Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM 

KIMIA ORGANIK 1

EKSTRAKSI CAIR – CAIR

NAMA : NOVIA AMALINA RAMDHIANI

NIM : K1A021002

SHIFT :B

HARI/TANGGAL : JUM’AT, 18 MARET 2022

ASISTENSI : VANI FITRIA ROSITA ELLY

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN RISET, DAN


TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

LABORATORIUN KIMIA ORGANIK

PURWOKERTO

2022
EKSTRAKSI CAIR - CAIR

I. TUJUAN
1. Dapat mengenal dan memahami prinsip ekstraksi
2. Dapat memilih dengan tepat larutan yang digunakan untuk
ekstraksi
3. Trampil dan mahir dalam melakukan ekstraksi
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekstraksi adalah tektin pemisahan suatu komponen yang mirip


dengan proses destilasi. Ekstraksi merupakan proses perpindahan suatu
senyawa atau analit dari cairan atau padatan ke dalam pelarut atau fase yang
berbeda. Prinsip ekstraksi didasarkan pada perbedaan kelarutan suatu
komponen (ion/molekul) di dalam dua solvent yang tidak bercampur. Pada
ekstraksi umumnya dibagi menjadi 2 pelarut, yaitu pelarut organik dan pelarut
anorganik. Dengan begitu dapat dimodifikasi persamaannya menjadi:
𝐶𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 𝐶𝑜
𝐾𝑑𝐴
𝐶𝑎𝑖𝑟 𝐶𝑎
Dengan senyawa organik Ca < Co dan senyawa anorganik Ca > Co. menganut
pada prinsip like dissolve like. (Bohari, 2021)
Metode Ekstraksi yang paling sering Dilakukan di dalam
laboratorium Hal ini ada 3 macam, yaitu cara batch, sistem kontinu dan sistem
counter – current distribution. Pada Metode ekstraksi dengan cara batch ini
merupakan cara yang paling sederhana dengan mengekstraksikan zat terlarut
dari suatu pelarut dengan memakai pelarut yang lainnya yang tidak saling
bercampur. Pada Metode ekstraksi dengan sistem kontinu adalah Metode yang
memanfaatkan aliran kontinu pelarut yang tidak saling bercampur. Metode
ekstraksi ini Dilakukan apabila suatu koefisien distribusi relative kecil atau
jika harga faktor pemisahan mendekati satu. Pada Metode ekstraksi sistem
countercurrent adalah Metode yang memisahkan suatu komponen – komponen
yang mempunyai variasi kelarutan di dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur sehingga memungkinkan untuk memisahkan senyawa yang
mempunyai koefisien distribusi yang berbeda walaupun perbedaannya sangat
kecil. (Bohari, 2021)
Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan satu komponen bahan atau
lebih dari suatu campuran dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair tidak
dapat digunakan apabila pemisahan campuran dengan cara destilasi karena
kepekaannya terhadap panas atau tidak ekonomis. Ekstraksi cair-cair selalu
terdiri dari pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan
pemisahan kedua fase cair sempurna (Chadijah, 2014). Prinsip yang
digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair adalah pada perbedaan koefisien
distribusi zat terlarut dalam dua larutan yang berbeda fase dan tidak saling
bercampur. Zat terlarut apabila terdistribusi antara dua larutan yang saling
bercampur, akan berlaku hukum mengenai konsentrasi zat terlarut dalam
kedua fase pada kesetimbangan (Yazid, 2005).
Aplikasi utama ekstraksi cair-cair digunakan dalam bidang biokimia
atau farmasi, untuk memisahkan antibiotik dan mendapatkan kembali protein.
Bidang kimia anorganik menggunakan metode ini untuk memperoleh kembali
komponendengan titik didih tinggi. Contoh komponen yang memiliki titik
didih tinggi adalah asam fosfat, asam borat, dan antrium hidroksida dari suatu
larutan (Rubensam, et.al, 2011). Metode ekstraksi cair-cair menggunakan
pelarut organik untuk memisahkan asam-asam organik mendapat oerhatian
dari kalangan peneliti. Hal ini disebabkan karena pemakaian pelarut organo
phospor seperti tributilfosfat (TBF), trietilfisfat (TEF) dan amine tersier rantai
panjang (Tamada, et.al, 1990).
Pemilihan pelarut untuk metode ekstraksi cair-cair dapat berdampak
pada hasil yang signifikan. Sifat pelarut yang mempengaruhi hasil proses
ekstraksi adalah memiliki koefisien distribusi tinggi (selektif) terhadap zat
terlarut. Sifat lainnya adalah memiliki densitas tinggi sehingga dapat
dipisahkan secara cepat oleh gravitasi. Viskositas yang rendah juga dapat
memaksimalkan perpindahan massa. Umumnya pelarut yang digunakan
mudah diperoleh dan harganya cukup murah. Kemudian yang terpenting
adalah bahannya tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak berbusa, dan tidak
membentuk emulsi di permukaan cairan pada larutan (Schweitzer, 1979).
III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah corong pisah 250
mL, buret 50 mL, Erlenmeyer 250 mL, corong buchner, corong,
aspirator air, statif dan klem bundar.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah asam asetat
glasial (5 mL dalam 110 mL air), aquades, asam benzoate 15 g,
asetanilida 10 g, metilen klorida, NaOH 0,3 N dan NaOH 10%, HCl
10%, toluene, methanol, eter.
3.2 CARA KERJA
3.2.1 Ekstraksi Sederhana (Cair – Cair)
1. Masukkan 10 ml asam asetat glasial (5 ml dalam
110 ml air) kedalam corong pisah 100 ml, ekstraksi
dengan 30 ml eter.
2. Kocok 1-2 kali, buka kran corong pisah dengan
posisi terbalik.
3. Ulangi pengocokkan dan kemudian kran dibuka
lagi, ulangi 4-5 kali.
4. Letakkan corong pada klem bundar dan biarkan
cairan memisah.
5. Setelah cairan memisah, keluarkan lapisan bagian
bawah kedalam Erlenmeyer (tutup corong dibuka
sedikit).
6. Titrasi fase air dengan NaOH 0,3 N dengan
indikator fenolftalein. Sebelumnya lakukan titrasi
terhadap 5 ml larutan asam asetat glasial (5 ml
dalam 110 ml air).
7. Lakukan perhitungan terhadap :
a) konsentrasi larutan asam asetat awal
b) konsentrasi asetat dalam lapisan air dan
c) % asam asetat dalam fase air dan eter
3.2.2 Ekstraksi Bertingkat
1. Masukkan 10 ml larutan asam asetat glasial (5 ml
dalam 110 ml air) kedalam corong pisah 100 ml,
ekstraksi dengan 10 ml air.
2. Kocok 1-2 kali, buka kran pada posisi terbalik,
ulangi pengocokan danpembukaan kran 4-5 kali.
3. Letakkan corong pada klem bundar dan biarkan
cairan memisah, keluarkan lapisan bawah kedalam
Erlenmeyer A.
4. Tambahkan kedalam corong pisah 10 ml eter
lakukan pengocokan seperti diatas, ulangi 4-5 kali,
kemudian pisahkan lapisan atas dan bawah,
keluarkan lapisan bawah danditampung dalam
Erlenmeyer A.
5. Lakukan kembali ekstraksi dengan menambahkan
10 ml eter kedalam corong pisah, kocok, pisahkan,
tampung lapisan bawah dalam Erlenmeyer A.
6. Lakukan titrasi larutan asam asetat dalam
Erlenmeyer A dengan NaOH 0,3 N.
7. Hitung :
a) Jumlah asam asetat dalam lapisan air.
b) Jumlah asam asetat yang terekstraksi oleh eter
c) % asam asetat dalam air.
d) % asam asetat yang terekstraksi oleh eter.
e) Bandingkan hasil ekstraksi dengan cara 1 dan 2
3.3 SKEMA KERJA
3.3.1. Tes Kelarutan

10 mL larutan asam asetat

– Dimasukkan sebanyak 10 mL asam asetat glasial (5


mL dalam 110 mL air) ke dalam corong pisah 100
mL, ekstraksi dengan 30 mL eter
– Dikocok 1-2 kali, kemudian dibuka kran corong
pisah dengan posisi terbalik
– Diulangi pengocokan dan kemudian kran dibuka
lagi dan diulang 4-5 kali
– Diletakkan corong pada klem bundar dan dibiarkan
cairannya memisah
– Setelah cairan memisah, dikeluarkan lapisan bagian
bawah ke dalam Erlenmeyer (tutup corong dibuka
sedikit)
– Dititrasi fase air dengan NaOH 0,3N dengan
indicator fenolftalein. Sebelumnya dititrasi terhadap
5 mL larutan asam asetat glasial (5 mL dalam 110
mL air)
– Dilakukan perhitungan terhadap konsentrasi larutan
asam asetat awal, konsentrasi asetat dalam lapisan
air dan % asam asetat dalam fase air dan eter

Hasil
3.3.2 Ekstraksi Bertingkat

10 mL larutan asam asetat glasial (5 mL dalam 110 mL air)

– Dimasukkan ke dalam corong pisah 100 mL dan


diekstraksi dengan 10 mL air
– DiDikocok 1-2 kali, kemudian dibuka kran pada
posisi terbalik dan diulangi pengocokan dan
pembukaan kran 4-5 kali.
– Diletakkan corong pada klem bundar dan dibiarkan
cairan memisah, lapisan bawah dikeluarkan ke
dalam Erlenmeyer A
– Ditambahkan ke dalam corong pisah 10 mL eter dan
dilakukan pengocokan seperti sebelumnya, diulangi
4-5 kali, kemudian dipisahkan lapisan atas dan
bawah kemudian dikeluarkan lapisan bawah dan
ditampung dalam Erlenmeyer A
– Dilakukan kembali ekstraksi dengan menambahkan
10 mL eter ke dalam corong pisah kemudian
dikocok dan dipisahkan serta ditampung lapisan
baah dalam Erlenmeyer A
– Dilakukan titrasi larutan asam asetat dalam
Erlenmeyer A dengab NaOH 0,3N
– Dihitung jumlah asam asetat pada lapisan air,
jumlah asam asetat yang terekstraksi oleh eter, %
asam asetat dalam air, % asam asetat yang
terekstraksi oleh eter dan dibandingkan hasil
ekstraksi dengan cara 1 dan 2

Hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan

Perlakuan Pengamatan
Sebanyak 10 mL asam asetat glasial (5 Larutan tidak berwarna
mL dalam 110 mL air) dimasukkan ke
dalam corong pisah 100 mL, ekstraksi
dengan 30 mL eter.
Larutan dikocok 1-2 kali, dibuka kran Larutan tidak berwarna
corong pisah dengan posisi terbalik.

Pengocokkan diulangi dan kemudian Mengeluarkan gas


kran dibuka lagi, diulangi 4-5 kali.

Corong diletakkan pada klem bundar Terbentuk 2 fasa


dan dibiarkan cairan memisah.

Setelah cairan memisah, dikeluarkan


-
lapisan bagian bawah ke dalam
Erlenmeyer (tutup corong dibuka sedikit).
Titrasi fase air dengan NaOH 0,3 N  Larutan berwarna merah
muda
dengan indikator fenolftalein. Sebelumnya
 V fasa bawah = 5 mL
dilakukan titrasi terhadap 5 ml larutan  V NaOH untuk titrasi fasa
bawah = 11,5 mL
asam asetat glasial (5 ml dalam 110 ml
 V asam asetat glasial = 5 mL
air).  V NaOH untuk titrasi asam
glasial = 12,7 mL
4.2 Data Perhitungan

1. Konsentrasi larutan asam asetat glasial awal atau [CH3COOH] Ftotal


V asam asetat glasial = 5 mL
V NaOH untuk titrasi asam glasial = 12,7 mL
M NaOH = 0,3 M
M1 x V1  = M2 x V2 

M1 x 5 = 0,3 x 12,7

, ,
M1 =

M1 = 0,76 M
2. Konsentrasi larutan asam asetat glasial pada fasa air atau [CH3COOH] Fa
V fasa bawah = 5 mL
V NaOH untuk titrasi fasa bawah = 11,5 mL
M NaOH = 0,3 M
M1 x V1 = M2 x V2

M1 x 7 = 0,3 x 11,5

, ,
M1 =

M1 = 0,69 M
3. Konsetrasi asam asetat glasial dalam fasa organik
[CH3COOH] Fo = [CH3COOH] Ftotal – [CH3COOH] Fa
= 0,76 – 0,69

= 0,07

4. Persentase asam asetat glasial dalam lapisan air dan dietil eter

%[CH3COOH] Fa = 𝑥 100%

,
= ,
𝑥 100%

= 90,78%
4.3 Pembahasan

Ekstraksi adalah metode pemisahan komponen dari suatu campuran


menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi digunakan untuk memisahkan
senyawa organik dari larutan yang bersifat polar (pada umumnya air) dengan
larutan nonpolar (pada umumnya larutan organik) yang saling bercampur dan
didiamkan hingga terbentuk dua lapisan yang kemudian dapat dipisahkan. Zat
terlarut akan terdistribusi kedalam dua lapisan tersebut berdasarkan kelarutan
relatifnya (Rohman & Gandjar, 2007). Teknik ekstraksi sangat berguna untuk
pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik maupun anorganik.
Cara ini juga digunakan untuk makro dan mikro. Ekstraksi juga banyak digunakan
untuk pekerjaan preparatif di laboratorium (Ibrahim, 2009).
Ekstraksi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ekstraksi padat-cair dan
ekstraksi cair-cair. Metode ekstraksi padat-cair adalah metode dimana zat terlarut
diekstraksi dari fase padat dengan bantuan pelarut (Berk, 2018). Ekstraksi cair-
cair dikenal juga sebagai ekstraksi pelarut, yaitu proses ketika komponen
campuran cair dipisahkan dengan mengontakkannya terhadap pelarut cair yang
tidak larut yang sesuai dan secara khusus mearutkan satu atau lebih komponen
(Biradjar, et.al, 2015). Pemisahan komponen metode ini berprinsip pada distribusi
komponen yang tidak merata antara dua cairan yang tidak bercampur. Zat pelarut
dan zat yang akan dilarutkan berbeda fase, keduanya membentuk campuran
homogen dan dipisahkan melalui kontak dengan cairan lain yang dapat
memisahkan salah satu dari kedua zat tersebut (Mizzi, et.al, 2017). Ekstraksi cair-
cair digunakan secara utama ketika pemisahan campuan dengan cara destilasi
tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrope atau karena
kepekaannya terhadap panas) atau faktor tidak ekonomis. Kuantitas pemisahan
persatuan waktu akan semakin besar jika permukaan lapisan antar fasa pada
ekstraktor semakin luas (Rahayu & Purnavita, 2008).
Koefisien distribusi merupakan satuan penting dengan perbandingan
relative kelarutan suatu solute dalam dua solven yang tidak saling bercampur,
hanya memperhitungkan satu spesies (ion/molekul) dalam fasa yang tidak saling
bercampur, atau spesies tunggal, kelemahannya adalah tidak memperhitungkan
adanya reaksi samping atau tidak memperhitungkan adanya interaksi. Koefisien
distribusi sebenarnya hanya membicarakan komponen tunggal karena yang
diperhitungkan hanya yang larut saja. (Bohari, 2021).
Prinsip ekstraksi cair-cair yairu distribusi Nerst yang menyatakan bahwa
pada konsentrasi dan tekanan konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi
sama antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Perbandingan konsentrasi
pada keadaan setimbang dalam dua fase dinamakan koefisien distribusi atau
koefisien partisi (Gandjar & Rohman, 2007).
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia organik
yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat
memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk
CH3COOH atau CH3CO2H. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat
paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat yang larut dalam air
merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion
H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku
industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti
polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat maupun berbagai macam
serat dan kain (Hardoyono, 2007). Struktur asam asetat sebagai berikut:

Gambar 4.3.1 Struktur Asam Asetat

Bentuk murni dari asam asetat ialah asam asetat glasial. Asam asetat glasial
mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (17°C dan 118°C) dengan
bau menyengat, dapat bercampur 15 dengan air dan banyak pelarut organik. Asam
asetat glasial dalam bentuk cair atau uap sangat korosif terhadap kulit dan jaringan
lain suatu molekul asam asetat mengandung –OH dan dengan sendirinya dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan air, karena adanya ikatan hidrogen ini maka
asam asetat yang mengandung atom karbon satu sampai empat dan dapat
bercampur dengan air (Hawett, 2003).
Pelarut yang digunakan adalah dietil eter dan air. Dietil eter merupakan
salah satu eter komersial yang paling penting. Ia bersifat non polar dan banyak
digunakan sebagai bahan pelarut untuk reaksi-reaksi organik dan pemisahan
senyawa organik dari sumber alamnya (Ullmann & Gerhatz, 1985). Rumus dietil
eter adalah CH3-CH2-O-CH2-CH3. Air merupakan pelarut universal karena
mudah bercampur. Zat kimia yang dapat dilarutkan oleh air adalah zat hidrofilik
dan hidrofibik. Zat hidrofilik mudah larut dalam air dan merupakan penyuka air
seperti garam-garam, gula, dan berbagai macam molekul organik (Chang, 2010).

Gambar 4.3.2 Struktur Eter

Gambar 4.3.3 Struktur Air

Asetanilida merupakan suatu amida dengan bentuk berupa padatan kristal


putih dengan massa jenis 1,21 gram/mL, titik lebur 113 ̊C-114 ̊C, titik didih
305oC, berat molekul 135,17 gram/mol. Asetanilida sangat larut dalam alkohol,
sedangkan kelarutan dalam air adalah 0,53 gram dalam 100 mL dan kelarutan
dalam eter adalah 7 gram dalam 100 mL. Asetanilida merupakan senyawa turunan
asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom
hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetanilida atau sering
disebut fenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 (Othmer &
Kirk, 1992).

Gambar 4.3.4 Struktur Asetanilida


Metanol merupakan salah satu bahan kimia industri yang penting. Sebagai
bahan kimia industri, metanol telah digunakan secara luas untuk produksi
berbagai bahan kimia yang lain. Sekitar sepertiga dari produksi metanol
digunakan untuk membuat formaldehida dan selebihnya digunakan untuk
pembuatan MTBE (Methyl Tertiary Buthyl Eter), asam asetat, pelarut, metaklirat,
bahan bakar, dan lain-lain (Othmer, 1998).
Kegunaan metanol sebagai berikut (Ardini, Rajayu, & Ratnasari, 2020):
a) Pelarut misalnya dari schellac dsb
b) Sebagai anti freeze radiator mobil
c) Untuk mendenaturasikan etanol
d) Untuk pembuatan formaldehid, metil salisilat, metil klorid
Gambar 4.3.5 Struktur Kimia Metanol
Pada percobaan ini, sebanyak 10 mL asam asetat glasial (5 mL dalam 110
air) dimasukkan ke dalam corong pisah 100 mL lalu diekstraksi dengan 30 mL
eter. Fungsi eter adalah untuk melarutkan asam asetat glasial sehingga dapat
terbentuk dua fasa (Yazid, 2015). Asam asetat glasial digunakan karena mudah
didapat dan dapat larut dalam pelarut air dan pelarut organik. Kemudian larutan
dikocok 1-2 kali agar ekstraksi berlangsung lalu dibuka corong pisah dengan
posisi terbalik. Pengocokan menimbukan tekanan pada corong pisah karena gas-
gas hasil reaksi, karena itu gas dikeluarkan dengan cara membuka keran corong
pisah (An-Naafiah, 2009). Pengocokan diulangi dan kran dibuka lagi, diulangi 4-5
kali.

Gambar 4.3.6 Proses pengocokkan larutan


Langkah selanjutnya corong diletakkan pada klem bundar dan cairan
dibiarkan memisah. Setelah cairan memisah, dikeluarkan lapisan bagian bawah ke
dalam erlenmeyer. Fase air dititrasi dengan NaOH 0,3 N dengan indikator
fenolftalein. Fungsi penambahan indikator fenolftalein adalah untuk mengetahui
terjadinya suatu titik akhir ekuivalen dalam proses pentitrasian (Aquifer, 2011).
Sebelumnya dilakukan titrasi terhadap 5 mL larutan asam asetat glasial (5 mL
dalam 110 mL air).

Gambar 4.3.7 Larutan yang sudah didiamkan dan membentuk 2 fasa

    
Gambar 4.3.8 Hasil titrasi
Pada percobaan ini diketahui bahwa konsentrasi larutan pada asam asetat
glasial adalah 0,57 N. Konsentrasi asam glasial dalam larutan eter dan air adalah
0,726 N. Serta persentase asam asetat glasial dalam lapisan air dan eter sebesar
132,5%. Hasil percobaan ini belum sesuai dengan referensi. Dimana menurut
(Dimian, dkk, 2019), asam asetat dijual belikan sebagai asam asetat glasial dengan
konsentrasi air kurang dari 1% dan lebih dari 98% konsentrasi asam asetat.
Dalam percobaan ini dilakukan titrasi fase air dengan NaOH 0,3 N. Titrasi
ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan asam asetat glasial dalam
lapisan air dan eter (Cairns, 2009). Larutan standar primer mrupakan larutan yang
mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat
melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk
menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Sedangkan larutan
standar sekunder merupakan larutan dari suatu zat yang konsentrasinya tidak
dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak pernah murni.
Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan pembakuanmenggunakan larutan baku
primer, biasanya melalui metode titrimetrik (Kanja, 2014).
Hasil dari percobaan ini belum sesuai dengan referensi, hal itu bisa
disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya yaitu bisa karena
terbentuknya emulsi. Emulsi bisa terbentuk tergantung dari viskositas, perbedaan
densitas, serta ukuran tetesan. Cara mengurangi kemungkinan terbentuknya
emulsi adalah dengan membalikkan lapisan secara perlahan, menggunakan pelarut
campuran, dan menggunakan sedikit air dengan sejumlah besar pelarut organik
(Meloan, 1999).
Pemilihan pelarut pada ekstraki cair – cair ini juga harus diperhatikan.
Berikut ini adalah syarat pelarut untuk esktraksi (Syukri, 1999):
1. Pelarut mudah melarutkan bahan yang diekstrak.
2. Pelarut tidak bercampur dengan cairan yang diekstrak.
3. Pelarut mengekstrak atau tidak sama sekali pengotor yang ada.
4. Pelarut mudah dipisahkan dari zat terlarut.
5. Pelarut tidak bereaksi dengan zat terlarut melalui segala cara.
Melakukan ekstraksi cair-cair perlu memperhatikan beberapa faktor agar
hasil yang didapatkan maksimal. Faktor pertama adalah ukuran partikel,
semakin kecil ukurannya maka semakin besar luas permukaan antar zat dan lebih
cepat prosesnya. Faktor kedua adalah zat pelarut, walaupun hampir tidak
mungkin menemukan pelarut yang memenuhi syarat tetapi dapat dipilih pelarut
yang terbaik. Selanjutnya adalah faktor temperatur, kelarutan zat terlarut pada
partikel yang diekstraksi dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan
temperature untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi. Faktor terakhir
adalah pengadukan fluida. Pengadukan ini penting karena akan menaikkan
proses difusi dan perpindahan material terjadi lebih cepat (Rahayu & Purnavita,
2008).
Dalam industri kimia, ekstraksi cair – cair ini sudah digunakan secara luas
,yaitu dalam industri kimia organik dan industri kimia anorganik. Penelitian –
penelitian yang menggunakan proses ekstraksi cair – cair ini biasanya ditujukan
untuk mengambil senyawa kimia baru atas untuk menemukan pelarut baru yang
memberikan hasil ekstraksi yang lebih baik. (Martunus & Helwani, Zuchra,
2007). Selain itu, metode ekstraksi cair-cair dapat juga digunakan untuk
pengambilan kembali asam sitrat dan asam oksalat pada industri asam sitrat.
Metode ini digunakan baik pada proses pemisahan produk yang keluar dari
fermentor maupun pada proses pengolahan limbah cairnya (Kasmiyatun & Jos,
2008).
V. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dapat Diambil
keismpulan sebagai berikut ini.
1) Prinsip pada ekstraksi yaitu pemisahan terjadi atas dasar
kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen
dalam campuran sehingga tidak saling mencampur. Ekstraksi,
maka dari itu memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut
antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari suatu pelarut ke pelarut
lain.
2) Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi harus memiliki
beberapa kriteria antara lain mudah melarutkan bahan yang
diekstrak, tidak bercampur dengan cairan yang diekstrak,
mengekstrak atau tidak sama sekali pengotor yang ada, mudah
dipisahkan dari zat terlarut dan tidak bereaksi dengan zat
terlarut melalui segala cara.
3) Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan menggunakan alat corong
pisah, dengan sedikitnya dua tahap yaitu tahap pencampuran
secara intensif bahan ekstraksi deng
DAFTAR PUSTAKA

An-Nafiaah. (2009). Ekstraksi.

Aquifer. (2011). Fungsi Penambahan PP.

Bohari. (2021). Kimia Pemisahan. Bogor: IPB Press.

Cairns. (2009). Essentials of Pharmaceutical Chemistry Second Edition. Jakarta:


Penerbit Buku EGC.

Chadijah, S. (2014). Pemisahan Kimia. Makassar: UIN Press.

Dimian, A., Bildea, C., & Kiss, A. (2019). Acetic Acid. Applications in Design
and Simulatin of Sustainable Processes, 438-519.

Martunus & Helwani, Zuchra, (2007). Ekstraksi Dioksin Dalam Limbah Air
Buangam Industri Pulp dan Kertas dengan Pelarut N-Heksana dalam
Jurnal ITENAS vol 10 no. 4. Fakultas Teknik, Universitas Riau.

Meloan, C. E. (1999). Chemical Separations: Principles, Techniques, and


Experiments. New York: John Wiley & Sons Inc.

Rubensam, G., Barreto, F., Hoff, R., Kist, T., & Pizzolato, T. (2011). A Liquid-
Liquid Extraction Procedure Followed by a Low Temperature Purification
Step fot the Analysis of Macrocyclic Lactones in Milk by Liquid
Chromaography Tandem Mass Spectrometry and Fluorescence Detection.
Analytica Chimica Acta, 705(1-2), 49 - 29.

Schweitzer, P. (1979). Handbook of Separation Techniques for Chemical


Engineers. New York: McGraw-Hill Book Co.

Tamada, J., Kertes, A., & King, C. (1990). Extraction of Carboxylic Acids by
Amine Extractants. Ind.Eng.Chem., 1319-1326.
Yazid. (2005). Kimia Fisika untuk Pemula. Yogyakarta: Andi.
LAMPIRAN

Jawaban Pertanyaan:
1. Kesimpulan apa yang diperoleh dari metode yang lebih efisien pada ekstraksi
asam asetat dalam larutan air dengan suatu pelarut yang tidak bercampur ?
Jawab: Metode yang lebih efisien adalah ekstraksi cair-cair. Hal ini
disebabkan karena prosesnya hanya membutuhkan alat sederhana yaitu
corong pisah. Selain itu,
tahapan yang dilakukan mudah dilakukan.
2. Apa yang dimaksud dengan koefisien distribusi ?
Jawab: Koefisien distribusi merupakan satuan penting dengan perbandingan
relative kelarutan suatu solute dalam dua solven yang tidak saling bercampur,
hanya memperhitungkan satu spesies (ion/molekul) dalam fasa yang tidak
saling bercampur, atau spesies tunggal, kelemahannya adalah tidak
memperhitungkan adanya reaksi samping atau tidak memperhitungkan
adanya interaksi. Koefisien distribusi sebenarnya hanya membicarakan
komponen tunggal karena yang diperhitungkan hanya yang larut saja.
3. Sifat-sifat apa yang dibutuhkan untuk suatu pelarut yang baik ?
Jawab:
a. Hanya melarutkan ekstrak yang diinginkan.
b. Kemampuan melarutkan ekstrak besar.
c. Tidak saling bercampur dengan bahan ekstraksi.
d. Memiliki perbedaan kerapatan yang besar dengan bahan ekstraksi.
e. Tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia.
f. Mudah diperoleh.
g. Harganya murah.
h. Tersedia dalam jumlah besar.
i. Tidak eksplosif jika bercampur dengan udara.
j. Stabil secara kimia dan termis.
4. Jelaskan bahwa asam asetat dapat diekstraksi secara kuantitatif dari larutan
eter dengan menggunakan larutan NaOH encer dalam air.
Jawab: Asam asetat dapat diekstraksi secara kuantitatif dari larutan eter
dengan menggunakan larutan NaOH encer dalam air yaitu dengan melakukan
titrasi larutan asam asetatbtersebut dengan NaOH sehingga dapat diketahui
konsentrasi dari asam asetat dan kadar dari ekstrak.
5. Jika pelarut-pelarut kloroform, benzena, n-heptana, metilen klorida
digunakan untuk ekstraksi senyawa organik dalam air, lapisan pelarut organik
akan terdapat pada bagian atas atau bawah ? Jelaskan
Jawab: Jika pelarut berikut digunakan untuk ekstraksi senyawa organik dalam
air (ρ air = 1 g∕mL) maka keberadaan lapisan adalah sebagai berikut :
a. Kloroform (CHCl3)
ρ CHCl3 = 1,489 g∕mL
Kloroform akan berada pada lapisan bawah, karena memiliki kerapatan
yang lebih besar dari air.
b. Benzena (C6H6)
ρ C6H6 = 0,878 g∕mL
Benzena akan berada pada lapisan atas karena memiliki kerapatan atau
massa jenis yang lebih kecil dari air.
c. n-heptana (C7H14)
ρ C7H14 = 0,684 g∕mL
n-heptana akan berada pada lapisan atas karena memiliki massa jenis yang
lebih kecil dari air.
d. Metil klorida (CH3Cl)
ρ CH3Cl = 1,003 g∕mL
Metil klorida akan berada pada lapisan bawah karena memiliki massa jenis
yang lebih besar dari air.

Anda mungkin juga menyukai