Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM 

KIMIA ORGANIK 1
REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH
ACARA 2

NAMA : NOVIA AMALINA RAMDHIANI


NIM : K1A021002
SHIFT :B
HARI/TANGGAL : JUM’AT, 11 MARET 2022
ASISTENSI : ALFIYAH TURROHMAH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
LABORATORIUN KIMIA ORGANIK
PURWOKERTO
2022
REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH
I. TUJUAN
1. Dapat melakukan rekristalisasi
2. Dapat memilih pelarut yang sesuai
3. Dapat memisahkan dan memurnikan campuran dengan cara
rekristalisasi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian zat padat dari campuran
atau pengotornya yang dilakukan secara mengkristalkan kembali zat tersebut
setelah dilarutkan di pelarut yang sesuai. Kristalisasi merupakan salah satu
proses pemisahan yang efisien. Proses kristalisasi ini memiliki tujuan untuk
pemisahan dan pemurnian. Sasaran yang dituju dari proses kristalisasi ini
adalah untuk menghasilkan produk kristal yang memiliki kualitas seperti yang
diinginkan. Kualitas dari kristalisasi ini dapat ditentukan dari distribusi ukuran
kristal, kemurnian kristal dan bentuk kristal. (Umam, Faikul, 2019).

Pengotor yang bercampur dengan padatan sebelum terjadi proses


rekristalisasi terdiri dari beberapa jenis yaitu pertama, pengotor yang tidak
larut dalam pelarut panas. Jenis pengotor ini dapat dihilangkan apabila sebuah
larutan disaring pada saat keadaannya sedang panas. Kedua, pengotor yang
larut dalam pelarut panas namun tetap tinggal sebagian dalam pelarut yang
sudah dingin. Pengotor ini dapat dihilangkan dengan melakukan penyaringan
akhir pada saat kristal sudah terbentuk. Ketiga, pengotor yang sangat larut 2
didalam pelarut panas dan dalam pelarut dingin sedikit larut. Pengotor jenis ini
menghasilkan proses kristalisasi tidak efektif oleh sebab itu kristal yang
dihasilkan juga tidak murni benar. (Kristanti, Alfinda Novi, dkk, 2019).

Sifat fisik zat adalah karakteristik suatu zat yang membedakan zat –
zat lain dan tidak melibatkan perubahan apapun ke zat lain. Zat
diidentifikasikan dari sifat dan susunannya. (Chang, 2004).   Titik leleh adalah
keadaan Ketika suhu zat padat berubah menjadi zat cair. Contohnya, jika
garam dapur Dipanaskan maka akan meleleh menjadi cairan. Perubahan yang
terjadi dipengaruhi oleh struktur kristal zat padat tersebut. Tidak hanya zat
padat, zat cair dan gas juga memiliki titik leleh namun perubahan yang terjadi
tidak bisa diamati pada suhu kamar. (Hari, Bayu Sapta, 2019).

Prinsip rekristalisasi proses ini mengacu pada perbedaan kelarutan


antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya. Larutan
zat yang diinginkan dilarutkan dalam suatu pelarut. Kemudian dikristalkan
kembali dengan cara menjenuhkannya. Untuk pelarutnya yang cocok dapat
dipilih pelarut yang titik didihnya rendah untuk Dapat mempermudah proses
pengeringan kristal yang terbentuk kemudian titik didih pelarut hendaknya
lebih rendah daripada titik leleh zat padat yang dilarutkan supaya zat yang
akan diuraikan tidak terdisonasi dan yang paling penting pelarut tidak bereaksi
dengan zat yang akan dilarutkan, untuk lebih umumnya pelarut harus
ekonomis dan mudah didapat. Adapun tujuan dari rekristalisasi yaitu untuk
memurnikan padatan dari larutan tanpa mengikutsertakan zat-zat pengotor
yang terkandung di dalamnya. (Sunarya, 2010).

Naftalen memiliki sifat volatile dan mudah menguap walaupun dalam


bentuk padatan. Uap yang dihasilkan oleh naftalen ini bersifat mudah terbakar.
Naftalen biasanya dihasilkan dari destilasi tar batu bara 12 dan sedikit dari sisa
fraksionasi minyak bumi. Naftalen berbentuk padatan putih dengan bau yang
khas. Naftalen termasuk dalam benzene aromatic hidrokarbon tetapi bukan
termasuk polisiklik. (Ahmadmantiq, 2016). Asetanilida merupakan senyawa
turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana
satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetanilida atau sering disebut fenilasetamida mempunyai rumus molekul
C6H5NHCOCH3 (Othmer & Kirk, 1992).
III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah asetanilida,
naftalen, etanol 95%, dan karbon / arang.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi,
kertas saring, corong, corong buchner, Erlenmeyer 125 / 200 mL, dan
labu isap 250 mL.
3.2 CARA KERJA
3.2.1 Tes Kelarutan
a. Sebanyak 20 mg zat padat dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.
b. Sebanyak 0,5 mL pelarut (methanol, aseton atau asam
asetat
c. dingin) dimasukkan dan diaduk dengan pengaduk gelas
kemudian diamati apakah zat meraut segera.
d. Sebanyak 5 tetes aquades ditambahkan bila larut dan
diamati.
e. Bila mengandap dipanaskan, lalu didinginkan dan diamati
kristalnya.
f. Jika tidak larut dipanaskan.
g. Tes kelarutan dilakukan terhadap resorsinol, antrasena,
asam benzoate dan asam ftalat.
3.2.2 Rekristalisasi dengan Pelarut Air
a. Sebanyak 5g asetanilid kotor ditimbang dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 mL.
b. Sebanyak 50 mL air panas ditambahkan sambal diaduk
sampai larut.
c. Air panas sebanyak 5-7 mL ditambahkan lalu
dididihkan.
d. Jika larutan berwarna ditambahkan 0,5-1 gram karbon,
lalu dididihkan 5 menit.
e. Jika sudah terbentuk kristal sempurna dilakukan
penyaringan dalam keadaan panas dengan corong
buchner, dicuci dengan sedikit air.
f. Kemudian dikeringkan dan ditimbang kristal yang
terjadi.
g. Titik leleh ditentukan, jika Jarak leleh masih lebar
Diulangi rekristalisasi.
h. Perolehan Kembali asetanilida dihitung dan dihitung
redemennya.
3.2.3 Rekristalisasi dengan Pelart Organik
a. Naftalen kotor ditimbang, dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 100 mL.
b. Etanol 95% ditambahkan sambal diaduk.
c. Kemudian Dipanaskan dan dididihkan dalam penangas
air.
d. Sebanyak 0,5 gram karbon ditambahkan, diaduk dan
dididihkan 5 menit.
e. Saat keadaan panas disaring kemudian didinginkan
f. Jika semua kristal telah terbentuk dilakukan
penyaringan dengan corong buchner, dibilas dengan 3
mL etanol dingin lalu dikeringkan.
g. Hasil ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.
3.2.4 Penentuan Titik Leleh
a. Kristal hasil rekristalisasi (naftalena), resorsinol, asam
ftalat dan asam benzoat digerus secara terpisah.
b. Pipa kapiler dimasukkan sampai tinggi 0,5 cm,
kemudian dipasangkan pipa kapiler pada alat penentuan
titik leleh.
c. Suhu saat kristal dalam pipa kapiler mulai meleleh
diamati dan dicatat sampai tepat semuanya meleleh
(=Jarak leleh).
3.3 SKEMA KERJA
3.3.1. Tes Kelarutan

Zat Padat

o Dimasukkan sebanyak 20 mg ke dalam tabung


reaksi
o Ditambahkan 0,5 mL pelarut
o Diaduk dan diamati
o Ditambahkan 5 tetes aquades bila sudah larut
o Diamati
o Dipanaskan bila mengendap
o Didinginkan
o Diamati kristalnya
o Dipanaskan jika tidak larut dalam pelarut dingin
o Dilakukan tes kelarutan terhadap resorsinol,
antrasena, asam benzoat dan asam ftalat.

Titik nol thermometer


terkalibrasi
3.3.2 Rekristalisasi dengan Pelarut Air

Asetanilid Kotor 5 g

o Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 mL


o Ditambahkan 50 mL air panas lalu diaduk.
o Ditambahkan 5-7 mL air panas.
o Dididihkan
o Ditambahkan 0,5-1 g karbon jika larutan berwarna
o Dididihkan 5 menit
o Disaring dalam keadaan panas, disaring dengan
penyaring buchner jika terbentuk kristal
o Dikeringkan dan ditimbang
o Ditentukan titik lelehnya
o Dihitung rendemennya

Kristal
3.3.3 Rekristalisasi dengan Pelarut Organik

Naftalena Kotor

o Ditimbang lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer


100 mL
o Ditambahkan 20 mL etanol 95% sambal diaduk
o Dipanaskan dan dididihkan
o Ditambahkan 0,5 g karbon
o Diaduk dan didihkan 5 menit
o Disaring kemudian didinginkan
o Dibilas dengan 3 mL etanol dingin lalu dikeringkan
o Ditimbang hasilnya
o Ditentukan titik lelehnya

Hasil

 
3.3.4 Penentuan Titik Leleh

Kristal naftalena, resorsinol, asam ftalat, asam benzoat

o Digerus secara terpisah hasil rekristalisasi


o Dimasukkan ke dalam pipa kapiler sampai tinggi
0,5 cm
o Dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh
o Diamati
o Dicatat suhu saat kristal mulai meleleh

Destilat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
4.1.1. Rekristalisasi dengan pelarut air

No. Perlakuan Pengamatan


1. Sebanyak 5 gram asetanilid kotor
ditimbang dan dimasukkan ke dalam Berwarna putih
Erlenmeyer 200 mL.
2. Ditambahkan 50 mL air panas sedikit Belum begitu larut
demi sedikit sambil diaduk.
3. Ditambahkan air panas sebanyak 5-7 Larut dan berwarna keruh
mL, kemudian dididihkan.
4. Ditambahkan karbon sebanyak 0,5 gram Larutan berwarna hitam
5. Dididihkan selama 5 menit Larut dan berwarna hitam
6. Larutan disaring dalam keadaan masih Terbentuk kristal
panas.
7. Dilakukan penyaringan dengan corong Terbentuk kristal murni
Buchner, dicuci dengan sedikit air. asetanilid berwarna coklat
8. Kristal dikeringkan, ditimbang, dihitung Massa kristal = 5,8074
% rendemennya, dan ditentukan titik %Rendemen = 96,148%
lelehnya, Titik Leleh = 114oC
4.1.2. Rekristalisasi dengan pelarut organic

NO Perlakuan Pengamatan
1 Ditimbang naftalen kotor, kemudian Serbuk berwarna putih
dimasukkan ke Erlenmeyer.
2 Ditambahkan 20 mL etanol 95% sambil Larutan menjadi keruh
diaduk.
3 Dipanaskan dan dididihkan dalam Larutan larut
penangas air.
4 Ditambahkan 0,5 gram karbon, diaduk Larutan berwarna hitam
dan didihkan selama 5 menit.
5 Disaring dalam keadaan panas, Terbentuk kristal
kemudian dinginkan.
6 Jika kristal telah terbentuk, dilakukan Terbentuk kristal naftalen
penyaringan dengan corong Buchner, murni berwarna coklat
dibilas dengan 3 mL etanol dingin dan kehitaman.
dikeringkan.
7 Ditimbang hasil, % rendemen, serta Massa kristal = 4,6969 gram
ditentukan titik didihnya. %Rendemen = 73,938%
Titik Leleh = 80oC

4.1.3. Penentuan Titik Leleh


NO Perlakuan Pengamatan
1 Kristal asetinilid dan naftalen digerus
secara terpisah. Titik leleh asetanilid
2 Dimasukkan ke pipa kapiler sampai sebesar 114oC.
tingginya 0,5 cm.
3 Pipa kapiler dipasang pada alat penentuan Titik leleh naftalen
o
titik leleh sebesar 80 C.
4 Saat kristal meleleh semua, suhunya
dicatat
4.2 Data Perhitungan
4.2.1. % Rendemen Asetanilid

= x 100%

,
= x 100%

= 96,148 %

4.2.2. % Rendemen Naftalen

= x 100%

,
= x 100%

= 73,938 %
4.3 Pembahasan
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat
campuran atau pengotornya yangdilakukan dengan cara
mengkristalisasi kembali zat tersebut setelah dilarutkan dengan
pelarut yang sesuai. Prinsip rekristalisasi proses ini mengacu pada
perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan
kelarutan zat pencampurnya. Larutan zat yang diinginkan
dilarutkan dalam suatu pelarut. Kemudian dikristalkan kembali
dengan cara menjenuhkannya. Untuk pelarutnya yang cocok dapat
dipilih pelarut yang titik didihnya rendah untuk Dapat
mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk
kemudian titik didih pelarut hendaknya lebih rendah daripada titik
leleh zat padat yang dilarutkan supaya zat yang akan diuraikan
tidak terdisonasi dan yang paling penting pelarut tidak bereaksi
dengan zat yang akan dilarutkan, untuk lebih umumnya pelarut
harus ekonomis dan mudah didapat. Adapun tujuan dari
rekristalisasi yaitu untuk memurnikan padatan dari larutan tanpa
mengikutsertakan zat-zat pengotor yang terkandung di dalamnya
(Sunarya, 2010).
Rekristalisasi akan berjalan efektif bila pelarutnya
memenuhi persyaratantertentu, pelarut rekristalisasi yang baik
harus:
1. Melarutkan senyawa dalam jumlah sedang pada suhu
hangat, tetapi hanya melarutkan sedikit padasuhu
dingin.
2. Tidak bereaksi dengan zat yang diinginkan.
3. Mudah melarutkan pengotor pada suhu rendah atau
tidak melarutkannya sama sekali.
4. Mudah disingkirkan dari produk murninya atau pelarut
ini harus mudah menguap atau titik didihnya rendah.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
pembentukan kristal antara lain derajat lewat jenuh, viskositas
larutan, jenis dan banyaknya pengotor, pergerakan antara larutan
dan kristal, dan jumlah inti yang ada atau luas permukaan total dan
kristal yang ada (Svehla, 1979). Setiap teknik pastinya memiliki
kekurangan dan kelebihan, begitu pula dengan rekristalisasi.
Kelebihan dari rekristalisasi adalah metode ini dapat memberikan
perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan
dengan pengotornya, tidak meninggalkanzat pengotor pada kristal,
serta mudah dipisahkan dengan kristalnya (Malikah, 2015).
Titik leleh padatan kristal merupakan suhu ketika padatan
tersebut berubah menjadi cairan di bawah tekanan satu atmosfer.
Titik leleh tekanan uap dari fasa padat sama dengan tekanan uap
dari fasa cair atau dinamakan mencair. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa titik leleh adalah suhu fasa padat dan fasa cair dalam
kesetimbangan (Brian, et.al, 1989). Zat murni pada umumnya
memiliki titik didih yang tajam dengan rentang pelelehan dari 0,5 –
1,0°C. Titik leleh dapat digunakan sebagai kriteria dalam
kemurnian indikasi suatu padatan. Adanya zat pengotor dalam
padatan yang meleleh akan mengakibatkan penurunan suhu dimana
proses pelelehan terjadi (Wilcox & Wilcox Jr, 1995).
Percobaan yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah
rekristalisasi dengan pelarut air. Percobaan ini diawali dengan
ditimbang sebanyak 5 gram asetanilidia dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer, kemudian ditambah 50 mL air panas sedikit demi
sedikit, menghasilkan larutan berwarna keruh dan asetanilid tidak
larut. Hal ini dikarenakan air yang digunakan tidak memiliki panas
yang sempurna. Selain itu asetanilida tidak larut dalam suhu
kamar, tetapi larut dalam air dengan bantuan klorida anhidrat
(Arsyad, 2001). Fungsi penambahan air digunakan dengan
asetanilida karena air tidak akan mengubah struktur kimia
asetanilida dan kristal yang terbentuk merupakan asetanilida murni
(Bernasconi, 1993). Larutan kemudian di tambahkan 0.5 gram
karbon yang memiliki fungsi untuk mempercepat reaksi dan
menyebabkan tumbukan molekul lebih banyak dan cepat. selain itu
karbon mudah menyerap pengotor dalam larutan karena karbon
memiliki pori-pori yang besar sehingga kemampuan adsorbnya
baik (Bernasconi, 1995). Larutan yang dihasilkan berwarna hitam.
Kemudian larutan disaring dengan kertas saring dalam keadaan
panas. Hal ini bertujuan agar larutan tidak mengkristal pada kertas
saring terdapat filtrat berupa kristal-kristal kecil tak berwarna.
Setelah itu, dilakukan penyaringan dengan corong buchner. Prinsip
corong Buchner adalah menyedot udara diruang labu sehingga
proses keluarnya air lebih cepat dan terbentuknya kristal semakin
sempurna. Proses ini terbentuknya kristal. Cairan yang akan
dipisahkan disaring ke dalam corong buchner dan dihisap ke dalam
bejana hisap dengan pompa vakum (Khopkar, 1990). Setelah itu
kristal dikeringkan dan ditimbang, menghasilkan massa kristal.
Kemudian ditentukan titik lelehnya. Dihitung perbedaam asetanilid
kotor dan dihitung rendemennya.
Kristal yang dihasilkan berbentuk seperti jarum dan
mempunyai kristal yang lebih besar dan kasar daripada kristal
naftalen. Kristal tersebut ditimbang beratnya dan diperoleh 5.8074
gram. Kemudian dihitung rendemen dalam larutan dan diperoleh
96.148%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil rekristalisasi dari
asetanilida kemurniannya mendekati sempurna. Berikut adalah
gambar dari hasil kristal asetanilid yang terbentuk dalam percobaan
ini.

Gambar 4.3.1. Hasil kristal murni asetanilid


Percobaan yang kedua dilakukan dengan memasukkan 5
gram naftalen kotor ke dalam erlenmeyer. Naftalen (C10H8) adalah
molekul planar dengan dua cincin benena yang bergabung (Hart,
2003). Naftalen memiliki kemiripan sifat dengan yang
memungkinkan menjadi aditif bensin untuk meningkatkan angkat
oktan. Naftalen berfungsi sebagai kamper, surfaktan dan sebagai
reaksi intermediat dari berbagai reaksi kimia. Kemudian
ditambahkan 20 mL etanol 95% dan diaduk, naftalen larut dan
larutan menjadi keruh. Etanol 95% merupakan alkohol absolut
dimana hanya mengandung 1% air dalam kandungan senyawanya.
Penambahan etanol 95% ke dalam larutan berfungsi sebagai
pelarut dalam reaksi. Etanol ini akan menyumbangkan proton pada
ion alkoksida yang terbentuk untuk menghasilkan ion hidroksida
yang diperlukan pada reaksi tahap awal (pembentukan karbanion)
(Furnish, 1989). Larutan kemudian dipanaskan dan dididihkan
dengan penangas air, menyebabkan semua naftalen larut dalam
etanol. Kemudian larutan ditambah 0,5 gram karbon menghasilkan
larutan berwarna hitam dan karbon larut. Tujuan penambahan
karbon aktif adalah mengadsorbsi pengotor yang ada pada zat.
Namun biasanya karbon aktif ditambahkan apabila zat sebelum
dimurnikan berwarna tidak sesuai dengan yang seharusnya.
Larutan tersebut kemudian disaring dalam keadaan panas dan agar
tidak mengurangi laju penyaringan dan tidak menyumbat pori-pori
kertasa saring yang digunakan (Vogel, 1990). Kemudian kristal
ditimbang dan dihitung nilai rendemennya.

Gambar 4.3.2. Hasil kristal murni naftalen


Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring dengan kertas
saring, kristal diletakkan diatas kertas saring lalu dilakukan
penyaringan agar air benar-benar hilang. Tujuannya yaitu agar
mendapatkan hasil dan mengeringkan kristalnya. Kristal yang
diperoleh berbentuk seperti butiran halus dan lebih kecil dari
kristal asetanilid. Kristal ditimbang dan di peroleh beratnya 4,6969
gram, serta rendemennya diperoleh sebesar 73,938%. Percobaan
terakhir yaitu penentuan titik leleh yang dilakukan dengan
menggunakan kristal hasil rekristalisasi. Tujuan dari penentuan
titik leleh adalah untuk menentukan kemurnian suatu kristal dilihat
dari jarak lelehnya. Jarak leleh yaitu jarak suhu saat kristal murni
mulai meleleh sampai tepat meleleh semua. Titik leleh dipengaruhi
oleh zat-zat pencemar yang menyebabkan kemurnian tercampur
oleh pengotor mampu memperlebar jarak lelehnya dan
menyebabkan suhu awal terjadinya pelelehan lebih rendah atau
lebih tinggi dari seharusnya (Bernasconi, 1995).
Berdasarkan percobaan menggunakan alat pengukur
dengan cara memasukkan kristal ke dalam pipa kapiler sampai 0,5
cm kemudian dipasang pada alat penentuan titik leleh (melting
point), diperoleh titik leleh kristal naftalen diperoleh titik leleh
82°C . Kedua hasil tersebut tidak sesuai dengan referensi,
seharusnya titik leleh naftalen yaitu 80,26oC (Manjang, 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadmantiq. 2016. Naftalen Sebagai Bahan Baku Kamper di
https://bisakimia.com/2016/12/05/naftalen-sebagai-bahan-baku-kamper/
(diakses pada 27 September 2021)
Arsyad, M. N. (2001). Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta:
Gramedia.

Bernasconi, G. (1993). Teknologi Kimia Jilid 2. Jakarta: PT Pradya Paramita.

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep – Konsep Inti. Erlangga.


Hari, Bayu Sapta. 2019. Mengenal Sifat Kimia dan Fisika Zat. Duta.
Hart, H. (2003). Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga.

Khopkar. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Kristanti, Alfinda Novi, dkk. 2019. Fitokimia. Surabaya: Airlangga University


Press.
Malikah. (2015). Pemurnian Garam Dapur (NaCl) Dengan Metode Rekristalisasi.

Manjang, Y. (1993). Diktat Kimia Organik II. Padang: Unand.

Othmer, D. F., & Kirk, K. E. (1992). Encyclopedia of Chemical Tecnology, 3


edition. The interscience Encyclopedia, Vol. 16.
Umam, Faikul. 2019. “Pemurnian Garam dengan Metode Rekristalisasi di Desa
Bunder Pamekasan untuk Mencapai SNI Garam Dapur” dalam Jurnal
Ilmiah Pangabdhi Vol. 5. Program Studi Mekatronika, Fakultas Teknik,
Universitas Trunojoyo Madura.
Sunarya, Y. (2010). Kimia Dasar I. Bandung: Yrama Widya.
Sunarya, Y. (2012). Kimia Dasar II. Bandung: Yrama Widya.
Wilcox, M., & Wilcox Jr, C. (1995). Experimental Organic Chemistry : A Small
Scale Approach 2md Edition. New Jersey: Prentuce Hall.
LAMPIRAN

Jawaban Pertanyaan

1. Tuliskan hal-hal yang harus dilakukan dalam rekristalisasi?

a. Padatan yang telah dilarutkan dipanaskan.


b. Larutan disaring dalam keadaan panas.
c. Filtratnya didinginkan.
d. Filtrat disaring dengan corong buchner

2. Syarat-syarat pelarut yang dapat digunakan untuk rekristalisasi?

a. Tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan.


b. Tidak melarutkan zat yang akan dimurnikan saat dingin melainkan
saat panas.
c. Tidak melarutkan zat pengotor.
d. Titik didih rendah dan lebih rendah dari titik lebur zat yang akan
dimurnikan.
e. Mudah dipisahkan dari kristal dengan cara penguapan.

Anda mungkin juga menyukai