PERCOBAAN 5
ESTERIFIKASI FENOL : SINTESIS ASPIRIN
Disusun Oleh :
I. Tujuan Percobaan
1. Mensintesis aspirin dari asam salisilat dan anhidrat asetat dengan metode
esterifikasi pada asam salisilat.
2. Mengidentifikasi hasil sintesis aspirin dengan komersial aspirin berdasarkan
reaksi pengompleksan dengan FeCl3.
3. Menentukan titik leleh hasil sintesis aspirin.
4. Menganalisa kandungan aspirin dengan metode titrasi asam basa.
3.2 Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi pembuatan senyawa ester dengan mereaksikan
antara asam karboksilat dengan alkohol dan menghasilkan hasil samping berupa
H2O. Ester biasa juga disebut sebagai turunan karboksilat. Sifat khas ester adalah
baunya yang harum, oleh sebab itu ester biasanya digunakan sebagai pengharum
(essence sintetis) (Fessenden, 1982).
Reaksi pembuatan ester :
dalam praktikum yang dilakukan yaitu membuat butil asetat, pembuatanya adalah
mereaksikan antara asam asetat glasial dengan butanol. Reaksi pembuatannya :
3.3 Titrasi
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi
yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah
contoh tertentu yang akan di analisis. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi
dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri.
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama,
volume-volume suatu asam dan suatu basa yang tepat saling menetralkan
(Keenan,1998:422-423).
Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang
ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan
warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi
(Brady,1999:217-218).
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa
panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan
sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia
(erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu denga memekai pipet
gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar
titik ekivalen. Dala titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen
(syukri,1999:428).
Suatu proses didalam laboratorium untuk mengukur jumlah suatu reaktan
yang bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan lainnya, dimana reaktan pertama
ditambahkan secara kontinu ke dalam reaktan kedua disebut titrasi. Reaktan yang
ditambahkan tadi disebut sebagai titrant dan reaktan yang ditambahkan titrant
kedalamnya disebut titree. Didalam beberapa titrasi, titik ekivalen adalah titik
selama proses titrasi dimana tepatnya titrat telah cukup ditambahkan untuk bereaksi
dengan titree. Salah satu masalah tekhnis dalam titrasi adalah titik dimana suatu
perubahan dapat diamati, terjadi yang untuk mengindikasikan pendekatan yang
paling baik ke titik ekivalen. Secara ideal, titik akhir dan titik ekivalen seharusnya
identik, tetapi dalam prakteknya jarang sekali ada orang yang mampu membuat
kedua titik tersebut tepat sama, meskipun ada beberapa hal dimana perbedaan antara
kedua hal tersebut dapat diabaikan (Snyder,199 :597-599).
Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar pH, akan
tetapi perlu kita ketahui juga berapa banyak asam atau basayang terdapat didalam
sampel. Sebagai contoh, seorang ahli kimia lingkungan mempelajari suatu danau
dimana ikan-ikannya mati. Dia harus mengetahui secara pasti seberapa banyak
asam yang terkandung dalam suatu sampel air danau tersebut. Titrasi melibatkan
suatu proses penambahan suatu larutan yang disebut tirant dari buret ke suatu flask
yang berisi sampel dan disebut analit. Berhasilnya titrasi asam-basa tergantung pada
seberapa akurat kita dapat mendeteksi titik stoikiometri. Pada titik tersebut, jumlah
mol dari H3O+ dan OH– yang ditambahkan sebagai titrant adlah sama dengan
jumlah mol dari OH- atau H3O+ yang terdapat dalam analit. Pada titik stoikiometri,
larutan terdiri dari garam dan air. Larutan tersebut adalah asam apabila ion asam
yang terkandung didalamnya, dan basa apabila ion basa yang terkandung
didalamnya (Atkins, 1997:550).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik
ekivalen dari reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam dan basa
keduanya setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi,
suatu larutan yang akan dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask
bersamaan dengan beberapa tetes indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya
(misal basa) yang terdapat didalam buret, ditambahkan ke asam. Pertama-tama
ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan tetesan hingga titik ekivalen. Titik
ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator. Titk pada titrasi
dimana indikator warnanya berubah disebut titik akhir (Petrucci, 1997:636).
Misalkan kita ingin menentukan molaritas dari suatu larutan HCl yang tidak
diketahui konsentrasinya. Kita bisa menentukan konsentrasi HCl tersebut melalui
suatu prosedur yang disebut titrasi, dimana kita menetralisasi suatu asam dengan
suatu basa yang telah diketahui konsentrasinya. Pada titrasi, pertama-tama kita
menempatkan suatu asam yang volumenya telah ditentukan ke dalam suatu flask.
Dan tambahkan beberapa tetes indikator seperti penolftalein, kedalam larutan asam.
Dalam larutan asam, penolftalein tidak berwarna. Kemudian, buret kita isi dengan
larutan NaOH yang konsentrasinya telah diketahui. dan dengan hati-hati NaOH
ditambahkan ke asam pada flask. Kita bisa mengetahui bahwa netralisasi telah
berlangsung ketika penolftalein dalam larutan berubah warna menjadi merah muda.
Ini disebut titik akhir netralisasi. Dari volume yang ditambahkan dan molar NaOH,
kita dapat menentukan konsentrasi asam (Timberlake,2004:354-355).
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan
jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa
organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu
terutama senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya
senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu
dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan
asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan
basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya
ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan
bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai,H.1990:308-310).
Tidak semua pereaksi dapat digunakan sebagai titran, untuk itu pereaksi
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut berlangsung sempurna, tunggal dan
menurut persamaan yang jelas ( dasar teoritis), cepat dan irreversible, ada petunjuk
akhir titrasi (indikator), larutan baku direaksikan dengan alat harus mudah didapat
dan sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak
mudah berubah bila disimpan (Ady Mara,2010:21).
Uraian Bahan :
1. Aqua Destilata (Depkes RI,1979l:62)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air Suling,Aquades
Rm/Bm : H₂O / 18,02
Pemberian : Cairan jernih,tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna
Penyimpanan : Didalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
3.4 Aspirin
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki
peranan sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat anti
piretik dan analgenik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di
alam, jadi untuk memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara
dua zat atau lebih untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organic
adalah sintesis teknik preparasi senyawa yag dapat dianggap sebagai seni, salah satu
senyawa organik yang dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal atau
asam asetilsalisilat adalah turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari
simplisia tumbuhan Coretx salicis (Baysinger, 2004).
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang palin dikenal. Aspirin adalah obat
pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan
dalam bentuk bubuk(puyer). Dalam menyambut piala dunia FIFA 2006 di Jerman,
replica tablet aspirin raksasa di pajang di Berlin sebagai bagian dari pameran
terbuka Deutschland, land der Ideen (“Jerman, negeri berbagai ide”). Orang
Romawi dan Yunani kuno telah menggunakan sejenis aspirin yang diekstrak dari
sejenis tumbuhan sebagai analgesic (penghilang rasa sakit). Selain itu, aspirin juga
dikenal sebagai antipyretic (penurun demam), dan anti inflamasi. Penggunaan lain
aspirin digunakan untuk mencegah thrombus koroner dan thorombus vena-dalam
berdasarkan efek penghambat agregas trombosit. Laporan menunjukkan bahwa
dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari dapat mengurangi incident
infark miokard akut, dan kematian pada penderita angina tidak stabil (Tjay,1978).
Sedangkan efek samping dari aspirin yang sering terjadi yaitu tukak
lambung, kadang-kadang disertai anemia sekunder (Baysinger, 2004).
Tidak dapat dipungkiri bahwa obat-obatan yang paling banyak dipakai di
dunia adalah turunan dari asam benzoate, asam o-hidroksi benzoate atau asam
salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida. Meskipun cara kerja yang tepat
dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik efek-efek berguna dari ester-ester
dari asam ini telah diketahui sejak dahulu kala, daun-daun yang mengandung
jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa penawar rasa sakit dan demam ini telah
dikelola oleh dokter-dokter zamakn dahul kala. Asam salisilat merupakan suatu
unsure aktif dari salisilat adalah obat penawar rasa sakit. Aspirin dengan
esternyadengan asam asetat, kurang bersifat asam dan kurang mengiritasi
(Baysinger, 2004).
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan untuk obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar
dalam menilai efek obat sejenis. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya
digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik, adalah
ester salisilat dari asam organik dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya
asetosal. Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai
antipiretik (Ganiswara, 1995).
Cara Kerja Aspirin dalam bentuk tablet mengandung asam asetilsalisilat 0,5
g. Dimaksudkan untuk mengatasi segala rasa sakit terutama sakit kepala/ pusing,
sakit gigi, pegal linu dan nyeri otot, pilek, influenza dan demam. Efek terapeutik
aspirin, menghambat pengaruh dan biosintesa dari zat-zat yang menimbulkan rasa
nyeri, demam dan peradangan (prostaglandin, kinin), days keria antipiretik dan
analgetik pada aspirin berpengaruh langsung susunan saraf pusat (Dirjen POM,
1979).
Pada pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi
sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Aspirin (asam
asetil salisilat) bersifat analgesik yang efektif sebagai penawar nyeri. Selain itu,
aspirin juga merupakan zat anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera
ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat
antipretik yang berfungsi sebagai obat penurun demam. Biasanya aspirin dijual
dalam bentuk garam natriumnya, yaitu natrium asetil salisilat (Baysinger,2004).
Pada pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Ester
merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH dari karboksilnya diganti
dengan gugus – OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol, atau
dari anhidrida asam dengan alcohol. Suatu ester asam karboksilat ialah suatu
senyawa yang mengandung gugus -CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun
aril. Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan asam karboksilat membentuk
ester asam karboksilat. Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. (Fessenden &
Fessenden, 1986).
Aspirin adalah asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS
dalam asetilasi dan juga inaktivasi siklo-oksigenese ireversibel. AINS lain
termasuk salisilat semuanya menghambat siklo-oksigenase irreversible. Secara
teori, penghambat COX-2 selektif mungkin menguntungkan karena dapat
membatasi jaringan inflamasi. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam
tubuh, menghasilkan salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi, anti-piretik dan
anlgesik.Suatu derivat diflurofenil asam salisilat, tidak dimetabolisme menjadi
salisilat dan karena itu menyebakan intoksikasi salisilat (Mycek, 2002).
Selain mempunyai banyak manfaat, penggunaan aspirin juga dapat
menimbulkan bahaya. Penggunaan berulang dapat menyebabkan pendarahan
gastrointestinal, indikasi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang – kadang
disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna dan jika dikonsumsi
dalam dosis tinggi (10 sampai 20 g) dapat mengakibatkan kematian (Tjay, 2002).
Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu
larutan atau suatu lelehan. Disamping untuk pemisahan bahan padat dari larutan,
kristalisasi juga sering digunakan untuk memurnikan bahan padat yang sudah
berbentuk kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau
rekristalisasi. Jika suatu larutan senyawa tersebut dijenuhkan dalam keadaan panas
dan kemudian didinginkan,senyawa terlarut akan berkurang kelarutannya dan mulai
mengendap, membentuk kristal yang murni dan bebas dari pengotor. Kemurnian
zat ini disebabkan oleh pertumbuahan kristal zat telarut, sehingga za-zat ini dapat
dipisahkan dari pengotornya (Austin, 1984).
Sebagian materi padat baik alami maupun buatan terdapat dalam bentuk
kristal. Bentuk dari kristal dapat berupa kubik, orthorhombic, heksagonal,
monoklinik, triklinik, dan trigonal. Namun banyak dari kristal ini berupa
polycrystalline yang juga terbentuk dari kristal tunggal. Dalam kehidupan sehari-
hari, kristal tunggal yang sering dikonsumsi oleh manusia, antara lain kristal garam
dan gula (Austin, 1984).
Seperti dijelaskan di atas, proses kristalisasi dimulai dengan menambahkan
senyawa yang akan dimurnikan dengan pelarut panas sampai kelarutan senyawa
tersebut berada pada level super jenuh. Pada keadaan ini, bila larutan tersebut
didinginkan, maka molekul-molekul senyawa terlarut akan saling menempel,
tumbuh menjadi kristal-kristal yang akan mengendap di dasar wadah. Sementara
kotoran-kotoran yang terlarut tidak ikut mengendap (Austin, 1984).
Pembentukkan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
adalah nukleasi primer atau pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-kristal
mulai tumbuh namun belum mengendap. Tahap ini membutuhkan keadaan
superjenuh dari zat terlarut. Saat larutan didinginkan, pelarut tidak dapat menahan
semua za-zat terlarut, akibatnya molekul-molekul yang lepas dari pelarut saling
menempel dan mulai tumbuh menjadi inti kristal. Semakin banyak inti-inti yang
bergabung, maka akan semakin cepat pula pertumbuhan kristal tersebut.Tahap
kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi sekunder. Pada tahap ini petumbuhan
kristal semakin cepat, yang ditandai dengan saling menempelnya inti-inti menjadi
kristal-kristal padat (Austin, 1984).
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin. Seringkali
senyawa yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kimia memiliki kemurnian yang
tidak terlalu tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan
rekristalisasi.Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang
cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam
pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan (refluks) sampai semua senyawanya larut
sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna
di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya
dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan
suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan
rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Austin, 1984).
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi tidak
dikenal secara pasti, maka kita setidaknya harus mengenal komponen penting dari
senyawa tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa organik, maka yang kita
ketahui sebaiknya adalah gugus fungsional senyawa tersebut. Dengan kata lain, kita
minimal harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalisasi atau
rekristalisasi (Austin, 1984).
Asam asetilsalisilat atau aspirin merupakan salah satu obat analgetik tertua
dan sepanjang masa paling sukses, yang sampai kini terbanyak digunakan di seluruh
dunia. DI tahun 2014 telah diproduksi di seluruh dunia sekitar 35.000 ton aspirin
dan lebih dari 100 milyar tablet telah dikonsumsi. Obat ini telah dikembangkan oleh
ahli kimia dari Bayer di tahun 1899, yaitu Felix Hoffmann, Arthur Eichengrun, dan
ahli farmakologi Heinrich Dreser (Tjay dan Kirana, 2015 hal. 322)
Aspirin merupakan obat analgesik, anti-inflamasi dan antipiretik yang
sangat luas penggunaannya. Dalam dosis rendah, aspirin digunakan sebagai zat
antitrombosis untuk mencegah agregasi platelet melalui penghambatan enzim
siklooksigenase. Aspirin diabsorpsi secara cepat di saluran pencernaan bagian atas,
terutama di bagian pertama duodenum. Setelah pemberian secara oral, aspirin
terhidrolisis secara cepat di dalam tubuh menghasilkan asam salisilat sebagai
metabolit utama. Bioavailabilitas aspirin rendah akibat first pass effect metabolism
dan hidrolisis menjadi salisilat di dinding usus (Siswanto dkk., 2016 hal. 69).
Asetosal termasuk produk over the counter (OTC) yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter dan telah digunakan secara luas di masyarakat. Beberapa dekade
terakhir ini, asetosal bukan lagi merupakan pilihan utama sebagai analgesik
dikarenakan efek sampingnya yang dapat mengiritasi lambung. Untuk mengurangi
efek iritasi lambung ini, asetosal biasanya dibuat dalam bentuk tablet biasa (plain
uncoated), buffered tablets, enteric coated tablets, dispersible tablets, suppositoria
dll. Khasiat lain yang dimiliki asetosal pada penggunaan dosis kecil adalah sebagai
anti platelet yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infark miokard pada
orang dengan resiko tinggi stroke atau ischemia cerebral, sehingga asetosal
diproduksi dengan dosis sediaan 80 dan 160 mg/tablet dengan aturan pakai 1
tablet/hari (Annuryanti dkk, 2013 hal.2).
Ester aromatik dibentuk oleh asam karboksilat aromatik dengan alkohol
alifatik atau alkohol aromatik. Seperti halnya ester alifatik, nama ester aromatik
juga terdiri dari dua kata. Kata pertama adalah gugus alkil atau asil dan terikat pada
oksigen ester. Kata kedua adalah nama asam karboksilatnya, dengan membuang
kata asam. Etilbenzoat, fenil salisilat, dan asetil salisilat adala tiga contoh ester
aromatik. Asam salisilat mempunyai dua radikal fungsi dalam struktur kimianya,
yaitu radikal hidroksi fenolik dan radikal karboksil yang langsung terikat pada inti
benzene. Esterifikasi radikal hidroksi fenolik dengan fenol diperoleh ester fenil
salisilat yang dikenal dengan nama salol, sedangkan esterifikasi radikal
karboksilatnya dengan asetilklorida didapatkan ester asetilsalisilat yang dikenal
dengan aspirin. Salol dan aspirin banyak digunakan dalam bidang kedokteran
karena mempunyai sifat analgetik dan antipiretik (Sumardjo, 2009 hal. 113-114).
Dalam industri, reaksi asetilasi biasa digunakan pada pembuatan selulosa
asetat dan pembuatan aspirin (asam asetil salisilat). Agen asetilasi yang umum
digunakan untuk industri adalah anhidrida asetat karena lebih murah, tidak mudah
dihidrolisis, dan reaksinya tidak berbahaya. Reaksi berkatalis asam dari suatu
anhidrida dengan alkohol atau fenol akan menghasilkan ester. Reaksi ini
menggunakan anhidrida asetat yang tersedia secara komersial. Asilasi aromatik
secara umum berlangsung dengan bantuan katalis asam Lewis. Dalam substitusi
elektrofilik, substituen yang telah ada dalam cincin mengarahkan elektrofilik yang
akan masuk pada posisi-posisi tertentu dan juga mempengaruhi laju reaksi
substitusi. Ada dua jenis substituen, yang pertama gugus aktivasi membentuk
produk -orto dan -para. Kedua merupakan gugus deaktivasi membentuk produk -
meta. Orientasi dan laju substitusi elektrofilik pada fenol dan anisol mengarahkan
pada posisi orto- dan para- atau merupakan gugus pengaktivasi cincin
(Retroningrum dan Cahyono, 2014 hal. 164).
Aspirin merupakan antitrombotik yang bekerja dengan cara mengasetilisasi
seara ireversibel enzim siklooksigenase (COX-1) sehingga menghambat perubagan
asam arakidonat menjadi prostaglandin yang seterusnya akan membentuk
tromboksan A2 (TXA2). Dengan dihambatnya TXA2 maka agregasi trombosit tidak
dapat terjadi (Lusiana dkk., 2014, hal. 524).
Obat-obat yang mengandung aspirin adalah alka-seltzer, anadin, anadin
extra soluble, angettes, askit, aspro clear, beechams lemon, tablet, beechams
powdersm caprin, codis 500, disprin, disprin extra, phensic (Bull dkk., 2007, hal.
44).
Para pelopor kimia organik membantu pemikiran biologis yang utama dari
vitalisme kemekanisme, yaitu keyakinan bahwa semua fenomena alami, termasuk
proses kehidupan, diatur oleh hokum-hukum fisika dan kimia. Kimia organik telah
didefinisikan ulang sebagai kajian tentang senyawa karbon, tanpa memperdulikan
sumber atau asal senyawa itu. Sebagian besar senyawa organik yang ada di alam
dihasilkan oleh organisme, dan molekul-molekul ini mewakili suatu keseragaman
dan kisaran kerumitan yang tidak tertandingi oleh senyawa organik (Campbell, dkk,
2002: hal.53).
Uraian Bahan
1. Asam salisilat (Ditjen POM, 1979 : 43)
Nama Resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama Lain : Asam salisilat
Rumus Molekul : C7H6O3
Bobot Molekul : 138,12
Rumus Struktur :
Rumus Struktur :
VAspirin = 50 ml
VAspirin x M. Aspirin = VNaOH x MNaOH
50 ml x M.Aspirin = 29,1 ml x 0,1 M
29,1 ml x 0,1 M
M.Aspirin = = 0,0582
50 ml
Fenol
VIII. Kesimpulan