Anda di halaman 1dari 23

BAB

Kromatografi Gas
Gas Liquid Chromatography (GLC) (=GC)

Pendahuluan
Campuran benzen (td.80,1oC) dan sikloheksan (80,8 oC) tidak dapat dipisahkan dengan cara
destilasi fraksi, sedangkan dengan menggunakan kromatografi gas kedua senyawa itu mudah
dipisahkan hanya dalam waktu beberapa menit saja. Senyawa-senyawa yang mudah menguap
mudah dipisahkan dengan cara kromatografi gas. Alat ini dapat dioperasikan hingga suhu 400 oC,
sehingga sampel dapat dianalisis dibawah suhu tersebut dengan syarat komponen atau senyawa
penyusunnya tidak rusak. Untuk senyawa yang sukar menguap (mempunyai titik didih tinggi)
dapat dibuat menjadi turunannya (derivatisasi) yang mudah menguap misalnya dibuat bentuk
esternya, silileter, dengan demikian senyawa tersebut dapat dianalisis dengan kromatografi gas.
Selain waktu yang diperlukan untuk pemisahan relatif singkat, kolom kromatografi gas dapat
digunakan berulang-ulang asal perawatannya benar. Ada dua faktor yang berpengaruh pada
terjadinya pemisahan komponen yaitu : perbedaan polaritas dan perbedaan titik didihnya.

Peralatan dan cara kerja alat


Diagram peralatan kromatografi gas merupakan sistem tertutup sejak dari tangki silinder gas
pembawa, tempat injeksi/pemasukan sampel (injection port) hingga masuk kedalam kolom.
Setelah sampai ke detektor baru berhubungan dengan udara luar.
Diagram alat

3 5
4
2
8
1
6

Keterangan
1. Silinder gas pembawa
2. Pengatur tekanan (laju aliran gas)
3. Tempat injeksi
4.Tabung kolom
5. Detektor
6. Amplifier elektronik 1
7. Rekorder
8. Termostat
Cara kerja alat
1. Sebelum dioperasikan, instrumen diperiksa; apakah kolomnya sudah sesuai yang
diinginkan. Apakah septum di injection port masih baik tidak bocor. Apakah detektor
sudah terpasang sesuai yang dikehendaki, dll.
2. Aliran gas dimulai dengan kecepatan alir yang rendah dengan membuka katup utama dan
sekunder pada tangki silinder gas pembawa hingga menunjukkan jarum 15 psi, ini
memungkinkan aliran gas pembawa 2-5 ml/menit untuk kolom paking atau 0,5 ml/menit
untuk kolom kapiler. Selanjutnya diperiksa ada tidaknya kebocoran gas pada sambungan
ke kolom dan keluar kolom menggunakan semprotan larutan sabun.
3. Kolom dipanaskan hingga suhu awal yang dikehendaki, suhu detektor diatur 10-25 oC
lebih tinggi dari suhu kolom, demikian juga suhu tempat injeksi/gerbang penyuntikan
(injection port). Saat ini dibedakan split dan split less injection port. (cari informasi di
internet).
4. Kecepatan (laju) aliran gas kemudian dinaikkan hingga 25-30 ml/menit untuk kolom
paking atau hingga dicapai kecepatan alir gas optimum.(optimasi kecepatan alir gas
pembawa).
5. Bila digunakan detektor ionisasi nyala perlu diperhatikan adanya gas hidrogen dan udara
yang mengalir ke detektor tersebut.
6. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap, volume sampel yang
diinjeksikan tergantung jenis detektor yang digunakan. ( TCD=>10 l, FID= 1-10 l,
ECD =0,1-5 l. menggunakan micro syringe)
Selama elusi yaitu selama perjalanan sampel dari injection port hingga detektor, jika suhu
kolom dipertahankan tetap, maka elusi demikian disebut Elusi isotermal. Sedangkan
Elusi dengan suhu terprogram (temperature programming) adalah selama elusi suhu
kolom diatur naik bertahap dengan kecepatan tertentu, atau diatur naik pada suhu tertentu
kemudian ditahan suhunya. (linier dan kenaikan divariasikan).
7. Signal dari detektor ini akan direkam sebagai kromatogram pada rekorder sederhana atau
yang diolah mikroprosesor ditampilkan pada layar monitor. Pada kromatogram yang
ditampilkan oleh mikroprosesor sekaligus dapat diketahui kadar tiap komponen. (dengan
asumsi tiap berat komponen senyawa menghasilkan luas puncak sama). Cara seperti ini
analisis dengan ketelitian yang kurang.

2
Gambar : Kromatogram kromatografi gas (glc) dari campuran hidrokarbon (n-pentana, n-
heksana, n-heptana, 1-oktena, dekana, 1-dodekena, 1-tetradokena). Perhatikan waktu
retensi dalam menit. Menit ke nol dapat diletakkan di sebelah kiri ataupun kanan.
(a). Kromatogram isotermal pada 168oC
(b). Kromatogram temperatur terprogram 50-239oC kenaikan suhu 5,8oC/min

Uraian Bagian-bagian Penting Kromatografi Gas


Fase diam (cair diam) (stationary Phase)
Syarat : - tak mudah menguap
- tahan panas
- dapat digunakan ulang
- inert terhadap sample
- mempunyai harga K yang sedang

3
Contoh fase diam dan kegunaan untuk analisis golongan senyawa serta polaritas dan suhu
maksimum operasi yang diizinkan di senaraikan pada tabel berikut.

Tabel : Jenis Fase Diam dan Penggunaannya


Fase diam Golongan sample Polaritas Temp. Max.

Squalen hidrokarbon non polar 125 oC


Apiezon L Hidrokarbon, ester, non polar 300 oC
eter
Metil silikon Steroid, pestisida, non polar 300 oC
alkaloida, ester
Dionil ptalat Semua jenis semi polar 175 oC
Dietilenglikolsuksinat Ester polar 200 oC
Carbowax 20M Alkohol, amina polar 250 oC
aromatik, keton

Fase diam disalutkan pada permukaan zat padat pendukung untuk kemudian ditempatkan
ke dalam kolom kromatografi, yang kemudian disebut packed column chromatography (kolom
paking). Untuk keperluan ini tersedia di pasaran dan dijual misalnya 5% OV 17 pada
chromosorb P. Sedangkan pada kolom kapiler fase diam ini disalutkan pada dinding kolom
sebelah dalam dengan ketebalan tertentu. Makin sedikit lapisan fase diam dalam kolom, maka
akan makin tinggi suhu operasionalnya.

Kolom
Bahan dibuat dari logam atau gelas
Ada dua jenis kolom : Kolom paking (packed column) dan kolom kapiler (capillary column,
open tubular)
Kolom paking dapat dibedakan : paking konvensional dan paking menggunakan porous layer
bead. Panjang kolom hingga 6 feet dan diameter 1/8 inci. Contoh : 5% OV 101 pada 80/100
chromosorb.

Kolom kapiler disebut juga Gollay column


Bahan yang dibuat sama dengan kolom paking. Panjang hingga 30 M, diameter dalam 0,53 mm
dan tebal lapisan fase diam 0,88 m. Pelapisan fase diam ini dapat dibedakan : wall coated open

4
tube (WCOT) Pada dinding sebelah dalam kolom kapiler dilapiskan secara merata fase diam
berupa cairan kental.
Porous layer open tubular(tube), pada dinding sebelah dalam kolom ditempelkan partikel zat
padat yang bertindak sebagai fase diam pada kolom berisi absorban padat, misalnya porapak,
untuk penyaringan molekul (GSC) dan Support coated open tube (SCOT) pada dinding sebelah
dalam senyawa pendukung berisi fase diam dan solid support material. Zat padat pendukung
yang digunakan sangat sedikit, dilapisi fase diam. SCOT mempunyai kapasitas lebih tinggi dari
pada WCOT.
Kolom Kapiler umumnya terbuat dari silika dengan dilapisi poliamid disebelah luar dinding
kolom, supaya tidak mudah patah/pecah saat penanganan. Atas dasar ukuran internal diameter
(ID) kolom dibedakan 3 kelas: 1. Megabore atau wide bore column ID > 0.32 mm, 2. Normal
bore column

Kolom paking kolom kapiler


Zat Padat Pendukung (solid support material) = penyangga
Fungsi penyangga adalah untuk menyediakan tempat fase diam cair. Syarat –syaratnya
adalah : permukaan penyangga harus inert, tidak menyerap fase diam cair, tahan gilingan, bentuk
teratur, ukurannya sama seragam (125-250 m atau 60-120 mesh).
Bahan zat padat pendukung dapat dibedakan :
a. Tanah diatomae : terdiri dari bata merah untuk sample non polar
dan bahan bantu saring untuk sample polar.
b. Polimer fluorocarbon : untuk sample sangat polar.

5
Diatomae segolongan dengan silika, maka permukaan bahan ini terdapat gugus OH, oleh karena
itu perlu dinonaktifkan (direaksikan) dengan : trimetil klorosilan atau heksa metil disilizan.

H3C H3C CH3


CH3
H3C H3C
Si Si

OH OH O O O
OH
CH3 O O O
O O O
Si Si Si Si
+ Cl Si CH3 Si Si Si Si

O O CH3 O O

Bila penyangga ini tidak dinon-aktifkan dan penyalutan dengan fase diam tidak
sempurna, maka ada gugus OH yang dapat kontak langsung dengan molekul sample, terjadi
interaksi adsorpsi. Hal ini mengakibatkan sample tertahan lebih lama dan dilepas sedikit demi-
sedikit sehingga memberikan puncak berekor (tailing). Pada kolom yang telah lama digunakan
kemungkinan kerusakan karena fase diamnya menguap atau karena penyangga ini remuk, maka
ada teknik yang disebut priming, yaitu menginjeksikan beberapa kali sample yang paling polar
dengan maksud permukaan OH itu dapat mengikat molekul yang polar, sehingga jenuh. Dengan
demikian untuk penyuntikan berikutnya permukaan OH itu sudah di nonaktifkan oleh sample
yang terpolar tadi. Contoh beberapa jenis zat padat pendukung serta penggunaanya untuk kolom
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel : Jenis zat padat pendukung dan pemakaiannya


No Jenis Nama Pemakaian kolom

1 Turunan Bata merah Chromasorb P Senyawa non polar


Gas Chrom R

2. Turunan Diatomae Chromosorb W Senyawa polar


Gas Chrom Q
Supelcoport
Anakron ABS

3. Ayakan molekul Carbo sieve Analisis gas


Ayakan jenis 5A

4. Polimer berpori Porapak Senyawa sangat polar


Chromosorb 101-104

6
Fase gerak (carrier gas =gas pembawa)
Syarat : - tak reaktif
- murni / kering, kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor,
terjadinya signal latar belakang.
- dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi, tangki silindrik ini dicat dengan warna
tertentu. Penggunaan kode warna untuk memudahkan pengenalan jenis gas yang ada dalam
tangki tersebut. Namun kadang-kadang kode warna ini diabaikan karena keterbatasan jumlah
tangki, walaupun tujuan pengkodean warna ini untuk peningkatan keamanan-keselamat kerja.

no Warna tangki Jenis gas


1 Merah H2
2 Hijau tua Argon
3 Coklat Helium
4 Merah maron Asetilen
5 Hitam Nitrogen
6 Karbon dioksida Abu-abu

Pemilihan gas pembawa bergantung pada detektor yang dipakai, berikut pada Tabel : diberikan
nama gas pembawa beserta detektor yang sesuai dan kepekaan mendeteksi komponen.

Tabel : Gas Pembawa dan Jenis Detektor yang Sesuai


No. Gas Pembawa Detektor Kepekaan (g)

1. Hidrogen TCD (Thermal Conductivity Detector) 10-6 – 10-7

2. Helium TCD
FID (Flame Ionization Detector) 10-10
Photo Ionization Detector
Flame Photometric Detector

3. Nitrogen ECD (Electron Capture Detector) 10-12 – 10-13


FID
Photo Ionization Detector

4. Argon FID

5. Argon + Metana ECD 10-12 – 10-13

Detektor

7
Banyak detektor yang dapat digunakan pada kromatografi gas, detektor berbeda akan
memberikan selektifitas dan sensitifitas yang berbeda. Ada detektor yang merespon untuk umum
untuk senyawa kecuali gas pembawa, ada detektor yang selektif untuk kelompok senyawa dan
ada juga detektor yang selektif hanya untuk satu senyawa saja.
Secara umum detektor dapat digolongkan: detektor integral dan detektor diferensial. Detektor
integral merespon signal senyawa dan selalu respon yang yang baru dijumlahkan dengan respon-
respon sebelumnya. Sedangkan detektor diferensial tidak demikan, setiap respon detektor berupa
puncak yang luasnya berbanding lurus dengan banyaknya (amount) senyawa tsb yang mengenai
detektor. Detektor ke dua ini dapat dikelompokkan menjadi dua. Yakni:1. Detektor tergantung
konsentrasi dan 2. Detektor tergantung aliran massa.
Detektor diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak yang membawa komponen hasil
pemisahan. Komponen dideteksi, selanjutnya signal itu dikirimkan ke rekorder yang kemudian
disajikan sebagai data ( kromatogram ).
Sekarang banyak ditemukan macam detektor, makin baru ditemukan detektor yang lebih peka
dan lebih selektif. namun disini hanya dibahas tiga detektor yang umum dan banyak digunakan.
1. Detektor hantaran panas (TCD) Thermal Conductivity Detector
Disebut juga Katharometer. Panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda
lain di sekelilingnya yang suhunya lebih rendah. Kecepatan penghantaran panas ini
tergantung susunan gas yang mengelilinginya. Jadi setiap gas mempunyai daya hantar
panas yang kecepatan tergantung fungsi dari laju pergerakan molekul gas. Pergerakan
molekul gas ini juga merupakan fungsi dari berat molekul gas. Maka gas yang
mempunyai BM rendah mempunyai daya hantar lebih baik. Jika ada komponen /
senyawa yang dibawa fase gerak masuk kedalam detektor, karena BM senyawa biasanya
tinggi maka daya hantar menjadi turun. Di dalam detektor itu (gambar ) dipasang filamen
yang dibuat dari platina atau campuran logam tungsten-rhenium yang tahan panas hingga
400oC (mirip dengan lampu pijar wolfram). Filamen ini juga diletakkan pada aliran fase
gerak sebelum memasuki tempat penginjeksian sample, digunakan sebagai pembanding.
filamen ini dialiri listrik untuk memanaskannya. Kedua filamen ini

8
gas pem
bawa keluar
Tungsten rhenium

ke inj &
kolom
dari kolom

Rangkaian listrik
Jembatan Wheatstone

ke rekorder

Gambar : Diagram detektor TCD

dihubungkan dengan rangkaian listrik yang disebut jembatan Wheatstone, untuk


menyeimbangkan arus listrik. Bila molekul sample masuk kedalam detector maka
menurunkan daya hantar panas, akibatnya filamen menjadi lebih panas (suhu mejadi
lebih tinggi) yang menyebabkan naiknya tahanan sehingga menurunkan arus listrik.
Perbedaan arus listrik inilah dikirimkan ke rekorder atau sistim pengolah data yang
kemudian ditampilkan sebagai kromatogram.
Secara teoritis TCD ini memberi keuntungan bahwa komponen yang dideteksi tidak
rusak, sehingga memungkinkan komponen dikumpulkan untuk analisis lebih lanjut. TCD
termasuk detektor konsentrasi, semua molekul yang melewatinya diukur jumlahnya, tidak
tergantung laju aliran fase gerak.

2. Detektor Ionisasi Nyala (FID) Flame Ionization Detector


Pada dasarnya senyawa organik bila dibakar akan terurai menjadi pecahan sederhana
bermuatan positif (C+). Pecahan ini menaikan daya hantar disekitar nyala, dimana telah
dipasang elektroda. Ion organik akan menuju elektroda menyebabkan meningkatnya arus
listrik yang diteruskan ke amplifier dan akhirnya ke rekorder. Konsentrasi ion-ion di
ruangan antara elektroda dan besarnya arus bergantung pada laju molekul yang dibawa ke
nyala. Berat analit yang mencapai nyala persauan waktu akan menghasilkan respon

9
detektor yang sama berapapun tingkat pengenceranya. Maka detektor ini memberikan
respon bukan pada konsentrasi analit, tetapi pada laju aliran massa.

+ -
Amplifier

Elektro
meter

O2 H2
Rekorder

gas pembawa +
gas komponen

Gambar : Diagram Detektor FID

3. Detektor tangkap electron (ECD) Electron Capture Detector


Detektor ini dilengkapi dengan sumber sinar  radio aktif yaitu tritium (3H ) atau 36Ni yang
ditempatkan diantara dua elektroda. (Gambar :) Tegangan listrik tetap dipasang antara katoda ke
anoda tidak terlalu tinggi, antara 2-100 volt. Dasar kerja detector ini adalah : penangkapan
electron oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap electron bebas, yaitu senyawa yang
mempunyai unsur-unsur elektronegatif.

keluar

(-)

(+)
Sumber sinar 
Sumber sinar 
H-3 atau Ni-63 H3 atau Ni-63

kolom gas N2

Gambar : Diagram Detektor Tangkap Elektron (ECD)

10
Bila fase gerak (gas pembawa N 2) tanpa komponen masuk ke dalam detektor maka sinar
 akan mengionisasi molekul N2 menjadi ion-ion N2+ dan electron (bebas) yang akan bergerak ke
anoda dengan lambat. Dengan demikian di dalam ruangan detektor terdapat semacam awan
electron bebas yang dengan lambat menuju anoda. Elektron-elektron yang terkumpul pada anoda
akan menghasilkan arus garis dasar (base line current) yang steady dan memberikan garis dasar
pada kromatogram. Bila komponen sample (senyawa dengan unsur elektronegatif) dibawa fase
gerak masuk ke dalam ruang detektor yang dipenuhi awan electron, maka senyawa ini akan
menangkap elektron sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini akan dibawa oleh
fase gerak (carrier gas). Akibatnya setiap partikel negatif dibawa keluar detektor, berarti
menyingkirkan satu elektron dari sistim. Sehingga mempengaruhi arus listrik yang steady tadi
akan berkurang. Pengurangan arus ini akan dicatat oleh rekorder sebagai puncak pada
kromatogram.
Masih banyak detektor yang digunakan pada kromatografi gas, misalnya NPD, FPD dapat
dipelajari dari literatur ataupun informasi dari internet.

Puncak yang ideal pada kromatogram sebenarnya berbentuk garis, dalam praktek puncak
seperti ini tidak diperoleh. Setelah diinjeksikan senyawa-senyawa menyusuri kolom dan
kemudian terjadi penyebaran (diffusi). Sehingga terjadi bentuk puncak simetris (A) seperti kurva
gauss dan puncak tak normal (tak-simetris).

A B I II

Puncak tak-simetris dibedakan : dan puncak memimpin (peak leading, fronting) (I), puncak
berekor (peak tailing) (II), selain itu dikenal puncak melebar (B).
Puncak berekor (tR turun) terjadi karena komponen terlalu lama tinggal didalam fase diam atau
malah mungkin terjadi adsorbsi pada fase diamnya. Sedangkan puncak memimpin karena
komponen berada lebih banyak di fase gerak, dan belum sempat terjadinya kesetimbangan

11
diantara ke dua fase, komponen sudah terbawa fase gerak. Puncak memimpin (t R naik) ini juga
disebabkan oleh karena over loaded.
Untuk tujuan analisis kuantitatif ditentukan persyaratan puncak-puncak asymetri, yang dapat
diizin untuk perhitungan luas.

Tailing Factor = a/b


Asymmetry factor = b/a
Faktor ikutan = W0,05/2a (lihat di farmakope Indonesia ed.V halaman 1538)

Berapa detektor dengan spesifikasinya.

Detektor Tipe Gas pendukung selektifitas deteksi

FID Aliran massa H2 & udara Seny.organik 100 pg (10-12g)

TCD Konsentrasi Referens Umum 1 ng (10-9g)

ECD Konsentrasi Make up Halida,orgmetal, nitrat,nitrit 50fg (10-15g)

N. P
N-P Aliran massa H2 & udara 10pg
S,P,Zn,boron, As
FPD Aliran massa H2 & udara Alifatik,aromatik,ester,aldehid, 100 pg
amin,heterosiklik
PID konsentrasi Make up

12
Besaran-besaran yang merupakan ukuran efisiensi kolom

Teori pelat (plate theory) oleh Martin dan Synge, (1941) membayangkan bahwa di dalam
kolom kromatografi terdapat bagian-bagian tipis yang disebut pelat teori (Theoretical plate).
Konsep teori ini sebenarnya berasal dari teori destilasi. Di dalam tiap pelat ini terjadi
kesetimbangan distribusi komponen di dalam fase gerak dan fase diam. Maka semakin banyak
jumlah pelat teori (N) suatu kolom kromatografi, semakin baik kemampuan memisahkan atau
kolom itu makin efisien. Maka N adalah ukuran efisiensi kolom. Jumlah pelat dapat dihitung
sbb:

tR
N = 16 (---------)2
Wb
Atau

tR
N = 5,54 (----------)2
W1/2
Selain N, ukuran efisiensi kolom yang lain adalah HETP (Height Equivalent of a Theoretical
Plate) adalah tinggi dari pelat bayangan yang ada dalam kolom. Makin efisien kolom makin
kecil harga HETP. Maka : kolom yang efisien mempunyai N besar dan HETP kecil.

13
L
HETP = -------
N
L = Panjang kolom
N = Jumlah pelat teori

Selektivitas kolom
Selektivitas kolom adalah kemampuan kolom kromatografi untuk membedakan antara
dua atau lebih komponen sample, sehingga komponen-komponen tersebut dapat terpisah satu
sama lain. Selektifitas berkaitan dengan  (faktor pemisahan). Maka :
K2 tR’2 k’2
= = =
K1 tR’2 k’2

tR2 - to
 = -------------
tR1 - to

RESOLUSI
Resolusi adalah tingkat pemisahan atau derajat pemisahan dua komponen sample pada
kromatografi. Resolusi dapat dihitung sebagai jarak antara 2 puncak dibagi lebar alas puncak.
Nilai Resolusi ditentukan oleh selektifitas kolom (tR)dan efisiensi kolom (W). Nilai resolusi yang
baik adalah > 1,5 yang disebut resolusi garis dasar atau Base line resolution. Pada harga R = 1,5
tumpangsuh antara dua puncak adalah 0,3 %, ini sudah cukup untuk analisis kuantitatif,
sedangkan untuk R=1 tumpangsuh adalah 2%. Pustaka yang baru memberikan batasan lebih
ketat lagi, untuk analisis kuantitatif dipersyaratkan R> 2.

14
tR2 – tR1 2 (tR2- tR1)
R = ------------------------- = -----------------------
½ (W1 + W2) (W1 + W2)

2 (tR2- tR1)
R = -------------------------
1,699 (W1/2 1 + W1/2 2)
Contoh soal
1. Senyawa X mempunyai waktu retensi 21,5 cm dengan lebar alas puncak 4,1 cm. Bila
panjang kolom 250 mm. Berdasarkan puncak X, berapa jumlah pelat teori dan berapa
tinggi pelat teori ?
Jawab :
tR
21,5 cm

inj

Wb = 4,1 cm
tR
N = 16 ( )2 L
H=
Wb N

21,5 250 mm
N = 16 ( )2 H=
440
4,1
= 0,57 mm

N = 439,9 = 440

2. Suatu sample terdiri dari dua komponen, komponen A dan komponen B. Kromatogram
yang diperoleh memberikan data sebagai berikut : tR(A) = 13 menit, tR(B) = 21,5 menit t0
= 2,0 menit. Wb(A) = 2,1 menit dan Wb(B) = 4,1 menit. Ditanyakan : Berapa resolusi
antara kedua puncak ? dan berapa faktor pemisah ?
tR(B)
Jawab :
tR(A)
t0

inj

Wb(A) Wb(B)

2 { tR(B) - tR(A)} 2 (21,5 - 13) 17


R= = = = 2,7
Wb (A) + Wb (B) 15 2,1 + 4,1 6,2

tR (B) - t0 21,5 - 2
= = =
19,5
= 1,77 = 1,8
tR (A) - t0 13 - 2 11
Faktor-faktor penyebab pelebaran pita di dalam kolom

Teori Kecepatan ( Rate theory ) (van Deemter) mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya HETP. Pada perhitungannya, HETP ditentukan oleh N yang besarnya tergantung W
(lebar alas puncak). Kurva hubungan HETP dengan kecepatan gas pembawa dinyatakan dalam
persamaan van Deemter dan dilukiskan sebagai kurva pada gambar dibawah.

Persamaan van Deemter

HETP = A + B/ + C

Gambar : Kurva hubungan HETP dengan kecepatan alir gas pembawa

Dari persamaan diatas, HETP ditentukan oleh faktor-faktor :


A = suku difusi eddy adalah efek jalur ganda.
B/ =suku difusi longitudinal molekul-molekul komponen
C = suku perpindahan massa

16
Optimasi kromatografi gas:
Pengaruh Variabel Independen Pada Kualitas Pemisahan :
1. Panjang kolom
2. Kecepatan aliran gas (flow rate)
3. Fase diam
4. Suhu
Ad 1.
Jika semua variable tetap maka jumlah N adalah berbanding lurus dengan bertambah panjangnya
kolom, sebagai akibatnya bertambah lama waktu retensi (tR). Sedangkan lebar alas puncak (W)
berbanding lurus dengan akar bertambah panjangnya kolom. Maka kenaikan tR akan lebih cepat
daripada kenaikan W. Dengan bertambah panjangnya kolom akan naik harga resolusi (R).
Namun dengan bertambahnya panjang kolom, diperlukan tekanan gas yang lebih besar dan
waktu pemisahan terlalu lama.

Ad 2.
Kecepatan aliran gas berpengaruh pada efisiensi kolom (N, H dan W). Pada kurva van Deemter
dapat dilihat bahwa pada optimum memberikan HETP minimum. Maka untuk mencari kondisi
optimal yaitu HETP minimum perlu dicari dengan mengubah kecepatan alir gas pembawa.
Suku A = difusi eddy, pada persamaan van Deemter disebut sebagai efek jalur ganda.
Pelebaran puncak disebabkan oleh panjang jalur-jalur gerakan molekul-molekul komponen dari
ujung masuk kolom ke ujung keluar kolom tidak sama. Variasi panjang jalur semakin besar bila
solid support material diameter dan bentuknya tidak seragam. Harga tidak tergantung pada
kecepatan aliran gas pembawa.
Suku B/ = difusi longitudinal. Pembesaran harga H disebabkan oleh difusi molekul di
dalam kolom searah dengan panjang kolom. Besarnya sumbangan efek difusi longitudinal
terhadap pembesaran harga H berbanding terbalik dengan kecepatan aliran gas pembawa. Difusi
longitudinal dalam fase gas lebih besar penagruhnya terhadap H dari pada difusi longitudinal
didalam fase cair.

17
Suku C= efek perpindahan massa. Pelebaran puncak disebabkan karena tidak
dicapainya kesetimbangan partisi pada perpindahan massa komponen sample antara gas (fase
gerak) dan cairan (fase diam). Besarnya efek perpindahan massa ini akan semakin besar dengan
semakin besarnya kecepatan aliran gas pembawa Semakin besar , semakin sedikit waktu untuk
mencapai kesetimbangan dan semakin besar pelebaran puncak. Bila lapisan fase diam tipis akan
lebih cepat dicapai kesetimbangan distribusi antara komponen di dalam fase diam dan fase gerak.
Maka banyak fase diam yang melapisi penyangga akan menyebabkan makin besarnya pelebaran
puncak.

Ad 3. Fase diam
Resolusi dapat diperbaiki dengan menambah berat fase diam atau dengan memilih fase diam lain
yang sesuai dengan polaritas senyawa yang akan dianalisis. Memilih fase diam lain adalah
mengubah harga K yang sesuai.

Ad 4 Suhu
Naiknya suhu menyebabkan senyawa lebih banyak di dalam fase gerak, kurang ditahan fase
diam akibatnya akan keluar lebih cepat (tR kecil).

Penggunaan Kromatografi Gas untuk Analisis


Seperti pada KLT maka Kromatografi gas dapat digunakan untuk tujuan analisis
kualitatif maupun kuantitatif.
Analisis kualitatif
Kromatogram biasanya terdiri dari beberapa puncak yang menunjukkan waktu retensi (t R=waktu
tambat) dari masing-masing komponen. Waktu retensi diukur mulai dari titik penyuntikan
sampai ke titik maksimum puncak. Waktu retensi bersifat khas untuk senyawa tertentu pada
kondisi tertentu. Dengan membandingkan tR komponen dengan tR senyawa murni pembanding
maka bila tR kedua sama, dengan ulangan menggunakan kondisi berbeda (kolom, suhu, kecepatan
gas pembawa dsb) tetap memberikan tR sama, maka senyawa tersebut identik dengan senyawa
pembanding (menurut criteria kromatografi gas).
Untuk keperluan identifikasi, selain dengan cara membandingkan tR senyawa yang dianalisis
dengan tR senyawa murni pembanding, dikenal teknik lain yaitu yang disebut Spiking. Pada

18
teknik ini senyawa murni pembanding dicampur dengan sample yang diduga mengandung
senyawa pembanding, kemudian diinjeksikan bersama dalam satu syringe. Jika ada puncak yang
diperkuat, secara simetris dan cara demikian diulang beberapa kali pada kondisi yang berbeda
dan tetap memperkuat puncak tersebut, maka disimpulkan komponen yang diduga memang ada
di dalam sample.

Analisis kuantitatif
Dengan asumsi bahwa luas puncak berbanding lurus dengan kadar senyawa pada kondisi
elusi yang sama, maka kadar sample dapat dihitung sama dengan luas puncak sample dibagi luas
puncak senyawa pembanding kali kadar senyawa pembanding. Cara demikian tentunya
menanggung banyak ralat, oleh karena itu akan lebih baik bila dibuat kurva baku luas puncak
versus kadar senyawa pembanding. Kemudian dibuat persamaan garis lurus dan dibuat kurva
regresinya.

Dikenal beberapa cara perhitungan kadar menggunakan kurva baku ataupun tanpa kurva baku.

Standar eksternal
Pada umumnya digunakan kurva regresi dengan kadar baku pembanding sebagai ordinat
dan luas puncaknya sebagai absis. Matrik sample dianggap normal sama dengan matrik larutan
baku pembanding. Selain menggunakan kurva regrasi, kadar analit dapat juga dihitung hanya
dengan membandingkan satu macam kadar baku pembanding. Maka kadar analit adalah luas
puncak sample dibagi luas puncak baku pembanding dikalikan kadar baku pembanding.

Standar internal
Yang dimaksud dengan standar internal adalah senyawa yang sifat fisikanya mirip dengan
senyawa yang dianalisis (analit), senyawa ini harus netral, tidak bereaksi dengan molekul
sample, mempunyai tR yang tidak jauh berbeda dengan tR sample. Senyawa ini digunakan
sebagai standar internal. Standar internal ditambahkan dengan jumlah terukur pada masing-
masing larutan baku yang berbeda kadarnya, juga ditambahkan pada sample. Selanjutnya dibuat
kurva regresi dengan luas puncak senyawa pembanding dibagi luas puncak standar internal
sebagai ordinat versus kadar senyawa pembanding sebagai absisnya. Maka kadar sample dapat
dihitung dengan memplotkan luas puncak sample dibagi luas standar internal pada ordinat dan

19
bila ditarik garis sejajar absis memotong garis regresi, selanjutnya ditarik garis sejajar ordinat
maka akan memotong absis, pada titik potong dengan absis inilah diketahui kadar sample.
Penggunaan standar internal memberikan koreksi bilamana ada kesalahan pada pengambilan
volume sample yang diinjeksikan.

STANDAR INTERNAL

1% 2% 3% 4%

sampel

luas puncak analit


luas puncak stand internal

1 2 3 4%
konsentrasi analit
konsentrasi stand internal

Bila tidak dibuat kurva regresi, maka perlu ditentukan faktor koreksi respon detector (F),
karena tiap senyawa direspon berbeda oleh detektor. Jelasnya a gram senyawa A dan a gram
senyawa B tidak memberikan luas puncak yang sama. Padahal pada pada metoda ini
digunakan standar internal, yaitu senyawa yang tidak sama dengan senyawa yang akan
dianalisis. Cara kerjanya adalah menambahkan standar internal (diketahui beratnya) kepada
larutan sample. Selanjutnya diinjeksikan dan diukur luas puncak masing-masing. Misalkan
dikerjakan analisis seperti berikut. Kepada sample yang mengandung 1-butanol ditambahkan
standar internal 1-pentanol sebanyak 0,57 mmol, campuran ini kemudian dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai hingga volume tertentu. Selanjutnya 1 l campuran ini diinjeksikan dan
diperoleh puncak dengan luas masing-masing puncak 1-butanol 785 dan puncak 1-pentanol
1331. Untuk menentukan factor koreksi (factor respon detector) dicampurkan 1,21 mmol 1-

20
butanol dan 0,95 mmol 1-pentanol. Campuran ini diinjeksikan (pada kondisi sama)
memberikan perbandingan luas puncak 1-butanol : 1-pentanol = 1,02 : 1,00.

[1-butanol] luas puncak 1-pentanol


Maka faktor koreksi = ---------------- X ---------------------------------
[ 1-pentanol] luas puncak 1-butanol

[butanol] luas puncak pentanol


F= X
[pentanol] luas puncak butanol

1,21 1,00
= { } { } = 1,25
0,95 1,02
luas puncak butanol
butanol = F X X mmol pentanol
luas puncak pentanol

785
= 1,25 X ( ) X 0,57 = 0,42 mmol
1331

Metoda penambahan (Addition method)

2ug/ml 4 6 8

sampel sampel sampel sampel sampel

ditambah dg standar

21
Metoda penambahan adalah menambahkan senyawa murni yang dianalisis itu sendiri
dengan jumlah terukur ke dalam sample. Supaya lebih jelas diambil contoh kongkrit pada
penetapan metil salisilat dalam minyak gosok. Diperlukan isopropanol digunakan sebagai
pelarut. Langkah-langkah adalah sebagai berikut:
1. Kedalam 3 (tiga) labu takar 10,0 ml dimasukkan masing-masing 5,0 ml minyak gosok
(sample).
2. Ke dalam 2 (Dua) labu takar yang berisi sample ditambahkan metil salisilat murni
(standar) masing-masing 0,3 ml dan 0,6 ml.
3. Ke tiga labu ( berisi: sample, sample + 0,3ml metilsalisilat murni dan sample + 0,6 ml
metilsalisilat murni) diencerkan dengan isopropanol hingga tanda.
4. Dari ke tiga labu takar ini diinjeksikan masing-masing 1 l.
5. Selanjutnya dihitung kadar metil salisilat dalam sample dengan rumus dibawah ini. Dua
kali pengukuran, kadar dihitung rata-rata.

hx . Cs
Cx =
hx+s - hx

Cx = kadar (%vol sample)


hx = luas puncak sample

22
Cs = % vol std yang ditambahkan
hx+s = luas puncak (sample + std yang ditambahkan)

23

Anda mungkin juga menyukai