3063 1.3006 1.3064 1.30443333 0.015 0.0195665
295 1.1491 1.1492 1.1491 1.14913333 0.0817 0.09388419
300 1.0066 1.0093 1.0118 1.00923333 0.2874 0.29005366
Formula 3
305 0.9364 0.9367 0.9338 0.93563333 0.3278 0.30670061
(5%) 500 10 9.75
310 0.9172 0.9195 0.9144 0.91703333 0.1864 0.17093501
ppm
315 0.921 0.9243 0.9241 0.92313333 0.0839 0.07745089
320 0.9282 0.9314 0.9312 0.93026667 0.018 0.0167448
Jumlah 0.97533566

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0195665) + (0.09388419) + (0.29005366) + (0.30670061)

+ (0.17093501) + (0.07745089) + (0.0167448)

= 10 x 0.97533566

= 9.75
91

Abs
Konsentrasi ࣅ(nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 1.8065 1.7887 1.7891 1.79476667 0.015 0.0269215
295 1.5747 1.5748 1.5749 1.5748 0.0817 0.12866116
300 1.3848 1.3915 1.3918 1.38936667 0.2874 0.39930398
Formula 3
305 1.2863 1.2924 1.2865 1.2884 0.3278 0.42233752
(5%) 700 10 13.41
310 1.2593 1.2654 1.2536 1.25943333 0.1864 0.23475837
ppm
315 1.2645 1.2842 1.2709 1.2732 0.0839 0.10682148
320 1.2759 1.2902 1.283 1.28303333 0.018 0.0230946
Jumlah 1.34189861

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0269215) + (0.12866116) + (0.39930398) + (0.42233752)

+ (0.234758373) + (0.10682148) + (0.0230946)

= 10 x 1.341898613

= 13.41

Abs
Konsentrasi ࣅ(nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 2.4081 2.4076 2.4872 2.4343 0.015 0.0365145
295 2.118 2.1555 2.118 2.1305 0.0817 0.17406185
300 1.8679 1.8677 1.8678 1.8678 0.2874 0.53680572
Formula 3
305 1.729 1.7294 1.746 1.7348 0.3278 0.56866744
(5%) 900 10 18.06
310 1.6807 1.713 1.6971 1.69693333 0.1864 0.31630837
ppm
315 1.6981 1.7158 1.7162 1.71003333 0.0839 0.1434718
320 1.7383 1.738 1.7182 1.7315 0.018 0.031167
Jumlah 1.80699668

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema
92

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0365145) + (0.17406185) + (0.53680572) + (0.56866744)

+ (0.31630837) + (0.1434718) + (0.031167)

= 10 x 1.80699668

= 18.06

5. Basis (K-)

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 -0.016 -0.0145 -0.0152 -0.01523333 0.015 -0.0002285
295 -0.0175 -0.0161 -0.0156 -0.0164 0.0817 -0.0013399
300 -0.0172 -0.0162 -0.0159 -0.01643333 0.2874 -0.0047229
Basis (K-) 305 -0.0168 -0.0163 -0.0162 -0.01643333 0.3278 -0.0053868
10 -0.16
500 ppm 310 -0.0162 -0.0164 -0.0152 -0.01593333 0.1864 -0.00297
315 -0.0164 -0.0168 -0.0157 -0.0163 0.0839 -0.0013676
320 -0.0167 -0.0162 -0.0155 -0.01613333 0.018 -0.0002904
Jumlah -0.0163061

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (-0.0002285) + (-0.0013399) + (-0.0047229) + (-0.0053868)

+ (-0.00297) + (-0.0013676) + (-0.0002904)

= 10 x -0.0163061

= -0.16
93

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 0.0118 0.0112 0.0116 0.011533333 0.015 0.000173
295 0.0097 0.0086 0.0094 0.009233333 0.0817 0.00075436
300 0.0085 0.0078 0.0078 0.008033333 0.2874 0.00230878
Basis (K-) 305 0.0076 0.0075 0.0082 0.007766667 0.3278 0.00254591
10 0.07
700 ppm 310 0.0078 0.0078 0.0074 0.007666667 0.1864 0.00142907
315 0.0072 0.007 0.007 0.007066667 0.0839 0.00059289
320 0.0056 0.0056 0.0056 0.0056 0.018 0.0001008
Jumlah 0.00790482

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.000173) + (0.00075436) + (0.00230878) + (0.00254591)

+ (0.00142907) + (0.00059289) + (0.0001008)

= 10 x 0.007904817

= 0.07

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 0.033 0.0372 0.0387 0.0363 0.015 0.0005445
295 0.0313 0.0349 0.0364 0.0342 0.0817 0.00279414
300 0.0307 0.0336 0.0352 0.033166667 0.2874 0.0095321
Basis (K-) 305 0.0306 0.0323 0.0341 0.032333333 0.3278 0.01059887
10 0.32
900 ppm 310 0.0311 0.0324 0.0337 0.0324 0.1864 0.00603936
315 0.0299 0.032 0.0328 0.031566667 0.0839 0.00264844
320 0.0287 0.0312 0.0315 0.030466667 0.018 0.0005484
Jumlah 0.03270581

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema
94

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.0005445) + (0.00279414) + (0.0095321) + (0.01059887)

+ (0.00603936) + (0.00264844) + (0.0005484)

= 10 x 0.03270581

= 0.32

6. Kontrol Positif (K+)

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 2.2438 2.1981 2.1983 2.2134 0.015 0.033201
295 2.3063 2.3645 2.3651 2.3453 0.0817 0.19161101
300 2.5045 2.5039 2.5047 2.50436667 0.2874 0.71975498
Kontrol
305 2.4761 2.5727 2.5735 2.54076667 0.3278 0.832863313
Positif (K+) 10 25.44
310 2.842 2.6656 2.5414 2.683 0.1864 0.5001112
500 ppm
315 2.6323 2.8078 2.6325 2.69086667 0.0839 0.225763713
320 2.2947 2.2941 2.2283 2.27236667 0.018 0.0409026
Jumlah 2.544207817

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.033201) + (0.19161101) + (0.71975498) + (0.832863313)

+ (0.5001112) + (0.225763713) + (0.0409026)

= 10 x 2.544207817

= 25.44
95

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 5.3489 3.1978 5.2999 4.61553333 0.015 0.069233
295 5.482 5.3285 5.6371 5.48253333 0.0817 0.447922973
300 5.4398 5.2922 5.2202 5.3174 0.2874 1.52822076
Kontrol
305 5.7128 5.3242 5.2349 5.42396667 0.3278 1.777976273
Positif (K+) 10 55.23
310 5.663 6.4862 6.3929 6.1807 0.1864 1.15208248
700 ppm
315 5.2202 5.4924 5.1316 5.2814 0.0839 0.44310946
320 6.9264 5.1371 5.5118 5.85843333 0.018 0.1054518
Jumlah 5.523996747

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.069233) + (0.447922973) + (1.52822076) + (1.777976273)

+ (1.15208248) + (0.44310946) + (0.1054518)

= 10 x 5.523996747

= 55.23

Abs
Konsentrasi ࣅ (nm) Abs EE x I Abs x EE x I CF SPF
1 2 3
290 5.7228 5.4275 5.4703 5.5402 0.015 0.083103
295 5.415 5.2153 6.1826 5.6043 0.0817 0.45787131
300 5.3913 5.2437 5.2032 5.2794 0.2874 1.51729956
Kontrol
305 5.7532 5.819 5.3445 5.6389 0.3278 1.84843142
Positif (K+) 10 55.60
310 5.6965 5.3007 6.9469 5.98136667 0.1864 1.114926747
900 ppm
315 5.1901 5.118 5.349 5.21903333 0.0839 0.437876897
320 5.1566 5.6857 6.0726 5.6383 0.018 0.1014894
Jumlah 5.560998333

Keterangan :

CF : Faktor Korelasi (10)

EE : Efisiensi eritema
96

I : Spektrum simulasi sinar cahaya

Abs : Absorbansi sampel

SPF = CF x ∑ 290−320EE (λ) x I (λ) x Absorbansi (λ)

= 10 x (0.083103) + (0.45787131) + (1.51729956) + (1.84843142)

+ (1.114926747) + (0.437876897) + (0.1014894)

= 10 x 5.560998333

= 55.60

Lampiran 6. Tabel Hasil Uji Normalitas Dan Uji Paired Sample t test

Tabel 1. Uji pH

Te s ts o f No rmality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Sebelum Cycling Test Uji pH 0.222 4 0.932 4 0.606

Setelah Cycling Test Uji pH 0.235 4 0.952 4 0.731


a. Lilliefors Significance Correction

Paire d S ample s S tatis tic s


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Sebelum Cycling Test Uji pH 6.3650 4 0.09327 0.04664


Pair 1
Sesudah Cycling Test Uji pH 6.3325 4 0.06801 0.03400

Paire d S ample s Co rre latio ns


Significance
N Correlation
One-Sided p Two-Sided p

Sebelum Cycling Test Uji pH &


Pair 1 4 0.991 0.005 0.009
Sesudah Cycling Test Uji pH

Paired Samples Test


97

Paired Differences Significance


95% Confidence
Std. Std. Error t df One-Sided Two-Sided
Mean Interval of the
Deviation Mean p p
Lower Upper
Sebelum Cycling Test Uji
Pair 1 pH - Sesudah Cycling 0.03250 0.02754 0.01377 -0.01132 0.07632 2.360 3 0.050 0.099
Test Uji pH

Paire d Sample s Effe c t Size s


a
95% Confidence Interval
Standardizer Point Estimate
Lower Upper
Cohen's d 0.02754 1.180 -0.192 2.466
Sebelum Cycling Test Uji pH -
Pair 1
Sesudah Cycling Test Uji pH Hedges'
0.03806 0.854 -0.139 1.784
correction

Tabel 2. Uji Daya Sebar

Te s ts o f No rmality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Sebelum Cycling Test Uji
0.250 4 0.895 4 0.405
Daya Sebar

Setelah Cycling Test Uji Daya


0.250 4 0.953 4 0.734
Sebar
a. Lilliefors Significance Correction
98

Paired Samples Test

Tabel 3. Uji Viskositas

Te s ts o f No rmality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Sebelum Cycling Test Uji
0.236 4 0.940 4 0.653
Viskositas

Setelah Cycling Test Uji


0.219 4 0.980 4 0.902
Viskositas
a. Lilliefors Significance Correction

Paire d S ample s S tatis tic s


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Sebelum Cycling Test Uji
9250.0000 4 158.11388 79.05694
Viskositas
Pair 1
Sesudah Cycling Test Uji
9687.2500 4 165.27830 82.63915
Viskositas

Paire d S ample s Co rre latio ns


Significance
N Correlation
One-Sided p Two-Sided p
Sebelum Cycling Test Uji
Pair 1 Viskositas & Sesudah 4 -0.925 0.037 0.075
Cycling Test Uji Viskositas
99

Paired Samples Test

Paired Differences Significance


95% Confidence Interval of
Std. t df One-Sided Two-Sided
Mean Std. Error Mean the Difference
Deviation p p
Lower Upper

Sebelum Cycling Test Uji


Pair 1 Viskositas - Sesudah -437.25000 317.30677 158.65338 -942.15587 67.65587 -2.756 3 0.035 0.070
Cycling Test Uji Viskositas

Paire d S ample s Effe c t S ize s


a
95% Confidence Interval
Standardizer Point Estimate
Lower Upper

Sebelum Cycling Test Uji Cohen's d 317.30677 -1.378 -2.771 0.097


Pair 1 Viskositas - Sesudah Hedges'
Cycling Test Uji Viskositas 438.51052 -0.997 -2.005 0.070
correction

Lampiran 7. Grafik Hubungan Formula dan Nilai SPF

Hubungan Formula Dan Nilai SPF Konsentrasi


500 ppm
12
10
f(x) = 1.3175 x + 3.38083333333333
8 R² = 0.979818850635269
Series2
Nilai SPF

6 Linear (Series2)
4
2
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Konsentrasi Formula
100

Lampiran 8. Dokumentasi

1. Pengolahan Simplisia
101

Gambar 1. Jeruk purut Gambar 2. Pengupasan kulit


jeruk purut

Gambar 3. Sortasi basah Gambar 4. Pencucian

Gambar 5. Perajangan Gambar 6. Pengeringan


102

Gambar 7. Sortasi kering Gambar 8. Proses penghalusan


simplisia

Gambar 9. Penimbangan simplisia Gambar 10. Proses penambahan


yang telah dihaluskan pelarut etanol 96%
103

Gambar 11. Pengadukan pada proses Gambar 12. Proses maserasi


maserasi

Gambar 13. Penyaringan maserat Gambar 14. Proses penggantian


pelarut etanol 96%

Gambar 15. Hasil filtrat maserasi Gambar 16. Maserat diangin-


104

anginkan

Gambar 17. Penguapan di Waterbath Gambar 18. Penimbangan


ekstrak kental

2. Skrining Fitokimia

Gambar 19. Bahan yang digunakan Gambar 20. Penimbangan ekstrak


105

Gambar 21. Penimbangan bahan Gambar 22. Ekstrak dilarutkan

Gambar 23. Penambahan masing Gambar 24. Hasil skrining fitokimia


masing pereaksi

3. Formulasi Sediaan
106

Gambar 25. Bahan yang digunakan Gambar 26. Penyiapan alat dan
bahan

Gambar 27. Penimbangan bahan Gambar 28. Penimbangan ekstrak


107

Gambar 29. Bahan fase minyak Gambar 30. Bahan fase air

Gambar 31. Proses peleburan fase Gambar 32. Pengukuran suhu


minyak dan air

Gambar 33. Proses pencampuran fase Gambar 34. Pembuatan sediaan


minyak dan fase air krim
108

Gambar 35. Penambahan ekstrak Gambar 36. Hasil pembuatan krim

4. Pengujian Evaluasi Sediaan

Gambar 37. Pengujian Organoleptik Gambar 38. Pengujian Organoleptik


Sebelum Cycling Test Setelah Cycling Test

Gambar 39. Pengujian Homogenitas Gambar 40. Pengujian Homogenitas


109

Sebelum Cycling Test Setelah Cycling Test

Gambar 41. Pengujian Tipe Krim Gambar 42. Pengujian Tipe Krim
Sebelum Cycling Test Setelah Cycling Test

Gambar 43. Pengujian pH Kontrol Gambar 44. Pengujian pH Kontrol


Negatif (K-) Sebelum Cycling Test Negatif (K-) Setelah Cycling Test
110

Gambar 45. Pengujian pH Formula I Gambar 46. Pengujian pH Formula


Sebelum Cycling Test I Setelah Cycling Test

Gambar 47. Pengujian pH Formula II Gambar 48. Pengujian pH Formula


Sebelum Cycling Test II Setelah Cycling Test
111

Gambar 49. Pengujian pH Formula Gambar 50. Pengujian pH Formula


III Sebelum Cycling Test III Setelah Cycling Test

Gambar 51. Pengujian Daya Sebar Gambar 52. Pengujian Daya Sebar
Kontrol Negatif (K-) Sebelum Kontrol Negatif (K-) Setelah
Cycling Test Cycling Test

Gambar 53. Pengujian Daya Sebar Gambar 54. Pengujian Daya Sebar
Formula I Sebelum Cycling Test Formula I Setelah Cycling Test
112

Gambar 55. Pengujian Daya Sebar Gambar 56. Pengujian Daya Sebar
Formula II Sebelum Cycling Test Formula II Setelah Cycling Test

Gambar 57. Pengujian Daya Sebar Gambar 58. Pengujian Daya Sebar
Formula III Sebelum Cycling Test Formula III Setelah Cycling Test
113

Gambar 59. Pengujian viskositas Gambar 60. Pengujian viskositas


Kontrol Negatif (K-) sebelum Kontrol Negatif (K-) setelah
Cycling Test Cycling Test

Gambar 61. Pengujian viskositas Gambar 62. Pengujian viskositas


Formula I sebelum Cycling Test Formula I setelah Cycling Test

Gambar 63. Pengujian viskositas Gambar 64. Pengujian viskositas


Formula II sebelum Cycling Test Formula II setelah Cycling Test
114

Gambar 65. Pengujian viskositas Gambar 66. Pengujian viskositas


Formula III sebelum Cycling Test Formula III setelah Cycling Test

Gambar 67. Penyimpanan pada Gambar 68. Penyimpanan pada


suhu 4 ℃ suhu 40 ℃

5. Pengujian SPF (Sun Protection Factor)


115

Gambar 69. Proses penyiapan alat Gambar 70. Proses penimbangan


dan bahan sampel 50 mg

Gambar 71. Proses pembutan larutan Gambar 72. Larutan induk 1.000
induk 1.000 ppm ppm

Gambar 73. Proses pengenceran Gambar 74. Pengenceran sampel


konsentrasi 500, 700 dan 900 ppm
116

Gambar 75. Proses kalibrasi Gambar 76. Proses Pengukuran


Spektrofotometri UV-Vis serapan sampel

Gambar 77. Data hasil pengukuran Gambar 78. Kontrol positif


serapan sampel Emina Krim SPF 15

Lampiran 9. Persuratan
117
118
119

RIWAYAT HIDUP

Rasmah. Lahir di Pinrang 11 Oktober 2000. Anak ke empat dari Bapak Abd.

Rahman dan Ibu Masrah. Mulai menempuh pendidikan pada usia 6 tahun di SDN

121 Patampanua dan selesai pada tahun 2012, kemudian melanjutkan pendidikan

di SMPN 4 Patampanua dan selesai pada tahun 2015. Selanjutnya melanjutkan

pendidikan di SMAN 5 Pinrang dan selesai pada tahun 2018, ditahun yang sama

melanjutkan pendidikan di Poltekkes Kemenkes Makassar mengambil jurusan

D.III Farmasi dan selesai pada tahun 2021. Setelah itu melanjutkan pendidikan di

Universitas Megarezky Makassar mengambil jurusan S1 Farmasi.

Anda mungkin juga menyukai