Anda di halaman 1dari 9

Kamis, 26 Mei 2011

JURNAL
PENDAHULUAN
Logam berat seperti kadmium, timah, seng, nikel, tembaga, dan kromium (VI) atau
senyawanya telah digunakan secara luas oleh berbagai finishing logam, pertambangan, dan
industry kimia. Hal ini mengakibatkan peningkatan tajam kontaminasi air. Karena toksisitas
mereka, kehadiran logam ini dalam jumlah berlebihan akan mengganggu kebermanfaatan
air. Untuk alasan ini, maka perlu untuk mengeksplorasi metode deteksi yang sederhana,
sensitif dan akurat.
Banyak metode analisis telah dikembangkan untuk penentuan logam berat dalam air,
seperti Analisa kolorimetri, spektroskopi UV-VIS, dan spektrometri serapan atom (SSA) baik
nyala atau tungku grafit. Selain teknik-teknik ini, metode untuk multielemental penentuan
telah dikembangkan, seperti kromatografi ion (IC) dan induktifly couple plasma
dikombinasikan dengan spektrometri emisi atom (ICPAES) atau spektrometri massa (ICP-
MS).
Walaupun metodologi ini adalah cepat dan sensitif untuk penentuan jumlah logam,
metode ini memerlukan instrumentasi yang rumit dengan modal dan biaya operasional yang
tinggi. Selanjutnya, metode ini tidak mudah diimplementasikan ke dalam alat-alat analisis
sepenuhnya yang cocok untuk skrining, deteksi, identifikasi, dan pengukuran ion logam.
Berbeda dengan metode ini, deteksi elektrokimia, seperti polarografi, menawarkan
sensitivitas dan selektivitas tinggi untuk logam yang mudah teroksidasi atau tereduksi dengan
instrumentasi yang sederhana dan modal dan operasional biaya yang murah. Sekarang,
penerapan polarografi tidak terbatas untuk toksisitas merkuri.
Elektrokimia pada cair / cair (L / L) antarmuka pada umumnya mempelajari transfer
muatan (ion dan muatan) antarmuka antara dua larutan elektrolit yang tidak bercampur dan
reaksi kimia yang terkait. Berdasarkan properti khusus antarmuka antara dua larutan elektrolit
tidak bercampur, penggunaan pelarut organik yang sesuai dengan toksisitas rendah untuk
pengganti merkuri beracun adalah bidang baru bagi pemantauan logam berat.
Square-wave voltametri merupakan salah satu teknik voltmetri yang memiliki
keunggulan dari metode voltmetri yang lain. Keunggulannya antara lain penyediaan cuplikan
yang sederhana dan waktu analisis yang cepat. Penyediaan cuplikan yang biasa dilakukan
hanya pelarutan tanpa pemekatan dan pemisahan unsur-unsur mayornya, sehingga dapat
mengurangi kesalahan dengan batas deteksi 10 ug/L dengan peralatan yang tidak begitu
mahal. Dengan metode voltmetri ini dimungkinkan mempelajari spesi kimia dari logam berat
yang tidak bias di lakukan dengan metode lain. Mirceski dan Scholz [15] mempelajari
elektrokimia dari pasangan redoks yodium / iodida pada pengaturan tiga fasa organik cair
(larutan) elektroda grafit pada proses elektrokimia reversibel dengan menggunakan Square-
wave voltametri sebagai metode elektro kimia
Dalam makalah ini, metode sederhana pemantauan ion tembaga secara tidak
langsung dirancang dengan menyelidiki reaksi elektrokimia yodium pada antarmuka L / L
dengan Square-wave voltametri. Berbeda dari penelitian Mirceski dan Scholz, elektroda
komposit baru dipilih sebagai elektroda kerja, yang dibuat dengan memasukkan kawat Pt
elektroda ke sebuah mikropipet. Pelarut organik yang mengandung ekstraks yodium
disuntikkan ke pipet, sehingga antarmuka L/ L didukung dengan menetapkan pipet hanya
pada permukaan larutan di bawahnya. Xie et al. telah mempelajari perilaku elektrokimia
yodium menggunakan berbagai jenis elektroda, dan menganalisa dengan cara voltametri
siklik. Penelitian ini memilki keunggulan dari penelitian yang dilakukan oleh Xie et al dari
dua aspek. Pertama, dengan menggunakan square-wave voltametri untuk mengganti
voltametri siklik, waktu analisis berkurang secara drastis dan ketajaman bentuk puncak kurva
membuat lebih mudah untuk pembacaan puncak dan pendeteksian kuantitatif lebih nyata
dibandingkan dengan voltametri siklik. Kedua, dalam proses ekstraksi, maka volume pelarut
organik lebih sedikit dibandingkan volume larutan stok air yang berisi triiodida, atau paling
tidak sama.
LANDASAN TEORI
2.1. Voltametri
Voltametri adalah salah satu metode elektroanalitik dimana informasi mengenai analit
diperoleh dari pengukuran arus sebagai fungsi potensial yangditerapkan. Sel voltametri terdiri
dari tiga elektroda yang dimasukkan kedalam larutan yang mengandung analit dan elektrolit
nonreaktif berlebih yang disebut elektrolit pendukung (Skoog, West and Holler, 1996).
Teori dasar voltametri adalah polarografi. Polarografi merupakan metode analisis
yang menggunakan teknik potensial terkontrol dengan pengukuran arus yang dihasilkan.
Reaksi yang terjadi adalah :
O + n e R
Dimana O dan R merupakan bentuk analit dalam keadaan oksidasi dan reduksi, e adalah
elektron yang terlibat dalam reaksi dan n menunjukkan jumlah electron yang terlibat dalam
reaksi tersebut.
Secara termodinamika potensial elektroda dapat digunakan untuk menentukan jenis
(analisa kualitatif) dan jumlah (analisa kuantitatif) reaksi yang terjadi berdasarkan persamaan
Nernst :
E = E0 - 2,303 log - - E pembanding..[1]
Dimana Eo adalah potensial standar reaksi redoks yang terjadi, R adalah tetapan gas mutlak,
T adalah temperatur (K), n adalah jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi, ared dan aoks
masing-masing adalah aktivitas bahan dalam keadaan reduksi dan oksidasi dan F adalah
bilangan Faraday. Arus yang dihasilkan dari reaksi redoks tersebut dinamakan arus Faradik,
karena mengikuti hukum Faraday (1 mol bahan memberikan n x 96487 Coulomb listrik).
Dalam voltametri digunakan tiga elektroda yang dicelupkan dalam larutan elektrolit.
Yang pertama adalah eletroda kerja, elektroda ini memiliki berbagai bentuk dan ukuran
tergantung penggunaannya. Biasanya berbentuk pelat kecil atau piringan kecil konduktor
yang dipres dan diletakkan dalam batang (rod) material inert, misalnya teflon. Konduktor
yang biasa digunakan adalah logam inert, seperti platina, emas, glassy carbon atau grafit,
semikonduktor indium dioksida, maupunlogam yang dilapisi oleh raksa.
Elektroda kedua merupakan elektroda referensi (biasanya berupa kalomel jenuh atau
Ag/AgCl), yang memiliki potensial tetap selama eksperimen berlangsung. Elektroda yang
ketiga disebut elektroda pembantu. Elektroda ini berupa kabel platinum yang fungsinya
tersedia hanya untuk mengalirkan listrik yang berasal dari sumber sinyal melalui larutan
menuju elektroda kerja (Skoog et. al, 1998).
Arus akan mengalir ketika potensial pada elektroda kerja cukup negatif untuk
terjadinya reaksi reduksi, atau potensial cukup positif untuk terjadinya reaksi oksidasi. Pada
potensial dimana arus mulai mengalir berhubungan dengan Eo untuk tiap pasangan reaksi,
hal ini disebut sinyal analitik kualitatif. Besarnya arus berhubungan dengan konsentrasi analit
yang bereaksi pada elektroda, ini disebut sinyal analitik kuantitatif.
Ada tiga mekanisme aliran arus yang muncul pada sistem, yaitu :
a) Konveksi, yaitu aliran arus yang disebabkan oleh pengadukan, density gradient atau karena
gradien temperatur dalam larutan.
b) Elektromigrasi, yaitu aliran arus karena perpindahan kation menuju katoda dan anion
menuju anoda. Ketika arus mengalir, muatan dibawa oleh ion melalui larutan berdasarkan
nilai transference number-nya.
c) Difusi, yaitu aliran arus yang berhubungan dengan gradien konsentrasi. Analit akan
mengalir secara spontan dari daerah berkonsentrasi tinggi menuju ke konsentrasi rendah.
Arus konveksi dapat diminimalkan dengan cara menghilangkan pengadukan dan
pengukuran dilakukan pada temperatur yang tetap. Arus elektromigrasi tidak dapat dihindari,
karena ketika arus mengalir, muatan harus dibawa melalui larutan. Arus akan dibawa oleh
spesies yang yang memiliki transference number tertinggi dan hal ini bergantung pada
mobilitas dan konsentrasi. Jika suatu garam inert dengan konsentrasi tinggi ditambahkan
dalam larutan, misalnya KCl, maka muatan akan dibawa oleh ion garam ini, sehingga arus
elektromigrasi dapat diminimalkan. Garam inert yang ditambahkan disebut elektrolit
pendukung, harus memiliki konsentrasi 50 sampai 100 kali lebih tinggi dari konsentrasi
analit. Arus yang berhubungan dengan reaksi analit adalah arus difusi (Kennedy, 1990).
Pada potensial tertentu larutan elektrolit pendukung mengalami proses oksidasi-
reduksi. Dengan adanya proses ini akan mempengaruhi voltamogram yang dihasilkan. Oleh
karena itu diperlukan daerah potensial tertentu untuk menghindari interferensi dari larutan
elektrolit pendukung (Skoog et. al, 1998).
2.2 Metode pengukuran
Dalam voltametri, variabel sinyal eksitasi potensial memberi kesan terhadap sel yang
mengandung mikroelektroda. Sinyal eksitasi ini merupakan karakteristik respon arus
berdasarkan metoda yang digunakan. Ada beberapa jenis sinyal eksitasi, pertama linear scan
biasa digunakan pada polarography dan hydrodynamic voltammetry. Differential pulse
digunakan dalam differential pulse polarography. Square wave digunakan dalam square
wave voltammetry dan triangular digunakan dalam cyclic voltammetry (Skoog, et. al, 1998)
SWV (square wave voltammetry)
Square wave voltammetry dan differential pulse voltammetry keduaya digunakan untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode ini mengambil keuntungan dari timing sampel ke
computer berulang kali pada dua titik relative terhadap waktu penerapan tegangan square
wave untuk electroda. Perbedaan antara dua nilai arus
diplotkan sebagai fungsi dari aplikasi potensial DC. Hasil yang diperoleh adalah puncak dari
voltammetryc wave, sesuai dengan aktivitas elektro dari spesies pada sel elektrokimia.
METODOLOGI
3.1. Alat dan bahan
Semua garam digunakan sebagai elektrolit pendukung digunakan sebagai dibeli dan
semua bahan kimia yang digunakan di sini adalah tinggi secara analitis. Larutan berair
disiapkan dalam dideionisasi air. pelarut organik dijenuhkan dengan air deionisasi sebelum
percobaan. Sebuah larutan stok triiodida ditentukan secara iodometri. Beberapa larutan
yodium dalam pelarut organik (metil isobutyl keton (MIBK)) adalah disiapkan dengan
ekstraksi yodium dari larutan stok triiodida dalam air jenuh MIBK. Semua percobaan
elektrokimia dilakukan di temperatur kamar (25 1) C dengan elektrokimia analizer
(CHI832b, Chenhua, Shanghai, Cina), spectra UV-VIS diukur dengan UV-VIS (Unico UV-
2102, Unico (Shanghai) Instrumen Co Ltd, Shanghai, Cina).
3.2. Prosedur Eksperimental
Sebuah sel tiga elektroda konvensional digunakan, dalam penelitian ini dengan
menggunakan elektroda kalomel jenuh (SCE) sebagai elektroda pembanding (E = 0,241 V
versus elektroda hidrogen standar) dan platinum elektroda sebagai elektroda bantu. Elektroda
kerja adalah kawat platina (d = 0.1mm) disegel dalam kapiler klasik (d = 1,0 mm). Sebelum
semua percobaan, kawat platina itu direndam kedalam 1 mol / L H2SO4 untuk diaktifkan
selama percobaan voltametri siklik. Setelah aktivasi, itu dipoles dengan kulit domba,
dibersihkan berturut-turut dengan alkohol dan aseton, kemudian dikeringkan dengan hair
drier. Setelah itu, 20 ~ 40 uL dari MIBK mengandung yodium yang disuntikkan ke dalam
pipet dengan menggunakan microsyringe, dan elektrode kawat platina direndam ke
dalamnya. Kemudian elektroda digabungan segera dan diset hanya pada permukaan larutan.
Diagram skematik dari perakitan eksperimental ditunjukkan dalam Gambar 1. antarmuka cair
/ cair antara fasa air dan organik fasa didukung seperti terlihat pada bagian 5 dari Gambar 1
(yang sel bekerja dan area antarmuka dari 0.8 mm2 ). Selama percobaan Square-wave
voltammetri, baik distorsi signifikan atau perubahan warna dari fase organic telah diamati.
Daerah antarmuka hanya berpengaruh pengukuran arus, dimana kedua posisi respon
(Potensial puncak) dan bentuk tidak terpengaruh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh perbandingan volume pengekstrak pada arus puncak
Pengaruh rasio volume antara pelarut organik (MIBK) dan larutan stok triiodida pada
arus puncak ditampilkan di Gambar 2. Perbedaan volume MIBK, yaitu, 10 mL, 8 mL, 6mL,
4ml, 2ml digunakan untuk mengekstraksi yodium dari 10 ml fase cair. Seperti ditunjukkan
dalam Gambar 2, arus puncak bervariasi bila menggunakan volume yang berbeda dari
pengekstrak dan muncul cukup tinggi ketika rasio volume 0,2. Ini adalah sesuai dengan
prinsip bahwa konsentrasi yodium dalam MIBK meningkat seiring dengan penurunan volume
ekstraktan dengan alasan bahwa jumlah total yodium terekstraksi tidak berubah.
4.2. Penentuan Kuantitatif yodium
Larutan stok triiodida dibuat dengan I2 dan KI, dan setelah penyelidikan penulis
berkesimpulan bahwa puncak arus tidak berubah bila menggunakan perbandingan mol I2 dan
KI yang berbeda. Sehingga larutan dengan perbandingan mol antara I2 dan KI adalah 1:0,8
dipilih dan di encerkan menjadi konsentrasi yang berbeda.
Voltamogram square-wave dari berbagai konsentrasi yodium dalam larutan stok
triiodida yang dipilih di atas disajikan pada Gambar 3 (a). Mekanisme oksidasi yodium pada
permukaan elektroda dapat dijelaskan sebagai dalam literature 16. Puncak arus secara
langsung sebanding dengan konsentrasi I2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 (b).
Koefisien proporsionalitas 0,9970. Jadi wajar menyarankan bahwa penentuan kuantitatif Cu2+
secara tidak langsung adalah layak.
4.3. Penentuan kuantitatif Cu2+
Seperti diketahui, sebuah analit pengoksidasi ditambahkan kedalam I- berlebih untuk
memproduksi yodium dan kemudian yodium dititrasi dengan larutan standar tiosulfat [17].
Dalam metode ini, indikator dan larutan standar disiapkan. Di sini, metode pengukuran kadar
yodium dalam larutan adalah ditingkatkan. Yodium disiapkan menurut kimia reaksi sebagai
berikut:
2Cu2 + 5I- + 2CuI (s) + I3
Kemudian berbagai konsentrasi yodium diekstraksi ke MIBK. Ekstraksi pelarut
adalah teknik pemisahan yang baik didasarkan pada prinsip bahwa zat terlarut dapat
mendistribusikan sendiri dalam suatu rasio tertentu antara dua pelarut yang tidak saling larut,
salah satu yang biasanya air dan pelarut organik lainnya. Metode ini banyak digunakan
karena, kecepatan kesederhanaan, dan penerapan terhadap konsentrasi analit rendah. The
voltamogram persegi-gelombang dari yodium disiapkan dengan reaksi dari 0,02 mol / L Cu2+
dan berbagai konsentrasi I-dalam elektrolit netral diperoleh dan hubungan antara konsentrasi
I- dan puncaknya saat ini ditunjukkan pada Gambar 4. Arus puncak meningkat seiring dengan
jumlah yang meningkat dari I ketika konsentrasi I- kurang dari 0,8 mol / L dan tinggal hampir
tak berubah ketika konsentrasi I- lebih tinggi dari 0,8 mol / L. Kemudian kesimpulan dibuat
bahwa arus puncak adalah invariabel ketika jumlah I- digunakan cukup berlebih. Jadi
Penelitian ini memilih 1 mol / L KI sebagai penurun untuk menghasilkan yodium dengan
konsentrasi yang berbeda Cu2+. Voltamogram persegi-gelombang dari yodium disiapkan
dengan reaksi berbagai konsentrasi Cu2+ dan 1mol/LI- dalam elektrolit netral ditunjukkan
pada Gambar 5 (a). Arus puncak adalah berbanding lurus dengan konsentrasi Cu2+ seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 5 (b). Proporsionalitas koefisien adalah 0,9983. Batas deteksi
untuk penentuan Cu2+ tidak langsung ditemukan menjadi 5 10-4 mol / L, dan konsentrasi
berkisar hingga 1 10-2 mol / L memberikan linier membatasi respon yang versus
konsentrasi.
4.4. Deteksi untuk sampel sebenarnya
Sebuah air limbah simulasi mengandung Cu2+ disiapkan dan arus puncak ditentukan
dengan perlakuan yang sama sebagaimana disebutkan prosedur sebelumnya. Kemudian
konsentrasi Cu2+ dalam sampel ditentukan dengan persamaan regresi Gambar 6 (b) (Y =
4,952 10-7 + 2.587 10-4X) berdasarkan arus puncak (1,731 10-6 A). Hasilnya adalah
4,777 10-3 mol / L.
Selain metode penelitian di tulisan ini, metode klasik yang lain, spektrofotometri juga
digunakan sebagai studi perbandingan untuk menentukan sampel yang sama. Derajat
absorbansi berbagai konsentrasi Cu2+ diwarnai oleh dietilditiokarbamat natrium (DDTC)
terdeteksi dengan UV-VIS pada panjang gelombang 440nm dan secara langsung sebanding
dengan konsentrasi Cu2+ seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Proporsionalitas koefisien
0,9952. Setelah pengenceran 1000 kali, konsentrasi Cu2+ dalam sampel adalah ditentukan
oleh persamaan regresi pada Gambar 6 (b) (Y = -0,045 + 116848.0315X) berdasarkan derajat
absorbansi (0.446). Jadi konsentrasi Cu2+ dalam sampel ini adalah 4,202 10-3 mol / L.
Dua hasil sampel yang sama menunjukkan bahwa metode penelitian dalam tulisan ini
memberikan hasil yang baik dengan akurasi tinggi sesuai dengan hasil spektrofotometri.
Penelitian interferensi juga menunjukkan bahwa puncak saat ini tidak akan campur
tangan ketika ada konsentrasi logam reduktif hidup berdampingan (seperti Zn2+, Ni2+)
sepuluh kali lipat sebagai target logam. Ketika ada dua atau lebih dari dua jenis logam
oksidatif, metode dapat menentukan jumlah total.
KESIMPULAN
Sebuah metode baru penentuan tidak langsung telah Cu2+ ditandai dengan oksidasi
iodida dalam pelarut organik pada antarmuka / L L, di mana transfer ion dari air solusi untuk
hasil fasa organik. Mengingat kuat sifat reduktif iodida dalam larutan air, yodium dapat
diperoleh dengan reaksi kimia antara iodida kelebihan dan berat logam ion (misalnya, Cu2+)
dalam larutan, maka konten ion logam berat dapat ditentukan secara tidak langsung
menggunakan presentmethod tersebut. Batas deteksi untuk penentuan Cu2+ tidak langsung
ditemukan menjadi 5 10-4 mol / L, dan konsentrasi berkisar hingga 1 10-2 mol / L
memberikan linier membatasi respon yang versus konsentrasi. Dibandingkan
hasilnya dengan ekstraksi natrium dietilditiokarbamat spektrofotometri, metode ini
menunjukkan akurasi yang tinggi. The Keuntungan dari metode ini adalah bahwa hal itu
dapat dioperasikan banyak lebih mudah daripada ekstraksi natrium dietilditiokarbamat
spektrofotometri.
Batas deteksi adalah tidak cukup rendah karena posisi puncak muncul di 0.8V, jauh
dari normal posisi ketika ada konsentrasi Cu2+ lebih rendah dari 5 10-4 mol / L. Alasan
pergeseran potensi belum dipelajari. Pendekatan ini dapat diterapkan untuk penentuan tidak
langsung dari heavymetals oksidatif, seperti Cu2+, Cr (VI) dalam air limbah industri.

Anda mungkin juga menyukai