Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

IL-4104

ADSORPSI DENGAN MEDIA ZEOLIT

Asisten: Aghasa Aslan

Analis : Andri dan Virgiyan

Disusun Oleh:

Adi Wiguna (15713001)


Athaya Dhiya Zafira (15713003)
Gesit Nurdaksina (15713004)
Astri Diani Nur Muflihah (15713006)
Roidah Zihni Adzani (15713007)
Windini (15713012)
Dimas Bimo Mahardika (15713014)
Zahra Fadlillah Santoso (15713015)
Aji Mustiaji Mahmudin (15713017)
Muhamad Akmaludin (15713024)
Fadhila Safira Putri (15713025)
Gusmiati (15713026)
Muhammad Garda Naufal (15713028)
Gina Mauluddina (15713029)
Afriana Maharani Puteri (15713030)
Rizky Muhamad Koto (15713034)

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
I. PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan ekonomi di Indonesia mengarah pada industrialisasi. Menurut


Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, laju pertumbuhan industri non migas di
Indonesia pada tahun 2015 mencapai 5,04%. Angka ini akan terus ditingkatkan guna
mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik. Peningkatan jumlah ini
tentunya akan menimbulkan dampak berupa peningkatan pencemaran lingkungan yang
dihasilkan dari proses produksi industri.

Upaya pengendalian pencemaran di Indonesia sampai saat ini masih mengalami


banyak kendala. Sebagian dari penghasil bahan penemar masih belum melakukan
pengolahan terhadap limbahnya karena adanya berbagai kendala, antara lain kurangnya
kesadaran bahwa pengelolaan limbah merupakan investasi jangka panjang yang harus
dilakukan, kurangnya informasi teknologi IPAL yang efektif dan efisien, serta
kurangnya sumber daya manusia yang menguasai teknologi IPAL (Setiyono et al,
2008).

Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 5 Tahun 2014


tentang Baku Mutu Air Limbah, air limbah merupakan sisa dari suatu usaha dan/atau
kegiatan yang berwujud cair. Agar tidak mencemari lingkungan, industri membutuhkan
pengolahan limbah sesuai dengan jenis industri dan karakteristik limbahnya sehingga
memenuhi baku mutu limbah cair industri.

Meningkatnya penggunaan zat warna pada berbagai industri tekstil menimbulkan


masalah lingkungan yang harus ditanggulangi. Limbah zat warna yang dibuang secara
bebas cukup mengganggu karena memberikan pencemaran di lingkungan terutama di
perairan. Pencemaran tersebut akan mengurangi kualitas perairan sehingga biota yang
hidup di lingkungan perairan tersebut akan ikut terancam. Masalah ini semakin
bertambah parah karena sebagian besar dari zat warna secara biologis sulit untuk
diuraikan, sehingga zat warna yang tercemar harus dikurangi konsentrasinya dan
dihilangkan dari lingkungan perairan (Sugiharto, 1987).

2
Limbah hasil pewarnaan industri tekstil harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan. Pengolahan air limbah bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan polutan-polutan yang terlarut maupun yang terdispersi dalam
larutan air limbah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah
yaitu dengan cara adsorpsi. Adsorben yang dapat digunakan untuk menyerap zat warna
salah satunya adalah zeolit (Das, 2010).

Zeolit merupakan adsorben yang banyak terdapat di alam, Zeolit dapat digunakan
sebagai adsorben karena merupakan polimer anorganik berongga yang tersusun dari
SiO2 dan Al2O3. Demi memperoleh zeolit dengan kemampuan yang maksimal, maka
diperlukan peningkatan mutu zeolit dengan cara aktivasi dan modifikasi. Aktivasi zeolit
dapat dilakukan dengan dua cara secara fisika dan kimia (Evi, 2006).

I.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang akan menjadi bahasan dalam laporan ini adalah:

1. Bagaimana cara menentukan konstanta isoterm adsorpsi menurut


Freundlinch dan menurut Langmuir?
2. Bagaimana cara mengetahui kandungan zat organik berdasarkan parameter
warna?

I.3 TUJUAN

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah:

1. Menentukan konstanta isoterm adsorpsi zeolite menurut Freundlinch dan


Langmuir.
2. Mengetahui kandungan zat organik berdasarkan parameter warna.
3. Mengetahui pengaruh proses adsorpsi terhadap penyisihan warna pada
limbah industri.

3
II. TEORI DASAR

II.1 ADSORPSI

Adsorpsi adalah penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Fenomena ini
melibatkan interaksi fisik, kimia, dan gaya elektrostatik antara adsorbat dengan
adsorben pada permukaan adsorben. Adsorben adalah zat yang mengadsorpsi zat lain.
yang memiliki ukuran partikel seragam, kepolarannya sama dengan zat yang akan
diserap dan mempunyai berat molekul besar. Adsorbat adalah zat yang teradsorpsi zat
lain. Berdasarkan sifatnya, adsorbsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Adsorbsi fisik
Adsorpsi Fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi
fisika, gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan
padatan (intermolekuler) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul
fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan
adsorben relatif lemah pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan
permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan
ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat tersebut
dapat digantikan oleh adsorbat lainnya . Keseimbangan antara permukaan padatan
dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel. Adsorpsi
fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas permukaan dan ukuran pori.
2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara
molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan
kovalen/ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat
ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak mudah
terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat mendekat
kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals/Ikatan Hidrogen kemudian
melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasa merupakan
ikatan kovalen (Shofa, 2012). Adsorpsi Kimia terjadi dengan adanya pembentukan
ikatan kimia dengan sifat yang spesifik karena tergantung pada jenis adsorben dan
adsorbatnya. Adsorpsi kimia bersifat irreversible, berlangsung pada temperatur

4
tinggi, yaitu antara 10.000 kal/mol sampai 20.000 kal/mol dan tergantung pada
energi aktivasi.

Tabel 2. 1 Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia


Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh Molekul terikat pada adsorben oleh
gaya Van Der Waals ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi 40-800
Mempunyai entalpi reaksi 4-40 kJ/mol
kJ/mol

Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer

Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di Adsorpsi dapat terjadi pada suhu
bawah titik didih adsorbat tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorben
merupakan fungsi adsorbat
dan adsorbat
Tidak melibatkan ebergi aktifasi
Melibatkan energi aktifasi tertentu
tertentu

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah:

1. Jenis adsorben
Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat polar akan terikat
lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar.
2. Jenis Adsorbat
Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul adsorbat yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses
adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah
molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori
adsorben.
Kepolaran zat

Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan dengan
molekul yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama. Molekul-molekul
yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang

5
telah lebih dahulu teradsorpsi . Pada kondisi dengan diameter yang sama, maka
molekul polar lebih dahulu diadsorpsi.
3. Suhu
Pada saat molekul-molekul adsorbat menempel pada permukaan adsorben terjadi
pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat eksoterm. Bila
suhu rendah maka kemampuan adsorpsi meningkat sehingga adsorbat bertambah.
4. Tekanan Adsorbat
Pada adsorpsi fisika bila tekanan adsorbat meningkat jumlah molekul adsorbat akan
bertambah namun, pada adsorpsi kimia jumlah molekul adsorbat akan berkurang
bila tekanan adsorbat meningkat.
5. Karakteristik Adsorben
Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik penting
adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan semakin kecil ukuran
pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi. Sehingga jumlah molekul yang
teradsorpsi akan bertambah. Selain itukemurnian adsorben juga merupakan
karakterisasi yang utama dimana pada fungsinya adsorben yang lebih murni yang
lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang baik.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi adsorpsi, yaitu:

1. Temperatur
Oleh karena proses adsorpsi adalah proses yang eksotermis, maka adsorpsi
akan berkurang pada temperatur lebih tinggi. Jika terdapat reaksi antara
kontaminan yang teradsorpsi dan permukaan adsorben antara 2 atau lebih
kontaminan kimia tersebut maka laju reaksinya akan meningkat pada temperatur
yang lebih tinggi.

2. Kelembaban
Uap air mudah diadsorpsi oleh jenis adsorben polar sehingga kelembapan yang
tinggi dapat mempengaruhi dan mengurangi kemampuan adsorben tersebut untuk
mengadsorpsi kontaminan.

3. Laju Alir Pengambilan Sampel


Jika terlalu tinggi laju alir dapat mengurangi efisiensi adsorpsi.

6
4. Adanya Kontaminan Lain
Adanya kontaminan lain dapat mengurangi efisiensi adsorpsi karena adanya
kompetisi antar kontaminan tersebut pada bagian adsorpsi. Reaksi antar
senyawaan juga mungkin terjadi, sehingga diperoleh hasil konsentrasi yang lebih
rendah yang seharusnya (Lestari, F., 2009).

Proses adsorbsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan


larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat faktor kimia dan fisika.
Proses adsorbsi tergantung pada sifat zat padat yang mengabsorbsi, sifat atom atau
molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur, dan lain-lain. Pada proses adsorbsi
terbagi menjadi empat tahap, yaitu:

1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorbsi menuju lapisan film yang
mengelilingi adsorben.
2. Difusi zat terlarut yang teradsorbsi melalui lapisan film.
3. Difusi zat terlarut yang teradsorbsi melalui kapiler atau pori dalam adsorben.
4. Adsorbsi zat terlarut yang teradsorbsi pada dinding pori atau permukaan adsorben
(proses adsorbsi sebenarnya).

Operasi dari proses adsorbsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Proses adsorbsi dilakukan dalam suatu bak dengan sistem pengadukan,


dimana penyerap yang biasanya berbentuk serbuk dibubuhkan, dicampur dan
diaduk dengan air dalam suatu bangunan, sehingga terjadi penolakan antara
partikel penyerap dengan fluida.
2. Proses adsorbsi yang dijalankan dalam suatu bejana dengan sistem filtrasi,
dimana bejana yang berisi media penyerap dialirkan air dengan model pengaliran
gravitasi. Jenis media penyerap ini sering digunakan dalam bentuk bongkahan
(butiran) dan proses adsorbsi biasanya terjadi selama berada di dalam media
penyerap.

Penyerapan zat dari larutan, mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat.
Penyerapan bersifat selektif yang diserap hanya zat terlarut oleh pelarut. Bila didalam

7
suatu larutan terdapat 2 buah zat ataupun lebih maka zat yang satu akan diserap lebih
kuat dibanding zat yang lain.

Zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan maka lebih kuat diserap. Makin
kompleks zat terlarut makin kuat diserap oleh adsorben. Makin tinggi temperatur, maka
makin kecil daya serap. Namun pengaruh temperatur tidak sebesar pada adsorpsi gas
(Sukardjo, 1995).

Isoterm adsorpsi adalah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fase


fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu. Ada beberapa
isoterm adsorpsi yang diketahui seperti model isoterm Langmuir, Freundlich dan juga
model isoterm Brunauer, Emmet, dan Teller (BET).

1. Isoterm Langmuir
Pada isoterm ini secara teoritis menganggap bahwa hanya sebuah monolayer gas
yang teradsorbsi, selain itu adsorpsi molekul zat terlarut terlokalisasi, yaitu sekali
adsorpsi, molekul-molekul ini tidak dapat bergerak disekeliling permukaaan padatan.
Selain pernyataan di atas isoterm ini juga mengasumsikan bahwa panas adsorbsi, H
adsorpsi, tidak bergantung pada luas permukaan yang ditutupi gas. Persamaan Isoterm
Adsorpsi Langmuir :

dimana :

C = konsentrasi zat terlarut pada saat kesetimbangan

q = masa zat terlarut diadsorpsi per masa adsorben

K= Konstanta adsorpsi yang didapat dari percobaan (intersept)

qo= daya adsorpsi maksimum

2. Isoterm Freundlich
Pada Isoterm ini persamaan diturunkan secara empirik, dengan asumsi bahwa
penyerapan terjadi multicomponent. Persamaan dapat diturunkan dari adsorpsi zat padat
dalam air atau solid-aquos sistem (Sheindorf.M., 1980). Bentuk persamaannya yaitu :

8
dimana :

X = Jumlah zat yang diserap

m = Berat adsorben

C = Konsentrasi zat setelah adsorpsi

n dan k = Konstanta yang diperoleh dari percobaan

Jika persamaan diatas dilogaritmakan maka :

3. Isoterm BET (Brunauer, Emmet, dan Teller)


Persamaan ini mengembangkan persamaan Langmuir, sehingga dapat digunakan
untu adsorbsi multi molekuler pada permukaan padatan. Bentuk persaman ini

adalah:

dimana :

Po = tekanan uap jenuh

Vm = Kapasitas volume monolayer

C = konstanta

Adsorben

Adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama
pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu didalam partikelnya. Karena
pori-porinya biasa kecil maka luas permukaan dalam mencapai beberapa orde besaran
lebih besar dari permukaan luar dan bisa sampai 2000 m2/gr. Dalam kebanyakan hal
komponen yang diadsorpsi melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan
pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi

9
terhadap komponen lain sehingga memungkinkan adsorbat yang dihasilkan dalam
bentuk terkonsentrasi atau hampir murni (Tandy,E., 2012).

Jenis-jenis Adsorben

1. Adsorben Tidak Berpori


Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit kristalin
seperti BaSO4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan spesifiknya kecil tidak
lebih dari 10 m2/g dan umumnya antara 0,1 s/d 1 m2/g. Adsorben yang tidak berpori
seperti filter karet (rubber filters) dan karbon hitam bergrafit (graphitized carbon black)
adalah jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami perlakuan khusus sehingga
luas permukaannya dapat mencapai ratusan m2/g.

2. Adsorben Berpori
Luas permukaan spesifik adsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000 m2/g.
Biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi komponen.
Adsorben ini umumnya benbentuk granular. Klasifikasi pori menurut International
Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) adalah :

Pori-pori berdiameter kecil (Mikropores d < 2 nm )


Pori-pori berdiameter sedang ( Mikropores 2 < d <50 nm)
Pori-pori berdiameter besar ( Makropores d > 50 nm )

Kriteria Adsorben untuk Menjadi Adsorben Komersil

Kriteria yang harus dipenuhi suatu adsorben untuk menjadi adsorben komersial adalah :

1. Memiliki permukaan yang besar/unit massanya sehingga kapasitas adsorpsinya akan


semakin besar pula.
2. Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat pasangan.
Kriteria yang harus dipenuhi suatu adsorben untuk menjadi adsorben komersial adalah :

1. Memiliki permukaan yang besar/unit massanya sehingga kapasitas adsorpsinya akan


semakin besar pula.
2. Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat pasangan.
Beberapa jenis adsorben berpori yang telah digunakan secara komersial antara lain
karbon aktif, zeolit, silika gel, activated alumina.

10
Zeolit

Zeolit adalah mineral kristal alumina silikat berpori terhidrat yang mempunyai
struktur kerangka tiga dimensi terbentuk dari tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5-. Kedua
tetrahedral di atas dihubungkan oleh atom-atom oksigen, menghasilkan struktur tiga
dimensi terbuka dan berongga yang didalamnya diisi oleh atom-atom logam biasanya
logam-logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Breck,
1974; Chetam, 1992; Scotet al., 2003). Umumnya, struktur zeolit adalah suatu polimer
anorganik berbentuk tetrahedral unit TO4, dimana T adalah ion Si4+ atau Al3+ dengan
atom O berada diantara dua atom T, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Struktur Zeolit

Secara empiris, rumus molekul zeolit adalah Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Dimana


M adalah logam alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi dari logam alkali atau
alkali tanah, x dan y adalah jumlah alumino dan silikat yang terkandung dalam zeolit.
Struktur zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar
strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian
menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk polihendra dan akhirnya unit
struktur zeolit (Putra 2008). Dewasa ini dikenal dua jenis zeolit, yakni zeolit alam dan
zeolit sintetis, namun sekarang zeolit yang paling banyak digunakan adalah zeolit
sintesis.

Zeolit Alam

Zeolit alam ditemukan dalam bentuk mineral dengan komposisi yang berbeda,
terutama dalam nisbah Si/Al dan jenis logam yang menjadi komponen minor, seperti
analsim, kabasit, klinoptilotit, erionit, ferrierit, heulandit, mordenit, filipsit, natrolit, dan

11
wairakit. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks
dari batuan-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan di alam. Para ahli
geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung
berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan
metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan
dingin (Lestari, 2010).

Sebagai produk alam, zeolit alam diketahui memiliki komposisi yang sangat
bervariasi, namun komponen utamanya adalah silika dan alumina. Di samping
komponen utama ini, zeolit juga mengandung berbagai unsur minor, antara lain Na, K,
Ca (Bogdanovet al., 2009), Mg, dan Fe (Akimkhan, 2012). Terlepas dari aplikasinya
yang luas, zeolit alam memiliki beberapa kelemahan, diantaranya mengandung banyak
pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan
pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas dari zeolit. Untuk memperbaiki
karakter zeolit alam sehingga dapat digunakan sebagai katalis, adsorben,atau aplikasi
lainnya, biasanya dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu (Mockovciakova et
al., 2007).

Zeolit Sintetik

Zeolit sintetik adalah zeolit yang dibuat secara rekayasa yang sedemikian rupa
sehingga didapatkan karakter yang lebih baik dari zeolit alam. Prinsip dasar produksi
zeolit sintetik adalah komponennya yang terdiri dari silika dan alumina, sehingga dapat
disintesis dari berbagai bahan baku yang mengandung kedua komponen di atas.
Komponen minor dalam zeolit juga dapat ditambahkan dengan mudah menggunakan
senyawa murni, sehingga zeolit sintetik memiliki komposisi yang tetap dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Dengan perkembangan penelitian, dewasa ini telah dikenal
beragam zeolit sintetik, seperti zeolit A, zeolit N-A, zeolit H, zeolit L, zeolit Z dan
lainnya. Dewasa ini zeolit sintetik terus dikembangkan, dengan dua fokus utama yaitu
bahan baku dan metode. Dari segi bahan baku utama, digunakan 2 jenis bahan baku
yakni bahan baku sintetik dan bahan baku limbah.

12
II.2 KARAKTERISTIK LIMBAH INDUSTRI

Air limbah industri memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan variasi yang
sangat besar, bergantung pada jenis industri, bahan baku yang digunakan, dan proses
produksi yang diaplikasikan. Perbedaan karakteristik antara limbah industri tekstil
dengan industri lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Karakteristik Limbah Industri
Jenis Industri Karakteristik
Kandungan bahan organik terlarut tinggi,
Industri Susu
terutama protein, lemak, dan laktosa.
Kandungan bahan organik terlarut maupun
Industri Farmasi
tersuspensi tinggi, termasuk vitamin.
pH air, kandungan BOD, serta padatan
Industri Minuman Ringan
tersuspensinya tinggi.
Alkalinitasnya, kandungan warna, BOD,
Industri Tekstil
padatan tersuspensi, dan temperatur tinggi.
Tingkat kesadahan, kandungan padatan total,
Industri Kulit
garam-garam, sulfida, krom, dan BOD tinggi.
Bersifat asam, kandungan bahan organik
Industri Insektisida/Pestisida
tinggi, serta toksik terhadap bakteri dan ikan.
pH bervariasi, berwarna, serta kandungan
Industri Pulp dan Kertas padatan tersuspensi, koloid, dan terlarut, dan
bahan pengisi anorganik tinggi.
Bersifat asam, kandungan logam tinggi,
Industri Pelapisan Logam
volume kecil, dan bersifat toksik.
Kandungan padatan tersuspensi, klorida, bau,
Industri Karet
dan BOD tinggi dengan pH bervariasi.
Kandungan padatan tersuspensi dan terlarut,
Industri Minyak Kelapa
organik, warna, serta minyak dan lemak
Sawit
tinggi dengan pH air rendah.
Kandungan garam-garam terlarut dari
Industri Minyak Bumi lapangan, BOD, dan bau tinggi serta
mengandung fenol dan senyawa sulfur.
Mengandung tanah liat, lendir, dan minyak
Industri Fosfat dengan pH rendah. Kandungan padatan
tersuspensi, fosfor, silika, dan florida tinggi.

Industri tekstil terdiri dari beberapa proses produksi, yaitu sizing, desizing,
scouring, kleiring, bleaching, mercerizing, dan dyeing. Dari masing-masing proses
produksi tersebut menghasilkan limbah cair yang harus diolah agar efluen yang
dihasilkan sesuai dengan baku mutu. Limbah yang dihasilkan berdasarkan proses
produksi pada umumnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

13
Tabel 2. 3 Karakteristik Air Buangan pada Tahapan Proses Produksi
Jumlah Air Buangan
Proses pH BOD (mg/L) TSS (mg/L)
(galon/lb kain)
Sizing 7,0-9,5 620-2.500 8.500-22.600 60-940
Desizing - 1.700-5.200 16.000- 300-1.100
32.000
Scouring - 730-3.000 - 2.610-6.800
Kleiring 10-13 680-2.900 7.600-17.400 300-14.900
Bleaching - 90-1.700 2.300-14.400 27.900-36.900
Mercerizing 5,5-9,5 45-65 600-1.900 310-1.700
Dyeing:
Aniline - 40-55 600-12.000 15.000-23.000
Black 6,5-7,6 220-600 2.200-14.000 1.700-6.400
Direct 5-10 15-675 4.500-10.700 2.300-16.800
Naphtol 5-10 90-190 1.100-9.500 600-6.000
Indigo 8-10 11-1.800 4.200-14.100 2.900-25.600
Sulfur 5-10 125-1.500 1.700-7.400 1.000-2.000
Vats
Sumber: EPA, 1983 dalam Kusumadewi, 2011

Berdasarkan Tabel 2.3 dapat diketahui bahwa proses produksi yang terjadi pada
industri tekstil menghasilkan limbah dengan pH basa karena bahan yang digunakan
pada proses produksi industri tekstil sebagian besar menggunakan bahan alkali.
Parameter BOD dan TSS yang dihasilkan berada di luar batas baku mutu, yaitu 60 mg/L
untuk BOD dan 28 mg/L untuk TSS.

Scouring atau pemasakan adalah proses yang bertujuan untuk


menghilangkan bagian dari komponen penyusun serat berupa minyak-minyak, lemak,
lilin, kotoran-kotoran yang tidak larut, dan kotoran-kotoran kain yang menempel pada
permukaan serat sehingga proses selanjutnya dapat berjalan dengan baik. Pada
dasarnya proses pemasakan serat-serat alam dilakukan dengan alkali seperti natrium
hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan air kapur, campuran natrium
karbonat dan sabun, amoniak, dan lain-lain. Sedangkan pemasakan serat buatan
(sintetik) dapat dilakukan dengan zat aktif permukaan yang bersifat sebagai pencuci
(detergen).

Pada proses mercerizing, kain diolah dengan larutan soda kaustik (NaOH)
sehingga terjadi penggelembungan serat. Hal ini menyebabkan munculnya kilau serat,
bertambahnya kekuatan serat, dan afinitas terhadap zat pewarna meningkat.

14
Pemucatan atau bleaching bertujuan untuk menghilangkan pigmen alam sehingga
diperoleh bahan putih murni merata di seluruh kain. Proses ini dilakukan menggunakan
zat oksidator dan reduktor. Zat ini menyerang gugus dengan ikatan rangkap pada
pigmen sehingga bagian pigmen penghasil warna kekuningan atau kecoklatan pada
bahan akan larut. Zat oksidator yang biasa digunakan adalah hidrogen peroksida,
natrium hipoklorit, natrium klorit, dan kaporit. Zat reduktor yang digunakan adalah
sulfur dioksida dan garam hidrosulfit.

Dyeing atau pencelupan merupakan proses melarutkan atau mendispersikan zat


warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil ke dalam
larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna ke dalam serat. Zat pembantu
yang digunakan dalam proses ini adalah garam, asam, alkali, atau zat lainnya yang
ditambahkan ke dalam larutan celup, kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh
warna yang dikehendaki.

III. METODOLOGI
1) Alat
Neraca digital, alat jartest, kertas saring, corong plastik, beaker glass, labu erlenmeyer,
hot plate, spektrofotometer, gelas ukur, pipet hisap.

2) Bahan
Sampel limbah industri tekstil (3 variasi konsentrasi), zeolit bubuk, batu didih,
KMnO4 0,01 N, H2C2O4, H2SO4 4 N, aquades.

3) Cara Kerja
a. Pembebasan zat organik
- Siapkan 3 labu erlenmeyer yang akan dibebaskan dari zat organik, masukkan
batu didih ke dalamnya
- Tambahkan 5 ml H2SO4 4 N dan tetesi KMnO4 0,01 N sampai berwarna pink
- Tambahkan 100 ml air keran dan batu didih
- Panaskan 10 menit sampai mendidih di atas hot plate. Jika selama pemanasan
warna pink hilang, tambah lagi larutan KMnO4 0,01 N tetes demi tetes sampai
kembali berwarna pink
- Keluarkan semua cairan yang ada dalam labu, kecuali batu didih

15
b. Pengukuran zat organik
- Pada labu erlenmeyer yang sudah dibebaskan dari zat organik, masukkkan 5 ml
H2SO4 4N dan tetesi KMnO4 0,01 N sampai berwarna pink
- Masukkan 10 ml sampel limbah artifisial dan aquades 90 ml (pengenceran)
- Panaskan sampai hampir mendidih (muncul gelembung pertama). Apabila warna
pink hilang selama pemanasan, teteskan KMnO4 0,01 N sampai berwarna pink
kembali
- Setelah muncul gelembung pertama, tambahkan H2C2O4 0,01 N sebanyak 10 ml
(warna pink akan hilang)
- Panaskan selama 10 menit
- Titrasi dengan KMnO4 0,01 N sampai berwarna pink muda, lalu catat volume
titrasi yang digunakan (a ml)

c. Penentuan faktor koreksi


- Pada labu erlenmeyer yang sudah dibebaskan dari zat organik, masukkan
H2C2O4 0,01 N sebanyak 10 ml
- Titrasi dengan KMnO4 sampai berwarna pink muda, lalu catat volume titrasi
yang digunakan (b ml)
Faktor koreksi = 10 / (ml KMnO4)
d. Percobaan adsorpsi
- Masukkan limbah industri tekstil artifisial dengan 3 variasi konsentrasi
- Masukkan adsorben zeolit bubuk ke dalam sampel limbah
- Lakukan jartest pada limbah dan ambil sampel pada waktu 5 menit, 10 menit, 20
menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 180 menit atau sampai
warna limbah cukup stabil
- Lakukan penyaringan dengan kertas saring setiap pengambilan sampel sehingga
zeolit bubuk bisa dipisahkan dari sampel
- Lakukan pengukuran warna pada masing-masing sampel yang telah diambil dan
disaring menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 460 nm
- Jika pengukuran warna telah menunjukkan nilai yang stabil maka pengambilan
sampel dari proses jartest bisa dihentikan
- Tentukan koefisien Langmuir dan Freundlich dari penyisihan warna pada
percobaan tersebut

16
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisis Langkah Kerja

Efektivitas bubuk zeolit dalam mengolah warna pada limbah industri diketahui
dengan melakukan tes kandungan zat organik menggunakan permanganometri pada
sampel air sebelum dan sesudah diberikan bubuk zeolit hingga warna akhir air limbah
menjadi stabil. Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
oleh KMnO4. Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara
KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Satuan yang digunakan untuk menyatakan
banyaknya zat organik adalah mg/L-KMnO4, artinya yang dihitung adalah banyaknya
mg KMnO4 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam 1 L air. Hal
ini disebabkan karena tidak diketahuinya jenis organik dalam air karena metode yang
digunakan adalah pengukuran secara agregat (kelompok atau umum).

Sebelum dilakukan uji permanganometri, labu erlenmeyer dibebaskan dari zat


organik terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terkontaminasinya
sampel air dengan zat organik lainnya yang dapat mengakibatkan pengukuran zat
organik menjadi tidak akurat. Pembebasan labu Erlenmeyer dari zat organik dilakukan
dengan memasukkan 100 mL air kran ke dalam labu erlenmeyer. Kemudian air kran
diberi 5 mL H2SO4 dan tetes demi tetes larutan KMnO4 0,01 N hingga cairan berwarna
merah muda dan dibiarkan mendidih selama 10 menit. Bila selama pendidihan warna
merah muda hilang, KMnO4 0,01 N ditambahkan kembali hingga warna merah muda
tidak hilang.

Pengukuran zat organik dengan metode titrasi permanganometri dimulai dengan


memasukkan 100 mL sampel air yang telah diencerkan ke labu erlenmeyer bebas zat
organik. Labu erlenmeyer digunakan karena memiliki luas permukaan pada mulut labu
yang lebih sempit sehingga senyawa-senyawa yang kemungkinan menguap dapat
diminimalisir. Selanjutnya sampel air ditambah 5 mL H2SO4 dan tetes demi tetes larutan
KMnO4 0,01 N hingga cairan berwarna merah muda. H2SO4 digunakan untuk
pengasaman dan tidak menghasilkan reaksi samping, berbeda dengan HCl yang dapat
memungkinkan terjadinya oksidasi ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini

17
mengakibatkan pemakaian permanganat dalam jumlah berlebih. H2SO4 juga berfungsi
sebagai penghilang pengotor.

Sampel air dipanaskan hingga hampir mendidih lalu ditambah 10 mL larutan


KMnO4 0,01 N dan pemanasan diteruskan selama 10 menit. Jika selama pemanasan
warna KMnO4 hilang, KMnO4 terus ditambahkan agar tetap merah muda. Pada tahap ini
zat organik teroksidasi oleh KMnO4 yang merupakan oksidator kuat. Setelah pemanasan
selesai, 10 mL asam oksalat 0,01 N ditambahkan sehingga warna KMnO4 hilang dan
larutan menjadi bening. Fungsi dari penambahan asam oksalat adalah untuk mereduksi
sisa KMnO4. Dalam suasana asam, ion MnO4- yang berwarna ungu mengalami reduksi
menjadi Mn2+ yang tak berwarna (MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O).

Selanjutnya sampel air dititrasi dengan KMnO4 0,01 N sampai berwarna merah
muda. Penambahan KMnO4 dilakukan untuk menitrasi kelebihan asam oksalat. Menurut
Fernando (1997), pada proses titrasi permanganometri tidak perlu ditambahkan
indikator untuk mengetahui terjadinya titik ekivalen karena MnO4- yang berwarna ungu
dapat berfungsi sebgai auto indicator. Semakin banyak zat organik di dalam air maka
akan semakin banyak oksidator KMnO4 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa
organik.

Analisis Keterkaitan Proses Adsorpsi dengan Limbah Industri Tekstil

Proses Adsropsi merupakan proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh


dan melekat pada permukaan padatan (Nasrudin, 2005). Proses adsorpsi dapat
berlangsung jika suatu permukaan padatan dan molekul-molekul gas cair, dikontakan
dengan molekul-molekul tersebut, maka didalamnya terdapat gaya kohesif termasuk
gaya hidrostatik dan gaya ikatan hydrogen yang bekerja diantara molekul seluruh
material. Secara sederhana proses adsorpsi diartikan sebagai proses penyerapan zat-zat
atau molekul oleh suatu adsorben.

Karakteristik limbah industri khusunya industri tekstil mengandung zat warna,


dimana zat warna yang digunakan pada umumnya berbagai macam jenis zat dan
golongannya, tergantung dari jenis serat zat warna itu sendiri. Dalam zat warna tekstil
terkandung polutan berupa logam berat yang dapat dikategorikan berbahaya. Logam
berat tersebut antara lain adalah tembaga, nikel, krom, merkuri dan kobalt. Logam berat

18
tersebut apabila tidak melalui proses pengolahan yang optimal dapat mengkontaminasi
badan air ketika air limbah langsung dialirkan atau dibuang begitu saja, karena pada
proses pencelupan hanya sebagian zat warna yang akan terserap oleh bahan tekstil dan
sisanya (250%) akan berada dalam pembilas (efluen) tekstil, sehingga apabila
konsentrasinya cukup besar, maka dapat mencemari lingkungan. Selain itu pembilas
tekstil menjadi berwarna-warni dan mudah dikenali pencemarannya.

Salah satu alternatif penanganan limbah industri tekstil melalui proses adsorpsi
adalah dengan penggunaan adsorben sebagai pengikat atau pengadsorp bahan buangan
berbahaya yaitu logam dan molekul organik yang tidak mudah terdegradasi.
Penggunaan adsorben relatif sederhana dan dapat diregenerasi (Endang W Laksono dkk,
2006). Adsorben zeolit dan bentonit merupakan adsorben yang banyak melimpah di
Indonesia. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan
adsorpsi kedua mineral tersebut, baik untuk mengadsorp logam maupun untuk
mengadsorp senyawa organik.

Pada percobaan di laboratorium digunakan absorben zeolite, maka keterkaitan


dengan limbah insurti tekstil, zeolite dapat digunaka sebagai adsroben. Zeolit sendiri
mempunyai rumus umum M2nO.Al2O3.xSiO2.yH2O, mempunyai struktur primer yang
terdiri dari tetrahedral dengan 4 atom oksigen yang mengelilingi atom silikon sebagai
pusat. Struktur primer dihubungkan oleh oksigen dengan struktur primer yang lain
membentuk struktur sekunder. Zeolit dapat digunakan sebagai adsorben karena
merupakan polimer anorganik yang tersusun dari satuan berulang berupa tetrahedral
SiO2 dan Al2O3. Polimer yang terbentuk merupakan jaringan tetrahedral 3 dimensi ,
yang mempunyai saluran pori atau rongga yang tersusun beraturan. Untuk
meningkatkan daya adsorpsinya, zeolit alam perlu diaktivasi, baik secara kimia maupun
secara fisika. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan perendaman dengan larutan asam
florida untuk mengurangi kadar Silikon pada zeolit. Selanjutnya dilakukan perendaman
dengan asam klorida yang menyebabkan oksida- oksida aluminium, kalsium, besi
maupun magnesium yang tadinya mengisi pori menjadi larut dan pori menjadi kosong,
selanjutnya permukaan zeolit akan mengikat ion H+ yang berasal dari asam (Ambarwati
S, 2004, 15). Keberadaan ion H+ pada permukaan zeolit akan menyebabkan zeolit
menjadi aktif karena mempunyai ion H+ aktif. Ion H+ inilah yang nantinya akan

19
berfungsi menjadi penukar ion bila proses adsoprsi berbasis pada pertukaran ion. Bila
proses adsorpsi merupakan penjebakan dalam pori, maka ion H+ akan terdesak keluar.
Proses adsorpsi logam (kation) pada zeolit umumnya merupakan reaksi pertukaran ion

Analisis Warna

Pada penelitian ini, spektrum absorpsi dari zat warna RB red F3B ini
ditentukan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada daerah
panjang gelombang antara 200 800 nm. Daerah panjang gelombang ini dipilih
karena pada panjang gelombang tersebut merupakan daerah intensitas suatu sinar
tampak dapat terserap. Pada Gambar 2.2 akan diperlihatkan hasil dari pengukuran
spektrum absorpsi dari zat warna RB red F3B ini.

Gambar 4.1 Grafik Absorbansi terhadap Panjang Gelombang

Dari Gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa panjang gelombang maksimum
dari zat warna ini terjadi pada panjang gelombang 540 nm. Sehingga untuk
pengukuran selanjutnya dilakukan pada panjang gelombang 540 nm. Selain itu, dari
Gambar 4.1 juga dapat dilihat bahwa terdapat dua puncak serapan, yaitu pada
panjang gelombang sekitar 520530 nm dan pada panjang gelombang 536540 nm.
Hal ini terjadi pergeseran panjang gelombang yang disebabkan karena adanya dua

20
gugus kromofor, zat pemberi warna, yaitu gugus azo (-N=N-) dan gugus karbonil (-
C=O-) pada zat warna yang digunakan dengan struktur seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Struktur RB Red F3B

Dengan panjang gelombang 540 nm ini dilakukan pengukuran penyerapan


zat warna RB Red F3B oleh zeolit terhadap 3 sampel tersebut. Berikut hasil
pengukuran zat warna terhadap 3 sampel dalam variasi waktu tertentu :

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Zat Warna


WAKTU (MENIT)
SAMPEL 0 5 10 20 30 40 50 60 70 80 90
WARNA (% TRANSMITAN)
1 90 93 93 92 91 88 91 90 88 91 98
2 84 88 90 85 82 83 85 81 79 81 82
3 79 85 84 85 83 85 85 83 82 81 81

Dari data tersebut dapat diketahui selang waktu ke berapa zeolit aktif tersebut
dapat menyerap zat warna secara optimum. Dari data hasil penelitian, maka dapat
dibuat grafik pengaruh variasi waktu kontak terhadap penyerapan zat warna RB Red
F3B oleh zeolit aktif dengan mengalurkan selang waktu yang digunakan terhadap %
transmitan seperti yang terlihat pada gambar dibawah.

21
Grafik % Transmitan terhadap Waktu
100
% Transmitan 98
96
94
92
90
88
86
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)

Gambar 4.3 Kurva Variasi Waktu untuk Sampel 1

Grafik % Transmitan terhadap Waktu


92
90
% Transmitan

88
86
84
82
80
78
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)

Gambar 4.4 Kurva Variasi Waktu untuk Sampel 2

Grafik % Transmitan terhadap Waktu


86
85
84
% Transmitan

83
82
81
80
79
78
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)

Gambar 4.5 Kurva Variasi Waktu untuk Sampel 3

22
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan dan peningkatan persen
transmitan dalam selang waktu tertentu. Persen transmitan ini menunjukkan bahwa
semakin besar nilai transmitannya semakin jernih larutan tersebut dan semakin banyak
pula zat yang terserap. Untuk ketiga sampel tersebut pada 5 menit pertama terjadi
peningkatan nilai transmitan, pada sampel kedua untuk menit ke-10 terjadi penurunan
nilai transmitan. Untuk sampel kedua terjadi peningkatan nilai transmitan dan untuk
sampel ketiga terjadi penurunan nilai transmitan. Untuk selang waktu selanjutnya terjadi
fluktuasi yang tidakterlalu signifikan, maka dapat dilihat bahwa pada menit ke-5 ini
untuk ketiga sampel merupakan waktu optimum zeolit aktif menyerap warna yaitu
dengan persen transmitan sebagai berikut :

- Sampel 1 : 93%
- Sampel 2 : 88%
- Sampel 3 : 85%

Sedangkan berdasarkan dosis absorben yang diberikan perubahan warna konstan terjadi
pada menit ke 80 dan 90. Berdasarkan waktu kontak optimum pada menit ke-5 namun
pada perhitungan selanjutnya didapat dosis optimum pada menit ke 80 dan 90 hal ini
mungkin dikarenakan kesalahan dalam praktikum.

Data Perhitungan Zat Organik

1) Menentukan Konsentrasi Zat Organik

Berdasarkan hasil titrasi yang dilakukan dalam pengukuran konsentrasi senyawa


organik di dalam sampel, didapatkan volume titrasi untuk penentuan zat organik (a), dan
volume titrasi untuk penentuan faktor (b) seperti pada Tabel 4.2. Volume sampel yang
digunakan dalam penentuan kandungan zat organik adalah 10 ml yang dilarutkan
sebanyak sepuluh kali hingga volume total 100 ml.

Tabel 4.2 Data Pengukuran Hasil Titrasi


Volume
Konsentrasi awal
a b F sampel
Co (mg/l KMnO4)
(ml)
Sample Awal
Sampel 1 1.5 9.5 1.05 10 66.53
Sampel 2 1.9 9.5 1.05 10 79.83
Sampel 3 3 9.5 1.05 10 116.42

23
Volume
Konsentrasi akhir
Sampel Akhir a b F sampel
Ce (mg/l KMnO4)
(ml)
Sampel 1 1.4 9.5 1.05 10 66.40
Sampel 2 1.8 9.5 1.05 10 79.60
Sampel 3 2.9 9.5 1.05 10 116.10

Konsentrasi awal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan di berikut ini,


sebagai contoh untuk sampel 1 awal.

[{ } ]

[{ } ]

Tabel 4.3 Data Perhitungan Bilangan Freundlich dan Bilangan Langmuir

Nomor X Log
M (g) X/M Log(X/M) Ce/(X/M) Log(Ce)
Sample (mg) (Ce/(X/M))
1 0.13 1 0.126315789 -0.899 525.667 1.822 2.721
2 0.23 1 0.231578947 -0.635 343.727 1.901 2.536
3 0.32 1 0.321052632 -0.493 361.623 2.065 2.558

2) Menentukan Bilangan Freundlich

Bilangan Freundlich (KF) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.

Agar lebih jelas perhitungan dicontohkan oleh sample 1. Jumlah sampel yang teradsorp
dalam sistem (X) dapat dihitung dengan cara,

Untuk mendapatkan nilai Biangan Freundlich dan konstanta n maka persamaan


Freundlich di atas dilinearisasi menjadi bentuk persamaan

24
Freundlich
0.000
1.800 1.850 1.900 1.950 2.000 2.050 2.100
-0.200
Log (X/M)

-0.400 y = 1.5474x - 3.6612


R = 0.8684
-0.600

-0.800

-1.000
Log (Ce)

Gambar 4.6 Grafik Penentuan Bilangan Freundlich

Dengan menghitung seluruh X untuk seluruh sampel yang sama, maka dapat
diplot sebuah grafik terhadap seperti pada Gambar 4.6. Dan didapat

persamaan linear

Dari persamaan tersebut maka di dapat koefisien n

serta Bilanga Freundlich sebesar

3) Menentukan Bilangan Langmuir


Bilangan Langmuir (KL) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut,
dengan

Untuk mendapatkan nilai Biangan Langmuir dan konstanta n maka persamaan


Langmuir di atas dilinearisasi menjadi bentuk persamaan

25

Langmuir
600.000
500.000
400.000 y = -2.4899x + 627.88
Ce

300.000 R = 0.4086
200.000
100.000
0.000
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00
Ce/(X/M)

Gambar 4.7 Grafik Penentuan Bilangan Langmuir

Dengan menghitung seluruh X untuk seluruh sampel yang sama, maka dapat
diplot sebuah grafik terhadap
seperti pada Gambar 4.7. Dan didapat persamaan

linear

Dari persamaan tersebut maka di dapat koefisien qm

serta Bilangan Langmuir sebesar

Analisis Perhitungan Langmuir dan Freundlich

Proses penyerapan atau adsorpsi oleh suatu adsorben dipengaruhi banyak faktor
dan juga memiliki pola isoterm adsorpsi tertentu yang spesifik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam proses adsorpsi antara lain yaitu jenis adsorben, jenis zat yang
diserap, luas permukaan adsorben, konsentrasi zat yang diadsorpsi dan suhu. Oleh
karena faktor-faktor tersebut maka setiap adsorben yang menyerap suatu zat satu

26
dengan zat lain tidak akan mempunyai pola isoterm adsorpsi yang sama. Diketahui
bahwa terdapat dua jenis persamaan pola isoterm adsorpsi yang sering digunakan pada
proses adsorpsi dalam larutan yaitu persamaan adsorpsi Langmuir dan Freundlich.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan isoterm adsorpsi Langmuir


dan Freundlich pada proses penyerapan zat pada limbah indsustri artificial oleh Zeolit.
Metode yang digunakan untuk mengukur proses adsorpsi adalah metode Pengukuran
Zat Organik. Hasil pengukuran dari zat organik kemudian dianalisis lebih lanjut
berdasarkan rumus empiris dari persamaan Langmuir dan Freundlich.

Hubungan antara konsentrasi larutan akhir terhadap perbandingan zat organic


yang teradsorpsi dengan berat absorben ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi zat organik dalam larutan maka
semakin besar pula massa zat yang teradsorpsi oleh zeolit. Hal ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi larutan, semakin banyak jumlah zat
terlarut yang dapat diadsorbsi sehingga tercapai keseimbangan tertentu, dimana laju zat
yang diserap sama dengan zat yang dilepas dari adsorbent pada suhu tertentu.

Pengujian pola isoterm adsorpsi yang sesuai untuk proses penyerapan zat
organik dalam larutan oleh zeolit dilakukan dengan perhitungan menggunakan
persamaan Langmuir dan Freundlich. Uji persamaan Langmuir dilakukan dengan
menggunakan persamaan :

atau Ce/(x/m) = 1/ab + 1/a Ce

Sedangkan untuk uji persamaan Freundlich dilakukan pengujian menggunakan


persamaan:

Nilai a dan k menunjukkan kapasitas dari adsorpsi zat organik oleh zeolit, makin
besar nilai a pada persamaan Langmuir Isoterm dan k pada persamaan Freundlich
Isoterm menunjukkan kapasitas adsorpsi makin besar pula. Nilai 1/ab dan log k
tentunya sangat dipengaruhi oleh temperatur sehingga mempengaruhi laju adsorpsi.
Untuk menentukan persamaan isoterm Langmuir dan Fruendlich maka dihitung harga
x/m, Ce/(x/m), log Ce/(x/m) dan log Ce seperti yang terlihat pada Tabel 4.3.

27
Dari Tabel 4.3 maka dilakukan pemetaan grafik menggunakan Excel dengan
memplotkan harga Ce/(x/m) versus Ce untuk mendapatkan persamaan Langmuir dan
memplotkan log (x/m) versus log Ce untuk mendapatkan persamaan Freundlich. Hasil
pemetaan dengan grafik seperti terlihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.

Pengujian persamaan adsorpsi Langmuir dan juga persamaan adsorpsi


Freundlich dibuktikan dengan grafik linierisasi yang baik dan mempunyai harga
koefisien determinasi R2 0.8 dan 0.5. Dari Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 terlihat
bahwa persamaan adsorpsi zat organic oleh zeolit memenuhi persamaan adsorpsi
persamaan adsorpsi Freundlich dengan R2 = 0,87. Hal ini menunjukkan bahwa
persamaan Freundlich dapat diterapkan pada proses adsorpsi zat organic oleh zeolit.
Diperoleh persamaan persamaan Freundlich log (x/m) = 1,5474 log Ce 3.6612.
Sedangkan persamaan Langmuir dengan R2 = 0,4086, menunjukkan bahwa persamaan
Langmuir tidak dapat diterapkan pada proses adsorpsi zat organik oleh zeolit. Diperoleh
persamaan persamaan Langmuir Ce/(x/m) = -2,4899Ce + 627.88. Harga konstanta dari
kedua persamaan tersebut tidak sesuai dengan harga konstanta seperti terlihat pada
Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4 Harga konstanta Langmuir dan Freundlich


Isoterm Konstanta Harga
k 0.00021817
Freundlich
n 0.646
a -0.0039656
Langmuir
b -0.401

Model persamaan Freundlich mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu


lapisan permukaan (multilayer) dan sisi bersifat heterogen, yaitu adanya perbedaan
energi pengikat pada tiap-tiap sisi dimana proses adsorpsi di tiap-tiap sisi adsorpsi
mengikuti isoterm Langmuir. Oleh karena itu penentuan daya adsorpsi maksimum zeolit
pada proses penyerapan zat organik dihitung dengan menggunakan persamaan adsorpsi
Langmuir karena dilakukan terhadap lapisan tunggal zat yang teradsorpsi dari zat
organik pada setiap permukaan zeolit dalam satuan mg ion zat orbanik yang
teradsorp/gram zeolit. Penentuan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap limbah artificial

28
yang paling sesuai adalah dengan menggunakan persamaan adsorpsi Freundlich
dibandingkan dengan persamaan adsorpsi Langmuir. Daya adsorpsi maksimum zeolit
terhadap penyerapan limbah zat organik adalah 0.00021817 mg/gram.

Dari hasil perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan kedua persamaan


isotherm Langmuir dan Freundlich, didapatkan hasil yang tidak seharusnya. Dari hasil
analisa tersebut dapat disebabkan adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam hasil perhitungan, diantaranya:

1. Jenis Adsorben

Jenis adsorben yang digunakan kemungkinan kurang tepat digunakan dalam


penyerapan zat organic pada sampel limbah artificial. Sehingga menyebabkan terjadi
kesalahan analisa data sehingga hasil perhitungan yang didapatkan menjadi tidak benar.

2. Jenis zat yang diserap

Jenis zat yang diukur pada percobaan adalah zat organic, kemungkinan yang terjadi
dalam percobaan adalah zat yang terserap oleh zeolite bukan hanya zat organic,
sehingga bukan hal yang tepat jika pengukuran zat organic dijadikan sebagai standar
hasil pengukuran dan hasil perhitungan dalam percobaan.

3. Luas permukaan adsorben

Luas permukaan adsorben zeolite serbuk yang digunakan kemungkinan tidak


sepenuhnya dapat menyerap zat dalam larutan. Sehingga hasil data yang didapatkan
menjadi sulit untuk dianalisa. Karena dalam pengukuran warna terlihat bahwa data
pengukuran menunjukkan hasil kualitas warna yang nilainya cenderung naik turun.

4. Suhu

Suhu akan sangat berpengaruh terhadap proses adsorpsi, apabila suhu larutan tinggi
maka proses adsorpsi akan sulit terjadi, karena zat dalam larutan akan cenderung
mengalami perlarutan dalam air.

29
Analisis Teknis Praktikum Secara Umum

Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi pada saat melakukan praktikum adalah
sebagai berikut.
Ketidaktelitian dalam mengukur jumlah absorban yang ditambahkan ke dalam
larutan sehingga dapat mengganggu proses absorpsi yang terjadi dan
memungkinkan adanya kekeliruan dari hasil pengamatan.
Kemungkinan terjadinya kontaminasi dari alat ukur yang tidak steril, sehingga
pengukuran beberapa parameter yang terkandung di dalam air limbah menjadi
tidak akurat
Ketidaktelitian dalam menghitung waktu pengadukan sehingga terjadi perbedaan
waktu kontak antara air limbah dan absorban yang dapat menyebabkan
kekeliruan dari hasil pengamatan
Kekeruhan yang tinggi pada larutan yang tersisa akibat pengambilan sampel
secara periodik untuk pengukuran warna yang dilakukan hanya dibagian atas
larutan sehingga terjadi perbedaan konsentrasi yang sangat jelas antara larutan
dan absorban beserta endapan yang terbentuk. Akibatnya, pada pengukuran di
akhir kekeruhan akan meningkat dan kekeliruan pada hasil pengamatan.
Ketidaktelitian dalam menggunakan spektrofotemeter sehingga memungkinkan
terjadinya kesalahan pembacaan nilai warna.
Ketidaktelitian dalam melakukan titrasi dalam pengukuran zat organik, sehingga
memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pengukuran nilai zat organik dari air
limbah.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN
1. Cara menentukan Bilangan Freundlich dan Langmuir dapat dilakukan sebagai
berikut:
Bilangan Freundlich
Bilangan Freundlich (KF) dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut:

30
dimana :

X = Jumlah zat yang diserap

m = Berat adsorben

C = Konsentrasi zat setelah adsorpsi

n dan kf = Konstanta yang diperoleh dari percobaan

Untuk mendapatkan nilai Biangan Freundlich dan konstanta n maka


persamaan Freundlich di atas dilinearisasi menjadi bentuk persamaan

Dengan menghitung seluruh X untuk seluruh sampel yang sama, maka


dapat diplot sebuah grafik terhadap . Setelah itu dicari

persamaan linear dari grafik yang telah dibuat. Persamaan linear tersebut
dalam bentuk dengan persamaan yang diperoleh dari
percobaan adalah . Dari persamaan tersebut maka

di dapat koefisien n dengan , maka . Selain

konstanta n, melalui persamaan yang sudah diperoleh dapat ditentukan


Bilangan Freundlich sebesar .

Bilangan Langmuir
Bilangan Langmuir (KL) dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut, dengan

Untuk mendapatkan nilai Biangan Langmuir dan konstanta n maka


persamaan Langmuir di atas dilinearisasi menjadi bentuk persamaan

31
Dengan menghitung seluruh X untuk seluruh sampel yang sama, maka
dapat diplot sebuah grafik terhadap
dan didapat persamaan linear

dengan bentuk yang dalam percobaan ini diketahui


persamaannya adalah . Dari persamaan tersebut
maka di dapat koefisien qm seperti berikut:

Setelah itu, ditentukan Bilangan Langmuir sebesar:

2. Untuk mengetahui konsentrasi zat organik dilakukan titrasi KMnO4.Berdasarkan


hasil titrasi yang dilakukan dalam pengukuran konsentrasi senyawa organik di
dalam sampel, didapatkan volume titrasi KMnO4 untuk penentuan zat organik
(a), dan volume titrasi untuk penentuan faktor koreksi (b). Volume sampel yang
digunakan dalam penentuan kandungan zat organik adalah 10 ml yang
dilarutkan sebanyak sepuluh kali hingga volume total 100 ml. Pengukuran zat
organik dilakukan pada awal dan akhir keadaan setiap sampel. Konsentrasi zat
organik dapat diketahui dengan menggunakan persamaan di berikut:

[{ } ]

Tabel 4.2 Data Pengukuran Hasil Titrasi


Volume
Konsentrasi awal
a B F sampel
Co (mg/l KMnO4)
(ml)
Sample
Awal
Sampel 1 1.5 9.5 1.05 10 66.53
Sampel 2 1.9 9.5 1.05 10 79.83
Sampel 3 3 9.5 1.05 10 116.42
Sampel Volume Konsentrasi akhir
a B F
Akhir sampel Ce (mg/l KMnO4)

32
Volume
Konsentrasi awal
a B F sampel
Co (mg/l KMnO4)
(ml)
(ml)

Sampel 1 1.4 9.5 1.05 10 66.40


Sampel 2 1.8 9.5 1.05 10 79.60
Sampel 3 2.9 9.5 1.05 10 116.10

V.2 SARAN
1. Sebaiknya penyaringan dilakukan lebih dari satu kali sehingga tidak ada bubuk
zeolit tertahan pada kertas saring dan tidak terbawa dalam pengukuran yang bisa
jadi penyebab kesalahan dalam percobaan.
2. Adsorpsi merupakan salah satu proses yang dapat digunakan untuk menurunkan
kadar warna dan zat organik dalam air limbah tekstil disamping proses
koagulasi-flokulasi yang biasanya digunakan oleh industri tekstil. Sebaiknya
industri tekstil menggunakan proses adsorpsi dalam pengolahan air limbahnya
untuk menghilangkan atau menurunkan kadar organik dan warna yang tinggi
karena proses adsorpsi memiliki kelebihan, yaitu adsorben yang digunakan dapat
di recovery sehingga dapat digunakan berulang-ulang. Selain itu, adsorben yang
digunakan memiliki luas permukaan pori-pori yang sangat besar sehingga dapat
digunakan untuk menyisihkan polutan dalam jumlah yang besar pula.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Evi. 2006. Pemanfaatan Zeolit Aktif dari Turen Malang Untuk Pertukaran Ion Timbal
(II), Skripsi Kimia FMIPA. Surabaya: Universitas Airlangga.
Das, Subhrajyoti. 2010. Removal Of Congo Red Dye Onto Coconut (Cocos nucifera)
Shell and Bael (Aegle marmelos) Extracts Using Taguchi Approach. India:
National Institute of Technology Rourkela.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI Press.
_____. 2012. Proses Pemasakan (Scouring Process). textilereference.blogspot.co.id
(diakses pada 19 Maret 2017).
_____. 2013. Finishing-Pengolahan/Penyempurnaan Tekstil. miwtiingsun
.blogspot.co.id (diakses pada 19 Maret 2017).

33
Budi, Irvan Handrisetyo. 2015. Pemutihan atau Bleaching. Weavingandsilk
.blogspot.co.id (diakses pada 19 Maret 2017).
Fernando. 1997. Kimia Analitik Kuantitatif. Yogyakarta: Andi.
Kementerian Perindustrian RI. 2016. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Non
Migas. kemenperin.go.id (diakses pada 19 Maret 2017).
Kusumadewi, Riana Ayu. 2011. Evaluasi dan Redesain Instalasi Pengolahan Air
Limbah Industri Tekstil PT Natatex Prima. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Sawyer, C. N., Mc Carty, P. L. 1989. Chemistry for environmental Engineering
International Edition. New York: Mc Graw Hill.
Setiyono dan Yudo, Satmoko. 2008. Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah
Industri Pengolahan Ikan di Muncar. BPPT.

34

Anda mungkin juga menyukai