Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK I
REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH
ACARA 2

NAMA : ANGGIT NUR AZIZAH


NIM : K1A020018
KELAS :B
HARI/TANGGAL : SELASA/7 SEPTEMBER 2021
ASISTEN : ALFIYAH TURROHMAH

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2021
REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

I. TUJUAN

1. Melakukan rekristalisasi
2. Memilih pelarut yang sesuai
3. Memisahkan dan memurnikan campuran dengan cara rekristalisai

II. TINJAUAN PUSTAKA

Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran


atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat
tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau cocok. Ada
beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam proses kristalisasi
yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang
dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada
kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya. Prinsip dasar dari rekristalisasi
adalah perbadaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan
kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terbentuk
dipisahkan satu sama lain. Larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan
cara menjenuhkannya (mencapai kondisi larutan lewat jenuh). Secara toritis
ada 4 metode untuk menciptakan supersaturasi dengan mengubah temperatur,
menguapkan olvens, reaksi kimia, dan mengubah komposisi solven (Agustina,
2013).
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan
atau leburan dari material yang ada. Rekristalisasi adalah sebuah proses
kelanjutan dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi)
memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada
suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini
bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang
tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden, 1983). Rekristalisasi
menggunakan prinsip dimana zat dapat larut dalam suatu pelarut tertentu pada
saat dipanaskan. Karena konsentrasi total zat dan pengotor biasanya lebih
kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi zat
dan pengotor yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang
berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Besar suhu rekristalisasi adalah setengah sampai dengan sepertiga dari
suhu logam. Suhu yang rendah ini menunjukkan bahwa sebuah kristal lebih
mudah dirusak daripada dibentuk. Selain itu, lebih mudah melarutkan sebuah
kristal sempurna di dalam pelarut daripada membentuk sebuah kristal
sempurna kembali larutan itu. Pelarut tersebut adalah satu dari sekian banyak
hal yang menentukan keberhasilan rekristalisasi. Perlu ada usaha khusus
untuk menentukan pelarut yang baik untuk rekristalisasi (Baumann, 1979).
Pelarut adalah suatu zat yang dapta melarutkan zat terlarut, baik cairan,
padat, atau gas yang berbeda secara kimiawi, serta menghasilkan suatu
larutan. Pelarut biasanya berupa cairan, tetapi juga bisa berupa padat, gas,
atau fluida superkritis. Pelarut yang paling umum digunakan adalah air.
Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (yang
megandung karbon) yag juga disebut pelarut organik. Kuantitas zat terlarut
yang dapat larut dalam volume pelarut tertentu bervariasi terhadap suhu
(Tinaco, 2002).
Titik leleh adalah temperatur ketika zat padat berubah menjadi zat cair
pada tekanan suatu atmosfer. Pengertian lainnya adalah temperatur ketika fase
padat dan cair sama-sama berada dalam kesetimbangan. Titik leleh senyawa
organik mudah untuk diamati karena temperatur ketika pelelehan terjadi sama
dengan temperatur ketika zat mulai habis meleleh. Perbedaan titik leleh
senyawa-senyawa dipengaruhi salah satunya oleh perbedaan kuat ikatan yang
terbentuk. Kemurnian dari suatu senyawa juga dapat memberikan perbedaan
titik leleh jika dibandingkan dengan titik leleh senyawa yang sangat murni
(Brown, 2000)
III. METODOLOGI PERCOBAAN

III.1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, kertas
saring, corong, corong buchner, erlenmeyer 125/200 mL, labu isap 250
mL, dan alat penentuan titik leleh.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah asetanilida,
naftalen, etanol 95%, dan karbon/arang.

III.2. Cara Kerja

1) Tes kelarutan

a. Sebanyak 20 mg zat padat dimasukkan ke dalam tabung reaksi.


b.Sebanyak 0,5 mL pelarut (metanol, aseton atau asam asetat dingin)
ditambahkan, diaduk dengan pengaduk gelas dan diamati kelarutan zat.
c. Sebanyak 5 tetes aquadest ditambahkan jika larut dan diamati.
d.Larutan dipanaskan jika mengendap, lalu didinginkan dan diamati
kristalnya.
e. Pemanasan dilakukan apabila tidak larut dalam pelarut dingin.
f. Tes kelarutan dilakukan terhadap resorsinol, antrasena, asam benzoat
dan asam flafat.

2) Rekristalisasi dengan pelarut air

a. Sebanyak 5 gram asetanilid kotor dimasukkan ke dalam erlenmeyer


200 mL.
b.Sebanyak 50 mL air panas ditambahkan dan diaduk sampai larut
semua.
c. Sebanyak 5-7 mL air panas ditambahkan lalu dididihkan.
d.Larutan apabila berwarna ditambahkan 0,5-1 gram karbon lalu
dididihkan selama 5 menit.
e. Larutan disaring dalam keadaan panas menggunakan penyaringan
dengan corong bunchner jika sudah terbentuk kristal dengan sempurna
lalu dicuci dengan sedikit air.
f. Kristal yang terbentuk kemudian dikeringkan dan ditimbang.
g. Titik lelehnya ditentukan dan jika leleh masih lebar, rekristalisasi
diulangi.
h.Perolehan kembali asetnida kotor dan rendemennya dihitung.

3) Rekristalisasi dengan pelarut organik

a. Naftalen kotor ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100


mL.
b. Sebanyak 20 mL etanol 95% ditambahkan perlahan sambil diaduk.
c. Erlenmeyer dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air.
d. Sebanyak 0,5 gram karbon di tambahkan, diaduk, dan dididihkan 5
menit.
e. Larutan disaring dalam keadaan panas dan didinginkan.
f. Penyaringan dilakukan dengan corong bunchner jika semua kristal
telah terbentuk.
g. Kristal dibilas dengan 3 mL etanol dingin dan dikeringkan.
h. Kristal ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.
4) Penentuan titik leleh

a. Kristal hasil rekristalisasi (naftalen), resorsinol, asam ftalat dan asam


benzoat digerus secara terpisah.
b.Hasil penggerusan dimasukkan ke dalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5
cm, kemudian pipa kapiler dipasang pada alat penentuan titik leleh.
c. Suhu ketika kristal mulai meleleh sampai tepat semuanya meleleh
dicatat.

III.3. Skema Kerja

1) Tes kelarutan

Sebanyak 20 mg Zat Padat

− Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


− Ditambahkan 0,5 mL pelarut (metanol, aseton atau
asam asetat dingin)
− Diaduk dengan pengaduk gelas
− Diamati kelarutan zat
− Ditambahkan 5 tetes quadest jika larut
− Diamati
− Dipanaskan jika mengendap, lalu dididinginan dan
diamati kristalnya
− Dipanaskan jika tidak larut dalam pelarut dingin
− Dilakukan tes kelarutan terhadap resorsinol, antrasena,
asam benzoat dan asam ftalat

Hasil
2) Rekristalisasi dengan pelarut air

Asetanilid

− Ditimbang sebanyak 5 g
− Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 mL
− Ditambahkan 50 mL air panas sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai larut semua
− Ditambahkan 5-7 mL air panah
− Dididihkan
− Ditambahkan 0,5-1 g karbon jika larutan berwarna, lalu
didihkan 5 menit
− Disaring dalam keadaan panas
− Dilakukan penyaringan dengan corong bunchner jika
sudah terbentuk kristal dengan sempurna, dan dicuci
dengan sedikit air
− Dikeringkan
− Ditimbang kristal yang terjadi
− Ditentukan titik lelehnya
− Diulangi rekristalisasi jika jarak leleg masih lebar
− Dihitung perolehan kembali asetanilida kotor dan
hiutng rendemennya

Hasil
3) Rekristalisasi dengan pelarut organik

Naftalen kotor

− Ditimbang
− Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL
− Ditambahkan perlahan 20 mL etanol 95% sambil
diaduk
− Dipanaskan
− Dididihkan dalam panangas air
− Ditambahkan 0,5 g karbon
− Diaduk dan dididihkan 5 menit
− Disaring dalam keadaan panas
− Didingingkan
− Disaring dengan corong bunchner jika semua kristal
telah terbentuk
− Dibilas dengan 3 mL etanol dingin
− Dikeringkan
− Ditimbang hasil
− Ditentukan titik lelehnya

Hasil
4) Penentuan titik leleh

Kristal hasil rekrisatalisasi (naftalen), rsorsional, asam


flalat dan asam benzoat

− Digerus secara perlahan


− Dimasukkan kedalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm
− Dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh
− Diperhatikan dan dicatat suhu saat kristal dalam pipa
kapiller mulai meleleh sampai tepat semuanya melelh
(=jarak leleh)

Hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Data Pengamatan

1. Rekristalisasi dengan pelarut cair

Perlakuan Pengamatan
Sebanyak 5 gram asetanilid kotor Berwarna krem
ditimbang dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyaer 200 mL
Air panas sebanyak 50 mL Sedikit larut
ditambahkan sedikit demi sedikit
Air panas sebanyak 5-7 mL Larut dan berwarna keruh
ditambahkan lagi, lalu dididihkan
Karbon sebanyak 0,5-1 gram Larut dan berwarna hitam
ditambahkan
Dididihkan selama 5 menit Larut
Larutan disaring dalam keadaan panas Terbentuk kristal murni
Kristal dikeringkan, ditimbang dan titik Massa awal : 5 gram
leleh ditentukan Massa kristal 5.8074 gram

2. Rekristalisasi dengan pelarut organik

Perlakuan Pengamatan
Sebanyak 5 gram naftalen kotor Naftalen dalam erlenmeyer
ditimbang lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 100 mL
Sebanyak 20 mL etanol 95% Berwarna keruh
ditambahkan, sambil diaduk
Larutan dipanaskan dan dididihkan di Larut
penangas air
Larutan ditambahkan karbon sebanyak Berwarna hitam
0,5 gram, diaduk dan dididihkan 5
menit
Apabila kristal terbentuk, disaring Terbentuk kristal murni
dengan corong buchner, dibilas dengan
3 mL etanol dingin dan dikeringkan
Hasilnya ditimbang dan titik lelehnya Massa awal : 5 gram
ditentukan Massa kristal 4,6969 gram

3. Penentuan titik leleh

Perlakuan Pengamatan
Kristal asetanilid dan naftalen digerus
secara terpisah
Dimasukkan ke pipa kapiler sampai Titik leleh asetanilid sebesar 114°C
tingginya 0,5 cm Titik leleh naftalen sebesar 80°C

Pipa kapiler dipasang pada alat


penentuan titik leleh
Saat kristal meleleh semua, suhunya
dicatat
IV.2. Data Perhitungan

�−����� ������
1) %Rendemen Asetanilid = ����� ����
x 100%

5,8074−1
= 5
x 100%

= 96,148%

�−����� ������
2) %Rendemen Naftalen = ����� ����
x 100%
4,6969−1
= 5
x 100%

= 73.938%
IV.3. Pembahasan

Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran


atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat
tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau cocok.
Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam proses
kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara
zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor
pada kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya. Prinsip dasar dari
rekristalisasi adalah perbadaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan
dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terbentuk
dipisahkan satu sama lain. Larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan
cara menjenuhkannya (mencapai kondisi larutan lewat jenuh). Secara toritis
ada 4 metode untuk menciptakan supersaturasi dengan mengubah temperatur,
menguapkan olvens, reaksi kimia, dan mengubah komposisi solven (Agustina,
2013).
Titik leleh adalah temperatur ketika zat padat berubah menjadi zat cair
pada tekanan suatu atmosfer. Pengertian lainnya adalah temperatur ketika fase
padat dan cair sama-sama berada dalam kesetimbangan. Titik leleh senyawa
organik mudah untuk diamati karena temperatur ketika pelelehan terjadi sama
dengan temperatur ketika zat mulai habis meleleh. Perbedaan titik leleh
senyawa-senyawa dipengaruhi salah satunya oleh perbedaan kuat ikatan yang
terbentuk. Kemurnian dari suatu senyawa juga dapat memberikan perbedaan
titik leleh jika dibandingkan dengan titik leleh senyawa yang sangat murni
(Brown, 2000).
Menurut Brown (2000) adapun kriteria pelarut yang digunakan dalam
rekristalisasi adalah sebagai berikut:
a) Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi
b) Tidak melarutkan zat pada pada suhu kamar atau suhu kristalisasi
c) Zat padat mempunyai kelarutan yang tinggi pada suhu didih pelarutnya
d) Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi
Menurut Handojo (1995) adapun faktor yang mempengaruhi
pembentukan kristal:
a) Derajat lewat jenuh
b) Jumlah inti yang ada atau luas permukaan total dari kristal yang ada
c) Pergerakan antara larutan dan kristal
d) Viskositas
e) Jenis dan banyaknya pengotor
Percobaan 1
Percobaan pertama adalah rekristalisasi dengan pelarut cair. Percobaan
ini dilakukan dengan prosedur kerja sebagai berikut. Pertama, sebanyak 5
gram asetanilid kotor dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 mL. Kemudian
sebanyak 50 mL air panas ditambahkan dan diaduk sampai larut semua.
Sebanyak 5-7 mL air panas ditambahkan lalu dididihkan. Larutan apabila
berwarna ditambahkan 0,5-1 gram karbon lalu dididihkan selama 5 menit
(Gambar 4.3.1). Larutan disaring dalam keadaan panas menggunakan
penyaringan dengan corong bunchner jika sudah terbentuk kristal dengan
sempurna lalu dicuci dengan sedikit air. Fungsi penambahan karbon yaitu
untuk mengikat atau menyerap zat-zat pengotor yang ikut terlarut dalam
asetanild. Campuran saat ditambahkan karbon menjadi berwarna hitam dan
larut serta terbentuk kristal. Krital tersebut kemudian dikeringkan dan
ditimbang (Gambar 4.3.2).
Gambar 4.3.1. proses pendidihan larutan

Gambar 4.3.2. proses penimbangan kristal asetanilid


Hasil percobaan rekristalisasi dengan pelarut air diperoleh massa kristal
murni asetanilid sebesar 4.8074 gram, berasal dari 5.8074 gram massa kristal
dengan massa kertas saring yang dikurangi dengan 1 gram massa kertas
saring. Setelah itu, dihitung rendemen kristal asetanilid dan diperoleh hasil
rendemen sebesar 96.148%. Hasil rendemen ini dipengaruhi oleh banyaknya
pengotor dan kelarutan zat tersebut. Hal ini sesuai dengan referensi yang
menyatakan bahwa semakin tinggi nilai rendemen maka hasilnya akan
semakin baik (Armid, 2009).
Percobaan 2
Percobaan kedua adalah rekristalisasi dengan pelarut organik. Percobaan
ini dilakukan dengan prosedur kerja sebagai berikut. Pertama, naftalen kotor
ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Sebanyak 20 mL
etanol 95% ditambahkan perlahan sambil diaduk. Erlenmeyer dipanaskan dan
dididihkan dalam penangas air. Sebanyak 0,5 gram karbon di tambahkan,
diaduk, dan dididihkan 5 menit (Gambar 4.3.3). Larutan disaring dalam
keadaan panas dan didinginkan. Penyaringan dilakukan dengan corong
bunchner jika semua kristal telah terbentuk (Gambar 4.3.4). Kristal dibilas
dengan 3 mL etanol dingin dan dikeringkan. Kristal ditimbang (Gambar 4.3.5)
dan ditentukan titik lelehnya.
Gambar 4.3.3. proses pendidihan larutan

Gambar 4.3.4. proses penyaringan larutan

Gambar 4.3.5. proses penimbangan kristal naftalen


Hasil percobaan rekristalisasi dengan pelarut air diperoleh massa kristal
murni naftalen sebesar 3.6969 gram, berasal dari 4.6969 gram massa kristal
dengan massa kertas saring yang dikurangi dengan 1 gram massa kertas
saring. Setelah itu, dihitung rendemen kristal naftalen dan diperoleh hasil
rendemen sebesar 73.938%. Hasil rendemen ini dipengaruhi oleh bnayaknya
pengotor dan kelarutan zat tersebut. Hal ini sesuai dengan referensi yang
menyatakan bahwa semakin tinggi nilai rendemen maka hasilnya akan
semakin baik. Terbentuknya kristal naftalen setelah dipanaskan dan
didinginkan disebabkan karena perbedaan kelarutan antara etanol 95% yang
bersifat semipolar dan naftalen yang bersifat nonpolar (Armid, 2009).
Percobaan 3
Percobaan ketiga adalah penetuan titik leleh. Percobaan ini dilakukan
dengan prosedur kerja sebagai berikut. Pertama kristal hasil rekristalisasi
(naftalen), resorsinol, asam ftalat dan asam benzoat digerus secara terpisah.
Hasil penggerusan dimasukkan ke dalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm,
kemudian pipa kapiler dipasang pada alat penentuan titik leleh (Gambar
4.3.6). Suhu ketika kristal mulai meleleh sampai tepat semuanya meleleh
dicatat.

Gambar 4.3.6. proses penentuan titik leleh


Hasil percobaan penentuan titik leleh asetanilid dan naftalen yang
diperoleh yaitu untuk asetanilid sebesar 114 C dan naftalen sebesar 80 C.
Hasil titik leleh naftalen tidak sesuai dengan referensi dari Puguh (2003) yang
menyatakan bahwa titik leleh astanilid sebesar 114 C dan naftalen sebesar
80.26 C (Puguh, 2003).
V. KESIMPULAN

1. Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran


atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali
zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau
cocok.
2. Pelarut yang sesuai untuk rekritalisasi adalah pelarut yang tidak bereaksi
dengan zat padat yang akan direkristalisasi, tidak melarutkan zat pada
pada suhu kamar atau suhu kristalisasi, zat padat mempunyai kelarutan
yang tinggi pada suhu didih pelarutnya, titik didih pelarut tidak melebihi
titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi.
3. Asetanilid berhasil dimurnikan dengan cara rekristalisasi dan diperoleh
rendemen sebesar 96.148 %. Naftalen berhasil pula dimurnikan dengan
cara rekristalisasi dan diperoleh rendemen sebesar 73.938 %.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, dkk. (2013). Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk
Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri. Vol.2,
No.4.
Armid. (2009). Kimia Organik. Bandung: ITB Press
Arsyad, M.N. (2001). Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta :
Gramedia.
Baumann, Heine, (1979). Biosynthesis of membrane glycoproteins in rat
hepatoma tissue culture cells. Journal of Supramolecular Structure. Vol 12
(2): 1-5.
Brown, R.J.C & R.F.C. (2000). Melting Point Molecular Symetry. Journal of
Chemical Education. Vol 77(6): 724.
Fessenden dan Fessenden. (1986). Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Honjodo. (1995). Kimia Dasar Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Puguh, dkk. (2003). Studi Eksperimental Pemurnian NaCl dengan
Rekristaisasi.ANITAS. Vol (11): 2.
Tinaco, Ignacio, dkk. (2002). Physical Chemistry Prethce. New Jersey:
PretinceHall.
LAMPIRAN

A. Jawaban Pertanyaan

1. Hal-hal yang harus dilakukan dalam rekristalisasi :


− Melarutkan zat padat campuran dalam pelarut yang sesuai
− Memanaskna campuran
− Menyaring larutan panas untuk menghilangkan pengotor
− Membiarkan larutan menjadi dingin dan membentuk kristal
− Memisahkan kristal dari larutan
− Menghilangkan sisa pelarut dengan cara dikeringkan
2. Syarat pelarut untuk rekristalisasi :
− Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi
− Tidak melarutkan zat padat pada suhu kamar atau suhu kristalisai
− Zat padat mempunyal kelarutan yang tinggi pada suhu didih pelarutnya
− Titik didih pelarutnya tidak m elebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi

Anda mungkin juga menyukai