Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM INSTRUMEN

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Disusun Oleh
Nama : Nailil Hidayah
NIM : 17030234027
Kelas : KA 2017

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisis kimia bertujuan untuk mengetahui komposisi suatu zat atau
campuran zat dan akan memberikan informasi ztau data secara kualitatif dan
kuantitatif. Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia
analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan
cahaya (Khopkar, 2003). Sedangkan peralatan yang digunakan dalam
spektrofometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa
cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan
molekul namun yang lebih berperan adalah elektron yang ada pada atom
ataupun molekul yang bersangkutan.
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis
spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat
(190-380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen
spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995:26). Spektrofotometri
didasarkan pada Hukum Lambert-Beer, bila cahaya monokromatik melewati
suatu media, maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan, dan
sebagian dipancarkan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap
memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara
kuantitatif (Day & Underwood, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan larutan standar?
2. Bagaimana cara menentukan panjang gelombang optimum?
3. Bagaimana cara pembuatan kurva kalibrasi?
4. Bagaimana cara menentukan konsentrasi sampel?
5. Bagaimana menentukan pergeseran panjang gelombang untuk larutan
dengan penambahan asam, basa, dan netral?
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah:
1. Dapat mengetahui cara pembuatan larutan standar?
2. Dapat menentukan panjang gelombang optimum?
3. Dapat mengetahui cara membuat kurva kalibrasi?
4. Dapat menentukan konsentrasi sampel?
5. Dapat menentukan pergeseran panjang gelombang untuk penambahan
asam, basa, dan netral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Spektroskopi UV-Vis


Spektrofotometri merupakan satu cabang analisis instrumental yang
membahas tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik
(REM). Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau
absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, tiap media akan
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa
atau warna terbentuk (Cairns, 2009). Sebagian dari cahaya tersebut akan di
serap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang di serap
sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet (Hardjono, 1991).
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber
spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan
sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara
sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 2003).
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis
spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat
(190-380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen
spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995:26). Pengukuran
spektofotometri menggunakan alat spektofotometer yang melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analsis kuantitaif
dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif. Konsentrasi dan analit di dalam larutan bisa ditentukan
dengan mengukur absorban ppada panjang gelombang tertentu denga
menggunakan hukum Lambert- Beer (Gandjar dan Rohman, 2007).
Metode spektrofotometri UV-Vis secara umum berdasarkan
pembentukan warna antara analit dengan pereaksi yang digunakan. Analisa
dengan cara ini memiliki keuntungan sensitif atau kepekaan yang cukup tinggi,
batas deteksinya rendah, dan relatif mudah dilakukan. Kelemahannya adalah
perlu perlakuan awal untuk menghilangkan unsur-unsur penggangu dan
menggunakan beberapa macam bahan kimia sebagai pereaksi (Huda, 2001).
2.2 Prinsip Kerja Spektofotometri UV-Vis
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang
bersifat polikromatis diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada
spektofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator menguraikan
sinar yang masuk dari sumber cahaya tersebut menjadi pita-pita panjang
gelombang yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat tertentu, yang
menunjukkan bahwa setiap gugus kromofor mempunyai panjang gelombang
maksimum yang berbeda. Dari monokromator tadi cahaya/energi radiasi
diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet.
Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan menghasilkan signal
elektrik pada detektor, yang mana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya
yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya signal elektrik yang dialirkan ke
pencatat dapat dilihat sebagai angka (Triyati, 1985).
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan Hukum Lambert Beer, bila
cahaya monokromatik melewati suatu media, maka sebagian cahaya tersebut
diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian dipancarkan. Perubahan warna
yang terjadi diamati dan intensitas warnanya diamati dengan spektronik 20
pada panjang gelombang tertentu (Day & Underwood, 2002).
2.3 Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya tampak,
ultraviolet dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu
larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan
(Skoog et al., 2007). Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa
pembatasan (Gandjar dan Rohman, 2007) yaitu:
a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai
penampang yang sama
c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung
terhadap yang lain dalam larutan tersebut
d. Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
Hukum Lambert-Beer secara sederhana dapat dinyatakan dalam rumus
berikut
𝐼𝑜
A = - log T = log 𝐼𝑡

A = Ɛ.b.c
Keterangan:
A : absorban/serapan
T : transmitan
Io : intensitas radiasi yang datang
It : intensitas radiasi yang diteruskan
Ɛ : absorbansi molar (M cm-1)

b : tebal kuvet (cm)


c : konsentrasi (M)
Hukum Lambert-Beer juga berlaku untuk campuran beberapa zat yang
menujukkan tidak ada interaksi (Skoog et al., 2007):
Atotal = A1 + A2 + A3 + .............. Ai
Salah satu syarat senyawa dianalisis dengan spektrofotometri adalah
karena senyawa tersebut mengandung gugus kromofor. Kromofor adalah
gugus fungsional yang mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan tampak, jika
diikat oleh gugus ausokrom. Hampir semua kromofor mempunyai ikatan
rangkap berkonjugasi (diena(C=C-C=C), dienon (C=C-C=O), benzen dan
lain-lain. Ausokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron
bebas, seperti –OH, N, N, -X (Harmita, 2006).
2.4 Proses Absorbsi Cahaya dan Warna Komplementer Pada Spekto UV-Vis
Panjang gelombang cahaya UV-Vis jauh lebih pendek daripada panjang
gelombang radiasi inframerah. Spektrum sinar tampak terentang dari sekitar 400
nm (ungu) sampai 700 nm (merah), sedangkan spektrum ultraviolet terentang
dari 100 nm sampai 400 nm (Hardjono, 1991).
Ketika cahaya polikromatis mengenai suatu zat, maka cahaya dengan
panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul
yang memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang
ada hingga terbentuk suatu materi.Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu
molekul dapat berpindah, Berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai
suatu energi. Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi
perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi.
Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Ketika cahaya mengenai
sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi
akan diteruskan (Giancoli, 2001).
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang
ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat
dalam kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat
akan berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan
suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada
spektrum sinar tampak (Hardjono, 1991).
Tabel 1. Spektrum Cahaya Tampak dan Warna Komplementer

Sumber: (Skoog, 2004)


2.5 Bagian-Bagian Spektofotometri UV-Vis
Gambar 1. Skema Alat Spektrofotometri UV-Vis Single Beam
a. Sumber Cahaya
Sumber cahaya dipergunakan untuk pengukuran absorpsi. Sumber
cahaya ini harus memancarkan sinar dengan kekuatan yang cukup untuk
penentuan dan pengukuran, juga harus memancarkan cahaya
berkesinambungan yang berarti harus mengandung semua panjang
gelombang dari daerah yang dipakai. Kekuatan sinar radiasi harus konstan
selama waktu yang diperlukan (Triyati, 1985). Sumber yang biasa
digunakan pada spektroskopi adsorbsi adalah lampu wolfram. Pada daerah
UV digunakan lampu hidrogen atau lampu deuterium. Kebaikan lampu
wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada
berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2003).
b. Monokromator
Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya
polikromatis menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan komponen
panjang gelombang tertentu. Monokromator terdiri dari susunan: celah (slit)
masuk-filter- prisma- kisi (grating)- celah (slit) keluar (Khopkar, 2003).
c. Wadah sampel (kuvet)
Kuvet merupakan alat yang digunakan untuk mengukur konsentrasi
reagen yang dibaca pada spektofotometer. Kuvet berbentuk jajaran genjang
lebih tepat untuk pengukuran karena cahaya akan jatuh dengan sudut tegak
lurus pada permukaan kuvet (Khopkar, 2003).
d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap
cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor dipergunakan untuk
menghasilkan signal elektrik. Dimana signal elektrik ini sebanding dengan
cahaya yang diserap. Signal elektrik ini kemudian dialirkan ke alat pengukur
dan dalam rekorder akan ditampilkan dalam bentuk angka-angka pada
reader (komputer) (Pecsok et al. 1976).
e. Visual Display/Recorder
Merupakan sistem baca yang memperagakan isyarat listrik,
menyatakan dalam bentuk % transmitan maupun absorbansi (Khopkar,
2003).
2.6 Pergeseran Panjang Gelombang
Efek batokromik atau pergeseran merah adalah terjadi perubahan
absorbsi panjang gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih besar, hal
ini terjadi karena adanya substituen/auksokrom tertentu pada kromofor,
misalnya pengukuran dari benzena ke fenol, panjang gelombang maksimum
fenol akan lebih besar dibandingkan panjang gelombang benzena; atau dapat
juga terjadi karena ada perubahan pelarut. Efek hipsokromik atau pergeseran
biru adalah terjadinya perubahan absorbsi ke panjang gelombang yang lebih
pendek. Hal ini terjadi karena perubahan pelarut atau tidak adanya
substituen/auksokrom pada suatu kromofor. Efek hiperkromik adalah
terjadinya peningkatan intensitas absorbsi dan hipokromik penurunan
intensitas absorbsi, hal ini terjadi misalnya karena perubahan pelarut. Secara
sederhana perubahan pergeseran panjang gelombang atau intensitas absorbsi
digambarkan pada Gambar 2 (Suhartati, 2017)

Gambar 2. Beberapa istilah perubahan spektrum UV-Vis yang


berkaitan dengan panjang gelombang dan intensitas absorbsi
2.7 Hal-hal yang perlu diperhatikan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis
spektrofotometri UV-Vis (Gandjar dan Rohman, 2007):
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis
Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak
menyerap pada daerah tersebut. Caranya yaitu dengan mengubah senyawa
tersebut menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu.
Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
reaksinya selektif dan sensitif; reaksinya cepat, kuantitatif, dan
reprodusibel; dan hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama
b. Waktu Operasional (Operating Time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau
pembentukan warna. Tujuannya untuk mengetahui waktu pengukuran yang
stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara
waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.
c. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kualitatif yaitu
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang serapan maksimum dilakukan dengan membuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan
baku pada konsentrasi tertentu.
d. Pembuatan kurva baku
Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis
lurus. Kemiringan atau slope adalah a (absorptivitas) atau (absorptivitas
molar). Penyimpangan dari garis lurus biasanya dapat disebabkan oleh
kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, dan reaksi ikatan yang terjadi.
e. Pembacaan absorbansi sampel
Absorban jika dibaca sebagai transmitans pada spektrofotometer
hendaknya antara 0,2-0,8 atau 15%-70%. Anjuran ini berdasarkan anggapan
bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan
fotometrik).
2.7 Kelebihan Analisa Spektofotometri UV-Vis
Pemakaian Spektrofotometer Ultra-violet dan Sinar Tampak dalam
analisis kuantitatif mempunyai beberapa kelebihan: (Triyati, 1985).
- Dapat dipergunakan untuk banyak zat organik dan anorganik. Adakalanya
beberapa zat harus diubah dulu menjadi senyawa berwarna sebelum
dianalisa.
- Selektif. Pada pemilihan kondisi yang tepat dapat dicari panjang
gelombang untuk zat yang dicari.
- Mempunyai ketelitian yang tinggi, dengan kesalahan relatif sebesar 1%-
3%, tetapi kesalahan ini dapat diperkecil lagi.
- Dapat dilakukan dengan cepat dan tepat
2.8 Metil Merah
Metil merah merupakan salah satu zat yang dapat menunjukkan sifat
suatu asam maupun basa. Indikator metil merah digunakan untuk mengetahui
pH larutan dengan trayek pH 4,2-6,3. Metil merah jika dilarutkan dalam air
akan menjadi zwitter ion. Jika berada dalam suasana asam, senyawa ini berupa
HMR akan berwarna merah dan memiliki 2 bentuk resonansi. Dalam suasana
basa, ion akan hilang dan menjadi anion MR- yang berwarna kuning (Basset,
dkk, 1994).
Metil Merah (Methyl Red) adalah senyawa organik yang memiliki
rumus kimia C15H15N3O2, senyawa ini banyak dipakai untuk indikator titrasi
asam basa. Indikator ini berwarna merah pada pH dibawah 4,4 dan berwarna
kuning diatas 6,2. Warna transisinya menghasilkan warna jingga. Sebagai zat
warna azo, metil merah dapat dibuat melalui diazotasi asam antranilat, diikuti
dengan reaksi menggunakan dimetilanilina (Hendayana, 1994). Berikut ini
merupakan struktur dari metil merah:

Gambar 3. Struktur Metil Merah

2.9 Asam Klorida (HCl)


Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia
adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung.
Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus
ditangani dengan wewanti keselamatan yang tepat karena merupakan cairan
yang sangat korosif (Russell, 2007).
Gambar 4. Struktur Asam Klorida (HCl)
Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia
dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam klorida,
H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium (Hendayana,
1994),
H3O + HCl + H2O → H3O + + Cl−
Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl−. Asam klorida oleh
karenanya dapat digunakan untuk membuat garam klorida, seperti natrium
klorida. Asam klorida adalah asam kuat karena ia berdisosiasi penuh dalam air.
2.10 Natrium Hidroksida (NaOH)
Sifat Fisis :
- Wujud : padat
- Kenampakan : putih
- Rumus molekul : NaOH
- BM : 39,9971 g/mol
- Titik didih : 1390o C pada tekanan 1 atm
- Sg : 2,130 g/cm
(Perry, 1997)
Sifat Kimia:
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau
sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida
terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air.
Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan
sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum,
sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum
digunakan dalam laboratorium kimia (Kurt dan Bittner, 2005).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat
1. Spektofotometri UV-vis 1 buah
2. Labu ukur 10 mL 1 buah
3. Labu ukur 50 mL 1 buah
4. Gelas ukur 10 mL 1 buah
5. Gelas kimia 3 buah
6. Pipet tetes 4 buah
7. Tabung reaksi 5 buah
3.2 Bahan
1. Metil merah 50 ppm 10 ml
2. Aquades secukupnya
3. HCl 0,4 M 2 ml
4. NaOH 0,4 M 2 ml
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Penyiapan Larutan Baku
Larutan baku metil merah dengan konsentrasi 50 ppm disiapkan
dari larutan baku tersebut, dilakukan pengenceran bertingkat untuk
membuat larutan standar konsentrasi 1,3,5,7 dan 10 ppm.
3.3.2 Penentuan Panjang Gelombang Optimum
Larutan standar dengan konsentrasi 1 diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 360-600 nm. Kemudian dibuat kurva serapan
masing-masing larutan (A vs λ). Lalu ditentukan λ optimum larutan.
3.3.3 Penentuan Kurva Standar
Larutan standar konsentrasi 1, 3, 5, 7 dan 10 ppm diukur
absorbansinya dari konsentrasi terendah pada panjang gelombang
optimum. Kemudian dibuat kurva kalibrasi (A vs C). Lalu ditentukan
persamaan kurvanya, sehingga diperoleh persamaan kurva standar.
3.3.4 Penentuan konsentrasi sampel
Larutan metil merah konsentrasi 3 ppm dibuat spektrum sampel
dan dicatat absorbansinya. Kemudian dihitung konsentrasi larutan metil
merah tersebut menggunakan persamaan kurva standar yang telah
diperoleh.
3.3.5 Pergeseran Panjang Gelombang
a. Kondisi Netral
Masukkan 1 mL larutan metil merah 50 ppm ke dalam labu takar 50
mL, diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Ukur
absorbansinya pada panjang gelombang 300-600 nm dengan blanko
aquades. Ditentukan panjang gelombang optimumnya.
b. Kondisi Asam
Masukkan 1 mL larutan metil merah 50 ppm ke dalam labu takar 50
mL, tambahkan 2 mL HCl 0,4 M, encerkan dengan aquades sampai
tanda batas. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 300-600
nm dengan blangko akuades. Ditentukan panjang gelombang
optimumnya.
c. Kondisi Basa
Masukkan 1 mL larutan metil merah 50 ppm ke dalam labu takar 50
mL, tambahkan 2 mL NaOH 0,4 M, encerkan dengan aquades sampai
tanda batas. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 300-600
nm dengan blangko akuades. Ditentukan panjang gelombang
optimumnya.
4.2 Analisis dan Pembahasan
Pada percobaan yang berjudul “Spektofotometri UV-Vis” bertujuan
untuk mengetahui cara membuat larutan baku, menentukan panjang gelombang
optimum, membuat kurva kalibrasi dan menentukan konsentrasi sampel. Selain
itu juga dapat menentukan pergeseran panjang gelombang untuk penambahan
asam, basa, dan netral. Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik
analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet
dekat (190-380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen
spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995:26). Prinsip kerja
spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya dilewatkan melewati
sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan
spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan
dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding
dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet Alat ini menggunakan hukum
Lambert Beer sebagai acuan (Day & Underwood, 2002).
Pada percobaan ini terdiri dari lima tahap, yaitu pembuatan larutan
baku, penentuan panjang gelombang, membuat kurva kalibrasi, menentukan
konsentrasi sampel dan menentukan pergeseran panjang gelombang untuk
penambahan asam, basa, dan netral. Larutan baku yang digunakan adalah
larutan metil merah. Metil Merah (Methyl Red) adalah senyawa organik yang
memiliki rumus kimia C15H15N3O2, metil merah merupakan salah satu zat yang
dapat menunjukkan sifat suatu asam maupun basa (Basset, dkk, 1994).
1. Penyiapan Larutan Baku
Pada percobaan ini bertujuan untuk membuat larutan standar dari
larutan baku metil merah. Larutan baku yang digunakan pada percobaan ini
adalah metil merah 50 ppm yang berupa larutan berwarna merah (++).
Larutan baku yang dibutuhkan adalah larutan baku dengan konsentrasi 1
ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, dan 10 ppm. Larutan baku dibuat dengan
menggunakan metode pengenceran bertingkat. Larutan standar metil merah
yang disediakan adalah dengan konsentrasi 50 ppm. Dalam menentukan
volume yang dibutuhkan untuk masing-masing kosentrasi dapat digunakan
rumus sebagai berikut
M1 x V1 = M2 x V2
Pembuatan larutan standar untuk konsentrasi 10 ppm dapat dilakukan
dengan cara, mengambil larutan metil merah 50 ppm sebanyak 10 mL.
Kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan labu ukur 50 mL,
dan dihasilkan larutan berwarna jingga (+++++). Sedangkan untuk larutan
dengan konsentrasi 7 ppm, maka dibutuhkan larutan metil merah 10 ppm
sebanyak 35 mL. Kemudian dilakukan pengenceran, dan dihasilkan larutan
berwarna jingga (++++). Kemudian untuk larutan dengan konsentrasi 5
ppm, dibutuhkan larutan metil merah 7 ppm sebanyak 35,7 mL, lalu
dilakukan pengenceran dan dihasilkan larutan berwarna jingga (+++).
Untuk larutan dengan konsentrasi 3 ppm, dibutuhkan larutan metil merah 5
ppm sebanyak 30 mL, lalu dilakukan pengenceran dan dihasilkan larutan
berwarna jingga (++). Sedangkan untuk larutan dengan konsentrasi 1 ppm
dibutuhkan larutan metil merah 3 ppm sebanyak 16,67 mL, lalu dilakukan
pengenceran dan dihasilkan larutan berwarna jingga (+). Pada pembuatan
larutan baku/standar ini dihasilkan warna jingga dengan gradasi warna yang
berbeda yang ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Gradasi warna larutan standar metil merah
dalam berbagai konsentrasi
Konsentrasi larutan Gradasi warna
metil merah jingga
1 ppm (+)
3 ppm (++)
5 ppm (+++)
7 ppm (++++)
10 ppm (+++++)

Reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah reaksin antara metil
merah dengan aquades. Reaksinya sebagai berikut.
2. Penentuan Panjang Gelombang Optimum
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui panjang
gelombang optimum dengan larutan konsentrasi paling rendah. Panjang
gelombang optimum hasil pengukuran, nantinya akan digunakan dalam
menentukan konsentrasi sampel pada percobaan berikutnya. Larutan standar
yang digunakan adalah larutan standar metil merah dengan konsentrasi
terendah yaitu 1 ppm.
Percobaan ini dilakukan dengan cara menentukan panjang
gelombang optimum larutan metil merah dengan konsentrasi 1 ppm
menggunakan instrumen spektofotometri UV-Vis. Prinsip kerja
spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya dilewatkan melewati
sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan
spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan
dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding
dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet Alat ini menggunakan hukum
Lambert Beer sebagai acuan (Day & Underwood, 2002).
Pertama-tama pada spektofotometer dilakukan baseline terlebih
dahulu dengan menggunakan aquades pada kedua kuvet. Setelah itu, kuvet
pada bagian depan diganti dengan kuvet berisi larutan metil merah 1 ppm
yang berupa larutan berwarna jingga (+). Bagian belakang diisi oleh kuvet
berisi aquades. Kemudian tekan “Start” dan tunggu hingga proses selesai,
lalu simpan file spektra yang dihasilkan. Lalu menentukan panjang
gelombang optimum berdasarkan spektra yang dihasilkan. Rentang panjang
gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang 300-600 nm. Hal ini
dikarenakan larutan yang akan dianalisis yaitu metil merah merupakan
larutan berwarna sehingga berada pada panjang gelombang visible. Setelah
dilakukan pengukuran, maka diperoleh data panjang gelombang optimum
hasil pengukuran sebesar 431 nm dan absorbansi larutan sebesar 0,790. Jadi
pada panjang gelombang 431 nm ini merupakan panjang gelombang
optimum dari larutan metil merah, karena absorbansi larutan metil merah
mempunyai nilai maksimal dimana sinar yang dipancarkan oleh
spektofotometer paling banyak diserap oleh larutan. Panjang gelombang
optimum ini yang akan digunakan pada percobaan penentuan konsentrasi
sampel
Panjang gelombang optimum dapat diketahui dengan
menggunakan larutan standar metil merah dengan konsentrasi 1, 3, 5, 7, atau
10. Hal ini dikarenakan data panjang gelombang yang diperoleh akan sama,
lain halnya dengan absorbansi, jika konsentrasinya berbeda maka besar
serapannya juga berbeda. Pada percobaan ini digunakan konsentrasi
terendah dalam penentuan panjang gelombang agar memudahkan saja
dalam persiapan sampel. Akan tetapi juga dapat digunakan larutan standar
dengan konsentrasi lain.
3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Pada percobaan ini bertujuan untuk membuat kurva kalibrasi.
Kurva kalibrasi standar merupakan standar dari sampel tertentu yang dapat
digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk sampel tersebut pada
percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga konsentrasi
sampel dapat diketahui (Day & Underwood, 2002).
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan standar
metil merah dengan konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, dan 10 ppm
yang telah dibuat pada percobaan pertama. Larutan yang telah dibuat diukur
absorbansinya menggunakan instrumen spektofotometri UV-Vis dengan
panjang gelombang optimum yang telah diperoleh pada percobaan
sebelumnya yaitu 431 nm Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah
dimana sinar/cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi
larutan, dimana akan menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut
akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang
dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet Alat
ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Day & Underwood,
2002).
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara mengisi kuvet
dengan larutan standar konsentrasi tertentu, kemudian kuvet dimasukkan ke
tempat kuvet spekto UV-Vis bagian depan. Bagian belakang diisi oleh kuvet
dengan aquades. Kemudian tekan tombol “Photometric Module”. Lalu
tekan tombol Method Tool dan Wavelengt. Pada Wavelengt diisi panjang
gelombang optimum yang telah diperoleh pada percobaan sebelumnya yaitu
431 nm. Setelah itu tekan tombol “Instrumen Parameter” dan pilih
“Measuring Mode”: Absorbansi. Selanjutnya tekan tombol “Baseline” dan
diisi rentang panjang gelombang yang digunakan yaitu 300-600 nm.
Kemudian isi “Standar Table” Sample ID: std 1. Lalu yang terakhir tekan
“Read Std”. Dengan langkah-langkah tersebut maka akan diperoleh
absorbansi tiap konsentrasi larutan standar metil merah. Sehingga data
absorbansi larutan setiap konsentrasi dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data Absorbansi Larutan Standar Metil Merah
Konsentrasi larutan Absorbansi
metil merah
1 ppm 0.081
3 ppm 0.233
5 ppm 0.378
7 ppm 0.478
10 ppm 0.565

Berdasarkan data absorbansi yang diperoleh, selanjutnya dapat dibuat


kurva standar dari data absorbansi tersebut. Sehingga diperoleh kurva
standar sebagai berikut

Absorbansi
0.7
0.6 y = 0.1213x - 0.0169
0.5 R² = 0.9849
Absorbansi

0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi

Berdasarkan kurva yang didapatkan, dihasilkan kurva yang linier dan


diperoleh persamaan garis yaitu y= 0,1213x - 0,0169 dengan nilai regresi
(R2) sebesar 0,9849. Persamaan garis tersebut dapat digunakan untuk
menghitung konsentrasi sampel untuk percobaan berikutnya. Nilai R2 yang
diperoleh mendekati 1, dimana menyatakan bahwa hubungan antara
variabel yaitu absorbansi dan konsentrasi sangat kuat . Selain itu, kurva yang
diperoleh sudah berbentuk linear artinya kurva standar dapat dikatakan
akurat jika digunakan sebagai pedoman perhitungan konsentrasi sampel.
4. Penentuan Konsentrasi Sampel
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi sampel
dari larutan standar metil merah 3 ppm. Larutan standar metil merah 3 ppm
berupa larutan berwarna jingga (+++). Penentuan konsentrasi ini dilakukan
dengan cara memasukkan 10 mL larutan standar metil merah 3 ppm ke
dalam labu ukur. Kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas dan
dikocok hingga homogen. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah.

Selanjutnya larutan tersebut diukur absorbansinya menggunakan


Spektofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang optimum yaitu 431
nm. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya
dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan
menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan
sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan
sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet Alat ini menggunakan
hukum Lambert Beer sebagai acuan (Day & Underwood, 2002).
Larutan dimasukkan ke dalam kuvet, dan dimasukkan kembali ke
tempat kuvet UV-Vis dibagian depan. Bagian belakang diisi oleh kuvet
berisi aquades. Kemudian larutan sampel diberi nama pada sample ID. Lalu
klik pada bagian konsentrasi dan tekan tombol “Read Unk”. Sehingga akan
diperoleh data absorbansi dan konsentrasi. Absorbansi yang diperoleh
sebesar 0.0499. Setelah diperoleh data absorbansi maka dapat dihitung
konsentrasi dari larutan metil merah tersebut dengan menggunakan
persamaan linier yang telah diperoleh dari kurva standar dari percobaan
sebelumnya. Pada kurva standar dihasilkan persamaan sebagai berikut.
y = 0,1213x – 0.0169
keterangan: y = absorbansi sampel
x = konsentrasi sampel
dengan memasukkan nilai absorbansi sampel (y) yaitu sebesar 0,0499.
Maka, dapat diperoleh nilai x, yaitu konsentrasi dari sampel sebesar 0.5507
ppm.
Sedangkan konsentrasi sampel secara teori dapat diperoleh melalui
perhitungan menggunakan data pengenceran pada persiapan larutan sampel
yaitu larutan standar metil merah 3 ppm sebanyak 10 mL pada labu ukur 50
mL. Perhitungan konsentrasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut.
M1 x V1 = M2 x V2
Sehingga dapat diperoleh konsentrasi sampel secara teori sebesar 0,6 ppm.
Konsentrasi sampel yang diperoleh pada perhitungan menggunakan
persamaan garis kurva standar dengan perhitungan manual (teori)
menggunakan rumus pengenceran diperoleh hasil yang tidak sama.
Ketidaksamaan hasil konsentrasi dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, salah satunya adalah ketidakakuratan pada saat pergenceran. Selain
itu kontaminasi oleh zat lain pada pengukuran absorbansi juga menjadi
faktor ketidaksamaan hasil konsentrasi, sehingga diperoleh kurva standar
yang kurang baik.
5. Penentuan Pergeseran Panjang Gelombang
Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan pergeseran panjang
gelombang optimum metil merah dengan penambahan netral, asam, dan
basa. Pada percobaan ini digunakan larutan sampel metil merah dengan
konsentrasi 50 ppm yang berupa larutan berwarna merah (++).
a. Suasana Netral
Percobaan ini dilakukan dengan memasukkan 1 mL larutan
metil merah 50 ppm ke dalam labu ukur. Kemudian ditambahkan
aquades sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen. Sehingga
dihasilkan larutan berwarna jingga (+++). Fungsi dari penambahan
aquades adalah untuk mengencerkan larutan metil merah agar larutan
yang akan dianalisis tidak terlalu pekat. Hal ini dikarenakan jika larutan
terlalu pekat maka akan mengganggu proses pembacaan absorbansi.
Pada larutan yang terlalu pekat spektrofotometri akan mengasumsikan
bahwa warna komplementer suatu larutan akan menyerap semua radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan dan tidak ada radiasi elektromagnetik
yang diteruskan, sehingga menghambat proses pembacaan absorbansi
suatu analit. Selain itu, untuk mempertahankan larutan blanko
memperoleh absorbansi direntang LOD nya yaitu 0,1-1. Jika larutan
terlalu pekat, maka akan memperoleh absorbansi diatas rentang tersebut,
atau melampaui LOD-nya. Hal ini menyebabkan tidak diperolehnya nilai
absorbansi optimum. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

Selanjutnya larutan tersebut diukur absorbansinya menggunakan


spektofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang optimum 431 nm.
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya
dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana
akan menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap
dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang
dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet
Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Day &
Underwood, 2002).
Pada percobaan ini digunakan rentang panjang gelombang 300-600
nm. Hal ini dikarenakan larutan metil merah merupakan larutan berwarna
sehingga berada panjang gelombang visible. Setelah dilakukan
pengukuran panjang gelombang menggunakan spektofotometer UV-Vis,
maka diperoleh panjang gelombang maksimum 430 nm dan juga data
absorbansi sebesar 0.0759. Sehingga pada panjang gelombang 430 nm
merupakan panjang gelombang optimum dari larutan, dimana absorbansi
larutan metil merah mempunyai nilai maksimal dimana sinar yang
dipancarkan oleh spektofotometer paling banyak diserap oleh larutan.
b. Suasana Asam
Percobaan ini dilakukan dengan memasukkan 1 mL larutan
metil merah 50 ppm ke dalam labu ukur 50 mL. Larutan metil merah
berwarna merah (+++). Kemudian ditambahkan 2 mL HCl 0,4 M yang
berupa larutan tidak berwarna dan dihasilkan larutan berwarna merah
(++). Kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas dan dikocok
hingga homogen, sehingga dihasilkan larutan berwarna merah (+).
Fungsi dari HCl adalah untuk memberikan suasana asam, agar diketahui
pergeseran panjang gelombang karena penambahan suatu asam. Asam
klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia dapat
berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam
klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium
(Hendayana, 1994).
Sedangkan fungsi dari penambahan aquades adalah untuk
mengencerkan larutan metil merah agar larutan yang akan dianalisis
tidak terlalu pekat. Hal ini dikarenakan jika larutan terlalu pekat maka
akan mengganggu proses pembacaan absorbansi. Pada larutan yang
terlalu pekat spektrofotometri akan mengasumsikan bahwa warna
komplementer suatu larutan akan menyerap semua radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan dan tidak ada radiasi elektromagnetik
yang diteruskan, sehingga menghambat proses pembacaan absorbansi
suatu analit. Selain itu, untuk mempertahankan larutan blanko
memperoleh absorbansi direntang LOD nya yaitu 0,1-1. Jika larutan
terlalu pekat, maka akan memperoleh absorbansi diatas rentang tersebut,
atau melampaui LOD-nya. Hal ini menyebabkan tidak diperolehnya nilai
absorbansi optimum. Penambahan asam klorida mengakibatkan ion H+
pada gugus asetat terlepas kemudian mengikat ion Cl-. Reaksinya adalah
sebagai berikut.
(Kahlert, et al, 2016)
Selanjutnya larutan tersebut diukur absorbansinya menggunakan
spektofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang optimum 431 nm
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya
dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana
akan menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap
dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang
dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet
Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Day &
Underwood, 2002).
Pada percobaan ini digunakan rentang panjang gelombang 300-
600 nm. Hal ini dikarenakan larutan metil merah merupakan larutan
berwarna sehingga berada panjang gelombang visible. Setelah dilakukan
pengukuran panjang gelombang menggunakan spektofotometer UV-Vis,
maka diperoleh panjang gelombang maksimum 522 nm dan juga data
absorbansi sebesar 0.2120. Sehingga pada panjang gelombang 522 nm
merupakan panjang gelombang optimum dari larutan, dimana absorbansi
larutan metil merah mempunyai nilai maksimal dimana sinar yang
dipancarkan oleh spektofotometer paling banyak diserap oleh larutan.
c. Suasana Basa
Percobaan ini dilakukan dengan memasukkan 1 mL larutan metil
merah 50 ppm ke dalam labu ukur 50 mL. Larutan metil merah berwarna
merah (++). Kemudian ditambahkan 2 mL NaOH 0,4 M yang berupa
larutan tidak berwarna dan dihasilkan larutan berwarna jingga (++).
Kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas dan dikocok hingga
homogen, sehingga dihasilkan larutan berwarna jingga (+). Fungsi
penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa, agar
diketahui pergeseran panjang gelombang karena penambahan suatu basa.
Sedangkan fungsi dari penambahan aquades adalah untuk
mengencerkan larutan metil merah agar larutan yang akan dianalisis
tidak terlalu pekat. Hal ini dikarenakan jika larutan terlalu pekat maka
akan mengganggu proses pembacaan absorbansi. Pada larutan yang
terlalu pekat spektrofotometri akan mengasumsikan bahwa warna
komplementer suatu larutan akan menyerap semua radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan dan tidak ada radiasi elektromagnetik
yang diteruskan, sehingga menghambat proses pembacaan absorbansi
suatu analit. Selain itu, untuk mempertahankan larutan blanko
memperoleh absorbansi direntang LOD nya yaitu 0,1-1. Jika larutan
terlalu pekat, maka akan memperoleh absorbansi diatas rentang tersebut,
atau melampaui LOD-nya. Hal ini menyebabkan tidak diperolehnya nilai
absorbansi optimum. Penambahan natrium hidroksida mengakibatkan
ion H+ pada gugus asetat terlepas. Reaksinya sebagai berikut.

(Kahlert, et al, 2016)


Selanjutnya larutan tersebut diukur absorbansinya menggunakan
spektofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang optimum 431 nm.
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya
dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana
akan menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap
dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang
dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet
Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Day &
Underwood, 2002).
Pada percobaan ini digunakan rentang panjang gelombang 300-
600 nm. Hal ini dikarenakan larutan metil merah merupakan larutan
berwarna sehingga berada panjang gelombang visible. Setelah dilakukan
pengukuran panjang gelombang menggunakan spektofotometer UV-Vis,
maka diperoleh panjang gelombang maksimum 429 nm dan juga data
absorbansi sebesar 0.811. Sehingga pada panjang gelombang 429 nm
merupakan panjang gelombang optimum dari larutan, dimana absorbansi
larutan metil merah mempunyai nilai maksimal dimana sinar yang
dipancarkan oleh spektofotometer paling banyak diserap oleh larutan..

Perubahan pergeseran panjang gelombang optimum larutan metil


merah dalam akibat penambahan asam, basa, dan netral hasil pengukuran
disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 3. Panjang gelombang metil merah dalam suasana netral, asam, basa
Suasana Absorbansi Panjang Gelombang
Optimum
Netral 0,0759 430
Asam 0,2120 522
Basa 0,811 429

Berdasarkan data pada tabel 3 panjang gelombang larutan metil


merah dari larutan netral ke asam terjadi pergeseran panjang gelombang
batokromik. Pada pergeseran batokromik terjadi perubahan absorbsi
panjang gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih besar, hal ini
terjadi karena adanya substituen/auksokrom tertentu pada kromofor
(Suhartati, 2017). Auksokrom pada suasana ini adalah ion Cl- dari HCl.
Selain itu juga terjadi perubahan panjang gelombang dari netral ke
basa. Pergeseran panjang gelombang tersebut disebut pergeseran
hipsokromik. Pergeseran hipsokromik adalah terjadinya perubahan absorbsi
ke panjang gelombang yang lebih pendek. Hal ini terjadi karena perubahan
pelarut atau tidak adanya substituen/auksokrom pada suatu kromofor
(Suhartati, 2017). Auksokrom pada suasana ini ion OH- dari NaOH.
4.3 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Larutan standar dapat dibuat menggunakan metode pengenceran
bertingkat dan dihasilkan larutan standar metil merah konsentrasi 1, 3,
5, 7 dan 10 ppm.
2. Panjang gelombang optimum larutan metil merah adalah 431 nm.
3. Persamaan garis dari kuva standar yang dihasilkan yaitu y= 0,1213x -
0,0169 dengan nilai regresi (R2) sebesar 0,9849.
4. Konsentrasi sampel yang diperoleh yaitu 0.5507 ppm
5. Pada metil merah suasana netral didapatkan panjang gelombang
maksimum 430, Pada suasana asam adalah panjang gelombang
maksimumnya 522, Panjang gelombang optimum adalah 429.
4.4 Saran
Dalam pembuatan kurva standar lebih diperhatikan agar data
konsentrasi sampel dan secara teori tidak berbeda jauh. Selain itu, praktikan
diharapkan lebih teliti dalam pengambilan suatu bahan jika akan melakukan
analisis secara kuantitatif agar data yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.


Day, R. A., & Underwood, A. L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta: Erlangga.
Cairns, D. (2009). Essential of Pharmaceutical Chemistry. Third edition.
London : Pharmaceutical Press. Pages 177-180.
Gandjar, Gholib, I., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Giancoli, C. Douglas, 2001. Fisika Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga, hal 227.
Hardjono, Sastrohamidjojo, 1991. Spektroskopi”. Liberty: Yogyakarta.
Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia, Departemen Farmasi
FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 40-59
Hendayana, S. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang
Press
Huda, N. (2001). Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometer UV-VIS. GBC 911A
Menggunakan Pewarna Tartrazine CL 19140. Sigma Epsilon, 20–21.
Kahlert et al. 2016. “Colour maps of acid-base titrations with colour indicators:
how to choose the appropriate indicator and how to estimate the
systematic titration errors”. Springer International Publishing
Swizterland. 2:7. DOI: 10.1007/s40828-016-0026-4.
Khopkar, S.M. (2003). Kimia Analitis. Jakarta : UI-Press.
Mulja, M., Suharman, 1995, Analisis Instrumen, Cetakan 1, 26-32, Airlangga
University Press, Surabaya.
Pecsok, Robert. L, dkk, (1976), Modem Methods of Chemical Analysis, edisi
kedua, John Wiley and Sons Inc, New York
Skoog, D. A., Holler, E. J., Crouch, S. R., 2007. Principles of Instrumental
Analysis. Thomson Higher Education. USA. Pp. 848-851
Suhartati, Tati, 2017. Dasar-Dasar Spektofotometer UV-Vis dan Spektometri
Massa untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandar
Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja.
Triyati, E., 1985. Spektofotometer Ultra Violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya Dalam Oseanologi, Oseana, Volume X, Nomor 1 : 39-47.
LAMPIRAN ALUR PERCOBAAN

1. Penyiapan Larutan Baku

Larutan baku metil merah 50 ppm

1. Dilakukan pengenceran 1,3,5,7, dan 10 ppm dengan


labu ukur 50 mL

Larutan baku metil merah konsentrasi


1,3,5,7, dan 10 ppm.

2. Penentuan Kurva Standar

Larutan konsentrasi 1,3,5,7, dan 10


ppm

1. Diukur absorbansinya pada λ optimum


2. Dibuat kurva kalibrasi dari larutan standar (A vs C)
3. Ditentukan persamaan kurva

Persamaan kurva kalibrasi larutan


standar.

3. Penentuan Panjang Gelombang Optimum

Larutan standar metil merah


konsentrasi rendah

1. Diukur absorbansi pada λ 300 – 600 nm

Absorbansi

2. Dibuat kurva serapan (A vs λ)


3. Ditentukan λ optimum larutan

λ optimum
4. Penentuan Konsentrasi Sampel

10 mL larutan merah dengan


konsentrasi tertentu

1. Dibuat spectrum sampel 1. Dimasukkan ke dalam labu


2. Dicatat absorbansinya ukur 50 mL
2. Ditambah aquades sampai
Absorbansi
tanda batas
3. Dihitung konsentrasi
menggunakan kurva standar
yang telah diperoleh

Konsentrasi

5. Menentukan Pergeseran Panjang Gelombang


 Netral

1 mL larutan metil merah 50 ppm

1. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL


2. Diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas
3. Diukur absorbansinya pada λ 300 – 600 nm
dengan blanko aquades
4. Ditentukan panjang gelombang
optimumnya

Panjang gelombang optimum


 Asam

1 mL larutan metil merah 50 ppm

1. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL


2. Ditambah 2 mL larutan HCl 0,4 M
3. Diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas
4. Diukur absorbansinya pada λ 300 – 600 nm
dengan blanko aquades
5. Ditentukan panjang gelombang
optimumnya

Panjang gelombang optimum

 Basa

1 mL larutan metil merah 50 ppm

1. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL


2. Ditambah 2 mL larutan NaOH 0,4 M
3. Diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas
4. Diukur absorbansinya pada λ 300 – 600 nm
dengan blanko aquades
5. Ditentukan panjang gelombang
optimumnya

Panjang gelombang optimum


LAMPIRAN PERHITUNGAN

 Perhitungan Larutan Standar Metil Merah


Larutan standar metil merah 50 ppm
1. 10 ppm 50 mL
M1 × V1 = M2 × V2
50 ppm × V1 = 10 ppm × 50 mL
_______________
50 ppm
V1 = 10 mL
2. 7 ppm 50 mL
M1 × V1 = M2 × V2
10 ppm × V1 = 7 ppm × 50 mL
______________
10 ppm
V1 = 35 mL
3. 5 ppm 50 mL
M1 × V1 = M2 × V2
7 ppm × V1 = 5 ppm × 50 mL
______________
7 ppm
V1 = 35.7 mL
4. 3 ppm 50 mL
M1 × V1 = M2 × V2
5 ppm × V1 = 3 ppm × 50 mL
______________
3 ppm
V1 = 30 mL
5. 1 ppm 50 mL
M1 × V1 = M2 × V2
3 ppm × V1 = 1 ppm × 50 mL
______________
3 ppm
V1 = 16,67 mL
 Konsentrasi Larutan Sampel

M1 × V1 = M2 × V2

3 ppm × 10 mL = M2 × 50 mL
3 ppm × 10 mL
_______________ = M2
50 mL
0.6 ppm = M2
Pembuatan Kurva Standar dan Penentuan Konsentrasi sampel

Sampel Konsentrasi Absorbansi


Sampel 1 1 ppm 0,081
Sampel 2 3 ppm 0,233
Sampel 3 5 ppm 0,378
Sampel 4 7 ppm 0,478
Sampel 5 10 ppm 0,565

Kurva standar (A vs C)
0.7

0.6 y = 0.1213x - 0.0169


R² = 0.9849
0.5
Absorbansi

0.4

0.3 Absorbansi

0.2 Linear (Absorbansi)

0.1

0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi (ppm)

Perhitungan konsentrasi Sampel


Diketahui:
a) Absorbansi sampel = 0,0499
b) y = 0,1213 x - 0,0169
y = 0,1213 x - 0,0169
0,0499 = 0,1213 x - 0,0169
0,0499 + 0,0169 = 0,1213 x
0,0668
x = 0,1213

x = 0,5507
LAMPIRAN DOKUMENTASI
No. Gambar Keterangan

Alat dan bahan yang digunakan


dalam percobaan

Persiapan Larutan Baku


1. Pengenceran 10 ppm
Larutan metil merah diambil
sebanyak 10 ml menggunakan pipet
volum dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 50 mL, larutan metil
merah berwarna jingga

2. Ditambahkan aquades sampai tanda


batas, larutan berwarna jingga
(+++++)

3. (Pengenceran 10 ppm)
Larutan berwarna jingga (+++++)
4. Hasil pengenceran bertingkat dari
kiri ke kanan 1ppm, 3ppm, 5ppm,
7ppm, 10ppm.
Pengenceran:
10 ppm : larutan jingga (+++++)
7 ppm : larutan jingga (++++)
5 ppm : larutan jingga (+++)
3 ppm : larutan jingga (++)
1 ppm : larutan jingga (+)
5. Larutan diukur absorbansinya
menggunakan instrumen
spektofotometri UV-Vis untuk
diperoleh kurva standar

Penentuan Konsentrasi Sampel


1. Larutan sampel dihasilkan dari
pengenceran larutan metil merah
konsentrasi 3 ppm dan diperoleh
larutan sampel berwarna jingga (+)

2. Larutan sampel diukur


absorbansinya dengan
menggunakan instrumen
spektofotometri UV-Vis, sehingga
dapat dihitung konsentrasinya
Absorbansi sampel = 0.0499
Pergeseran Panjang Gelombang (Kondisi Netral)
1. Larutan metil merah sebanyak 1
mL dimasukkan ke dalam labu ukur
50 mL, larutan berwarna jingga

2. Larutan metil merah ditambahkan


aquades sampai tanda batas, larutan
berwarna jingga (+++)

Pergeseran Panjang Gelombang (Kondisi Asam)


1. Larutan metil merah sebanyak 1
mL dimasukkan ke dalam labu ukur
50 mL, larutan berwarna jingga

2. Larutan metil merah ditambahkan 2


mL larutan HCl 0,4 M, larutan
berwarna jingga (++++)
3. Larutan metil merah + HCl
ditambahkan aquades sampai tanda
batas, larutan berwarna jingga
(++++)

Pergeseran Panjang Gelombang (Kondisi Basa)


1. Larutan metil merah sebanyak 1
mL dimasukkan ke dalam labu ukur
50 mL, larutan berwarna jingga

2. Larutan metil merah ditambahkan


dengan larutan NaOH sebanyak 2
mL, dan dihasilkan larutan
berwarna jingga (++)

3. Larutan metil merah+ NaOH


ditambahkan aquades sampai tanda
batas, larutan berwarna jingga (++)
4. Perbandingan larutan metil merah
dengan penambahan air, basa dan
asam

5. Ketiga larutan diukur absorbansinya


menggunakan instrumen
spektofotometri UV-Vis
Netral : absorbansi = 0.0759 dengan
panjang gelombang maks. 430 nm
Asam : absorbansi = 0.212 dengan
panjang gelombang maks. 522 nm
Basa : absorbansi = 0.811 dengan
panjang gelombang maks. 429 nm

Anda mungkin juga menyukai