Dosen Pengampu :
Dr.Ruswanto, M.Si
Anindita Tri Kusuma Pratita, M.Si
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Syifa Rizki Azzahra 31121194
Wulan Aprilia S 31121195
Samsul Mubar ok 31121196
Dea Rashieka Tabina 31121197
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Tujuan Penelitian............................................................................................ 1
1.2 Dasar Teori ..................................................................................................... 1
BAB II .......................................................................................................................... 9
METODE ..................................................................................................................... 9
2.1 Waktu dan Tempat ......................................................................................... 9
2.2 Alat dan Bahan ............................................................................................... 9
2.3 Prosedur ........................................................................................................ 10
BAB III ....................................................................................................................... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 12
3.1 Hasil ............................................................................................................. 12
3.2 Pembahasan .................................................................................................. 12
BAB IV ....................................................................................................................... 15
PENUTUP .................................................................................................................. 15
4.1 Kesimpulan................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16
LAMPIRAN ............................................................................................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Bentuk
Basa konjugat suatu alkohol ialah ion alkoksida (contohnya, ion metoksida dari
metanol, ion etoksida dari etanol dan seterusnya) (Hart, dkk., 2003).
2
Metanol dan etanol memiliki keasaman yang hamper sama dengan air; alkohol
meruah seperti t-butil alkohol sedikit lebih lemah karena keruahannya membuatnya
sukar disolvasi, tidak seperti ion alkoksidanya (Hart, dkk., 2003).
Untuk membantu kita memahami mengapa fenol lebih asam dari alkohol, mari
kita bandingkan kesetimbangan ionisasi untuk fenol dan etanol. Secara khusus,
perhatikan perbedaan muatan delokalisasi dalam ion etoksida dan ion fenoksida.
Muatan negatif dalam ion etoksida terlokalisir pada oksigen dan distabilkan hanya
dengan kekuatan solvasi.
Muatan negatif dalam ion fenoksida distabilkan baik oleh solvasi dan dengan elektron
delokalisasi ke dalam cincin.
Muatan negatif dalam ion fenoksida dibagi oleh oksigen dan karbon yang orto
dan para untuk itu. Delokalisasi muatan negatif kuat menstabilkan ion
fenoksida (Carey, 2000).
Alkoksida, yaitu basa konjugat dari alkohol, merupakan basa kuat seperti halnya
ion hidroksida. Alkoksida ialah senyawa ionik yang sering digunakan sebagai basa
kuat dalam kimia orgaik. Ion ini dapat dibuat melalui reaksi alkohol dengan logam
natrium atau kalium atau dengan hidrida logam. Reaksi ini berlangsung tak reversible
(tidak dapat balik), menghasilkan alkoksida logam yang sering kali dapat diisolasi
berupa padatan putih (Hart, dkk., 2003).
3
Biasanya, pengolahan alkohol dengan natrium hidroksida tidak mengonversinya
menjadi alkoksidanya. Ini karena alkoksida merupakan basa yang lebih kuat daripada
ion hidroksida, sehingga reaksi berjalan ke arah yang berlawanan. Akan tetapi, fenol
dapat dikonversi menjadi ion fenoksida dengan cara ini (Hart, dkk., 2003).
Gugus fungsi alkohol (dan fenol) tidak saja berfungsi sebagai asam lemah
melainkan juga sebagai basa lemah. Golongan tersebut memiliki pasangan elektron
bebas pada oksigen dan dengan demikian merupakan basa lewis. Golongan ini dapat
diprotonasi oleh asam kuat. Produknya, analog dengan ion oksonium, H3O+, yaitu ion
alkiloksonium (Hart, dkk., 2003).
Berbagai kondisi reaksi basa dan asam termasuk penggunaan asam Lewis
telah diaplikasikan pada reaksi antara gliserol dan o-metoksi fenol sebagai upaya
dalam pemanfaatan gliserol dari hasil samping produksi biodiesel berbahan dasar
minyak jelantah. Reaksi ini nantinya akan digunakan pada pembuatan obat batuk
gliseril guaiakolat. Kondisi reaksi yang dilakukan belum menghasilkan suatu reaksi
yang berjalan secara optimal sehingga masih diperlukan penelitian berikutnya
(Ritmaleni, 2013).
Kinetika degradasi fenol diperkirakan dalam sistem reaktor ruahan berpakan.
Pengaruh oksigen dan nutrisi yang berlebihan atau pembatasan serta kehadiran
beberapa ion penting pada fenol dan tingkat penyerapan oksigen tertentu dicapai
secara bersamaan dalam bioreaktor ditunjukkan. Candida tropicalis ditumbuhkan
pada fenol sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Menerapkan fungsi
polinom yang paling cocok, tingkat penyerapan spesifik maksimum fenol dan
oksigen, konsentrasi kritis fenol, konstanta setengah jenuh dan konstanta inhibisi
4
ditentukan. Hubungan linear antara spesifik tingkat serapan fenol dan tingkat
respirasi eksogen ditemukan terlepas dari jenis dan kehadiran nutrisi penting. Pada
batasan oksigen baik tingkat penyerapan fenol dan afinitas sel fenol menurun lebih
kuat dibandingkan dengan mereka yang di bawah batasan nutrisi. Oksigen lebih
menghasilkan peningkatan yang signifikan toleransi sel terhadap fenol. Kehadiran
nutrisi penting meningkatkan laju degradasi fenol tertentu dan menyebabkan oksidasi
fenol selesai (Pẚca, dkk., 2002).
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R
dapat berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah
pelarut dan anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat
umum ditemukan dalam kimia organik dan biokimia, karena gugus ini merupakan
gugus penghubung pada senyawakarbohidrat dan lignin.
Eter bersifat sedikit polar karena sudut ikat C-O-C eter adalah 110 derajat,
sehingga dipol C-O tidak dapat meniadakan satu sama lainnya. Eter lebih polar
daripada alkena, namun tidak sepolar alkohol, ester, ataupun amida. walau demikian,
keberadaan dua pasangan elektron menyendiri pada atom oksigen eter,
memungkinkan eter berikatan hidrogen dengan molekul air.Eter dapat dipisahkan
secara sempurna melalui destilasi.
Eter secara umumnya memiliki reaktivitas kimia yang rendah, walaupun ia lebih
reaktif daripada alkana. Beberapa contoh reaksi penting eter adalah sebagai berikut.
a. Pembelahan eter
Walaupun eter tahan terhadap hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam mineral
seperi asam bromat dan asam iodat. Asam klorida hanya membelah eter dengan
sangat lambat. Metil eter umumnya akan menghasilkan metil halida:
ROCH3 + HBr → CH3Br + ROH
Reaksi ini berjalan via zat antara onium, yaitu [RO(H)CH3]+Br-.
Beberapa jenis eter dapat terbelah dengan cepat menggunakan boron tribomida
(dalam beberapa kasus aluminium klorida juga dapat digunakan) dan menghasilkan
alkil bromida. Berganting pada substituennya, beberapa eter dapat dibelah
menggunakan berbagai jenis reagen seperti basa kuat.
5
b. Pembentukan peroksida
Eter primer dan sekunder dengan gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat
membentuk peroksida, misalnya dietil eter peroksida. Reaksi ini memerlukan oksigen
(ataupun udaara), dan dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan aldehida. Peroksida
yang dihasilkan dapat meledak. Oleh karena ini, diisopropil eter dan tetrahidrofuran
jarang digunakan sebagai pelarut.
c. Sebagai basa Lewis
Eter dapat berperan sebagai basa Lewis maupun basa Bronsted. Asam kuat dapat
memprotonasi oksigen, menghasilkan "ion onium". Contohnya, dietil eter dapat
membentuk kompleks dengan boron trifluorida, yaitu dietil eterat (BF3.OEt2). Eter
juga berkooridasi dengan Mg(II) dalamreagen Grignard. Polieter (misalnya eter
mahkoya) dapat mengikat logam dengan sangat kuat.
Monografi bahan
a. Fenol (Ditjen POM, 1979 : 484)
Nama resmi : PHENOLUM
Nama lain : Fenol
BM / RM : H6H5OH / 94,11
Pemerian : Hablur bentuk jarum atau massa hablur; tidak berwarna
atau merah jambu; bau khas; kaustik.
Kelarutan : Larut dalam 12 baguian air; mudah larut dalam etanol
(1% ) P, dalam kloroform P, dalam eter P, dalam gliserol
P, dan dalam minyak lemah
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai sampel
6
b. FeCl3 ( Dirjen POM edisi III 1979 : 659)
Nama resmi : FERII CHLORIDUM
Nama lain : Besi (III) klorida
BM / RM : 162,2 / FeCl3
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas warna
jingga dari garam nitrat yang telah terpengaruhi oleh
kelembaban.
Kelarutan : larut dalam air, larutan beropalesensi berwarna jingga.
dan dalam minyak lemah
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai pereaksi
7
e. Dietil eter
Nama lain : Eter
Pemerian : Larutan tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah
terbakar
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kelarutan : Larut dalam 10 bagian air, larut dalam etanol 95% dan
kloroform p
8
BAB II
METODE
Gambar Alat
9
2.3 Prosedur
a. Fenol
1. Tes FeCL3
masukkan 1 tetes
tambahkan
fenol dalam 5 ml
FeCL3
air
bila hasilnya
amati warna yang negative ulangi
terjadi dengan memakai
alkohol
2. Tes
KMnO4
masukkan 5 ml
teteskan
larutan fenol
beberapa tetes amati warna
dalam tabung
KMnO4 yang terjadi
reaksi
b. Eter
1.
dua buah tabung
reaksi lain diisi 2
beri tanda A & B
masing masing
ml eter
10
2.
ke dalam tabung
A ditambahkan + 4 ml larutan
3 tts asam sulfat K2Cr2O7 lalu tutup
pekat dengan gabus
masukkan ke
amati
dalam gelas
perubahan bau
kimia yang
yang terjadi
berisi air panas
ke dalam tabung B
amati reaksi yang
ditambahkan sedikit
terjadi
logam Na
11
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
a. Fenol
Percobaan Perlakuan Sebelum Sesudah
Tes FeCL3 1 tetes fenol + 5 ml air + Bening Larutan ungu
1 tetes FeCL3
Tes KMnO4 5 ml fenol + beberapa Bening Endapan coklat
tetes KMnO4
b. Eter
Percobaan Perlakuan Sebelum Sesudah
1 2 ml eter + lakmus biru Biru Biru (A)
2 ml eter + lakmus biru Biru Biru (A)
(A) 2 ml eter + 3 tetes Bening Bening panas
H2SO4 2 ml eter + 3
tetes H2SO4 + 4 ml Kuning Kuning
K2Cr2O7
(B) 2 ml eter + logam Na Bening Gelembung hanya di
awal
3.2 Pembahasan
1. FENOL
a. Tes FeCl3
Tes Ferri Klorida digunakan untuk membedakan alkohol alifatik (rantai terbuka)
dengan alkohol aromatik. FeCl3 digunakan untuk membedakan antara senyawa
alkohol dan fenol, karena FeCl3 mempunyai kemampuan untuk beraksi dengan fenol
(alkohol alifatik) dan tidak beraksi dengan alkohol alifatik. Adanya reaksi ditandai
12
dengan melihat perubahan warna sesaat setelah dicampurkan. Jika bereaksi larutan
akan berubah warna menjadi merah sampai ungu kehitaman yang terjadi ketika FeCl3
bereaksi dengan gugus hidroksil yang ada pada senyawa fenol.
Pada percobaan fenol dicampukan dengan FeCl3 larutan menjadi ungu kehitaman.
Hal ini menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan
fenol. Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada
karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan FeCl3 menghasilkan senyawa
kompleks berwarna ungu kehitaman.
b. Tes KMnO₄
KMnO4 merupakan oksidator kuat sehingga mampu mengoksidasi fenol yang
tidak mudah teroksidasi dengan udara bebas (O2). Pemanasan dilakukan untuk
meningkatkan suhu pada sistem sehingga energi kinetik reaksi akan meningkat.
Meningkatnya energi kinetik akan menyebabkan tumbukan antar partikel semakin
cepat, sehingga laju reaksi pun meningkat. Oksidasi fenol tidak berjalan dengan satu
tahap, namun terdapat satu tahapan yang disebut tahap intermediate. Zat intermediate
yang terbentuk dari oksidasi adalah hidroquinon yang kemudian dioksidasi lebih
lanjut menjadi p-quinon. Saat terjadi oksidasi, fenol kehilangan sifat
kearomatisannya. Hal demikian dapat terjadi karena pada p-quinon, terjadi perluasan
area resonansi, sehingga elektron pada cincin benzenanya tidak tersebar merata.
13
Gambar-2 Reaksi antara fenol dan KMnO₄
2. ETER
Pada percobaan pertama eter di masukkan kedalam tabung A dan B masing-
masing 2mL dicelupkan lakmus biru, lakmus tidak berubah warna tetap berwarna
biru. Ini menunjukkan eter memiliki sifat basa.
Kemudian tabung A ditambahkan 3 tetes H2SO4 dan K2Cr2O4 0,1 M menjadi
larutan bening yang panas. Kemudian di tambahkan 4mL K2Cr2O4 tidak berubah
warna. Tabung B ditambah logam Na sebesar kacang namun tidak dapat bereaksi
karena eter sangat tidak reaktif, tahan terhadap pengoksidasi atau pereduksi, asam
asam encer dan basa. Namun eter mudah terbakar dengan adanya oksigen
menghasilkan CO2 dan H2O.
Contoh etanol dan dimetil eter yang saling berisomer fungsi:
2C2H5 – OH etanol + 2Na –> 2C2H5 – ONa + H2
CH3 – O – CH3 dimetil eter + Na –> tidak dapat bereaksi
Gugus fungsi yang kurang reaktif pada eter menyebabkan eter sukar
bereaksi/tidak dapat bereaksi dengan logam natrium. Tapi eter sangat mudah terbakar
karena sangat mudah menguap. Hal ini disebabkan karena titik didihnya yang rendah
serta kepadatan uapnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan udara.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dari praktikum Identifikasi Fenol dan Eter adalah
sebagai berikut.
1. Prinsip uji FeCl3 adalah mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan
penambahan FeCl3 yang uji positifnya akan menghasilkan warna ungu, merah, hijau atau
biru sebagai akibat dari adanya reaksi gugus OH pada fenol bereaksi dengan larutan Feri
Klorida.
2. Fenol dapat dioksidasi menggunakan KMnO4
3. Eter memiliki sifat basa
4. Eter tidak reaktif terhadap logam Na sehingga eter tidak dapat bereaksi
15
DAFTAR PUSTAKA
Putri, H. D., Sumpono, S., & Nurhamidah, N. (2019). UJI AKTIVITAS ASAP CAIR
CANGKANG BUAH KARET (Hevea brassiliensis) DAN APLIKASINYA
DALAM PENGHAMBATAN KETENGIKAN DAGING SAPI. Alotrop, 2(2), 97–
105. https://doi.org/10.33369/atp.v2i2.7474
Carey, F.A., 2000. Organic Chemistry fourth edition, McGraw-Hill Companies,
Boston.
Hart, H., L.E.,Craine, dan D.J., Hart, 2003, Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat edisi
kesebelas, Erlangga, Jakarta.
Kelter, Paul B., Michael D. Mosher, Andrew Scott. 2008. Chemistry: The Practical Science,
Volume 10. USA : Cengage Learning
16
LAMPIRAN
Orange
Bening
5 tts Etanol + 1 tts asam sulfat pekat + 0,5 ml alkohol + 3 ml pereaksi HCL &
natrium bikromat 1% ZnCL2
5 tts sec butanol + 1 tts asam sulfat
pekat + natrium bikromat 1%
5 tts ter butanol + 1 tts asam sulfat pekat
+ natrium bikromat 1%
17