Anda di halaman 1dari 110

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS NANOSUSPENSI

EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (PIPER BETLE L.)


SEBAGAI ANTI ACNE

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Mengikuti Ujian Sarjana Farmasi

Oleh:
NUR FITRI BADJUKA
NIM: 821417118

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1
2023
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS NANOSUSPENSI
EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (PIPER BETLE L.)
SEBAGAI ANTI ACNE

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Mengikuti Ujian Sarjana Farmasi

Oleh:
NUR FITRI BADJUKA
NIM: 821417118

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1
2023
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS NANOSUSPENSI
EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (PIPER BETLE L.)
SEBAGAI ANTI ACNE
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Mengikuti Ujian Sarjana Farmasi

Oleh:
NUR FITRI BADJUKA
NIM: 821417118

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1
2023
ABSTRAK
NUR FITRI BADJUKA. Formulasi dan Uji Efektivitas Nanosuspensi Ekstrak
Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Sebagai Anti Acne., Fakultas Olahraga dan
Kesehatan. Pembimbing I Dr.rer.medic. Robert Tungadi, M.Si., Apt dan
Pembimbing II Mahdalena Sy. Pakaya, S.Farm., M.Si.,Apt

Daun sirih hijau memiliki beberapa kandungan senyawa salah satunya flavonoid oleh
karena itu tanaman sirih hijau ini bisa digunakan untuk salah satu bahan pengobatan
masalah kulit seperti jerawat yang disebabkan oleh bakteri Propionibacterium acne.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi nanosuspensi ekstrak daun
sirih hijau, serta efektivitas dari nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau. Penelitian ini
menggunakan ekstrak daun sirih hijau dengan konsentrasi 1%, 2%, 5% dan
nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau dengan konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%.
Skrining fitokimia dan pengujian Particle Size Analyzer dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hijau mengandung senyawa
alkaloid, flavonoid, dan steroid, dengan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 1%
sebesar 7,6 mm, 2% sebesar 7,8% mm, dan 5% sebesar 23,6 mm. Pada pengujian
PSA (Particle Size Analyzer) menunjukan bahwa ukuran nanosuspensi sebesar
146,15±0,119 nm, 133,35±0,279 nm, dan 150,35±0,152 nm. Hasil pengujian
antibakteri nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau terhadap bakteri Propionibacterium
acne dengan rata-rata diameter daya hambat masing-masing yaitu sebesar 7,3 mm,
8,9 mm, 35 mm. Hal ini menunjukkan bahwa karakterisasi nanosuspensi ekstrak daun
sirih hijau dapat terdistribusi secara homogen dan efektivitas dari nanosuspensi
ekstrak daun sirih hijau terhadap bakteri Propionibacterium acne termasuk dalam
kategori sangat kuat.

Kata Kunci : Daun Sirih Hijau, Nanosuspensi, Anti Acne


MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Hasbunallahu wa ni’mal wakil (Cukup bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik
penolong)”

“Cukup hanya diyakini dan jalani bahwa sebaik-baiknya rencana manusia,


rencana Allah adalah yang terbaik, jadi berusahalah sebaik dan semampu yang
kamu bisa, akan ada saatnya kamu akan terpana dengan keindahan rencana
yang Allah berikan dan melupakan rasa sakit yang pernah kamu alami”
(Penulis)

Segala rasa syukur saya yang begitu besar kepada Allah SWT Sang pemberi
petunjuk, dan keberkahan-Nya. Melalui proses yang sangat panjang bagi saya,
Allhamdulillah skripsi ini akhirnya dapat saya selesaikan. Untuk itu, saya
persembahkan skripsi ini untuk kedua orangtua saya tercinta, Ayah Ramli Badjuka
dan ibu alm. Hasanah D. Gagulu yang selama ini senantiasa memberikan kasih
sayang serta cinta yang tulus, yang telah berjuang mencari nafkah demi memenuhi
kebutuhan hidup dan keberhasilan anak bungsu mereka. Skripsi ini juga saya
persembahkan kepada kakak-kakak saya tercinta yang juga senantiasa telah
membantu ayah ibu menjaga dan membesarkan saya, serta mempersembahkan skripsi
ini untuk keluarga tercinta yang telah membantu dan memberi dukungan kepada saya.

Almamaterku Tercinta Universitas Negeri Gorontalo


Fakultas Olahraga dan Kesehatan
Program Studi Farmasi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Allhamdulillah segala puji bagi Allah karena berkat Rahmat, Hidayah dan
Kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul
“Formulasi dan Uji Efektivitas Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper
Betle L.) Sebagai Anti Acne” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri
Gorontalo. Sholawat serta salam tak lupa juga penulis haturkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua mendapatkan syafa’at dan
pertolongannya di yaumil qiyamah nanti.
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak sedikit
kendala yang saya dihadapi serta banyaknya kekurangan baik dari sistematika
penulisan, penggunaan kata dan kalimat serta kekurangan lainnya. Dengan rasa
hormat dan segala kerendahan hati, saya berterima kasih kepada kedua orang tua
Ayah Ramli Badjuka dan Ibu Alm. Hasanah D. Gagulu. 5 kakak saya yang
bernama Yanty R. Badjuka, S.PdI, Hety R. Badjuka, AMKL, Herdiyanto R. Badjuka,
Jumria R. Badjuka, S.Pd, Siti Aisa R. Badjuka, AMKL. Serta keluarga besar tercinta
yang selalu memberikan semangat, dukungan, doa, cinta dan kasih sayang kepada
saya sehingga dapat melangkan dengan mudah sejauh ini. Tak lupa pula saya ingin
menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
berpatisipasi dalam penyusunan skripsi ini:
1. Bapak Dr. Eduart Wolok, ST, MT. selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo,
terima kasih atas fasilitas yang telah diberikan selama kuliah di Universitas
Negeri Gorontalo
2. Dr. Harto S. Malik, M.Hum. selaku Wakil Rektor I, Ibu Dr. Ir. Yuniarti Koniyo,
MP. selaku Wakil Rektor II, Prof. Karmila Machmud, S.Pd, M.A., Ph.D. selaku
Wakil Rektor III, dan Dr Muhammad Amir Arham, M.E. selaku Wakil Rektor IV
Universitas Negeri Gorontalo. Terima Kasih atas segala bantuan yang telah
bapak dan ibu berikan selama saya menempuh pendidikan di Universitas Negeri
Gorontalo.
3. Prof. Dr. Herlina Jusuf, Dra, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Olahraga dan
Kesehatan. Terima kasih atas segala bantuan yang telah ibu berikan kepada saya
selama menjalani pendidikan di Fakultas Olahraga dan Kesehatan
4. Dr. Hartono Hadjarati, M.Pd. selaku Wakil Dekan I, Dr. Widysusanti
Abdulkadir, S.Si., M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan II dan Edi Putra Dharma
Duhe, M.Pd. selaku Wakil Dekan III yang telah memberikan bantuan selama
saya menempuh pendidikan di Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas
Negeri Gorontalo
5. Seluruh staf di lingkungan Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri
Gorontalo, terima kasih atas bantuannya selama ini
6. Ibu Dr. Teti Sutriyati Tuloli, M.Si., Apt. selaku Ketua Jurusan Farmasi yang
senantiasa memberikan bantuan, masukkan, kritikan serta ilmu selama ini.
7. Ibu Dr. Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt selaku sekertatis Jurusan Farmasi yang
senentiasa memberikan bantuan, dukungan serta memberikan ilmu selama ini.
8. Bapak Dr. rer. Medic. Robert Tungadi, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing I
skripsi saya, terima kasih atas bimbingan dan arahannya yang luar biasa sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya
9. Ibu Mahdalena Sy. Pakaya, S.Farm., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing II
skripsi saya, terima kasih atas bimbingan dan arahannya yang luar biasa dari
awal penelitian hingga penyusunan skripsi ini, sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini sebaik-baiknya.
10. Ibu Nur Ain Thomas, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen penguji I skripsi saya, dan
juga penasehat akademik, terima kasih atas ilmu yang diberikan selama
perkuliahan hingga akhir perkuliahan kepada saya dan terima kasih karena
telah selalu membantu, mengarahkan, menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk saya.
11. Ibu Dr. Hamsidar Hasan, S.Si., M.Si., Apt. selaku selaku penguji II, terima kasih
telah membantu juga senantiasa memberi koreksi, serta arahan dan masukan
dalam penyempurnaan hasil penelitian ini.
12. Seluruh Dosen di lingkungan Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas
Negeri Gorontalo, khususnya dosen serta staf Jurusan Farmasi, Universitas
Negeri Gorontalo yang telah mendidik dan membimbing selama masa kuliah
13. Staf Tata Usaha di lingkungan Jurusan Farmasi telah banyak memberikan
bantuan mengenai urusan perkuliahan selama ini
14. Seluruh staf Laboran Jurusan Farmasi, Universitas Negeri Gorontalo yang telah
memberikan banyak bantuan selama perkuliahan hingga menyelesaikan studi
saya.
15. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar “Badjuka -
Gagulu” yang selalu memberikan dukungan selama penulis menyelesaikan studi
di kampus merah maron.
16. Keluarga besar saya (Alm. Kakek, Alm. Nenek, om, tante, sepupu) yang selama
ini telah memberikan dorongan, dukungan, dan bantuan untuk masa depan saya
17. Sahabat yang selalu menemani saya dalam pembuatan skripsi ini, Aini Istiqamah
Helingo, Astriantara A Aolia, Fairus Saskia Djibran, Lilis Lebie, Grasela Mbae,
Rachmatya W. Tuna Terima kasih atas bantuan dan motivasinya serta siap dalam
berbagai kondisi membantu dan dan menemani saya selama penelitian hingga
tahap penyelesaian skripsi ini.
18. Sahabat-sahabat saya yang telah menjadi keluarga kedua saya dalam menempuh
pendidikan di Jurusan Farmasi yaitu Kelas C Farmasi 2017 (Sazgia, Iga, Dela,
Eka, Yurna, Mey, Taufik, Alun, Laning, Sisil, Ana Diantika, Vidya, Grasela,
Isty, Rindi, Anggun, Sopia, Lilis, Fira, Nanda, Erfin, Mitha, Vidia, Wirjan, Cika,
Asnia, Allen, Beatice, Sulis, Putra, Syahrul, Habib, Siti, Fitri, Inda, Ading, Aji,
Eca, Fikri, Indah, Astri, Wiwit, Ade, Widi, Aini, Akbar, Niluh, Widy, Yohanes).
Terima kasih telah memberikan warna selama menempuh pendidikan
perkuliahan selama ini, terimakasih telah berjuang bersama, terimakasih sudah
bertahan, terimakasih atas bantuan selama perkuliahan, saya bangga memiliki
kalian.
19. Teman-teman Littfam 2017 Indah Karim, Isnaini Ardillah, Hafipah Indasari,
Fikri Bumbung, Widy Manaf, Sulis Djibran, Akbar Bolota, Syahrul Umar, dan
Habib Nanie yang telah menemani awal perkuliahan saya, terima kasih atas
semangat dan kebersamaan selama ini.
20. Teman-teman KKN Tematik desa Bunto yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah menjadi bagian dari perjalanan saya selama menuju sarjana
dan terima kasih atas kebersamaannya selama KKN.
21. Rekan-rekan seperjuangan Farmasi lainnya, kelas A dan B prodi S1 dan D3
angkatan 2017 terima kasih atas segalanya
22. Senior-senior dan junior-junior farmasi dan seluruh pihak yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, terkhusus kepada senior saya kak ryan husain dan kak abul
yang telah membantu dan mendukung perkuliahan dan penelitian saya, serta
dalam penyelesaian skripsi ini.
23. Teman serta sahabat yang sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri Madina
Mulia Ahmad, Nindita Sukrman terimakasih sudah menemani saya, terimakasih
sudah memberikan dukungan motivasi serta doa kepada saya sehingga saya bisa
bersemangat dalam mengerkajan skripsi ini.
24. Teman, sahabat, serta orang yang saya kagumi Syafwan Syah Lausu terimakasih
atas motivasi-motivasi yang diberikan kepada saya, terimakasih atas perhatian
dan dukungan, serta doa yang diberikan untuk saya, terimakasih karna selalu
mengingatkan saya untuk selalu tidak berharap kepada manusia.
25. Teman-teman KAOGA (Komunitas Anime dan Otaku Gorontalo) yang tidak bisa
disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan dukungan, doa serta
menjadi rumah ke dua bagi saya.
26. Teman-teman dan kakak-kakak grup RAPAT KAGE Ilham Cahyadi Kaunang,
Farhan D. Fadilla, Paskal MS Tumiwa, Mody marcelina nasrudin, Yayan Rianto
Haras, Putri lindriani kadali, Sintia Nasaruddin, Wahyuningsih Virginia Taniyo
dan Ain yang telah menjadi tempat keluh kesah perkuliahan maupun kegabutan
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
HALAMAN LOGO........................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL......................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................. v
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. vi
ABSTRAK......................................................................................................... vii
ABSTRACT....................................................................................................... viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... ix
KATA PENGANTAR....................................................................................... x
DAFTAR ISI...................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5
2.1 Uraian tanaman Daun Sirih HIjau........................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman.................................................................... 5
2.1.2 Nama Daerah............................................................................... 6
2.1.3 Morfologi Tanaman..................................................................... 6
2.1.4 Kandungan Kimia Daun Sirih Hijau........................................... 6
2.1.5 Manfaat Daun Sirih Hijau........................................................... 7
2.2 Bakteri Propionibacterium acne............................................................. 7
2.3 Ekstraksi.................................................................................................. 8
2.3.1 Pengetian Ekstraksi..................................................................... 8
2.3.2 Ekstraksi Maserasi....................................................................... 9
2.3.3 Keuntungan dan Kerugian Ekstraksi Secara Maserasi................ 9
2.4 Skrining Fitokimia................................................................................... 10
2.5 Jerawat..................................................................................................... 10
2.6 Nanosuspensi........................................................................................... 11
2.6.1 Definisi Nanosuspensi................................................................. 11
2.6.2 Metode Pembuatan Nanosuspensi............................................... 12
2.6.3 Sediaan yang Dibuat dengan Metode Nanosuspensi................... 12
2.6.4 Keuntungan Metode Nanosuspensi............................................. 13
2.6.5 Particle Size Analyzer................................................................. 13
2.7 Antibakteri............................................................................................... 14
2.8 Preformulasi............................................................................................ 14
2.8.1 Asam Asetat................................................................................. 14
2.8.2 Asam Klorida............................................................................... 15
2.8.3 Asam Sulfat................................................................................. 15
2.8.4 Aquadest...................................................................................... 16
2.8.5 Etanol........................................................................................... 16
2.8.6 FeCl3............................................................................................ 17
2.8.7 Magnesium.................................................................................. 17
2.8.8 Mayer........................................................................................... 18
2.8.9 Tween 80..................................................................................... 18
2.9 Kajian Penelitian Relevan....................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 27
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................................. 27
3.2 Desain Penelitian .................................................................................... 27
3.3 Alat Dan Bahan....................................................................................... 27
3.4.1 Alat.............................................................................................. 27
3.4.2 Bahan........................................................................................... 27
3.4 Prosedur Penelitian.................................................................................. 27
3.4.1 Pengambilan Sampel................................................................... 27
3.4.2 Preparasin Sampel....................................................................... 27
3.4.3 Ekstraksi Sampel......................................................................... 28
3.4.4 Uji Skrining Fitokimia................................................................. 28
3.4.5 Pembuatan Larutan Fase Organik dan Fase Air.......................... 29
3.4.6 Pembuatan Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih............................ 29
3.4.7 Analisis PSA (Particle Size Analyzer)........................................ 30
3.4.8 Sterilisasi Alat dan Bahan........................................................... 30
3.4.9 Pembuatan Media Nutrient agar (NA)........................................ 30
3.4.10 Peremajaan Propionibacterium acne.......................................... 30
3.4.11 Pembuatan Suspensi Propionibacterium acne............................ 31
3.4.12 Pembuatan Larutan Konsentrasi Ekstrak..................................... 31
3.4.13 Uji Potensi Antibakteri................................................................ 31
3.4.14 Perhitungan Zona Hambat........................................................... 31
3.5 Analisis Data........................................................................................... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 33
4.1 Hasil ....................................................................................................... 33
4.1.1 Hasil Ekstraksi Sampel................................................................ 33
4.1.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau............................. 33
4.1.3 Karakterisasi Nanosuspensi......................................................... 34
4.1.3.1 Analisis Particle size analyzer (PSA)........................ 34
4.1.4 Uji Aktivitas Antibakteri............................................................. 35
4.2 Pembahasan............................................................................................. 36
4.2.1 Ekstrak Daun Sirih Hijau............................................................. 36
4.2.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau ............................ 38
4.2.3 Karakterisasi Nanosuspensi......................................................... 40
4.2.3.1 Analisis Particle size analyzer (PSA)........................ 40
4.2.4 Uji Aktivitas Antibakteri............................................................. 43
4.2.5 Analisis Data............................................................................... 43
BAB V PENUTUP......................................................................................... 45
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 45
5.2 Saran........................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 46
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................... 52
ARTIKEL PENELITIAN................................................................................ 78
CURICULUM VITAE...................................................................................... 86

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Formulasi Nanosuspensi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)............... 29
Tabel 3.2 Kategori Diameter Zona Hambat........................................................ 32
Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi Daun Sirih Hijau (Piper betle)................................... 33
Tabel 4.2 Hasil Uji Skrining Ekstraksi Daun Sirih Hijau................................... 33
Tabel 4.3 Hasil Karakterisasi Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau
Menggunakan Particle Size Analyzer (PSA)...................................... 34
Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstak Daun Sirih Hijau Pada
Bakteri Propionibacterium Acne........................................................ 35
Tabel 4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Nanosuspensi Ekstak Daun Sirih
Hijau Pada Bakteri Propionibacterium Acne..................................... 36

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daun Sirih Hijau (Piper betle L.).................................................... 5
Gambar 2.2 Bakteri Propionibakterium acne..................................................... 8
Gambar 2.3 Kulit Jerawat................................................................................... 10
Gambar 2.4 Struktur Kimia Asam Asetat........................................................... 15
Gambar 2.5 Struktur Kimia Asam Klorida......................................................... 15
Gambar 2.6 Struktur Kimia Asam Sulfat............................................................ 16
Gambar 2.7 Struktur Kimia Aquades.................................................................. 16
Gambar 2.8 Struktur Kimia Etanol..................................................................... 17
Gambar 2.9 Struktur Kimia FeCl3....................................................................... 17
Gambar 2.10 Struktur Kimia Magnesium........................................................... 18
Gambar 2.11 Struktur Kimia Tween 80.............................................................. 18

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja Ekstraksi Daun Sirih Hijau......................................52
Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Media Nutrient Agar...............................53
Lampiran 3. Perhitungan Pengenceran Larutan Ekstrak Kental Daun Sirih .....54
Lampiran 4. Perhitungan Pengenceran Larutan Nanosuspensi Ekstrak
Kental Daun Sirih Hijau................................................................55
Lampiran 5. Perhitungan Pengenceran Larutan Formulasi Nanosuspensi
Ekstrak Kental Daun Sirih Hijau...................................................56
Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau......................57
Lampiran 7. Hasil Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau..............................59
Lampiran 8. Hasil Particle Size Analyzer Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih
Hijau...............................................................................................60
Lampiran 9. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sirih Hijau............63
Lampiran 10. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Nanosuspensi Ekstrak Daun
Sirih Hijau......................................................................................64
Lampiran 11. Hasil Uji One Way Anova Aktivitas Antibakteri Daun Sirih
Hijau ..............................................................................................65
Lampiran 12. Hasil Uji One Way Anova Aktivitas Antibakteri Nanosuspensi
Daun Sirih Hijau ...........................................................................68
Lampiran 13. Surat Telah Melakukan Penelitian.................................................72
Lampiran 14. Surat Keterangan Bebas Laboratorium..........................................73
Lampiran 15. Sertifikat TOEFL...........................................................................74
Lampiran 16. Surat Bebas Perpustakaan Universitas...........................................75
Lampiran 17. Surat Bebas Perpustakaan Fakultas...............................................76
Lampiran 18. Surat Bebas Perpustakaan Jurusan.................................................77

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia pada umumnya memanfaatkan tanaman sebagai bahan
kosmetik, skincare, dan lebih khususnya obat-obatan baik digunakan untuk oral
maupun topikal. Pemanfaatan tanaman bahan alam sebagai obat tradisional banyak
diminati oleh masyarakat, hal ini dikarenakan efek samping obat yang berasal dari
bahan alam lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia
(sintetik). Bahan bakunya mudah ditemukan dan diperoleh, juga harganya yang relatif
murah.
Banyak tanaman bahan alam yang sudah terbukti dapat mengatasi masalah
acne (jerawat). Salah satu tanaman yang digunakan untuk bahan pengobatan jerawat
yaitu sirih hijau. Sirih hijau (Piper betle) merupakan tanaman herbal yang banyak
tumbuh di Indonesia, mudah ditemukan dan telah lama diketahui serta di gunakan
secara turun temurun untuk pengobatan tradisional. Bagian-bagian dari tanaman sirih
seperti akar, biji, dan daun berpotensi untuk pengobatan, tetapi yang paling sering
dimanfaatkan untuk penobatan adalah daunnya. Pemanfaatan daun sirih hijau dalam
pengobatan tradisional ini disebabkan adanya jumlah zat kimia atau bahan alami yang
mempunyai aktivitas sebagai senyawa antimikroba (Suliantari, dkk., 2012).
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ekstrak daun sirih memiliki
manfaat sebagai antibakteri karena didalamnya terdapat kandungan fenol dan
turunannya, terutama tanin, flavonoid, dan saponin yang diketahui sebagai
antibakteri. Daun sirih hijau terdapat kandungan minyak atsiri yang terdiri atas
kadenin, kavikol, sineol, eugenol, karvakrol, terpinen, dan seskuiterpen. Selain itu
juga terdapat saponin, flavonoid dan polifenol. Tanaman yang mempunyai kandungan
senyawa bersifat germisida, ungsida, parasitida, bakteriostatika, serta bersifat
keratolitik dapat dimanfaatkan untuk pengobatan jerawat.
Dalam dunia medis, jerawat dikenal sebagai “Acne”, yaitu peradangan
kronis dari folikel pilocebaceous (Salah satu kelenjar pada kulit), disertai dengan
penyumbatan dan penimbuhan keratin, ditandai dengan adanya komedo, pustule,
nodula dan kista. Penyebab acne sangat banyak (multifaktorial) antara lain faktor
genetik, faktor bangsa ras, faktor makanan, faktor iklin, faktor kebersihan, faktor
penggunaan kosmetik, faktor kejiwaan atau kelelehan.
Acne vulgaris adalah suatu keadaan dimana pori-pori kulit tersumbat
sehingga timbul bruntusan (bintik merah) dan abses (kantong nanah) yang meradang
dan terinfeksi pada kulit. Jerawat sering terjadi pada kulit wajah, leher dan punggung.
Baik laki-laki maupun perempuan (Susanto, 2013).
Jerawat adalah kondisi dimana tersumbatnya pori-pori wajah oleh kotoran
sehingga menyebabkan terjadinya peradangan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri
pada daerah kelenjar sebasea. Peradangan dapat menyebabkan bengkak, kemerahan,
serta rasa nyeri ketika disentuh (Novel, 2014).
Salah satu bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acne, yang
dimana Propionibacterium acne merupakan bakteri gram positif berbentuk batang
dan merupakan flora normal kulit yang secara alami terdapat pada tubuh manusia
yang ikut berperan dalam pembentukan jerawat. Propionibacterium acne mengubah
asam lemak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang menyebabkan sebum menjadi
padat. Jika produksi sebum bertambah, propionibacretium acne juga akan bertambah
banyak yang keluar dari kelenjar sebasea, karena propionibacterium acne merupakan
bakteri pemakan lemak (Rahmi, dkk., 2015).
Dalam suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar berefek secara
terapi sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan efek terapeutik.
Pengobatan yang lazim digunakan untuk mengobati jerawat adalah dengan
menggunakan antibiotik seperti tetrasiklin, eritromisin, dan klindamisin. Namun obat-
obat tersebut memiliki efek samping dalam penggunannya sebagai antijerawat antara
lain iritasi dan penggunaan antibiotik sebagai pilihan pertama dalam penyembuhan
jerawat harus ditinjau kembali untuk membatasi perkembangan resistensi antibiotik
(Dermawan, dkk., 2015).
Suatu obat dapat saja memiliki kelarutan yang baik namun laju disolusinya
lambat (Liversidge et al., 2013). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju
disolusi obat yakni ukuran partikel, luas permukaan dan keterbatasan (Butler et al.,
2012). Salah satu faktor yang mempengaruhi laju disolusi dan kelarutan senyawa obat
adalah ukuran partikel (Savjani et al., 2012).
Telah banyak disarankan untuk menggabungkan obat herbal dengan
nanoteknologi, karena sistem berstruktur nano ada kemungkinan mampu memperkuat
aksi ekstrak herbal yang mengurangi dosis dan efek samping yang diperlukan, dan
meningkatkan bioaktivitas. Salah satu teknologi yang sedang dikembangkan adalah
teknologi nanopartikel. Pada metode dan teknologi ini, partikel dengan ukuran
nanometer (100nm – 1000 nm) (Patel et al, 2016).
Dalam penelitian kali ini akan dilakukan penelitian tentang nanosuspensi,
pada dasarnya suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Nanosuspensi
adalah sistem dispersi koloidal yang 100% mengandung bahan obat dengan ukuran
100 – 1000 nm, mengandung bahan pembawa kecuali sebagai bahan penstabil
surfaktan, polimer atau kombinasi keduanya (Patel et al, 2016).
Dalam penelitian ini ekstrak daun sirih ini dibuat dalam bentuk nanosuspensi
karena jika ekstrak dibuat dalam nanopartikel, maka ukuran partikel akan lebih kecil,
sesuai dengan hukun Noyes Whitney, semakin kecil ukuran partikel, maka semakin
besar luas permukaan, sehingga tujuan dibuatnya nanosuspensi agar supaya saat
partikel masuk ke dalam dinding sel bakteri akan lebih mudah karena ukurannya yang
lebih kecil serta daya hambat yang diperoleh lebih besar.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang formulasi dan uji efektivitas nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau (Piper
betle L.) sebagai anti acne.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana formulasi dan karakterisasi dari nanosuspensi ekstrak daun sirih
hijau (Piper betle L.)?
2. Bagaimana efektivitas sebagai anti acne dari nanosuspensi ekstrak daun sirih
hijau (Piper betle L.)?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk memformulasi dan karakterisasi nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau
(piper betle L.)
2. Untuk mengetahui efektivitas sebagai anti acne dari nanosuspensi ekstrak
daun sirih hijau (Piper betle L.)
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk instansi, diharapkan penelitian ini mampu memberikan informasi
bahwa penggunaan ekstrak kental daun sirih hijau (Piper betle L.) dalam
bentuk nanosuspensi dapat bertidak sebagai anti ance.
2. Untuk peneliti, diharapkan penelitian ini dapat memperluas wawasan, gagasan
serta pengetahuan tentang manfaat dari daun sirih hijau (Piper betle L.)
sebagai anti acne.
3. Untuk masyarakat, menambah wawasan masyarakat mengenai manfaat dari
daun sirih hijau (Piper betle L.).

BAB II
TUJUAN PUSTAKA
2.1 Sirih Hijau (Piper betle L.)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Sirih Hijau
Menurut Tjitrosoepomo (1993) dalam seila 2012, Kedudukan sirih hijau
dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonease
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceace
Genus : Piper
Species : Piper betle L.

Gambar 2.1
Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Sirih merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk
pengobatan. Tanaman sirih hijau (piper betle L.) pada dasarnya hidup subur dengan
ditanam diatas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca
tropika dengan air yang mencukupi. Tanaman ini menyukai tempat yang terbuka atau
sedikit terlindung, tumbuh merambat dan diperbanyak dengan setek batang yang
sudah agak tua yang terdiri dari 4 – 6 ruas (Ni’mah, 2012). Menurut Munawaroh dan
Yuzammi, 2017, Piper betle memiliki ciki khas yaitu daunnya kerap kali berbau
aromatis atau rasa pedas. Bagian dari tumbuhan sirih seperti akar biji, dan daun
berpotensi untuk pengobatan, tetapi paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk pengobatan sariawan, batuk, dan antiseptik untuk mengurangi keputihan. Daun
sirih memiliki potensi sebagai alternatif jerawat antifungi dalam menghambat
pertumbuhan Malassezia furfur penyebab panu maupun ketombe (Carolina & Wulan,
2016; Padma, et al., 2015).
2.1.2 Nama Daerah
Sirih hijau mempunyai beragam nama daerah dantaranya Suruh (Jawa);
seureuh (Sunda); base (Bali); leko, kowak, malo, malu (Nusa Tenggara); dentie,
parigi, gamyeng (Sulawesi; gies, bido (Maluku); sirih, ranub, sereh, surieh (Melayu);
sere (Madura) (Mahendra, 2006 dalam Rahayu 2020).
2.1.3 Morfologi Tanaman Sirih Hijau
Tanaman sirih merupakan tanaman perdu, merambat, batang berkayu,
berbuku-buku dan bersalur. Daun sirih berbentuk jantung, berujung euncing, tumbuh
berselang-seling, bertangkai, teksturnya agak kasar jika diraba dan mengeluarkan bau
khas aromatis jika diremas. Panjang sekitar 6 – 17,5 cm dan lebar 3,5 – 10 cm. Daun
sirih memiliki bunnga majemuk yang berbntuk bulir dan merunduk, buka sirih
dilindungi oleh daun pelindung yang berbentuk bulat panjang dengan diameter 1 mm.
Buah sirih terletak tersembunyi, berbentuk bulat, berdaging dan berwarna kuning
kehijauan hingga hijau keabu-abuan. Batang tanaman berbentuk bulat dan lunak
berwarna hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut
(Inayatullah, 2012).
Tanaman sirih hijau dapat tumbuh didaerah yang memiliki kelembapan yang
cukup tinggi. Dengan sistem pengairan yang baik dan tanah dengan kaya akan materi
organik dapat tumbuh subur. Tanaman sirih hijau merupakan tanaman asli dari
kawasan Indo-Cina, yaitu : Indonesia, Malaysia, Laos, Thailand, India dan tersebar
luas (Sulastri, 2017).
2.1.4 Kandungan Kimia Daun Sirih Hijau
Daun sirih dimanfaatkan sebagai antisariawan, antibatuk, astrigent, dan
antiseptik. Kandungan kimia tanaman sirih adalah saponin, flavonoid, polifenol, dan
minyak astari (Dwivedi and Tripathi, 2014). Senyawa saponin dapat bekerja sebagai
antimikroba, senyawa ini akan merusak membran sitoplasma dan membunuh sel.
Senyawa flavonoid diduga memiliki mekanisme kerja mendenaturasi proltein sel
bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi.
Menurut Hamid (2013) menyebutkan bahwa senyawa kimia yang
terkandung pada daun sirih hujai, diantaranya eugenol, metil eugenol, karvakral,
kavikol, kavibetol, sineol, estragol, karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat,
Vitamin C, Tanin, Gula, Pati, dan Asam amino.
Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mngendung minyak astari 1-
4,2% air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A,B, C, yodium, gula
dan pati. Fenol alam yang terkandung dalam minyak astari memiliki daya antiseptik
5kali lebih kuat dibandingkan fenol biasa (Bakterisiddan fungisid) tetapi tidak
sporasid.
2.1.5 Manfaat Daun Sirih Hijau
Daun sirih hijau (Piper betle) memiliki manfaat sebagai analgesik, amebisid,
antiseptik, fungisid dan lainnya. Digunakan juga untuk mengobati konstipasi, bau
mulut, keputihan, mengobati batuk, sariawan, asma, jerawat, luka bakar dan berbagai
penyakit lainnya (Pinatik et al, 2017).
2.2 Bakteri Propionibacterium Acne
Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora normal
pada kulit manusia, serta dirongga mulut, usus besar, kongjungtiva dan saluran
telinga luar. Bakteri ini mendominasi di daerah folikel sebasea kulit dan dapat
menyebabkan jerawat ketika menginfeksi kulit (Mollerup, et al., 2016).
P.acnes adalah bakteri gram positif yang memiliki bentuk sel batang,
panjang bervariasi antara 1-1,5 µm, nonmotil, tidak membentuk spora dan dapat
tumbuh di udara dan memerlukan oksigen mulai dari aerob atau anaerob fakultatif
sampai ke anaerob. Bakteri ini mampu melakukan fermentasi glukosa sehingga
menghasilkan asam propionat dan asetat dalam jumlah yang banyak (Narulita, 2017).
Bakteri P.acnes ini dapat tumbuh dengan baik di musim dingin dan kurang
tahan pada musim panas, sinar ultraviolet mampu membunuh bakteri ini pada
permukaan kulit dan mampu menembuh epidermis bagian bawah dan bagian atas
dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian bawah glandula
sebasea (Narulita, 2017).
Menurut (Carrol et al., 2017), klasifikasi Propionibacterium acnes adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Divisi : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Famili : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Species : Propionibacterium Acne

Gambar 2.2
Bakteri Propionibacterium acne
2.3 Ekstraksi
2.3.1 Pengertian Ekstraksi
Ektraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Secara garis besar, proses
pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu:
1. Penambahan sejumlah massa pearut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fase
ekstrak
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.

2.3.2 Ekstraksi Maserasi


Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara
merendam simplisia nabati menggunakan pelarut tertentu selama waktu tertentu
dengan sesekali dilakukan pengadukan atau penggojokan (Marjoni, 2016).
Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutnya zat aktif berdasarkan
sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Ekstraksi zat aktif
dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam pelarut yang sesuai selama
beberapa hari pada suhu kamar dan terlindungi dari cahaya. Pelarut yang digunakan,
akan menembus dinding sel dan kemudian masuk ke dalam sel tanaman yang penuh
dengan zat aktif. Pertemuan antara zat aktif dan pelarut akan mengakibatkan
terjadinya proses pelarutan dimana zat akif akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang
berada dalam sel mengandung zat aktif sementara pelarut yang berada diluar sel
belum terisi zat aktif, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara konsentrasi zat akif
didalam dengan konsentrasi zat aktif yang berada diluar sel. Perbedaan konsentrasi
ini akan mengakibatkan terjadinya proses difusi, dimana larutan dengan konsentrasi
tinggi akan terdesak keluar sel dan digantikan oleh pelarut dengan konsentrasu
rendah. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sampai didapat suatu kesetimbangan
konsentrasi larutan antara didalam sel dengan konsntrasi diluar sel (Marjoni, 2016).
2.3.3 Keuntungan dan Kerugian Ekstraksi Secara Maserasi
Ekstraksi secara maserasi tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki. Keuntungan dari penggunaan metode maserasi yaitu peralatan yang
digunakan sangat sederhana, teknik pengerjaan relative sederhana dan mudah
dilakukan, biaya operasionalnya relative rendah, dapat digunakan untuk
mengekstraksi senyawa yang bersifat termolabil karena maserasi dilakukan tanpa
pemanasan. Sedangkan kerugian dari metode maserasi ini yaitu memerlukan bannyak
waktu, Proses penyariannya tidak sempurna karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50%, kemungkinan besar ada beberapa senyawa yang hilang saat
diekstraksi dan sulit diekstraksi pada suhu kamar. Penggunaan pelarut air akan
membutuhkan bahan tambahan seperti pengawet yang diberikan pada awal ekstraksi.
Penambahan pengawet yang dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan
kapang (Marhoni, 2016).
2.4 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan salah satu tahap dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia
dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
pereaksi warna. Skrining Fitokimia meliputi pemeriksaan kandugan senyawa
alkaloida, flavonoida, Steroida, Saponin, dan Tanin (Depkes, 1995 dalam Triska
2021).
Menurut Harbone (1987) dalam Triska (2021), metode yang akan digunakan
atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal,
bersifat semi kuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang
bersangkutan, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari, dan dapat
memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari golongan
senyawa yang dipelajari
2.5 Jerawat

Gambar 2.3
Kulit Jerawat (Riawenni, 2017)
Dalam dunia medis, jerawat dikenal sebagai “Acne”, yaitu peradangan
kronis dari folikel pilocebaceous (Salah satu kelenjar pada kulit), disertai dengan
penyumbatan dan penimbuhan keratin, ditandai dengan adanya komedo, pustule,
nodula dan kista. Jerawat adalah kondisi dimana tersumbatnya pori-pori wajah oleh
kotoran sehingga menyebabkan terjadinya peradangan yang diakibatkan oleh infeksi
bakteri pada daerah kelenjar sebasea. Perdangan dapat menyebabkab bengkak,
kemerahan, serta rasa nyeri ketika disentuh (Novel, 2014).
Pada acne dapat timbul komedo (sumbatan bahan tanduk dalam
pilosebaseus), papula (komedo tertutup yang pecah), pustule (bentukan padat yang
mengalami pelunakan pada puncaknya dengan mengeluarkan nanah), nodul (dari
komedo tertutup penonjolan pada kulit yang lebih besar dari papula) dan kelenjar
parut. Pada seorang gadis berjerawat dapat terjadi premenarke (sebelum menstruasi).
Kadang pada laki-laki, jewarat bisa menetap sampai umur 30 tahunan atau bahkan
lebih. Meskipun pada laki-laki umumnya jerawat lebih cepat berkurang, namun pada
penelitian diketahui justru gejala jerawat yang berat biasanya terjadi pada laki-laki.
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya jerawat antara lain kebersihan
kulit, cuaca, kosmetik, bakteri, hormon, strest fisik maupun mental, dan keturunan.
Selain itu makanan juga termasuk faktor penyebab terjadinya jerawat (Adebomowo,
2005 dalam Riawenni 2017).
Menurut Wasitaatmadja (1997) dalam Riawenni 2017, jerawat terbagi atas 3
jenis yaitu acne vulgaris, acne venenata, acne fisika. Acne vulgaris merupakan
perubahan jumlah konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh berbagai faktor
penyebab, yaitu: genetik, hormonal, cuaca, makanan, dan stres. Acne venenata
merupakan tertutupnya saluran kelenjar sebasea oleh massa eksternal, baik dari
kosmetika, bahan kimia ditempat kerja, deterjen, atau bahkan tekanan dari ikatan
rambut. Acne fisika merupakan saluran keluar kelenjar sebasea menyempit akibat
radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif.
2.6 Nanosuspensi
2.6.1 Definisi Nanosuspensi
Nanokristal atau seringkali disebut juga dengan nanosuspensi karena kristal
obat yang berukuran nanometer tersebut terdispersi dalam medium pendispersinya
berupa larutan stabilisator. Nanosuspensi adalah partikel kristal dengan ukuran
submikron (kurang dari 1000 nm) dan distabilkan oleh stabilisator dipermukaan
partikel (Wang et al, 2013).
Pembentukan nanosuspensi sanngat berguna untuk molekul obat yang
memiliki kelarutan dalam air yang renda, permeabiitas yang buruk atau kombinasi
antara keduanya. Nanosuspensi adalah dispersi koloid submikron dari partikel obat
berukuran nano yang distabilkan oleh surfaktan dalam media dispersi cair
(Sutrandhar et al, 2013).
Nanosuspensi dapat dibentuk dengan pendekatan top-down dan bottom-up.
Pendekatan top-down melibatkan reduksi ukuran partikel besar ke kisaran nanometer
sedangkan bottom-up menghasilkan nanopartikel dengan melarutkan bahan obat
kedalam pelarut organik kemudian ditambahkan anti-solvent sehingga terjasi
presipitasi (Aukunuru et al., 20114). Teknik yang sering kali digunakan dalam
pembuatan nanosuspensi adalah top-down. Teknik top-down seringkali digunakan
karena kemudahan proses scale-up, bebas dari pelarut organik dan stabilitas dari
ukuran partikel yang dihasilkan (Zhang et al., 2014).
2.6.2 Metode Pembuatan Nanosuspensi
Terdapat dua metode pembuatan nanosuspensi yaitu teknologi bawah ke atas
(bottom up technology) dan teknologi atas ke bawah (top down technology). Pada
metode bottom up technology, obat dilarutkan paa suatu pelarut (organik), sehingga
obat terdispersi dalam pelarut kemudian ditambahkan pelarut lain sehingga pelarut
akan menguap dan menyebabkan pengendapan partikel halus obat (bentuk fines).
Bottom up technology terdiri dari metode pengendapan (precipitation). Sedangkan
top down technology merupakan suatu proses desintegrasi dari partikel besar menjadi
nanopartikel. Yang termasuk dalam top down technology adalah metode
homogenisasi tekanan tinggi (high-pressure homogenization), metode millinh
(milling metods), metode difusi emulsi (emulsion diffusion method), metode
pelelehan emulsi (melt emulsification method) dan metode superkritikal (supercritical
fluid method) (Zhang et al., 2014).

2.6.3 Sediaan yang Dibuat dengan Metode Nanosuspensi


Pembuatan nanosuspensi menggunakan metode pengendapan/presipitasi.
Metode nanopresipitasi dilakukan dengan cara melarutkan z.a di dalam pelarut
organik, kemudian ditambahkan campuran larutan surfaktan dalam aquades.
Campuran keduanya diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik (Jadhav dkk,
2018).
2.6.4 Keuntungan Metode Nanosuspensi
Keuntungan nanosuspensi telah membawa banyak kemudahan dan manfaat
bagi orang-orang. Seperti penggunaan obat intravena yang dapat menurunkan
toksisitas dan meningkatkan efek kuratif serta dapat meningkatkan waktu paruh obat.
Dengan mengurangi ukuran partikel obat mengalami peningkatan dalam derajat
kelarutan. Nanosuspensi memiliki beberapa keuntungan yaitu meningkatkan
kelerutan, laju disolusi dan ketersediaan hayati obat (Malamatari et al, 2018),
mengurangi dosis yang diberikan dengan efek samping yang rendah (Al-Kassas et al,
2017).
2.6.5 Particle Size Analyzer (PSA)
Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui
ukuran partikel (Ali, 2016):
1. Lebih akurat. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat
jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti SEM.
Hal ini dikarenakan partikel didispersi ke dalam media sehingga ukuran
partikel yang erukur adalah ukuran dari single particle.
2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat menggambarkan
keseluruhan kondisi sample.
3. Rentang pengukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer.
Analisis ukuran paktikel bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel pada
larutan nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau yang dibuat. Analisis ukuran partikel
dilakukan dengan menggunakan analisis Particle Size Analyzer (PSA). Dari hasil
pengujian didapatkan hasil ukuran partikel dari nanosuspensi ukuran partikel 146,2
nm, 133,4 nm, dan 150,4 nm yang dimana termasuk dalam range nano yaitu < 1000
nm. Menurut Buzea et al (2007) dalam Istiqamah (2021), ukuran nanopartikel yang
disepakati secara umum memiliki ukuran dibawah 1 mikron atau 1000 nm, namun
ukuran dibawah 500 nm memiliki karakteristik yang lebih baik. Pengujian analisis
Particle Size Analyzer (PSA) ini dilakukan secara kualitatif ataupun kuantitatif.
2.7 Antibakteri
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan
serta perusakan bahan oleh mikroorganisme. Antimikroba meliputi golongan
antibakteri, antimikotik, dan antiviral (Ganiswara, 1995 dalam Wardaniati, 2021).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoptlasma sehingga menyebabkan keluarnyabahan makanan
dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja
enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Di bidang farmasi,
bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang
dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa
antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosial, dan bakteriolitik (Pelczar
dan Chan, 1998 dalam Yulinar 2020).
2.8 Preformulasi
2.8.1 Asam Asetat
Asam asetat memiliki ciri-ciri yaitu cairan jernih, tidak berwarna, bau
menusuk, rasa asam tajam. Kelarutannya dapat bercampur dengan air dan etanol
(95%) dan dengan gliserol. Kegunaannya sebagai pereaksi. Memiliki berat molekul
60. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat.
Gambar 2.4 Struktur Kimia Asam Asetat (Dirjen POM, 1979).
2.8.2 Asam Klorida (HCL)
Asam klorida atau biasa disebut dengan HCl memiliki ciri-ciri cairan tidak
berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan
bau hilang. Memiliki kelarutan yang sangat encer masih bereaksi dengan asam kuat
terhadap kertas lakmus. Digunakan sebagai zat tambahan dan penyimpanan di dalam
wadah tertutup rapat (Dirjen POM, 1979).

H Cl

Gambar 2.5 Struktur Kimia Asam Klorida (HCL) (Dirjen POM, 1979).
2.8.3 Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat atau biasa disebut juga H2SO4 memiliki ciri-ciri yaitu cairan
kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan dalam air
menimbulkan panas. Memiliki kelarutan jika bercampur dengan air dan etanol akan
menimblkan panas. Disimpan dalam wadah tertutup rapat. Dan untuk kegunaannya
digunakan sebagai katalisator (Dirjen POM, 1979).
O
H O S O H
O
Gambar 2.6 Struktur Kimia Asam Sulfat (H2SO4) (Dirjen POM, 1979).
2.8.4 Aquadest
Aquadest atau Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
Aquadest merupakan larutan yang memiliki rumus struktur H2O, digunakan sebagai
pelarut. Berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai
rasa (Depkes RI, 1979). Air banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan dan pelarut
dalam pengolahan, formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif farmasi
(API) dan intermediet, dan reagen nalitis. Nilai spesifik dari air yang digunakan untuk
aplikasi tertentu dalam konsentrasi hingga 100% (Rowe et al., 2009).

O
H H
Gambar 2.7 Struktur Kimia Aquadest (Rowe et al., 2009)
2.8.5 Etanol
Etanol memiliki ciri-ciri: cairan jernih, mudah menguap dan mudah
bergerak; tidak berwarna; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan
nyala biru dengan bobot jenis 0,8860-0,8863g/cm3. Kelarutan dapat bercampur
dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik. Penyimpanan
dilakukan dalam wadah tertutup rapat dan jauhkan dari api (Ditjen POM, 1979).
Gambar 2.8 Struktur Kimia Etanol (Rowe et al., 2003)
2.8.6 FeCl3
FeCl3 memiliki ciri-ciri hitam kehijauan, warna jingga dari garam hidrat
yang telah berpengaruh oleh kelembaban, larut dalam air, larutan beropalesensi
berwarna jingga, kegunaan sebagai zat tambahan, memiliki berat molekul 162,2.

Cl- Cl-
Fe
Cl-
Gambar 2.9 Struktur Kimia FeCl3 (Dirjen POM, 1979).
2.8.7 Magnesium
Magnesium memiliki ciri-ciri serbuk sangat ringan, putih tidak berbau, rasa
agak basa, magnesium oksida ringan. Kelarutannya sangat sukar larut dalam air,
praktis tidak larut. Penyimpanan disimpan dalam wadah tertutup rapat. Kegunaannya
digunakan sebagai zat tambahan.
Gambar 2.10 Struktur Kimia Magnesium (Rowe et al., 2009)
2.8.8 Mayer
Mayer atau nama lain Hydragyri Subchloridium memiliki ciri-ciri berupa
serbuk halus, berat, putih, tidak berbau, hampir tidak berasa. Jika terkena udara
lambat laun berubah menjadi warna tua. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air,
dalam etanol (95%) p, dalam eter p, dan dalam asam encer dingin. Penyimpanan
dalam wadah tertutup baik, berlindung dari cahaya.
2.8.9 Tween 80
Tween 80 disebut juga sebagai polisorbat 80 (polioksientilen 20 sorbitan
monooleat). Tween 80 memiliki karakteristik cairan berminyak berwarna kuning
pada suhu 25oC dan suhu hangat, serta berasa pahit. Tween 80 larut dalam etanol dan
air, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati. Tween 80 memiliki bobot
jenis 1,08g/cm3 dan nilai HLB 15. Tween 80 stabil untuk elektrolit dan asam serta
basah lemah, saponifikasi terjadi dengan asam basah kuat. Tween 80 harus disimpan
dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, dingin dan kering (Rowe et al,
2003).

Gambar 2.11 Struktur Kimia Twee 80 (Rowe et al., 2003)


2.9 Kajian Penelitian Relevan
2.9.1 Ingenida Hadning, Putri Kurnyaningtyas, Muhammad Thesa Ghozali,
The Formulation Of Lotion Preparations Of Betel Leaf Extract (Piper
Betle).
Pengamatan organoleptik menunjukkan bahwa konsentrasi gum arab yang
dihasilkan berupa losion daun sirih. NS konsentrasi gum arab pada proses formulasi
lotion daun sirih dilakukan selama 1 bulan. Semakin tinggi konsentrasi gum arab,
semakin kental bentuk lotionnya. Berdasarkan pengamatan pH yang diperoleh selama
masa penyimpanan terjadi perubahan sehingga hasil yang diperoleh mendekati
kisaran pH yang diinginkan. Persyaratan pH lotion daun sirih berdasarkan literatur
berada pada kisaran 5,5. Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan losion
berukuran 2x2 cm pada pelat kaca berdasarkan konsentrasi masing-masing losion.
Kemudian disentuh dan digosok. Massa lotion menunjukkan seberapa besar distribusi
homogen pada pelat kaca. Daya rekat diperoleh dengan menghitung panjang
pelekatan atau pergeseran pelat kaca yang telah diolesi lotion. Kemudian ditimpa
dengan beban 1 kg selama 5 menit dan dilepaskan. Pergeseran menunjukkan bahwa
lotion kurang menempel pada area kulit yang dioleskan, dan kemudian dioleskan.
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, sampel yang digunakan
yaitu dauh sirih hijau dan sediaan yang akan dibuat, yaitu sediaan lotion.
2.9.2 Oda Debora, Betty Dwi Kartikasari, The Effect Of Piper Betle Leaf
Extract Lotion To Older People Skin Moisture
Ekstrak losion diperoleh dengan teknik maserasi dan evaporasi
menggunakan etanol 70% hingga diperoleh ekstrak kental daun sirih. Pengukuran
kelembaban kulit dilakukan dengan Digital Moisture Oil Content Analyzer.Analisis
Data Analisis univariat dalam penelitian ini menggambarkan identitas umum
responden yang memuat data jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan status
perkawinan. Dalam analisis ini juga ditampilkan data spesifik yang membahas
tentang status kesehatan kulit, serta status gizi dan hidrasi. Data lain yang termasuk
dalam penelitian ini adalah hasil perhitungan Indeks Barthel untuk setiap responden
lansia.Analisis bivariat digunakan untuk melihat efektifitas pengobatan lotion ekstrak
daun sirih terhadap kelembaban kulit lansia sebagai salah satu faktor yang
mendukung terjadinya luka tekan. Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa data
tidak berdistribusi normal sehingga analisis dilakukan menggunakan uji non
parametrik Wilcoxon.
Berdasarkan data spesifik yang berhubungan dengan tingkat kelembaban
kulit (terdiri dari kadar air dan minyak) sebelum dan sesudah pemberian lotion dan
pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan lotion, menunjukkan bahwa tidak
ada perubahan yang signifikan pada kelompok kontrol untuk tingkat kelembaban,
baik dari kandungan air maupun minyak di kulitnya. Perubahan nyata terlihat pada
perbedaan yang tampak pada kadar air dan minyak setelah pemberian lotion ekstrak
daun sirih selama tiga hari.
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, sampel yang digunakan
daun sirih, sediaan yang akan dibuat yaitu sediaan lotion, dan metode ekstraksi yang
akan digunakan yaitu metode maserasi.
2.9.3 Nazish Jahan, Saba Aslam, Khalil Ur Rahman B, Tuba Fazal, Fareeha
Anwar Dan Rubab Saher, Formulation And Characterisation Of
Nanosuspension Of Herbal Extracts For Enhanced Antiradical
Potential.
Ekstrak tumbuhan (2,5 g) dilarutkan dalam 15 ml aseton dan etanol (3:1)
dengan sonikasi selama 60 detik. Solusi yang dihasilkan kemudian secara bertahap
disuntikkan (1 ml menit -1) dengan jarum suntik yang terhubung ke tabung tipis, ke
dalam 25 ml air yang mengandung PVA 1,5% b/v dengan pengadukan magnet terus
menerus pada 1000 rpm. Emulsi yang dihasilkan kemudian diencerkan dalam 50 ml
larutan PVA (0,2% b/v dalam air) untuk meminimalkan koalesensi dan campuran
terus diaduk (500 rpm) selama 6 jam pada suhu kamar untuk memungkinkan
penguapan pelarut dan pembentukan nanopartikel. Nanosuspensi yang dihasilkan
didinginkan hingga -18 C dan diliofilisasi menggunakan liofiliser untuk mendapatkan
bubuk kering.
Hasil yang didapat mencerminkan bahwa nanosuspensi tanaman menunjukkan
lebih banyak radikal bebas daripada ekstrak tanaman mentah. Nanosuspensi tanaman
bahkan menunjukkan hasil yang lebih baik daripada senyawa standar BHT dan asam
askorbat karena ketika ukuran partikel dikurangi hingga kisaran nano, tidak hanya
luas permukaan tetapi gradien konsentrasi juga meningkat yang menghasilkan
peningkatan dramatis kecepatan disolusi dibandingkan dengan produk mikro, dan
aktivitas ekstrak ditingkatkan dengan merumuskan nanopartikel mereka.
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, metode yang akan
digunakan, yaitu metode Nanosuspensi.
2.9.4 Rety Setyawaty, Widayat, Dewanto, Formulation And Evaluation Of
Physical Characteristics Of Red Rice Extract (Oryza Glaberrima Steud)
Lotion
Tes Lotion. Pengujian sifat fisik lotion yang dilakukan adalah uji pH, uji
homogenitas, uji dispersi, uji daya lekat, dan uji jenis emulsi. Uji homogenitas.
Pengamatan homogenitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya fase pemisahan
suatu sediaan, apakah semua bahan telah tercampur merata dan homogen atau belum
(Zulkarnain, 2015). Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengoleskan lotion pada
objek kaca kemudian dilihat jika tidak terdapat butiran kasar maka lotion yang diuji
homogen. Tes pH. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH
universal. Kertas indikator pH dicelupkan ke dalam sediaan kemudian dicocokkan
dengan warna indikator yang tertera pada wadah. Pengukuran pH sediaan diperoleh
hasil masih memenuhi batas pH fisiologis kulit. Menurut pH kosmetik diusahakan
sama atau sedekat mungkin dengan pH fisiologis kulit yaitu 4,5-6,5 (Muliyawan, dan
Suriana, 2013). Uji daya sebar berarti kemampuan lotion untuk menyebar di kulit.
Tujuan dari uji sebar adalah untuk mengetahui daya hambur yang dapat diambil oleh
sediaan losion yang dibuat. Semakin mudah spread menunjukkan kemampuannya
dalam pemerataan. Penyebaran lotion kurang baik karena penggunaan asam stearat
terlalu besar jika dibandingkan dengan trietanolamin (hampir 4 kali lipat jumlah
trietanolamin). Hal ini menyebabkan lotion menjadi kental. Semakin banyak jumlah
asam stearat yang digunakan maka krim yang dihasilkan juga akan semakin kental
dan tingkat kekentalannya ditentukan oleh banyaknya trietanolamin sebagai
emulgator fase air yang digunakan (Dina et al., 2017).
2.9.5 Resva Meinisasti, Zamharira Muslim, Krisyanella, Raden Sunita, The
Effectiveness Test Of Piper Betle Leaf Ethanol Extract Cream (Piper
Betle Linn) Toward Propionibacterium Acnes Bacterial Growth
Uji aktivitas antibakteri krim ekstrak etanol Daun Sirih dilakukan dengan
metode difusi cakram. Kertas cakram direndam dalam krim FI, FII, FIII, kontrol
positif dan kontrol negatif selama 5 menit dan dikeringkan dalam oven selama 10
menit pada suhu 45. Kertas cakram kemudian diletakkan di atas permukaan media
yang diinokulasi bakteri. Petri dibiarkan pada suhu kamar selama 1 jam sebelum
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Aktivitas antibakteri ditentukan dengan
mengukur diameter zona hambat. Untuk kontrol positif digunakan klindamisin.
Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan.
Hasil zona hambat yang terdapat pada krim dengan bahan aktif ekstrak
etanol Daun Sirih Hijau adalah terbentuknya zona bening pada media pertumbuhan
bakteri Propinibacterium acnes pada perlakuan konsentrasi ekstrak 5%, 10% dan 15%
yang dihasilkan. Berdasarkan tabel zona hambat ekstrak etanol Daun Sirih, kontrol
positif yang digunakan adalah Clindamycin yang memiliki diameter hambat 21,8
dengan kategori sangat kuat. Seperti yang terlihat pada tabel, ekstrak etanol Daun
Sirih dengan konsentrasi 15% memiliki daya hambat yang hampir sama dengan
klindamisin. Jika dibandingkan dengan hasil zona hambat antara krim yang
mengandung ekstrak etanol Daun Sirih dan ekstrak etanol Daun Sirih terdapat
perbedaan, dimana pada ekstrak etanol daun sirih yang telah digunakan sebagai krim
mengalami penurunan daya hambat. Hal ini disebabkan ekstrak dalam krim masih
harus melepaskan carrier base sebelum menembus kulit.
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, sampel yang digunakan
daun sirih, dan bakeri yang digunakan yaitu bakteri Propionibakterium acne.
2.9.6 Rachmayanti Dewi, Amelia Febriani,, Desy Muliana Wenas, Uji
Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Daun Sirih (Piper Betle L.)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium Acnes Dan Khamir
Malassezia Furfur
Daun sirih memiliki potensi sebagai alternatif jerawat dan antifungi dalam
menghambat pertumbuhan Malassezia furfur penyebab panu maupun ketombe
(Carolina & Wulan, 2016; Padma, et al. 2015.Hasil ekstraksi 120 g serbuk kering
daun sirih dengan pelarut metanol diperoleh ekstrak kental sebesar 17,2 g dengan
persentase rendemen sebesar 14,33%. Hasil analisis varian data pada bakteri
Propionibacterium acnes dan khamir Malassezia furfur didapatkan distribusi data
normal, namun tidak homogen, maka digunakan Ui Non Parametrik Kruskal Wallis
yang hasil menunjukkan terdapat perbedaan sehingga dilakukan uji Mann Whitney.
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, sampel yang digunakan
daun sirih, bakeri yang digunakan yaitu bakteri Propionibakterium acne, dan metode
ekstraksi yang akan digunakan yaitu metode maserasi.
2.9.7 Indarto, Windy Narulita, Bambang Sri Anggoro, Aulia Novitasari,
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong Terhadap
Propionibacterium Acnes
Ekstrak daun binahong pernah diujikan pada bakteri gram negatif yaitu
bakteri Escherichia coli dengan konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Hasil uji
menunjukkan bahwa perasan daun binahong memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Escherichia coli secara in vitro. Hasil uji juga menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi maka akan semakin besar daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri dan
konsentrasi paling optimal yang dapat menghambat adalah konsentrasi 100%
(Ainurrochmah, Ratnasari, & Lisdiana, 2013).
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun binahong menggunakan metode
difusi agar dengan teknik sumur (cup plate technique). Uji aktivitas antibakteri
dilakukan dengan cara membuat sumuran pada media NA (diameter sumuran ± 6,7
mm) pada media Nutrient Agar yang sudah ditanam dengan bakteri uji. Setiap cawan
dibuat 3 sumuran menggunakan tip mikro pipet, kemudian pada setiap sumuran
dimasukkan ekstrak daun binahong dengan konsentrasi yang berbeda. Klindamisin
digunakan sebagai uji kontrol positif sedangkan uji kontrol negatif menggunakan
aquades steril. Media yang sumurannya telah ditetesi dengan larutan uji kemudian
diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 kali 24 jam dalam kondisi anaerob. Setelah
diinkubasi maka dilakukan pengukuran zona hambat dengan menggunakan jangka
sorong.
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, bakeri yang digunakan
yaitu bakteri Propionibakterium acne, dan metode ekstraksi yang akan digunakan
yaitu metode maserasi.
2.9.8 Sukriani Kursia, Julianri S. Lebang, Burhanuddin Taebe, Asril Burhan,
Wa O. R. Rahim, Nursamsiar, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etilasetat Daun Sirih Hijau (Piper Betle L.) Terhadap Bakteri
Staphylococcus Epidermidis.
Daun sirih hijau merupakan salah satu tanaman yang digunakan oleh
masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Ekstrak etilasetat daun sirih hijau
mengandung senyawa antibakteri yang terdiri dari senyawa fenol dan turunannya.
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etilasetat konsentrasi 1%, 3% dan 5%
terhadap S.epidermidis menggunakan metode difusi menunjukkan hasil rata-rata
diameter hambat 0 mm; 9,8 mm; dan 15 mm. Sedangkan untuk kontrol negatif 0 mm
dan kontrol positif 27 mm dalam pelarut etilasetat.
Hasil diameter hambat ektrak tersebut berdasarkan Davis and Stout, 1971
termasuk kategori sedang-kuat sedangkan kontrol positif kategori sangat kuat.
Peningkatan konsentrasi tidak dilakukan karena konsentrasi tersebut cukup besar dan
daya hambatnya sudah masuk kategori kuat.
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, sampel yang digunakan
daun sirih, digunakan ekstrak daun sirih sebagai pengobatan jerawat, dan pelarut yang
digunakan yaitu menggunakan etanol 70%.

2.9.9 Ike Yulia Wiendarlina, Dwi Indriati, Mila Rosa, Aktivitas Antibakteri
Losion Anti Jerawat Yang Mengandung Ekstrak Daun Beluntas
(Pluchea Indica (L) Less.)
Hasil Pembuatan Losion Ekstrak Daun Beluntas, Sediaan losion ekstrak daun
beluntas dibuat dengan menambahkan variasi konsentrasi ekstrak daun beluntas
sesuai hasil uji KHM ekstrak yaitu pada konsentrasi 0% (basis), 10% (F1), 15%(F2),
20%(F3). Hasil dari keempat formula yang dibuat menunjukkan adanya hubungan
antara konsentrasi ekstrak dengan warna sediaan maka makin tinggi konsentrasi
ekstrak maka warna dari sediaan makin pekat.
Hasil Uji LDH Losion Ekstrak Daun Beluntas, Formula 1 yang diujikan
pada bakteri Stapylococcus epidermidis dengan konsentrasi 10% rata-rata zona
hambat yang didapat 3,5 mm, formula 2 konsentrasi 15% adalah 4,5 mm dan formula
3 konsentrasi 20% adalah 6,25 mm, sedangkan pada bakteri Propionibacterium acnes
pada formula 1 konsentrasi 10% didapat 4 mm, formula 2 konsentrasi 15% adalah
5,25 mm dan formula 3 konsentrasi 20% adalah 6,5 mm. Kontrol positif yang
digunakan losion acnol didapat 8 mm terhadap Stapylococcus epidermidis dan 9,5
mm terhadap Propionibacterium acnes terlihat bahwa pada losion acnol zona hambat
yang terukur lebih besar dibandingkan dengan formula ekstrak daun beluntas.
Losion acnol mengandung antibakteri spektrum luas yaitu mampu
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif yang peka. Formula
terbaik dari hasil pengujian terdapat pada formula 3 karna lebar daerah hambat
mendekati hasil dari kontrol positif. Menurut DepKes RI, yang dikutip oleh Agustin
et al. (2013), losion yang baik harus menunjukan susunan yang homogen dan tidak
terlihat bintik-bintik. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan tidak adanya
granul atau bintik pada objek glas.
Hasil pengujian viskositas didapat 443 cp, hasil dari penelitian yang telah
dilakukan hasil memenuhi persyaratan standar viskositas losion. Syarat viskositas
losion menurut SNI 16-4399-1996 yaitu antara 20-500 poice.
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, sedaan yang akan
dibuat, yaitu sediaan lotion antijerawat dan pelarut yang digunakan yaitu etanol 70%.
2.9.10 Muhammad Dzakwan, Widodo Priyanto, Formulasi, Karakterisasi Dan
Aktivitas Antioksidan Nanosuspensi Morin
Hasil uji stabilitas fisik nanosuspensi morin F6 dan F7 tersaji pada tabel 3.
Nanosuspensi morin F6 dan F7 berupa sistem dispersi koloidal berwarna kuning
jernih, transparan, konsistensi sangat encer dengan viskositas sangat rendah antara
5,05 - 6,86 cps. Formula 7 lebih stabil jika dibandingakn dengan F6 karena tidak
terjadi peningkatan ukuran partikel (Zaverage 182,7 nm, gambar 4), memiliki ukuran
partikel yang lebih seragam dengan nilai indeks polidispersitas 0,2. Nilai zeta
potensial yang tinggi (ζ-37,8 mV, gambar 5) menunjukan bahwa SLS sebagai
stabilizer anionik bekerja dengan memberikan muatan sejenis yang menyebabkan
terjadi gaya tolak menolak antarpartikel dan mencegah aglomerasi partikel,
sedangkan Pluronik F68 sebagai penstabil jenis polimer akan teradsorpsi pada
permukaan partikel memberikan efek protektif melalui gaya tolak menolak antar
partikel.
Hasil uji morfologi partikel nanosuspensi morin F7 dengan TEM
menunjukan bentuk partikel sferis dengan ukuran yang seragam dan tidak
menunjukan aglomerasi. Hasil uji aktivitas antioksidan antara morin serbuk murni
dan nanosuspensi menunjukan adanya perbedaan dilihat dari nilai IC50 (tabel 4).
Antioksidan morin serbuk murni sebesar 76,13 μg/ml tidak berbeda jauh dengan hasil
dari literatur sebesar 71,0 μg/ml.
Aktivitas antioksidan nanosuspensi morin meningkat sebesar 2-3 kali
dibandingkan dengan serbuk murninya hal ini disebabkan karena reduksi ukuran
partikel sampai skala nanometer akan meningkatkan luas permukaan spesifik dan
kelarutan partikel sehingga distribusi dan konsentrasi komponen bioaktif akan
semakin besar hal ini proporsional dengan aktivitas antioksidan zat tersebut (Jahan et
al, 2016; Zhao et al, 2019).
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, metode yang akan
digunaka yaitu metode nanosuspensi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Agustus 2022 sampai bulan
September 2022 di Laboratorium Teknologi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain eksperimental, dimana akan
dilalukan pengujian antibakteri terhadap Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper Betle) dan
Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper Betle) sebagai anti acne.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama,
Jepang), inkubator (Climacel, Jerman), magnetic stirrer (Heidolph, Jerman), Particel
Size Analyzer (Horiba PSA SZ-100, Jepang), timbangan analitik (Chyo, Jepang),
timbangan ohause (triple beans, Amerika Serikat).
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam peneltian ini yaitu aquadest, bakteri
Propionibacterium acne, ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.), dragendrof (merk
nitra kimia, etanol (merk MSA), FeCl3 (merk nitra kimia), H2SO4 (merk nitra kimia),
HCl (merk nitra kimia), magnesium (merk nitra kimia), mayer (merk nitra kimia),
tween 80.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel
Sampel penelitian yang digunakan adalah daun sirih hijau (Piper Betle L.)
diambil pada bulan Agustus 2022 yang berasal dari Desa Dulamayo, Kecamatan
Bongomeme, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
3.4.2 Preparasi Sampel
Sampel yang telah disiapkan disortasi basah untuk memisahkan sampel dari
kotoran-kotoran atan bahan asing lainnya. Kemudian sampel dicuci dengan air
mengalir yang bersih untuk menghilangkan tanah atau pengotor lainnya yang melekat
pada sampel. Setelah itu sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan sehingga
benar-benar kering. Sampel yang telah kering dirajang kecil-kecil kemudian di
blender sehingga menjadi serbuk. Serbuk yang dihasilkan diletakkan dan disimpan
dalam wadah (Rasydy dkk, 2019).
3.4.3 Ekstraksi Sampel
Sampel daun sirih hijau (Piper betle l.) diektraksi menggunakan pelarut etanol
96% dengan metode maserasi. Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan dalam toples
dan direndam menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 1000 mL dengan suhu
ruang selama 3 x 24 jam dengan sesekali diaduk menggunakan magnetic strirrer.
Selanjutnya sampel disaring dan dipisahkan antara filtrat dan residu. Diambil filtrat
kemudian dilakukan evaporasi (Depkes RI, 2000 dalam La Ode dkk, 2019).
3.4.4 Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
1. Uji Alkaloid
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam
dua tabung reaksi, kemudian ditambahkan pereaksi dragendrof dan pereaksi
mayer pada masing-masing tabung. Untuk pereaksi dragendrof terdapat
endapan merah, kuning atau jingga menunjukan positif senyawa alkaloid.
Pada pereaksi mayer terdapat endapan putih menunjukkan positif senyawa
alkaloid (Sukriani, 2016).
2. Uji Flavonoid
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan serbuk magnesium sebanyak 0,5 mg
lalu ditambahkan HCl pekat 3 tetes. Warna kuning, hijau, hitam, merah,
merah bata dan orange menunjukan positif flavonoid (Sukriani, 2016).
3. Uji Tanin
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 tetes FeCl3. Warna hijau kehitaman
atau biru tua menunjukkan positif tanin (Sukriani, 2016).

4. Uji Steroid
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 mL H 2SO4 pekat. Adanya steroid
ditandai dengan munculnya warna hijau, ungu, hitam (Sukriani, 2016).
5. Uji Saponin
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 mL air hangat lalu dikocok selama
30 menit. Dilihat busanya dan diukur berapa cm busa yang terbentuk.
Dibiarkan selama 5 menit dan jika busanya tidak hilang ditambahkan HCl 2
N. Apabila masih terdapat busa yang konstan maka menunjukan hasil yang
positif (Sukriani, 2016).
3.4.5 Pembuatan Larutan Fase Organik dan Fase Air untuk Nanosuspensi
Pembuatan larutan fase organik diawali dengan ekstrak kental daun sirih hijau
(Piper betle L.) dimasukkan ke dalam gelas kimia dan dilarutkan dengan etanol,
diaduk larutan sampai homogen dan didapatkan larutan fase organik (Jadhav dkk,
2018).
Pembuatan larutan fase air dibuat dengan cara dimasukkan tween 80 ke dalam
gelas kimia dan dilarutkan dengan aquadest, diaduk larutan sampai homogen dan
didapatkan larutan fase air (Jadhav dkk, 2018).
3.4.6 Pembuatan Nanosuspensi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.).
Tabel 3.1 Formulasi Nanosuspensi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.).
Konsentrasi (%)
Bahan
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Ekstrak Daun Sirih Hijau 0,125% 0,25% 0,5%
(Piper betle L.)
Etanol 96% 10% 10% 10%
Tween 80 10% 10% 10%
Aquadest 17 mL 17 mL 17 mL
Larutan fase organik dicampur pada larutan fase air, dengan cara larutan
organik ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase air. Kemudian diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer pada suhu 45oC dengan kecepatan 1000 rpm selama 1
jam hingga terbentuk nanosuspensi. Nanosuspensi yang terbentuk kemudian
dikarakterisasi menggunakan Particle Size Analyzer (Jadhav dkk, 2018).
3.4.7 Analisis Particle size analyzer (PSA)
Sampel larutan nanosuspensi dimasukkan kedalam kuvet. Kemudian kuvet
dimasukkan ke dalam instrumen dan ditembakkan dengan sinar tampak sehingga
terjadi difraksi. Karakterisasi dengan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer)
bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel, mengukur ukuran butir atau partikel
yang telah terbentuk dalam sampel (Rusli, 2011 dalam Regina 2018).
3.4.8 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian sebelum melakukan pengujian
disterilkan terlebih dahulu. Peralatan yang terbuat dari kaca seperti cawan petri, pipet
tetes, dan gelas kimia dicuci kemudian dikeringkan. Setelah itu semua peralatan dari
gelas dibungkus menggunakan aluminium foil dan selanjutnya dimasukkan kedalam
oven pada suhu 170oC selama 1 jam, pinset dibakar dengan pembakaran diatas api
bunsen dan media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
(Kharisma dan Abdul, 2012).
3.4.9 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Media Nutrient Agar (NA) dibuat dengan cara Nutrient Agar (NA) 2,8 gram
dilarutkan dalam aquades 100 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan panaskan
sampai mendidih. Selanjutnya media tersebut disterilkan dalam autoklaf pada suhu
121oC selama 15 menit, kemudian didinginkan (Rachmayanti dkk, 2019).
3.4.10 Peremajaan Propionibacterium acne
Peremajaan mikroba uji dilakukan dengan cara mengambil biakan awal
mikroba sebanyak satu ose kemudian digoreskan pada bagian permukaan media agar
miring. Untuk bakteri Propionibacterium acne diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
jam (Berlian et al., 2016).

3.4.11 Pembuatan Suspensi Propionibacterium acne


Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan cara beberapa koloni bakteri
diambil menggunakan jarum ose steril, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang berisi larutan NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar
kekeruhan larutan Mc Farland (Berlian et al., 2016).
3.4.12 Pembuatan Larutan Konsentrasi Ekstrak
Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper betle L.),
ditimbang masing-masing ekstrak sebanyak 0,1 gram, 0,2 gram, dan 0,5 gram. Lalu
dilarutkan dengan Aqua pro injeksi 10 ml, sehingga diperoleh variasi konsentrasi
yaitu 1%, 2%, dan 5% (Berlian et al., 2016).
Pembuatan konsentrasi nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.),
ditimbang masing-masing ekstrak sebanyak 0,025 gram, 0,05 gram, dan 0,1 gram.
Lalu dilarutkan dengan Aqua pro injeksi 10 ml, sehingga diperoleh variasi
konsentrasi yaitu 0,125%, 0,25%, dan 0,5% (Berlian et al., 2016).
3.4.13 Uji Potensi Antibakteri
Sebanyak masing-masing 20µl suspensi bakteri uji ditambahkan ke dalam
cawan petri kemudian ditambahkan 10 mL media NA. Cawan pertama dan ke dua
dimasukkan paper disc yang berisi kontrol positif (kloramfenikol) dan kontrol negatif
(aquadest). Cawan ketiga berisi larutan konsentrasi ekstrak daun sirih hijau (Piper
betle L.) dengan beberapa konsentrasi yaitu 1%, 2% dan 5%. Dan cawan keempat
berisi 3 formula nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dengan
beberapa konsentrasi yaitu 0,125%, 0,25%, dan 0,5%. Kemudian diinkubasi selama
24 jam ada suhu 37oC. Zona hambat akan diamati setelah masa inkubasi selama 24
jam. Perlakuan ini dilakukan secara duplo. Pengamatan aktivitas antibakteri
dilakukan dengan mengukur diameter zona bening yang terdapat pada sekitar cakram
dengan menggunakan jangka sorong (Berlian et. al., 2016).
3.4.14 Perhitungan Zona Hambat
Perhitungan diameter zona hambar Tethool (2017):

Rumus : d =
Keterangan :
d = diameter zona hambat
A = diameter vertikal
B = diameter horizontal
Tabel 3.2 Kategori Diameter Zona Hambat (Susanto dkk, 2012)
Diameter Kekuatan Daya Hambat
≤ 5 mm Lemah
6 – 10 mm Sedang
10 – 20 mm Kuat
≥ 21 mm Sangat kuat
3.5 Analisis Data
Untuk mengetahui perbedaan yang bermakna dari uji aktivitas antibakteri
pada nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle l.) yang dapat menghambat
bakteri Propionibacterium acne dengan menggunakan metode analisis satistik One
Way ANOVA pada (α) = 0,01 dengan taraf kepercayaan 99%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Ekstraksi Sampel
Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi Daun Sirih Hijau (Piper betle)
Sampel Berat Sampel Pelarut Berat Ekstrak Rendamen
(g) (mL) Kental (g) (%)
Sirih Hijau 100 1000 13,2 13,2
Sumber Data : Data Primer yang di olah, 2022
Dari Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil ekstraksi daun sirih hijau sebanyak
100 gram yang diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%
sebanyak 1000 mL, menghasilkan ekstrak kental sebanyak 13,2 gram dengan
randemen 13,2%. Hal ini menunjukkan bahwa proses ekstraksi berlangsung dengan
baik, dimana menurut Putri (2017), presentase rendamen dapat dikatakan sempurna
jika hasilnya berkisar antara 10-15%.
4.1.2 Uji Skrining Fitokimia Ekstraksi Daun Sirih Hijau (Piper betle)
Tabel 4.2 Hasil Uji Skrining Ekstraksi Daun Sirih Hijau
Senyawa Pereaksi Hasil Keterangan
Flavonoid Mg + HCl Terbentuk warna Positif
Kuning Flavonoid
Alkaloid Mayer dan Terbentuk warna Positif
Dragendorf jingga Alkaloid
Steroid Asam asetat + Terbentuk warna Positif
H2SO4 hijau Steroid
Saponin Aquadest panas Tidak terbentuk busa Negatif
+ HCl setinggi 1 cm Saponin
Tanin FeCl3 Terbentuk warna Negatif
kuning Tanin
Sumber Data : Data Primer yang di olah, 2022
Tabel 4.2 menunjukkan hasil skrining fitokimia ekstrak daun sirih hijau. Uji
skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat dalam
ekstrak daun sirih hijau. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak
daun sirih hijau mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid yang
ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi warna kuning, dimana menurut
Sukriani (2016) perubahan warna menjadi warna kuning hijau, hitam dan orange serta
merah bata menunjukkan positif flavonoid.
Steroid ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi warna hijau.
Adanya steroid ditandai dengan munculnya warna hijau, ungu, hitam. Sedangkan
alkaloid ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi warna jingga.
Perubahan warna menjadi merah, kuning atau jingga menunjukan positif senyawa
alkaloid. Saponin yang ditandai dengan terbentuknya busa/buih setinggi 1 cm.
Apabila masih terdapat busa yang konstan maka menunjukan hasil yang positif
(Sukriani, 2016).
Tanin, menurut Sukriani (2016) warna hijau kehitaman atau biru tua
menunjukkan positif tanin. Sedangkan jika dilihat pada tabel 4.2 terbentuk warna
kuning, atau tidak adanya warna hijau kehitaman maupun warna biru tua, hal ini
membuktikan bahwa ekstrak daun sirih hijau (Piperbetle l.) tidak mengandung
senyawa tanin.
4.1.3 Karakterisasi Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau
4.1.3.1 Analisis Particle Size Analyzer (PSA)
Tabel 4.3 Hasil Karakterisasi Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau
Menggunakan Particle Size Analyzer (PSA)
Formulasi Size (nm) Size Average (nm) PDI Rata-rata PDI
145,2 0,113
F1 146,15 0,119
147,1 0,125
133,5 0,233
F2 133,35 0,279
133,2 0,325
150,1 0,157
F3 150,35 0,152
150,6 0,147
Sumber Data : Data Primer yang di olah, 2022
Tabel 4.3 menunjukkan hasil karakterisasi nanosuspensi ekstrak daun sirih
hijau formula 1 berada pada ukuran partikel 146,2 nm dengan indeks polidispersitas
0,119, formula 2 berada pada ukuran partikel 133,4 nm dengan indeks polidispersitas
0,279, formula 3 berada pada ukuran partikel 150,4 nm dengan indeks polidispersitas
0,152 yang dimana menurut (Moschwitzer 2010 dalam Istiqamah, 2021) ukuran
partikel yang termasuk dalam range nanosuspensi 100 – 1000 nm.
4.1.4 Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih hijau dan ekstrak nanosuspensi
menggunakan metode difusi cakram, masing-masing menggunakan 3 variasi
konsentrasi. Ekstrak daun sirih hijau menggunakan 1%, 2%, 5%, kontrol positif
kloramfenikol dan kontrol negatif aquadest 10 mL. Sedangkan ektrak nanosuspensi
menggunakan 0,125%, 0,25%, 0,5%, kontrol positif kloramfenikol dan kontrol
negatif aquadest 10 mL. Digunakan jenis bakteri Propionibacterium acne. Cakram
yang telah direndam diletakkan diatas media agar. Pada masing-masing konsentrasi
dilakukan perlakuan replikasi sebanyak 2 kali pengulangan, kemudian diinkubasi
pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dapat dilihat
pada tabet 4.4 dan 4.5 dibawah ini.
Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstak Daun Sirih Hijau
Pada Bakteri Propionibacterium Acne
Diameter zona hambat (mm)
Perlakuan Replikasi Rata-rata Kategori
I II (mm)
1% 5,4 9,7 7,6 Sedang
2% 8,4 7,1 7,8 Sedang
5% 22,5 24,8 23,6 Sangat Kuat
Kontrol (+) 37,3 39,5 38,4 Sangat Kuat
Kontrol (-) 0 0 0 -
Sumber Data : Data Primer yang di olah, 2022
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan hasil untuk konsentrasi 1% memiliki
aktivitas antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 7,6 mm, konsentrasi 2%
memiliki aktivitas antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 7,8 mm,
konsentrasi 5% memiliki aktivitas antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata
23,6 mm, kontrol positif memiliki aktivitas antibakteri dengan diameter zona hambat
rata-rata 38,4 mm dan kontrol negatif tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri.
Tabel 4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Nanosuspensi Ekstrak Daun
Sirih Hijau Pada Bakteri Propionibacterium Acne
Diameter zona hambat (mm)
Perlakuan Replikasi Rata-rata Kategori
I II (mm)
0,125% 7,8 6,7 7,3 Sedang
0,25% 9,5 8,2 8,9 Sedang
0,5% 34,2 35,8 35 Sangat kuat
Kontrol (+) 33,5 39,3 38,4 Sangat Kuat
Kontrol (-) 0 0 0 -
Sumber Data : Data Primer yang di olah, 2022
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan hasil untuk konsentrasi 0,125%
memiliki aktivitas antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 7,3 mm;
konsentrasi 0,25% memiliki aktivitas antibakeri dengan diameter zona hambat rata-
rata 8,9 mm; konsentrasi 0,5% memiliki aktivitas antibakeri dengan diameter zona
hambat rata-rata 35 mm; kontrol positif memiliki aktivitas antibakteri dengan
diameter zona hambat rata-rata 38,4 mm dan kontrol negatif tidak menunjukkan
adanya aktivitas antibakteri.
Pada konsentrasi nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau berbeda dengan
konsentrasi ekstrak daun sirih hijau hal ini dikarenakan nanosuspensi hanya
membutuhkan konsentrasi yang kecil sehingga bisa memberikan efek daya hambat
yang besar, sedangkan ekstrak daun sirih hijau membutuhkan konsentrasi yang
sedikit lebih besar dari pada nanosuspensi sehingga bisa memberikan efek daya
hambat.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper Betle)
Pada penelitian ini digunakan daun sirih hijau sebagai sampel untuk
pembuatan ekstrak. Daun sirih hijau merupakan tanaman yang memiliki kemampuan
sebagai antibakteri. Dalam penelitian Anang (2007) dalam Sukriani (2016)
mengatakan bahwa daun sirih hijau memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap
bakteri Propionibacterium Acnes.
Daun sirih hijau disortasi basah untuk memisahkan dengan pengotor seperti
tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan dalam penelitian dan terbawa
pada saat proses pengumpulan daun sirih hijau. Daun sirih hijau selanjutnya dicuci
dengan air mengalir. Daun sirih hijau yang telah dicuci dirajang untuk memperbesar
luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih mudah berpenetrasi ke dalam sel
sehingga penarikan senyawa kimia yang terkandung dalam sampel lebih maksimal.
Setelah proses perajangan, dilanjutkan proses pengeringan dengan cara dikering-
anginkan. Menurut Prasetyo et al (2013), pengeringan dilakukan untuk menghentikan
reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau perubahan kandungan
kimia yang terdapat pada daun. Selain itu, pengeringan dilakukan di tempat yang
terlindung dari cahaya matahari langsung. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kerusakan pada kandungan kimia daun akibat pemanasan.
Daun sirih hijau yang telah kering disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-
pengotor yang masih terbawa pada saat proses pengeringan. Daun sirih hijau yang
telah disortasi kering dihaluskan menggunakan blender dan diperoleh serbuk
simplisia kering sebanyak 100 gram.
Proses ekstraksi simplisia daun sirih hijau dilakukan dengan metode
maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia daun sirih hijau
dengan etanol 96%. Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah dan
peralatan yang cukup sederhana. Pada maserasi ini, digunakan simplisia sebanyak
100 gram. Proses maserasi dilakukan selama 3 hari, total pelarut etanol 96% yang
digunakan sebanyak 1000 mL. Menurut (Tiwari, et al. 2011 dalam Islely, 2020),
etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan tersari lebih
banyak. Selain itu, flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan etanol pada
proses ekstraksi. Pada penelitian ini menggunakan etanol 96% karena pada uji
antibakteri, air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas antibakteri dimana
air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme yaitu untuk
membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme, dengan menggunakan etanol 96%
yang hanya mengandung 4% air maka dapat mengurangi kontaminasi pada ekstrak.
Filtrat hasil maserasi disaring dengan kain saring yang kemudian dipekatkan dengan
vacum rotary evaporator pada suhu 45-50°C hingga diperoleh ekstrak kental
sebanyak 13,2 gram. Rendeman ekstrak etanol 96% adalah 13,2 %.
4.2.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Uji skeining fitokimia yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid, flavonoid, tanin, steroid dan
saponin. (Tabel 4.2)
1. Uji Alkaloid
Hasil uji alkaloid pada sampel ekstrak daun sirih hijau menunjukkan hasil
yang positif dengan ditandai adanya perubahan warna menjadi jingga.
Menurut Sukriani (2016), hasil positif alkaloid pada uji dragendorff ditandai
dengan terbentuknya warna coklat, orange atau jingga. Pada uji alkaloid
dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Perubahan warna
coklat atau jingga yang terbentuk merupakan komlpeks kalium-alkaloid.
2. Uji Flavonoid
Dalam identifikasi uji flavonoid, digunakan pereaksi HCl pekat dan serbuk
Magnesium. Hasil uji flavonoid pada sampel ekstrak daun sirih hijau
menunjukkan hasil yang positif dengan ditandai adanya perubahan warna
menjadi kuning. Menurut Soerya (2016), penambahan Mg dan HCl pekat
bertujuan untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur
flavonoid sehingga terjadi perubahan warna menjadi merah bata, kuning atau
jingga. Penambahan HCl mengakibatkan adanya reaksi reduksi oksidasi
antara logam Mg sebagai pereduksi dengan senyawa flavonoid.

3. Uji Tanin
Identifikasi senyawa tanin dilakukan dengan menggunakan pereaksi FeCl3.
Hasil dari uji skrining fitokimia ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih
hijau tidak mengandung senyawa tanin karena menghasilkan warna kuning
atau tidak adanya warna hijau kehitaman maupun warna biru tua, hal ini
membuktikan bahwa ekstrak daun sirih hijau (Piperbetle l.) tidak
mengandung senyawa tanin. Pada ekstrak daun sirih hijau tidak terjadi
perubahan warna dengan penambahan FeCl3 karena tidak adanya gugus
hidroksil yang ada pada senyawa tannin (Simaremare, 2014).
4. Uji Steroid
Pada identifikasi senyawa steroid dilakukan dengan menggunakan pereaksi
H2SO4. Hasil dari uji skrining fitokimia ini menunjukkan bahwa ekstrak
daun sirih hijau mengandung senyawa steroid karena terjadi perubahan
warna. Steroid ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi warna
hijau. Menurut sukriani (2016) adanya steroid ditandai dengan munculnya
warna hijau, ungu, hitam. Perubahan warna dikarenakan terjadinya oksidasi
pada golongan senyawa steroid/terpenoid memalui pembentukkan ikatan
rangkap terkonjugasi. Prinsip reaksi dalam mekanisme uji steroid/terpenoid
adalah kondensasi atau pelepasan H2O dan penggabungan karbokation.
Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus hidroksil menggunakan
asam asetat andrihida. Selanjutnya terjadi pelepasan gugus hidrogen beserta
elektronnya, mengakibatkan ikatan rangkap berpindah. Serangan
karbokation menyebabkan adisi elektrofilik, diikuti dengan pelepasan
hidrogen. Kemudian gugus hidrogen beserta elektronnya dilepas akibatnya
senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan
munculnya perubahan warna (Siadi, 2012).
5. Uji Saponin
Identifikasi senyawa saponin dibuktikan dengan terbentuknya busa/biuh
yang stabil ketika dikocok dengan air hangat dan ditambahkan HCl. Hasil
dari uji skrining fitokimia ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hijau
tidak mengandung senyawa saponin. Saponin yang ditandai dengan
terbentuknya busa/buih setinggi 1 cm. Menurut sukriani (2016) apabila
masih terdapat busa yang konstan maka menunjukan hasil yang positif.
Menurut Simaremare (2014) Saponin memiliki mempunyai gugus hidrofilik
dan hidrofob. Saponin pada saat digojok terbentuk buih karena adanya gugus
hidrofil yang berikatan dengan air sedangkan hidrofob akan berikatan
dengan udara. Pada struktur misel, gugus polar menghadap ke luar
sedangkan gugus non–polar menghadap ke dalam. jika hasil positif maka
penambahan HCl 2N bertujuan untuk menambah kepolaran sehingga gugus
hidrofil akan berikatan lebih stabil dan buih yang terbentuk menjadi stabil.
Menurut Setyowati (2014), timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan
adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air
yang terhidrolisis menjadi glukosa. Sedangkan menurut Simaremare (2014)
Saponin memiliki mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofob. Saponin pada
saat digojok terbentuk buih karena adanya gugus hidrofil yang berkaitan
dengan air sedangkan hidrofob akan berikatan dengan udara. Pada struktur
misel, gugus polar menghadap ke luar sedangkan gugus non-polar
menghadap ke dalam. Jika hasil positif maka penambahan HCl 2N bertujuan
untuk menambah kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berkaitan lebih
stabil dan buih yang terbentuk menjadi stabil.
4.2.3 Karakterisasi Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle l.)
4.2.3.1 Analisis Particle Size Analyzer (PSA)
Pada penelitian ini, pengukuran partikel dilakukan dengan menggunakan
analisis Particle Size Analyzer (PSA). Menurut Ali (2016), pengukuran partikel
dengan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) biasanya menggunakan metode
basah. Dimana metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan
material uji. Hal ini dikarenakan partikel didispersi ke dalam media sehingga partikel
tidak saling beraglomarasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang
terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk
distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan
keseluruhan kondisi sampel.
Dari hasil pengujian didapatkan hasil ukuran partikel dari nanosuspensi
ekstrak daun sirih hijau yaitu 133,35 nm dimana termasuk dalam range nano yaitu <
1000 nm. Menurut Buzea et al (2007) dalam Rahmadani (2015), ukuran partikel
nanopartikel yang disepakati secara umum memiliki ukuran dibawah 1 mikron atau
1000 nm, namun ukuran dibawah 500 nm memiliki karakteristik yang lebih baik.
4.2.4 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstak Daun Sirih Hijau dan Nanosuspensi
Ekstrak Daun Sirih Hijau Pada Bakteri Propionibacterium Acne
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut. Metode ini mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus
dan umum digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri. Caranya piper disk
dicelupkan pada masing-masing konsentrasi ekstrak daun sirih hijau ± selama 30
menit hingga 1 jam, kemudian piper disk diangkat menggunakan pinset dan di
letakkan pada media yang berisi bakteri dan media NA yang sudah disiapkan.
Pengujian ini menggunakan kontrol negatif dan kontrol positif. Kontrol
negatif untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelarut terhadap pertumbuhan
bakteri uji. Sehingga diketahui bahwa yang mempunyai aktivitas antibakteri adalah
zat uji bukan pelarut (Dwijendra, 2014). Kontrol negatif yang digunakan adalah
aquades. Dari hasil pengujian yang dilakukan pada kontrol negatif tidak
memperlihatkan terbentuknya zona hambat. Hal ini membuktikan bahwa daya
hambat yang terbentuk tidak dipengaruhi oleh pelarut.
Antibiotik kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif untuk
membandingkan daya hambat antaa obat antibakteri dengan ekstrak daun sirih hijau.
Pemilihan antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif karena kloramfenikol
merupakan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik dengan spektrum luas, yaitu
antibiotik yang memiliki aktivitas terhadap banyak jenis bakteri, virus, jamur dan
protozoa (Sarro 2001 dalam Istiqamah 2021).
Dari hasil yang tertera pada tabel 4.4 menunjukan bahwa ekstrak etanol 96%
daun sirih hijau memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium
acne, ditunjukan dengan adanya zona bening pada konsentrasi 1% dengan diameter
7,6 mm; konsentrasi 2% dengan diameter 7,8 nm dan konsentrasi 5% dengan
diameter 23,6 nm. Ekstrak etanol 96% daun sirih hijau aktif sebagai antibakteri
dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak. Berdasarkan hasil
penapisan fitokimia, ekstrak etanol 96% daun sirih hijau mengandung senyawa
flavonoid, alkaloid dan steroid. Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki
aktivitas antibakteri. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid, saponin, steroid,
glikosida, tanin, fenol dan alkaloid (Harbone, 1987 dalam Rahmadani, 2015).
Sedangkan pada pengujian aktivitas antibakteri nanosuspensi ekstrak daun
sirih hijau menunjukkan pada konsentrasi 0,125% diameter rata-rata zona hambat
yang terbentuk yaitu 7,3 mm dimana termasuk dalam kategori sedang; konsentrasi
0,25% diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk yaitu 8,9 mm dimana termasuk
dalam kategori sedang dan konsentrasi 0,5% diameter rata-rata zona hambat yang
terbentuk yaitu 35 mm dimana termasuk dalam kategori sangat kuat. Pemilihan
konsentrasi yang digunakan berdasarkan pada penelitian sebelumnya.
Berdasarkan penelitian tersebut membuktikan bahwa dengan dibuatnya
nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau maka aktivitas antibakteri yang terbentuk akan
semakin besar, Hal ini karena nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau mempunyai luas
permukaan yang besar sehingga kemungkinan kontak dengan dinding
mikroorganisme sangat baik. Menurut Lakshmi (2010) dalam Siregar (2019) Secara
definisi nanosuspensi adalah sebuah sistem dua fase yang terdiri dari partikel obat
murni yang didispersikan di dalam media cair dimana diameter dari pertikel
tersuspensi ukurannya lebih kecil dari 1 µm yang distabilkan oleh surfaktan.
Penurunan ukuran partikel tersebut berarti meningkatkan luas permukaan,
peningkatan kecepatan palarutan dan dapat pula meningkatkan kelarutan senyawa
aktif farmasi tersebut dalam air. Beberapa senyawa aktif farmasi dapat ditingkatkan
bioavailabilitasnya setelah mereduksi ukuran partikelnya menjadi ukuran nanometer.
4.2.5 Analisis Data
Dari data hasil pengujian diameter zona hambat yang diperoleh dilanjutkan
dengan melakukan analisis statistik untuk melihat pengaruh perlakukan terhadap
bakteri. Uji statistik yang digunakan yaitu uji statistik menggunakan aplikasi SPSS
untuk memperoleh data yang lebih spesifik pada aktivitas antibakteri nanosuspensi
ekstrak daun sirih hijau.
Uji statistik yang digunakan yaitu uji One Way Anova dengan taraf
kepercayaan 99% atau tingkat sgnifikan (α) = 0,001 untuk mengetahui perbedaan
bermakna diantara seluruh kelompok perlakuan. Uji statistik One way Anova
digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata perlakuan pada suatu percobaan untuk
lebih dari dua kelompok dengan cara membandingkan variasinya (Ghozali, 2009
dalam Istiqamah 2021). Dalam hal ini, uji One Way Anova digunakan untuk melihat
apakah terdapat perbedaan yang signifikan (bermakna) terhadap aktivitas antibakteri
antar tiap kelompok perlakuan. Adapun hasil uji statistik terhadap aktivitas
antibakteri pada bakteri Propionibacterium acne yaitu diperoleh nilai signifikan lebih
kecil daripada 0,01 (p<0,01) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
atau perbedaan secara bermakna terhadap diameter zona hambat antar kelompok
perlakukan.
Kemudian dilanjtkan dengan uji LSD (Least Significant Different), uji ini
dilakukan untuk membandingkan ada tidaknya perbedaan bermakna tiap kelompok.
Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan yang signifikan atau bermakna bila nilai
signifikan tiap kelompok perlakuan krang dari 0,01 (≤0,01) (Yuliani dkk, 2016).
Dimana hasil pengujian LSD pada bakteri Propionibacterium acne menunjukkan
bahwa kontrol negatif dan kontrol positif terdapat perbedaan, dimana nilai p<0,01,
hal ini dikarenakan aquadest tidak memiliki kandungan senyawa sebagai antibakteri.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau dengan
konsentrasi 0,5% memiliki aktivitas sebagai antibakteri dengan diameter rata-rata
daya hambat 35 mm. Dapat diketahui semakin tinggi konsentrasi nanosuspensi
ekstrak daun sirih hijau yang digunakan maka daya hambat yang dihasilkan semakin
besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Pelczar & Chan (1988) dalam Istiqamah
(2021), semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, maka semakin besar diameter
daerah hambat yang terbentuk.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu:
1. Daun sirih hijau dapat diformulasikan menjadi nanosuspensi ekstrak daun
sirih hijau dengan menggunakan etanol dan tween 80. Hasil karakterisasi
nanosuspensi daun sirih hijau didapatkan ukuran partikel yang kecil dan PDI
yang terdistribusi homogen, dengan rata-rata ukuran partikel yang dihasilkan
yaitu 133,4 nm dan rata-rata PDI 0,279.
2. Hasil uji efektivitas dari nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau terhadap
bakteri Propionibakterium acne termasuk dalam kategori sangat kuat dengan
diameter rata-rata paling tinggi diperoleh pada konsentrasi 0,5% dimana
memiliki daya hambat sebesar 35 mm.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan
nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau berupa sediaan lotion nanosuspensi
ekstrak daun sirih hijau beserta evaluasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, I., & Dermawan, D. 2015. Teknologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Achermann Y, Ellie JC, Goldstein, Tom C, Mark ES. 2014. Propionibacterium
acnes: from Commensal to Opportunistic Biofilm-Associated Implant
Pathogen. Clinical Microbiology Review, 27(3), 419-440.
Adebamowo CA, et al. 2005. Journal of the American Academy of Dermatology,
High School Dairy Intake and Teenage Acne.
Afrianti, Herlina, Leni. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta
Agrawal V. Bhagwat AM, Sawant CS. Sesame Oil. 2014. Incorporated Medium For
Isolation And Enumeration Of Lipophilic Yeasts. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research, 5(7).
Agustina, P., & Ningsih, I. W. 2017. Observasi Pelaksanaan Praktikum Biologi di
Kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Surakarta T.A. 2015/2016 Ditinjau dari
Standar Pelaksanaan Praktikum Biologi. Bioeducation Journal, Volume 1
No 1.
Ahmad, Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Al-Kassas R, Bansal M and Shaw J., 2017. Nanosizing Techniques for Improving
Bioavailability of Drugs, J Control Release, 28 (260):202–212
AlQahtani, S. J., Hector, M. P., dan Liversidge, H. M. (2014). Accuracy of Dental
Age Estimation Charts:Schour and Massler, Ubelaker, and the London
Atlas. American journal of physical anthtropology.
Anief, M. 1988. Ilmu Meracik Obat, teori dan praktek. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Anief, M, 2014. Manajemen Farmasi. Gadjah Mada Universit : Yogyakarta.
Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Ibrahim,
F., Edisi IV, 605-619, Jakarta, UI Press.
Arunkumar, N., Deecaraman, M., Rani, C., Mohanraj, K.P., dan Kumar, K.V. 2009.
Preparation and Solid State Characterization of Atorvastatin
Nanosuspensions for Enhanced Solubility and Dissolution. International
Journal of PharmTech Research. 1(4): 1725-1730.
Aukunuru, J., Joginapally, S., Gaddam, N., Burra, M., Bonepally, C. R., & Prabhakar,
K. (2014). Preparation, characterization and evaluation of
hepatoprotective activity of an intravenous liposomal formulation of
bisdemethoxy curcumin analogue (BDMCA). Int J Drug Dev & Res
(IJDDR), 1(1), 37-46.
Aulton, M.E. 2007. Pharmaceutics The Design and Manufacture of Medicines, Third
Edition. Edinburgh London New York Oxford Philadelphia ST Louis
Sydney Toronto.
Ayutiara, Anmar Regina. 2018. Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi di
Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan Tahun 2018. Skripsi: Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Berlian Z, Fitratul A, Weni L. 2016. Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Kemangi
(Ocimum americanum L.) Terhadap Fungi Fusarium oxysporum Schlecht.
Jurnal Biota, 2(1), 99-105.
Butler, H. (2012). Poucher’s Perfumes, Cosmetics and soaps, 10th Edition, Kluwer
Academic Publishers, London.
Bruggeman, H., 2010., Skin: Acne and Propionibancterium acne Genomics.
Handbook of Hydrocarbon and Lipid Microbiology, DOI 10, h. 3216-3223.
Carroll et al., 2017. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta: EGC,
Carolia N, Wulan N. 2016. Potensi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) sebagai
Alternatif Terapi Acne vulgaris. Jurnal Majority, 5(1), 140-145.
Chingunpituk, J. 2007. Nanosuspension Technology for Drug Delivery. Walailak J
Sci and Tech. 4(2): 139-153.
Damayanti, R., Mulyanto dan Mulyono. 2006. Khaisat dan Manfaat Daun Sirih Obat
Mujarab dari Masa ke Masa. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Damayanti RM. 2008. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih Obat Mujarab Dari Masa Ke
Masa. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Argo Media Pustaka.
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378, 535, 612.
Jakarta.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, 434, 436, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Dwivedi, V. and Tripathi, S. 2014. ‘Review study on potential activity of Piper betle’,
Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry JPP, 93(34), p. 9398.
Tersedia dalam:
http://www.phytojournal.com/vol3Issue4/Issue_nov_2014/17.1.pdf.
Elshabarina., 2018. 33 Daun Dahsyat Tumpas Berbagai Macam Penyakit.
Yogyakarta: C-Klik Media.
Darmadi, Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung:
Alfabeta.
Feng Y, Spezia M, Huang S, Yuan C, Zeng Z, Zhang L, et al. 2014. Breast Cancer
Development And Progression: Risk Factors, Cancer Stem Cells, Signaling
Pathways, Genomics, And Molecular Pathogenesis. Genes &Diseases.
2014;5(2):77–106.
Inayatullah, S. 2012. Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aereus. Universitas Islam Negeri
Jakarta.
Jadhav, A.B., Gawandar, P.R., dan Vitore, G. 2018. Formulation and Evaluation of
Amoxicillin Nanosuspension. International Journal of Universal Print.
4(4): 212-215.
Jaelani. 2009. Ensiklopedi Kosmetika Nabati. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Kumesan, Y.A.N., Yamlean, P.V.Y. and Supriati, H.S., 2013, Formulasi Dan Uji
Aktivitas Gel Antijerawat Ekstrak Umbi Bakung (Crinum Asiaticum L.)
Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara in Vitro, Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(02), pp.18–27.
Koesmiati, S. 1996. Daun sirih (Piper betle Linn) sebagai desinfektan. Skripsi.
Departemen Farmasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 65 hal.
Lakshmi, P., dan Kumar, G.A. 2010. Nano-suspension Technology: A Review.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 2(4): 3540
Malamatari M, Taylor K M G and Malamataris S., 2018. Pharmaceutical
Nanocrystals: Production by Wet Milling and Applications, Drug Discov
Today, 23(3):534–547
Marjoni R. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi. Jakarta: Trans
Info Media;
Mescher AL. 2010. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. New York: McGraw
Hill Medical.
Moeljanto, R.D., Mulyono. 2003. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih, Obat Mujarab
dari Masa ke masa. Agromedia Pustaka; 7-11, Yogyakarta.
Mollerup, S., Nielsen, J. F., Vinner, L. & Hansen, T. A., 2016. Propionibacterium
acnes: Disease-Causing Agent or Common Contaminant? Detection in
Diverse Patient Samples by Next Generation Sequencing. Journal of
Clinical Microbiology, 54(4), p. 980.
More C, Dabhade P., Jain N., Aher B. 2017. Solubility and Dissolution Enhancement
of Gliclazide. Int J Pharm Chem Anal. 2017;2:51–8.
Moschwitzer Jan. 2010. Nanotechnology: Particle Size Reduction Technologie In the
Pharmaceutical Development Proces. Berlin: Early Pharmaceutical
Development.
Munawaroh, E dan Yuzammi. 2017. Keanekaragaman Piper (Piperaceae) Dan
Konservasinya Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi
Lampung. Media Konservasi. Vol. 22 No. 2, 118-128.
Narulita, W. 2017. 'Uji Efektivitas Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia)
Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Propionibacerium acnes Secara
In Vitro'. Skripsi. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Novel, S.S. 2014. 500 Rahasia Cantik Alami Bebas Jerawat. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. Halaman 9-10, 12.
Patel, J. and Kuppachi, S. 2020. AKI in a Patient with Cerebral Toxoplasmosis.
Kidney360. (1): 316-317
Patravale, V.B., Date, A.A., dan Kulkarni, R.M. 2004. Nanosuspensions: A
Promising Drug Delivery Strategy. Journal of Pharmacy and
Pharmacology. 5(6): 827-840.
Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Putri, Y. L., & Utomo, H. 2017. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas
Pelanggan dengan Kepuasan sebagai Variabel Intervening (Studi Persepsi
Pada Pelanggan Dian Compp Ambarawa). Among Makarti, 10(19), 70–90
Rahmayanti, dkk. 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesiapan
Perawat Dalam Melaksanakan Evidence-Based Practice (Ebp): A
Literature Review. Volume 10, Nomor 1, Januari 2019. Versi online:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/6383.
Diakses tanggal 28 Juni 2019.
Rahmi, A.H., Cahyanto, T., Sujarwo, T., dan Lestari, I.R. 2015. Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap
Propionibacterium acnes Penyebab Jerawat. Jurnal ISTEK, Vol IX(1).
Halaman 142-143.
Rusli, Hardijan, 2011, Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Ghalia Indonesia
Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Sangi, M.S., Momuat, L.I. dan Kumaunang, M., 2013. Uji toksisitas dan skrining
fitokimia tepung gabah pelepah aren (Arange pinnata). Manado:
Universitas Sam Ratulangi
Savjani, K. T., Gajjar, A. K. and Savjani, J. K., 2012. Drug Solubility : Importance
and Enhancement Techniques. International Scholarly Research Network,
2012, pp. 1–10
Septiana, A.T., Asnani, A., 2012. Kajian Sifat Fisikokimia Ekstrak Rumput Laut
Coklat Sargassum duplicatum Menggunakan Berbagai Pelarut dan Metode
Ekstraksi. Agrointek 6 (1), 22-28.
Setyowati, W.A.E, dkk. (2014). Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen
Utama Ekstrak Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas
Petruk. Jurnal Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VI. ISBN
(979363175-0): 271-280.
Simaremare, E. S. 2014. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal (Laportea
decumana Roxb). Pharmacy. Volume 11 (1): 98-107
Supardi, 2005. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UII Press
Suliantari., Jenie, B.S.L., dan Suhartono, M.T. 2012. Aktivitas Antibakteri Fraksi-
Fraksi Ekstrak Sirih Hijau Terhadap Bakteri Patogen Pangan. Jurnal
Teknol dan Industri Pangan, Vol XXIII (2). Halaman 217.
Susilarti, Purwati.D.E, Yunita.W.P. 2017. Gambaran Tingkat Pengetahuan Pelihara
Diri Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Status OHI-S Pada Remaja
Karang Taruna. Jurnal Gigi dan Mulut Jurusan keperawatan Gigi
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta; (4) 2: Yogyakarta. 122-127.
Susanto. 2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
Sutradhar, R. 2013. What Caused Marginalization: A Study of the Tea Plantation
Women of Cachar. International Journal of Science and Research, 4(5),
2771-2775.
Sukriyani. (2016). The Effects of Motivation, Compensation, and Work Environment
on the Performance of Local Public Officer. Budapest International
Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal). Vol. 4 (No. 1),
February, 2021, e-ISSN: 2615-3076.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Syarif M Wasitaatmadja. 2011. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Tethol, A.M. 2017. Pengaruh Daya Hambat Sediaan Salep Ekstrak Daun Katuk
(Sauropus androgynus L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri (Staphylococcus
aureus). Skripsi Program Studi Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Kristen Indonesia Tomohon.
Tjitrosoepomo, Gembong., 1993 : Taksonomi Tumbuhan, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, Cetakan pertama, halaman116 – 126.
Tranggono, Latifah. 2007. Buku pegangan ilmu pengetahuan kosmetik. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Tulenan, Rudolof A, Jullie J.Sondakh dan Sherly Pinatik. 2017. Pengaruh Kesadaran
Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bitung. Jurnal
Riset Akuntansi Going Concern. Vol 12 (2), 2017, 296-303.
Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendari
Noerono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 566- 567.
Wasitaatmadja S.M. 2011. Anatomi Kulit. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2011: 3.
Wilkinson, J. B. dan Moore, R. J., 1982, Harry’s Cosmeticology, 7th Ed., 223-
224,236.
Wilson I D, Michael C, Colin F P, Edward R A. 2000. Encyclopedia of Separation
Science. Academic Press. 118-119
Zhao Y, Wang X, Huang Y, Zhou X, Zhang D., 2019. Conversion Of
Immunohistochemical Markers And Breast Density Are Associated With
Pathological Response And Prognosis In Very Young Breast Cancer
Patients Who Fail To Achieve A Pathological Complete Response After
Neoadjuvant Chemotherapy. Cancer Management and Research.
Dovepress; 11:5677–90.

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja

Daun Sirih Hijau

Preparasi Sampel

Ekstrak Kental
Daun Sirih Hijau

Preparasi Nanosuspensi

Fase Organik Fase Air

Nanosuspensi Ekstrak Karakterisasi


Daun Sirih Hijau
Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Media Nutrient Agar

NA → x
= 1000 mL . W2 = 100 mL x 28 gr

= W2 =

= W2 =
= W2 = 2,8 gr
Lampiran 3. Perhitungan Pengenceran Larutan Ekstrak Kental Daun Sirih Hijau
(Piper betle L.)

 Konsentrasi 1% → x 10 = 0,1 gr

 Konsentrasi 2% → x 10 = 0,2 gr

 Konsentrasi 5% → x 10 = 0,5 gr
Lampiran 4. Perhitungan Pengenceran Larutan Nanosuspensi Ekstrak Kental Daun
Sirih Hijau (Piper betle L.)

 Konsentrasi 0,125% → x 10 = 0,025 gr

 Konsentrasi 0,25% → x 10 = 0,05 gr

 Konsentrasi 0,5% → x 10 = 0,1 gr


Lampiran 5. Perhitungan Pengenceran Larutan Formulasi Nanosuspensi Ekstrak
Kental Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
1. Formula 1

Ekstrak = x 20 = 0,025 gr

Etanol 96% = x 20 = 2 ml

Tween 80 = x 20 = 2 ml
Aquadest = 20 ml – (2+2) = 16 ml

2. Formula 2

Ekstrak = x 20 = 0,05 gr

Etanol 96% = x 20 = 2 ml
Tween 80 = x 20 = 2 ml
Aquadest = 20 ml – (2+2) = 16 ml

3. Formula 3

Ekstrak = x 20 = 0,1 gr

Etanol 96% = x 20 = 2 ml

Tween 80 = x 20 = 2 ml
Aquadest = 20 ml – (2+2) = 16 ml

Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokima Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Golongan Pereaksi Sebelum Sesudah Keterangan
Senyawa

Alkaloid Mayer dan Positif jika


Dragendrof terbentuk warna
jingga/orange

Flavonoid Mg + HCl Positif jika


terbentuk warna
kuning, hijau,
hitam, orange
atau merah
bata.

Saponin Air panas + Positif jika


HCl terbentuk bisa
setinggi 1 cm
secara konstan.

Steroid Asam asetat + Positif jika


H2SO4 terbentuk warna
hijau, ungu,
atau hitam.

Tanin FeCl3 Positif jika


terbentuk warna
biru tua atau
hijau
kehitaman.
Lampiran 7. Hasil Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)

Nanosuspensi Ekstrak Daun


Sirih Hijau
Lampiran 8. Hasil Particle Size Analyzer (PSA) Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih
Hijau (Piper betle L.)
1. Formula 1
Replikasi 1
Replikasi 2

2. Formula 2
Replikasi 1
Replikasi 2

3. Formula 3
Replikasi 1
Replikasi 2

Lampiran 9. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Siri Hijau (Piper betle L.)
Bakteri Propionibacterium acne
Replikasi I Replikasi I

Replikasi II Replikasi II

Lampiran 10. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Nanosuspensi Ekstrak Daun Siri Hijau
(Piper betle L.)

Bakteri Propionibacterium acne


Replikasi I Replikasi I

Replikasi II Replikasi II

Lampiran 11. Hasil Uji One Way Anova Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sirih
Hijau (Piper betle L.)

Bakteri Propionibacterium acne


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 10

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 14.43560606

Most Extreme Differences Absolute .173

Positive .173

Negative -.120

Kolmogorov-Smirnov Z .547

Asymp. Sig. (2-tailed) .925

a. Test distribution is Normal.

Descriptives

Diameter rata-rata

95% Confidence
Interval for Mean

Lower Upper
N Mean Std. Deviation Std. Error Bound Bound Minimum Maximum

konsentrasi 1% 2 7.5500 3.04056 2.15000 -19.7683 34.8683 5.40 9.70

konsentrasi 2% 2 7.7500 .91924 .65000 -.5090 16.0090 7.10 8.40

konsentrasi 5% 2 23.6500 1.62635 1.15000 9.0379 38.2621 22.50 24.80

kontrol positif 2 38.4000 1.55563 1.10000 24.4232 52.3768 37.30 39.50

kontrol negatif 2 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00

Total 10 15.4700 14.62054 4.62342 5.0111 25.9289 .00 39.50


Test of Homogeneity of Variances

Diameter rata-rata

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.125E16 4 5 .000

ANOVA

Diameter rata-rata

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1908.686 4 477.171 157.430 .000

Within Groups 15.155 5 3.031

Total 1923.841 9

Multiple Comparisons

Dependent Variable:Diameter rata-rata

99% Confidence Interval


Mean Difference
(I) Perlakuan (J) Perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

LSD konsentrasi 1% konsentrasi 2% -.20000 1.74098 .913 -7.2199 6.8199

konsentrasi 5% -16.10000* 1.74098 .000 -23.1199 -9.0801

kontrol positif -30.85000* 1.74098 .000 -37.8699 -23.8301

kontrol negatif 7.55000* 1.74098 .007 .5301 14.5699

konsentrasi 2% konsentrasi 1% .20000 1.74098 .913 -6.8199 7.2199

konsentrasi 5% -15.90000* 1.74098 .000 -22.9199 -8.8801

kontrol positif -30.65000* 1.74098 .000 -37.6699 -23.6301

kontrol negatif 7.75000* 1.74098 .007 .7301 14.7699

konsentrasi 5% konsentrasi 1% 16.10000* 1.74098 .000 9.0801 23.1199

konsentrasi 2% 15.90000* 1.74098 .000 8.8801 22.9199

kontrol positif -14.75000* 1.74098 .000 -21.7699 -7.7301

kontrol negatif 23.65000* 1.74098 .000 16.6301 30.6699

kontrol positif konsentrasi 1% 30.85000* 1.74098 .000 23.8301 37.8699


konsentrasi 2% 30.65000* 1.74098 .000 23.6301 37.6699

konsentrasi 5% 14.75000* 1.74098 .000 7.7301 21.7699

kontrol negatif 38.40000* 1.74098 .000 31.3801 45.4199

kontrol negatif konsentrasi 1% -7.55000* 1.74098 .007 -14.5699 -.5301

konsentrasi 2% -7.75000* 1.74098 .007 -14.7699 -.7301

konsentrasi 5% -23.65000* 1.74098 .000 -30.6699 -16.6301

kontrol positif -38.40000* 1.74098 .000 -45.4199 -31.3801

*. The mean difference is significant at the 0.01 level.

Diameter rata-rata

Subset for alpha = 0.01

Perlakuan N 1 2 3 4

Duncana kontrol negatif 2 .0000

konsentrasi 1% 2 7.5500

konsentrasi 2% 2 7.7500

konsentrasi 5% 2 23.6500

kontrol positif 2 38.4000

Sig. 1.000 .913 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.


Lampiran 12. Hasil Uji One Way Anova Aktivitas Antibakteri Nanosuspensi Ekstrak
Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)

Bakteri Propionibacterium acne

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 10

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 16.38373007

Most Extreme Differences Absolute .263

Positive .263

Negative -.240

Kolmogorov-Smirnov Z .832

Asymp. Sig. (2-tailed) .493

a. Test distribution is Normal.

Descriptives

Diameter rata-rata

95% Confidence Interval for


Mean

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

konsentrasi 0,125% 2 7.2500 .77782 .55000 .2616 14.2384 6.70 7.80

konsentrasi 0,25% 2 8.8500 .91924 .65000 .5910 17.1090 8.20 9.50

konsentrasi 0,5% 2 35.0000 1.13137 .80000 24.8350 45.1650 34.20 35.80

kontrol positif 2 38.4000 1.27279 .90000 26.9644 49.8356 37.50 39.30

kontrol negatif 2 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00

Total 10 17.9000 16.53663 5.22934 6.0704 29.7296 .00 39.30


Test of Homogeneity of Variances

Diameter rata-rata

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.125E16 4 5 .000

ANOVA

Diameter rata-rata

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2456.790 4 614.198 705.974 .000

Within Groups 4.350 5 .870

Total 2461.140 9
Multiple Comparisons

Dependent Variable:Diameter rata-rata

99% Confidence Interval


Mean Difference
(I) Perlakuan (J) Perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

LSD konsentrasi 0,125% konsentrasi 0,25% -1.60000 .93274 .147 -5.3609 2.1609

konsentrasi 0,5% -27.75000* .93274 .000 -31.5109 -23.9891

kontrol positif -31.15000* .93274 .000 -34.9109 -27.3891

kontrol negatif 7.25000* .93274 .001 3.4891 11.0109

konsentrasi 0,25% konsentrasi 0,125% 1.60000 .93274 .147 -2.1609 5.3609

konsentrasi 0,5% -26.15000* .93274 .000 -29.9109 -22.3891

kontrol positif -29.55000* .93274 .000 -33.3109 -25.7891

kontrol negatif 8.85000* .93274 .000 5.0891 12.6109

konsentrasi 0,5% konsentrasi 0,125% 27.75000* .93274 .000 23.9891 31.5109

konsentrasi 0,25% 26.15000* .93274 .000 22.3891 29.9109

kontrol positif -3.40000 .93274 .015 -7.1609 .3609

kontrol negatif 35.00000* .93274 .000 31.2391 38.7609

kontrol positif konsentrasi 0,125% 31.15000* .93274 .000 27.3891 34.9109

konsentrasi 0,25% 29.55000* .93274 .000 25.7891 33.3109

konsentrasi 0,5% 3.40000 .93274 .015 -.3609 7.1609

kontrol negatif 38.40000* .93274 .000 34.6391 42.1609

kontrol negatif konsentrasi 0,125% -7.25000* .93274 .001 -11.0109 -3.4891

konsentrasi 0,25% -8.85000* .93274 .000 -12.6109 -5.0891

konsentrasi 0,5% -35.00000* .93274 .000 -38.7609 -31.2391

kontrol positif -38.40000* .93274 .000 -42.1609 -34.6391

*. The mean difference is significant at the 0.01 level.


Diameter rata-rata

Subset for alpha = 0.01

Perlakuan N 1 2 3

Duncana kontrol negatif 2 .0000

konsentrasi 0,125% 2 7.2500

konsentrasi 0,25% 2 8.8500

konsentrasi 0,5% 2 35.0000

kontrol positif 2 38.4000

Sig. 1.000 .147 .015

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Lampiran 13. Surat Telah Melakukan Penelitian


Lampiran 14. Surat Keterengan Bebas Laboratorium
Lampiran 15. Sertifikat TOEFL
Lampiran 16. Surat Keterangan Bebas Perpustakaan Universitas
Lampiran 17. Surat Keterangan Bebas Perpustakaan Fakultas
Lampiran 18. Surat Keterangan Bebas Perpustakaan Jurusan
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS NANOSUSPENSI
EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (PIPER BETLE L.) SEBAGAI ANTI
ACNE
Nur Fitri Badjuka1, Robert Tungadi2, Mahdalena Sy. Pakaya3*
1,2,3Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo

*
E-mail: badjukanur@gmail.com

Article Info:
ABSTRACT
Received: -
in revised form: - Green betel leaves contain several compounds, one of which is
Accepted: - flavonoids. Therefore, this green betel plant can be used as an
Available Online: - ingredient for treating skin problems such as acne caused by
Propionibacterium acne bacteria. This study aims to determine the
Keywords: characterization of green betel leaf extract nanosuspension, as well
Green Betel Leaf, Nanosuspension, Anti-
as the effectiveness of green betel leaf extract nanosuspension. This
Acnes, Propinibacterium acne
study used green betel leaf extract with a concentration of 1%, 2%,
5% and green betel leaf extract nanosuspension with a
concentration of 0.125%, 0.25%, 0.5%. Phytochemical screening and
Corresponding Author:
Particle Size Analyzer testing were analyzed descriptively. The
Nur Fitri Badjuka
Jurusan Farmasi
results showed that green betel leaf extract contained alkaloids,
Fakultas Olahraga danKesehatan
flavonoids, and steroids, with antibacterial activity at
Universitas Negeri Gorontalo concentrations of 1% for 7.6 mm, 2% for 7.8% mm, and 5% for 23.6
E-mail: badjukanur@gmail.com mm. The PSA (Particle Size Analyzer) test showed that the size of
the nanosuspension was 146.15 ± 0.119 nm, 133.35 ± 0.279 nm, and
150.35 ± 0.152 nm. The results of the antibacterial test of
nanosuspension of green betel leaf extract against
Propionibacterium acne bacteria with an average diameter of
inhibition of 7.3 mm, 8.9 mm, 35 mm, respectively. This shows that
the characterization of green betel leaf extract nanosuspension can
be distributed homogeneously and the effectiveness of green betel
leaf extract nanosuspension against Propionibacterium acne
bacteria is included in the very strong category

Keywords: Green Betel Leaf, Nanosuspension, Anti-Acnes,


Propinibacterium acne

Copyright © 2022 IJPE-UNG


This open access article is distributed under a Creative Commons Attribution (CC-BY-NC-SA) 4.0 International
license.
How to cite (APA 6th Style):
Badjuka, F. N, Tungadi, R, Pakaya, S, M. (2022). Formulasi Dan Uji Efektivitas Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih
Hijau (Piper Betle L.) Sebagai Anti Acne
Indonesian Journal of Pharmaceutical (e-Journal),x(x), x-x. doi:10.22487/j24428744.xxxx.vx.ix.xxxxx

ABSTRAK

Daun sirih hijau memiliki beberapa kandungan senyawa salah satunya flavonoid oleh karena itu
tanaman sirih hijau ini bisa digunakan untuk salah satu bahan pengobatan masalah kulit seperti
jerawat yang disebabkan oleh bakteri Propionibacterium acne. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakterisasi nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau, serta efektivitas dari
nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau. Penelitian ini menggunakan ekstrak daun sirih hijau
dengan konsentrasi 1%, 2%, 5% dan nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau dengan konsentrasi
0,125%, 0,25%, 0,5%. Skrining fitokimia dan pengujian Particle Size Analyzer dianalisis secara
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hijau mengandung senyawa
alkaloid, flavonoid, dan steroid, dengan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 1% sebesar 7,6
mm, 2% sebesar 7,8% mm, dan 5% sebesar 23,6 mm. Pada pengujian PSA (Particle Size Analyzer)
menunjukan bahwa ukuran nanosuspensi sebesar 146,15±0,119 nm, 133,35±0,279 nm, dan
150,35±0,152 nm. Hasil pengujian antibakteri nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau terhadap
bakteri Propionibacterium acne dengan rata-rata diameter daya hambat masing-masing yaitu
sebesar 7,3 mm, 8,9 mm, 35 mm. Hal ini menunjukkan bahwa karakterisasi nanosuspensi
ekstrak daun sirih hijau dapat terdistribusi secara homogen dan efektivitas dari nanosuspensi
ekstrak daun sirih hijau terhadap bakteri Propionibacterium acne termasuk dalam kategori sangat
kuat.
Kata Kunci: Daun Sirih Hijau, Nanosuspensi, Anti Acne, Propinibacterium Acne
1. PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia pada umumnya memanfaatkan tanaman sebagai bahan
kosmetik, skincare, dan lebih khususnya obat-obatan baik digunakan untuk oral maupun
topikal. Pemanfaatan tanaman bahan alam sebagai obat tradisional banyak diminati oleh
masyarakat, hal ini dikarenakan efek samping obat yang berasal dari bahan alam lebih kecil
dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia (sintetik). Bahan bakunya mudah
ditemukan dan diperoleh, juga harganya yang relatif murah.
Banyak tanaman bahan alam yang sudah terbukti dapat mengatasi masalah acne
(jerawat). Salah satu tanaman yang digunakan untuk bahan pengobatan jerawat yaitu sirih
hijau. Sirih hijau (Piper betle) merupakan tanaman herbal yang banyak tumbuh di Indonesia,
mudah ditemukan dan telah lama diketahui serta di gunakan secara turun temurun untuk
pengobatan tradisional. Bagian-bagian dari tanaman sirih seperti akar, biji, dan daun
berpotensi untuk pengobatan, tetapi yang paling sering dimanfaatkan untuk penobatan
adalah daunnya. Pemanfaatan daun sirih hijau dalam pengobatan tradisional ini disebabkan
adanya jumlah zat kimia atau bahan alami yang mempunyai aktivitas sebagai senyawa
antimikroba
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ekstrak daun sirih memiliki
manfaat sebagai antibakteri karena didalamnya terdapat kandungan fenol dan turunannya,
terutama tanin, flavonoid, dan saponin yang diketahui sebagai antibakteri. Daun sirih hijau
terdapat kandungan minyak atsiri yang terdiri atas kadenin, kavikol, sineol, eugenol,
karvakrol, terpinen, dan seskuiterpen. Selain itu juga terdapat saponin, flavonoid dan
polifenol. Tanaman yang mempunyai kandungan senyawa bersifat germisida, ungsida,
parasitida, bakteriostatika, serta bersifat keratolitik dapat dimanfaatkan untuk pengobatan
jerawat.
Dalam dunia medis, jerawat dikenal sebagai “Acne”, yaitu peradangan kronis dari
folikel pilocebaceous (Salah satu kelenjar pada kulit), disertai dengan penyumbatan dan
penimbuhan keratin, ditandai dengan adanya komedo, pustule, nodula dan kista. Penyebab
acne sangat banyak (multifaktorial) antara lain faktor genetik, faktor bangsa ras, faktor
makanan, faktor iklin, faktor kebersihan, faktor penggunaan kosmetik, faktor kejiwaan atau
kelelehan.
Acne vulgaris adalah suatu keadaan dimana pori-pori kulit tersumbat sehingga
timbul bruntusan (bintik merah) dan abses (kantong nanah) yang meradang dan terinfeksi
pada kulit. Jerawat sering terjadi pada kulit wajah, leher dan punggung. Baik laki-laki
maupun perempuan [18].
Jerawat adalah kondisi dimana tersumbatnya pori-pori wajah oleh kotoran
sehingga menyebabkan terjadinya peradangan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri pada
daerah kelenjar sebasea. Peradangan dapat menyebabkan bengkak, kemerahan, serta rasa
nyeri ketika disentuh [9].
Salah satu bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acne, yang dimana
Propionibacterium acne merupakan bakteri gram positif berbentuk batang dan merupakan
flora normal kulit yang secara alami terdapat pada tubuh manusia yang ikut berperan dalam
pembentukan jerawat. Propionibacterium acne mengubah asam lemak jenuh menjadi asam
lemak jenuh yang menyebabkan sebum menjadi padat. Jika produksi sebum bertambah,
propionibacretium acne juga akan bertambah banyak yang keluar dari kelenjar sebasea, karena
propionibacterium acne merupakan bakteri pemakan lemak. [13]
Dalam suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar berefek secara terapi
sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan efek terapeutik. Pengobatan yang
lazim digunakan untuk mengobati jerawat adalah dengan menggunakan antibiotik seperti
tetrasiklin, eritromisin, dan klindamisin. Namun obat-obat tersebut memiliki efek samping
dalam penggunannya sebagai antijerawat antara lain iritasi dan penggunaan antibiotik
sebagai pilihan pertama dalam penyembuhan jerawat harus ditinjau kembali untuk
membatasi perkembangan resistensi antibiotik [1]
Suatu obat dapat saja memiliki kelarutan yang baik namun laju disolusinya lambat
[2]. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi obat yakni ukuran partikel,
luas permukaan dan keterbatasan [5]. Salah satu faktor yang mempengaruhi laju disolusi
dan kelarutan senyawa obat adalah ukuran partikel [15].
Telah banyak disarankan untuk menggabungkan obat herbal dengan
nanoteknologi, karena sistem berstruktur nano ada kemungkinan mampu memperkuat aksi
ekstrak herbal yang mengurangi dosis dan efek samping yang diperlukan, dan
meningkatkan bioaktivitas. Salah satu teknologi yang sedang dikembangkan adalah
teknologi nanopartikel. Pada metode dan teknologi ini, partikel dengan ukuran nanometer
(100nm – 1000 nm) [9].
Dalam penelitian kali ini akan dilakukan penelitian tentang nanosuspensi, pada
dasarnya suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Nanosuspensi adalah sistem
dispersi koloidal yang 100% mengandung bahan obat dengan ukuran 100 – 1000 nm,
mengandung bahan pembawa kecuali sebagai bahan penstabil surfaktan, polimer atau
kombinasi keduanya [10].
Dalam penelitian ini ekstrak daun sirih ini dibuat dalam bentuk nanosuspensi
karena jika ekstrak dibuat dalam nanopartikel, maka ukuran partikel akan lebih kecil, sesuai
dengan hukun Noyes Whitney, semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar luas
permukaan, sehingga tujuan dibuatnya nanosuspensi agar supaya saat partikel masuk ke
dalam dinding sel bakteri akan lebih mudah karena ukurannya yang lebih kecil serta daya
hambat yang diperoleh lebih besar.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang formulasi dan uji efektivitas nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.)
sebagai anti acne.

2. METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama, Jepang),
inkubator (Climacel, Jerman), magnetic stirrer (Heidolph, Jerman), Particel Size Analyzer (Horiba
PSA SZ-100, Jepang), timbangan analitik (Chyo, Jepang), timbangan ohause (triple beans,
Amerika Serikat).
Bahan yang digunakan dalam peneltian ini yaitu aquadest, bakteri
Propionibacterium acne, ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.), dragendrof (merk nitra kimia,
etanol (merk MSA), FeCl3 (merk nitra kimia), H2SO4 (merk nitra kimia), HCl (merk nitra
kimia), magnesium (merk nitra kimia), mayer (merk nitra kimia), tween 80.
Prosedur Kerja
Pengambilan Sampel
Sampel penelitian yang digunakan adalah daun sirih hijau (Piper Betle L.) diambil
pada bulan Agustus 2022 yang berasal dari Desa Dulamayo, Kecamatan Bongomeme,
Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Preparasi Sampel
Sampel yang telah disiapkan disortasi basah untuk memisahkan sampel dari
kotoran-kotoran atan bahan asing lainnya. Kemudian sampel dicuci dengan air mengalir
yang bersih untuk menghilangkan tanah atau pengotor lainnya yang melekat pada sampel.
Setelah itu sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan sehingga benar-benar kering.
Sampel yang telah kering dirajang kecil-kecil kemudian di blender sehingga menjadi serbuk.
Serbuk yang dihasilkan diletakkan dan disimpan dalam wadah [14]
Ekstraksi Sampel
Sampel daun sirih hijau (Piper betle l.) diektraksi menggunakan pelarut etanol 96%
dengan metode maserasi. Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan dalam toples dan
direndam menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 1000 mL dengan suhu ruang selama 3
x 24 jam dengan sesekali diaduk menggunakan magnetic strirrer. Selanjutnya sampel
disaring dan dipisahkan antara filtrat dan residu. Diambil filtrat kemudian dilakukan
evaporasi [19].
Skrining Fitokimia
6. Uji Alkaloid
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam dua tabung
reaksi, kemudian ditambahkan pereaksi dragendrof dan pereaksi mayer pada
masing-masing tabung. Untuk pereaksi dragendrof terdapat endapan merah, kuning
atau jingga menunjukan positif senyawa alkaloid. Pada pereaksi mayer terdapat
endapan putih menunjukkan positif senyawa alkaloid [16].
7. Uji Flavonoid
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan serbuk magnesium sebanyak 0,5 mg lalu ditambahkan HCl
pekat 3 tetes. Warna kuning, hijau, hitam, merah, merah bata dan orange
menunjukan positif flavonoid [16].
8. Uji Tanin
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 3 tetes FeCl3. Warna hijau kehitaman atau biru tua
menunjukkan positif tanin [16].
9. Uji Steroid
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat. Adanya steroid ditandai dengan
munculnya warna hijau, ungu, hitam [16].
10. Uji Saponin
Larutan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 10 mL air hangat lalu dikocok selama 30 menit. Dilihat
busanya dan diukur berapa cm busa yang terbentuk. Dibiarkan selama 5 menit dan
jika busanya tidak hilang ditambahkan HCl 2 N. Apabila masih terdapat busa yang
konstan maka menunjukan hasil yang positif [16].
Pembuatan Larutan Fase Organik dan Fase Air untuk Nanosuspensi
Pembuatan larutan fase organik diawali dengan ekstrak kental daun sirih hijau (Piper
betle L.) dimasukkan ke dalam gelas kimia dan dilarutkan dengan etanol, diaduk larutan
sampai homogen dan didapatkan larutan fase organik [6].
Pembuatan larutan fase air dibuat dengan cara dimasukkan tween 80 ke dalam
gelas kimia dan dilarutkan dengan aquadest, diaduk larutan sampai homogen dan
didapatkan larutan fase air [6].
Pembuatan Nanosuspensi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.).
Tabel 1 Formulasi Nanosuspensi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.).
Konsentrasi (%)
Bahan
Formula 1 Formula 2 Formula 3

Ekstrak Daun Sirih Hijau 0,125% 0,25% 0,5%


(Piper betle L.)

Etanol 96% 10% 10% 10%

Tween 80 10% 10% 10%

Aquadest 17 mL 17 mL 17 mL

Larutan fase organik dicampur pada larutan fase air, dengan cara larutan organik
ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase air. Kemudian diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer pada suhu 45oC dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 jam
hingga terbentuk nanosuspensi. Nanosuspensi yang terbentuk kemudian dikarakterisasi
menggunakan Particle Size Analyzer [16].
Analisis Particle size analyzer (PSA)
Sampel larutan nanosuspensi dimasukkan kedalam kuvet. Kemudian kuvet
dimasukkan ke dalam instrumen dan ditembakkan dengan sinar tampak sehingga terjadi
difraksi. Karakterisasi dengan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) bertujuan untuk
mengetahui ukuran partikel, mengukur ukuran butir atau partikel yang telah terbentuk
dalam sampel. [14].
Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian sebelum melakukan pengujian
disterilkan terlebih dahulu. Peralatan yang terbuat dari kaca seperti cawan petri, pipet tetes,
dan gelas kimia dicuci kemudian dikeringkan. Setelah itu semua peralatan dari gelas
dibungkus menggunakan aluminium foil dan selanjutnya dimasukkan kedalam oven pada
suhu 170oC selama 1 jam, pinset dibakar dengan pembakaran diatas api bunsen dan media
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit [7].
Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Media Nutrient Agar (NA) dibuat dengan cara Nutrient Agar (NA) 2,8 gram
dilarutkan dalam aquades 100 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan panaskan
sampai mendidih. Selanjutnya media tersebut disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC
selama 15 menit, kemudian didinginkan [12].
Peremajaan Propionibacterium acne
Peremajaan mikroba uji dilakukan dengan cara mengambil biakan awal mikroba
sebanyak satu ose kemudian digoreskan pada bagian permukaan media agar miring. Untuk
bakteri Propionibacterium acne diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam [4].
Pembuatan Suspensi Propionibacterium acne
Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan cara beberapa koloni bakteri
diambil menggunakan jarum ose steril, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
berisi larutan NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar kekeruhan
larutan Mc Farland [4].
Pembuatan Larutan Konsentrasi Ekstrak
Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper betle L.), ditimbang
masing-masing ekstrak sebanyak 0,1 gram, 0,2 gram, dan 0,5 gram. Lalu dilarutkan dengan
Aqua pro injeksi 10 ml, sehingga diperoleh variasi konsentrasi yaitu 1%, 2%, dan 5% [4].
Pembuatan konsentrasi nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.),
ditimbang masing-masing ekstrak sebanyak 0,025 gram, 0,05 gram, dan 0,1 gram. Lalu
dilarutkan dengan Aqua pro injeksi 10 ml, sehingga diperoleh variasi konsentrasi yaitu
0,125%, 0,25%, dan 0,5% [4].
Uji Potensi Antibakteri
Sebanyak masing-masing 20µl suspensi bakteri uji ditambahkan ke dalam cawan
petri kemudian ditambahkan 10 mL media NA. Cawan pertama dan ke dua dimasukkan
paper disc yang berisi kontrol positif (kloramfenikol) dan kontrol negatif (aquadest). Cawan
ketiga berisi larutan konsentrasi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dengan beberapa
konsentrasi yaitu 1%, 2% dan 5%. Dan cawan keempat berisi 3 formula nanosuspensi
ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dengan beberapa konsentrasi yaitu 0,125%, 0,25%, dan
0,5%. Kemudian diinkubasi selama 24 jam ada suhu 37 oC. Zona hambat akan diamati setelah
masa inkubasi selama 24 jam. Perlakuan ini dilakukan secara duplo. Pengamatan aktivitas
antibakteri dilakukan dengan mengukur diameter zona bening yang terdapat pada sekitar
cakram dengan menggunakan jangka sorong [4].
Perhitungan Zona Hambat
Perhitungan diameter zona hambat [9].

Rumus : d =
Keterangan :
d = diameter zona hambat
A = diameter vertikal
B = diameter horizontal
Tabel 2 Kategori Diameter Zona Hambat
Diameter Kekuatan Daya Hambat
≤ 5 mm Lemah
6 – 10 mm Sedang
10 – 20 mm Kuat
≥ 21 mm Sangat kuat
Analisis Data
Untuk mengetahui perbedaan yang bermakna dari uji aktivitas antibakteri pada
nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle l.) yang dapat menghambat bakteri
Propionibacterium acne dengan menggunakan metode analisis satistik One Way ANOVA pada
(α) = 0,01 dengan taraf kepercayaan 99%.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil Ekstraksi Sampel
Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi Daun Sirih Hijau (Piper betle)
Sampel Berat Sampel Pelarut (mL) Berat Ekstrak Rendamen
(g) Kental (g) (%)
Sirih Hijau 100 1000 13,2 13,2
Dari Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil ekstraksi daun sirih hijau sebanyak 100
gram yang diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 1000 mL,
menghasilkan ekstrak kental sebanyak 13,2 gram dengan randemen 13,2%. Hal ini
menunjukkan bahwa proses ekstraksi berlangsung dengan baik, presentase rendamen dapat
dikatakan sempurna jika hasilnya berkisar antara 10-15% [11].
Uji Skrining Fitokimia Ekstraksi Daun Sirih Hijau (Piper betle)
Tabel 4.2 Hasil Uji Skrining Ekstraksi Daun Sirih Hijau
Senyawa Pereaksi Hasil Keterangan
Flavonoid Mg + HCl Terbentuk warna Positif
Kuning Flavonoid
Alkaloid Mayer dan Terbentuk warna Positif
Dragendorf jingga Alkaloid
Steroid Asam asetat + Terbentuk warna hijau Positif
H2SO4 Steroid
Saponin Aquadest panas + Tidak terbentuk busa Negatif
HCl setinggi 1 cm Saponin
Tanin FeCl3 Terbentuk warna Negatif
kuning Tanin
Tabel 4.2 menunjukkan hasil skrining fitokimia ekstrak daun sirih hijau. Uji
skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak
daun sirih hijau. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hijau
mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid yang ditandai dengan terjadinya
perubahan warna menjadi warna kuning, perubahan warna menjadi warna kuning hijau,
hitam dan orange serta merah bata menunjukkan positif flavonoid [15].
Hasil uji alkaloid pada sampel ekstrak daun sirih hijau menunjukkan hasil yang
positif dengan ditandai adanya perubahan warna menjadi jingga. Menurut Sukriani (2016),
hasil positif alkaloid pada uji dragendorff ditandai dengan terbentuknya warna coklat,
orange atau jingga. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan
untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam.
Perubahan warna coklat atau jingga yang terbentuk merupakan komlpeks kalium-alkaloid.
Identifikasi senyawa saponin dibuktikan dengan terbentuknya busa/biuh yang
stabil ketika dikocok dengan air hangat dan ditambahkan HCl. Hasil dari uji skrining
fitokimia ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hijau tidak mengandung
senyawa saponin. Saponin yang ditandai dengan terbentuknya busa/buih setinggi 1
cm.
Steroid ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi warna hijau. Adanya
steroid ditandai dengan munculnya warna hijau, ungu, hitam. Sedangkan alkaloid ditandai
dengan terjadinya perubahan warna menjadi warna jingga. Perubahan warna menjadi
merah, kuning atau jingga menunjukan positif senyawa alkaloid. Saponin yang ditandai
dengan terbentuknya busa/buih setinggi 1 cm. Apabila masih terdapat busa yang konstan
maka menunjukan hasil yang positif [15].
Tanin, warna hijau kehitaman atau biru tua menunjukkan positif tanin. Sedangkan
jika dilihat pada tabel 4.2 terbentuk warna kuning, atau tidak adanya warna hijau kehitaman
maupun warna biru tua, hal ini membuktikan bahwa ekstrak daun sirih hijau (Piperbetle l.)
tidak mengandung senyawa tanin [15].
Karakterisasi Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau
Tabel 3 Hasil Karakterisasi Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau
Menggunakan Particle Size Analyzer (PSA)
Formulasi Size (nm) Size Average (nm) PDI Rata-rata PDI
145,2 0,113
F1 147,1 146,15 0,125 0,119
133,5 0,233
F2 133,2 133,35 0,325 0,279
150,1 0,157
F3 150,6 150,35 0,147 0,152
Tabel 4.3 menunjukkan hasil karakterisasi nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau
formula 1 berada pada ukuran partikel 146,2 nm dengan indeks polidispersitas 0,119,
formula 2 berada pada ukuran partikel 133,4 nm dengan indeks polidispersitas 0,279,
formula 3 berada pada ukuran partikel 150,4 nm dengan indeks polidispersitas 0,152 yang
dimana menurut literatur ukuran partikel yang termasuk dalam range nanosuspensi 100 –
1000 nm [15].
3.4 Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih hijau dan ekstrak nanosuspensi
menggunakan metode difusi cakram, masing-masing menggunakan 3 variasi konsentrasi.
Ekstrak daun sirih hijau menggunakan 1%, 2%, 5%, kontrol positif kloramfenikol dan kontrol
negatif aquadest 10 mL. Sedangkan ektrak nanosuspensi menggunakan 0,125%, 0,25%, 0,5%,
kontrol positif kloramfenikol dan kontrol negatif aquadest 10 mL. Digunakan jenis bakteri
Propionibacterium acne. Cakram yang telah direndam diletakkan diatas media agar. Pada
masing-masing konsentrasi dilakukan perlakuan replikasi sebanyak 2 kali pengulangan,
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil pengujian aktivitas antibakteri
dapat dilihat pada tabet 4.4 dan 4.5 dibawah ini.
Tabel 4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstak Daun Sirih Hijau Pada Bakteri
Propionibacterium Acne
Diameter zona hambat (mm)
Perlakuan Replikasi Rata-rata (mm) Kategori
I II
1% 5,4 9,7 7,6 Sedang
2% 8,4 7,1 7,8 Sedang
5% 22,5 24,8 23,6 Sangat Kuat
Kontrol (+) 37,3 39,5 38,4 Sangat Kuat
Kontrol (-) 0 0 0 -
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan hasil untuk konsentrasi 1% memiliki aktivitas
antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 7,6 mm, konsentrasi 2% memiliki aktivitas
antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 7,8 mm, konsentrasi 5% memiliki aktivitas
antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 23,6 mm, kontrol positif memiliki aktivitas
antibakteri dengan diameter zona hambat rata-rata 38,4 mm dan kontrol negatif tidak
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri.
Tabel 5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Nanosuspensi Ekstrak Daun Sirih Hijau
Pada Bakteri Propionibacterium Acne
Diameter zona hambat (mm)
Perlakuan Replikasi Rata-rata (mm) Kategori
I II
0,125% 7,8 6,7 7,3 Sedang
0,25% 9,5 8,2 8,9 Sedang
0,5% 34,2 35,8 35 Sangat kuat
Kontrol (+) 33,5 39,3 38,4 Sangat Kuat
Kontrol (-) 0 0 0 -
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan hasil untuk konsentrasi 0,125% memiliki
aktivitas antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 7,3 mm; konsentrasi 0,25%
memiliki aktivitas antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 8,9 mm; konsentrasi
0,5% memiliki aktivitas antibakeri dengan diameter zona hambat rata-rata 35 mm; kontrol
positif memiliki aktivitas antibakteri dengan diameter zona hambat rata-rata 38,4 mm dan
kontrol negatif tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri.
Pada konsentrasi nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau berbeda dengan
konsentrasi ekstrak daun sirih hijau hal ini dikarenakan nanosuspensi hanya membutuhkan
konsentrasi yang kecil sehingga bisa memberikan efek daya hambat yang besar, sedangkan
ekstrak daun sirih hijau membutuhkan konsentrasi yang sedikit lebih besar dari pada
nanosuspensi sehingga bisa memberikan efek daya hambat.
4. KESIMPULAN
1. Daun sirih hijau dapat diformulasikan menjadi nanosuspensi ekstrak daun sirih
hijau dengan menggunakan etanol dan tween 80. Hasil karakterisasi nanosuspensi
daun sirih hijau didapatkan ukuran partikel yang kecil dan PDI yang terdistribusi
homogen, dengan rata-rata ukuran partikel yang dihasilkan yaitu 133,4 nm dan rata-
rata PDI 0,279.
2. Hasil uji efektivitas dari nanosuspensi ekstrak daun sirih hijau terhadap bakteri
Propionibakterium acne termasuk dalam kategori sangat kuat dengan diameter rata-
rata paling tinggi diperoleh pada konsentrasi 0,5% dimana memiliki daya hambat
sebesar 35 mm.
Referensi:
[1] Abdulhak, I., & Dermawan, D. (2015). Teknologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
[2] AlQahtani, S. J., Hector, M. P., dan Liversidge, H. M. (2014). Accuracy of Dental Age
Estimation Charts:Schour and Massler, Ubelaker, and the London Atlas. American
journal of physical anthtropology.
[3] Ayutiara, Anmar Regina. 2018. Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi di
Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan Tahun 2018. Skripsi: Universitas
Muhammadiyah Surakarta
[4] Berlian Z, Fitratul A, Weni L. 2016. Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum
americanum L.) Terhadap Fungi Fusarium oxysporum Schlecht. Jurnal Biota, 2(1), 99-105.
[5] Butler, H. (2012). Poucher’s Perfumes, Cosmetics and soaps, 10th Edition, Kluwer Academic
Publishers, London.
[6] Jadhav, A.B., Gawandar, P.R., dan Vitore, G. 2018. Formulation and Evaluation of
Amoxicillin Nanosuspension. International Journal of Universal Print. 4(4): 212-215.
[7] Kharisma, Adnan., Manan, Abdul. 2012. Kelimpahan bakteri Vibrio sp. pada air
pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai deteksi dini serangan penyakit
vibriosis. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 4: (2). Universitas Airlangga
[8] Moschwitzer Jan. 2010. Nanotechnology: Particle Size Reduction Technologie In the
Pharmaceutical Development Proces. Berlin: Early Pharmaceutical Development.
[9] Novel, S.S. 2014. 500 Rahasia Cantik Alami Bebas Jerawat. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. Halaman 9-10, 12.
[10] Patel, J. and Kuppachi, S. 2020. AKI in a Patient with Cerebral Toxoplasmosis.
Kidney360. (1): 316-317
[11] Putri, Y. L., & Utomo, H. (2017). Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas
Pelanggan dengan Kepuasan sebagai Variabel Intervening (Studi Persepsi Pada Pelanggan
Dian Compp Ambarawa). Among Makarti, 10(19), 70–90
[12] Rahmayanti, dkk. 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesiapan Perawat
Dalam Melaksanakan Evidence-Based Practice (Ebp): A Literature Review. Volume 10,
Nomor 1, Januari 2019. Versi online:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/6383. Diakses
tanggal 28 Juni 2019.
[13] Rahmi, A.H., Cahyanto, T., Sujarwo, T., dan Lestari, I.R. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Propionibacterium acnes Penyebab
Jerawat. Jurnal ISTEK, Vol IX(1). Halaman 142-143.
[14] Rusli, Hardijan, 2011, Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Ghalia Indonesia
[15] Savjani, K. T., Gajjar, A. K. and Savjani, J. K., 2012. Drug Solubility : Importance and
Enhancement Techniques. International Scholarly Research Network, 2012, pp. 1–10
CURICULUM VITAE
Nur Fitri Badjuka, lahir di kota Manado pada tanggal 30 Januari
1998. Penulis merupakan anak terakhir dari pasangan suami istri
Ramli Badjuka dan Alm. Hasana D. Gagulu. Penulis memiliki 4
kakak perempuan dan 1 kakak laki-laki yang bernama Yanty R.
Badjuka, S.PdI; Hety R. Badjuka, AMKL; Herdiyanto R.
Badjuka; Jumria R. Badjuka, S.Pd; Siti Aisa R. Badjuka,
AMKL. Penulis menempuh pendidikan dasar di MIN 2 Bailang
pada tahun 2005 – 2010, kemudian melanjutkan ke jenjang menengah pertama di
MTs Negeri Unggulan Manado pada tahun 2010 – 2013 dan jenjang atas di MAN
MODEL 1 Manado pada tahun 2013 – 2016. Pada Tahun 2017, penulis melanjutkan
Pendidikan sebagai mahasiswa di Program Studi S1 Farmasi Fakultas Olahraga dan
Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo.
Penulis pernah mengikuti kegiatan PKL (Praktek Kerja Lapangan) Botani
tahun 2017, Farmakognosi tahun 2018, Fitokimia I tahun 2018, dan Fitokimia II
tahun 2019. Penulis pernah mengikuti kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) Tematik
di Desa Bunto, Kecamatan Popayato Timur, Kabupaten Pohuwato pada tahun 2020
dan pernah mengikuti PKL Magang di Apotek Kimia Farma Mahawu Manado dan
Rumah Sakit Bhayangkara Manado pada tahun 2021.

87

Anda mungkin juga menyukai