KIMIA ORGANIK I
OLEH :
I. TUJUAN
1.1.Melakukan rekristalisai.
1.2.Memilih pelarut yang sesuai.
1.3.Memisahkan dan memurnikan campuran dengan cara rekristalisasi.
Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi
lewat jenuh (supersaturated). Kondisi tersebut terjadinya karena pelarut sudah tidak
mampu melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi
kapasitas pelarut. Sehingga kita dapat memaksa agar kristal dapat terbentuk dengan
cara mengurangi jumlah pelarutnya, sehingga kondisi lewat jenuh dapat dicapai.
Proses pengurangan pelarut dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, penguapan,
pendinginan, penambahan senyawa lain dan reaksi kimia. Kristalisasi Merupakan
suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dilanjutkan dengan
pengendapan. Kristalisasi senyawa organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut
kristalisasi merupakan pelarut dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan
dan tergantung dalam struktur kristal – kristal zat terlarut tersebut (Oxtoby, 2001).
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan
atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah
proses lanjut dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi)
memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu
kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan
supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah
kristal murni (Fessenden, 1983).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang
digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam
suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan
zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti
biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka
konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang
berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Proses sublimasi sangat mirip dengan proses distilasi. Istilah distilasi
digunakan untuk perubahan dari cairan menjadi uap setelah mengalami
pendinginan berubah menjadi cairan atau padatan. Sedangkan sublimasi adalah
proses dari perubahan bentuk padatan langsung menjadi uap tanpa melalui bentuk
cair dan setelah mengalami pendinginan langsung terkondensasi menjadi padatan
kembali (Sunardi, 2004). Naftalen (zat yang dibuat untuk membuat kamper)
mempunyai tekanan uap yang cukup tinggi untuk suatu padatan,jadi uapaya yang
cepat menyebar dalam ruangan tertutup secara umum, karena molekul-molekul
terikat kuat dalam padatan, tekanan uap dalam padatan jauh lebih kecil daripada
tekanan uap cairannya (Chang, 2004).
Titik leleh suatu zat adalah temperature pada fase padat dan cair ada dalam
kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan menambahkan
atau menarik energy panas, sistemakan berubah bentuk lebih banyak zat cair atau
lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama fase
itu masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan dan proses
kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama
dengan titik beku suatu cairan (Chang, 2004).
III. METODOLOGI PERCOBAAN
Alat yang digunakan pada percobaan rekristalisasi dan titik leleh yaitu
tabung reaksi, kertas saring, corong, corong buschner, erlenmeyer 125/200 mL,
labu isap 250 mL, dan alat penentuan titik leleh. Bahan yang digunakan pada
percobaan rekristalisasi dan titik leleh yaitu asetanilida, naftalen, etanol 95%, dan
karbon/arang.
3.2.Cara Kerja
3.2.1.Tes Kelarutan
3.3.Skema Kerja
3.3.1.Tes Kelarutan
Zat padat + Pelarut
Hasil Pengamatan
3.3.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Air
Asetanilid kotor
Hasil Pengamatan
Naftalen kotor
Hasil Pengamatan
3.3.4.Penentuan Titik Leleh
Kristal Hasil
Rekristalisasi
Hasil Pengamatan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Data Pengamatan
Perlakuan Pengamatan
Perlakuan Pengamatan
Perlakuan Pengamatan
2,890
= 𝑥 100%
5,012
= 57,66%
1,406
= 𝑥 100%
5,007
= 28,08%
4.3.Pembahasan
Hasil dari percobaan ini yaitu ketika asetanilida ditambahkan dengan air panas
larutan menjadi larut, kemudian ketika dididihkan dan ditambahkan karbon
larutannya menjadi warna hitam, ketika larutan disaring dalam keadaan panas
campuran berwarna hitam pekat dan terdapat residu, dan warna kristal yang
dihasilkan asetanilida yaitu kecoklatan. Serta diperoleh massa kristal asetanilida
sebelum rekristalisasi yaitu 5,012 mg, massa kristal asetanilida setelah
rekristalisasi yaitu 2,890 mg, dan titik leleh kristal asetanilida yaitu 103,5oC.
Berdasarkan perhitungan rendemen asetanilida yaitu diperoleh sebesar 57,66%.
Hasil percobaan ini tidak sesuai dengan referensi (Dzikrullah & Nindita, 2016)
yang menyatakan bahwa nilai rendemen asetanilida yaitu 22%.
Hasil dari percobaan ini yaitu ketika naftalen ditambahkan dengan etanol 95%
larutan berwarna putih keruh, kemudian ketika larutan dididihkan dan
ditambahkan karbon larutan menjadi warna hitam, setelah itu dalam keadaan
panas dan didinginkan campurannya berwarna hitam pekat dan terdapat residu,
dan warna kristal naftalen yaitu hitam kecoklatan. Serta diperoleh massa kristal
naftalen sebelum rekristalisasi yaitu 5,007 mg, massa kristal naftalen setelah
rekristalisasi yaitu 1,406 mg, dan titik leleh kristal naftalen yaitu 80oC.
Berdasarkan perhitungan rendemen naftalen yaitu diperoleh sebesar 28,08%.
Hasil dari percobaan ini tidak sesuai dengan referensi, seharusnya nilai
rendemen seyawa naftalen yaitu 93,5%.
Hasil dari percobaan ini yaitu suhu awal asetanilida meleleh 102oC, suhu akhir
asetanilida meleleh 105oC, suhu awal naftalen meleleh 79oC, dan suhu akhir
naftalen meleleh 81oC. Sehingga titik leleh yang diperoleh untuk kristal
asetanilida yaitu 103,5oC dan titik leleh yang diperoleh untuk kristal naftalen
yaitu 80oC. Titik leleh asetanilida yang diperoleh dari hasil pecoban tidak sesuai
dengan referensi (Lide, 2009) yang menyatakan bahwa titik lebur dari
acetanilide yaitu antara 113 – 115oC dan untuk titik leleh naftalen yang diperoleh
dari hasil percobaan sesuai dengan referensi (Lide, 2009) yang menyatakan
bahwa titik lebur senyawa naftalen yaitu antara 78,2 – 80,26oC.
V. KESIMPULAN
5.1.Kesimpulan
Arsyad, M. N. (2001). Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.
Lide, D. R. (2009). Buku Pegangan CRC Kimia dan Fisika. Florida: CRC Press.
Sunardi. (2004). Diktat Kuliah Cara Pemisahan. Depok: Kimia FMIPA UI.
Jawaban Pertanyaan: