Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Histamin disintesis pada tahun 1907 dan kemudian diisolasi dari berbagai
jaringan mamalia. Hipotesis awal tentang kemungkinan peranan fisiologi histamin
jaringan didasarkan pada kesamaan antara kerja histamin dan gejala syok
anafilaktik serta perusakan jaringan. Pada manusia, histamin adalah perantara
penting dari reaksi alergi cepat dan reaksi peradangan; berperan dalam sekresi
asam lambung; dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan neuromodulator.
Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu
pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai
proses fisiologis yang penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion
pada kompleks heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigenantibodi bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa
spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain,
deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina. Histamin
merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin.

1 | H I S T A M I N

BAB II
PEMBAHASAN
1. HISTAMIN
A. Definisi Histamin
Histamin atau beta-imidazoliletilamin atau 4(2-aminoetil)-imidazol
adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam tanggapan imun lokal, selain
itu senyawa ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung
dan sebagai neurotransmitter.
Pada awalnya histamin besrta asetilkolin memiliki persamaan
dalam sejarahnya, yaitu disintesis secara kimia sebelum diketahui sifat
biologiknya, keduanya disintesa dari ekstraksi ergot. Histamin dibangun dari
substansi kimia asam amino histidin oleh pengaruh enzim histidin
dekarboksilase. Sebagai tanggapan tubuh terhadap patogen, maka tubuh
memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya
histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel
darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih
dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut.
Beberapa fungsi pengaturan di dalam tubuh juga telah ditemukan
berkaitan erat dengan kehadiran histamin. Histamin dilepaskan sebagai
neurotransmitter. Aksi penghambatan reseptor histamin H1 (antihistamin
H1) menyebabkan mengantuk. Selain itu ditemukan pula bahwa histamin
juga dilepaskan oleh sel-sel mast di organ genital pada saat terjadi orgasme.
Pasien penderita schizophrenia ternyata memiliki kadar histamin yang
rendah dalam darahnya. Hal ini mungkin disebabkan karena efek samping
dari obat antipsikotik yang berefek samping merugikan bagi histamin,
contohnya quetiapine. Ditemukan pula bahwa ketika kadar histamin kembali
normal, maka kesehatan pasien penderita schizophrenia tersebut juga ikut
membaik.

2 | H I S T A M I N

B. Receptor Histamin
Histamin bekerja dengan cara berikatan dengan receptor histamin
di sel. Ada 4 jenis reseptor histamin yang telah diidentifikasi, yakni:

Reseptor Histamin H1
Reseptor ini ditemukan di jaringan otot, endothelium, dan sistem
saraf pusat. Bila histamin berikatan dengan reseptor ini, maka akan
menyebabkan vasodilasi, bronkokonstriksi, kontraksi otot halus yang
berhubungan

dgn

cabang

tenggorokan,

pemisahan

sel

endotel

(bertanggung jawab untuk gatal-gatal), rasa sakit dan gatal-gatal berkat


sengatan serangga; reseptor utama yang terlibat dalam gejala alergi rhinitis
dan mabuk.

Reseptor Histamin H2
Ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan
sekresi asam lambung.

Reseptor Histamin H3
Apabila reseptor H3 aktif, maka akan menyebabkan penurunan
pembebasan neurotransmitter, seperti histamin, asetilkolin norepinefrin,
dan serotonin.

Reseptor Histamin H4
Paling banyak terdapat di sel basofil dan sumsum tulang, juga
ditemukan di kelenjar timus, usus halus, limfa, dan usus besar, dan
berperan dalam chemotaksis.

3 | H I S T A M I N

C. Kimia dan Farmakokinetik Histamin


Rumus kimia histamin adalah 2-(4-imidazol)etilamin. Histamin
dibentuk dari dekarboksilasi asam amino L-histidin, yang dikatalisasi oleh
enzim histidin dekarboksilase. Segera setelah dibentuk, histamin disimpan
atau langsung dinonaktifkan. Tahapan inaktivasi histamin yang pertama
adalah

konversi

ke

metilhistamin

dengan

katalisator

imidazol-N-

metiltransferase, dan kemudian dioksidasi menjadi asam metilimidazolasetat


dengan katalisator diamin oksidase. Cara kedua dalam metabolismenya ialah
konversi histamin langsung ke asam imidazolasetat oleh diamin oksidase.
Meskipun

histamin

terdapat

pada

berbagai

jaringan,

penyebarannya tidak merata. Histamin jaringan umumnya terikat dalam


bentuk granul dalam mast cell atau basofil; kadar histamin dalam jaringan
berbandingan langsung dengan jumlah mast celsl yang dikandungnya.
Bentuk ikatan histamin secara biologik tidak aktif, tetapi, berbagai
rangsangan dapat merangsang pelepasan histamin mast cells, sehingga amin
yang bebas dapat bekerja pada jaringan sekitarnya.
Mast cells banyak terdapat di sekitar jaringan yang berpotensi
mudah mengalami kerusakanhidung,mulut,dan kakipermukaan dalam
alat tubuh; dan pembuluh-pembuluh darah, terutama pada bagian yang
mendapat tekanan atau percabangan. Mast cells dari berbagai jaringan
berbeda-beda. Beberapa mast cells yang terdapat di mukosa saluran cerna
serupa dengan di jaringan ikat, tetapi yang lainnya menunjukkan sifat yang
berbeda.
Histamin sel yang tidak dikandung mast cells terdapat dalam
berbagai jaringan, termasuk otak dengan fungsi sebagai neurotransmitter.
Badan sel saraf histaminergik dijumpai dalam nukleus tuberomamilar
hipotalamus posterior dengan proyeksi ke berbagai arah. Neurotransmitter
histamin endogen bekerja dalam otak untuk pengaturan neuroendokrin,
kardiovaskular, termoregulasi, dan kesadaran.

4 | H I S T A M I N

D. Penyimpanan dan Pelepasan Histamin


Mast cells dan basofil manusia, tempat penyimpanan granul,
mengandung kompleks histamin dengan polisakarida sulfat, heparin atau
kondroitin sulfat, dan suatu protein asam. Bentuk ikatan ini dapat dilepaskan
dengan berbagai mekanisme, antara lain:

Pelepasan Secara Imunologik


Mekanisme patofisiologi pelepasan histamin mast cells dan basofil
yang utama adalah secara imunologik. Sel-sel ini, jika disensitisasikan
oleh antibodi IgE yang melekat pada membran permukaan, akan
mengalami degranulasi setelah berhubungan dengan antigen yang sesuai.
Pelepasan tersebut memerlukan energi dan kalsium. Dalam peristiwa
degranulasi ini histamin, ATP, dan perantara lain yang terdapat bersamasama dalam granul sekretori, dilepaskan secara simultan. Beberapa
senyawa, terutama ATP, akan meningkatkan degranulasi mast cells
selanjutnya melalui mekanisme parakrin atau autokrin. Mast cells yang
sudah mengalami degranulasi itu akan kembali menumpuk histamin
setelah beberapa hari atau minggu. Histamin yang dilepaskan dengan
mekanisme ini merupakan perantara dalam tipe alergi yang cepat (Tipe I).
Zat yang dilepaskan dalam reaksi imun dengan perantara IgG atau IgM
akan mengaktifkan komplemen dan juga melepaskan histamin dari mast
cells dan basofil.
Dengan mekanisme kontrol umpan balik negatif yang diperantarai
oleh reseptor H2, histamin dapat mengatur pelepasannya dan perantaraperantar lainnya dari mast cells yang telah tersensitisasi pada beberapa
jaringan. Pada manusia, mast cells yang terdapat pada kulit dan basofil
memperlihatkan mekanisme umpan balik yang negatif ini ; mast cells paru
tidak demikian. Jadi, histamin dapat bekerja membatasi reaksi alergi dalam
darah dan kulit.
Histamin endogen juga mempunyai peranan sebagai modulator
dalam berbagai respons peradangan dan imun. Barangkali, histamin

5 | H I S T A M I N

berperan dalam respons peradangan akut. Pada kerusakan jaringan,


histamin yang keluar menyebabkan vasodilatasi lokal dan kebocoran
plasma yang mengandung perantara peradangan akut (komplemen, protein
C reaktif), antibodi, dan sel peradangan (neutrofil, eosinofil, basofil,
monosit, dan limfosit). Histamin menghambat lepasnya kandungan
lisosom serta beberapa fungsi limfosit T dan B. Umumnya fungsi ini
dikerjakan melaluli perantara reseptor H2, dengan meningkatkan cAMP
intraseluler. Pelepasan peptida dari saraf sebagai respons terhadap
peradangan barangkali juga demodulasi oleh histamin, yang dalam kasus
ini melalui reseptor presinaptil reseptor H3.

Pelepasan Secara Kimiawi dan Mekanik


Amin tertentu, di antaranya morfin dan tubokurarin, dapat
menggeser histamin dari kompleks heparin-protein dalam sel. Pelepasan
dengan cara ini tidak membutuhkan energi dan tidak ada hubungannya
dengan kerusakan atau degranulasi mast cells, hilangnya granul dari mast
cells juga akan melepaskan histamin, karena ion natrium dari cairan
ekstraseluler akan segera menggantikan amin dari kompleks tersebut.
Kerusakan mast cells secara kimiawi dan mekanis akan menyebabkan
degranulsi dan lepasnya histamin. Senyawa 48/80 suatu polimer diamini
eksperimental, secara khusus melepaskan histamin dan mast cells jaringan
melalui proses degranulasi eksositotik yang menggunakan energi dan
kalsium.

E. Farmakodinamik Histamin
a. Mekanisme Kerja
Histamin melakukan kerja biologiknya oleh kombinasi dengan
reseptor seluler spesifik yang terdapat pada permukaan membran. Ketiga
reseptor histamin berbeda yang sudah diketahi itu disebut sebagai H1,
H2, serta H3. Ketiga subtipe reseptor itu termasuk pada suatu reseptor
famili reseptor yang besar, mempunyai tujuh daerah rentang membran
dan asosiasi intraseluler dengan protein G. Struktur reseptorH1 dan H2
6 | H I S T A M I N

telah ditetapkan. Dalam otak reseptor H1 dan H2 terdapat dalam


membran pascasinaptik, sedangkan reseptor H3 lebih banyak pada
presinaptik. Aktivasi reseptor-reseptor presinaptik ini dikaitkan dengan
berkurangnya

pelepasan

transmiter,

termasuk

histamin

sendiri,

norepinefrin, serotonin, dan asetilkolin. Aktivasi reseptor H1 yang


terdapat pada sel endortel dan sel otot polos, biasanya menimbulkan
peningkatan

hidrolisis

fosfoinositol

serta

peningkatan

kalsium

intraseluler. Aktivasi reseptor tipe H2 yang terdapat pada mukosa


lambung, otot jantung, dan sel-sel imun, meningkatkan cAMP
intraseluler. Aktivasi reseptor H3 yang terdapat pada berapa daerah
susunan saraf pusat, menurunkan pelepasan dari saraf histaminergik,
kemungkinan diperantarai oleh penurunan influks kalsium.
b. Sistem Jaringan dan Organ dari Pengaruh Histamin
Histamin memeberikan efek yang kuat pada otot polos dan otot
jantung, pada sel endotel tertentu dan sel saraf, dan pada sel-sel skretorik
lambung. Sensitivitas histamine berbeda sekali antar spesies.
1. Sistem Kardiovaskuler
Pada

manusia,

suntikkan

atau

infus

histamin

akan

menurunkan tekanan darah sistolik dan siastolik serta meningkatkan


curah jantung. Perubahan tekanan darah akut tersebut disebabkan
oleh pengaruh langsung vasodilator histamin pada arteriola dan
sfingter

prekapiler,

peningkatan

curah

jantung

disebabkan

rangsangan histamin pada jantung dan refleks takikardi. Muka


merah, perasaan panas dan sakit kepala dapat terjadi pada pemberian
histamin, sesuai dengan adanya vasodilatasi. Vasodilatasi yang
disebabkan histamin setidaknya diperantarai oleh lepasnya EDRF
(endothelium-derived relaxing factor). Penelitian terhadap antagonis
reseptor histamin menunjukkan reseptor H1 dan H2 aktif dalam
respons kardiovaskular untuk dosis tinggi, karena kombinasi antara
obat penghambat reseptor H1 dan H2 lebih efektif mencegah kerja

7 | H I S T A M I N

histamin dibanding dengan kerja dari salah satu penghambat itu


sendiri. Namun, pada manusia, efek kardiovaskular histamin dosis
rendah biasanya diantagonisasi oleh antagonis reseptor H1 itu
sendiri.
Edema merupakan akibat kerja histamin pada reseptor H1
adalah pembuluh mikrosirkulasi, terutama pembuluh pascakapiler.
Efek ini berkaitan dengan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh

yang

disebabkan

separasi

sel

endotel,

sehingga

menimbulkan transudasi cairan dan molekul seukuran protein kecil


ke dalam jaringan perivaskuler. Efek ini menimbulkan urtikaria
(biduran) yang menunjukkan lepasnya histamin dalam kulit.
Beberapa kajian baru tentang sel endotel menunjukkan bahwa akting
dan miosin dalam sel bukan otot berkontraksi akibat influks kalsium
yang disebabkan oleh obat-obat seperti histamin. Kontraksi iniakan
mengakibatkan separasi endotel dan meningkatkan permeabilitas.
Efek langsung histamin pada jantung adalah meningkatkan
kontraktilitas dan kecepatan pacu jantung. Efek ini diperantarai oleh
reseptor H2. Pada otot atrium manusia, histamin dapat menurunkan
kontraktilitas;

pengaruh

ini

diperantarai

oleh

reseptor

H1.

Kepentingan fisiologik dari kerja jantung ini tidak jelas. Efek


kardiovaskular ini dapat juga diperoleh dari lepasnya histamin
endogen

dari

mast

cells.

Banyak

tanda-tanda

dan

gejala

kardiovaskular dari anafilaksis merupakan akibat dari pelepasan


histamin, meskipun perantara lain juga terlibat.
2. Otot Polos Saluran Gastrointestinal
Histamin menyebabkan kontraksi otot polos usus dan
kontraksi ileum marmot akibat histamin ini merupakan bioasai baku
untuk histamin. Usus manusia tidak sama sensitifnya dengan marmot
tapi dosis besar histamin dapat menyebabkan diare, sebagai akibat
efek tersebut. Kerja histamin tersebut melalui reseptor H1.

8 | H I S T A M I N

3. Otot Polos Bronki


Baik pada manusia atau marmot, histamin menyebabkan
bronkokonstriksi yang diperantarai oleh reseptor H1. Pada marmot,
efek ini menyebabkan kematian dari toksisitas histamin, tetapi pada
manusia biasa, bronkokonstriksi yang diikuti pemberian histamin
dosis biasa tidak begitu nyata. Tidak demikian halnya dengan
penderita

asma

yang

lebih

sensitif

terhadap

histamin.

Bronkokonstiksi yang terjadi pada pasien tersebut barangkali


merupakan respons hiperaktif saraf, karena pasien itu juga sensitif
terhadap rangsangan lainnya, dan respons histamin dapat dihambat
oleh obat penghambat otonom seperti obat penghambat ganglion dan
antagonis reseptor H1. Tes provokasi dengan menggunakan histamin
isap dalam dosis yang ditingkatkan bertahap, penting untuk diagnosa
hiperaktivitas bronkus pada pasien yang dicurigai sebagai penderita
asma atau fibrosis kista. Pasien ini lebih sensitif 100 sampai 1000
kali terhadp histamin dibandingorang sehat lain.
4. Otot Polos Alat-Alat Lain
Pada manusia, umumnya histamin mempunyai efek kurang
penting pada otot polos mata dan saluran genitourin. Namun wanita
hamil yang mengalami anafilaksis dapat keguguran akibat kontraksi
yang disebabkan histamin, dan pada beberapa spesies sensitivitas
uterus itu cukup baik digunakan sebagai dasar bioasai.
5. Ujung-ujung saraf
Histamin merupakan perangsang kuat untuk ujung saraf
sensoris terutama yang memperantarai perasaan sakit dan gatal. Efek
yang diperantarai H1 ini merupakan komponen penting dari respons
urtikaria dan reaksi terhadap sengatan insek. Beberapa bukti

9 | H I S T A M I N

menunjukkan bahwa konsentrasi lokal yang tinggi juga dapat


mengadakan depolarisasi ujung-ujung saraf referen.
6. Jaringan sekretorik
Histamin sudah lama diketahui sebagai perangsang kuat
untuk sekresi asam lambung, pepsin lambung, dan produksi faktor
intrinsik. Efek ini disebabkan aktivasi reseptor H2 pada sel parietal
lambung (Sewing,1986) atau sel jaringan yang berdekatan (Meyzey,
1992) serta dikaitkan dengan peningkatan aktivitas adenilil siklase,
konsentrasi cAMP, dan konsentrasi Ca2+ dalam sel. Perangsangan lain
dari sekresi asam lambung seperti asetilkolin dan gastrin tidak
meningkatkan

cAMP

walaupun

efek

maksimalnya

dalam

pengeluaran asam dapat dikurangibukan dihilangkan oleh


antagonis reseptor H2. Histamin juga merangsang sekresi dalam usus
halus dan besar. Dalam konsentrasi biasa, histamin tidak benak
pengaruhnya terhadap aktivasi jaringan kelenjar. Konsentrasi sangat
tinggi dapat menyebabkan pelepasan kelenjar medula adrenal.
7. Respons triple
Suntikan histamin intradermal dapat menimbulkan respons
khusus wheal-and-flare. Efek itu disebabkan oleh tiga jenis sel yang
berbeda yaitu; otot polos dalam mikrosirkulasi, endotel kapiler atau
vena, dan ujung-ujung saraf sensoris. Pada tempat suntikan, timbul
warna merah karena dilatasi pembuluh halus, yang segera diikuti
wheal edematus pada tempat suntikan dan flare yang tidak teratur di
sekitar wheal. Flare mungkin disebabkan refleks akson. Seperti
dijelaskan diatas, histamin merangsang ujung saraf; impuls yang
terjadi akan diteruskan ke cabang-cabang yang lain dari akson yang
sama

tersebut,

menyebabkan

vasodilatasi

melalui

pelepasan

neuromediator vasodilator. Sensasi gatal dapat terjadi bersama


dengan efek tersebut. Wheal akibat edema lokal.

10 | H I S T A M I N

Efek lokal yang serupa dapat dibuat dengan suntikan entradermal


liberator histamin (senyawa 48/80, morphin, dsb) atau memberikan
antigen yang sesuai pada kulit orang-orang yang sensitif. Meskipun
efek lokal ini umumnya dapat dihambat dengan memberikan terlebih
dahulu obat penghambat reseptor H1, reseptor H2 kelihatannya juga
ikut berperan.
F. Agonis Histamin Lain
Substitusi kecil pada cincin imidazolhistamin akan mengubah
selektivitas senyawa tersebut secara mencolok terhadap beberapa subtipe
reseptor histamin. Misalnya, 2-metilhistamin relatif lebih selektif untuk
reseptor H1, sedangkan 4-metilhistamin relatif spesifik sebagai agonis H2.
Betazol suatu obat yang digunakan untuk testing kemampuan mensekresi
asam lambung dan impromidin merupakan agonis reseptor H2 dan
antagonis reseptor H3. R-alpha-metilhistamin adalah agonis reseptor H3
yang selektif dan kuat melintasi sawar otak darah, obat ini juga inhibitor
kuat untuk sintesis histamin dan pelepasannya.
2. ANTAGONIS HISTAMIN
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada
reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen
antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang
sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi
histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing
interaksi histamin dengan reseptor khas.
Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast
yang

dihasilkan

dari

pemicuan

imunologis

oleh

interaksi

antigen

IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan

11 | H I S T A M I N

pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek


tersebut belum diketahui hingga saat ini.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu :
1. Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat
reaksi alergi.
2. Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada
pengobatan penderita pada tukak lambung
3. Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih
dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan
kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental
Antagonis Reseptos H-1
Antagonis reseptor H-1 adalah senyawa yang secara kompetitif
menghambat histamin pada reseptor H-1 dan telah digunakan secara klinis
dalam beberapa tahun. Beberapa tersedia untuk dijual bebas, baik sebagai
tunggal maupun di dalam formulasi kombinasi seperti pil flu dan pil untuk
membantu tidur.
Antagonis H-1 sering disebut antihistamin klasik atau antihistamin H-1.
antagonis H-1 menghambat efek histamin dengan cara antagonisme kompetitif
yang reversibel pada reseptor H-1. Mereka mempunyai kemampuan yang
diabaikan pada reseptor H-2 dan kecil pada reseptor H-3, contohnya : induksi
kontraksi yang disebabkan histamin pada otot polos bronkioler ataupun saluran
cerna dapat dihambat secara lengkap oleh agen-agen tersebut, tetapi efek pada
sekresi asam lambung dan jantung tidak termodifikasi. Antagonis H-1 dibagi
menjadi agen generasi pertama dan generasi kedua.
Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang relatif kuat,
karena agen generasi pertama lebih mempunyai sifat menghambat reseptor
autonom. Sedangkan antagonis H-1 generasi kedua kurang bersifat sedatif
disebabkan distribusinya yang tidak lengkap dalam sistem saraf pusat.
Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai banyak efek yang tidak
berhubungan dengan penghambatan terhadap efek histamin. Sejumlah besar

12 | H I S T A M I N

efek tersebut diduga dihasilkan dari kesamaan struktur umumnya dengan


struktur

obat

yang

mempunyai

efek

pada

kolinoseptor

muskarinik,

adrenoreseptor-, serotonin dan situs reseptor anestetika lokal. Beberapa dari


efek tersebut mempunyai nilai terapeutik dan beberapa lainnya tidak
dikehendaki.
Efek yang tidak disebabkan oleh penghambatan reseptor histamin :
a. Efek sedasi
Efek umum dari antagonis H-1 generasi pertama adalah efek
sedasi. Tetapi intensitas efek tersebut bervariasi. Efeknya cukup
besar pada beberapa agen membuatnya sebagai bantuan tidur dan
tidak cocok digunakan di siang hari. Efek tersebut menyerupai
beberapa obat antimuskarinik.
b. Efek antimual dan antimuntah
Beberapa antagonis H-1 generasi pertama mempunyai
aktivitas mampu mencegah terjadinya motion sickness. Contoh
obatnya : Doxylamine.
c. Kerja antikolinoreseptor
Banyak agen dari generasi pertama mempunyai efek seperti
atropin yang bermakna pada muskarinik perifer.
d. Kerja penghambatan adrenoreseptor
Efek penghambatan reseptor alfa dapat dibuktikan pada
beberapa antagonis H-1, namun penghambatan terhadap reseptor
beta tidak terjadi. Penghambatan terhadap reseptor alfa tersebut
dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya adalah
Promethazine.
e. Kerja penghambatan serotonin
Efek penghambatan terhadap reseptor serotonin dapat
dibuktikan pada agen antagonis H-1 generasi pertama. Contoh obat :
Cyproheptadine.
f. Efek parkinsonisme
Hal ini karena kemampuan agen antagonis H-1 generasi
pertama mempunyai efek antikolinergik.
Contoh obat antagonis H-1 generasi pertama dan mekanismenya adalah :
a. Doxylamine

13 | H I S T A M I N

Doxylamine
menempati

reseptor

berkompetisi
histamin

1,

dengan

histamin

mengeblok

untuk

kemoreseptor,

mengurangi stimulasi vestibular dan menekan fungsi labyrinthine


melalui aktivitas kolinergik pusatnya.
b. Clemastine
Clemastine berkompetisi dengan histamin untuk menempati
reseptor histamin 1 pada efektor di saluran pencernaan, pembuluh
darah, dan saluran pernapasan.
Antagonis Histamin 1 Generasi 2
Pada reaksi alergi, alergen (semacam antigen) berinteraksi dan membentuk
ikatan silang dengan permukaan dari antibodi IgE pada sel mast dan basofil.
Ketika terjadi kompleks sel mast antibodi-antigen, akan memacu terjadinya
degranulasi dan pelepasan histamin (dan mediator lainnya) dari dalam sel mast
maupun basofil. Setelah dilepaskan,histamin dapat bereaksi (menimbulkan efek)
pada jaringan yang terdapat reseptor histamin.
Proses release histamin tidak terjadi secara langsung, melainkan diawali
dengan transduksi signal. Proses transduksi signal adalah proses masuknya
signal ke dalam sel sehingga membuat sel bereaksi dan menimbulkan efek.
Ketika alergen masuk pertama kali ke dalam tubuh, TH-2 limfosit akan
mengeluarkan IL-4, IL-4 menghasilkan signal yang merangsang B-sel (suatu sel
limfosit) untuk menghasilkan antibodi IgE. Ketika alergen menyerang untuk
yang kedua kalinya, IgE berikatan dengan alergen dan dibawa menuju sel mast.
Pada sel mast kompleks IgE-alergen akan terikat pada reseptor F c (Epsilon-C
reseptor). Ikatan ini akan menghasilkan signal ke dalam sel yang akan
mengaktifkan

enzim

fosfolipase.

Fosfolipase

akan

mengubah

phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP2) menjadi inositol 1,4,5-triphosphate


(IP3) yang akan memobilisasi Ca2+ dari organel penyimpan dalam sel mast.
Ca2+ merupakan second

messenger bagi

terjadinya

kontraksi

otot

atau

sel. Second messenger inilah yang memacu proses degranulasi sel mast sehingga
histamin akan terlepas.

14 | H I S T A M I N

Histamin bereaksi pada reseptor H-1, dapat menyebabkan pruritus (gatalgatal),

vasodilatasi,

hipotensi,

wajah

memerah,

pusing,

takikardia,

bronkokonstriksi, menaikkan permeabilitas vaskular, rasa sakit dan lain-lain.


Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asan amino histidin. Histamin
terdapat dalam sel mast dan leukosit basofil dalam bentuk tidak aktif secara
biologik dan disimpan terikat dalam heparin dan protein basa. Histamin akan
dibebaskan pada reaksi hipersensitivitas pada rusaknya sel dan akibat senyawa
kimia. Antihistamin adalah obat yang mampu mengusir histamin secara
kompetitif dari reseptornya sehingga mampu meniadakan histamin.
Reseptor H-1 disebut juga metabotropik G-protein coupled reseptor. Gprotein yang terdapat dalam reseptor H-1 menghasilkan fosfolipase dan
fosfatidylinositol. Kedua senyawa inilah yang bertindak sebagai penunjuk jalan
histamine sampai ke reseptor H-1. Pelepasan histamin dapat diinduksi oleh
produksi enzim prostaglandin sintase. Sebagai akibatnya terjadi pelepasan
histamine yang berlebihan sehingga menyebabkan vasodilatasi karena histamine
menginduksi endotel vaskuler yang menghasilkan cGMP di otot polos. cGMP
inilah yang menyebabkan vasodilatasi. Efek ini dapat dihilangkan dengan
adanya antagonis histamin H-1 dimana mekanisme kerjanya bersifat inhibitor
kompetitif terhadap reseptor-reseptor histamin.
Antagonis histamin H-1 terdiri dari 3 generasi : generasi 1,generasi 2 dan
generasi 3. Perbedaan antara generasi 1 dan generasi 2 terletak pada efek
samping yang ditimbulkan, generasi 1 menimbulkan efek sedatif sedangkan
generasi 2 pada umumnya non sedatif karena generasi 2 pada umumnya tidak
dapat menembus blood brain barrier(bersifat lipofobik dan bulky), sehingga
tidak mempengaruhi sistem saraf pusat. Selain itu, antihistamin H-1 generasi 2
bersifat spesifik karena hanya terikat pada reseptor H-1. Beberapa obat generasi
2 dapat menghambat pelepasan mediator histamin oleh sel mast.
Obat antihistamin H-1 generasi 2 tidak bisa digolongkan berdasarkan
struktur kimianya karena meskipun memiliki struktur kimia dasar yang sama,
obat tersebut masih memiliki gugus fungsional tambahan yang berbeda. Contoh:
sterfenadine, aztemizole, nuratadine, ketotifen, levokaloastin, mempunyai cincin

15 | H I S T A M I N

piperidin tetapi tidak dapat dimasukkan dalam satu golongan karena mempunyai
gugus fungsional tambahan yang berbeda.
Efek samping antagonis histamin H-1 G2 :

Allergic photosensitivity, anaphylactic shock, drug rash, dermatitis


Central nervous system* somnolence / drowsiness, headache fatigue,

sedation
Respiratory** dry mouth, nose and throat (cetirizine, loratadine)
Gastrointestinal** nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine,
fexofenadine)

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

16 | H I S T A M I N

Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu
pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai
proses fisiologis yang penting dan sebagai neurotransmitter. Histamin bekerja
dengan cara berikatan dengan receptor histamin di sel,yaitu ; Reseptor Histamin
H1, reseptor Histamin H2, reseptor Histamin H3, dan reseptor Histamin H4.
Histamin dilepaskan ke berbagai sistem dalam tubuh manusia secara imunologik
dan secara kimiawi serta mekanik.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada
reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi
karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Sulistia. 2012. Buku Farmakologi dan Terapi FK UI, Edisi 5. Jakarta.
Universitas Indonesia

17 | H I S T A M I N

Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Balai Penerbit


FKUI: Jakarta
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran
Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.
Budi, Imam. 2008. Pemakaian Antihistamin Pada Anak : FK-USU.
Gatotadinugroho.

Histamin.ppt.

http

www.weebly.com/uploads/4/3/8/0/

(diakses pada tanggal 8 Februari 2015)


Guyton, Arthur Clifton & John E. Hall.2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rengganis, Iris. Yunihastuti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI

18 | H I S T A M I N

Anda mungkin juga menyukai