Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN 5
ESTERIFIKASI FENOL : SINTESIS ASPIRIN

Disusun Oleh :

NAMA : MUHAMMAD FILLAH


NPM : 10060318034
Kelas / Kelompok : A / 4
Tanggal Praktikum : 12 Agustus 2020
Tanggal Pengumpulan : 19 Agustus 2020
Asisten : Humairani Rahman,S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
PERCOBAAN 5
ESTERIFIKASI FENOL : SINTESIS ASPIRIN

I. Tujuan Percobaan
1. Mensintesis aspirin dari asam salisilat dan anhidrat asetat dengan metode
esterifikasi pada asam salisilat.
2. Mengidentifikasi hasil sintesis aspirin dengan komersial aspirin berdasarkan
reaksi pengompleksan dengan FeCl3.
3. Menentukan titik leleh hasil sintesis aspirin.
4. Menganalisa kandungan aspirin dengan metode titrasi asam basa.

II. Prinsip Percobaan


1. Reaksi pembentukan ester berdasarkan reaksi antara asam karboksilat dengan
alkohol dan dengan bantuan asam sebagai katalis.
2. Reaksi pembentukan kompleks menghasilkan warna.
3. Titik berubahnya wujud zat dari padat ke cair.
4. Reaksi netralisis antara asam dan basa membentuk garam dan air.

III. Teori Dasar


3.1 Sintesis
Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi
merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu
ester. Aspirin merupakan salisilat ester yang dapat disintesis dengan menggunakan
asam asetat (memiliki gugus COOH) dan asam salisilat (memiliki gugus OH).
Asam salisilat dicampur dengan asam asetat anhidrat, menyebabkan reaksi
menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan.
Sejumlah kecil asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis (Austin, 1984).

3.2 Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi pembuatan senyawa ester dengan mereaksikan
antara asam karboksilat dengan alkohol dan menghasilkan hasil samping berupa
H2O. Ester biasa juga disebut sebagai turunan karboksilat. Sifat khas ester adalah
baunya yang harum, oleh sebab itu ester biasanya digunakan sebagai pengharum
(essence sintetis) (Fessenden, 1982).
Reaksi pembuatan ester :

dalam praktikum yang dilakukan yaitu membuat butil asetat, pembuatanya adalah
mereaksikan antara asam asetat glasial dengan butanol. Reaksi pembuatannya :

Interaksi atau reaksi antara asam karboksilat dengan alcohol merupakan


proses reaksi dapat balik dan merupakan reaksi yang berlangsung lambat, untuk
mempercepat terjadinya reaksi perlu ditambahkan katalis. Biasanya katalis yang
digunakan adalah asam (asam sulfat atau asam klorida). Pengaturan temperaturpun
perlu dilakukan untuk mempercepat reaksi pembentukan ester (Fessenden, 1982).
Sesuai dengan hukum aksi massa, kesetimbangan dapat bergeser ke arah
pembentukan ester dengan adanya kelebihan salah satu pereaksi, Reaksi esterifikasi
ini akan memberi hasil yang lebih baik untuk alcohol primer dan cukup baik untuk
alcohol sekunder, tetapi untuk alcohol tersier tidak memberikan hasil yang baik
(Fessenden, 1982).
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung pada halangan sterik
dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya
memainkan peranan kecil dalam laju pembentukkan ester (Fessenden, 1982).
Esterifikasi Fischer
Reaksi esterifikasi Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan cara
merefluks sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis asam.
Asam yang digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat atau asam Lewis
seperti scandium (III) triflate (Fessenden, 1982).
Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam karboksilat terhadap
alkohol, seperti pada esterifikasi Fischer lebih disukai ketimbang asilasi dengan
anhidrida asam (ekonomi atom yang rendah) atau asil klorida (sensitif terhadap
kelembapan). Kelemahan utama asilasi langsung adalah konstanta kesetimbangan
kimia yang rendah. Hal ini harus diatasi dengan menambahkan banyak asam
karboksilat, dan pemisahan air yang menjadi hasil reaksi. Pemisahan air dilakukan
melalui distilasi Dean-Stark atau penggunaan saringan molekul (Fessenden, 1982).
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa tetrabutilamonium tribromida
(TBATB) adalah katalis yang amat efektif. Misalnya, asilasi 3-fenil propanol
dengan asam asetat glasial dan TBATB dengan refluks menghasilkan ester dalam
15 menit, dengan rasio hasil 95%, tanpa harus memisahkan air. Para ahli percaya
bahwa asam bromida yang dihasilkan oleh TBATB dapat memprotonasi alkohol
terhadap asam karboksilat sehingga karboksilatnya-lah yang bertindak sebagai
nukleofil, tidak seperti mekanisme esterifikasi standar (Fessenden, 1982).
Mekanisme reaksi
Mekasnisme reaksi esterifikasi Fischer terdiri dari beberapa langkah :
1. Transfer proton dari katalis asam keatom oksigen karbonil, sehingga
meningkatkan elektrofilisitas dari atom karbon karbonil.
2. Atom karbon karbonil kemudian diserang oleh atom oksigen dari alkohol,
yang bersifat nukleofilik sehingga terbentuk ion oksonium.
3. Terjadi pelepasan proton dari gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan
kompleks teraktivasi.
4. Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil, yang diikuti oleh pelepasan
molekul air menghasilkan ester.
(Fessenden, 1982).

3.3 Titrasi
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi
yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah
contoh tertentu yang akan di analisis. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi
dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri.
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama,
volume-volume suatu asam dan suatu basa yang tepat saling menetralkan
(Keenan,1998:422-423).
Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang
ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan
warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi
(Brady,1999:217-218).
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa
panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan
sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia
(erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu denga memekai pipet
gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar
titik ekivalen. Dala titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen
(syukri,1999:428).
Suatu proses didalam laboratorium untuk mengukur jumlah suatu reaktan
yang bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan lainnya, dimana reaktan pertama
ditambahkan secara kontinu ke dalam reaktan kedua disebut titrasi. Reaktan yang
ditambahkan tadi disebut sebagai titrant dan reaktan yang ditambahkan titrant
kedalamnya disebut titree. Didalam beberapa titrasi, titik ekivalen adalah titik
selama proses titrasi dimana tepatnya titrat telah cukup ditambahkan untuk bereaksi
dengan titree. Salah satu masalah tekhnis dalam titrasi adalah titik dimana suatu
perubahan dapat diamati, terjadi yang untuk mengindikasikan pendekatan yang
paling baik ke titik ekivalen. Secara ideal, titik akhir dan titik ekivalen seharusnya
identik, tetapi dalam prakteknya jarang sekali ada orang yang mampu membuat
kedua titik tersebut tepat sama, meskipun ada beberapa hal dimana perbedaan antara
kedua hal tersebut dapat diabaikan (Snyder,199 :597-599).
Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar pH, akan
tetapi perlu kita ketahui juga berapa banyak asam atau basayang terdapat didalam
sampel. Sebagai contoh, seorang ahli kimia lingkungan mempelajari suatu danau
dimana ikan-ikannya mati. Dia harus mengetahui secara pasti seberapa banyak
asam yang terkandung dalam suatu sampel air danau tersebut. Titrasi melibatkan
suatu proses penambahan suatu larutan yang disebut tirant dari buret ke suatu flask
yang berisi sampel dan disebut analit. Berhasilnya titrasi asam-basa tergantung pada
seberapa akurat kita dapat mendeteksi titik stoikiometri. Pada titik tersebut, jumlah
mol dari H3O+ dan OH– yang ditambahkan sebagai titrant adlah sama dengan
jumlah mol dari OH- atau H3O+ yang terdapat dalam analit. Pada titik stoikiometri,
larutan terdiri dari garam dan air. Larutan tersebut adalah asam apabila ion asam
yang terkandung didalamnya, dan basa apabila ion basa yang terkandung
didalamnya (Atkins, 1997:550).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik
ekivalen dari reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam dan basa
keduanya setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi,
suatu larutan yang akan dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask
bersamaan dengan beberapa tetes indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya
(misal basa) yang terdapat didalam buret, ditambahkan ke asam. Pertama-tama
ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan tetesan hingga titik ekivalen. Titik
ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator. Titk pada titrasi
dimana indikator warnanya berubah disebut titik akhir (Petrucci, 1997:636).
Misalkan kita ingin menentukan molaritas dari suatu larutan HCl yang tidak
diketahui konsentrasinya. Kita bisa menentukan konsentrasi HCl tersebut melalui
suatu prosedur yang disebut titrasi, dimana kita menetralisasi suatu asam dengan
suatu basa yang telah diketahui konsentrasinya. Pada titrasi, pertama-tama kita
menempatkan suatu asam yang volumenya telah ditentukan ke dalam suatu flask.
Dan tambahkan beberapa tetes indikator seperti penolftalein, kedalam larutan asam.
Dalam larutan asam, penolftalein tidak berwarna. Kemudian, buret kita isi dengan
larutan NaOH yang konsentrasinya telah diketahui. dan dengan hati-hati NaOH
ditambahkan ke asam pada flask. Kita bisa mengetahui bahwa netralisasi telah
berlangsung ketika penolftalein dalam larutan berubah warna menjadi merah muda.
Ini disebut titik akhir netralisasi. Dari volume yang ditambahkan dan molar NaOH,
kita dapat menentukan konsentrasi asam (Timberlake,2004:354-355).
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan
jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa
organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu
terutama senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya
senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu
dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan
asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan
basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya
ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan
bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai,H.1990:308-310).
Tidak semua pereaksi dapat digunakan sebagai titran, untuk itu pereaksi
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut berlangsung sempurna, tunggal dan
menurut persamaan yang jelas ( dasar teoritis), cepat dan irreversible, ada petunjuk
akhir titrasi (indikator), larutan baku direaksikan dengan alat harus mudah didapat
dan sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak
mudah berubah bila disimpan (Ady Mara,2010:21).
Uraian Bahan :
1. Aqua Destilata (Depkes RI,1979l:62)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air Suling,Aquades
Rm/Bm : H₂O / 18,02
Pemberian : Cairan jernih,tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna
Penyimpanan : Didalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Natrium Hydroxydium (Depkes RI,1979:412)


Nama resmi : NATRIUM HIDROKSIDA
Nama Lain : Natrium hidroksida
Rm/Bm : NaOH/40.00
Pemerian : Bentuk batang, massa hablur atau keping-keping, rapuh dan mudah
meleleh basah, sangat Alkalis dan korosif.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Penyimpanan : Mengandung tidak kurang dari 97,5% akali jumlah dihitung
sebagai NaOH dan tidak lebih dari 2,5% NaCO3
Kegunaan : Sebagai zat tambahan

3. Indikator pp (Depkes RI,1979:675)


Nama Resmi : FENOLFTALEIN
Nama Lain : Fenolftalein, Indikator PP
RM : C20H14O4
BM : 318,33
Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan lemah, tidak berbau,
stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
K/P : Zat tambahan,indicator

3.4 Aspirin
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki
peranan sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat anti
piretik dan analgenik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di
alam, jadi untuk memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara
dua zat atau lebih untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organic
adalah sintesis teknik preparasi senyawa yag dapat dianggap sebagai seni, salah satu
senyawa organik yang dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal atau
asam asetilsalisilat adalah turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari
simplisia tumbuhan Coretx salicis (Baysinger, 2004).
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang palin dikenal. Aspirin adalah obat
pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan
dalam bentuk bubuk(puyer). Dalam menyambut piala dunia FIFA 2006 di Jerman,
replica tablet aspirin raksasa di pajang di Berlin sebagai bagian dari pameran
terbuka Deutschland, land der Ideen (“Jerman, negeri berbagai ide”). Orang
Romawi dan Yunani kuno telah menggunakan sejenis aspirin yang diekstrak dari
sejenis tumbuhan sebagai analgesic (penghilang rasa sakit). Selain itu, aspirin juga
dikenal sebagai antipyretic (penurun demam), dan anti inflamasi. Penggunaan lain
aspirin digunakan untuk mencegah thrombus koroner dan thorombus vena-dalam
berdasarkan efek penghambat agregas trombosit. Laporan menunjukkan bahwa
dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari dapat mengurangi incident
infark miokard akut, dan kematian pada penderita angina tidak stabil (Tjay,1978).
Sedangkan efek samping dari aspirin yang sering terjadi yaitu tukak
lambung, kadang-kadang disertai anemia sekunder (Baysinger, 2004).
Tidak dapat dipungkiri bahwa obat-obatan yang paling banyak dipakai di
dunia adalah turunan dari asam benzoate, asam o-hidroksi benzoate atau asam
salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida. Meskipun cara kerja yang tepat
dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik efek-efek berguna dari ester-ester
dari asam ini telah diketahui sejak dahulu kala, daun-daun yang mengandung
jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa penawar rasa sakit dan demam ini telah
dikelola oleh dokter-dokter zamakn dahul kala. Asam salisilat merupakan suatu
unsure aktif dari salisilat adalah obat penawar rasa sakit. Aspirin dengan
esternyadengan asam asetat, kurang bersifat asam dan kurang mengiritasi
(Baysinger, 2004).
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan untuk obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar
dalam menilai efek obat sejenis. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya
digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik, adalah
ester salisilat dari asam organik dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya
asetosal. Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai
antipiretik (Ganiswara, 1995).
Cara Kerja Aspirin dalam bentuk tablet mengandung asam asetilsalisilat 0,5
g. Dimaksudkan untuk mengatasi segala rasa sakit terutama sakit kepala/ pusing,
sakit gigi, pegal linu dan nyeri otot, pilek, influenza dan demam. Efek terapeutik
aspirin, menghambat pengaruh dan biosintesa dari zat-zat yang menimbulkan rasa
nyeri, demam dan peradangan (prostaglandin, kinin), days keria antipiretik dan
analgetik pada aspirin berpengaruh langsung susunan saraf pusat (Dirjen POM,
1979).
Pada pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi
sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Aspirin (asam
asetil salisilat) bersifat analgesik yang efektif sebagai penawar nyeri. Selain itu,
aspirin juga merupakan zat anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera
ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat
antipretik yang berfungsi sebagai obat penurun demam. Biasanya aspirin dijual
dalam bentuk garam natriumnya, yaitu natrium asetil salisilat (Baysinger,2004).
Pada pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Ester
merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH dari karboksilnya diganti
dengan gugus – OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol, atau
dari anhidrida asam dengan alcohol. Suatu ester asam karboksilat ialah suatu
senyawa yang mengandung gugus -CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun
aril. Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan asam karboksilat membentuk
ester asam karboksilat. Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. (Fessenden &
Fessenden, 1986).
Aspirin adalah asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS
dalam asetilasi dan juga inaktivasi siklo-oksigenese ireversibel. AINS lain
termasuk salisilat semuanya menghambat siklo-oksigenase irreversible. Secara
teori, penghambat COX-2 selektif mungkin menguntungkan karena dapat
membatasi jaringan inflamasi. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam
tubuh, menghasilkan salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi, anti-piretik dan
anlgesik.Suatu derivat diflurofenil asam salisilat, tidak dimetabolisme menjadi
salisilat dan karena itu menyebakan intoksikasi salisilat (Mycek, 2002).
Selain mempunyai banyak manfaat, penggunaan aspirin juga dapat
menimbulkan bahaya. Penggunaan berulang dapat menyebabkan pendarahan
gastrointestinal, indikasi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang – kadang
disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna dan jika dikonsumsi
dalam dosis tinggi (10 sampai 20 g) dapat mengakibatkan kematian (Tjay, 2002).
Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu
larutan atau suatu lelehan. Disamping untuk pemisahan bahan padat dari larutan,
kristalisasi juga sering digunakan untuk memurnikan bahan padat yang sudah
berbentuk kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau
rekristalisasi. Jika suatu larutan senyawa tersebut dijenuhkan dalam keadaan panas
dan kemudian didinginkan,senyawa terlarut akan berkurang kelarutannya dan mulai
mengendap, membentuk kristal yang murni dan bebas dari pengotor. Kemurnian
zat ini disebabkan oleh pertumbuahan kristal zat telarut, sehingga za-zat ini dapat
dipisahkan dari pengotornya (Austin, 1984).
Sebagian materi padat baik alami maupun buatan terdapat dalam bentuk
kristal. Bentuk dari kristal dapat berupa kubik, orthorhombic, heksagonal,
monoklinik, triklinik, dan trigonal. Namun banyak dari kristal ini berupa
polycrystalline yang juga terbentuk dari kristal tunggal. Dalam kehidupan sehari-
hari, kristal tunggal yang sering dikonsumsi oleh manusia, antara lain kristal garam
dan gula (Austin, 1984).
Seperti dijelaskan di atas, proses kristalisasi dimulai dengan menambahkan
senyawa yang akan dimurnikan dengan pelarut panas sampai kelarutan senyawa
tersebut berada pada level super jenuh. Pada keadaan ini, bila larutan tersebut
didinginkan, maka molekul-molekul senyawa terlarut akan saling menempel,
tumbuh menjadi kristal-kristal yang akan mengendap di dasar wadah. Sementara
kotoran-kotoran yang terlarut tidak ikut mengendap (Austin, 1984).
Pembentukkan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
adalah nukleasi primer atau pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-kristal
mulai tumbuh namun belum mengendap. Tahap ini membutuhkan keadaan
superjenuh dari zat terlarut. Saat larutan didinginkan, pelarut tidak dapat menahan
semua za-zat terlarut, akibatnya molekul-molekul yang lepas dari pelarut saling
menempel dan mulai tumbuh menjadi inti kristal. Semakin banyak inti-inti yang
bergabung, maka akan semakin cepat pula pertumbuhan kristal tersebut.Tahap
kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi sekunder. Pada tahap ini petumbuhan
kristal semakin cepat, yang ditandai dengan saling menempelnya inti-inti menjadi
kristal-kristal padat (Austin, 1984).
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin. Seringkali
senyawa yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kimia memiliki kemurnian yang
tidak terlalu tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan
rekristalisasi.Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang
cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam
pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan (refluks) sampai semua senyawanya larut
sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna
di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya
dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan
suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan
rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Austin, 1984).
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi tidak
dikenal secara pasti, maka kita setidaknya harus mengenal komponen penting dari
senyawa tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa organik, maka yang kita
ketahui sebaiknya adalah gugus fungsional senyawa tersebut. Dengan kata lain, kita
minimal harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalisasi atau
rekristalisasi (Austin, 1984).
Asam asetilsalisilat atau aspirin merupakan salah satu obat analgetik tertua
dan sepanjang masa paling sukses, yang sampai kini terbanyak digunakan di seluruh
dunia. DI tahun 2014 telah diproduksi di seluruh dunia sekitar 35.000 ton aspirin
dan lebih dari 100 milyar tablet telah dikonsumsi. Obat ini telah dikembangkan oleh
ahli kimia dari Bayer di tahun 1899, yaitu Felix Hoffmann, Arthur Eichengrun, dan
ahli farmakologi Heinrich Dreser (Tjay dan Kirana, 2015 hal. 322)
Aspirin merupakan obat analgesik, anti-inflamasi dan antipiretik yang
sangat luas penggunaannya. Dalam dosis rendah, aspirin digunakan sebagai zat
antitrombosis untuk mencegah agregasi platelet melalui penghambatan enzim
siklooksigenase. Aspirin diabsorpsi secara cepat di saluran pencernaan bagian atas,
terutama di bagian pertama duodenum. Setelah pemberian secara oral, aspirin
terhidrolisis secara cepat di dalam tubuh menghasilkan asam salisilat sebagai
metabolit utama. Bioavailabilitas aspirin rendah akibat first pass effect metabolism
dan hidrolisis menjadi salisilat di dinding usus (Siswanto dkk., 2016 hal. 69).
Asetosal termasuk produk over the counter (OTC) yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter dan telah digunakan secara luas di masyarakat. Beberapa dekade
terakhir ini, asetosal bukan lagi merupakan pilihan utama sebagai analgesik
dikarenakan efek sampingnya yang dapat mengiritasi lambung. Untuk mengurangi
efek iritasi lambung ini, asetosal biasanya dibuat dalam bentuk tablet biasa (plain
uncoated), buffered tablets, enteric coated tablets, dispersible tablets, suppositoria
dll. Khasiat lain yang dimiliki asetosal pada penggunaan dosis kecil adalah sebagai
anti platelet yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infark miokard pada
orang dengan resiko tinggi stroke atau ischemia cerebral, sehingga asetosal
diproduksi dengan dosis sediaan 80 dan 160 mg/tablet dengan aturan pakai 1
tablet/hari (Annuryanti dkk, 2013 hal.2).
Ester aromatik dibentuk oleh asam karboksilat aromatik dengan alkohol
alifatik atau alkohol aromatik. Seperti halnya ester alifatik, nama ester aromatik
juga terdiri dari dua kata. Kata pertama adalah gugus alkil atau asil dan terikat pada
oksigen ester. Kata kedua adalah nama asam karboksilatnya, dengan membuang
kata asam. Etilbenzoat, fenil salisilat, dan asetil salisilat adala tiga contoh ester
aromatik. Asam salisilat mempunyai dua radikal fungsi dalam struktur kimianya,
yaitu radikal hidroksi fenolik dan radikal karboksil yang langsung terikat pada inti
benzene. Esterifikasi radikal hidroksi fenolik dengan fenol diperoleh ester fenil
salisilat yang dikenal dengan nama salol, sedangkan esterifikasi radikal
karboksilatnya dengan asetilklorida didapatkan ester asetilsalisilat yang dikenal
dengan aspirin. Salol dan aspirin banyak digunakan dalam bidang kedokteran
karena mempunyai sifat analgetik dan antipiretik (Sumardjo, 2009 hal. 113-114).
Dalam industri, reaksi asetilasi biasa digunakan pada pembuatan selulosa
asetat dan pembuatan aspirin (asam asetil salisilat). Agen asetilasi yang umum
digunakan untuk industri adalah anhidrida asetat karena lebih murah, tidak mudah
dihidrolisis, dan reaksinya tidak berbahaya. Reaksi berkatalis asam dari suatu
anhidrida dengan alkohol atau fenol akan menghasilkan ester. Reaksi ini
menggunakan anhidrida asetat yang tersedia secara komersial. Asilasi aromatik
secara umum berlangsung dengan bantuan katalis asam Lewis. Dalam substitusi
elektrofilik, substituen yang telah ada dalam cincin mengarahkan elektrofilik yang
akan masuk pada posisi-posisi tertentu dan juga mempengaruhi laju reaksi
substitusi. Ada dua jenis substituen, yang pertama gugus aktivasi membentuk
produk -orto dan -para. Kedua merupakan gugus deaktivasi membentuk produk -
meta. Orientasi dan laju substitusi elektrofilik pada fenol dan anisol mengarahkan
pada posisi orto- dan para- atau merupakan gugus pengaktivasi cincin
(Retroningrum dan Cahyono, 2014 hal. 164).
Aspirin merupakan antitrombotik yang bekerja dengan cara mengasetilisasi
seara ireversibel enzim siklooksigenase (COX-1) sehingga menghambat perubagan
asam arakidonat menjadi prostaglandin yang seterusnya akan membentuk
tromboksan A2 (TXA2). Dengan dihambatnya TXA2 maka agregasi trombosit tidak
dapat terjadi (Lusiana dkk., 2014, hal. 524).
Obat-obat yang mengandung aspirin adalah alka-seltzer, anadin, anadin
extra soluble, angettes, askit, aspro clear, beechams lemon, tablet, beechams
powdersm caprin, codis 500, disprin, disprin extra, phensic (Bull dkk., 2007, hal.
44).
Para pelopor kimia organik membantu pemikiran biologis yang utama dari
vitalisme kemekanisme, yaitu keyakinan bahwa semua fenomena alami, termasuk
proses kehidupan, diatur oleh hokum-hukum fisika dan kimia. Kimia organik telah
didefinisikan ulang sebagai kajian tentang senyawa karbon, tanpa memperdulikan
sumber atau asal senyawa itu. Sebagian besar senyawa organik yang ada di alam
dihasilkan oleh organisme, dan molekul-molekul ini mewakili suatu keseragaman
dan kisaran kerumitan yang tidak tertandingi oleh senyawa organik (Campbell, dkk,
2002: hal.53).
Uraian Bahan
1. Asam salisilat (Ditjen POM, 1979 : 43)
Nama Resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama Lain : Asam salisilat
Rumus Molekul : C7H6O3
Bobot Molekul : 138,12
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur ringan tak berwarna atau serbuk berwarna


putih hampir tidak berbau rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol 95 % P. , mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P. Laruta dalam
larutan amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium
sitrat P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai bahan dasar sintesa aspirin.

2. Asam Sulfat (Ditjen POM, 1979 : 58)


Nama Resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama Lain : Asam sulfat
Rumus Molekul : H2SO4
Bobot molekul : 98,07

Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan kental seperti minyak korosif, tidak


berwarna, jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai katalisator

3. Air Suling (Ditjen POM, 1979 : 96)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquades
Rumus Molekul : H2O
Bobot Molekul : 18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pembilas
4. Asam Asetat Anhidrat (Ditjen POM, 1979 : 426)
Nama Resmi : ACIDUM ACETIC ANHIDRATE
Nama lain : Asam asetat anhidrat
RM/BM : (CH3CO)2O/102,09
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, berbau tajam,


mengandung kurangdari 95,0% C4H6O3
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol 95%
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi

IV. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah Penangas air, labu
erlenmeyer 125 ml, batang pengaduk, klem, alat corong bucher, kertas saring,
tabung reaksi, tabung kapiler, alat melting block, timbangan analitik, termometer,
dan biuret.
Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah Asam salisilat,
anhidrida asetat, larutan 85%, H3PO4/H2SO4, aqua dm, aqua dm dingin, etanol, air
hangat, larutan 10% FeCl3, tablet aspirin, dan larutan NaOH 0,1 N.
V. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Aspirin
Pada pembuatan aspirin, dipanaskan air dalam wadah penangas air. Kemudian
ditimbang 1,4 gram asam salisilat dalam labu erlenmeyer 125 ml. Ditambahkan
4 ml anhidrida asetat (membilas asam salisilat yang menempel pada dinding
tabung). Ditambahkan 5 tetes larutan 85%, H3PO4/H2SO4, lalu diaduk dengan
batang pengaduk (bekerja dilemari asam). Dipanaskan erlenmeyer berisi
campuran dalam penangas air yang dipanaskan (selama 5 menit), lalu dipegang
dengan klem. Diangkat erlenmeyer dan ditambahkan 2 ml aqua dm. setelah 2
atau 3 menit, ditambahkan 20 ml aqua dm dan dibiarkan sampai suhu kamar
(mulai mengalami kristalisasi). Ditambahkan 50 ml aqua dm dingin dan
didinginkan dalam wadah penangas es (proses pembentukkan kristal
sempurna). Dikumpulkan kristal menggunakan corong bucher dan dilepasi
dengan kertas saring. Kemudian dicuci dengan sedikit air dingin. Dilakukan
rekristalisasi (dengan cara dilarutkan kristal dalam 5 ml etanol dan ditambahkan
20 ml air hangat. Setelah itu dipanaskan sampai kristal tetap larut dan
didinginkan sampai terbentuk kristal, lalu disaring kembali kristal dengan
corong bucher). Ditimbang kristal dan dihitung hasil rendemen kristal asam
asetil salisilat (aspirin) dan dibandingkan dengan berat hasil teoritis
(berdasarkan perhitungan stoikiometrik dan persamaan reaksi).

2. Uji terhadap Aspirin


A. Uji reaksi pengkompleksan dengan besi (III) klorida FeCl3
Pada Uji reaksi pengkompleksan dengan besi (III) klorida FeCl3, disiapkan
3 tabung reaksi dan diberi label Asam salisilat. Kedalam tiap tabung
ditambahkan : 20 tetes aqua dm dan digoyangkan untuk melarutkan sampel.
Kemudian ditambahkan 10 tetes larutan 100% FeCl3 tiap tabung. Diamati
perubahan warna larutan dan dicatat hasilnya. Warna ungu menunjukkan
adanya asam salisilat.
B. Penentuan titik leleh Asam salisilat dan Aspirin
Pada penentuan titik leleh Asam salisilat dan aspirin, disiapkan 2 tabung
kapiler. Tabung kapiler 1 diisikan asam salisilat dan tabung kapiler 2
diisikan aspirin hasil sintesis. Kemudian dipasangkan alat melting block dan
termometer diatas api. Dipasang tabung kapiler (asam salisilat) pada
melting block, dan diamati perubahan suhu dan dicatat suhu awal mulai
meleleh dan telah berubah seluruhnya menjadi cair. Diulangi pengujian
dengan tabung kapiler (aspirin) pada perlakuan yang sama. Titik leleh
aspirin menurut literatur sebesar 136 oC dan dibandingkan dengan
pengukuran titik leleh sampel. Semakin kecil trayek titik leleh maka
semakin murni sedangkan semakin dekat pengukuran titik leleh sampel
dengan literatur maka semakin baik dan diteliti saat bekerja.
C. Analisis kandungan Aspirin dalam tablet aspirin
Pada analisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin, dimasukkan tablet
aspirin kedalam erlenmeyer 125 ml. kemudian dihancurkan tablet dengan
batang pengaduk. Dilarutkan dalam 10 ml etanol dan ditambahkan 3 tetes
fenolftalein dan aqua dm secukupnya hingga volume total menjadi 50 ml.
Ditentukan titrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 M sampai titik akhir titrasi
dan dicatat volume NaOH yang digunakan. Dihitung massa asam asetil
salisilat (aspirin) per tablet. Menurut peraturan FDA, kekuatan tablet aspirin
ditentukan oleh minimal 5 grains asam asetil salisilat (1 grains 0,0648
gram), aspirin, C9H7O4 bereaksi dengan NaOH dengan perbandingan mol
1:1 sehingga jumlah mol NaOH yang digunakan dalam titrasi sama dengan
jumlah mol aspirin dalam tablet.

VI. Data Pengamatan dan Hasil Pengamatan


1. Pembuatan Aspirin
Dari hasil pembuatan aspirin yang dilakukan dalam percobaan didapatkan hasil
yaitu:
A. Berat kristal
Bobot asam salisilat : 1,4 gram
Bobot kertas saring : 0,52 gram
Bobot kertas saring + kristal : 2,44 gram
Mr Asam salisilat : 138 g/mol
1,4 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 = = 0,01 𝑚𝑜𝑙 (ℎ𝑎𝑏𝑖𝑠 𝑑𝑢𝑙𝑢𝑎𝑛)
138 𝑔/𝑚𝑜𝑙
𝑔
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = 4 𝑚𝑙 𝑥 1,045 𝑚𝑙 = 4,18 𝑔𝑟𝑎𝑚
4,18 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = = 0,04 𝑚𝑜𝑙
90 𝑔/𝑚𝑜𝑙
Maka mol aspirin = mol Asam salisilat
= 0,0101 mol
Berat aspirin = 0,0101 mol x 180 g/mol = 1,818 gram
B. Rekristalisasi
Bobot kertas saring = 0,53 gram
Bobot kertas saring + kristal = 2,44 gram
- % Rendemen sebelum Rekristalisasi
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔+𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔)
% 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

2,44 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,52 𝑔𝑟𝑎𝑚


= 𝑥 100 % = 105,61 %
1,818
- % Rendemen setelah Rekristalisasi
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔+𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔)
% 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

2,44 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,53 𝑔𝑟𝑎𝑚


= 𝑥 100 % = 105,06 %
1,818
2. Uji terhadap Aspirin
A. Hasil uji reaksi pengkompleksan dengan FeCl3 :
Dari hasil uji reaksi pengkompleksan dengan FeCl3 yang dilakukan dalam
percobaan didapatkan hasil yaitu:
Tabung 1 (Asam salisilat) = Ungu pekat.
Tabung 2 (My Aspirin) = Ungu pekat.
Tabung 3 (Aspirin komersial) = Berwarna coklat keunguan dengan endapan
berwarna putih.
B. Uji titik leleh
Asam salisilat = 158-160 oC
My Aspirin = 135-136 oC

3. Analisis kandungan Aspirin dalam tablet aspirin


Dari hasil Analisis kandungan Aspirin dalam tablet aspirin yang dilakukan
dalam percobaan didapatkan hasil yaitu :
Hasil titrasi
V1 = 29,2 ml
V2 = 29 ml
29,2 𝑚𝑙+29 𝑚𝑙
Vrata-rata NaOH = = 29,1 𝑚𝑙
2

VAspirin = 50 ml
VAspirin x M. Aspirin = VNaOH x MNaOH
50 ml x M.Aspirin = 29,1 ml x 0,1 M
29,1 ml x 0,1 M
M.Aspirin = = 0,0582
50 ml

FDA = minimal 5 grain


1 grain = 0,0648 gram
5 grain = 5 x 0,0648 = 0,324 gram
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
𝑀= 𝑋
𝐵𝑀 𝑉
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
0,0582 = 𝑋
180 50
0,0582 𝑥 180
𝑔𝑟𝑎𝑚 =
20
𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5238
0,5238
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑝𝑖𝑟𝑖𝑛 = = 8,083 𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛
0,0648
Sehingga memenuhi syarat FDA, karena lebih dari 5 grain yaitu : 8,083
grain.
VII. Pembahasan
1. Pembuatan Aspirin
Asam Salisilat merupakan senyawa turunan Asam benzoate yang dikenal
juga dengan nama Asam orto-hidroksibenzoat. Aspirin juga disebut asam
asetilsalisilat atau Acetyl salicyli acid yang merupakan kristal jarum berwarna
bening yang dapat diperoleh dengan cara acetylasi senyawa fenol (dalam bentuk
asam salisilat) menggunakan asetat anhidrat dengan bantuan sedikit katalis asam
sulfat pekat. Pada pembuatan aspirin, asam salisilat berfungsi sebagai alcohol dan
reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Gugus hidroksi dari asam salisilat akan
bereaksi dengan acetyl dari acetate anhidrat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi
esterifikasi (Fessenden,1989).
Pembuatan aspirin dimulai dengan menimbang asam salisilat sebanyak
1,4050 gram, di masukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan dengan 4 ml asam
asetat anhidrat, campuran larutan tidak berwarna. Asetat anhidrat merupakan
senyawa asetat yang tidak mengandung molekul H 2O.
Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol
dengan anhidrida asam. Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol
karena mempunyai gugus –OH, sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai
anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus
asetil (CH3CO-) berasal dari anhidrida asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal
dari asam salisilat). Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat.
Langkah selanjutnya adalah penambahan asam sulfat pekat diaduk sampai
larut, asam sulfat berfungsi sebagai katalis atau zat penghidrasi. Telah disebutkan
di atas bahwa hasil samping dari reaksiasam salisilat dan anhidrida asam asetat
adalah asam asetat. Hasil samping ini akan terhidrasi membentuk anhidrida asam
asetat. Anhidrida asam asetat akan kembali bereaksi dengan asam salisilat
membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa asam asetat. Jadi,
dapat dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya
asam sulfat pekat ini.
Selanjutnya campuran larutan dipanaskan diatas penangas air untuk
mempercepat proses pelarutan asam salisilat kedalam anhidrida asam asetat
sehingga pembentukan aspirin menjadi lebih cepat, pemanasan dilakukan selama
15 menit pada suhu 50-60oC. Pemanasan dilakukan pada suhu 50-60oC, karena
semua campuran yang dimasukkan akan bereaksi sempurna pada selang suhu
tersebut. Campuran larutan diangkat dari penangas air, didinginkan pada suhu
kamar. Tambahkan 2 ml aquadest, kemudian aduk sempurna, penambahan aquades
bertujuan untuk melarutkan asam salisilat sebagai bahan baku pembentukan aspirin
karena adanya ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus -OH dengan air,
sekaligus menghentikan reaksi karena air akan menghidrolisis anhidrida asamasetat
menjadi 2 molekul asam asetat. Ditambahkan lagi air dingin 50 mL dan campuran
disimpan diatas bongkahan es. Pendinginan diatas es bertujuan untuk mempercepat
pembentukan kristal. Endapan disaring dengan penyaringan vakum,dan hasilnya
endapan putih atau berbentuk kristal.
Kemudian masuk kedalam tahap rekistralisasi yang bertujuan untuk
menghasilkan kristal aspirin yang lebih murni. Pertama, endapan yang terbentuk
dilarutkan dalam 5 ml etanol hangat lalu ditambahkan 20 ml air hangat, kemudian
didinginkan. Penambahkan etanol, bertujuan untuk memastikan bahwa produk
yang dihasilkan adalah aspirin, sehingga kristal hasil kristalisasi akan melarut
dengan mudah dalam etanol dan kristal akan terpisah dengan air dan diperoleh
kristal yang lebih murni dengan jumlah zat pengotor yang diminimalkan.
Sedangkan pendinginan dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu
dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada
akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced
nucleation) dan pertumbuhan partikel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal adalah :
Derajat lewat jenuh.
1. Jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari kristal yang ada.
2. Pergerakan antara larutan dan kristal.
3. Viskositas larutan.
4. Jenis serta banyaknya pengotor.
Secara umum mekanisme reaksi yang terjadi adalah :
1. Anhidrida asetat menyerang H+.
2. Anhidrida asam asetat mengalami resonansi.
3. Anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat.
4. H+ terlepas dari –OH dan berikatan dengan atom O pada anhidrida asam asetat.

Kristal yang diperoleh dihitung % rendemennya :


1) Hasil Teoritis
Massa asam salisilat = 1,4 gram (Mr = 138)
Mol asam salisilat = 1,4/138 = 0,01 mol (habis bereaksi)
Volume asetat anhidrida = 4 mL
Kerapatan asetat anhidrida = 1,045 g/ml
Massa asam asetat = 4 ml x 1,045 g/ml = 4,18 gram (Mr = 90)
4,18 𝑔𝑟𝑎𝑚
Mol asam asetat = = 0,04 𝑚𝑜𝑙
90 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙

Maka mol aspirin = mol Asam salisilat


= 0,0101 mol
Yang menjadi reaksi pembatas adalah asam salisilat
Massa aspirin = mol asam salisilat x Mr aspirin
= 0,0101 mol x 180 g/mol
= 1,818 gram
2) Hasil Sebenarnya
Massa kertas saring = 0,53 gram
Massa kertas saring + kristal aspirin = 2,44 gram
Massa aspirin = 2,44 – 0,53 = 1,91 gram
ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
3) % rendemen = 𝑥 100 %
ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
1,91 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100 %
1,818 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 105,06 %
2. Uji Reaksi Pengkompleksan
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari ion logam
dengan satu atau lebih ligan. Interaksi antara logam dengan ligan - ligan dapat
diibaratkan seperti reaksi asam-basa lewis, di mana basa lewis merupakan zat yang
mampu memberikan satu atau lebih pasangan elektron (ligan). Dalam percobaan ini
yang menjadi ligan adalah aspirin, sedangkan logamnya adalah Fe.
Fenol yang bereaksi dengan FeCl3 akan memberikan warna ungu, karena
asam salisilat adalah senyawa yang mengandung Fenol maka reaksi FeCl3 dengan
asam salisilat juga akan memberikan warna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa telah
terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol. Fenol merupakan senyawa
yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada karbon tak jenuh, sehingga
dapat bereaksi dengan besi (III) klorida menghasilkan larutan berwarna.
Dari percobaan diperoleh bahwa :
1) Asam salisilat ditambah FeCl3 berwarna ungu tua. Hal ini menunjukan
bahwa asam salisilat mengandung gugus fenol.
2) Aspirin comersial ditambah FeCl3 berwarna kuning kecoklatan. Hal ini
menunjukan aspirin komersial mengandung sedikit asam salisilat.
3) My aspirin ditambah FeCl3 berwarna kuning. Hal ini menunjukan bahwa
my aspirin telah murni tidak mengandung asam salisilat.
Berikut adalah struktur asam salisilat yang mengandung gugus fenol :

Fenol

3. Penentuan Titik Leleh Asam Salisilat dan Aspirin


Menentukan titik leleh suatu kristal merupakan cara yang di gunakan untuk
menguji kemurnian suatu kristal tersebut. Jika zat padat dipanasakan, zat padat akan
meleleh. Suatu zat padat mempunyai struktur kisi yang teratur dan diikat oleh gaya
gravitasi dan elektrostatik. Bila zat padat dipanaskan, energi kinetik dari molekul
kristal akan naik dan molekul akan bergetar yang akhirnya pada titik lelehnya,
kristal akan meleleh. Semakin kecil trakyek titik leleh, semakin murni yang
didapatkan. Semakin dekat hasil pengukuran titik leleh sampel dengan data
literature, menunjukkan semakin baik dan teliti dalam bekerja.
Dari hasil percobaan diperoleh titik leleh asam salisilat adalah 158oC-
160oC. Berdasarkan literatur, titik leleh asam salisilat adalah 157 oC-160oC
(Farmakope, 1995). Hal ini dikatakan murni karena trayek hasil percobaan tidak
jauh dengan trayek dalam literatur.
Sedangkan untuk aspirin diperoleh titik lelehnya adalah 135oC-136oC. Hal
ini sangat jauh dari trayek dalam literatur, yaitu 160 oC (Farmakope, 1995). Berarti
hasil sintesis aspirin yang diperoleh tidaklah murni.
Sampel yang diperoleh tidak murni sesuai dengan persen rendemen yang
diperoleh, yaitu 105,06%.
4. Analisis Kandungan Aspirin
Analisis ini digunakan untuk mengetahui kadar aspirin dalam suatu tablet
aspirin. Karena aspirin atau asam salisilat bersifat asam, maka penentuan kadar
dalam aspirin komersial dapat dilakukan dengan titrasi asam basa. Sebelum titrasi
tablet dihancurkan dan ditambahkan etanol yang berfungsi untuk melarutkan
aspirin yang terkandung didalam tablet (kelarutan aspirin dalam etanol lebih baik
dari pada kelarutan aspirin dalam air). Dalam titrasi ini peniter yang digunakan
adalah NaOH 0,1 N dan indikatornya adalah fenolftalein. Fenolftalein tidak dapat
larut dalam air tapi dapat larut dalam etanol, sehingga penambahan fenolftalein di
lakukan setelah melarutkan asam salisilat dengan etanol dan sebelum penambahan
air. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna pada larutan aspirin menjadi
ungu pekat.
Dari hasil percobaan diperoleh volume NaOH yang terpakai adalah 29,1 ml,
sehingga dapat ditentukan kadar aspirinnya :
MNaOH x VNaOH = Maspirin x Vaspirin
0,1 M x 29,1 ml = Maspirin x 50 ml
2,91
Maspirin =
50
Maspirin = 0,0582 N
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
M = 𝑥
𝐵𝑀 𝑉
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
0,0582 = 𝑥
180 50
0,0582 𝑥 180
gram =
20

gram = 0,5238 gram


Berdasarkan etiket kandungan aspirin dalam tiap tablet adalah 0,5238 gram,
ketidaksesuaian ini disebabkan tablet yang telah digerus dilarutkan hanya
setengahnya saja, dan setengahnya lagi digunakan untuk percobaan lain.

VIII. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini antara lain :


1. Aspirin dapat disintesis dari asam salisilat dan anhidrat asetat dengan
esterifikasi dan terdapat % rendemen sebesar 105,06 %.
2. Aspirin dapat di identifikasi dengan FeCl3 dengan hasil warna ungu dan titik
leleh sebesar 135-136 oC.
3. Tablet aspirin dapat ditentukan kadarnya dengan titrasi asam basa dan diperoleh
sebesar 0,5238 gram.

IX. Daftar Pustaka


Harjadi, W. 1990.Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.
Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2.Erlangga:
Jakarta.
Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta.
Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar.
Shevla.G. 1985. Vogel analisis anorganik kualitatif makro dan semi makro. PT
Kaman Media Pustaka : Jakarta.
Atkins, Peter and Jones Lorette. 1997. Chemistry Molecules and Canges.
NewYork: W. H. Freeman and Company.
Brady, James E. 1999. Kimia Universutas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Keenan, C. W, dkk. 1998. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralph H and Willias S. Harwood. 1997. General Chemistry. New
Jersey:Prentice Hall.
Snyder, Milton K. 1996. Chemistry Structure and Reaction. New York: Holt
Rinehart And winston. Inc.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung ITB.
Timberlake, Karen C. 2004. General, Organic and Biological Chemistry Structure
Of Life. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings.
Annuryanti, F., Juniar M., Asri D., 2013, Kandungan Salisilat Bebas dalam Tablet
Asetosal yang Beredar di Surabaya, Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, 2(2).
Anonim, 2018, Penuntun Praktikum Kimia Sintesis, Universitas Muslim Indonesia,
Makassar.
Bull dan David., 2007, Simple Guide Asma, Erlangga, Jakarta.
Campbell, A.,N., dkk. 2002. Biologi. Edisi V Jilid I. Erlangga: Jakarta.
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Lusiana, Mongan, dan Memah., 2014, Perbandingan Nilai Agregasi Trombosit
Pada Pasien Hipertensi Yang Diberi Aspirin dan Tidak Diberi Aspirin Di
RSUD. PROF. DR. R. KANDOU MANADO, Fakultas Universitas Sam
Ratulangi Manado, Manado.
Retnoningrum, DA., E. Cahyono, E. Kusuma, 2014, Asetilasi Pada Fenol dan
Anisol Menggunakan Anhidrida Asam Asetat Berkatalis Zr4+-Zeolit Beta,
Jurnal MIPA Universitas Negeri Jember, 37(2).
Siswanto, A., Achmad F., Akhmad K. N., Sudibyo M., 2016, Validasi Metode
HPLC untuk Penetapan Aspirin dan Asam Salisilat dalam Plasma Kelinci
(Lepus curpaeums) secara Simultan, Jurnal Kefarmasian Indonesia, 6(2).
Sumardjo, D., 2009, Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2015, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Ketujuh, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Fessenden, R. and Fessenden, J., 1982.,”Organic Chemistry”, 2nd Edition, Willard
Grant Press Publisher, Massachusetts, USA.
Groggins, P. H., “Unit Processes in Organic Synthesis”, fifth Edition, International
Student Edition, Mc. Graw – Hill Kogakusha, Ltd.
Othmer, K., 1982, “Encyclopedia of Chemical Technology”. Vol.8. Second
Completely Revised Edition, Interscience Publishers a division of John
Wiley & Sons, Inc.
Staf Pengajar Politeknik. 1996., “ Petunjuk Praktikum Kimia Organik”, P4D.
Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra- Hill
Book Co: Singapura.
Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.
Ditjen POM. 1979. “Farmakope Indonesia”. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Fessenden & Fessenden. 1986.Kimia Organik Jilid 2 Edisi 3. Penerbit Erlangga:
Jakarta.
Mycek, Mary. 2002. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika: Jakarta.
Tjay Tan Hoan, dkk. 2002.Obat – Obat Penting. PT. Elex Media: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai