SINTESIS ASPIRIN
I. Tujuan Percobaan
1. Mengisolasi aspirin dari asam salisilat dan asetat anhidrida dengan
cara esterifikasi fenol.
2. Penentuan kadar aspirin dengan cara titrasi asam basa.
3. Memurnikan hasil sintesis aspirin dengan cara rekristalisasi.
4. Menentukan sampel mengandung asam salisilat dengan uji reaksi
pengkompleksan FeCl3.
5. Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin menggunakan
melting block.
Menurut Arrhenius asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air
terionisasi menghasilkan ion H+ dalam larutannya. Sedangkan basa
adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi menghasilkan ion
OH-.Menurut lewis, asam adalah suatu spesies yang dapat menerima
pasangan elektron bebas (akseptor pasangan elektron) dalam suatu
reaksi kimia. Basa adalah suatu spesies yang dapat memberikan
pasangan elektron bebas (donor pasangan elektron) (Chang, 2004).
Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk menentukan
titik ekuivalen dari titrasi asam-basa. Karena indikator mempunyai
interval pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi
asam-basa berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya,
maka pemilihan indikator merupakan hal terpenting. Titrasi merupakan
suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan
zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah
titrasi yang yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang
telah diketahui konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan
ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang
telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar larutan basa dapat
diketahui dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya.
Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer) tepat
ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik ekuivalen
titrasi ini dapat dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada saat ini
pH larutan besarnya 7. Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis.
Problemnya sekarang adalah kita inngin menetapkan titik akhir ini
dengan pertolongan indikator. Titik akhir yang dinyatakan oleh
indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator yang dipakai harus dipilih
agar titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau sangat berdekatan.
Untuk itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek perubahan
warnanya di sekitar titik akhir teoritis (Sukardjo, 1984).
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan
basa diantaranya : (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat,
(2) titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi
yang melibatkan asam kuat dan basa leamah. Titrasi asam lemah dan
basa lemah dirumitkan oleh terhidrolisisnya kation dan anion dari
garam yang terbentuk. Titik ekuivalen, sebagaimana kita ketahui, ialah
titik pada saat sajumlah mol ion OH- yang ditambahkan ke larutan
sama dengan jumlah mol ion H+yang semula ada. Jadi untuk
menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui
dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam
dalam labu. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan
menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat
awal tersebut. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik
lemah yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk
tidak terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan
dengan pH larutan yang melarutkan indikator tersebut.Titik akhir
titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua
indikator berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator
untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa yang
digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat atau
lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi,
kita dapat menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen
(Chang, 2004).
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah
perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan
zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu
sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan
cara menjenuhkannya (Svehla, 1979).
Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mula-
mula molekul zat terlarut membentuk agrerat dengan molekul pelarut,
lalu terjadi kisi-kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh
membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya,
sambil melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari zat akan
menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan
sifat kristal senyawanya. Dan pembentukan kristal ini akan mencapai
optimum bila berada dalam kesetimbangan (Svehla, 1979).
Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut
yang cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut
dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan sampai
semua senyawanya larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar,
senyawa tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak
perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila
senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu
kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan
rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Svehla, 1979).
4.2 Bahan
- Asam salisilat
- Asam asetat anhidrida
- Tablet aspirin
- Asam sulfat 85%
- Aquadest
- Es
- Etanol
- FeCl3 10%
- Phenoftalein
- NaOH 0,1 M
V. Prosedur Percobaan
5.1 Pembuatan Aspirin
Aquadest dipanaskan diatas hot plate dan erlemeyer yang akan
digunakan digores dindingnya menggunakan batang pengaduk. 1,4
gram asam salisilat ditimbang di erlemeyer, ditambahkan 4 ml
asam asetat anhidrida dan 5 tetes asam sulfat 85% di lemari asam.
Campuran dipanaskan selama 5 menit, lalu ditambahkan 2 ml
aquadest. Ditunggu selama 3 menit dan ditambahkan 20 ml
aquadest ditunggu sambil disimpan di penangas es hingga
mengkristal. Kristal yang terbentuk disaring menggunakan corong
Buchner dan dicuci dengan aquadest. Kristal yang diperoleh
dilakukan rekristalisasi dengan ditambahkan 5 ml etanol dan 20 ml
aquadest panas, ditunggu hingga dingin dan terbentuk kristal
kembali. Campuran di saring dengan corong Buchner untuk
mendapatkan kristal murni. Kristal yang terbentuk ditimbang,
dihitung rendemennya.
mmol = mg / Mr
6,09 = mg / 180
mg = 1096,2 mg = 1,0962 gram
Setelah titik akhir titrasi tercapai, dari volume NaOH 0,1 M yang
diperoleh dapat dihitung konsentrasi aspirin dalam tablet dengan berat
1,1963 gram yaitu 91,63%. Pada titrasi ini hasil perhitungan yang
diperoleh tidak akurat karena NaOH yang digunakan belum dibakukan
terlebih dahulu dengan asam sehingga tidak dapat diketahui pasti
konsentrasi NaOH yang digunakan. Pembakuan perlu dilakukan
karena NaOH merupakan larutan baku sekunder.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa aspirin dibuat dari asam salisilat dan asetat anhidrida dengan
bantuan katalis H2SO4 dan dari hasil rekristalisasi tidak diperoleh
kristal karena pengerjaan yang kurang baik. Pada pengujian
pongkompleksan dengan FeCl3 diperoleh hasil yang positif pada asam
salisilat menghasilkan larutan berwarna ungu, sedangkan pada tablet
aspirin dan aspirin hasil sintesis menunjukan hasil yang negatif berupa
larutan berwarna kuning kecoklatan. Titik leleh pada asam salisilat
adalah 148°-154° C dan pada aspirin hasil sintesis adalah 130°-142° C.
Konsentrasi aspirin pada tablet dengan berat 1,1963 adalah 91,63%.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Erlangga, Jakarta.
Chang,R .2004. Kimia Dasar, Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Hart , Harold (alih bahasa oleh Dr. Suminar Acmadi Ph.D). 1983. Kimia Organik,
Suatu kuliah singkat, edisi keenam. Jakarta: Erlangga.
Keenaan,C.W, D,C Kleinfelter dan J.H Wood. 1980. General College Chemestry.
New York: Harper and Row Publisher, inc
Khopkar. 2010. Konsep Dasar Kimia Analisis. UI Press.,Jakarta.
Soebagio. dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang: Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Negeri Malang.
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.