Anda di halaman 1dari 19

Paraf Asisten

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


Judul

: Rekristalisasi

TujuanPercobaan

: Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik

Pendahuluan
Materi yang ditemukan dalam keadaan murni sangat sedikit. Beberapa material
merupakan campuran lebih dari dua zat. Isolasi dari zat murni dari suatu campuran memerlukan
proses pemisahan satu komponen dengan komponen yang lainnya. Ahli kimia telah
mengembangkan beberapa teknik/ metode pemisahan. Metode pemisahan merupakan cara yang
digunakan untuk memisahkan materi murni dari suatu campuran
(Hendayana, 2006).
Salah satu cara melakukan pemisahan komponen-komponen dalam campuran dengan
menggunakan metode kimia yaitu melalui proses rekristalisasi. Metode ini sederhana, material
padatan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (dekat titik didih pelarutnya)
untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan didinginkan,
kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan.
Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak
terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (Hendayana, 2006).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan
organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut,
menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan
mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil). Pemilihan pelarut yang tepat dalam
rekristalisasi juga penting agar diperoleh hasil yang efektif. Cara memilih pelarut yang tepat
untuk proses rekristalisasi yaitu pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat zat yang
akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut
tersebut. Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat
mempermudah pengeringan kristal. Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan
zat yang akan dimurnikan (Williamson, 1999).
Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya kecil),
sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam rentangan suhu yang
besar. Partikel zat padat amorf sulit dipelajari karena tidak teratur. Oleh sebab itu, pembahasan

zat padat hanya membicarakan kristal. Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat
yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF
dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat
mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan
partikel lain. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak
bentuk) (Syukri, 1999).
Pembentukan inti kristal adalah langkah pertama kristalisasi. Inti kristal adalah partikelpartikel kecil kristal yang amat kecil, yang dapat terbentuk secara spontan sebagai akibat dari
keadaan larutan yang lewat jenuh atau pendinginan super (super cooling) dari lelehan. Inti ini
dihasilkan dengan cara memperkecil kristal-kristal yang ada dalam alat kristalisasi atau dengan
menambahkan benih kristal kedalam larutan lewat jenuh. Hal terakhir ini perlu dilakukan jika
dalam larutan yang lewat jenuh tidak terbentuk inti kristal atau jika kristalisasi dipengaruhi oleh
jumlah serta besar benih kristal yang diberikan (Dasent, 1970).
Partikel-partikel padat asing (pengotor) dapat juga berfungsi sebagai inti kristal. Begitu
pula sisi-sisi tajam dalam alat kristalisasi. Semakin banyak inti kristal yang terbentuk, semakin
halus butir-butir hasil kristalisasi (kristalisat). Untuk pengolahan lebih lanjut, biasanya
diinginkan agar kristalisat sedapat mungkin mempunyai butir-butir yang kasar dan seragam, dan
karena itu perlu dilakukan pengawasan terhadap proses pembentukan inti. Pertumbuhan kristal
merupakan penggabungan dari dua proses:
a. Transportasi molekul-molekul atau ion-ion (dari bahan yang akan dikristalisasi) alam
larutan kepermukaan kristal dengan cara difusi. Proses ini berlangsung semakin cepat
jika derajat lewat jenuh dalan larutan semakin besar.
b. Penempatan molekul-molekul atau ion-ion pada kisi kristal. Semakin luas permukaan
total kisi kristal, semakin banyak bahan yang dapat ditempatkan pada kisi kristal per
satuan waktu
(Bernasconi et all, 1995).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan bergantung pada dua faktor yaitu laju
pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti tinggi maka
akan banyak kristal yang terbentuk, tetapi dalam bentuk endapan yang terdiri dari partikelpartikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin
tinggi derajat lewat jenuh, makin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin
besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang
mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini
tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh

(Svehla, 1979).
Proses rekristalisasi merupakan proses pembentuk ulang Kristal. Proses yang terjadi
didalam pembentukan pembentukan kristal diantaranya :
1. Pendingan
Larutan yang akan dikristalkan didinginkan sampai terbentuk kristal pada larutan tersebut.
Metode ini digunakan untuk zat yang kelarutan mengecil bila suhu diturunkan. Pendinginan
dilakukan 2x yaitu pendinginan larutan panas sebelum penyaringan dan pendinginan sesudah
penguapan.
2. Penguapan Solvent
Larutan yang dikristalkan merupakan senyawa campuran antara solvent dan solute. Setelah
dipanaskan maka solven menguap dan yang tertinggal hanya kristal. Metode ini digunakan bila
penurunan suhu tidak begitu mempengaruhi kelarutan zat pada pelarutnya. Penguapan bertujuan
untuk menghilangkan atau meminimalkan solvent atau zat pelarut sisa yang terdapat pada filtrat.
3.

Evaporasi Adiabatis

Metode ini digunakan dalam ruang vakum, larutan dipanaskan, dimasukkan dalam tempat
vakumy ang mana tekanan total lebih rendah dari tekanan uap solvent-nya. Suhu saat larutan
dimasukkan ke ruang vakum solven akan menguap dengan cepat dan penguaapan itu akan
menyebabkan pendinginan secara adiabatis.
4. Salting Out
Prinsipnya adalah menambah suatu zat untuk mengurangi zat yang akan dikristalkan.
Pengeluaran garam dari larutan dengan zat baru ke dalam larutan bertujuan menurunkan daya
larut solvent terhadap suhu pada pengatur tersebut
(Cahyono, 1998).
Prinsip Kerja
1. Pemilihan Pelarut: Prinsip pemilihan pelarut berlaku berdasarkan perbedaan kelarutan antara
padatan dan pengotornya dengan pelarut. Pelarut tidak dapat melarutkan padatan pada suhu
kamar dan dapat melarutkan padatan pada suhu tinggi.
2. Rekristalisasi Sampel Unknown : pemurnian suatu zat padat dari pengotornya dengan
prinsip dasar mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok
dan didasarkan perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat
pengotornya.
Alat
Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, oven, botol semprot, spatula,

erlenmeyer, pipet Pasteur, corong Buchner, timbangan, alat penentu titik leleh.
Bahan
Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, aquades, sampel A , sampel B , sampel c.
Prosedur Kerja
A. Pemilihan Pelarut
Masukkan masing-masing sampel dengan massa tertentu sesuai arahan asisten yang telah
dihaluskan kedalam 6 tabung reaksi. Tambahkan 1 mL aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton,
toluen, dan heksan pada masing-masing tabung reaksi tadi dan beri nomor 1-6 secara berurutan.
Goyang tabung dan diamati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar. Amati
dan dicatat pengamatannya. Panaskan tabung berisi sampel yang tak larut, lalu digoyang
tabungnya dan dicatat bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Amati dan catat
pengamatannya. Biarkan larutan menjadi dingin dan amati pembentukan kristalnya. Catat
masing-masing pelarut dan tunjukkan pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam
pelarut tersebut dan cocok untuk proses rekristalisasi sampel. Lakukan prosedur yang untuk
sampel B dengan massa 0,05 gram , sampel C sepucuk spatula.
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Masukkan 0,1 g sampel unknown (bodrex) kedalam erlenmeyer. Ditambahkan 1 mL pelarut
yang sesuai (hasil dari prosedur A.6). Panaskan campuran perlahan sambil goyang larutan hingga
semua padatan larut. Jika padatan tidak larut sempurna, ditambahkan sedikit pelarut (kira-kira 1
mL) dan lanjutkan pemanasan. Amati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak padatan
yang terlarut atau tidak. Jika tidak banyak padatan yang larut, kemungkinan karena adanya
pengotor. Saring larutan panas tersebut melewati pipet Pasteur penyaring untuk menghilangkan
pengotor yang tak larut atau dapat menggunakan karbon aktif. Langkah ini bisa diloncati
langsung menuju langkah B.7 jika tidak terdapat partikel yang tak larut atau semua padatan telah
dapat larut sempurna. Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan sedikit kapas
pada pipet lalu ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada bagian bawah
(posisi menyumbat tip). Panaskan pipet penyaring dengan cara melewatkan pelarut panas
beberapa kali kedalam pipet dan tampung pelarut panas yang telah melewati pipet kedalam
wadah penampung atau erlenmeyer. Bilamana larutan memenuhi pipet, dorong larutan dengan
bantuan karet penghisap. Sebelum larutan sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, encerkan
dulu untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. Cuci pipet Pasteur
penyaring dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi
didalam pipet dan kapas. Tutup wadah penampung atau erlenmeyer dan dibiarkan filtrat atau

larutan menjadi dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, siapkan ice bath untuk
menyempurnakan proses kristalisasi. Lalu masukkan wadah larutan kedalam ice bath dan amati
pembentukan kristalnya. Saring kristal dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan
penyaring Buchner. Lalu lanjutkan penyaringan hingga kering. Timbang kristal dan hitung
persen recovery-nya. Tentukan titik leleh kristal dan dicatat.
Waktu yang dibutuhkan
No
1
2

Deskripsi Kegiatan
Waktu
Persiapan alat dan pembersian alat
13.00-13.15
Percobaan pemilihan pelarut untuk sampel A 13.15-14.45

, B dan C
Rekristalisasi sampel Unknown
1. Pembersian alat dan pembersian
2. Pelarutan

dan

14.45-15.00

menunggu

pembentukan kristal saat melakukan 15.00-15.20


pendingan
3. Proses pemisahan dalam corong 15.20-15.40
burner
4. Pengeringan sampel dalam oven

15.20-16.00

5. Pendinginan alat penentu untuk siap


digunakan

dan

pemakaian

alat 16.00-16.15

penentu titik leleh


6. Pendinginan

untuk

pengembalian 16.00-16.22

alat penentu titik leleh

Data dan Perhitungan


a. Pemilihan Pelarut
1. Sampel A (asam salisat)
Kelarutan
No.

Pelarut

Sebelum

Etanol

dipanaskan
Larut ++

Sesudah dipanaskan
Tidak dipanaskan

Setelah Dingin
-

2
3

Etil asetat
Aseton

Larut ++
Larut +

Tidak dipanaskan
Tidak dipanaskan

Toluena

Tidak larut

Larut

n-Heksana

Tidak larut

Akuades

Tidak larut

Tidak larut dan


cairannya Menguap
Sangat sedikit Larut

Terbentuk kristal lembut


(lebih kecil daripada
kristal akuades)
Terbentuk dua fase dan
Terbentuk kristal lembut

2.Sampel B (Paracetamol)
Kelarutan
No.

Pelarut

Sebelum

1
2
3
4
5

Etanol
Etil asetat
Aseton
Toluena
n-Heksana

dipanaskan
Tidak Larut
Tidak Larut
Tidak Larut
Tidak Larut
Tidak larut

Akuades

Tidak larut

Sesudah dipanaskan
Larut +
Tidak Larut
Larut++
Tidak Larut
Tidak Larut
Larut +++

Setelah Dingin
Terbentuk kristal
Terbentuk kristal
Terbentuk kristal banyak
yang menggumpal

3.Sampel C (asam benzoat)


Kelarutan
Pelarut

Sebelum

1
2
3
4

Etanol
Etil asetat
Aseton
Toluena

dipanaskan
Larut++
Larut +
Larut +++
Larut +

n-Heksana

Tidak larut

Akuades

Tidak larut

No.

Sesudah dipanaskan
Tidak dipanaskan
Tidak dipanaskan
Tidak dipanaskan
Tidak dipanaskan
Larut + dan cairan
Menguap
Larut

Setelah Dingin
Terbentuk kristal namun
kristal lebih sedikit dari
akuades
Terbentuk kristal yang
banyak

b. Pemilihan pelarut sampel unknown


No.

Pelarut

Kelarutan

Setelah Dingin

Sebelum
1
2
3
4
5

Etanol
Etil asetat
Aseton
Toluena
n-Heksana

dipanaskan
Tidak Larut
Tidak Larut
Tidak Larut
Tidak Larut
Tidak larut

Akuades

Tidak larut

Sesudah dipanaskan
Larut +
Tidak Larut
Larut++
Tidak Larut
Tidak Larut
Larut +++

Terbentuk kristal
Terbentuk kristal
Terbentuk kristal banyak
yang menggumpal

c. Rekristalisasi sampel unknown


Pelarut
Akuades 2 mL

Massa

Massa kertas

Massa sampel

Sampel
0,1 gram

saring
0,45 gram

+ kertas saring
0,53 gram

Titik lebur
184C

d. Perhitungan
Massa kristal yang terbentuk = (Massa sampel + kertas saring) Massa kertas saring
= 0,53 gram 0,45 gram
= 0,08 gram
%recovery=

recovery=

massa percobaan
x 100
massa teoritis (awal)

0,08 gram
x 100
0,1 gram

recovery=80
Hasil

a. Pemilihan Pelarut
1. Sampel A
No
.

Pelarut

Keterangan
Dapat melarutkan dalam suhu ruang, sehingga bukan

Etanol

pelarut yang baik dan tidak dapat digunakan untuk

Etil asetat

pelarut.
Dapat melarutkan dalam suhu ruang, sehingga bukan
pelarut yang baik dan tidak dapat digunakan untuk

pelarut.
Dapat melarutkan dalam suhu ruang, sehingga bukan
3

Aseton

pelarut yang baik dan tidak dapat digunakan untuk


pelarut.
Tidak dapat melarutkan pada suhu ruang, namun dapat

Toluena

melarutkan saat dipanaskan, dapat digunakan sebagai


pelarut.
Tidak dapat melarutkan pada suhu ruang, namun dapat

n-heksana

melarutkan saat dipanaskan, dapat digunakan sebagai


pelarut
Tidak dapat melarutkan pada suhu ruang, namun dapat

Akuades

melarutkan sangat sedikit saat dipanaskan, dapat


digunakan sebagai pelarut

Gambar:

2. Sampel B
No
.

Pelarut

Keterangan
Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang, namun

Etanol

Etil asetat

Aseton

dapat melarutkan ketika dipanaskan. Dapat digunakan

Toluena

sebagai pelarut.
Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang dan tidak

dapat melrutkan ketika dipanaskan.


Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang dan tidak
dapat juga melarutkan ketika dipanaskan.
Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang, namun

n-heksana

Akuades

dapat juga melarutkan ketika dipanaskan.


Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang dan tidak
dapat juga melarutkan ketika dipanaskan
Tidak dapat melarutkan pada suhu ruang, namun dapat
melarutkan semua saat dipanaskan, dapat digunakan
sebagai pelarut

Gambar:

3. Sampel C
No
.

Pelarut

Etanol

Etil asetat

Aseton

Toluena

n-heksana

Keterangan
Dapat melarutkan dalam suhu ruang, tidak dapat
digunakan sebagai pelarut.
Dapat melarutkan dalam suhu ruang, tidak dapat
digunakan sebagai pelarut.
Dapat melarutkan dalam suhu ruang, tidak dapat
digunakan sebagai pelarut.
Dapat melarutkan pada suhu ruang,tidak dapat
digunakan sebagai pelarut
Tidak dapat melarutkan pada suhu ruang, namun dapat
melarutkan saat dipanaskan, dapat digunakan sebagai
pelarut
Tidak dapat melarutkan pada suhu ruang, namun dapat

Akuades

melarutkan saat dipanaskan, dapat digunakan sebagai


pelarut

Gambar:

b. Pemilihan pelarut sampel unknown


No
.

Pelarut

Etanol

Etil asetat

Aseton

Toluena

n-heksana

Akuades

Keterangan
Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang, namun
dapat melrutkan ketika dipanaskan.
Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang dan tidak
dapat juga melarutkan ketika dipanaskan.
Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang, namun
dapat melarutkan ketika dipanaskan. Dapat digunakan
sebagai pelarut.
Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang dan tidak
dapat juga melarutkan ketika dipanaskan.
Tidak dapat melarutkan dalam suhu ruang dan tidak
dapat juga melarutkan ketika dipanaskan
Tidak dapat melarutkan pada suhu ruang, namun dapat
melarutkan semua saat dipanaskan, dapat digunakan
sebagai pelarut

Gambar:

c. Rekristalisasi sampel unknown


Massa kristal

Rendemen

0,08 gram

80 %

Gambar

Pembahasan
Percobaan 4 adalah rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan metode pemurnian suatu
senyawa organik dimana senyawa tersebut berbentuk padat dilarutkan dalam suatu pelarut yang
sesuai dan kemudian dikristalkan kembali sehingga didapatkan kristal yang lebih murni yang
pada prinsipnya didasarkan pada perbedaan daya larut antara bahan yang akan dimurnikan
dengan pengotornya serta perbedaan titik didih antara pelarut dengan bahan yang akan
dikristalkan. Percobaan yang dilakukan ini ada dua macam yaitu pemilihan pelarut dan
reskristalisasi. Pemilihan pelarut dalam percobaan kali ini dilakukan terhadap 3 sampel yaitu
sampel A, B dan C. Sampel A adalah asam salisilat, sampel B adalah bodrex , sampel C adalah
asam benzoat. Berdasarkan teori yang terdapat pada literatur paula yurkanis, syarat-syarat pelarut
yang baik digunakan dalam rekristalisasi adalah pelarut yang hanya dapat melarutkan zat yang
akan dimurnikan dalam keadaan panas dan dalam keadaan suhu kamar tidak dapat melarutkan
suatu zat serta untuk pengotornnya tidak larut dalam pelarut tersebut, pelarut yang memiliki titik
didih rendah untuk mempermudah proses pengkristalan serta titik didih pelarut harus lebih

rendah daripada titik leleh zat yang akan dilarutkan supaya zat yang akan diuraikan tidak
terdisosiasi. Selain itu, pelarut yang baik untuk proses rekristalisasi adalah pelarut yang
mempunyai daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi, dan daya pelarut semakin turun seiring
dengan menurunnya suhu. Pelarut-pelarut yang digunakan dalam pemilihan ini adalah, etanol
95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana dan akuades. Massa yang digunakan untuk sampel A
adalah sepucuk pada ujung sepatula , sampel A sebesar 0,05 gram dan sampel C sebanyak
sepucuk ujung spatula. Berikut gambar pelarut-pelarut yang digunakan :
O

H3C

H
O

Air

CH3

Etanol
CH3

H3C

Aseton
CH3

Toluena

H3C

OH

H3C

O
ethyl acetate

CH3
hexane

Gambar 1. Pelarut yang digunakan


Hasil yang diperoleh dari pelarutan sampel A pada suhu kamar dalam enam jenis pelarut
yang digunakan memiliki hasil yang berbeda-beda. Sampel A yang merupakan asam salisat
dapat larut dalam pelarut etanol, etil asetat dan aseton pada suhu kamar sedangkan dalam
toluena, n-heksana dan akuades sampel A tidak dapat larut. Hasil yang diperoleh dari yang tidak
larut tersebut kemudian dilkukakan proses pemanasan untuk mengetahui kelarutan sampel A
pada pelarut tersebut ketika kondisi panas (suhu naik). Fungsi pemanasan adalah untuk
mempercepat reaksi sehingga dapat mempercepat proses pelarutan sampel dalam pelarut. Hasil
dari sampel A ini yaitu sampel A larut dalam pelarut toluena dan akuades, sedangkan dalam
pelarut n-heksena saat dipanaskan larutan langsung menguap habis. Ketika suhu diturunkan,
sampel A yang terlarut dalam pelarut toluena dan akuades membentuk kristal. Kristal yang
terbentuk dari pelarut akuades memiliki ukuran yang lebih besar daripada kristal yang terbentuk
dari pelarut toluena. Besar kecilnya pembentukkan kristal tersebut dipengaruhi oleh bebrapa
faktor diantaranya laju pembentukkan inti dan laju pertumbuhan kristal. Kristal yang lebih besar
terbentuk pada akuades dibandingkan dengan yang berada pada toluena disebabkan akuades
memiliki derajat kejenuhannya lebih tingi sehingga laju pembentukkan kristalnya lebih tinggi
sehingga dihasilkan ukuran kristal yang lebih besar. Berdasarkan hasil yang didapat dari
pengujian pelarut untuk sampel A, pelarut yang baik untuk sampel A adalah akuades dan toluena

karena pelarut toluena dan akuades tidak melarutkan sampel pada suhu ruang dan setelah
dipanaskan dapat melarutkan kemudian setelah didinginkan terbentuk kristal. Hal ini sesuai
dengan teori yang berlaku di mana pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah pelarut yang
mempunyai daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi, dan daya pelarut semakin turun seiring
dengan menurunnya suhu. Namun, jika dilihat dari kristal yang terbentuk pelarut yang lebih baik
untuk digunakan dalam proses rekristalisai adalah akuades. Kristal yang terbentuk dari akuades
lebih besar daripada kristal yang terbentuk dari pelarut toluena. Berdasarkan teori yang berlaku
pembentukan kristal yang baik adalah kristal yang ukurannya besar dan hasilnya banyak,
sehingga akuades adalah pelarut yang paling baik digunakan sebagai pelarut sampel A. Adapun
struktur dari sampel A yaitu
O

OH
OH

Gambar 1. Asam salisilat


Selain itu adanya penggambaran struktur resonansi juga mempermudah memahami kelarutan
sampel A. adapun struktur ionisasi dari asam salisat berserta struktur resonansinya :
Struktur Ionisasinya :
OH

OH

OH

Struktur Resonansinya :
+

OH

OH

OH
O

O
O

Berdasarkan struktur tersebut senyawa tersebut sangat stabil karena ini terdapat gugus
karboksilat (-COOH) maka ia akan bereaksi dengan spesi atau reagen yang dapat menerima
proton (H+) sehingga pada kasus pelarut yang digunakan yang dapat menenima adalah akuades

saja sehingga dengan akuades akan terjadi reaksi kesetimbangan dan diperoleh akudes sebagai
pelarut yang baik bagi sampel A. Sehingga ia akan terionisasi atau mengalami kestimbangan
didalam akudes seperti struktur diatas didalam akuades.
Sampel selanjutanya yang akan dilakukan ke dalam enam jenis pelarut tersebut adalah
sampel B. Sampel B merupakan sampel bodrex yang telah dihaluskan menjadi bubuk.
Kandungan terbesar yang terdapat didalam bodrex ialah parasetamol. Pelarutan sampel B ke
dalam enam jenis pelarut yang digunakan pada praktikum menunjukkan hasil yang berbedabeda. Sampel B tidak dapat larut pada keenam jenis pelarut tersebut. Hasil yang tidak larut
tersebut kemudian dilakukan pemanasan. Fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi
sehingga akan mempercepat proses pelarutan. Hasil dari pemanasan sampel B diperoleh data
yaitu sampel

B tidak larut didalam etil asetat, toluena, n-heksana dan sampel ini terlarut

sempurna dalam pelarut akuades, aseton dan larut dalam etanol. Ketika suhu diturunkan yaitu
ketika sampel B dimasukkan kedalam icebath sampel B yang terlarut dalam pelarut toluena,
akuades dan etanol akan

membentuk kristal. Kristal yang terbentuk dari pelarut akuades

memiliki ukuran yang lebih besar sekaligus terbanyak daripada kristal yang terbentuk dari
pelarut toluena dan etanol. Berdasarkan hasil yang didapat dari pengujian pelarut untuk sampel
B, pelarut yang tepat untuk sampel adalah akuades, toluena dan etanol karena hasil yang didapat
dari ketiga pelarut ini sesuai dengan teori yang berlaku yaitu pelarut yang baik untuk
rekristalisasi adalah pelarut yang mempunyai daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi, dan
daya pelarut semakin turun seiring dengan menurunnya suhu. Namun, jika dilihat dari kristal
yang terbentuk pelarut yang lebih baik untuk digunakan dalam proses rekristalisai adalah
akuades karena akuades menghasilkan kristal dengan ukuran yang lebih besar daripada kristal
yang dihasilkan oleh toluena dan etanol. Hal ini sesuai dengan teori yang berlaku yaitu
pembentukan kristal yang baik adalah kristal yang ukurannya besar dan hasilnya banyak,
sehingga akuades adalah pelarut yang paling baik digunakan sebagai pelarut sampel B. Sampel B
merupakan bodrex dimana kandungan terbesar didalamnya adalah parasetamol. Adapun struktur
yang dimiliki parasetamol adalah sebagai berikut :
NH

CH3

O
HO
N-(4-hydroxyphenyl)acetamide

Gambar 2. Parasetamol
Selain itu adanya penggambaran struktur resonansi juga mempermudah memahami kelarutan

sampel B. adapun struktur ionisasi dari parasetamol berserta struktur resonansinya :


Struktur Ionisasi :
.
HO

+
NH
H3C

NH
O

H3C

Struktur Resonansi :
O

NH
H3C

NH
H3C

NH
O

H3C

Berdasarkan struktur tersebut senyawa tersebut sangat stabil karena ini terdapat gugus OH
sebagai gugus pendorong pada cincin benzene sehingga ia akan lebih menjadi sifat asam maka ia
akan bereaksi dengan spesi atau reagen yang dapat menerima proton (H +) sehingga pada kasus
pelarut yang digunakan yang dapat menenima adalah akuades saja sehingga dengan akuades
akan terjadi reaksi kesetimbangan dan diperoleh akudes sebagai pelarut yang baik bagi sampel
A. Sehingga ia akan terionisasi seperti struktur diatas didalam akuades.
Hasil yang didapatkan dari pelarutan sampel C yaitu Asam benzoat pada suhu kamar dalam
keenam jenis pelarut yang digunakan menunjukkan

berbagai keadaan kelarutannya dalam

masing-masing sampel. Sampel C dapat larut dalam pelarut etanol, etil asetat, aseton dan toluena
pada suhu kamar sedangkan dalam n-heksana dan akuades sampel B tidak dapat larut. Dari hasil
yang tidak larut sampel C didalam pelarut n-heksana dan akuades kemudian dilakukan proses
pemanasan. Fungsi pemanasan yaitu untuk mempercepat reaksi sehingga akan mempercepat
proses pelarutan. Hasil dari pemanasan ini adalah sampel C terlarut sempurna dalam pelarut
akuades dan larut dalam n-heksena. Ketika suhu diturunkan, sampel C yang terlarut dalam
pelarut n-heksana dan akuades membentuk kristal. Kristal yang terbentuk dari pelarut akuades
memiliki jumlah yang lebih banyak daripada kristal yang terbentuk dari pelarut n-heksana.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji sampel C ini didapat pelarut yang tepat untuk sampel C

adalah akuades dan n-heksana karena hasil yang didapat dari kedua pelarut ini sesuai dengan
teori yang berlaku yaitu pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah pelarut yang mempunyai
daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi, dan daya pelarut semakin turun seiring dengan
menurunnya suhu. Namun, jika dilihat dari kristal yang terbentuk pelarut yang lebih baik untuk
digunakan dalam proses rekristalisai adalah akuades karena akuades menghasilkan kristal yang
lebih banyak daripada n-heksana. Hal ini sesuai dengan teori yang berlaku yaitu pembentukan
kristal yang baik adalah kristal yang ukurannya besar dan hasilnya banyak. Adapun struktur dari
sampel C yaitu
O
OH

Gambar 3. Asam Benzoat


Selain itu adanya penggambaran struktur resonansi juga mempermudah memahami kelarutan
sampel B. adapun struktur ionisasi dari parasetamol berserta struktur resonansinya :
Struktur Ionisasi :
O

OH

Struktur Resonansi :
O

O
O

O
O

Berdasarkan struktur tersebut senyawa tersebut sangat stabil karena ini terdapat gugus
karboksilat (-COOH) maka ia akan bereaksi dengan spesi atau reagen yang dapat menerima
proton (H+) sehingga pada kasus pelarut yang digunakan yang dapat menenima adalah akuades
saja sehingga dengan akuades akan terjadi reaksi kesetimbangan dan diperoleh akudes sebagai
pelarut yang baik bagi sampel C. Sehingga ia akan terionisasi atau mengalami kestimbangan
didalam akudes seperti struktur diatas didalam akuades.

Hasil pemilihan pelarut untuk sampel A ( asam salisilat), B (asetanilida) dan C (asam
benzoat) menunjukkan bahwa pelarut yang baik untuk ketiga sampel tersebut adalah akuades.
Percobaan selanjutnya yaitu rekristalisasi pada sampel unknown. Proses yang dilkukan sebelum
rekristalisasi ini yaitu pemilihan pelarut yang tepat untuk sampel unknown. Karena sampel
unknown ini merupakan bodrex yang sama dengan sampel B maka tes pemilihan pelarut tidak
perlu dilakukan sehingga pelarut yang tepat sudah dapat ditentukan dari pemilihan pelarut yang
tepat untuk sampel B yaitu akuades. Sampel unknown ini atau parasetamol (kandungan
terbesarnya) ini kemudian diambil sebesar 0,1 gram dan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Sampel tersebut kemudian ditambahkan 1 mL akuades dan kemudian dipanaskan serta
ditambahkan lagi akudes 1 mL tersebut dan dipanaskan, hasil menunjukkan sampel tersebut larut
dalam akuades. Sampel yang larut dalam akuades ini kemudian dimasukkan kedalam icebath.
Dimasukkannya ke dalam icebath ini bertujuan untuk menurunkan suhu sehingga kristal dapat
terbentuk kembali dengan cepat pada dasar tabung reaksi. Penurunan suhu yang terjadi ketika
terjadi saat tabung reaksi dimasukkan kedalam icebath sangat berpengaruh terhadap proses
terbentuknya kristal. Namun kristal yang diperoleh dan nampak pada dasar tabung terlihat
banyak, berukuran kecil dan lembut. Kecilnya kristal yang terbentuk kecil disebabkan penurunan
suhu yang sangat cepat sehingga kecepatan tumbuh inti kristal lebih cepat daripada kecepatan
pertumbuhan krtistal, sehingga kristal yang diperoleh kecil dan banyak. Andaikan penurunan
suhu dilakukan secara perlahan, kecepatan pertumbuhan kristal lebih cepat daripada kecepatan
pertumbuhan inti kristal sehingga kristal yang dibebaskan besar-besar, liat dan elastis, namun
yang dilakukan yaitu tabung masih hangat agak panas langsung dimasukkan icebath sehingga
penurunan suhunya cepat dan bukan secara berlahan-lahan (Austin, 1986). Proses selanjutnya
setelah terbentuknya kristal yaitu melakukan penyaringan dan pengeringan. Proses penyaringan
dilakukan dengan menggunakan corong burner yang kemudian diletakan kertas saring dan
dibasahi dengan akuades dingin. Kemudian sampel larutan yang berada pada tabung reasksi
dituangkan. Untuk membersihkan sisa-sisa sampel yang terdapat di dalam tabung reaksi yaitu
dibilas dengan sedikit akuades dingin kemudian dimasukkan kedalam corong burner. Diberi
akudes dingin ini bertujuan untuk menjaga agar sampel tersebut kristalnya tetap terjaga. Kristal
yang diperoleh diatas kertas saring tersebut kemudian dilakukan pengeringan dengan cara
dimasukkan dalam oven. Tujuan dimasukkan dimasukannya ke dalam oven ini yaitu untuk
pengeringan sehingga sisa-sisa yang terdapat di dalam kertas saring maupun kristal dapat hilang
sehingga dihasilkan kristal yang bebas air. Setelah kering tersebut kemudian dilakukan
penimbangan sehingga akan diperoleh massa Kristal dari sampel bodrex ini yang terbentuk
kembali dari proses kristalisasi yaitu sekitar 0,08 gram (yang hilang sekitar 0,02 dari massa awal

1 gram) dan menghasilkan nilai randemen sebesar 80%. Nilai randemen yang tinggi
menunjukkan kristal yang terbentuk kembali banyak. Proses terakhir yang dilakukan yaitu
menentukkan titik leleh dari Kristal tersebut dengan cara Kristal yang terbentuk kembali itu
dimasukkan kedalam pipa kapiler kemudian diletakkan pada alat penentu titik leleh. Titik leleh
yang diperoleh pada praktikum ini yaitu sekitar 184C namun.Harga titik didih yang diperoleh
tersebut yaitu mendekati titik leleh dari parasetamol yang merupakan kandungan terbesar dari
bodrex. Paracetamol memiliki titik leleh sebesar 169C sehingga dapat dipastikan bahwa
kandungan Kristal bodrex yang terbentuk kembali banyak mengandung paracetamol. Hal
tersebut dibuktikkannya titik leleh yang diperoleh mendekati paracetamol. Kesalahan yang
terjadi pada hal ini yaitu tidak dituliskannya range suhu meleleh antara berapa sampai berapa
untuk memastikitan bawah range titik leleh yang diperoleh pada percobaan itu masuk atau tepat
pada daerah titik leleh dari prasetamol yaitu 169C.
Kesimpulan
Teknik rekristalisasi senyawa organik dapat dipelajari dengan melarutkan sampel dengan
pelarut yang cocok, kemudian dipanaskan untuk mempercepat kerutan, dan didinginkan kembali
untuk pembentukan kristal. Pemilihan pelarut dalam proses ini sangat penting. Rekristalisasi
sampel unknown diperoleh rendemen 80%, dengan titik leleh 184 C, dan titik leleh tersebut
mendekati titik leleh paracetamol (169 C).
Referensi
Austin. , G. 1986. Farmasi Fisika. Jakarta: Erlangga.
Bernasceoni ,G. 1995. Teknologi Kimia. Jakarta: PT Padya Pranita.
Cahyono. 1998. Pemurnian Bahan Melalui Kristalisasi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Dasent, W.E. 1970. Energitika Anorganik Suatu Pengantar Edisi ke 2. Semarang:
IKIP Semarang Press.
Hendayana, S. 2006. Kimia pemisahan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITB Press.
Svehla, G. 1990. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro Edisi
Lima Bagian ( Terjemahan Dua Alih Bahasa A. Hadyana Pudjaatmaka). Jakarta: PT.
Kalman Media Pusaka.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. USA: Houghton Mifflin
Company.
Nama Praktikan

Ahmad Suhardiman (131810301045)

Anda mungkin juga menyukai