Anda di halaman 1dari 21

Accelerat ing t he world's research.

Laporan Praktikum Kimia Organik I -


Rekristalisasi dan Titik Didih
Gibran Syaillendra Wiscnu Murti
Rekristalisasi dan Titik Didih

Cite this paper Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

KIMIA ORGANIK
Gilang Kurniawan

LAPORAN PRAKT IKUM KIMIA ORGANIK rekrist aisasi dan t it ik eeh20191202 112681 4ronyz
Soni Afriansyah

LAPORAN PRAKT IKUM KIMIA ORGANIK I


Ajeng Sit i Rahayu
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK 1

REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

ACARA 2

DISUSUN OLEH:

NAMA : GIBRAN SYAILLENDRA WISCNU MURTI

NIM : K1A021068

KELAS :B

HARI/TANGGAL : JUMAT, 25 MARET 2022

ASISTEN : ALFIYAH TURROHMAH

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PURWOKERTO

2022
REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

I. TUJUAN
1. Melakukan rekristalisai;
2. Memilih pelarut yang seusai;
3. Memisahkan dan memurnikan campuran dengan cara rekristalisasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dimana
zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan
kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu dikala
suhu diperbesar. Konsentrasi total impurity biasanya lebih kecil dari
konsentrasi zat yang dimurnikan bila dingin. Maka konsentrasi impurity yang
rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi
akan mengendap (Arsyad,2001). Adapun syarat agar suatu pelarut dapat
digunakan untuk rekristalisasi adalah yang memberikan perbedaan daya larut
yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak
meninggalkan zat pengotor pada kristal dan mudah dipisahkan dari kristalnya.
Prinsip dasar rekristalisasi adalah perbedaan ke larutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan zat penyampurannya (Rositawati,2013).
Kristal dapat dipisahkan dari larutannya yang telah jenuh dengan cara
penyaringan. Penyaringan umumnya dilakukan dibawah tekanan
menggunakan corong Buchner. Pemisahan zat murni dengan pengotornya
dapat dibantu dengan proses menambahkan norit ke dalam larutan agar terjadi
proses adsorpsi. Adsorpsi adalah proses penggumpalan zat terlarut dalam
larutan, oleh permukaan bahan penyerap. Zat yang terlibat dalam proses
adsorpsi diantaranya disebut adsorbat yaitu zat yang terserap pada permukaan
zat lain yang dan adsorben yaitu zat yang permukaannya dapat menyerap zat
lain. Zat pengotornya dapat teradsorpsi dan zat murni tetap dalam larutan
(Brady, 1998).
Titik leleh didefinisikan sebagai temperature dimana zat padat berubah
menjadi cairan pada tekanan satu atmosfer. Titik leleh suatu zat padat tidak
mengalami perubahan yang berarti dengan adanya perubahan tekanan. Oleh
karena itu, tekanan biasanya tidak dilaporkan pada penentuan titik leleh,
kecuali jika perbedaan dengan tekanan normal terlalu besar. Pada umumnya
titik leleh senyawa ornaik mudah diamati karena pelelehan mulai terjadi
hampir sama dengan temperature dimana zat telah meleleh semuanya. Jika
zat padat yang diamati tidak murni, maka akan terjadi penyimpangan dari titik
leleh senyawa murninya (Petrucci, 1987).
Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi
adalah pelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan
zat padat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah
memperolehnya kembali. Kriteria pelarut yang baik yaitu tidak bereaksi
dengan zat padat yang akan direkristalisasi. Kedua yaitu zat padatnya harus
mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam pelarut,
pada suhu kamar atau suhu kristalisasi. Ketiga yaitu zat padatnya mempunyai
kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih pelarutnya. Keempat yaitu
titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi. Cara rekristalisasi yang dilakukan ditentukan oleh jenis
pengotor yang akan dibuang atau di pisahkan (Harizon, 2003).
Titik leleh suatu zat padat adalah suatu temperatur dimana terjadinya
keadaan setimbang antara fasa padat dan fasa cair pada tekanan 1 atm. Prinsip
suatu zat bisa meleleh karena ikatan antarmolekul yang terputus. Putusnya
ikatan antarmolekul memerlukan suhu yang berbeda-beda tergantung pada
kekuatan ikatannya. Apabila suatu senyawa memiliki ikatan antarmolekulnya
kuat maka suhu yang diperlukan untuk memutuskan ikatan antarmolekulnya
tinggi. Adanya zat pengotor akan menyebabkan mudahnya pemutusan pada
ikatan antarmolekul (Adiyana,2012).
III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi,
kertas saring, corong, corong buchner, Erlenmeyer 125/250 mL, labu
isap 250 mL, dan alat penentuan titik leleh.
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah
asetanilida, naftalen, etanol 95%, dan karbon/arang.
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Tes Kelarutan
1. Sebanyak 20 mg zat padat dimasukkan ke dalam tabung reaksi;
2. Ditambahkan 0,5 mL pelarut (methanol, aseton atau asam
asetat dingin), diaduk dengan pengaduk gelas dan diamati
apakah zat melarut segera;
3. Ditambahkan 5 tetes aquades apabila larut, diamati yang
terjadi;
4. Bila mengendap dipanaskan, lalu didinginkan dan diamati
kristalnya;
5. Jika tidak larut dalam pelarut dingin dilakukan pemanasan;
6. Dilakukan tes kelarutan terhadap resorsinol, antrasena, asam
benzoate dan asam flafat;
3.2.2 Rekristalisasi dengan Pelarut Air
1. Ditimbang 5 g asetanilid kotor dan masukkan ke dalam
Erlenmeyer 200 mL;
2. Ditambahkan 50 mL air panas sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai larut semua;
3. Ditambahkan 5-7 mL air panas, lalu dididihkan;
4. Ditambahkan 0,5-1 g karbon apabila larutan berwarna, lalu
dididihkan selama 5 menit;
5. Saring dalam keadaan panas, jika sudah terbentuk kristal
dengan sempurna dilakukan penyaringan dengan corong
buchner, dicuci dengan sedikit air;
6. Dikeringkan kemudian ditimbang kristal yang terbentuk;
7. Ditentukan titik lelehnya, jika jarak leleh masih lebar diulangi
rekristalisasi;
8. Dihitung perolehan kembali asetanilida kotor dan dihitung
rendemennya;
3.2.3 Rekristalisasi dengan Pelarut Organik
1. Ditimbang naftalena kotor, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
100 mL;
2. Ditambahkan perlahan 20 mL etanol 95% sambal diaduk;
3. Dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air;
4. Ditambahkan 0,5 g karbon, diaduk dan dididihkan 5 menit;
5. Disaring dalam keadaan panas, kemudian didinginkan;
6. Jika semua kristal telah terbentuk dilakukan penyaringan
dengan corong buchner, dibilas dengan 3 mL etanol dingin,
dikeringkan;
7. Ditimbang hasil dan ditentukan titik lelehnya;
3.2.4 Penentuan Titik Leleh
1. Digerus secara terpisah kristal hasil rekristalisasi (naftalena),
resorsinol, asam flafat, dan asam benzoat;
2. Dimasukkan ke dalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm,
kemudian dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh;
3. Diperhatikan dan dicatat suhu saat kristal dalam pipa kapiler
mulai meleleh sampai tepat semuanya meleleh (=jarak leleh).
3.3 Skema Kerja
3.3.1 Tes Kelarutan

Zat Padat

- dimasukkan sebanyak 20 mg ke dalam tabung reaksi


- ditambahkan 0,5 mL pelarut dan diaduk
- ditambahkan 5 tetes aquades apabila larut
- dipanaskan dan didinginkan jika mengendap
- dipanaskan jika tidak larut
- dilakukan tes kelarutan terhadap resorsinol, antrasena,
asam benzoat, dan asam flafat

Hasil Kelarutan

3.3.2 Rekristalisasi dengan Pelarut Air

Asetanilid kotor

- ditimbang lalu dimasukkan 5 g ke dalam Erlenmeyer


200 mL
- ditambahkan 50 mL air panas dan diaduk
- ditambahkan 5-7 mL air panas lalu dididihkan
- ditambahkan 0,5-1 g karbon apabila larutan
berwarna, lalu dididihkan selama 5 menit
- disaring saat panas, disaring apabila terbentuk kristal
- dikeringkan kemudian ditimbang
- ditentukan titik lelehnya
- dihitung perolehan kembali asetanilida kotor dan
dihitung rendemennya

Perhitungan
3.3.3 Rekristalisasi dengan Pelarut Organik

Naftalena Kotor

- ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100


mL
- ditambahkan perlahan 20 mL etanol 95% sambal
diaduk
- dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air
- ditambahkan 0,5 g karbon, diaduk dan dididihkan 5
menit
- disaring saat panas dan dikeringkan
- dilakukan penyaringan dengan corong buchner
- ditimbang hasilnya dan ditentukan titik lelehnya

Berat dan titik leleh

3.3.4 Penentuan Titik Leleh

Hasil Rekristalisasi

- digerus secara terpisah hasil kristal rekristalisasi


(naftalena), resorsinol, asam flafat, dan asam benzoat
- dimasukkan ke dalam pipa kapiler 0,5 cm
- diperhatikan dan dicatat suhu kristal saat dalam pipa
kapiler

Suhu Kristal
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


4.1.1 Rekristalisasi Dengan Air
No. Perlakuan Pengamatan
Sebanyak 5 gram asetanilid kotor
Padatan asetanilid kotor
1. dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
berwarna krem
200 mL
Air panas sebanyak 50 mL
2. ditambahkan sedikit-sedikit, lalu Asetanilid larut
diaduk
Air panas sebanyak 5-7 mL
3. Larut dan berwarna keruh
ditambahkan, lalu dididihkan
Karbon sebanyak 0,5 gram sampai
4. 1 gram ditambahkan dan Larut dan berwarna hitam
dididihkan selama 5 menit
5. Saring dalam keadaan panas Terbentuk kristal murni
Kristal dikeringkan dan Massa awal: 5 gram
6. ditimbang, kemudian titik leleh Massa kristal: 5,8074
serta rendemennya dihitung gram
4.1.2 Rekristalisasi Dengan Pelarut Organik
No. Perlakuan Pengamatan
Sebanyak 5 gram naftalen kotor
Padatan naftalen kotor
1. dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
berwarna putih
100 mL
Etanol sebanyak 20 mL
2. ditambahkan sedikit-sedikit, lalu Larutan berwarna keruh
diaduk hingga larut
Larutan dipanaskan dengan
3. Larutan mendidih dan larut
penangas air
Sebanyak 0,5 gram sampai 1 gram
4. karbon ditambahkan, lalu diaduk Larutan berwarna hitam
dan dididihkan selama 5 menit
Larutan disaring dalam keadaan
5. Terbentuk kristal murni
panas, lalu didinginkan
Larutan disaring menggunakan
corong buchner dan dibilas dengan
6. Kristal berwarna hitam
menggunakan 3 mL etanol dingin
lalu dikeringkan
Hasil ditimbang dan ditentukan Massa awal: 5 g
7.
titik leleh serta rendemennya Massa kristal: 4,6969 g
4.1.3 Penentuan Titik Leleh
No. Perlakuan Pengamatan
Digerus secara terpisah kristal
1. hasil rekristalisasi (naftalena &
asetanilid)
Dimasukkan ke dalam pipa kapiler
sampai tinggi 0,5 cm, kemudian
2.
pasang pipa kapiler pada alat
penentuan titik leleh
Diperhatikan dan dicatat suhu saat
Titik leleh asetanilid =
kristal dalam pipa kapiler mulai
3. 114°C
meleleh sampai tepat semuanya
Titik leleh naftalen = 80°C
meleleh (= jarak leleh)

4.2 Data Perhitungan


4.2.1 % Rendemen Asetanilid
x−massa kertas
% Rendemen Asetanilid = x 100%
massa awal
5,8074−1
= x 100%
5
= 96,148%
4.2.2 % Rendemen Naftalen
x−massa kertas
% Rendemen Naftalen = x 100%
massa awal
4,6969−1
= x 100%
5
= 73,938%
4.3 Pembahasan
Cara atau teknik pemisahan campuran bergantung pada jenis,
wujud, dan sifat komponen yang terkandung di dalamnya. Campuran
dapat dipisahkan dengan berbagai cara. Pemisahan zat dari campuran
dapat dilakukan, di antaranya dengan penyaringan (filtrasi),
pengkristalan (kristalisasi), penyulingan (destilasi), kromatografi,
penyubliman (sublimasi), dan ekstraksi (Sari, 2018).
Rekristalisasi adalah Teknik pemurnian suatu zat padat dari
campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut
(solven) yang sesuai. (Agustina et.al, 2013). Kristalisasi dikatagorikan
sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Pada umumnya
tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk pemisahan dan pemurnian.
Adapun sasaran dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk
kristal yang mempunyai kualitas seperti yang diinginkan. Kualitas
kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga parameter berikut yaitu:
distribusi ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD), kemurnian
kristal (crystal purity) dan bentuk kristal (crystal habit/shape).
Teknik pemisahan dengan rekristalisasi berdasarkan perbedaan
titik beku komponen. Perbedaan itu harus cukup besar, dan sebaiknya
komponen yang akan dipisahkan berwujud padat dan yang lainnya cair
pada suhu kamar. Pengkristalan kembali (rekristalisasi) melibatkan
pemurnian suatu zat padat dengan jalan melarutkan zat padat tersebut,
mengurangi volume larutannya dengan pemanasan, dan kemudian
mendinginkan larutan. Dengan memanaskan larutan, pelarut akan
menguap hingga larutan mencapai titik lewat jenuh. Saat larutan
mendingin, kelarutan akan berkurang secara cepat dan senyawa mulai
mengendap (Sari, 2018).
Agar rekristalisai berjalan baik, kotoran setidak-tidaknya harus
larut dalam pelarut untuk rekristalisasi atau mempunyai kelarutan lebih
besar daripada senyawa yang diinginkan. Jika hal ini tidak terpenuhi,
kotoran akan ikut mengkristal bersama senyawa yang diinginkan (Sari,
2018).
Asetanilida atau yang dikenal dengan nama lain N-
phenilacetamida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis
yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen
pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk
butiran berwarna putih (kristal) tidak larut dalam minyak parafin dan
larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida mempunyai
rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,2 kg/kg mol.
Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi asetanilida adalah
anilin dan asam asetat (Choiron, 2016).

Gambar 4.3.1 Struktur asetanilida

Naftalen merupakan hidrokarbon aromatis polisiklik (HAP) yang


terdiri atas dua cincin benzen. Dalam kadar tertentu, naftalen
menghambat respirasi pada mitokondria sehingga mengakibatkan
terhambatnya konsumsi oksigen pada beberapa organisme. Karena
merupakan derivat dari cincin bensen, maka senyawa HAP mempunyai
energi resonansi yang tinggi. Hal ini mengakibatkannya pada kondisi
alami bersifat stabil dan persisten. Sumber utama HAP adalah minyak
bumi, batu bara, dan industri pengawetan kayu. Di alam, naftalen
terdapat dalam bentuk campuran dengan senyawa HAP lainnya
(Wijayaratih, 2001).
Gambar 4.3.2 Struktur Naftalen

Pada percobaan ini pertama-tama dilakukan rekristalisasi dengan


pelarut air. Ditimbang 5 gram asetanilid kotor dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 200 mL, kemudian ditambahkan 50 mL air panas
sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanaskan agar mempercepat
proses pelarutan. Setelah larut, larutan panas ditambahkan karbon
seujung spatula, lalu didihkan kembali. Penambahan karbon pada
larutan yang berwarna ini ditujukan agar zat pengotor dapat terserap,
penggunaan karbon ini dipilih karena karbon aktif yang digunakan
sebagai adsorben tidak terdekomposisi atau tidak bereaksi saat
digunakan, nantinya larutan akan berubah menjadi warna hitam (Utari,
2015). Setelah itu larutan yang masih panas disaring menggunakan
corong buchner dan dikeringkan serta ditimbang kristalnya. Disaring
selagi panas agar kristal tidak mengendap. Diperoleh massa awal
kristalnya sebesar 5 gram dan setelah rekristalisasi menjadi 5,8074
gram dengan jumlah rendemen asetanilid sebesar 96,148%.
Gambar 4.3.3 Hasil akhir rekristalisasi dengan pelarut air

Selanjutnya adalah percobaan rekristalisasi dengan pelarut


organik. Pertama-tama ditimbang 5 gram naftalen kotor dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 100 mL, kemudian sebanyak 20 mL ditambahkan
sedikit-sedikit lalu diaduk hingga larut. Kemudian larutan dipanaskan
dengan penangas air. Ditambahkan karbon seujung spatula lalu diaduk
dan dididihkan kembali. Setelahnya disaring larutan dalam keadaan
panas kemudian didinginkan. Kristal yang terbentuk di timbang dan
didapatkan massa awal sebesar 5 gram dan massa setelah rekristalisasi
4,6969 gram dengan kadar rendemen naftalen 73,938%.

Gambar 4.3.4 Hasil akhir rekristalisasi dengan pelarut organik


Gambar 4.3.5 Kristal yang didapat

Percobaan terakhir yaitu penentuan titik leleh kristal. Caranya


adalah dengan menggerus secara terpisah kristal hasil rekristalisasi
kemudian dimasukkan ke dalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm.
Selanjutnya pasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh dan
diperhatikan serta dicatat suhu saat kristal dalam pipa kapiler muali
melelh sampai tepat semuanya meleleh. Dari percobaan didapat titik
leleh asetanilid 114°C dan naftalen 80°C. Apabila dibandingkan dengan
referensi hasil percobaan sudah sesuai, karena titik leleh asetanilid
adalah pada 113,7°C dan naftalen 80,2°C (Kirk & Othmer, 1981).

Gambar 4.3.6 Penentuan titik leleh

Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik yang penting untuk
karakterisasi suatu senyawa. Titik leleh (melting point, mp) dari suatu
senyawa adalah temperatur yang merujuk tepat pada saat proses
transformasi senyawa tersebut antara fasa padat dan fasa cair (Tahir
dkk., 2002). Faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya suatu zat
untuk meleleh adalah ukuran kristal, banyaknya sampel, dan
pengemasan dalam kapiler (Hartesa,2012).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal
adalah derajat lewat jenuh, jumlah inti yang ada/ luas permukaan total
dari kristal yang ada, viskositas larutan, jenis dan banyaknya pengotor,
dan pergerakan antara larutan dan kristal (Hadiat,2004).
Pelarut yang digunakan dalam proses kristalisasi sebaiknya
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki gradient temperatur yang besar dalam sifat kelarutannya.
2. Titik didih pelarut harus dibawah titik lebur senyawa yang akan
dikristalkan.
3. Titik didih pelarut yang rendah akan sangat menguntungkan saat
pengeringan.
4. Bersifat inert terhadap senyawa yang akan dikristalkan atau
direkristalisasi (Nurbayti, 2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah
temperatur, pemilihan pelarut, efek ion sekutu, efek aktivitas, pH,
hidrolisis, dan pembentukan kompleks (Ismarwanto,1990).
V. KESIMPULAN
1. Rekristalisasi adalah salah satu pemurnian zat padat dimana zat tersebut
dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali.
2. Syarat pelarut adalah sebagai berikut:
- memiliki gradient temperatur yang besar.
- memiliki titik didih pelarut harus dibawah titik lebur senyawa yang
dikristalkan.
- titik didih pelarut rendah.
- bersifat inert terhadap senyawa yang akan direkristalisasi.
3. Hasil kristal murni dari naftalen adalah 4,6969 gram dengan rendemen
sebesar 73,938% dan kristal murni asetanilida yaitu 5,8074 gram dengan
rendemen sebesar 96,148%.
DAFTAR PUSTAKA

Adiyana. (2012). Kristalisasi dan Rekristalisasi. Universitas Udayana: Bali.

Agustina, L.R. (2013). Rekristalisasi Garam Rakyat Dari daerah Demak Untuk
Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(4).

Arsyad. (2001). Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.

Brady, James.E. (1998). Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.

Choiron, A. A. (2016). Prarancangan Pabrik Asetanilida Dari Anilin dan Asam


Asetat Kapasitas 20.000 Ton Per Tahun. Publikasi Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.

Hadiat. (2004). Kamus Sains. Jakarta: Balai Pustaka.

Hartesa. (2012). Penuntun Praktikum Kimia Organik. Bali: Universitas Udayana.

Horizon. (2003). Analisa kuaitatif. Jakarta: Erlangga.

Ismarwanto. (1990). Diktat Kuliah Analisa Bagan 1. Surabaya: FTI ITS.

Kirk, R. E., and Othmer, D. F. (1981). Encyclopedia of Chemical Engineering


Technology. New York: John Willey and Sons Inc.

Nurbayti. (2006). Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jakarta: UIN Syarif


Hidayatullah.

Petrucci, R. H. (1987). Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Rositawati. (2013). Rekristalisasi Garam Rayak. Jurnal Teknik Kimia, 2(4).

Sari, Y. N. (2018). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Project Based


Learning (PjBL) Disertai Lembar Kerja Siswa Terhadap Kemampuan
Kognitif Siswa Pada Materi Teknik Pemisahan Campuran. Skripsi. Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, UIN Suska Riau, Pekanbaru.
Tahir, Iqmal., Wijaya, Karna., Yahya, M. U., Yapin, M. (2002). Quantitative
Relationships Between Molecular Structure and Melting Point Of Several
Organic Compounds. Indonesian Journal of Chemistry. 2(2): 83-90.

Utari, W. W. (2015). Efektifitas Karbon Aktif dalam Menurunkan Kadar Bilangan


Peroksida dan Penjernihan Warna pada Minyak Goreng Bekas. Jurnal USU.

Wijayaratih, Yanisworo. (2001). Perombakan Senyawa Hidrokarbon Aromatis


Polisiklik (Naftalehi) Pada Kadar Tinggi Oleh Pseudomonas NY-I. Jurnal
Manusia dan Lingkungan. 8(3): 130-141.
LAMPIRAN

JAWABAN SOAL

1. Tuliskan hal-hal yang harus dilakukan dalam rekristalisasi ?


- Menentukan pelarut yang sesuai untuk melarutkan kristal kotor yang akan
dimurnikan
- Apabila larutan keruh, digunakan karbon agar zat pengotor terserap oleh
karbon.
2. Syarat-syarat pelarut yang dapat digunakan untuk rekristalisasi ?
a. Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi.
b. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relative
tidak larut dalam pelarut pada suhu kamar atau suhu kristalisasi.
c. Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu
didih pelarutnya.
d. Pelarut harus melarutkan secara mudah zat-zat pengotor dan mudah
menguap sehingga dapat dipisahkan secara mudah dari materi yang
dimurnikan.
e. Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi.

Anda mungkin juga menyukai