Anda di halaman 1dari 12

MATERI DAN PRAKTIKUM GAS KROMATOGRAFI (GC)

PEMBEKALAN PKL KELAS XII

A.  Tanggal Praktikum :

B.  Judul Praktikum : Penentuan Komponen heksana, toluena, dan xylena pada sampel pertamax
dengan menggunakan instrumen kromatografi gas (GC)

C.  Tujuan Praktikum :
  Menentukan komponen heksana, toluena, dan xylena pada sampel pertamax dengan menggunakan
instrumen kromatografi gas (GC)

D.  Tinjauan Pustaka
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu
campuran berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen ke dalam 2 fasa, yaitu fasa
gerak berupa gas, dan fasa diam bisa cairan atau padatan. Selain pemisahan, kromatografi gas
juga dapat digunakan untuk pengukuran kadar komponen-komponen dalam sampel.
Dalam kromatografi gas, gas analit di alirkan seluruhnya ke kolom oleh fasa gerak gas, yang
dinamakan dengan gas pembawa. Dalam pemisahan kromatografi gas-cair, fasa diamnya adalah
cairan nonvolatil (tidak mudah menguap) yang terikat ke dalam kolom.  Seperti kita ketahui
bahwa gas selalu bergerak kemana saja, tidak bisa diam. Oleh karena itu, untuk melakukan
percobaan kromatografi gas diperlukan peralatan khusus.

Adapun mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut :


Gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam.
Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, yang
disuntikkan ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke
dalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen campuran
yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung
kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian di
rekam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa puncak. Jumlah
puncak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam
campuran. Bila suatu kromatogram terdiri dari lima puncak, maka terdapat lima senyawa atau
lima komponen dalam campuran tersebut. Sedangkan luas puncak bergantung kepada kuantitas
suatu komponen dalam campuran.
Adapun komponen-komponen instrumentasi kromatografi gas adalah sebagai berikut :
1.    Gas pembawa
Gas pembawa ini berfungsi sebagai fasa gerak dan gas yang dapat digunakan sebagai fasa gerak
dalam kromatografi gas harus bersifat inert (tidak bereaksi) dengan cuplikan maupun fasa diam.
Gas-gas yang biasa digunakan adalah gas helium, argon, nitrogen, dan hidrogen. Karena gas
disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi, maka gas tersebut akan mengalir dengan
sendirinya secara cepat sambil membawa komponen-komponen campuran yang akan atau yang
sudah dipisahkan. Pemilihan gas pembawa yang digunakan sering ditentukan oleh alat detektor.
Namun, dalam hal efisiensi, gas H2 merupakan pilihan gas pembawa yang baik. Jika percobaan
dilakukan pada tekanan tetap, kecepatan alir akan berkurang ketika suhu dinaikkan. Keuntungan
lain gas pembawa H2 adalah memberikan efisiensi relatif stabil dengan perubahan kecepatan alir.
Sayangnya, gas H2 mudah meledak bila berkontak dengan udara. Oleh karena itu, gas He banyak
digunakan sebagai pengganti gas H2.
2.    Pemasukkan Cuplikan
Cuplikan yang dapat di analisis dengan teknik kromatografi gas dapat berupa zat cair atau gas.
Dengan syarat cuplikan tersebut mudah menguap dan stabil (tidak rusak pada kondisi
operasional). Di tempat pemasukkan cuplikan terdapat pemanas yang suhunya dapat diatur untuk
menguapkan cuplikan. Suhu tempat penyuntikkan cuplikan biasanya sekitar 500C diatas titik
didih cuplikan. Bila cuplikan rusak pada suhu tersebut, maka cuplikan tersebut tidak dapat di
analisis dengan teknik kromatografi gas. Jumlah cuplikan yang disuntikkan ke dalam aliran fasa
gerak sekitar 5 µm.
Tempat pemasukkan cuplikan cair ke dalam pak kolom biasanya terbuat dari tabung gelas di
dalam blok logam panas. Cuplikan disuntikkan dengan bantuan alat suntik melalui karet septum
kemudian diuapkan di dalam tabung gelas. Gas pembawa meniup uap cuplikan melalui kolom
kromatografi. Untuk kolom analitik memerlukan antara 0,1-10 µL cuplikan cair sedangkan
kolom preparatif memerlukan antara 20-1000 µL. Cuplikan berbentuk gas dapat dimasukkan
dengan bantuan alat suntik gas (gas- tight syringe) atau kran gas (gas sampling value). Untuk
jenis kolom terbuka diperlukan alat pemasukkan cuplikan yang lebih rumit. Alat pemasukkan
cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu injeksi split (split
injection) dan injeksi spittless (splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi
volume cuplikan yang masuk ke kolom. Volume cuplikan yang masuk ke kolom hanya 0,1-10%
dari 0,1-2 µm, sementara sisanya di buang.
Jenis injeksi split tidak berguna untuk analisis renik karena kebanyakan cuplikan di buang.
Untuk keperluan analisis kuantitatif yang baik dan untuk analisis renik maka injeksi jenis
splitless lebih cocok. Dalam hal ini, larutan encer cuplikan dalam pelarut yang mudah menguap
disuntikkan ke dalam tempat pemasukkan cuplikan dengan keadaan kran 1 dan 2 tertutup. Suhu
kolom mula-mula 20-250C lebih rendah dari titik didih pelarut sehingga berkondensasi pada
permulaan kolom. Ketika solute terpenrangkap oleh kabut pelarut maka solute-solute tersebut
terkumpul pada permulaan kolom yang akan membentuk peak tajam. Sebagian cuplikan (dan
cuplikan) yang masih berbentu uap dekat septum akan menyebabkan tailing (pelebaran peak).
Oleh karena itu, setelah 20-60 detik kran 1 dibuka untuk mengeluarkan uap dekat septum.
Dengan injeksi splitless, kebanyakan cuplikan (sekitar 80%) masuk ke dalam kolom
Teknik injeksi pada kolom (on-column injection) digunakan untuk cuplikan yang dapat teruarai
pada pemanasan di atas titik didihnya selama injeksi. Larutan cuplikan dimasukkan langsung ke
dalam kolom tanpa melalui injektor panas. Suhu kolom mula-mula mendekati titik didih pelarut
yang mudah menguap untuk mengkondensasi dan mengumpulkan solut-solut. Proses
kromatografi terjadi ketika suhu kolom dinaikkan. 

3.    Pemrograman suhu
Jika suhu kolom di tingkatkan, tekanan uap zat terlarut meningkat dan waktu retensi menurun.
Untuk memisahkan senyawa dengan rentang titik didih yang besar atau kepolarannya, kita
naikkan suhu kolom selama pemisahan, teknik yang disebut pemrograman suhu.
4.    Kolom kromatografi
Dalam kromatografi gas, kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan. Sebuah kolom
kromatografi menyediakan tempat untuk menahan fasa diam secara fisik. Bentuk kolom juga
mempengaruhi jumlah sampel yang dapat ditangani., efisiensi dari pemisahan, jumlah analit
yang dapat dipisahkan dengan mudah, dan jumlah waktu yang di butuhkan untuk pemisahan.
Untuk kromatografi gas, dikenal dua jenis kolom yaitu jenis pak (packed column) dan jenis
kolom terbuka (open tubular column).
a.       Kolom pak (packed column)
Kolom pak terbuat dari gelas, stainless steel, tembaga, atau alumunium dengan panjang 2-6 m
dan diameter dalamnya 2-4 mm. Kolom diisi oleh zat pendukung dengan diameter partikel dari
37-44 µm sampai 250-354 µm. Partikulat yang paling banyak digunakan adalah tanah diatomik,
yang mengandung silika. Partikelnya sedikit berpori dengan luas permukaan 0,5-7,5 m2/g yang
memberikan kontak yang cukup antara fasa gerak dan fasa diam, ketika dihidrolisis.
Dalam kromatografi gas-cair, pemisahan berdasarkan pada partisi zat terlarut antara fasa gerak
gas, dan fasa diam cair pada bahan kemasan padat. Untuk menghindari adsorpsi molekul zat
terlarut pada pemaparan bahan kemasan, yang menurunkan kualitas pemisahan, permukaan
silanol terdeaktivasi oleh proses silanizing dengan dimetil dikloro silana dan pencucian dengan
alkohol (seperti metanol) sebelum dilapisi dengan fasa diam. Jenis kolom pak ini lebih disukai
untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak, namun
memberikan puncak yang lebar, waktu retensi yang panjang, dan resolusi yang rendah.

b.      Kolom terbuka (open tubular column)


Kolom terbuka terbentuk dari leburan silika yang dilapisi dengan pelindung yaitu polimer.
Kolom terbuka lebih kecil dan lebih panjang daripada kolom pak. Diameter kolom terbuka
berkisar antara 0,1-0,7 mm dan panjangnya berkisar antara 15-100 m. Jenis kolom ini disebut
juga kolom kapiler. Untuk mempermudah penyimpanan, biasanya kolom terbuka dibentuk spiral
dengan garis tengah 18 cm. Keuntungan dari kolom terbuka ini adalah lebih efisien karena
memiliki panjang kolom yang lebih besar, dimana efisiensi ini secara kuantitatif dapat dijelaskan
dengan teori plat (N). Teori plat dapat diartikan bahwa sepanjang kolom terjadi proses ekstraksi
sebanyak N kali. Semakin besar harga N, maka semakin efisien pula pemisahan, dan jumlah plat
teori (N) berbanding lurus dengan panjang kolom (L), sehingga semakin panjang kolom, maka
semakin efisien pula pemisahannya. Juga dengan bertambahnya panjang kolom, maka perbedaan
waktu retensi senyawa satu terhadap lainnya akan bertambah yang akan memberi dampak pada
peningkatan selektivitas. Keuntungan lain penggunaan kolom terbuka adalah waktu analisis lebih
pendek daripada penggunaan kolom pak karena fasa gerak tidak mengalami hambatan ketika
melewati kolom.
 
Kolom terbuka (kolom kapiler) terdiri dari tiga jenis, yaitu :
      Wall-Coated Open Tubular column (WCOT)
Fasa diam cairan kental dilapiskan secara merata pada dinding dalam kolom.
      Support-Coated Open Tubular column (SCOT)
Partikel zat padat pendukung seperti silika atau alumunium ditempelkan pada dinding dalam
kolom. Partikel pendukung ini terlebih dahulu dilapisi zat cair sebagai fasa diam untuk
meningkatkan luas permukaan
      Porous-Layer Open Tubular column (PLOT)
Partikel zat padat yang ditempelkan pada dinding dalam kolom bertindak sebagai fasa diam.

5.        Fasa Diam
Selektivitas dalam kromatografi gas dipengaruhi oleh pemilihan fasa diam. Urutan elusi dalam
kromatografi gas-cair terutama ditentukan oleh titik didih zat terlarut dan ke tingkat yang lebih
rendah oleh interaksi zat terlarut dengan fasa diam. Zat terlarut dengan titik didih yang berbeda
secara signifikan dapat dipisahkan dengan mudah. Di sisi lain, dua zat terlarut dengan titik didih
yang sama dapat dipisahkan apabila fasa diam secara selektif berinteraksi dengan salah satu dari
zat terlarut.
Secara umum, zat terlarut nonpolar lebih mudah dipisahkan dengan fasa diam nonpolar., dan zat
terlarut polar mudah dipisahkan denga fasa diam polar. Kriteria utama untuk memilih fasa diam
adalah secara kimia bersifat inert, stabil secara termal, volatilitasnya rendah, dan kepolarannya
tepat untuk zat terlarut yang dipisahkan. Meskipun ratusan fasa diam telah dikembangkan,
banyak yang tersedia secara komersial, sebagian besar pemisahan kromatografi gas-cair yang
dicapai dengan 5-10 fasa diam yang umum. Sebuah permasalahan penting dengan semua fasa
diam cair adalah kecenderungan untuk keluar kolom, serta yang penting adalah ketebalan dari
fasa diam.
Jumlah fasa diam yang digunakan dinyatakan dalam persen zat padat pendukung. Jumlah yang
umum berkisar antara 2-10%. Jika fasa diam melebihi 30% dari zat padat pendukung, maka
efisiensi kolom mulai berkurang. Kerugian lainnya adalah faktor kapasitas bertambah besar atau
waktu retensi bertambah lama. Demikian pula bila jumlah fasa diam kurang dari 20% maka
permukaan zat padat pendukung tidak tertutup semuanya sehingga solut polar berikatan terlalu
kuat dengan zat pendukung. Selain zat cair, beberapa zat padat dapat digunakan sebagai fasa
diam seperti alumina (Al2O3) untuk memisahkan hidrokarbon.
6.        Detektor
Detektor adalah alat ukur dalam sistem kromatografi, mendeteksi adanya senyawa dalam gas
yang mengalir meninggalkan kolom. Detektor ditempatkan dalam daerah pemisahan kontrol
panas dalam alat.
a.       Detektor daya hantar panas (Thermal Conductivity Detector)
Detektor jenis ini mengukur kemampuan zat dalam memindahkan panas dari daerah panas ke
daerah dingin. Semakin besar daya hantar panas, maka semakin cepat pula panas dipindahkan.
Detektor ini terdiri dari filamen panas tungsten-rhenium yang ditempatkan pada aliran gas yang
datang dari arah kolom kromatografi. Tahanan listrik filamen akan naik bila suhu filamen naik.
Selama gas pembawa mengalir secara konstan, maka tahanan akan konstan dan begitu pula
sinyal yang dikeluarkannya. Ketika solute keluar dari kolom maka daya hantar panas aliran gas
menjadi menurun sehingga kecepatan pendinginan filamen oleh aliran gas berkurang secara
proporsional. Filamen menjadi lebih panas, tahanan bertambah, dan perubahan sinyal teramati.

b.      Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID)


Dalam flame ionisasi detektor, solute yang keluar dari kolom dicampur H 2 dan udara kemudian
dibakar pada nyala bagian dalam detektor. Atom karbon senyawa organik dapat menghasilkan
radikal CH yang selanjutnya menghasilkan ion CHO+ dalam nyala hidrogen-udara.
CH + O  CHO+ + e-
CHO+ yang dihasilkan dalam nyala bergerak ke katoda yang berada di atas nyala. Arus yang
mengalir diantara anoda dan katoda diukur dan diterjemahkan sebagai sinyal pada rekorder.
Detektor ini jauh lebih peka daripada detektor daya hantar panas. Kepekaan detektor ionisasi
nyala akan lebih meningkat kalau N2 digunakan sebagai gas pembawa.
c.       Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector)
Detektor ini mengukur kehilangan sinyal ketika analit terelusi dari kolom kromatografi. Detektor
ini sangat sensitif terhadap molekul yang mengandung halogen, seperti diklorinasi pestisida,
tetapi relatif tidak sensitif untuk hidrokarbon, alkohol, dan keton. Sebagai gas pembawa dapat
digunakan N2 kering atau 5% metana dalam argon. Alternatif lain, menambahkan N2 bila H2 atau
He digunakan sebagai gas pembawa. Gas nitrogen yang memasuki detektor diionisasikan oleh
elektron berenergi tinggi (sinar β) yang diemisikan dari radioaktif 63Ni atau 3H. Elektron yang
terbentuk ditarik ke anoda dan menghasilkan sejumlah kecil arus. Bila molekul analit yang
mempunyai afinitas elektron tinggi memasuki detektor, maka sebagian elektron ditangkap
sehingga arus yang mengalir ke anoda berkurang.
d.      Detektor fotometri nyala
Detektor ini merupakan fotometer emisi optik yang berguna untuk mendeteksi senyawa-senyawa
yang mengandung fosfor atau belerang seperti pestisida dalam polutan udara. Solut yang terelusi
memasuki nyala hidrogen-udara seperti dalam detektor ionisasi nyala. Fosfor dan belerang
tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang kemudian melepaskan energi dalam bentuk
cahaya. Cahaya yang dibebaskan oleh fosfor terjadi pada panjang gelombang 536 nm dan
belerang terjadi pada panjang gelombang 394 nm yang dapat di isolasi dengan filter dan di
deteksi dengan tabung fotomultifier.
e.       Detektor nyala alkali
Detektor ini merupakan modifikasi detektor ionisasi nyala yang selektif peka terhadap fosfor
atau nitrogen. Detektor ini penting untuk analisis obat-obatan
f.       Detektor spektroskopi massa
Detektor ini merupakan jenis detektor paling terkenal dan mutakhir dalam kromatografi gas.
Spektrometer massa disambungkan dengan keluaran kromatografi gas. Ketika gas solute
memasuki spektrometer massa, maka molekul senyawa organik ditembaki dengan elektron
berenergi tinggi sehingga molekul tersebut pecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil.
Pecahan molekul terdeteksi berdasarkan massanya yang digambarkan sebagai spektra massa.
Setiap komponen campuran yang telah terpisahkan dengan kromatografi gas akan tergambar
dalam satu spektra massa.
7.        Amplifier
Sinyal atau respon dihasilkan dan detektor kromatografi gas sangat kecil dan harus dimunculkan
secara elektronik membuatnya tampak pada penangkap atau sistem data. Ini adalah fungsi dari
detektor amplifier.
Karena kromatografi gas terbatas untuk sampel yang mudah menguap di bawah 3000C, teknik ini
tidak dapat dipakai untuk titik didih yang sangat tinggi atau material yang tidak mudah menguap.
Demikian kira-kira sekitar 75% dari seluruh senyawa yang diketahui tidak dapat dipisahkan
dengan kromatografi gas. Disisi lain, kromatografi gas lebih disukai dari pada HPLC untuk gas,
sampel yang titik didihnya rendah, dan banyak sampel dengan titik didih tinggi secara termal
stabil di bawah kondisi pemisahan. GC juga telah tersedia beberapa yang  sangat sensitif dan
detektor unsur yang spesifik memungkinkan terhindar dari batas deteksi yang rendah.
Dalam penerapannya, kromatografi gas bisa digunakan untuk :
a.         Mode operasional
Pengukuran kromatografi gas dapat dilakukan dalam dua mode operasional yaitu mode isotermal
dan mode program suhu. Dengan mode isotermal, suhu kolom dijaga tetap selama pengukuran.
Sedangkan dengan mode yang kedua, suhu kolom dapat diprogram, misal pada keadaan awal
pengukuran dilakukan pada suhu 400C dan pada akhir pengukuran 1500C dengan kenaikan suhu
50C per menit.
 b.       Analisis Kualitatif
Tujuan utama kromatografi adalah memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
campuran. Dengan kromatografi gas, jumlah peak yang tampak dalam kromatogram
menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam campuran. Untuk mengidentifikasi tiap
peak kromatografi gas dapat dilakukan dengan berbagai metode analisis kualitatif.
Pertama, cara yang paling sederhana untuk mengidentifikasi peak kromatografi gas adalah
membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar.
Kedua adalah melakukan ko-kromatografi. Standar ditambahkan kepada cuplikan kemudian
dilakukan kromatografi gas. Bila luas salah satu peak bertambah, yang dapat terlihat dari tinggi
peak maka peak analit yang mengalami pertambahan luasnya identik dengan standar.
Ketiga, metode spektrometri dapat digunakan untuk mengidentifikasi peak kromatografi gas.
Spektrometer massa dan spektrometer infared dapat langsung disambungkan ke kolom
kromatografi gas. Setiap peak dapa direkam spektranya secara menyeluruh.
Keempat, setiap komponen yang telah terpisahkan dan keluar dari kolom di kondensasi untuk
kemudian dilakukan analisis spektrometri NMR dengan syarat detektor nondestruktif harus
digunakan seperti TCD.
c.         Analisis kuantitatif
Analisis ini dapat didasarkan pada salah satu pendekatan, tinggi peak atau are peak analit dan
standar. Selanjutnya, terdapat 3 jenis metode analisis kuantitatif, yaitu :
1.      Metode kalibrasi
Analisis dengan metode ini, kita harus mempersiapkan sederet larutan standar yang
komposisisnya sama dengan analit. Kemudian tiap larutan standar di ukur dengan kromatografi
gas sehingga diperoleh kromatogram untuk setiap larutan standar. Selanjutnya di plot are peak
atau tinggi peak sebagai fungsi konsentrasi larutan standar. Plot data harus diperoleh garis lurus
yang memotong titik nol. Restandarisasi diperlukan untuk mendapatkan ketelitian tinggi.
2.      Metode normalisasi area
Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi
cuplikan. Dengan metode ini diperlukan elusi yang sempurna, semua komponen campuran harus
keluar dari kolom. Area setiap peak yang muncul dihitung. Kemudian area-area peak tersebut
dikoreksi terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang berbeda. Selanjutnya konsentrasi
analit ditentukan dengan membandingkan area suatu peak terhadap total area semua komponen.
Dalam praktikum kali ini, akan ditentukan keberadaan komponen heksana, toluena, dan
xylena pada sampel pertamax. Untuk itu, perlu diketahui seluruh komponen dari gasolin atau
bensin, yaitu dapat dilihat dalam kromatogram dibawah ini.
Adapun karakteristik dari pertamax adalah sebagai berikut :
      Ditujukkan untuk kendaraan menggunakan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal
      Untuk kendaraan yang menggunakan electric fuel injection dan catalyc converter 5
      Mempunyai nilai oktan 92, etanol sebagai peningkat bilangan oktannya
      Bebas timbal
      Menghasilkan NOx dan COx lebih rendah dibanding premium
Keuntungan kromatografi gas, diantaranya :
      Analisisnya cepat, beberapa menit
      Efisien, resolusi tinggi
      Sensitif, mudah mendeteksi ppm atau ppb
      Tidak merusak, memungkinkan dapat digabung dengan spektrometer massa
      Analisis kuantitatif dengan keakuratan yang tinggi, tipe RSDS 1-5 %
      Hanya dibutuhkan sampel sedikit, biasanya µm
      Reliabel dan relatif sederhana, tidak mahal.
Namun, ada pula kelemahan dari kromatografi gas, yaitu :
      Terbatas untuk sampel yang menguap
      Tidak sesuai untuk sampel yang labil secara termal
      Sulit untuk persiapan sampel dalam jumlah besar

E. Alat dan Bahan Praktikum


1. Alat
       Instrumen GC                         1 Set
       Botol Vial                               3 buah
       Gelas ukur  10 mL                  1 buah
       Pipet volume                           4 buah
       Ball pipet                                 1 buah
2.    Bahan
      Standar heksana                      0,3 mL
      Standar toluena                       0,5 mL
      Standar xylena                        0,7 mL
      Sampel pertamax                     1 mL

F. Sifat Fisik, Sifat Kimia, Bahaya, dan Penganggulangan Bahan


Bahan Sifat Fisika Sifat Kimia
C6H5CH3
(Toluena) -     Berat jenis uap : 3,1 -      Mudah terbakar
-     Massa molar : 92,13 gr/mol -      Iritan
-     Cairan tidak berwarna, berbau -      Bereaksi dengan
spesifik oksidator
o
-     Titik leleh : -95  C
-     Titik didih : 110,6o C
-     Tekanan uap : 22 mmHg (20oC)
-     Larut dalam pelarut organik
(kloroform, heksana)
Bahaya Penanggulangan
-   Penghirupan konsentrasi >200 -       Gunakan APD
ppm selama 8 jam dapat lengkap
mempengaruhi sistem syaraf -       Simpan toluena di
pusat yang berakibat pada tempat yang aman
timbulnya rasa lelah, otak lemah,
pusing, dan muntah.

Sifat Fisika Sifat Kimia

-    Berat jenis uap : 3,7 -  Mudah terbakar


-    Massa molar : 106,16 gr/mol -  Iritan
-    Cairan tidak berwarna, berbau -  Bereaksi dengan
spesifik oksidator
-    Titik leleh : 3,3oC
-    Titik didih : 138oC
C6H4(CH3)2 -    Tekanan uap : 8 mmHg (25oC)
(p-xylena) Bahaya Penanggulangan

-    Reaktivitas : Stabil terhadap -  Gunakan APD lengkap


panas, cahaya, udara, asam, dan -  Simpan xylenaditempa
basa. t aman
-    Iritasi hidung dan tenggorokan,
pusing, dan mau muntah bila
terhirup.
-    Iritasi bila terkena mata
C6H14 Sifat Fisika Sifat Kimia
(Heksana)
-    Berat jenis uap : 2,97 -      Mudah terbakar
(udara =1 ) -      Bereaksi dengan
-   Massa molar : 86,18 gram/mol oksidator
-   Cairan tidak berwarna
-   Titik leleh : -93,5oC
-   Titik didih : 68,95oC
-   Tekanan uap : 124 mmHg (20oC)
-   Tidak larut dalam air, tapi larut
dalam alkohol, kloroform, dan
larut dalam hampir semua pelarut
organik.
Bahaya Penanggulangan

-   Reaktivitas : Stabil, tidak terurai -  Gunakan APD lengkap


oleh panas -  Simpan heksana
-   Penyebab iritan pada hidung, ditempat aman.
tenggorokan, dan mata bila
terjadi paparan
-   Dapat menyebabkan pusing,
muntah, hilang kesadaran, atau
kematian

G. Prosedur Kerja Praktikum


1.    Pembuatan larutan standar
Larutan standard disiapkan dengan cara mencampurkan 0,3 mL hexane; 0,5 mL toluene dan 0,7
mL xilena ke dalam botol vial dengan menggunakan pipet volume dan ball pipet, kemudian
dihomogenkan dengan cara dikocok-kocok agar tercampur.
2.    Persiapan sampel
Larutan sampel pertamax dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam botol vial dengan
menggunakan pipet volume dan ball pipet.
3.    Persiapan larutan sampel dan standar
Larutan campuran sampel dan standar masing-masing dipipet sebanyak  0,5 mL dan dimasukkan
ke dalam botol vial dengan menggunakan pipet volume dan ball pipet.
4.    Pengoperasian Instrumen GC
Simaklah operator dalam menyiapkan dan menjelaskan cara mengoperasikan instrumen GC.
      Seting gas pembawa dan gas pembakar
      Nyalakan instrumen GC, diikuti computer.
      Mengatur parameter operasional GC
suhu injector 150ºC, suhu detector 250ºC, suhu awal kolom pada 40ºC kemudian diprogram
dengan kenaikan 8ºC permenit sampai 150ºC dipertahankan selama 2 menit , detector FID,
kolom DB-5, gas pembawa H2 tekanan 4-5 Bar.
5.    Pengukuran dengan instrumen GC
Ukurlah larutan standar, sampel dan campuran yang sudah disiapkan dengan instrumen GC.
Ambil sebanyak 0,5 µL larutan yang akan diukur dengan syringe dan injeksikan pada GC.
Simaklah operator mengukur dan mencetak hasil. Diskusikan hasil pengukuran dengan dosen
praktikum.

 H.  Analisis Data
Dalam percobaan ini dilakukan penentuan hexsan, toluen, xilena dalam sampel pertamax
dengan menggunakan instrumen gas kromatografi (GC).  Pertamax merupakan salah satu jenis
BBM dari pengolahan minyak bumi yang memiliki warna hijau jernih. Pertamax mengandung 33
komponen termasuk hexsan, toluena dan xilena yang akan dianalisis dalam percobaan ini.
Prinsip dasar dari gas kromatografi (GC) adalah pemisahan komponen berdasarkan
perbedaan distribusi molekul antara fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam
percobaan ini adalah gas N2 dan udara sebagai gas pembawa yang akan membawa sampel dari
injektor masuk kedalam kolom. N2 digunakan karena detektor yang dipakai adalah FID.
Kepekaan detektor ini akan lebih meningkat jika N2 digunakan sebagai gas pembawanya. FID
digunakan karena sampel yang akan dianalisis merupakan hidrokarbon. Fasa diam yang
digunakan berupa cairan 5% fenil – 95% metilpolisikloksan yang bersifat nonpolar. Fesa diam
ini terdapat dalam kolom DB-5.
Sampel yang diinjeksikan sebanyak 1μL. Penginjeksian dilakukan menggunakan siringe.
Dalam proses pengambilan sampel menggunakan siringe, harus dipastikan tidak ada gelembung
gas dalam siringe, karena akan berpengaruh pada keakuratan hasil analisis.
Hasil keluaran dari analisis sampel menggunakan intrumen GC adalah kromatogram.
Analisis yang dilakukan dalam percobaan ini hanya analisis kualitatif. Pada tahap pertama
dilakukan analisis terhadap kromatogram larutan standar. Kedua, dilakukan analisis terhadap
kromatogram sampel yaitu pertamax dan yang terakhir dilakukan analisis kromatogram pertamax
+ larutan strandar.
1.    Analisi kromatogram larutan standar
Larutan standar yang digunakan adalah heksan, toluena, dan xilena dengan perbandingan
masing-masing 0,3 mL, 0,5 mL, dan 0,7 mL. Dari hasil kromatogram larutan standar diperoleh 5
puncak. Namun, puncak yang dominan hanya ada 3 yang diduga puncak tersebut adalah heksan,
toluena, dan xilena.
Adapun data waktu retensi dan Area% dari kromatogram larutan standar sebagai berikut :
Puncak Waktu Retensi Area %
1 1,873 15,116
2 3,351 36, 502
4 5,020 47,038
Dari data tersebut, diduga bahwa puncak 1 merupakan heksan, karena memiliki %area yang
lebih kecil, sesuai dengan jumlah heksan yang ditambahkan yaitu 0,3 mL (20% dari larutan
standar keseluruhan). Puncak kedua diduga adalah toluena karena memiliki  %area yang lebih
besar dari puncak 1, hal inipun sesuai dengan jumlah toluena yang ditambahkan yaitu 0,5mL
(33,33%). Dan puncak yang keempat diduga adalah xilena karena memiliki %area yang paling
besar yaitu 47,038, sesuai dengan jumlah xilena yang ditambahkan yaitu 0,7mL (46,67%).
Selain berdasarkan analisis dari luas area puncak, hasil analisis juga didasarkan pada
interaksi antara komponen yang ada dalam larutan standar dengan fasa gerak dan fasa diam.
Interaksi komponen-komponen tersebut antara lain dipengaruhi oleh perbedaan kepolaran, berat
molekul dan titik didih. Juga faktor lain seperti laju alir dan efek sterik.
      Titik didih
Komponen dengan titik didih paling rendah akan keluar kolom terlebih dahulu. Hal ini
dikarenakan komponen dengan titik didih paling rendah akan terlebih dahulu menguap seiring
dengan pertambahan suhu kolom.
      Berat molekul
Komponen dengan berat molekul paling kecil, akan keluar kolom terlebih dahulu dan sebaliknya.
      Kepolaran
Jika dilihat dari kepolaran (harga indeks kepolaran) maing-masing komponen, maka komponen
yang bersifat paling nonpolar akan lebih lama tertahan dalam kolom dan fasa diam. Sehingga,
komponen yang lebih dahulu keluar dari kolom adalah komponen yang paling polar.
Adapun data mengenai berat molekul, titik didih, dan perbedaan kepolaran dari heksan,
toluena dan xilena adalah sebagai berikut :
Berat
Bahan Titik didih Indeks Polaritas
molekul
Heksan 86 68,95 0C 0,1
Toluena 92,13 110  0C 2,4
Xilena 106,16 138,35 0C (para) 2,5
Berdasarkan data diatas, heksan memiliki berat molekul dan titik didih yang lebih rendah
dibandingkan toluen dan xilena. Sehingga heksan lebih dulu berubah menjadi gas lalu terbawa
oleh gas pembawa dan keluar kolom lebih dalu, maka memiliki waktu retensi yang lebih kecil
yaitu puncak nomor 1. Dengan alasan yang sama,  puncak 2 diduga toluena dan puncak no 4
diduga xilena.
2.    Analisi kromatogram pertamax
Analisis kualitatif dari sampel pertamax dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
pada kromatogram pertamax dan kromatogram larutan standar. Berdasarkan data waktu retensi
yang hampir mendekati waktu retensi larutan standar, terdapat 2 puncak yang diduga heksan
yaitu puncak 7 dan 8, diduga toluena yaitu puncak 20 dan 21 dan puncak xilena 31 dan 32.
Datanya sebagai berikut :
Kromatogram
Komponen Waktu retensi pertamax Selisih tr standar
standar (tr) standar Punca dengan tr pertamax
Waktu retensi
k
7 1.817 56
Heksan 1.873
8 1.895 22
20 3.237 114
Toluena 3.351
21 3.375 24
31 4.839 181
Xilena 5.020
32 5.216 196
Dari data diatas berdasarkan kedekatan selisih tr standar dan tr pertamax maka diduga puncak
ke-8 adalah heksan, puncak ke-21 adalah toluena dan puncak ke-31 adalah xilena.

3.    Analisi kromatogram pertamax + standar


Analisi kromatogram pertamax + standar dilakukan dengan metode co-kromatografi yaitu
dengan menambahkan larutan standar kedalam sampel pertamax dan dianisis menggunakan
kromatografi gas. Bila luas salah satu puncak bertambah yang dapat dilihat dari tinggi puncak
maka puncak yang mengalami pertambahan luas tersebut sama dengan standarnya. Berikut hasil
analisisnya :
Kromatogram Penambahan
pertamax + Selisih tr
Waktu area% puncak
sampel standar Area%
Komponen retensi Area% kromatogram
dengan tr pertamax
standar (tr) pertamax pertamax dan
Waktu pertamax + standar
standar Puncak pertamax +
retensi + standar
standar
7 1.803 70 3.073 8.428 5.355
Heksan 1.873
8 1.960 87 0.870 0.520 - 0.350
20 3.326 26 15.661 26.260 10.599
Toluena 3.351
21 3.410 59 0.764 0.376 -0.388
Xilena 5.020 31 5.021 1 11.403 32.456 21.053
32 5.119 99 5.793 0.182 -5.611

Berdasarkan data diatas, diduga puncak ke-7 adalah heksan, karena memiliki selisih waktu
retensi yang lebih kecil dengan larutan standar dan mengalami penambahan luas area (area
%)  jika dibandingkan dengan area %  pada kromatogram  pertamax yang tidak ditambahkan
dengan standar. Dengan alasan yang sama begitu juga dengan puncak ke-20 diduga toluena dan
puncak ke-31 diduga xilena.

I.     KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis sampel pertamax yang dilakukan dengan gas kromatografi (GC)
terbukti bahwa dalam pertamax mengandung komponen heksana, toluena dan xilena.

DAFTAR PUSTAKA

Haries, Danil. C (2007). Quantitative Chemical Analysis. New York : W. H Freeman and Company
Harvey, David. (1956). Modern Analytical Chemistry. Depauw University : Mc-Graw-Hill Company
Hendayana, Sumar. (2010). Kimia Pemisahan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Wiji, dkk. (2013). Penentuan Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Lab. Kimia Instrumen
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Siregar, Johendri Haris. (2013). Perbedaan Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus. [online].
Tersedia : http :// johendri27gar.blogspot.com. [2 Maret 2014]

Anda mungkin juga menyukai