Anda di halaman 1dari 8

1.

Definisi GC: Kromatografi gas adalah salah satu bentuk metode kromatografi yang
memanfaatkan prinsip gas inert sebagai fase gerak dan memisahkan sampel berdasarkan
volatilitas, polaritas, dan afinitas terhadap kolom (fase diam).
2. Mekanisme GC: sampel dalam bentuk larutan disaring terlebih dahulu menggunakan
membran filtrasi 0,45 µm. Setelah disaring, sampel diinjeksikan melalui injektor. Sampel
akan dibakar sehingga berubah wujud menjadi gas. Bentuk gas ini akan dibawa oleh gas
pembawa inert yang berasal dari tangki gas. Gas pembawa akan dimurnikan melalui gas
purifiers. Lalu, sampel dibawa fase gerak yang bergantung dengan kecepatan laju. Saat
melewati kolom yang berisi fase diam, sampel akan berinteraksi dengan fase diam melalui
mekanisme tertentu seperti yang sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Detektor yang
dipakai menyesuaikan dengan fase geraknya. Detektor yang dipakai pada praktikum adalah
Flame Ionisation detector (FID). Setelah mencapai detektor ini, sampel akan keluar dari
kolom menuju proses pembakaran oleh hidrogen. Pembakaran ini menyebabkan sampel
berubah menjadi partikel bermuatan yang dapat menimbulkan sedikit arus antara dua
elektroda. Untuk senyawa organik, intensitas sinyal adalah berbanding lurus dengan mass
flow dari karbon. Intensitas ini diteruskan ke detektor dan dapat terlihat sumbu-x (waktu
retensi) dan sumbu-y (rasio area puncak) pada komputer.
Dalam semua pemisahan kromatografi, sampel dilarutkan dalam fasa gerak, yang dapat
berwujud gas, cair, ataupun cairan superkritis. Fasa gerak tersebut akan dilewatkan dan
berinteraksi dengan fasa diam, yang berada pada kolom atau suatu permukaan padat. Kedua
fasa dipilih agar komponen sampel dapat terdistribusi dengan sendirinya antara fasa gerak dan
fasa diam dengan berbagai derajat variasi. Komponen yang terikat kuat dengan fasa diam
bergerak secara lambat dengan fasa gerak, dan juga Ssbaliknya. Adanya perbedaan laju
migrasi tersebut menyebabkan komponen sampel terpisah yang dapat dianalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif. Metode kromatografi dapat diklasifikasikan melalui dua cara,
yaitu berdasarkan cara kontak fisik antara fasa diam dan fasa gerak (kromatografi kolom,
kromatografi planar) serta berdasarkan jenis fasa diam dan fasa gerak yang digunakan
(kromatografi gas, kromatografi cair, dan kromatografi cair superkritis). (Skoog, 2007)

3. Macam GC berdasarkan fasa diam:

Berdasarkan fase diam, kromatografi gas terbagi menjadi dua yaitu:

a. Fase diam cair, prinsip pemisahan koefisien distribusi / koefisien partisi. Contohnya adalah
polisiloksan (dikenal sebagai silikon) merupakan fase diam yang paling umum digunakan
pada kolom kapiler karena rentang temperaturnya yang besar (-50°C < T < 325°C). Selain
itu, polietilen glikol juga merupakan polimer polar yang dapat digunakan sebagai fase
diam dengan rentang temperatur 60-260°C, tergantung pada diameter kolom dan tebal
film.
b. Fase diam padat, prinsip pemisahan berdasarkan proses adsorpsi, desorpsi, dan elusi.
Materi yang digunakan adalah molecular sieces, alumina, gelas dan gel berpori, dan
karbon hitam ter grafitisasi.
4. Macam fasa gerak dan diam dan syarat: Syarat suatu fase gerak adalah bersifat inert
supaya tidak berinteraksi dengan sampel dan juga tidak boleh mengandung banyak uap air
dan gas oksigen. Contohnya adalah helium, argon, nitrogen, dan hidrogen (Skoog, 2007).
Syarat fasa diam: Keberadaan H₂O dan O₂ dapat merusak fase diam maka dibutuhkan
reducing agent untuk mengurangi gas oksigen pada saat pemurnian gas pembawa.

5. Syarat sampel: Syarat suatu sampel untuk diuji dengan kromatografi gas adalah harus
bersifat volatil dan termostabil. Sampel yang memiliki tekanan uap sekitar 60 torr pada suhu
350°C dapat dielusi dari kolom kromatografi gas. Oleh karena itu, sampel harus bersifat
termostabil dan volatil
6. Derivatisasi:

Derivatisasi merupakan proses kimia untuk mengubah suatu senyawa menjadi


senyawa yang dapat dideteksi oleh instrumen. Beberapa jenis rekasi derivatisasi antara lain :

a. Reakasi Esterifikasi

Reaksi ini digunakan untuk membuat derivat dari gugus karboksil. Dimana
perubahan gugus ini mengakibatkan kenaikan volatilitas senyawa karena pengubahan dari
karboksilat men jadi ester akan menurunkan ikatan hidrogen.R-OH + R’-COOH ---> RCOOR’

c. Reaksi Asetilasi

Jika sampel mengandung alkohol, fenol, amin primer atau amin sekunder digunakan
derivatisasi dengan asilasi. Derivatisasi dengan asetilasi dilakukan dengan menggunakan
asam asetat. Asilasi dilakukan dengan menggunakan perfluoroanhidrida yang murni atau
dalam pelarut, misalnya asetonitril dan etil asetat.

d. Sililasi

Derivat silil digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk analisis sampel yang
bersifat polar yang tidak mudah menguap. Derivat yang paling sering dibuat adalah
trimetilsilil. Derivatisasi dengan sililasi memiliki keuntungan dapat dilakukan dalam vial
kaca dengan tutup bersekrup yang dilapisi dengan teflon. Eter silil mudah dibuat untuk
banyak gugus fungsi.

e. Rekasi Kondensasi

Reaksi ini dapat digunakan untuk derivatisasi amina yang pereaksinya mengandung
gugus karbonil. Amina primer bereaksi dengan keton membentuk enamin atau bereaksi
dengan karbon disulida membentuk isotiosianat. Dalam Kromatografi Gas, aseton dan
siklobutanon bereaksi dengan amin primer membentuk enamin yang menghasilkan puncak
tunggal.

f. Reaksi Siklisasi

Siklisasi dilakukan pada senyawa yang mengandung 2 gugus fungsi yang diperkirakan
sangat mudah dibuat heterosiklis beratom 5 atau 6. Beberapa heterosiklis yang terbentuk
adalah ketal, boronat, triazin, dan fosfit. Asam amino juga bereaksi dengan anhidrida asam
atau klorida membentuk azlakton yang bersifat lebih volatil.
7. Komponen GC

1. Sample injection / Port injector

Sample injection / Port injector berfungsi sebagai tempat memasukkan sampel,


menguapkan, dan mencampurkannya dengan gas pembawa. Sampel diinjeksikan dengan
teknik penggunaan port sampel yang dipanaskan dimana sampel diinjeksikan dan diuapkan
secara simultan. Sampel diinjeksi menggunakan microsyringe melalui septum karet unjektor
dan diteruskan ke dalam ruang penguapan. Ruang penguapan biasanya dipanaskan hingga
50oC diatas titik didih trendah sampel kemudian dicampur dengan gas pembawa untuk
membawa sampel ke dalam kolom.

2. Gas Pembawa

Gas pembawa berfungsi untuk membawa/mengalirkan uap sampel ke dalam kolom


dan diteruskan ke detektor tanpa berinteraksi dengan komponen sampel. Seluruh gas
pembawa tersedia dalam tangki bertekanan dan regulator tekanan. Gas pembawa yang
biasa digunakan adalah helium, hidrogen, nitrogen, dan argon. Gas pembawa yang
digunakan tergantung pada kinerja yang diinginkan dan detektor. Helium umumnya lebih
aman dan sesuai dengan banyak detektor namun mahal. Berbeda dengan hidrogen yang
lebih murah dan memiliki kemampuan untuk mengikat oksigen. Oleh karena itu, hidrogen
lebih sering digunakan walaupun hidrogen lebih rentan mudah meledak sehingga
penggunaannya harus berhati-hati.

3. Oven kolom

Oven kolom atau dapat disebut dengan oven termostat berfungsi untuk mengontrol
suhu kolom dalam persepuluh derajat untuk melakukan pemisahan yang tepat. Oven dapat
dioperasikan dengan dua cara yaitu pemrograman isotermal dan pemrograman suhu.

Pada pemrograman isotermal, suhu kolom dijaga konstan di seluruh pemisahan.


Temperatur kolom optimal untuk operasi isotermal adalah sekitar titik tengah rentang didih
sampel. Namun, pemrograman isotermal hanya bekerja paling baik jika rentang titik didih
samoel sempit.

Pada pemrograman suhu, suhu kolom meningkat secara terus menerus seiring
pemisahan berlangsung. Metode ini sangat cocok digunakan untuk memisahkan campuran
dengan rentang titik didih yang luas. Analisis dimulai pada suhu rendah untuk menyelesaikan
komponen dengan titik didih rendah dan meningkat selama pemisahan untuk
menyelesaikan komponen sampel dengan titik didih yang tidak terlalu volatil dan tinggi.
Kecepatan 5-7 ° C / menit adalah tipikal untuk pemisahan pemrograman suhu.

4. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat


fasa diam. Terdapat dua jenis kolom pada kromatografi gas yaitu packed column dan kolom
kapiler. Capillary columns berbentuk tabung panjang dengan diameter kecil dan dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kolom wall-coated open tubular (WCOT) dan kolom support-
coated open tubular (SCOT). Kolom WCOT merupakan tabung kapiler yang memiliki lapisan
tipis fasa diam padat pada dinding dalam kolomnya. Kolom SCOT memiliki dinding kolom
yang dilapisi terlebih dahulu dengan lapisan tipis padatan adsorban, lalu padatan adsorban
tersebut men-support fasa diam yang berwujud cair. Kolom SCOT mampu menahan
volume fasa diam yang lebih besar daripada kolom WCOT, sedangkan kolom WCOT
memiliki efisiensi kolom yang lebih besar. Sensitivitas capillary columns lebih baik daripada
packed columns, sehingga lebih cocok digunakan untuk pekerjaan analitik seperti
penentuan konsentrasi.

Packed columns tersusun atas tabung kaca atau logam yang padat terisi (packed)
dengan padatan adsorben sebagai penyokong untuk fase diam yang cair atau terisi dengan
fasa diam yang padat berupa adsorben. Packed columns memiliki diameter yang lebih besar
daripada capillary columns dan panjangnya terbatas karena sulit untuk mengisi (packing)
tabung secara seragam dan permeabilitasnya yang rendah. Akibatnya, efisiensi packed
columns lebih rendah daripada capillary columns. Selain itu, kecepatan analisisnya juga lebih
lambat daripada capillary columns. Akan tetapi, selektivitasnya sangat baik karena tersedia
fase diam yang beragam, sehingga packed columns cocok digunakan untuk pekerjaan skala
preparatif seperti pemurnian atau identifikasi.

5. Detektor

Detektor merupakan alat yang terletak di ujung kolom yang memberikan


pengukuran kuantitatif berdasarkan sifat analit yang terdeteksi. Setiap detektor memiliki dua
bagian utama yaitu sensor dan peralatan elektronik. Keduanya ketika digunakan bersama-
sama berfungsi sebagai transduser untuk mengubah perubahan properti yang terdeteksi
menjadi sinyal listrik yang dicatat sebagai kromatogram. Sensor ditempatkan sedekat
mungkin dengan kolom keluar untuk mengoptimalkan deteksi. Peralatan elektronik
digunakan untuk mendigitalkan sinyal analog sehingga komputer dapat menganalisis
kromatogram yang diperoleh

Detektor kromatografi gas mempunyai beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan


detektor yang ideal, yaitu memiliki sensitivitas yang memadai untuk memberikan sinyal
resolusi Beberapa detektor dapat bersifat universal, yaitu detektor yang peka terhadap
hampir semua senyawa yang terelusi dari kolom. Di sisi lain, terdapat pula detektor yang
selektif, yaitu yang sensitif hanya untuk senyawa tertentu yang menghasilkan kromatogram
yang sangat rumit. Detektor dapat dikategorikan sebagai detektor destruktif atau non-
destruktif terhadap analitnya. Respons semua detektor bergantung pada konsentrasi molar
atau pada massa analit dalam gas pembawa. (Rouessac, 2007)

A. Detektor Non-destruktif
i. Thermal Conductivity Detector (TCD)
Prinsip operasinya bergantung pada konduktifitas termal campuran gas sebagai
fungsi komposisi. TCD memiliki sensitivitas sedang (400pg/mL gas pembawa),
bila dibandingkan dengan detektor lain, TCD memiliki rentang linier yang sangat
besar (enam orde magnitudo) (Rouessac, 2007).

ii. Electron Capture Detector (ECD)


Detektor selektif ini dianggap sangat baik untuk analisis jejak ketika analit
mengandung atom halogen atau kelompok nitro. Aliran gas nitrogen, terionisasi
oleh elektron yang dihasilkan dari sumber radioaktif energi rendah (beberapa
mCi dari 63Ni) melewati antara dua elektroda yang dipelihara pada diferensial
tegangan sekitar 100V. Detektor non-destruktif ini, sangat cocok untuk senyawa
dengan afinitas elektron tinggi dan respons linear terbatas (Rouessac, 2007).

B. Detektor Destruktif
i. Flame Ionized Detector (FID)
Detektor ini dianggap universal untuk analisis senyawa organic dan tampak ideal
untuk kromatografi gas. Detektor akan menghancurkan sampel (senyawa
organik). Senyawa pembakaran yang mengalir melalui flame akan menciptakan
partikel yang bermuatan yang bertanggung jawab untuk menghasilkan arus kecil
antara dua elektroda (voltage differential 100-300V). Untuk senyawa organik,
intensitas sinyal dianggap sebanding dengan aliran massa karbon. (Tjahjono et
al., 2019)

ii. Flame Photometry Detector (FPD)


Seperti FID, tetapi FPD khusus untuk senyawa yang mengandung sulfur atau
fosfor. (Tjahjono et al., 2019)

iii. Nitrogen Phosphorus Detector (NPD)


Thermoionic ini sangat sensitive terhadap senyawa yang mengandung nitrogen
atau fosfor (Tjahjono et al., 2019).

6. Rekorder

Sinyal yang berasal dari detektor diteruskan ke komputer untuk dianalisis dan dicatat dalam
bentuk kromatogram.

Faktor yang mempengaruhi kinrtja GC: Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


kinerja kromatografi gas antara lain sebagai berikut.

1. jenis fasa diam yang digunakan. Fasa diam berwujud padat dapat digunakan pada
temperatur yang lebih tinggi daripada fasa diam berwujud cair. Selain itu, jenis fasa diam
menentukan polaritasnya. Semakin dekat kepolaran fasa diam dengan senyawa yang
diuji, semakin panjang waktu retensi senyawa tersebut karena interaksinya dengan fasa
diam lebih kuat dibandingkan dengan senyawa yang kepolarannya berbeda jauh dengan
fasa diam.
2. jenis fasa gerak yang digunakan. Fasa gerak yang lebih padat (massa molekularnya lebih
tinggi) seperti gas nitrogen dan argon memiliki kecepatan analisis yang lebih rendah
daripada gas dengan massa molekular yang lebih kecil seperti hidrogen dan helium.
3. tekanan uap komponen. Semakin polar komponen, semakin tinggi titik didihnya dan
akibatnya tekanan uapnya lebih rendah. Tekanan uap komponen yang rendah
mengakibatkan waktu retensi yang lebih panjang karena komponen lebih sering
berinteraksi dengan fasa diam.
4. adanya pengotor. Pengotor dalam sampel dapat teradsorpsi pada fasa diam dan
mengganggu hasil pengamatan, sedangkan adanya cemaran uap air dan oksigen pada
fasa gerak dapat merusak kolom.
5. laju aliran gas carrier. Laju aliran gas yang tinggi mempersingkat waktu retensi dengan
akibat hasil separasi yang buruk karena komponen-komponen tidak memiliki banyak
waktu untuk berinteraksi dengan fasa diam.
6. suhu kolom. Suhu kolom yang tinggi mempercepat waktu retensi tetapi menghasilkan
separasi yang buruk karena semua komponen analit lebih sering berada pada fasa gerak
(gas).
7. panjang kolom. Kolom yang lebih panjang memberikan separasi yang lebih baik tetapi
dapat menyebabkan pelebaran puncak kromatogram dan memberikan waktu retensi
yang lebih lama.
8. jumlah sampel yang dimasukkan. Jika jumlah sampel yang dimasukkan berlebih, akan
terjadi tailing (pengekoran) yang signifikan pada puncak kromatogram sehingga bentuk
puncak tidak simetris dan kualitas separasi menurun.

Macam Standar

Dalam kromatografi gas digunakan beberapa metode untuk mengatasi pengaruh


matriks, yakni sebagai berikut.

1. Metode Standar Eksternal


Metode ini adalah suatu metode yang menggunakan standar yang mempunyai
kadar unsur matriks sama dengan contoh, sehingga unsur dalam contoh dan standar
mempunyai daya serap sama terhadap intensitas cahaya sumber, maka pengaruh
unsur matriks dapat diabaikan. Penentuan konsentrasi/kadar unsur dalam contoh
dilakukan dengan cara menginterpolasi respons yang dihasilkan oleh sampel tersebut
pada kurva kalibrasi standar. Metode standar eksternal memiliki tingkat akurasi sekitar
95-97%. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis senyawa yang tidak terlalu
sedikit kadarnya.

2. Metode Standar Internal


Metode ini adalah metode standar murni (single elemen) yang dapat
digunakan sebagai pembanding. Pada contoh maupun standar ditambahkan unsur
dengan sifat hampir sama dengan unsur yang dianalisis. Hal ini untuk mencegah
terjadinya energi radiasi yang dipancarkan oleh dua unsur dengan panjang gelombang
yang berdekatan dan umumnya digunakan untuk pengukuran senyawa yang volatile.
Metode standar internal mempunyai tingkat akurasi sekitar 95%.

3. Metode Standar Adisi


Metode ini adalah metode yang menggunakan suatu standar murni (single
elemen) yang sebagai pembanding melalui penambahan langsung dalam contoh
dengan konsentrasi tertentu. Metode standar adisi merupakan standar dengan tingkat
akurasi tinggi tetapi biaya sangat mahal. Metode standar adisi dapat digunakan untuk
mengeliminer unsur matrik dengan tingkat akurasi sekitar 95- 97%. Metode ini cocok
digunakan untuk mengukur dan menganalisis sampel dengan kadar yang sangat kecil.

Kegunaan GC: Di bidang farmasi, kromatografi gas memiliki beberapa kegunaan.


Untuk pekerjaan analitik, kromatografi gas dapat digunakan untuk menentukan komposisi
minyak atsiri, menentukan konsentrasi zat aktif dalam sediaan dengan bantuan derivatisasi,
dan sebagainya. Untuk pekerjaan preparatif, kromatografi gas dapat digunakan untuk
pemurnian senyawa, seperti misalnya pada GC-MS yang mengombinasikan kromatografi gas
dengan spektrometri massa agar senyawa yang akan dianalisis oleh MS sudah murni. Selain
itu, kromatografi gas juga dapat digunakan untuk mengisolasi senyawa yang diinginkan dari
matriks.

Anda mungkin juga menyukai