Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR MOLEKUL ORGANIK

PERCOBAAN 2

REKRISTALISASI

Disusun Oleh:

Nama : Eufrosina Siun Tanti

Nim : 201444013

Kelas :A

Dosen Pengampu:

Risnita Vicky Listyarini, M.Sc

Stundent Staff

1. Briel Batis Tuta

2. Nikolas Noel Ferdiansyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA, YOGYAKARTA

SEMESTER GENAP 2020/2021

1
PERCOBAAN 1

REKRISTALISASI

A. Judul Praktikum
Rekritalisasi
B. Tanggal Praktikum
30 April 2021
C. Tujuan Praktikum
Memahami prinsip rekristalisasi untuk pemurnian zat padat yang didasarkan oleh
kelarutan yang berbeda.
D. Landasan Teori
Permunian sangat penting dilakukan karena suatu reaksi sering menghasilkan
produk sampingan yang tidak diinginkan bersama dengan produk yang diharapkan.
Dalam teknik permurnian tersebut ada banyak teknik yang yang dilakukan salah satunya
adalah rekristalisasi. Rekristalisasi (pengkristalan kembali) merupakan teknik
pemurnian suatu zat padat dengan melarutkan zat padat tersebut, kemudian melakukan
pemanasan agar mengurangi volume larutannya dan mendinginkan larutan itu. Dengan
memanaskan suatu larutan, pelarut akan menguap hingga larutan mencapai tiitk lewat
jenuh. Saat larutan mendingin, kelarutan akan berkurang secara cepat dan senyawa
mulai mengendap. Rekristalisasi berjalan baik jika kotoran setidak-tidaknya harus dapat
larut dalam pelarut untuk rekristalisasi atau mempunyai klearutan lebih besar daripada
senyawa yang diingingkan . jika hal ini tidak terpenuhi, kotoran akan ikut mengkristal
bersama senyawa yang diinginkan (Bresnick, 2004).
Prinsip dasar proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang
dimurnikan dengan zat pengotornya. Pelarut yang digunakan tidak semua pelarut, hanya
pelarut sesuai yang digunakan. Syarat pelarut yang digunakan adalah pelarutnya tidak
bereaksi dengan zat yang dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan yang akan
dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Titik didih pelarut harus lebih
rendah dari titik leleh zat yang dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai (Kotz, 2009).
Senyawa organik padat yang diisolasi dari reaksi organik tidak didapatkan dalam
bentuk murni. Senyawa ini biasanya terkontaminasi dengan sedikit pengotor yang
dihasilkan selama reaksi berlangsung. Pemurnian senyawa organik dapat dilakukan

2
dengan cara rekristalisasi yang didasarkan pada perbedaan kelarutan dalam pelarut
tertentu (Sulistyaningsih, 2010).
Kemurnian suatu zat dapat ditentukan oleh beberapa sifat fisik, yaitu titik leleh,
kelarutan, titik didih, tekanan uap, dan densitas. Sifat fisik ini merupakan karakteristik
zat yang dapat diamati dan diukur tanpa mengubah komposisi kimianya. Kelarutan
merupakan sifat zat padat apabila berhadapan dengan zat cair yang fungsinya sebagai
pelarut (Svehla, 1979).
Rekristalisasi didefenisikan sebagai teknik pemurnian suatu zat padat dari
campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat
tersebut setelah dilarutkan pada pelarut yang cocok atau sesuai. Suatu pelarut dapat
dikatakan cocok apabila pelarut tersebut dapat memberikan perbedaan daya larut yang
cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor dan mudah dipisahkan dari
kristalnya. Prinsip dasar rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur. Larutan yang terbentuk nantinya dipisah
antar yang satu dengan yang lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan
dengan cara menjenuhkan sampai larutan menjadi leawat jenuh (Agustina, 2013).
Kristal dapat dipisahkan dari larutannya yang telah jenuh dengan cara penyaringan.
Umumnya penyaringan dilakukan di bawah tekanan yang menggunakan corong
Buchner. Pemisahan zat murni dengan pengotornya dapat dibantu dengan
menambahkan norit ke dalam larutan agar terjadi proses adsorpsi. Adsorpsi merupakan
proses penggumpalan zat terlarut dalam larutan, oleh perumkaan bahan penyerap. Zat
yang terlibat dalam proses ini adalah adsorbat yakni zat yang terserap pada permukaan
zat lain dan adsorben adalah zat yang permukaannya dapat menyerap zat lain. Dari hal
ini, dapat diketahui bahwa zat pengotor dapat teradsorpsi dan zat murni tetap dalam
larutan (Brady, 1998).

E. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan kali ini antara lain, tabung reaksi dan rak
tabung reaksi, spatula, gelas kimia, hot plate, sarung tangan kain, thermometer, labu
Erlenmeyer, baskom, corong gelas, kertas saring, pipa kapiler, oven, dan pengukur titik
leleh (elektrotermal). Sedangkan bahan yang digunakan anatara lain, asam benzoat,
asetanilida, air, methanol, etanol, aseton, etil asetat, heksana, kloroform, dan es batu.

3
F. Prosedur Kerja
Pertama-tama yang dilakukan adalah menyiapkan asetanilida yang akan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian sampel asetanilida ditambahkan
secukupnya pada setiap tabung reaksi yang sudah disediakan. Lalu tabung reaksi yang
sudah diisi larutan diambil satu persatu dan ditambahkan pelarut yang sesuai pada
masing-masing tabung reaksi itu. Setelah dicampurkan pelarut, tabung reaksi
digoyangkan untuk memastikan kelarutan sampel. Amati perubahan sampel asetanilida
dalam pelarut air tersebut. langkah selanjutnya dilakukan secara berulang pada setiap
jenis larutan dalam masing-masing tabung reaksi dan fenomena kelarutan asetanilida
pada masing-masing pelarut diamati.
Kedua, sampel yang digunakan adalah padatan asam benzoate. Asam benzoate
dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang telah disediakan. Langkah
yang dilakukan persis sama dengan langkah sebelumnya yakni asam benzoate
dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang telah disediakan. Kemudian,
pelarut yang sesuai ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang sudah
terisis asam benzoate. Masing-masing tabung rekasi yang beirisi asam benzoate akan
ditambahkan jenis pelarut yang berbeda. Setelah pelarut ditambahkan padea setiap
tabung reaksi, dilakukan digoyang tabung rekasi tersebut dan amati fenomen yang
terjadi. Hal dilakukan secara berulang pada setiap tabung reaksi.
Selanjutnya, pada campuran sampel asetanilida , campuran yang kurang terlarut
(masih padat) akan dipanaskan dengan menggunakan water bath. Pemanasan juga
dilakukan terhadap sampel asam benzoate. Setelah beberapa saat campuran dipanaskan,
perubahan yang terjadi diamati dan dicatat. Setelah campuran dipanaskan ternyata ada
campuran yang sudah larut, namun ada beberapa campuran belum larut. Selanjutnya,
sampel terlarut setelah proses pemanasan akan didinginkan dalam bak es. Setelah
beberapa saat didinginkan, fenomena yang terjadi diamati. Hal sama juga dilakukan
pada sampel asam benzoate.
Setelah itu, padatan asetanilida sebanyak 0,4 gram ditimbang. Begitupula dengan
asam benzoate. Padatan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang berbeda.
Selanjutnya pelarut yang sesuai ditambahkan ke erlenmeyer secukupnya hingga
menutup padatan. Kemudian, labu erlenyer yang sudah terisi sampel dipanaskan dengan
menggunakan hot plate secara hati-hati hingga padatan terlarut. Selanjtnya, sampel
didinginkan dengan meletakkan labu erlemenyer ke dalam pendingin es, lalu diamkan

4
beberapa saat. Labu Erlenmeyer yang sudah didiamkan dalam pendingines kemudian
dicek apakah kristal sudah terbentuk atau tidak pada kedua campuran (asetanilida dan
asam benzoate) tersebut.
Selanjutnya, kertas saring yang digunakan untuk menyaring kristal ditimbang
terlebih dahulu. Kemudian padatan yang terbentuk dari proses rekristalisasi disaring
menggunakan corong gelas dan kertas saring. Padatan yang tesisa di dasar labu dapat
dikeruk menggunakan spatula. Lalu, padatan yang sudah disaring akan dikeringkan ke
dalam oven dengan suhu 50 – 60 0C. Setelah sampel dikeringkan, lalu masing-masing
sampel ditimbang dan diukur titik lelehnya.
Langkah selanjutnya mengukur titik leleh menggunakan elektrotermal. Sedikit
sampel dimasukkan ke dalam pipa kapiler, kemudian alat eletrotermal disiapkan dengan
menyalakan alat tersebut dengan menghubungkan kabel ke sumber listrik. Setelah itu,
suhu awal alat diatur dengan menekan tombol Fn sampai menu F1 muncul pada layar.
Setelah menu F1 muncul, tombol enter ditekan dan suhu awal diatur. Suhu awal diatur
sekitar 100C di bawah titik leleh sampel yang akan diamati. Pada percobaan kali ini,
suhu awal diatur sebesar 1040C, lalu menekan tombol enter. Kemudian kecepatan
kenaikan suhu tiap menit diatur sebesar 100C / menit. Jika pengaturan selesai, tombol
emter ditekan untuk memulai proses pemanasan hingga mencapai suhu awal. Setelah
bunyi beep sebanyak tiga kali terdengar, pipa kapiler yang sudah terisi sampel dapat
dimasukkan sehingga titik lelehnya dapat diketahui. Lalu, tombol enter ditekan untuk
memulai proses pengamatan titik leleh sampel. Selanjutnya fenomena yang terjadi
diamati dan dicatat. Agar mendapatkan titik leleh dari sampel, tombol enter ditekan
untuk merekam suhu pada tiap titik. Titik tersebut terdiri dari sampel meleleh (M 1),
sampel sedang meleleh (M2), dan sampel melelh seluruhnya (M3). Kemudian nilai rata-
rata M1, M2, dan M3 dicari atau dihitung untuk mengetahui titik leleh sampel. Setelah
nilai titik leleh didapat, kemudian dapat dilakukan perbandingan antara titik leleh
pengujian terhadap titik leleh sampel secara teoritis.

G. Data Pengamatan
1. Kelarutan Padatan

Solut Solven Setelah penambahan Setelah pemanasan


Asetanilida Air Tidak larut tidak larut
Metanol Tidak larut Larut

5
Aseton Larut Larut
Etil asetat Tidak larut Tidak larut
Heksana Tidak larut Tidak larut
Toluena Tidak larut Tidak larut
Etoh Larut Larut
Etanol Tidak larut Larut
Asam benzoat Metanol Larut Tidak larut
Aseton Larut Larut
Etoh Larut -
Etil asetat Larut -
Air Tidak larut -
Toluena Tidak larut Larut

Heksana Tidak larut -


Metanol Larut -
Etanol Tidak larut Larut

2. Proses Rekristalisasi

Padatan Massa (gram) Titik leleh hasil percobaan Titik leleh


teoritis
0 0 0
Asetanilida (Massa kertas saring 112.9 C + 114.1 C + 116.2 C 114.3 0C
+ sampel) setelah 3
pengeringan -massa = 114.4 0C
kertas saring =
(1,6235 g – 0,9845
g) = 0,6385 g.
Asam (Massa kertas saring 102.7 0C + 121.9 0C + 129.7 0C 122.4 0C
benzoat + sampel) setelah 3
pengeringan -massa = 118.1 0C
kertas saring =
(1,0091 – 0,5099) g
= 0,4992 gram

H. Pembahasan
1) Pemilihan pelarut untuk rekristalisasi

6
Dalam praktikum ini, sebelum melakukan rekristalisasi dilakukan pemilihan
pelarut yang cocok atau sesuai. Menentukan suatu pelarut adalah faktor utama
dalam rekristalisasi karena keberhasilan dari proses rekristalisasi sangat bergantung
pada penggunaan pelarut yang sesuai. Perlakuan dan pemilihan ini memiliki tujuan
agar dapat memperoleh pelarut yang dapat melarutkan dengan baik dalam keadaan
panas tetapi tidak larut pada suhu kamar, karena pelarut yang baik merupakan
pelarut yang dapat melarutkan suatu zat terlarut apabila pelarut ini telah
dipanaskan.
Prosedur pertama yang dilakukan yaitu pemilihan pelarut yang cocok bagi
masing-masing sampel. Zat terlarut yang digunakan dalam praktikum kali ini
asetanilida dan asam benzoat. Sampel A asetanilida sebanyak pada 6 tabung reaksi
dilarutkan dengan pelarut yang berbeda dalam masing-masing tabung reaksi.
Hal yang sama dilakukan pula terhadap sampel B asam benzoat sebanyak yang
dilarutkan dengan 6 pelarut berbeda. Asetanilida tidak larut pada suhu ruang dalam
air, metanol, etil asetat, toluena dan n-heksana. sedangkan dalam aseton, etoh, dan
etanol dapat larut dalam suhu ruang. Sampel asam benzoat pada suhu ruang tidak
dapat larut pada air, toluena, n-heksana dan etanol, sedangkan pada metanol,
aseton, etoh, etil asetat, dan metanol dapat larut.
Campuran yang tidak melarutkan sampel pada suhu ruang, kemudian
dipanaskan, dan apabila masih tidak dapat melarutkan berarti larutan tersebut tidak
dapat melarutkan sampel. Tujuan pemanasan ini adalah untuk melarutkan padatan
yang tidak dapat larut pada suhu kamar. Peningkatan temperature larutan
meningkatkan kelarutan zat padat. Hal ini disebabkan pada suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik partikel-partikelnya, sehingga tumbukkan antar
partikel sering terjadi akibat reaksi semakin cepat. Hasilnya adalah asetanilida tidak
larut dalam air, etil asetat, heksana, dan toluena, sedangkan dalam aseton, etoh, dan
etanol sampel asetanilida larut dalam pemanasan. Untuk pelarut heksana, sampel
tidak larut pada proses pemanasan karena ketika dipanaskan heksana langsung
menguap sehingga senyawanya telah habis, dan yang tersisa dalam tabung reaksi
hanya asetanilida. Hal ini berarti n-heksana tidak dapat melarutkan sampel. Pelarut
air juga tidak dapat melarutkan asetanilida setelah dilakukan pemanasan, namun
pada asam benzoat pelarut ini mampu melarutkan sampel pada suhu ruang. Pada

7
asam benzoat, jenis pelarut yang dapat melarutkan sampel pada saat pemanasan
yaitu aseton.

Gambar 1. Pelarut + sampel 1 setelah dipanaskan

Gambar 2. Pelarut + sampel 2 setelah dipanaskan

Larutan yang telah dipanaskan tersebut didinginkan sehingga dapat


membentuk kristal kembali. Pendinginan dengan bantuan es batu bertujuan agar
proses pendinginan dapat berlangsung. Prinsip kerja rekristalisasi berdasarkan
kelarutan senyawa dalam larutan. Pemilihan pelarut yang cocok bagi sampel yaitu
larutan yang tidak dapat melarutkan sampel pada suhu ruang dan dapat melarutkan
dengan bantuan pemanasan serta dapat membentuk kristal ketika didinginkan.
Berdasarkan data tersebut, larutan yang sesuai bagi sampel A asetanilida yaitu
etanol dan metanol karena hanya dapat melarutkan saat dipanaskan dan membentuk
kristal setelah didinginkan sedangkan pada sampel B asam benzoat tidak ada
pelarut yang sesuai. Hasil dari pemilihan pelarut tersebut kemudian dilanjutkan
untuk prosedur yang berikutnya yaitu rekristalisasi sampel unknown menggunakan
pelarut yang telah dipilih.
Dalam prinsip like dissolves like, suatu pelarut akan cenderung melarutkan
senyawa yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
pelarut polar akan melarutkan zat terlarut polar, dan senyawa nonpolar akan
melarutkan senyawa nonpolar saja (Suryani, Permana, & Jambe, 2015). Jika
dikaitkan dengan prinsip like dissolves like, kriteria pemilihan pelarut yang cocok
atau sesuai untuk proses rekristalisasi adalah pelarut tidak bereaksi dengan zat yang

8
dilarutkan. Partikel dalam zat terlarut tidak larut dalam pelarut dingin, tetapi akan
larut dalam pelarut panas karena kemampuan melarutnya suatu zat terlarut dalam
suatu pelarut sangat ditentukan oleh suhu yang berbeda. Pelarut tidak dapat
melarutkan zat pencemarnya tetapi pelarut dapat melarutkan zat yang akan
dimurnikan. Titik didih pelarut yang digunakan harus rendah agar mempermudah
proses pengeringan kristal yang akan terbentuk dan juga titik didih pelarut harus
lebih rendah dari titk leleh zat yang akan dimurnikan agar zat yang dilarutkan tidak
terurai dalam pemanasan secara langsung. Kriteria pemilihan pelarut ini dilakukan
untuk dapat mengetahui bahwa pelarut polar hanya dapat melarutkan senyawa
polar, dan begitu juga dengan pelarut yang nonpolar.

2) Rekristalisasi
Prinsip dasar rekristalisasi adalah pelarutan kristal ke dalam pelarut yang
sesuai yang kemudian dikristalkan kembali, sehingga impuritas yang masih ada
dalam kristal dapat dikeluarkan seiiring larutnya kristal dalam pelarut (Pinalia,
2011). Setelah dipanaskan, padatan asetanilida memilih pelarut metanol karena
larut sempurna dalam metanol, sedangkan untuk asam benzoat dipilih pelarut
toluena karena padatan ini larut sempurna dalam toluena ketika dipanaskan. Tujuan
perlakuan larutan yang sebelumnya tidak larut adalah untuk melarutkan zat terlarut
dalam suatu pelarut.
Selanjutnya, setelah kedua padatan dilarutkan pada pelarut yang dipilih,
maka kedua padatan yang dilarutkan pada pelarut yang didipilh dipanaskan
menggunakan labu erlenmeyer. Pada asetanilida pelarut yang digunakan adalah
etanol, begitu juga dengan sampel asam benzoat. Setelah dipanaskan keduanya
disimpan pada pendingin es dan didiamkan beberapa saat. Tujuan dimasukkan pada
es batu adalah agar mulai membentuk kristal pada kedua padatan ini.

Gambar 3. Sampel Asetanilida setelah didinginkan

9
Gambar 4. Sampel Asam benzoat setelah didinginkan
Selanjutnya, kedua padatan ini dikeringkan dengan menggunakan oven dengan
suhu 50-60 0C. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rekristalisasi yakni
temperatur. Semakin tinggi temperatur maka kemungkinan kristal yang terbentuk
semakin tinggi pula. Hal ini telah terbukti dalam pemanasan kedua padatan ini
dalam pelarutnya masing-masing.
Setelah didiamkan selama beberapa saat, kedua larutan yang telah
membentuk padatan kristal tersebut diangkat, kemudian disaring menggunakan
kertas saring. Hasil saringan yang terbentuk adalah untuk padatan asetanilida
terbentuk kristal berbentuk seperti serbuk dan bentuknya panjang-panjang
sedangkan untuk asam benzoat bentuknya mengkristal.

Gambar 5. Padatan kristal asetanilida

Gambar 6. Padatan kristal asam benzoat


Setelah diperoleh persen rendemen dan persen error, padatan hasil
rekristalisasi diuji kemurniannya berdasarkan titik lelehnya. Pengujian dan
penganalisisan yang dilakukan pada produk asetanilida merupakan analisis yang
menggunakan digital melting point apparatus-elektrothermal [ CITATION Man15 \l
1057 ]. Sebelum dimasukkan kedalam elektrothermal padatan asetanilida hasil

10
rekristalisasi yang sudah ditimbang, dimasukkan kedalam pipa kapiler agar lebih
mudah dimasukkan kedalam elektrothermal dan lebih mudah diamati proses
pelelehannya.

Gambar 7. Hasil pengamatan titik leleh asetanilida

Gambar 8. Hasil pengamatan titik leleh asam benzoat


Hasil kemurnian asetanilida berdasarkan titik leleh yang diperoleh 114.4 oC.
titik leleh ini diperoleh dari rata-rata M1, M2, dan M3. Sedangkan berdasarkan
MSDS (Science Lab, 2013) asetanilida memiliki titik leleh 114.3 oC. Untuk sampel
asam benzoat titik lelehnya yang diperoleh dari percobaan ini adalah 118.1 0C,
sedangkan berdasarkan MSDS adalah 122.4 oC (Science Lab, 2013). Hasil titik
leleh dari sampel yang diperoleh dari praktikum ini tidak berbeda jauh dengan yang
berdasarkan MSDS, sehingga dapat dikatakan bahwa praktikum yang dilakukan ini
telah berhasil.
Untuk kemurnian padatan hasil rekristalisasi berdasarkan titik leleh yang
didapatkan, padatan asetanilida dan asam benzoat terdapat kemurnian kristal, pada
saat menggunakan elektrothermal. Hal ini dikarenakan adanya hasil rekristalisasi
setelah pengeringan.

I. Simpulan
Rekristalisasi memiliki prinsip dasar yakni pelarutan kristal ke dalam pelarut yang
sesuai, yang kemudian dikristalkan kembali, sehingga impuritas yang masih ada
dalam dikristal dapat dikeluarkan, seiring larutnya kristal dalam pelarut (Pinalia,

11
2011). Dengan adanya prinsip dasar rekristalisasi ini diperoleh titik leleh untuk
asetanilida sebesar 114.4 0C dan asam benzoat sebesar 118.1 0C.

J. Daftar Pustaka
Agustina, dkk. 2013. Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk
Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 2. No. 4.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Brady, James. E. 1998. Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Bresnick, S. 2004. Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates.
Kotz John, dkk. 2009. Chemistry and Chemical Reactivity Volume 2. USA : Mary
Finch.
Pinalia, A. (2011). Penentuan Metode Rekristalisasi yang tepat untuk meningkatkan
kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP). Majalah Sains dan
Teknologi Dirgantara, 64-70.
Puguh, dkk. 2003. Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl dengan Cara
Rekristalisasi. Surabaya: Universitas Surabaya.
Science Lab. (2013). MSDS Asetanilida. Science Lab Inc, New York.
Svehla, G. 1979. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.
Sulistyaningsih, Triastuti. 2010. Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode
Kristalisasi Air Tua dengan Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4-
NaHCO3 dan Na2CO3. Vol.8, No.1. Semarang: Universitas Negri
semarang.
Suryani, N. C., Permana, D. G., & Jambe, A. (2015). Pengaruh Jenis Pelarut
terhadap Kandungan Total Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Matoa (pometia pinnata). Jurnal Teknologi Pertanian.

K. Pertanyaan Pascapraktik
a) Apakah fungsi pemanasan dalam proses rekristalisasi?
Jawab
 Untuk melarutkan suatu zat terlarut dalam zat pelarut
 Untuk memisahkan zat pengotor dari suatu larutan
 Untuk dapat melihat tingkat kelarutan dari pelarut yang digunakan

b) Mengapa penyaringan dengan menggunakan pompa hisap Büchner lebih


baik daripada penyaringan biasa untuk memisahkan kristal yang sudah
dimurnikan dari pelarutnya? Jelaskan dengan alasan yang tepat!
Jawab

12
Karena pompa bucher ini dihubungkan dengan kemeating point yang
berfungsi untuk menghisap larutan agar terpisah dari pengotornya dan dapat
membantu mempercepat penyaringan, sehingga dari proses ini,
mendapatkan hasil yang maksimal dan penyaringannya lebih baik.
E. Lampiran

i. Perhitungan rendemen padatan yang didapatkan


massa padatan hasil rekridtalisasi
Rendemen padatan 1= x 100 %
massa padatan awal
0,6385 g
=
0,4 g
= 1,59625 gram
massa padatan hasil rekridtalisasi
Rendemen padatan 2= x 100 %
massa padatan awal
0,4992 g
=
0,4 g
= 1,248 gram
ii. Carilah MSDS/SDS asetanilida dan asam benzoat (Boleh merek apa saja!)
Jawab 

MSDS ASAM BENZOAT

1. SIFAT-SIFAT BAHAYA

Efek terhadap Kesehatan :

 Berbahaya jika tertelan, terhirup, mengiritasi kulit, mengiritasi mata, menyebabkan


gangguanmata berat. Asam benzoat beracun untuk paru-paru, sistem saraf, membran
mukosa. Paparan berulang atau berkepanjangan untuk asam benzoat dapat menghasilkan
kerusakan organ.

Gejala yang ditimbulkan: efek iritan, diare, mual, muntah, kelainan usus, resiko cedera
serius pada mata.

KEBAKARAN :

Mudah terbakar pada suhu tinggi, titik nyala 121°C. Produk pembakaran berupa karbon
oksida(CO, CO2).

13
Media dan instruksi pemadam kebakaran: Api kecil: menggunakan serbuk keringApi
besar: gunakan semprotan air, kabut atau busa

REAKTIVITAS:

Produk stabil. Reaksi eksotermik dengan basa dan oksidator. Stabiltas kimia dapat
menyublim.2.

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN KIMIA

Bentuk  : padatWarna zat : putih

Titik leleh  : 122,4 °C

Titik didih  : 249,2 °C

Tekanan uap  : 0,001 hPa pada 20 °C

Titik nyala  : 121 °C

Titik sublimasi : >100 °C

Suhu menyala  : 570 °C

Densitas curah : Ca.500 kg/m

 Berat jenis uap relatif : 4,21

Berat jenis : 1,321 g/cm pada 20 °C

Kelarutan dalam air : 2,9 g/L pada 25 °C

Larut dalam alkohol, aseton, benzena, chloroformeter

https://www.academia.edu/8945191/MSDS_Asam_Benzoat_1_SIFAT_SIFAT_BAHAYA
_Efek_terhadap_Kesehatan_Berbahaya_jika_tertelan

MSDS ASETANILIDA

• Wujud : padat

14
• Warna : putih
• Bentuk : butiran / Kristal
Sifat – sifat kimia:
• Pirolysis dari asetanilida menghasilkan N –diphenil urea, anilin, benzene
dan hydrocyanic acid.
• Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa,
hydrolisa dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam
kedaan panas akan kembali ke bentuk semula.
• Adisi sodium dalam larutan panas Asetanilida didalam xilena
menghasilkan N-Sodium derivative.
C6H5NHCOCH3 + HOH C6H5NH2 + CH3COOH
• Bila dipanaskan dengan phospor pentasulfida menghasilkan thio
Asetanilida (C6H5NHC5CH3 ).
• Bila di treatmen dengan HCl, Asetanilida dalam larutan asam asetat
menghasilkan 2 garam ( 2 C6H5NHCOCH3 ).
• Dalam larutan yang memgandung pottasium bicarbonat menghasilkan N-
bromo asetanilida.
• Nitrasi asetanilida dalam larutan asam asetaat menghasilkan p-nitro
Asetanilida.
Bahaya Asetanilida
-Potensi Efek Kesehatan Akut : (iritan), menelan, inhalasi. Sedikit
berbahaya dalam kasus kontak kulit (iritan).
-Potensi Efek Kesehatan kronis : Berbahaya dalam kasus kontak mata
(iritan), menelan, inhalasi. Sedikit berbahaya dalam kasus kontak kulit
(iritan).
Penanggulangannya :
a. Tindakan Pertolongan Pertama
-Kontak Mata : Periksa dan lepaskan lensa kontak. Dalam kasus kontak,
segera basuh mata dengan banyak air selama minimal 15 menit. Air dingin
dapat digunakan. Air hangat harus digunakan. Dapatkan perawatan medis.
- Kontak pada Kulit : Cuci dengan sabun dan air. Tutupi kulit yang
teriritasi dengan melunakkan. Dapatkan pertolongan medis jika iritasi
berkembang.

15
- Kontak Kulit Serius : Tidak tersedia.
- Penghirupan : Jika terhirup, pindahkan ke udara segar. Jika tidak
bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernapas, berikan oksigen.
Dapatkan medis perhatian.
- Tertelan : Jangan memaksakan muntah kecuali diarahkan untuk
melakukannya oleh tenaga medis. Dilarang memberikan apapun melalui
mulut kepada sadar orang. Jika sejumlah besar bahan ini tertelan, segera
hubungi dokter. Longgarkan pakaian yang ketat seperti kerah, dasi, ikat
pinggang atau pinggang.
b. Tindakan terhadap tumpahan
- Tumpahan Kecil : Gunakan alat yang tepat untuk menempatkan tumpah
padat dalam wadah pembuangan limbah yang nyaman. Selesai
membersihkan dengan menyebarkan air yang terkontaminasi permukaan
dan membuang sesuai dengan persyaratan otoritas lokal dan regional.
- Besar Tumpahan : Gunakan sekop untuk menempatkan bahan ke dalam
wadah pembuangan limbah yang nyaman. Selesai membersihkan dengan
menyebarkan air di daerah yang terkontaminasi permukaan dan
memungkinkan untuk mengevakuasi melalui sistem sanitasi.
c. Penanganan dan Penyimpanan
- Kewaspadaan : Jauhkan dari panas. Jauhkan dari sumber api. Kontainer
kosong menimbulkan resiko kebakaran, menguapkan residu di bawah
lemari asam. Tanah semua peralatan material yang mengandung. Jangan
menelan. Jangan menghirup debu. Hindari kontak dengan mata. Memakai
pakaian pelindung yang sesuai. Dalam hal ventilasi cukup, pakai peralatan
pernapasan yang sesuai. Jika tertelan, bantuan medis saran segera dan
tunjukkan wadah atau label.
- Penyimpanan : Simpan wadah tertutup rapat. Simpan wadah di tempat
yang sejuk berventilasi.
https://dokumen.tips/documents/lampiran-msds.html

16

Anda mungkin juga menyukai