Anda di halaman 1dari 12

BAB 1 Gas Chromatography (GC)

A. Sejarah
Kromatografi sebagai metode pemisahan secara fisikokimia telah ditemukan sejak awal
abad ke 20 oleh seorang botanist keturunan Rusia-Italia, M.S. Tswet. Ia memaparkan penomena
pemisahan yang berdasarkan pada absorpsi pada 21 maret 1903 pada Warsaw Society of
Natural Sciences, yang kemudian dia beri nama Chromatography,merupakan transliterasi dari
bahasa Yunani (greek) yang artinya penulisan warna.
Kromatografi yang ditemukan oleh Tswet dalam bentuk kromatografi cair-padat (liquid-
solid chromatography) mengalami perkembangan selama lebih dari 50 tahun ke dalam bentuk
kromatografi gas (gas chromatography), kromatograafi lapis tipis (Tin Layer chromatography) dan
kromatografi cair-cair (liquid-liquid chromatography).
Kromatografi gas (GC) adalah jenis umum dari kromatografi yang digunakandalam kimia
analitik untukmemisahkan dan menganalisis senyawa yang dapatmenguap tanpa dekomposisi.
GC dapat digunakan untuk pengujian kemurnian zat tertentu, atau memisahkan komponen yang
berbeda dari campuran (jumlah relatif komponen tersebut juga dapat ditentukan). GC dapat
digunakan dalam mengidentifikasi suatu senyawa.
Dalam kromatografi gas, fasa mobil berbentuk gas yang dinamakan gas pembawa dan
analit-analit yang akan dianalisis harus larut atau bercampur dengan baik sehingga mudah
terbawa oleh gas pembawa tersebut. Fasa diamnya dapat berupa cairan atau padatan, untuk itu
dikenal 2 type kromatografi gas yaitu :
1. Kromatografi padatan gas
Fase bergerak dalam GSC berupa gas sedangkan fase diamnya berupa padatan
seperti molekular sieve, chromosob, dan porapak. Proses yang terjadi dalam Gas Solid
Chromatography (GSC) adalah proses adsorbsi.
2. Kromatografi Cairan Gas
Fase bergerak dalam GLC berupa gas sedangkan fase diamnya berupa cairan
yang stabil dan inert. Proses yang terjadi adalah proses partisi.
GLC lebih disukai karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :
1. Sederhana dan lebih murah.
2. Sensitifitasnya baik.
3. Waktu pemisahannya sangat cepat. Hal ini disebabkan oleh cepatnya kesetimbangan
yang terjadi antara fase diam dan fase bergerak.
4. Hanya memerlukan sejumlah kecil contoh. Biasanya dalam ukuran mikro liter.
5. Dapat digunakan untuk analisis kualitatif, yaitu dengan membandingkan waktu retensi,
dan analisis kuantitatif, yaitu dengan perhitungan luas puncak.
6. Alat GLC dapat dipakai dalam waktu lama dan berulang-ulang.
B. Prinsip Kerja

Prinsip kerja alat ini adalah proses partisi (pemisahan komponen). Mula-mula cairan
yang diinjeksikan dijadikan gas (melalui pemanasan). Jika dialirkan gas pembawa sebagi fase
geraknya, maka molekul cuplikan yang dibawa oleh gas akan tertahan oleh fasa cair. Lamanya
penahanan komponen tergantung pada afinitas komponen dengan fasa cair.
Bila penahanannya lemah, maka waktu tambatnya akan lebih cepat, sehingga komponen
dapat segera keluar dari kolom. Bila afinitasnya kuat, maka penahanan akan lebih lama,
sehingga waktu tambatnya akan lebih lama pula. Sehingga dapat terjadi pemisahan zat pada
kolom dalam analisis khromatografi gas.
C. Instrumentasi Alat

1. Gas pembawa

Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan cuplikan
ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi sehingga gas
ini akan mengalir cepat dengan sendirinya. Karena aliran gas yang cepat inilah maka
pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.
Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon, helium, hidrogen dan
nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik) untuk mencapai
efisiensi yang optimum dengan HETP (High Eficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara
hidrogen dan helium dapat dialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35
cm/detik untuk gas hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerja
hidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen berkurang secara drastis.
Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasa gerak maka
semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepat membantu mempercepat
kesetimbangan di antara dua fasa tersebut, sehingga efisiensinya meningkat (HETP nya
menurun). Pada kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium
daripada melalui nitrogen. Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan helium memberikan
resolusi yang lebih baik daripada nitrogen. Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabil
dengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak jika terjadi
kontrak dengan udara. Biasanya, helium banyak digunakan sebagai penggantinya. Kotoran
yang terdapat dalam carrier gas dapat bereaksi dengan fasa diam. Oleh karena itu, gas yang
digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan merusak kolom.
Biasanya terdapat saringan (molecular saeive) untuk menghilangkan kotoran yang berupa air
dan hidrokarbon dalam gas pembawa .
Pemilihan gas pembawa yang akan digunakan harus sesuai dengan detektor yang
dipakai. Misalnya hydrogen atau helium dengan detektor Catarometer, nitrogen atau helium
dengan Flame Ionisation Detektor (FID), nitrogen atau campuran argon-metana dengan
Elektron Capture Detector..

2. Gas Penambah
Penggunaan detektor tertentu seperti halnya FID, memerlukan gas lain (udara dan
hidrogen ) disamping gas pembawa untuk menyalakan detektor. Gas penambah ini perlu
dimurnikan dahulu, karena umumnya mengandung hidrokarbon.

3. Injektor
injektor merupakan tempat memasukkan contoh ke dalam sistem. Contoh perlu
dimasukkan ke dalam sistem secepat mungkin dan volume yang sekecil mungkin. Untuk
mempercepat penguapan larutan contoh yang disuntikkan, Injektor dilengkapi dengan
pemanas dan termostat yang digunakan untuk mengatur panas di bagian tersebut. Bagian ini
dibuat sedemikian rupa sehingga contoh yang sudah berbentuk uap dapat terbawa masuk
kedalam kolom. Contoh dalam bentuk larutan yang volumenya kecil diinjeksikan dengan
mikrosiring. Contoh dalam bentuk gas dimasukkan ke dalam sistem dengan menggunakan
siring yang rapat. Contoh padat dapat diinjeksikan dengan alat yang khusus, akan tetapi
padatan sebaiknya dilarutkan dahulu sehingga lebih mudah menginjeksikannya.
Injektor sangat banyak macamnya, tetapi pemilihanya disesuaikan dengan jenis kolom yang
akan digunakan dan contoh yang akan dianalisis. Injektor yang banyak dipakai : injektor
dengan septum, vanne injektor, split injektor, splitless injektor dan injektor on-coloumn.

4. Kolom
Dapat dikatakan kolom adalah bagian terpenting dalam kromatografi gas, karena di dalam
kolom terjadi proses pemisahan komponen yang diinjeksikan. Bahan pembuat kolom
diantaranya logam, kaca dan plastik. Sedangkan bahan pengisi kolom sebagai fase diam
contohnya Kieshelguh, dan polimer silikon oksigen (Chromosorb).
Kolom adalah tempat berlangsungnya proses pemisahan komponen yang terkandung
dalam cuplikan. Di dalam kolom terdapat fasa diam yang dapat berupa cairan, wax, atau
padatan dengan titik didih rendah. Fasa diam ini harus sukar menguap, memiliki tekanan uap
rendah, titik didihnya tinggi (minimal 100º C di atas suhu operasi kolom) dan stabil secara
kimia. Fasa diam ini melekat pada adsorben. Adsorben yang digunakan harus memiliki ukuran
yang seragam dan cukup kuat agar tidak hancur saat dimasukkan ke dalam kolom. Adsorben
biasanya terbuat dari celite yang berasal dari bahan diatomae. Cairan yang digunakan
sebagai fasa diam di antaranya adalah hidrokarbon bertitik didih tinggi, silicone oils, waxes,
ester polimer, eter dan amida. (The Techniques). Pemilihan fasa diam juga harus disesuaikan
dengan sampel yang akan dipisahkan. Untuk sampel yang bersifat polar sebaiknya digunakan
fasa diam yang polar. Begitupun untuk sampel yang nonpolar, digunakan fasa diam yang
nonpolar agar pemisahan dapat berlangsung lebih sempurna.
Ada dua tipe kolom yang biasa digunakan dalam kromatografi gas, yaitu kolom pak
(packed column) dan kolom terbuka (open tubular column).
a. Kolom pak (packed column)
Kolom pak terbuat dari stainless steel atau gelas Pyrex. Gelas Pyrex digunakan
jika cuplikan yang akan dipisahkan bersifat labil secara termal. Diameter kolom pak
berkisar antara 3 – 6 mm dengan panjang 1 – 5 m. kolom diisi dengan zat padat halus
sebagai zat pendukung dan fasa diam berupa zat cair kental yang melekat pada zat
pendukung. Kolom pak dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak sehingga disukai
untuk tujuan preparatif. Kolom yang terbuat dari stainless steel biasa dicuci dengan HCl
terlarut, kemudian ditambah dengan air diikuti dengan methanol, aseton, metilen diklorida
dan n-heksana. Proses pencucian ini untuk menghilangkan karat dan noda yang berasal
dari agen pelumas yang digunakan saat membuat kolom. Kolom pak diisi dengan 5%
polyethylene glycol adipate dengan efisiensi kolom sebesar 40,000 theoretical plates
b. Kolom terbuka (open tubular column)
Kolom terbuka terbuat dari stainless steel atau quartz. Berdiameter antara 0,1 – 0,7
mm dengan panjang berkisar antara 15 - 100 m. semakin panjang kolom maka akan
efisiensinya semakin besar dan perbedaan waktu retensi antara komponen satu dengan
komponen lain semakin besar dan akan meningkatkan selektivitas. Penggunaan kolom
terbuka memberikan resolusi yang lebih tinggi daripada kolom pak. Tidak seperti pada
kolom pak, pada kolom terbuka fasa geraknya tidak mengalami hambatan ketika
melewati kolom sehingga waktu analisis menggunakan kolom ini lebih singkat daripada
jika menggunakan kolom pak.

5. Tesmostat (Oven)
Termostat (oven) adalah tempat penyimpanan kolom. Suhu kolom harus dikontrol.
Temperatur kolom bervariasi antara 50ºC - 250ºC. Suhu injektor lebih rendah dari suhu kolom
dan suhu kolom lebih rendah daripada suhu detektor. Suhu kolom optimum bergantung pada
titik didih cuplikan dan derajat pemisahan yang diinginkan.
Operasi GC dapat dilakukan secara isotermal dan terprogram. Analisis yang dilakukan
secara isotermal digunakan untuk memisahkan cuplikan yang komponen-komponen
penyusunnya memiliki perbedaan titik didih yang dekat, sedangkan sistem terprogram
digunakan untuk memisahkan cuplikan yang perbedaan titik didihnya jauh.

6. Detektor
Detektor adalah komponen yang ditempatkan pada ujung kolom GC yang menganalisis
aliran gas yang keluar dan memberikan data kepada perekam data yang menyajikan hasil
kromatogram secara grafik. Detektor menunjukkan dan mengukur jumlah komponen yang
dipisahkan oleh gas pembawa. Alat ini akan mengubah analit yang telah terpisahkan dan
dibawa oleh gas pembawa menjadi sinyal listrik yang proporsional. Oleh karena itu, alat ini
tidak boleh memberikan respon terhadap gas pembawa yang mengalir pada waktu yang
bersamaan.Dalam kromatografi gas, terdapat tiga jenis detektor yang dapat digunakan dalam
GC yaitu :
a. TCD (Thermal Conductovity Detector) : detektor daya hantar panas
b. FID (Flame Ionization Detektor) : detektor ionisasi nyala.
c. ECD (Electron Capture Detektor) : detektor penangkap elektron.
d. FPD (Flame Photometric Detektor) : detektor fotometri nyala.

7. Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pencetak hasil percobaan pada lembaran kertas berupa
kumpulan puncak, yang selanjutnya disebut sebagai kromatogram. Seperti telah diberitahukan
diawal, jumlah puncak dalam kromatogram menyatakan jumlah komponen penyusun
campuran. Sedangkan luas puncak menyatakan kuantitas komponennya.
D. Pengolahan Data

Metode pengolahan data hasil analisis umumnya berdasarkan kepada


perbandingan antara luas area kromatogram dari peak komponen analit yang diuji
dibandingkan dengan luas area kromatogram dari peak komponen standar, dengan
rumus umum sebagai berikut :
1. Menggunakan standar tunggal
∆𝑃𝑒𝑎𝑘 𝐾𝑟𝑜𝑚𝑎𝑡𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐴𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡
Kadar analit (ppm) = ∆𝑃𝑒𝑎𝑘 𝐾𝑟𝑜𝑚𝑎𝑡𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 x Fp x Vlabu x 100% x 104

Bobot Contoh (mg)

2. Menggunakan Deret Standar (mg/L) dengan Metode Liniearitas


∆ 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑎𝑘 𝑘𝑟𝑜𝑚𝑎𝑡𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡−𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝𝑡
Kadar analit (ppm) = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
x Fp

Bobot Contoh (gram)


Note :
Δ = Luas
Dari rumus perhitungan di atas yang lebih akurat adalah rumus nomer 2 sehingga
rumus tersebut lebih banyak dipakai oleh para praktisi.
Analisis Asam Lemak dalam Minyak Kelapa Murni
Menggunakan Derivatisasi Katalis Basa

Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai analisis asam lemak dari minyak kelapa murni
dengan menggunakan teknik derivatisasi basa dan dilanjutkan dengan analisis metil ester
asam lemak dengan kromatografi gas. Sampel minyak kelapa diderivatisasi dengan
menggunakan larutan NaOH dalam metanol, dipanaskan dan dinetralisir dengan HCl. Hasil
analisis menunjukan bahwa metode ini sangat baik oleh karena seluruh minyak
terderivatisasi. Kandungan asam lemak yang dilakukan dengan teknik external standard
menunjukan bahwa konsentrasi masing – masing asam lemak pada sampel minyak kelapa
murni adalah kaprilat 6,11 mg/mL, kaprat 3,85 mg/mL, laurat 25,75 mg/mL, miristat 9,84
mg/mL, palmitat 4,45 mg/mL, stearat 1,36 mg/mL, oleat 3,94 mg/mL, linoleat 0,69 mg/mL.

Pendahuluan

Pemanfaatan tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia telah banyak dilakukan


masyarakat. Salah satunya adalah tanaman kelapa, karena kelapa merupakan tanaman yang
sangat penting bagi masyarakat Indonesia dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri. Hal ini disebabkan oleh karena produk tanaman kelapa yaitu minyak kelapa
mempunyai sifat fisikokimia yang sangat dibutuhkan oleh berbagai industri.Salah satu produk
minyak kelapa yang sekarang mendapat pasar yang luas adalah minyak kelapa murni atau
“virgin coconut oil” (VCO).Kandungan asam - asam lemak rantai pendek dan menengah
(kaprilat, kaprat dan laurat) dalam minyak kelapa ini diketahui mempunyai fungsi biologis
tertentu bagi tubuh manusia. Komponen asam laurat dalam minyak kelapa murni (misalnya)
merupakan komponen yang sangat penting, sehingga banyak dicantumkan pada label
kemasan produk ini dengan kandungan bervariasi dari 45 sampai 53 %.

Sekalipun banyak laboratorium di Indonesia menawarkan jasa penentuan kadar asam asam
lemak dalam minyak kelapa, tetapi sampai saat ini metode tersebut hanya didasarkan pada
analisis asam lemak standar untuk minyak kelapa dengan kromatografi gas-cair. Menurut
Thieme(1968) minyak kelapa mengandung banyak asam – asam lemak rantai pendek dan
menengah, dimana asam - asam lemak tersebut membutuhkan perlakuan khusus pada
proses analisis (Christie, 1989). Pada umumnya penentuan asam lemak dalam minyak
kelapa ditentukan terlebih dahulu dengan mengubah lemak dalam minyak yang pada
umumnya ada dalam bentuk triasilgliserol atau trigliserida menjadi metil ester asam lemak
(Ackman, 1991).
Asam lemak berantai pendek dan menengah dapat menguap selama derivatisasi serta sedikit
larut dalam air. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan sebagian dari asam - asam lemak
tersebut sehingga akan menyebabkan kesalahan yang signifikan dalam penentuan asam
lemak. Oleh karena minyak kelapa mengandung asam - asam lemak rantai pendek dan
menengah maka analisis kandungan asam lemak dalam minyak kelapa harus
mempertimbangkan hal - hal tersebut.

Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian tentang metode analisis asam lemak
dalam minyak kelapa. Kebanyakan laporan analisis asam lemak minyak kelapa hanyalah
berdasarkan pada metode standar analisis asam lemak minyak kelapa secara umum (AOAC,
2005; Kallio, 2001; Laurelles, et al., 2002; dan Tenda, et al., 2008), kecuali Lopez-Villalobos
et al. (2001) yang mungkin mempertimbangkan hal ini sehingga menggunakan metode
butilasi dalam analisis asam lemak.

Pontoh dan Buyung (2011) mendapati bahwa sampel minyak VCO yang sama kemudian
dikirimkan ke dua laboratorium berbeda di Indonesia mendapati nilai yang berbeda dari
masing-masing asam lemak dari satu laborartorium ke laboratorium yang lainnya. Hal ini
menunjukan bahwa metode analisis asam lemak dalam minyak kelapa yang digunakan
sampai pada saat ini belum dapat diandalkan.

Pada saat ini penentuan asam – asam lemak dalam minyak kelapa kebanyakan
menggunakan peralatan kromatografi gas – cair sehingga peneliti tertarik untuk
mengembangkan metode derivatisasi asam lemak dari minyak kelapa murni (VCO) dengan
kromatografi gas (GC).

Metode
1.Material

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini VCO, n-heksan, NaOH metanolik 0,5 M,
CH3COOH, aquades, FAME MIX C8-C24 (SUPELCO). Alat-alat yang digunakan adalah mikropipet,
tabung ependorf, microsyringe 10 μL (Hamilton Syringe), GC-2014 Shimadzhu dengan detektor
ionisasi nyala (FID) pada kondisi operasi : kolom kapiler Crossbond (Carbowax Polyethylene glycol)
dengan panjang 30 m, diameter 0.25 mm, ketebalan film 0.25 μm. Suhu kolom dari 120°C selama 7
menit lalu meningkat sampai 240°C dengan jalannya suhu 10°C/menit dan selama 26 menit suhu
konstan sebesar 240°C. Suhu detektor 300°C, suhu injeksi 240°C dengan gas pembawa helium, laju
aliran gas 3 mL/menit dan tekanan gas 100 kPa.
2.Prosedur

Disiapkan sampel VCO sebanyak 50 mg, ditambahkan NaOH metanolik 0,5 M sebanyak 400
μL,divortex dan dipanaskan pada suhu 50 °C selama 10 menit. Setelah itu didinginkan, ditambahkan
CH3COOH 0,1 mL setelah itu ditambahkan 1 mL aquades kemudian ditambahkan n-heksan 1 mL
divortex, didiamkan selama beberapa menit dan akan terbentuk 2 lapisan, lapisan atas diambil.
Sampel diambil sebanyak 1 μL untuk dianalisis pada alat kromatografi gas.

FAME mix C8-C24 dilarutkan dengan 1 ml heksan. Selanjutnya larutan FAME standar yang telah
disiapkan (100 mg/ml) diencerkan dengan heksan dengan range konsentrasi total FAME standar yaitu
50, 20, 10, 5, dan 2 mg/ml. Kemudian masing-masing larutan FAME yang telah diencerkan diambil
sebanyak 1 μl untuk dianalisis pada GC. Setelah didapat waktu retensi dan luas puncak (peak area)
untuk masing-masing senyawa metil ester asam lemak C8-C24 dari masing-masing konsentrasi yang
telah disiapkan maka dibuat kurva standar dan ditentukan linearitas dari masing-masing senyawa metil
ester asam lemak C8-C24 tersebut.Untuk penentuan LOD dan RF dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berdasarkan data di atas.

Hasil dan Pembahasan


Gambar 1. Kromatogram metil ester asam lemak VCO metode transesterifikasi basa.
Dari Gambar 1 terlihat bahwa asam asam lemak dapat terpisah dengan sangat baik, asam asam
lemak tersebut terdiri dari kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat stearat, oleat dan linoleat.
Konsentrasi asam lemak untuk masing–masing metode dapat dilihat pada

Tabel 1. Asam lemak yang memiliki konsentrasi tertinggi adalah asam laurat dan asam lemak yang
memiliki konsentrasi rendah adalah asam linoleat.

Tabel 1.
Konsentrasi Konsentrasi Kandungan
Asam mg/mL (%)
Lemak
Untuk
Masing –
Masing
Metode
Asam
Lemak
C8:0 6,11 8,93
(Kaprilat)
C10:0 3,85 6,74
(Kaprat)
C12:0 25,75 47,79
(Laurat)
C14:0 9,84 17,17
(Miristat)
C16:0 4,45 8,08
(Palmitat)
C18:0 1,36 2,58
(Stearat)
C18:1 3,94 7,37
(Oleat)
C18:2 0,69 1,35
(Linoleat)
Total 55,99 100,00

Kesimpulan
1. Kandungan asam asam lemak dalam minyak kelapa murni berkisar dari 27 sampai 0,6 mg per
mL.

2. Persentasi kandungan asam laurat adalah 47,8 persen, sedangkan asam lemak menengah lainnya
adalah kaprilat dan kaprat masing - masing sebesar 9 dan 7 persen.

Daftar Pustaka
Ackman, R.G. 1991. Application of gas liquid
chromatography to lipid separation and analyasi:
quantative and qualitative analysis. Marcel
Dekker Inc., New York.

AOAC. 2005. AOAC Official Method 963.22


Analysis of fatty acid metil ester. AOAC
International, New York.

Christie, W.W.1989. Gas chromatography and Lipids:


A Practical Guide. The Oily Press, Scotland.

Christie, W.W. 1993. Preparation of Ester


Derivates of Fatty Acids for Chromatography
Analysis. Advance in Lipid Methodology. Oily Press. Dundee, Scotland.
IUPAC. 1987. Standard Methods for the Analysis of
oils, fats and Derivates 7th Edition. Backwell
Scientificts Publication Oxford, England.

Kallio, H., K. Yli-Jokipi, J. Kurvinen, O. Sjovall, dan R.


Tahvonen.2001. Regioisomerism of
triacylglycerols in lard, tallow, yolk, chicken skin,
palm oil, palm olein, palm stearin, and a
transesterified blend of palm stearin and coconut
oil analyzed by tandem mass spectrometry.
Journal of Agricultural and Food Chemistry.
49:3363-3369.

Laureles, L. R., F. M. Rodriguez., C. E. Reano., G. A.


Santos., A. C. Laurena., E. M. T. Mendoza. 2002.
Variability in Fatty Acid and Triacylglycerol
Composition of the Oil of Coconut (Cocos
nucifera L.) Hybrids and Their Parentals. Journal
of Agricultural and Food Chemistry. 50 : 1581 –
1586.

Lopez-Villalobos, A., P.F. Dodds dan R. Hornung. 2001.


Changes in fatty acid composition during
development of tissues of coconut (Cocos nucifera
L.) embryos in the intact nut in vitro. Journal of
Experimental Botany. 358: 933-942.

Pontoh, J and N.T.N. Buyung. 2011. Analisa Asam


Lemak Dalam Minyak Murni (VCO) Dengan Dua
Peralatan Kromatografi Gas. Jurnal Ilmiah Sains
FMIPA Unsrat. 11: 281 – 288.

Tenda, E.T., M.A. Tulalo dan H. Novarianto. 2008.


Oil and medium chain fatty acid content in some
local coconut cultivar planted in diverent altitue.
Paper submitted to Asia Pacific Coconut
Community Converence 2008. Manado.
Resume Jurnal

Pada jurnal bejudul Metode Kromatografi Gas untuk Analisis Asam Lemak dalam
Minyak Kelapa Murni menggunakan Derivatisasi Katalis Basa karya Mevy Alvionita
Abast, Harry Koleangan, dan Julius Pontoh menyatakan bahwa kromatografi gas
(GC) dapat digunakan untuk analisis asam lemak dalam minyak kelapa. Minyak
kelapa mengandung banyak asam – asam lemak rantai pendek dan menengah,
dimana asam - asam lemak tersebut membutuhkan perlakuan khusus pada proses
analisis. Pada umumnya penentuan asam lemak dalam minyak kelapa ditentukan
terlebih dahulu dengan mengubah lemak dalam minyak yang pada umumnya ada
dalam bentuk triasilgliserol atau trigliserida menjadi metil ester asam lemak. Asam
lemak berantai pendek dan menengah dapat menguap selama derivatisasi serta
sedikit larut dalam air. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan sebagian dari asam -
asam lemak tersebut sehingga akan menyebabkan kesalahan yangsignifikan dalam
penentuan asam lemak. Oleh karena minyak kelapa mengandung asam - asam
lemak rantai pendek dan menengah maka analisis kandungan asam lemak dalam
minyak kelapa harus mempertimbangkan hal - hal tersebut.

Pada saat ini penentuan asam – asam lemak dalam minyak kelapa kebanyakan
menggunakan peralatan kromatografi gas – cair sehingga peneliti tertarik untuk
mengembangkan metode derivatisasi asam lemak dari minyak kelapa murni (VCO)
dengan kromatografi gas (GC).

Pada pengujian ini, suhu injeksi, suhu detector, kecepatan gas alir, suhu kolom
disesuaikan agar didapatan hasil yang optimal. Sampel yang sudah dipreparasi
diambil sebanyak 1 μL untuk dianalisis pada alat kromatografi gas ( GC). Pada hasil
kromatogram terlihat bahwa asam asam lemak dapat terpisah dengan sangat baik,
asam asam lemak tersebut terdiri dari kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat stearat,
oleat dan linoleat. Asam lemak yang memiliki konsentrasi tertinggi adalah asam laurat
dan asam lemak yang memiliki konsentrasi rendah adalah asam linoleat.

Kesimpulan yang didapat adalah Kandungan asam asam lemak dalam minyak kelapa
murni berkisar dari 27 sampai 0,6 mg per mL. Dengan persentase kandungan asam
laurat adalah 47,8 persen, sedangkan asam lemak menengah lainnya adalah kaprilat
dan kaprat masing -masing sebesar 9 dan 7 persen.

Anda mungkin juga menyukai