Definisi GC: Kromatografi gas adalah salah satu bentuk metode kromatografi yang
memanfaatkan prinsip gas inert sebagai fase gerak dan memisahkan sampel berdasarkan
volatilitas, polaritas, dan afinitas terhadap kolom (fase diam).
2. Mekanisme GC: sampel dalam bentuk larutan disaring terlebih dahulu menggunakan
membran filtrasi 0,45 µm. Setelah disaring, sampel diinjeksikan melalui injektor. Sampel
akan dibakar sehingga berubah wujud menjadi gas. Bentuk gas ini akan dibawa oleh gas
pembawa inert yang berasal dari tangki gas. Gas pembawa akan dimurnikan melalui gas
purifiers. Lalu, sampel dibawa fase gerak yang bergantung dengan kecepatan laju. Saat
melewati kolom yang berisi fase diam, sampel akan berinteraksi dengan fase diam melalui
mekanisme tertentu seperti yang sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Detektor yang
dipakai menyesuaikan dengan fase geraknya. Detektor yang dipakai pada praktikum adalah
Flame Ionisation detector (FID). Setelah mencapai detektor ini, sampel akan keluar dari
kolom menuju proses pembakaran oleh hidrogen. Pembakaran ini menyebabkan sampel
berubah menjadi partikel bermuatan yang dapat menimbulkan sedikit arus antara dua
elektroda. Untuk senyawa organik, intensitas sinyal adalah berbanding lurus dengan mass
flow dari karbon. Intensitas ini diteruskan ke detektor dan dapat terlihat sumbu-x (waktu
retensi) dan sumbu-y (rasio area puncak) pada komputer.
Dalam semua pemisahan kromatografi, sampel dilarutkan dalam fasa gerak, yang dapat
berwujud gas, cair, ataupun cairan superkritis. Fasa gerak tersebut akan dilewatkan dan
berinteraksi dengan fasa diam, yang berada pada kolom atau suatu permukaan padat. Kedua
fasa dipilih agar komponen sampel dapat terdistribusi dengan sendirinya antara fasa gerak dan
fasa diam dengan berbagai derajat variasi. Komponen yang terikat kuat dengan fasa diam
bergerak secara lambat dengan fasa gerak, dan juga Ssbaliknya. Adanya perbedaan laju
migrasi tersebut menyebabkan komponen sampel terpisah yang dapat dianalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif. Metode kromatografi dapat diklasifikasikan melalui dua cara,
yaitu berdasarkan cara kontak fisik antara fasa diam dan fasa gerak (kromatografi kolom,
kromatografi planar) serta berdasarkan jenis fasa diam dan fasa gerak yang digunakan
(kromatografi gas, kromatografi cair, dan kromatografi cair superkritis). (Skoog, 2007)
a. Fase diam cair, prinsip pemisahan koefisien distribusi / koefisien partisi. Contohnya adalah
polisiloksan (dikenal sebagai silikon) merupakan fase diam yang paling umum digunakan
pada kolom kapiler karena rentang temperaturnya yang besar (-50°C < T < 325°C). Selain
itu, polietilen glikol juga merupakan polimer polar yang dapat digunakan sebagai fase
diam dengan rentang temperatur 60-260°C, tergantung pada diameter kolom dan tebal
film.
b. Fase diam padat, prinsip pemisahan berdasarkan proses adsorpsi, desorpsi, dan elusi.
Materi yang digunakan adalah molecular sieces, alumina, gelas dan gel berpori, dan
karbon hitam ter grafitisasi.
4. Macam fasa gerak dan diam dan syarat: Syarat suatu fase gerak adalah bersifat inert
supaya tidak berinteraksi dengan sampel dan juga tidak boleh mengandung banyak uap air
dan gas oksigen. Contohnya adalah helium, argon, nitrogen, dan hidrogen (Skoog, 2007).
Syarat fasa diam: Keberadaan H₂O dan O₂ dapat merusak fase diam maka dibutuhkan
reducing agent untuk mengurangi gas oksigen pada saat pemurnian gas pembawa.
5. Syarat sampel: Syarat suatu sampel untuk diuji dengan kromatografi gas adalah harus
bersifat volatil dan termostabil. Sampel yang memiliki tekanan uap sekitar 60 torr pada suhu
350°C dapat dielusi dari kolom kromatografi gas. Oleh karena itu, sampel harus bersifat
termostabil dan volatil
6. Derivatisasi:
a. Reakasi Esterifikasi
Reaksi ini digunakan untuk membuat derivat dari gugus karboksil. Dimana
perubahan gugus ini mengakibatkan kenaikan volatilitas senyawa karena pengubahan dari
karboksilat men jadi ester akan menurunkan ikatan hidrogen.R-OH + R’-COOH ---> RCOOR’
c. Reaksi Asetilasi
Jika sampel mengandung alkohol, fenol, amin primer atau amin sekunder digunakan
derivatisasi dengan asilasi. Derivatisasi dengan asetilasi dilakukan dengan menggunakan
asam asetat. Asilasi dilakukan dengan menggunakan perfluoroanhidrida yang murni atau
dalam pelarut, misalnya asetonitril dan etil asetat.
d. Sililasi
Derivat silil digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk analisis sampel yang
bersifat polar yang tidak mudah menguap. Derivat yang paling sering dibuat adalah
trimetilsilil. Derivatisasi dengan sililasi memiliki keuntungan dapat dilakukan dalam vial
kaca dengan tutup bersekrup yang dilapisi dengan teflon. Eter silil mudah dibuat untuk
banyak gugus fungsi.
e. Rekasi Kondensasi
Reaksi ini dapat digunakan untuk derivatisasi amina yang pereaksinya mengandung
gugus karbonil. Amina primer bereaksi dengan keton membentuk enamin atau bereaksi
dengan karbon disulida membentuk isotiosianat. Dalam Kromatografi Gas, aseton dan
siklobutanon bereaksi dengan amin primer membentuk enamin yang menghasilkan puncak
tunggal.
f. Reaksi Siklisasi
Siklisasi dilakukan pada senyawa yang mengandung 2 gugus fungsi yang diperkirakan
sangat mudah dibuat heterosiklis beratom 5 atau 6. Beberapa heterosiklis yang terbentuk
adalah ketal, boronat, triazin, dan fosfit. Asam amino juga bereaksi dengan anhidrida asam
atau klorida membentuk azlakton yang bersifat lebih volatil.
7. Komponen GC
2. Gas Pembawa
3. Oven kolom
Oven kolom atau dapat disebut dengan oven termostat berfungsi untuk mengontrol
suhu kolom dalam persepuluh derajat untuk melakukan pemisahan yang tepat. Oven dapat
dioperasikan dengan dua cara yaitu pemrograman isotermal dan pemrograman suhu.
Pada pemrograman suhu, suhu kolom meningkat secara terus menerus seiring
pemisahan berlangsung. Metode ini sangat cocok digunakan untuk memisahkan campuran
dengan rentang titik didih yang luas. Analisis dimulai pada suhu rendah untuk menyelesaikan
komponen dengan titik didih rendah dan meningkat selama pemisahan untuk
menyelesaikan komponen sampel dengan titik didih yang tidak terlalu volatil dan tinggi.
Kecepatan 5-7 ° C / menit adalah tipikal untuk pemisahan pemrograman suhu.
4. Kolom
Packed columns tersusun atas tabung kaca atau logam yang padat terisi (packed)
dengan padatan adsorben sebagai penyokong untuk fase diam yang cair atau terisi dengan
fasa diam yang padat berupa adsorben. Packed columns memiliki diameter yang lebih besar
daripada capillary columns dan panjangnya terbatas karena sulit untuk mengisi (packing)
tabung secara seragam dan permeabilitasnya yang rendah. Akibatnya, efisiensi packed
columns lebih rendah daripada capillary columns. Selain itu, kecepatan analisisnya juga lebih
lambat daripada capillary columns. Akan tetapi, selektivitasnya sangat baik karena tersedia
fase diam yang beragam, sehingga packed columns cocok digunakan untuk pekerjaan skala
preparatif seperti pemurnian atau identifikasi.
5. Detektor
A. Detektor Non-destruktif
i. Thermal Conductivity Detector (TCD)
Prinsip operasinya bergantung pada konduktifitas termal campuran gas sebagai
fungsi komposisi. TCD memiliki sensitivitas sedang (400pg/mL gas pembawa),
bila dibandingkan dengan detektor lain, TCD memiliki rentang linier yang sangat
besar (enam orde magnitudo) (Rouessac, 2007).
B. Detektor Destruktif
i. Flame Ionized Detector (FID)
Detektor ini dianggap universal untuk analisis senyawa organic dan tampak ideal
untuk kromatografi gas. Detektor akan menghancurkan sampel (senyawa
organik). Senyawa pembakaran yang mengalir melalui flame akan menciptakan
partikel yang bermuatan yang bertanggung jawab untuk menghasilkan arus kecil
antara dua elektroda (voltage differential 100-300V). Untuk senyawa organik,
intensitas sinyal dianggap sebanding dengan aliran massa karbon. (Tjahjono et
al., 2019)
6. Rekorder
Sinyal yang berasal dari detektor diteruskan ke komputer untuk dianalisis dan dicatat dalam
bentuk kromatogram.
1. jenis fasa diam yang digunakan. Fasa diam berwujud padat dapat digunakan pada
temperatur yang lebih tinggi daripada fasa diam berwujud cair. Selain itu, jenis fasa diam
menentukan polaritasnya. Semakin dekat kepolaran fasa diam dengan senyawa yang
diuji, semakin panjang waktu retensi senyawa tersebut karena interaksinya dengan fasa
diam lebih kuat dibandingkan dengan senyawa yang kepolarannya berbeda jauh dengan
fasa diam.
2. jenis fasa gerak yang digunakan. Fasa gerak yang lebih padat (massa molekularnya lebih
tinggi) seperti gas nitrogen dan argon memiliki kecepatan analisis yang lebih rendah
daripada gas dengan massa molekular yang lebih kecil seperti hidrogen dan helium.
3. tekanan uap komponen. Semakin polar komponen, semakin tinggi titik didihnya dan
akibatnya tekanan uapnya lebih rendah. Tekanan uap komponen yang rendah
mengakibatkan waktu retensi yang lebih panjang karena komponen lebih sering
berinteraksi dengan fasa diam.
4. adanya pengotor. Pengotor dalam sampel dapat teradsorpsi pada fasa diam dan
mengganggu hasil pengamatan, sedangkan adanya cemaran uap air dan oksigen pada
fasa gerak dapat merusak kolom.
5. laju aliran gas carrier. Laju aliran gas yang tinggi mempersingkat waktu retensi dengan
akibat hasil separasi yang buruk karena komponen-komponen tidak memiliki banyak
waktu untuk berinteraksi dengan fasa diam.
6. suhu kolom. Suhu kolom yang tinggi mempercepat waktu retensi tetapi menghasilkan
separasi yang buruk karena semua komponen analit lebih sering berada pada fasa gerak
(gas).
7. panjang kolom. Kolom yang lebih panjang memberikan separasi yang lebih baik tetapi
dapat menyebabkan pelebaran puncak kromatogram dan memberikan waktu retensi
yang lebih lama.
8. jumlah sampel yang dimasukkan. Jika jumlah sampel yang dimasukkan berlebih, akan
terjadi tailing (pengekoran) yang signifikan pada puncak kromatogram sehingga bentuk
puncak tidak simetris dan kualitas separasi menurun.
Macam Standar