KIMIA ORGANIK I
NIM : K1A019004
KELOMPOK/SHIFT : 1/B
PURWOKERTO
2020
REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH
I. Tujuan
1) Melakukan rekristalisasi;
2) Memilih pelarut yang sesuai;
3) Memisahkan dan memurnikan campuran dengan cara rekristalisasi.
1
2
dari satu fase padat keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan
bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan (Pinalia, 2011)
Titik leleh suatu zat adalah temperatur dimana fase padat dan cair berada dalam
kesetimbangan. Temperature akan tetap pada titik leleh selama fase itu masih ada
perubahan dari cair menjadi padat, atau disebut pembekuan dan proses
kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama
dengan titik beku suatu cairan. Titik leleh senyawa murni adalah suhu dimana fasa
padat dan fasa cair senyawa tersebut berada dalam kesetimbangan pada tekanan 1
atm. Kalor diperlukan untuk transisi dari bentuk kristal, pemecahan kisi kristal,
sampai semua berbentuk cair. (Chang, 2004)
Kristal dapat dipisahkan dari larutannya yang telah jenuh dengan penyaringan.
Penyaringan umumnya dilakukan di bawah tekanan menggunakan corong
Buchner. Pemisahan zat murni dengan pengotornya dapat dibantu dengan proses
menambahkan norit ke dalam larutan agar terjadi proses adsorpsi. Adsorpsi adalah
proses penggumpalan zat terlarut dalam larutan oleh permukaan bahan penyerap.
Zat yang terlibat dalam proses adsorpsi diantaranya disebut adsorbat yaitu zat yang
terserap pada permukaan zat lain dan adsorben yaitu zat yang permukaannya dapat
menyerap zat lain, sehingga zat pengotornya dapat teradsorpsi dan zat murni tetap
dalam larutan (Brady, 1998).
Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua kategori, yaitu pengotor yang ada
pada permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor yang ada
pada permukaan kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada permukaan
kristal pada saat proses pemisahan padatan dari larutan induknya (retention liquid).
Pengotor pada permukaan kristal ini dapat dipisahkan hanya dengan pencucian.
Cairan yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat dapat melarutkan
pengotor tetapi tidak melarutkan padatan kristal. Salah satu cairan yang memenuhi
sifat di atas adalah larutan jenuh dari bahan kristal yang akan dicuci, namun dapat
juga dipakai pelarut pada umumnya yang memenuhi kriteria tersebut. Adapun
pengotor yang berada di dalam kristal tidak dapat dihilangkan dengan cara
pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam kristal
adalah dengan jalan rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal tersebut
kemudian mengkristalkannya kembali. Salah satu kelebihan proses kristalisasi
dibandingkan dengan proses pemisahan yang lain adalah bahwa pengotor hanya
bisa terbawa dalam kristal jika terorientasi secara bagus dalam kisi kristal (Puguh,
2003).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan tergantung pada dua faktor
penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika
laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal yang akan terbentuk, tetapi tak
satupun dari kristal ini yang akan tumbuh menjadi terlalu besar, sehingga terbentuk
endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung
3
pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin tinggi derajat lewat jenuh, semakin
besar kemungkinan untuk membentuk inti baru, sehingga semakin besar laju
pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang
mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung.
Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh
derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Asetanilida berwujud padatan, tidak berwarna, tidak berasa, dan mudah larut
dalam air dingin. Berat molekul asetanilida sebesar 135,16 g/mol. Titik didih dan
titik leleh astanilidia sebesar 304℃ dan 114,3℃. Asetanilida tidak mengkorosi
gelas. Penanganan bila terjadi kontak terhadap mata dan kulit, segera basuh dengan
air mengalir selama 15 menit. Karbon aktif atau arang aktif adalah zat padat
berbentuk bubuk, berwarna hitam, tidak berbau, larut dalam air, dan memiliki pH
berkisar 5.0-10.0. Luas permukaan karbon yang sangat besar diperoleh dengan
mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Satu gram karbon aktif menghasilkan
suatu material yang memiliki permukaan sebesar 500 A. Biasanya pengaktifan
hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaan saja, namun beberapa usaha
juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu sendiri
(Chang, 2004).
III. Metodologi Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini meliputi tabung reaksi,
kertas saring, corong, corong buchner, erlenmeyer 125/200 mL, labu isap 250
mL, dan alat penentuan titik leleh.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi Asetanilida,
Naftalen, Etanol 95%, dan Karbon/arang.
4
5
6
7
Kristal Hasil
- digerus secara terpisah
- dimasukkan ke dalam pipa kapiler sampai tingginya 0,5 cm
- pipa kapiler dipasang pada alat penentuan titik leleh
- dipanaskan dan dicatat suhu saat kristal dalam pipa kapiler
meleleh
Hasil Pengamatan
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1 Data Pengamatan
1) Rekristalisasi dengan Pelarut Air
Perlakuan Pengamatan
- Asetanilid kotor sebanyak 5 gram Asetanilid berwarna cream
ditimbang dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 200 mL
- Ditambahkan 50 mL air panas, diaduk Larut, tetapi menggumpal
sampai larut
- Ditambahkan 5-7 mL air panas, Larut dan berwarna keruh
dididihkan
- Jika larutan berwarna, ditambahkan Larutan berwarna hitam
0,5-1 gram karbon, dididihkan 5 menit
- Disaring dalam keadaan panas, jika Terbentuk kristal murni
sudah terbentuk kristal dengan
sempurna dilakukan penyaringan
dengan corong Buchner, dicuci dengan
sedikit air
- Dikeringkan, ditimbang kristal yang Berat kertas saring= 1 gram
terbentuk
- Ditentukan titik lelehnya
- Dihitung perbedaan asetanilid kotor Berat kertas saring+kristal= 5, 8074 gr
dan hitung rendemennya
8
9
4.3 Pembahasan
4.3.1 Rekristalisasi.
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dari
campuran padatannya dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut
kemudian dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. Kristal adalah suatu
padatan dimana molekul atau ionnya tersusun dalam suatu pola tertentu.
Kristal dapat tumbuh menjadi berbagai macam bentuk dengan
mempertahankan jumlah muka dan antar sudut muka (crystalhabit) (Maulin,
2001). Rekristalisasi adalah suatu teknik pemurnian zat padat dari campuran
pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut
setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau cocok. Ada
beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam proses kristalisasi
yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang
dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada
kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya (Rositawati, 2013).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak
digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan
dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Kristal dapat terbentuk
karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi lewat jenuh (supersaturated).
Kondisi tersebut dapat terjadi karena pelarut sudah tidak mampu melarutkan
zat terlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi kapasitas pelarut.
Kristal dapat terbentuk dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya, sehingga
kondisi lewat jenuh dapat dicapai. Proses pengurangan pelarut dapat
dilakukan dengan empat cara yaitu, penguapan, pendinginan, penambahan
senyawa lain dan reaksi kimia (Horizon, 2003).
Proses rekristalisasi pada dasarnya adalah melarutkan senyawa yang akan
dimurnikan ke dalam pelarut yang sesuai pada atau dekat dengan titik
didihnya, menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut,
membiarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal, dan
memisahkan kristal dari larutan berair. Kristal yang terbentuk dikeringkan
dan ditentukan kemurniannya dengan penentuan titik lebur, kromatografi dan
metode spektroskopi. Pelarut dalam rekristalisasi merupakan penentu
keberhasilan pemisahan. Jika senyawa larut dalam keadaan panas maka
penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas. Senyawa organik sering
mengandung senyawa berwarna. Senyawa tersebut dapat dimurnikan dengan
penambahan karbon aktif penghilang warna seperti norit (Damtith, 1994).
Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi adalah
pelarut cair. Hal ini dikarenakan pelarut cair tidak mahal, tidak reaktif dan
setelah melarutkan zat padat organik, bila dilakukan penguapan akan lebih
mudah memperolehnya kembali. Kriteria pelarut yang baik adalah
11
tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi, zat padatnya harus
mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam pelarut,
zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih
pelarutnya pada suhu kamar atau suhu kristalisasi, dan titik didih pelarut tidak
melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi. Cara rekristalisasi
yang dilakukan ditentukan oleh jenis pengotor yang akan dibuang atau
dipisahkan. Prinsip proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan zat
pengotornya (Horizon.2003).
Menurut Horizon (2003), secara umum tahap-tahap rekristalisasi adalah
sebagai berikut.
1) Pemilihan pelarut
Pelarut yang terbaik adalah pelarut dimana senyawa yang dimurnikan
hanya larut sedikit pada suhu kamar tetapi sangat larut pada suhu yang
lebih tinggi, misal pada titik didih pelarut itu. Pelarut harus melarutkan
secara mudah zat-zat pengotor dan mudah menguap, sehingga dapat
dipisahkan secara mudah dari materi yang dimurnikan. Titik didih pelarut
harus lebih rendah dari titik leleh padatan untuk mencegah pembentukan
minyak.
2) Kelarutan senyawa padat dalam pelarut panas
Padatan yang akan dimurnikan dilarutkan dalam sejumlah minimum
pelarut panas. Sedikit pelarut ditambahkan pada titik didihnya sampai
terlihat bahwa tidak ada tambahan materi yang terlarut lagi. Hindari
penambahan berlebih.
3) Penyaringan larutan
Larutan jenuh yang telah dipanaskan selanjutnya disaring menggunakan
kertas saring yang ditempatkan dalam suatu corong.
4) Kristalisasi
Filtrat hasil penyaringan selanjutnya dibiarkan kering. Zat padat murni
akan memisah sebagai kristal. Kristalisasi sempurna jika kristal yang
terbentuk banyak. Larutan harus dalam keadaan jenuh karena jika larutan
telah mencapai derajat saturasinya, maka di dalam zat padat akan
terbentuk zat padat kristal. Apabila kristalisasi tidak terbentuk selama
pendinginan filtrat dalam waktu cukup lama maka larutan harus dibuat
lewat jenuh.
5) Pemisahan dan pengeringan kristal
Kristal dipisahkan dari larutan induk dengan penyaringan. Penyaringan
umumnya dilakukan di bawah tekanan menggunakan corong Buchner.
Kristal yang telah tersaring dicuci dengan pelarut dingin murni untuk
menghilangkan kotoran yang menempel. Kristal kemudian dikeringkan
dengan menekan kertas saring atau dioven.
12
4.3.3 Asetanilida
Asetanilida merupakan suatu amida dengan bentuk berupa padatan kristal
putih dengan massa jenis 1,21 gram/mL, titik lebur 113˚C - 114˚C, titik didih
305˚C, berat molekul 135,17 gram/mol. Asetanilida sangat larut dalam
alkohol, sedangkan kelarutan dalam air adalah 0,53 gram dalam 100 mL dan
kelarutan dalam eter adalah 7 gram dalam 100 mL (Morrison, 1992).
14
+ H3C
+ H3C OH
O CH3 O
4.3.4 Naftalena
Naftalena adalah hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan
berwarna putih dengan rumus molekul C10H8 dan berbentuk dua cincin
benzena yang bersatu. Naftalena mempunyai massa molar 128.17 g/mol,
density 1.14 gcm-3, titik cair 80.5 °C, dan titik didih 128,17 gmol-1. Naftalena
tidak dapat larut dalam air, alkohol, namun dapat larut dalam eter dan
benzena. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam bentuk
15
4.3.5 Etanol
Ethyl alkohol atau etanol adalah salah satu turunan dari senyawa hidroksil
atau gugus OH. Istilah umum yang sering dipakai untuk senyawa tersebut
adalah alkohol. Etanol mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap,
mudah larut dalam air, berat molekul 46,1, titik didihnya 78,3°C, membeku
pada suhu –117,3 °C, kerapatannya 0,789 pada suhu 20 °C, nilai kalor 7077
kal/gram, panas latent penguapan 204 kal/gram dan angka oktan 91–105.
Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman
beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi
yang paling tua. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal dengan
rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer
konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH,
dengan “Et” merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5) (Hambali, 2008).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia
yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah
pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa
kimia lainnya. Berdasarkan sejarah, etanol telah lama digunakan sebagai
bahan bakar. Ethanol merupakan senyawa yang tidak terdapat secara bebas di
alam. Zat ini adalah golongan alkohol biasa atau alkohol primer yang dibuat
dari glukosa atau jenis gula yang lain dengan jalan peragian (Hambali, 2008).
16
4.3.6 Karbon
Karbon merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol C dengan nomor
atom 6 dan termasuk unsur golongan IV A pada tabel periodik. Karbon
merupakan unsur non-logam dan bervalensi 4 (tetravalen), yang berarti
bahwa terdapat empat elektron yang dapat digunakan untuk membentuk
ikatan kovalen. Karbon mempunyai tiga macam isotop yang ditemukan
secara alami, yakni 12C dan 13C yang stabil, dan 14C yang bersifat
radioaktif dengan waktu paruh peluruhannya sekitar 5730 tahun. Karbon
merupakan salah satu di antara beberapa unsur yang diketahui keberadaannya
sejak zaman kuno. Istilah "karbon" berasal dari bahasa Latin carbo, yang
berarti batu bara (Fessenden, 1992).
Karbon mempunyai sifat fisik yang khas yaitu mempunyai dua bentuk
kristalin yaitu intan dan grafit. Titik leleh dan titik didih dari karbon sangat
tinggi. Atom karbon sangat kecil apabila dibandingkan dengan atom-atom
lainnya. Jari-jari ion yang dihitung dalam kristal unsur-unsur ini bahkan lebih
kecil lagi. Hal ini dikarenakan atom-atomnya berada dalam keadaan oksidasi
positif, karena rapatan muatan karbon, ion-ionnya tidak terdapat sebagai
partikel yang berdiri sendiri dalam senyawa, tetapi tertahan dengan ikatan
kovalen. Karbon sangat tidak reaktif pada suhu biasa. Apabila karbon
bereaksi, tidak ada kecenderungan dari atom-atom karbon untuk kehilangan
elektron-elektron terluar dan membentuk kation sederhana seperti C4+. Ion ini
akan mempunyai rapatan-rapatan muatan begitu tinggi (Fessenden, 1992).
Keistimewaan unsur karbon dibandingkan dengan unsur golongan IV A
yang lain adalah unsur karbon secara alamiah mengikat dirinya sendiri dalam
rantai, baik dengan ikatan tunggal C – C, ikatan rangkap dua C = C, maupun
ikatan rangkap tiga C ≡ C. Hal ini terjadi karena unsur karbon mempunyai
energi ikatan C – C yang kuat, yaitu sebesar 356 kj/ mol. Bentuk karbon yang
paling banyak dikenal adalah intan dan grafit . Susunan molekul intan lebih
rapat dibandingkan dengan grafit. Kerapatan intan adalah 3,51 g/cm3,
sedangkan grafit 2,22 g/cm3. Namun, grafit mempunyai kestabilan yang lebih
baik di alam,yakni pada 1 atm 300⁰K adalah 2,9 kj / mol. Dari rapatannya
17
25
DAFTAR PUSTAKA
26
27
Svehla. (1979). Buku Ajar Vogel : Analisis Anorganik Kuntitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Underwood, A L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Vogel. (1985). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
Edisi kelima Bagian I. Jakarta: PT Kalman Pustaka.
28
LAMPIRAN
Jawaban Pertanyaan.
1) Hal-hal yang harus dilakukan dalam rekristalisasi adalah
Pelarut.
Pelarut merupakan salah satu hal yang paling penting dalam proses
Rekristalisasi. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat
digunakan dalam proses rekristalisasi yaitu memberikan perbedaan
daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat
pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah
dipisahkan dari kristalnya.
Tahap Rekristalisasi
Prinsip proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan zat pengotornya.
Berikut adalah taha-tahap dari rekristalisasi.
1. Pemilihan pelarut.
Pelarut yang terbaik adalah pelarut dimana senyawa yang dimurnikan
hanya larut sedikit pada suhu kamar tetapi sangat larut pada suhu yang
lebih tinggi, misal pada titik didih pelarut itu. Pelarut harus
melarutkan secara mudah zat-zat pengotor dan mudah menguap,
sehingga dapat dipisahkan secara mudah dari materi yang dimurnikan.
Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh padatan untuk
mencegah pembentukan minyak.
2. Kelarutan senyawa padat dalam pelarut panas.
Padatan yang akan dimurnikan dilarutkan dalam sejumlah minimum
pelarut panas. Sedikit pelarut ditambahkan pada titik didihnya sampai
terlihat bahwa tidak ada tambahan materi yang terlarut lagi. Hindari
penambahan berlebih.
3. Penyaringan larutan.
Larutan jenuh yang telah dipanaskan selanjutnya disaring
menggunakan kertas saring yang ditempatkan dalam suatu corong.
4. Kristalisasi.
Filtrat hasil penyaringan selanjutnya dibiarkan kering. Zat padat
murni akan memisah sebagai kristal. Kristalisasi sempurna jika kristal
yang terbentuk banyak. Larutan harus dalam keadaan jenuh karena
jika larutan telah mencapai derajat saturasinya, maka di dalam zat
padat akan terbentuk zat padat kristal. Apabila kristalisasi tidak
terbentuk selama pendinginan filtrat dalam waktu cukup lama maka
larutan harus dibuat lewat jenuh.
5. Pemisahan dan pengeringan kristal
29