Anda di halaman 1dari 17

JURNAL PRAKTIKUM INSTRUMEN

VOLTAMETRI

Disusun Oleh
Nama : Nailil Hidayah
NIM : 17030234027
Kelas : KA 2017

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknik elektroanalisis dalam penentuan beda potensial telah banyak
dilakukan. Beda potensial diukur berdasarkan elektroda (indicator atau
reference). Dalam potensiometri, kedua elektroda tersebut berperan penting
dalam pengukuran beda potensial. Sedangkan pada voltametri, yang diamati
adalah perubahan arus dan potensial). Voltametri adalah salah satu metode
elektroanalitik dimana informasi mengenai analit diperoleh dari pengukuran
arus sebagai fungsi dari potensial yang diterapkan. Teknik ini digunakan
secara luas oleh ilmuwan kimia anorganik, kimia fisik dan biokimia untuk
tujuan nonanalitik termasuk studi awal proses oksidasi-reduksi pada media
yang bervariasi dan mekanisme transfer elektron pada permukaan elektroda
termodifikasi larutan (Skoog, 1998)
Dalam teknik voltammetri, potensial yang diberikan dapat diatur
sesuai keperluan. Kelebihan dari teknik ini adalah sensitifitasnya yang tinggi,
limit deteksi yang rendah dan memiliki daerah linier yang lebar. Selama
proses pengukuran, konsentrasi analit praktis tidak berubah karena hanya
sebagian kecil analit yang dielektrolisis. Potensial elektroda kerja diubah
selama pengukuran, dan arus yang dihasilkan dialurkan terhadap potensial
yang diberikan pada elekroda kerja (Burns et al., 1981).
Parasetamol dapat dianalisis dengan metoda voltammetri karena
mudah dioksidasi di permukaan elektroda glassy carbon (GC) maupun pasta
karbon. Elektroda pasta karbon digunakan karena mempunyai beberapa
keuntungan yaitu arus latar belakang yang kecil, material yang tersedia
murah, waktu respon yang cepat, dan mudah untuk dimodifikasi. Elektroda
ini terbuat dari grafit dan parafin yang dicampurkan sehingga membentuk
pasta. (Gelling, 1997). Analisis parasetamol dengan metoda voltammetri tidak
memerlukan pelarut organik dengan kemurnian yang tinggi. Oleh karena itu
biaya analisis per sampel dengan metode voltammetri akan jauh lebih murah.
Sensistifitas analisis voltametri juga sangat baik (Indra, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana cara pembuatan larutan standar paracetamol?
1.2.2 Bagaimana cara pembuatan larutan sampel?
1.2.3 Bagaimana cara preparasi elektroda pasta karbon?
1.2.4 Bagaimana pemindaian voltametri?
1.2.5 Bagaimana cara penentuan konsentrasi sampel?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui cara pembuatan larutan standar paracetamol?
1.3.2 Mengetahui cara pembuatan larutan sampel?
1.3.3 Mengetahui cara preparasi elektroda pasta karbon?
1.3.4 Mengetahui perpindahan voltametri?
1.3.5 Bagaimana cara penentuan konsentrasi sampel?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Voltametri
Voltametri adalah salah satu metode elektroanalitik dimana
informasi mengenai analit diperoleh dari pengukuran arus sebagai fungsi dari
potensial yang diterapkan. Teknik ini digunakan secara luas oleh ilmuwan
kimia anorganik, kimia fisik dan biokimia untuk tujuan nonanalitik termasuk
studi awal proses oksidasi-reduksi pada media yang bervariasi, proses
adsorpsi permukaan dan mekanisme transfer elektron pada permukaan
elektroda termodifikasi larutan (Skoog, 1998). Voltametri merupakan salah
satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis
merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran listrik
dengan reaksi kimia, yaitu menentukan satuan-satuan listrik seperti arus,
potensial, atau tegangan, dan hubungannya dengan parameter-parameter
kimia (Balazs et al., 1999).
Voltammetri berasal dari kata volt – ampero – metry. Kata volt
merujuk pada potensial, amperro merujuk pada arus, dan metry merujuk pada
pengukuran, sehingga dapat diartikan bahwa voltammetri adalah pemberian
potensial pada elektroda kerja dan arus yang timbul dari hasil reaksi diukur.
Timbulnya arus disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi
pada permukaan elektroda. Arus yang dihasilkan sebanding dengan
konsentrasi analit dalam larutan. Voltametri menjadi salah satu metoda yang
penting bagi ahli kimia untuk penentuan ion anorganik tertentu dalam larutan
(Wang, 2000).
Dalam teknik voltammetri, potensial yang diberikan dapat diatur
sesuai keperluan. Kelebihan dari teknik ini adalah sensitifitasnya yang tinggi,
limit deteksi yang rendah dan memiliki daerah linier yang lebar. Selama
proses pengukuran, konsentrasi analit praktis tidak berubah karena hanya
sebagian kecil analit yang dielektrolisis. Potensial elektroda kerja diubah
selama pengukuran, dan arus yang dihasilkan dialurkan terhadap potensial
yang diberikan pada elekroda kerja (Burns et al., 1981).
Metode voltammetri digunakan untuk menganalisis analit
berdasarkan pengukuran arus sebagai fungsi potensial. Hubungan antara arus
terhadap potensial divisualisasikan dalam bentuk voltammogram.
Voltammetri menggunakan sistem tiga elektroda yaitu elektroda pembanding,
elektroda bantu, dan elektroda kerja. Ketiga elektroda ini dicelupkan ke
dalam sel voltammetri yang berisi analit dan larutan pendukung (Skoog,
1998).

Gambar 1. Sel Voltammetri, W: Elektroda kerja, R : Elektroda


pembanding, A : Elektroda bantu
Sel voltammetri (Gambar 1) terdiri dari tiga elektroda, yaitu elektroda
kerja, elektroda pembanding, dan elektroda bantu.
1. Elektroda Kerja (working electrode)
Elektroda kerja merupakan tempat terjadinya reaksi reduksi atau
oksidasi dari analit. Elektroda kerja biasanya digunakan sebagai salah satu
elemen dalam sistem tiga elektroda. Elektroda kerja dapat berperan
sebagai katoda maupun anoda tergantung dari jenis reaksi elektroda
tersebut. Potensial elektroda kerja dapat divariasikan terhadap waktu untuk
mendapatkan reaksi yang diinginkan dari analit. Beberapa bahan yang
biasa digunakan sebagai elektroda kerja yaitu merkuri (Hg), emas (Au),
platina (Pt), dan karbon inert seperti glassy carbon ataupun elektroda lapis
tipis dan tetes raksa (Wang, 2000).
2. Elektroda pembanding (reference electrode)
Elektroda pembanding adalah elektroda dengan potensial yang
dibuat tetap selama pengukuran dan nilainya tidak bergantung pada jenis
dan komposisi larutan yang diukur. Elektroda ini berfungsi untuk
mengontrol arus yang mengalir pada elektroda kerja dan larutan. Elektroda
kalomel atau Ag/AgCl merupakan jenis elektroda pembanding yang umum
digunakan.
3. Elektroda bantu (auxiliary electrode)
Elektroda bantu digunakan untuk mengalirkan arus antara elektroda
kerja dan elektroda bantu, sehingga arus dapat diukur. Umumnya
diguanakan bahan yang bersifat inert, seperti kawat platina (Pt) atau emas
(Au), dan bahkan grafit (Wang, 1994).
Ion-ion analit dalam larutan akan bergerak menuju permukaan
elektroda ketika potensial diterapkan. Mekanisme gerakan transport
massa/migrasi ion dari larutan menuju permukaan elektroda melalui 3 cara
yaitu:
1. Difusi
Arus Difusi merupakan arus yang disebabkan akibat perubahan
gradien konsentrasi pada lapisan difusi sebanding dengan konsentrasi
analit dalam larutan. Arus ini adalah arus yang diharapkan pada
voltammetri karena informasi yang dibutuhkan adalah konsentrasi analit
(Skoog, 1998) dan (Wang, 2000). Arus difusi sebanding dengan kecepatan
difusi dari analit yang bersangkutan ke arah elektroda. Kecepatan difusi
dalam proses perpindahan massa sebanding dengan konsentrasi sehingga
arus difusi juga sebanding dengan konsentrasi.
2. Elektromigrasi
Elektromigrasi, adalah migrasi yang disebabkan kation berpindah
menuju katoda dan anion menuju anoda. Arus ini disebabkan oleh muatan
yang dibawa oleh ion-ion melalui larutan berdasarkan bilangan
transfernya.
3. Konveksi
Konveksi, adalah migrasi yang disebabkan akibat gerakan fisik
seperti rotasi, pengadukan, vibrasi elektroda dan perbedaan rapat massa.
Konveksi terjadi ketika alat mekanik digunakan untuk membawa reaktan
menuju elektroda dan memindahkan produk dari permukaan elektroda.
Besarnya arus konveksi dapat diabaikan asalkan dibuat kondisi yang sama
selama pengukuran (pengadukan, densitas, dan temperatur) (Wang, 2000).

Gambar 2. Proses yang terjadi dipermukaan elektroda (Gosser, 1993)

Alat yang paling umum digunakan untuk pengadukan adalah


pengaduk magnetik. Volume larutan di tempat terjadinya gradien konsentrasi
disebut sebagai lapisan difusi. Tanpa transformasi yang lain, ketebalan
lapisan difusi meningkat seiring dengan waktu karena terjadi penurunan
konsentrasi reaktan pada permukaan elektroda. Seluruh mekanisme migrasi
ion akan menimbulkan arus yang sangat kompleks dan menyebabkan
hubungan antara arus dan konsentrasi tidak sebanding. Difusi menghasilkan
arus Faraday, sedangkan konveksi dan migrasi menghasilkan arus non
Faraday. Arus dari migrasi ion secara difusi saja yang sebanding dengan
konsentrasi. Untuk mendapatkan hubungan yang sebanding maka migrasi ion
secara konveksi dan elektromigrasi harus diminimalkan. Konveksi dapat
diminimalkan dengan tidak melakukan pengadukan dan penggunaan
konsentrasi rendah. Elektromigrasi diminimalkan dengan menambah
elektrolit pendukung dalam larutan dengan konsentrasi 50 sampai 100 kali
dari konsentrasi analit (Wang, 1994).
2.2 Voltametri Siklik (Cycle Voltammetry)
Voltametri siklik merupakan salah satu jenis voltametri yang banyak
digunakan untuk mengetahui atau mendapatkan informasi tentang reaksi
elektrokimia melalui voltamogram yang dihasilkan. Voltammetri siklik
digunakan untuk mempelajari reaksi khusunya reaksi elektrokimia seperti
reaksi redoks, reaksi kompleksasi dan lain-lain. Prinsip dasarnya adalah
melihat hubungan antara potensial yang diberikan dan arus yang terukur.
Karena sistem ini melibatkan reaksi redoks di anoda dan katoda maka
peristiwa reaksi di kedua elektroda tersebut dimonitor besarnya arus yang
timbul (Skoog, 1998).
Dalam voltametri siklik, terdapat dua teknik pendekatan yang
digunakan yaitu scan satu siklik yang hanya merekam satu grafik saja. Teknik
ini akan mendapatkan voltamogram dengan konsentrasi yang asli. Teknik
yang kedua adalah dengan melakukan banyak kali scan (lebih dari satu siklik)
untuk mendapatkan beberapa grafik. Teknik ini biasanya digunakan dengan
tujuan untuk mengetahui kestabilan dari elektroda yang digunakan.
Kestabilan ditunjukkan dari perubahan grafik yang ditunjukkan ketika
dilakukan scan berulang-ulang (Riyanto, 2013).
Pengukuran arus listrik dilakukan dengan rentang potensial awal dan
akhir yang sama. Potensial diberikan dalam suatu siklus antara dua nilai beda
potensial, dengan potensial yang meningkat hingga maksimum kemudian
turun secara linier dengan nilai kemiringan yang sama hingga kembali ke
potensial awal dan dapat dibalik kembali setelah reaksi berlangsung. Oleh
karena itu, arus katodik dan anodik dapat terukur. Arus katodik merupakan
arus yang digunakan pada saat penyapuan dari potensial terbesar menuju
potensial terkecil, sementara arus anodik merupakan penyapuan dari potensial
terkecil menuju potensial terbesar (Scholz, 2010).
Voltametri siklik terdiri dari siklus potensial dari suatu elektroda
yang dicelupkan ke dalam larutan yang tidak diaduk yang mengandung spesi
elektroaktif dan mengukur arus yang dihasilkan. Siklus ini akan berulang-
ulang dan dicatat sebagai fungsi waktu. Potensial pada elektroda kerja
dikontrol oleh elektroda pembanding seperti elektroda kalomel jenuh atau
perak/perak klorida. Pengontrol potensial yang diterapkan pada dua elektroda
dapat dianggap sebagai sinyal eksitasi. Sinyal eksitasi untuk voltametri siklik
adalah penyapuan potensial linier dengan gelombang segitiga seperti pada
Gambar 3.
Gambar 3. Sinyal eksitasi untuk voltammetri siklik (Wang, 2000)
Pada voltammetri siklik mengalami proses reversibel, besar arus
puncak katodik dan anodic sama ) dan puncak katodik potensial (Epc) adalah
(58/n) mV lebih negative dari potensial puncak anodic (Epa) (Izutsu, 2002).
Hubungan antara arus dengan potensial dibuat plot arus fungsi yang
ditunjukkan sebagai voltammogram siklik (Wang, 200). Secara kuantitatif
voltammogram ini dapat menunjukkan konsentrasi analit dalam sampel yang
dianalisis, karena besarnya arus difusi sebanding dengan konsentrasi analit
dalam larutan (Day dan Underwood, 2002). Jika digambarkan respon arus
fungsi dari scan potensial ini, berbentuk kurva voltammogram (Settle, 1997).
Kurva volammogram siklik ditunjukkan pada Gambar 4, yang merupakan
pengukuran menggunakan voltammetri siklik, memerlukan suatu instrumen
pengukuran ini dinamakan potensiostat.

Gambar 4. Kurva voltammogram siklik


Pada kurva voltammogram siklik Gambar 5, memiliki puncak arus
katodik (ipc) dan puncak arus anodik (ipa). Menurut Settle (1997) untuk reaksi
redoks reversibel pada suhu 25 dengan n jumlah elektron, E p harus
mempunyai nilai sebesar 0,0592/n V atau sekitar 60 mV untuk satu elektron.
Pada kenyataannya nilai ini sulit dicapai karena beberapa faktor seperti
resistensi sel. Potensial reduksi (Eo ) untuk sistem reversibel dihitung dalam
berikut.
o E pc + E pa
E=
2
Hubungan antara konsentrasi dengan arus puncak memenuhi
persamaan Randles-Sevcik (pada suhu 25oC):
ip = 2,68x105 x n3/2 x A x C x D1/2 x V1/2
Keterangan:
ip : arus puncak (A)
A :luas permukaan elektroda (cm2)
D : koefisien difusi (cm2/s)
C : konsentrasi (mol/cm3 )
v : kecepatan scan (v/s)
Satu dari banyak kegunaan voltammetri siklik adalah informasi
kualitatif mengenai mekanisme reaksi dari proses reduksi-oksidasi. Adanya
kemungkinan reaksi lain saat reduksi-oksidasi berlangsung dapat dilihat dari
voltammogramnya. Perubahan pada voltammogram siklik dapat disebabkan
oleh persaingan reaksi kimia untuk produk hasil elektrokimia, ini dapat
dijadikan informasi mengenai jalan reaksi. Hal lain dari penggunaan
voltammetri siklik ini adalah untuk mempelajari proses adsorpsi molekul
elektroaktif pada permukaan elektroda.
Teknik voltammetri siklik dapat digunakan untuk menganalisis
mekanisme reaksi yang terjadi pada suatu spesi elektroaktif. Reaksi yang
berlangsung secara elektrokima (E) dan kimia (C) dapat dinyatakan dngan
persamaan reaksi sebagai berikut :

Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme elektrokimia dan kimia


(EC). Pada reaksi mekanisme EC, waktu antara munculnya puncak dalam
scan awal muncul di scan akhir akan berkurang. Sehingga akan memberikan
waktu sedikit untuk terjadi reaksi homogen karena itu puncak akhir
meningkat seiring dengan meningkatnya potensial sampai semua spesies awal
yang dihasilkan bereaksi (Brett and Brett, 1994).
Dengan teknik voltammetri siklik, reaksi EC yang berlangsung
dengan tetapan laju reaksi kimia kEC akan menghasilkan voltammogram
siklik. Pada voltammogram tersebut diperlihatkan adanya arus penurunan
arus puncak balik. Penurunan ukuran puncak balik ini terjadi karena spesi R
yang terbentuk dari reaksi elektrokimia diubah menjadi spesi lain ketika
terjadi reaksi kimia, sehingga spesi R yang berubah kembali menjadi O
tinggal sedikit. Pola voltammogram ini juga dapat terjadi pada reaksi redoks
yang berlangsung dengan laju pindai yang sangat lambat (Kounaves, 1997).
2.3 Elektroda Pasta Karbon
Elektroda Pasta Karbon (EPK) merupakan suatu elektroda yang
dapat dimodifikasi dengan zat/senyawa tertentu, yang berguna untuk
mendeteksi kation logam dalam suatu sampel. Hal ini disebabkan karena
karbon memiliki sifat sebagai adsorben yang bisa dimanfaatkan untuk
menangkap logam seperti kadmium dan seng. Elektroda ini biasanya
dibuat dengan mencampurkan serbuk karbon dengan cairan pemasta
seperti paraffin. Selain itu EPK dapat digunakan sebagai alternatif elektroda
kerja dalam sel elektrokimia (Sari, 2013).
Elektroda pasta karbon digunakan karena mempunyai beberapa
keuntungan yaitu arus latar belakang yang kecil, material yang tersedia
murah, waktu respon yang cepat, dan mudah untuk dimodifikasi. Elektroda
ini terbuat dari grafit dan parafin yang dicampurkan sehingga membentuk
pasta. Komposisi pasta sangat mempengaruhi kereaktifan elektroda. Dengan
meningkatnya persentase parafin sebagai material pengikat, laju transfer
elektron akan menurun dan mempengaruhi arus latar belakang. Apabila tidak
menggunakan material pengikat, elektroda yang terdiri dari grafit akan
memiliki laju transfer elektron yang tinggi (Gelling, 1997). Akan tetapi
ketiadaan material pengikat akan menyebabkan permukaan elektroda yang
dihasilkan mudah rusak. Karena itu perlu dicari komposisi optimum dari
elektroda pasta karbon. Gambar 5 menunjukkan bentuk struktur kimia dari
grafit dan parafin

Gambar 5. Struktur Grafit dan Paraffin


2.4 Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik
dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem
Syaraf Pusat (SSP). Parasetamol atau asetaminofen adalah senyawa amida
aromatik yang terasilasi. Diperkenalkan oleh Von Mering pada tahun 1893
sebagai obat-obatan. Parasetamol mempunyai berat molekul 151,20. Rumus
kimianya adalah C8H9NO2. Warna padatannya adalah putih, tidak berbau dan
berbentuk serbuk. Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik
dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun
kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau
yang dijual bebas (Darsono, 2002). Parasetamol (asetaminofen) mempunyai
daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan
tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung (Wilmana, 1995).
H CH3
N

O
HO

Gambar 6. Struktur Kimia Paracetamol


Parasetamol dapat dianalisis dengan metoda voltammetri karena
mudah dioksidasi di permukaan elektroda glassy carbon (GC) maupun pasta
karbon. Namun karena puncak oksidasi parasetamol berada pada potensial
antara 0,6 – 0,8 V vs Ag/AgCl, analisis parasetamol menjadi tidak selektif
karena banyak senyawa elektroaktif lain yang teroksidasi pada daerah
potensial tersebut. Oleh karena itu pengembangan biosensor menggunakan
enzim menjadi pilihan yang tepat karena dapat mempermudah oksidasi
parasetamol dan memperendah potensial oksidasi parasetamol. Analisis
parasetamol dengan metoda voltammetri tidak memerlukan pelarut organik
dengan kemurnian yang tinggi seperti halnya yang dibutuhkan pada metode
HPLC. Pelarut yang digunakan hanya aqua DM dan jumlahnya lebih sedikit
dari pada eluen organik yang diperlukan pada metode HPLC. Oleh karena itu
biaya analisis per sampel dengan metode voltammetri akan jauh lebih murah.
Peralatan yang diperlukan untuk analisis sangat kecil dan sekarang tersedia
peralatan yang dapat dioperasikan dengan baterai sehingga mudah dibawa
untuk analisis di lapangan. Sensistifitas analisis voltametri juga sangat baik
(Indra, 2012).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat
1. Gelas ukur Iwaki pyrex, 50 ml 2 buah
2. Gelas Kimia Iwaki pyrex , 50 ml 6 buah
3. Voltameter - 1 set
4. Sedotan Platsik 1 buah
5. Amplas - 1 buah
6. Kawat karbon - 15 cm
7. Ayakan 300 mesh 1 bauh
8. Labu ukur 50 ml 1 buah
3.2 Bahan
1. Serbuk Parcetamol - 0,05 gram
2. Larutan Paracetamol - 50 ppm
3. Aquades - 100 ml
4. Pensil (serbuk karbon) 2b 0,07 gram
5. Parafin - 0,08 fram
6. KCl 5000 ppm 10 ml
7. Larutan buffer pH 6 5 ml
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pembuatan Larutan Standar (Paracetamol)
Larutan paracetamol 50 ppm diambil sebanyak volume yang
dibutuhkan (perhitungan terlampir). Dimasukkan ke dalam labu ukur 50
ml. Ditambahkan aquades sampai tana batas. Ditutup labu ukur,
kemudian dikocok perlahan. Diulangi langkah tersebut sampai
konsentrasi 40, 30, 20, 10 ppm. Diperoleh standar paracetamol.
3.3.2 Pembuatan Larutan Sampel
Serbuk parasetamol 0,05 gram diambil sebanyak yang
diperlukan untuk ditimbang. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml.
Ditambahkan dengan aquades sampai tanda batas. Ditutup labu ukur,
kemudian dikocok perlahan. Larutan standar parasetamol.
3.3.3 Preparasi Elektroda
Pensil dikupas kulitnya kemudian dihaluskan karbon dengan
mortar alu. Disaring dengan ayakan 300 mesh. Serbuk karbon yang
telah dihasilkan kemudian diambil 0,07 gram dan ditambahkan 0,08
garm parafin.Selanjutnya diaduk hingga homogen dan ditimbang 0,1
gram.
Kawat karbon dipotong 15 cm dan dihapus isolatnya atas 2,5
cm dan bawah 0,5 cm. Diamplas ujung-ujungnya. Kemudian dilapisi
sedotan bagian bawah an ditamabhakan pasta karbon. Terbentuklah
elektroda pasta karbon.
3.3.4 Pemindahan Voltametri
Larutan standar paracetamol dinyalakan voltameter ditunggu
hingga stabil selama 5 menit. Dimasukkan larutan standar 10 ml 50
ppm. Ditambahkan 10 KCl 5000 ppm. Ditambahkan 5 ml buffer pH 6
dilakukan yang sama denagn sampel. Dipasang elektroda kerja pasta
karbon pt pada elektroda pembantu, elektroda Ag/AgCl pada elektroda
pembanding. Dimasukkan ke dalam larutan standar. Dipindai -1V
sampai 1V sehingga didapatkan voltamogram. Dianalisis voltamogram.
Diulangi dengan konsentrasi larutan standar 40 ppm, 30 ppm, 20 ppm,
an 10 ppm. Diperoleh voltamogram pada masing-masing larutan
standar.
3.3.5 Penentuan Konsentrasi Sampel
Larutan standar paracetamol dinyalakan voltameter ditunggi
hingga stabil selama 5 menit. Dimasukkan 10 mL larutan sampel.
Ditambahkan 10 ml larutan KCl 5000 ppm. Kemudian ditambahkan 5
ml larutan buffer pH 6. Dipasang elektroda pasta karbon, pt dan
elektroda pembantu, elektroda Ag/AgCl pada elektroda pembanding.
Lalu dimasukkan ke dalam larutan sampel. Dipindai -1V sampai 1V
sehingga didapatkan voltamogram. Kemudian dianalisis
voltamogramnya.
DAFTAR PUSTAKA

Balazs, Z. Chiba., P.R. Lewis., N.Nelson., and G.A, Steward.1999. Mediated


Electrochemical Oxidation of Organic Wastes Using a Co(III) Mediator
in a Neutral Electrolyte, US, Pat 5,911,350 . The Regents of University
of California, Oakland.
Brett, C. M. A., and A. M. O. Brett. 1994. Electrochemistry Principles, Methodes,
and Applications. Oxford University Press. New York. P. 174-197.
Burns, M. J. 1981. Role of Copper in Physiological Process. Auburn. Vet.J (38) 1.
Day, R A, dan Underwood, A L., (2002), Analsis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam,
Erlangga, Jakarta
Darsono, Lusiana, 2002, Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan
Parasetamol, Jurnal Kimia, Vol. 2, No. 1.
Gosser, D.K. 1993. Cyclic Voltammetri : Simulation Analysis of Reaction
Mechanism. Wiley-VCH Inc. New York. 1-154.
Indra Noviandri, Rien Rakhmana ”Carbon Paste Electrode Modified with Carbon
Nanotubes and Poly(3-Aminophenol) for Voltammetric Determination of
Paracetamol” International Journal of Electrochemical Science, 7, 2012.
Izutsu, K. 2002. Electrochemistry in Nonaqueous Solutions. John Wiley & Sons
Inc. New York. P. 130-140. Jain, M. G., K. Agarwal and R. V.,
Kounaves, S.P., 1997, Voltammetric Technique, hal. 709-716, Tufts University
Riyanto. (2013). Elektrokimia dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sari, Esty Oktiana. 2013. Kinerja Elektroda Pasta Karbon Termodifikasi
Nanomagnetit Pada Teknik Voltametri Siklik. Skripsi. Intitut Pertanian
Bogor.
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998. Principles of Instrumental Analysis. Ed
ke5. Orlando: Hourcourt Brace.
Scholz, Fritz. 2010, Electroanalytical Methods Guide to Experiment And
Applications 2nd, Revised And Extended Edition, New York, Springer.
Settle, F., 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry,
Prentice-Hall Inc., New Jersey
Wang, J. 1994. Analytical Electrohemistry. VCH Publisher. New York
Wang, J. 2000. Analitical Chemistry. Willey-VCH. New York. 67-74.
Wilmana, P.F., 1995, Analgesik-Antipiretik, Analgesik-Antiinflamasi Nonsteroid
dan Obat Piral, dalam Ganiswara, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F, D.,
Purwantyastuti, Nafrialdi, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 207-
220.

Anda mungkin juga menyukai