Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK I

REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

OLEH :

NAMA : MUHAMAD ILYAS ZAINUL FURQON


NIM : K1A020033
KELAS :A
HARI, TANGGAL : RABU, 08 SEPTEMBER 2021
ASISTEN : SARASWATI PRASETYA ASTUTI

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

I. TUJUAN
1.1.Melakukan rekristalisai.
1.2.Memilih pelarut yang sesuai.
1.3.Memisahkan dan memurnikan campuran dengan cara rekristalisasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi
lewat jenuh (supersaturated). Kondisi tersebut terjadinya karena pelarut sudah tidak
mampu melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi
kapasitas pelarut. Sehingga kita dapat memaksa agar kristal dapat terbentuk dengan
cara mengurangi jumlah pelarutnya, sehingga kondisi lewat jenuh dapat dicapai.
Proses pengurangan pelarut dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, penguapan,
pendinginan, penambahan senyawa lain dan reaksi kimia. Kristalisasi Merupakan
suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dilanjutkan dengan
pengendapan. Kristalisasi senyawa organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut
kristalisasi merupakan pelarut dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan
dan tergantung dalam struktur kristal – kristal zat terlarut tersebut (Oxtoby, 2001).
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan
atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah
proses lanjut dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi)
memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu
kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan
supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah
kristal murni (Fessenden, 1983).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang
digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam
suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan
zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti
biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka
konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang
berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Proses sublimasi sangat mirip dengan proses distilasi. Istilah distilasi
digunakan untuk perubahan dari cairan menjadi uap setelah mengalami
pendinginan berubah menjadi cairan atau padatan. Sedangkan sublimasi adalah
proses dari perubahan bentuk padatan langsung menjadi uap tanpa melalui bentuk
cair dan setelah mengalami pendinginan langsung terkondensasi menjadi padatan
kembali (Sunardi, 2004). Naftalen (zat yang dibuat untuk membuat kamper)
mempunyai tekanan uap yang cukup tinggi untuk suatu padatan,jadi uapaya yang
cepat menyebar dalam ruangan tertutup secara umum, karena molekul-molekul
terikat kuat dalam padatan, tekanan uap dalam padatan jauh lebih kecil daripada
tekanan uap cairannya (Chang, 2004).
Titik leleh suatu zat adalah temperature pada fase padat dan cair ada dalam
kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan menambahkan
atau menarik energy panas, sistemakan berubah bentuk lebih banyak zat cair atau
lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama fase
itu masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan dan proses
kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama
dengan titik beku suatu cairan (Chang, 2004).
III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1.Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan rekristalisasi dan titik leleh yaitu
tabung reaksi, kertas saring, corong, corong buschner, erlenmeyer 125/200 mL,
labu isap 250 mL, dan alat penentuan titik leleh. Bahan yang digunakan pada
percobaan rekristalisasi dan titik leleh yaitu asetanilida, naftalen, etanol 95%, dan
karbon/arang.

3.2.Cara Kerja

3.2.1.Tes Kelarutan

1. Sebanyak 20 mg zat padat dimasukkan kedalam tabung reaksi.


2. Sebanyak 0,5 mL pelarut (metanol, aseton atau asam asetat dingin)
ditambahkan, diaduk dengan pengaduk gelas dan diamati apakah zat melarut.
3. Bila larut ditambahkan 5 tetes aquades, diamati.
4. Bila mengendap dipanaskan, lalu didinginkan dan diamati kristalnya.
5. Jika tidak larut dalam pelarut dingin dilakukan pemanasan.
6. Tes kelarutan dilakukan terhadap resorsinol, antrasena, asam benzoat dan
asam ftalat.

3.2.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Air

1. Sebanyak 5 g asetanilid kotor ditimbang dan dimasukkan kedalam


Erlenmeyer 200 mL.
2. Sebanyak 50 mL air panas ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai larut semua.
3. Sebanyak 5-7 mL air panas ditambahkan, lalu dididihkan.
4. Jika larutan berwarna ditambahkan 0,5-1 g karbon, lalu dididihkan 5 menit.
5. Kemudian disaring dalam keadaan panas, jika sudah terbentuk kristal dengan
sempurna dilakukan penyaringan dengan corong buchner, dicuci dengan
sedikit air.
6. Setelah itu dikeringkan, kemudian ditimbang kristal yang terjadi.
7. Titik lelehnya ditentukan , jika jarak leleh masih lebar diulangi rekristalisasi.
8. Perolehan kembali asetanilida kotor dihitung dan dihitung rendemennya.
3.2.3.Rekristalisasi dengan Pelarut Organik

1. Naftalena kotor ditimbang, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL.


2. Perlahan ditambahkan 20 mL etanol 95 % sambil diaduk.
3. Kemudian dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air.
4. Sebanyak 0,5 g karbon ditambahkan, diaduk dan dididihkan 5 menit.
5. Setelah itu disaring dalam keadaan panas, kemudian didinginkan.
6. Jika semua kristal telah terbentuk dilakukan penyaringan dengan corong
Buchner, dibilas dengan 3 ml etanol dingin, dikeringkan.
7. Hasil ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.

3.2.4.Penentuan Titik Leleh

1. Kristal hasil rekristalisasi (naftalena), resorsinol, asam ftalat dan asam


benzoat digerus secara terpisah.
2. Kemudian dimasukkan kedalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm, dipasang
pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh.
3. Setelah itu diperhatikan dan dicatat suhu saat kristal dalam pipa kapiler mulai
meleleh sampai tepat semuanya meleleh (= jarak leleh).

3.3.Skema Kerja

3.3.1.Tes Kelarutan
Zat padat + Pelarut

- dimasukkan 20 mg zat padat kedalam tabung reaksi.


- ditambahkan 0,5 mL pelarut (metanol, aseton atau asam
asetat dingin), diaduk dengan pengaduk gelas dan diamati
apakah zat melarut.
- ditambahkan 5 tetes aquades, diamati.
- dipanaskan, lalu didinginkan dan diamati kristalnya.
- dilakukan pemanasan jika tidak larut dalam pelarut
dingin.
- dilakukan tes kelarutan terhadap resorsinol, antrasena,
asam benzoat dan asam ftalat.

Hasil Pengamatan
3.3.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Air

Asetanilid kotor

- ditimbang 5 g asetanilid kotor.


- dimasukkan kedalam Erlenmeyer 200 mL.
- ditambahkan 50 mL air panas sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai larut semua.
- ditambahkan 5-7 mL air panas, lalu dididihkan.
- ditambahkan 0,5-1 g karbon, lalu dididihkan 5 menit.
- disaring dalam keadaan panas.
- dilakukan penyaringan dengan corong buchner.
- dicuci dengan sedikit air.
- dikeringkan, kemudian ditimbang kristal yang terjadi.
- ditentukan titik lelehnya, jika jarak leleh masih lebar
diulangi rekristalisasi.
- dihitung perolehan kembali asetanilida kotor dan dihitung
rendemennya.

Hasil Pengamatan

3.3.3.Rekristalisasi dengan Pelarut Organik

Naftalen kotor

- ditimbang naftalena kotor.


- dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL.
- ditambahkan perlahan 20 mL etanol 95 % sambil diaduk.
- dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air.
- ditambahkan 0,5 g karbon.
- diaduk dan dididihkan 5 menit.
- disaring dalam keadaan panas, kemudian didinginkan.
- dilakukan penyaringan dengan corong Buchner.
- dibilas dengan 3 ml etanol dingin, dikeringkan.
- ditimbang hasil dan ditentukan titik lelehnya.

Hasil Pengamatan
3.3.4.Penentuan Titik Leleh

Kristal Hasil
Rekristalisasi

- digerus secara terpisah kristal hasil rekristalisasi


(naftalena), resorsinol, asam ftalat dan asam benzoat.
- dimasukkan kedalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm.
- dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh.
- diperhatikan dan dicatat suhu saat kristal dalm pipa
kapiler mulai meleleh sampai tepat semuanya meleleh (=
jarak leleh).

Hasil Pengamatan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Data Pengamatan

4.1.1.Rekristalisasi dengan Pelarut Air

Tabel Hasil Pengamatan Rekristalisasi dengan Pelarut Air.

Perlakuan Pengamatan

Sebanyak 5 g asetanilid kotor


ditimbang dan dimasukkan kedalam Berwarna abu-abu
Erlenmeyer 200 mL.
Sebanyak 50 mL air panas
ditambahkan sedikit demi sedikit Asetanilida belum semuanya larut
sambil diaduk sampai larut semua.
Sebanyak 5-7 mL air panas
Larutan menjadi keruh
ditambahkan, lalu dididihkan.
Jika larutan berwarna ditambahkan
0,5-1 g karbon, lalu dididihkan 5 Larutan menjadi warna hitam
menit.
Kemudian disaring dalam keadaan
panas, jika sudah terbentuk kristal
Campuran berwarna hitam pekat
dengan sempurna dilakukan
dan terdapat residu
penyaringan dengan corong buchner,
dicuci dengan sedikit air.
Setelah itu dikeringkan, kemudian Kristal asetanilida berwarna
ditimbang kristal yang terjadi. kecoklatan

Massa kristal asetanilida sebelum


rekristalisasi = 5,012 mg

Massa kristal asetanilida setelah


rekristalisasi = 2,890 mg
Titik lelehnya ditentukan, jika jarak
leleh masih lebar diulangi Titik leleh kristal asetanilida =
rekristalisasi. 103,5oC

Perolehan kembali asetanilida kotor


dihitung dan dihitung rendemennya.

4.1.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Organik

Tabel Hasil Pengamatan Rekristalisasi dengan Pelarut Organik.

Perlakuan Pengamatan

Naftalena kotor ditimbang,


dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 Berwarna putih
mL.
Perlahan ditambahkan 20 mL etanol
Larutan putih keruh
95 % sambil diaduk. Kemudian
dipanaskan dalam penangas air.
Sebanyak 0,5 g karbon ditambahkan,
Larutan menjadi warna hitam
diaduk dan dididihkan 5 menit.
Setelah itu disaring dalam keadaan Campuran berwarna hitam pekat
panas, kemudian didinginkan. dan terdapat residu

Jika semua kristal telah terbentuk


dilakukan penyaringan dengan corong Kristal naftalen berwarna hitam
Buchner, dibilas dengan 3 ml etanol kecoklatan
dingin, dikeringkan.
Hasil ditimbang dan ditentukan titik Massa kristal naftalen sebelum
lelehnya. rekristalisasi = 5,007 mg

Massa kristal naftalen setelah


rekristalisasi = 1,406 mg

Titik leleh kristal naftalen = 80oC


4.1.3.Penentuan Titik Leleh

Tabel Hasil Pengamatan Penentuan Titik Leleh.

Perlakuan Pengamatan

Kristal hasil rekristalisasi (naftalena), Kristal asetanilida berwarna


resorsinol, asam ftalat dan asam kecoklatan
benzoat digerus secara terpisah.
Kristal naftalen berwarna hitam
kecoklatan

Kemudian dimasukkan kedalam pipa


kapiler sampai tinggi 0,5 cm, dipasang
pipa kapiler pada alat penentuan titik
leleh.
Setelah itu diperhatikan dan dicatat Suhu awal asetanilida meleleh =
suhu saat kristal dalam pipa kapiler 102oC
mulai meleleh sampai tepat semuanya
Suhu akhir asetanilida meleleh =
meleleh (= jarak leleh).
105oC

Suhu awal naftalen meleleh = 79oC

Suhu akhir naftalen meleleh = 81oC


4.2.Data Perhitungan

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖𝑑𝑎 = 𝑥 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖

2,890
= 𝑥 100%
5,012

= 57,66%

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑁𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛 = 𝑥 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖

1,406
= 𝑥 100%
5,007

= 28,08%

4.3.Pembahasan

Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari


larutan atau leburan dari material yang ada (Fessenden, 1983). Cara ini bergantung
pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena
konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan,
bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara
produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001). Rekristalisasi
akan berjalan efektif bila pelarutnya memenuhi persyaratan tertentu, pelarut
rekristalisasi yang baik harus:
1. Melarutkan senyawa dalam jumlah sedang pada suhu hangat, tetapi hanya
melarutkan sedikit pada suhu dingin.
2. Tidak bereaksi dengan zat yang diinginkan.
3. Mudah melarutkan pengotor pada suhu rendah atau tidak melarutkan sama
sekali.
4. Mudah dihilangkan dari produk murninya atau pelarut ini harus mudah menguap
(Syahmani, 2007).
4.3.1.Rekristalisasi dengan Pelarut Air
Percobaan pertama yaitu rekristalisasi dengan pelarut air dilakukan
dengan cara ditimbang 5 g asetanilid kotor dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer
200 mL. Kemudian 50 mL air panas ditambahkan sedikit demi sedikit sebagai
pelarut sambil diaduk sampai larut semua. Setelah itu, 5-7 mL air panas
ditambahkan, lalu dididihkan. Jika larutan berwarna ditambahkan 0,5-1 g karbon
untuk menyerap pengotor, lalu dididihkan 5 menit. Kemudian disaring dalam
keadaan panas, jika sudah terbentuk kristal dengan sempurna dilakukan
penyaringan dengan corong buchner, dicuci dengan sedikit air. Setelah itu
dikeringkan, kemudian ditimbang kristal yang terjadi. Titik lelehnya ditentukan,
jika jarak leleh masih lebar diulangi rekristalisasi. Perolehan kembali asetanilida
kotor dihitung dan dihitung rendemennya.

Gambar 4.3.1 Gambar 4.3.2


Asetanilida Kotor dididihkan + Kristal Asetanilida ditimbang
Karbon
Gambar 4.3.3
Kristal Asetanilida

Hasil dari percobaan ini yaitu ketika asetanilida ditambahkan dengan air panas
larutan menjadi larut, kemudian ketika dididihkan dan ditambahkan karbon
larutannya menjadi warna hitam, ketika larutan disaring dalam keadaan panas
campuran berwarna hitam pekat dan terdapat residu, dan warna kristal yang
dihasilkan asetanilida yaitu kecoklatan. Serta diperoleh massa kristal asetanilida
sebelum rekristalisasi yaitu 5,012 mg, massa kristal asetanilida setelah
rekristalisasi yaitu 2,890 mg, dan titik leleh kristal asetanilida yaitu 103,5oC.
Berdasarkan perhitungan rendemen asetanilida yaitu diperoleh sebesar 57,66%.
Hasil percobaan ini tidak sesuai dengan referensi (Dzikrullah & Nindita, 2016)
yang menyatakan bahwa nilai rendemen asetanilida yaitu 22%.

4.3.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Organik


Percobaan kedua yaitu rekristalisasi dengan pelarut organik dilakukan
dengan cara ditimbang naftalena kotor, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100
mL, perlahan ditambahkan 20 mL etanol 95 % sebagai pelarut organik sambil
diaduk, dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air. Sebanyak 0,5 g karbon
ditambahkan untuk menyerap pengotor, diaduk dan dididihkan 5 menitdisaring
dalam keadaan panas, kemudian didinginkan. Jika semua kristal telah terbentuk
dilakukan penyaringan dengan corong Buchner, dibilas dengan 3 ml etanol
dingin, dikeringkan. Hasil ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.
Gambar 4.3.4 Gambar 4.3.5
Naftalen Kotor dididihkan + Karbon Campuran disaring dalam keadaan
panas

Gambar 4.3.6 Gambar 4.3.7


Kristal Naftalen ditimbang Kristal Naftalen

Hasil dari percobaan ini yaitu ketika naftalen ditambahkan dengan etanol 95%
larutan berwarna putih keruh, kemudian ketika larutan dididihkan dan
ditambahkan karbon larutan menjadi warna hitam, setelah itu dalam keadaan
panas dan didinginkan campurannya berwarna hitam pekat dan terdapat residu,
dan warna kristal naftalen yaitu hitam kecoklatan. Serta diperoleh massa kristal
naftalen sebelum rekristalisasi yaitu 5,007 mg, massa kristal naftalen setelah
rekristalisasi yaitu 1,406 mg, dan titik leleh kristal naftalen yaitu 80oC.
Berdasarkan perhitungan rendemen naftalen yaitu diperoleh sebesar 28,08%.
Hasil dari percobaan ini tidak sesuai dengan referensi, seharusnya nilai
rendemen seyawa naftalen yaitu 93,5%.

4.3.3.Penentuan Titik Leleh


Percoban ketiga yaitu penentuan titik leleh dilakukan dengan cara kristal
hasil rekristalisasi (naftalena), resorsinol, asam ftalat dan asam benzoat digerus
secara terpisah. Kemudian dimasukkan kedalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5
cm, dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh. Setelah itu diperhatikan
dan dicatat suhu saat kristal dalam pipa kapiler mulai meleleh sampai tepat
semuanya meleleh (= jarak leleh).

Gambar 4.3.8 Gambar 4.3.9


Suhu saat Kristal dalam Pipa Kapiler Pipa Kapiler dipasang pada Alat
mulai meleleh sampai tepat Penentuan Titik Leleh
semuanya meleleh

Hasil dari percobaan ini yaitu suhu awal asetanilida meleleh 102oC, suhu akhir
asetanilida meleleh 105oC, suhu awal naftalen meleleh 79oC, dan suhu akhir
naftalen meleleh 81oC. Sehingga titik leleh yang diperoleh untuk kristal
asetanilida yaitu 103,5oC dan titik leleh yang diperoleh untuk kristal naftalen
yaitu 80oC. Titik leleh asetanilida yang diperoleh dari hasil pecoban tidak sesuai
dengan referensi (Lide, 2009) yang menyatakan bahwa titik lebur dari
acetanilide yaitu antara 113 – 115oC dan untuk titik leleh naftalen yang diperoleh
dari hasil percobaan sesuai dengan referensi (Lide, 2009) yang menyatakan
bahwa titik lebur senyawa naftalen yaitu antara 78,2 – 80,26oC.
V. KESIMPULAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan data pengamatan, perhitungan, dan pembahasan dapat


disimpulkan sebagai berikut:

1. Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau


leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah proses
lanjut dari kristalisasi.
2. Rekristalisasi akan berjalan efektif bila pelarutnya memenuhi persyaratan
tertentu, pelarut rekristalisasi yang sesuai yaitu melarutkan senyawa dalam
jumlah sedang pada suhu hangat, tetapi hanya melarutkan sedikit pada suhu
dingin. Kemudian tidak bereaksi dengan zat yang diinginkan. Mudah melarutkan
pengotor pada suhu rendah atau tidak melarutkan sama sekali. Mudah
dihilangkan dari produk murninya atau pelarut ini harus mudah menguap.
3. Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang digunakan,
dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut
kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam
pelarut tertentu di kala suhu diperbesar.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. N. (2001). Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.

Chang, R. (2004). Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Dzikrullah, A., & Nindita, A. L. (2016). Sintesis Asetanilida. Makalah.

Fessenden. (1983). Techniques and Experiments for Organic Chemistry. Jakarta :


Erlangga.

Lide, D. R. (2009). Buku Pegangan CRC Kimia dan Fisika. Florida: CRC Press.

Oxtoby, D. (2001). Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.

Sunardi. (2004). Diktat Kuliah Cara Pemisahan. Depok: Kimia FMIPA UI.

Syahmani. (2007). Kimia Organik. Bandung: Ganesha.


LAMPIRAN

Jawaban Pertanyaan:

1. Hal-hal yang harus dilakukan dalam rekristalisasi:


 Menemukan pelarut yang sesuai dengan Kristal kotor yang akan dimurnikan.
 Menambahkan karbon ketika campuran berwarna yang berfungsi agar warna
yang ada pada campuran hilang.
2. Syarat pelarut:
 Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat-zat yang akan
dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam
pelarut tersebut.
 Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat
mempermudahkan pengeringan kristal.
 Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang akan
dimurnikan.

Anda mungkin juga menyukai