FARMASI FISIKA
KELARUTAN
Nama / NIM : Sajida Al Falah (31121175)
Hana Nurhasanah (31121187)
Arya Kresna Pangestu (31121188)
Muhammad Gani F (31121189)
Adil Cipta Mahardika (31121190)
Silva Fadillah (31121193)
Syifa Rizki Azzahra (31121194)
Wulan Aprilia Susilawati (31121195)
Dea Rashieka Tabina (31121197)
Kelas / Kelompok : ID / III
Tanggal Praktikum : 25 Maret 2022
Tanggal Masuk Laporan : 11 Maret 2022
Asisten Laboratorium : apt. Heni Oktaviani, S.Farm
Intan Oktavilia Putrinda
KELARUTAN
I. Tujuan
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menjelaskan pengaruh temperatur pada kelarutan zat
2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
3. Menentukan konsentrasi misel kritik dengan metode kelarutan.
II. Dasar Teori
Kelarutan diartikan dengan konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan, dan bahan padat
dalam cairan. Disamping itu, terdapat larutan dalam keadaan padat ( misalnya
gelas, pembentukan kristal campuran) ( Voight,1994)
Dalam farmakope Indonesia, kelarutan diartikan dengan kelarutan pada
suhu 20° ∁ ( Farmakope Indonesia Edisi III ) atau 25° ∁ ( Farmakope Indonesia
Edisi IV ) dinyatakan dalam satu bagian bobot zat padat atau satu bagian volume
zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain.
Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang
praktis dalam analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan
dengan bejana terbuka pada tekanan atmosfer, perubahan yang sedikit dari
tekanan atmosfer tidak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan.
Terlebih penting adalah perubahan kelarutan dengan suhu ( Soebla, 1979 ).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan :
Pengaruh pH
Pengaruh temperature/suhu
Pengaruh jenis pelarut
Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Pengaruh konstanta di elektrik
Sifat yang penting dan misel ini adalah kemampuan untuk menaikan
kelarutan zat-zat yang biasanya sukar larut dalam air. Proses ini dikenal dengan
Solubilisassi Musdar. Solubilisasi terjadi karena molekul zat yang sukar larut
berasosiasi dengan misel membentuk suatu larutan yang jernih dan stabil secara
termodinamika lokasi molekul zat terlarut dalam misel tergantung kepada
polaritas zat tersebut. Molekul-molekul semipolar akan masuk ke arah palisade
dan membentuk misel campuran.
Monografi Bahan
Erlenmeyer
Buret
Corong
Gelas ukur
Kertas Saring
Bahan :
Air
Polypropylene Glikol
Etanol
IV. Prosedur Kerja
2 35 5 10 12,6 0,2268
3 40 5 5 6 0,108
4 25 15 10 15,83 0,284
5 50 - - 3,006 0,056
Pelarut Campuran
*diketahui Konsentrasi Dielektik
a. air = 80
b. etanol = 25,7
c.pg = 33
kelompok 1
Air = 30/100 x 80
= 24
PG = 5/100 x 33
= 1,65
Etanol = 15/100 x 25,7
= 3,855
( 24+1,65+3,855) = 29,505 %
Kelompok 2
Air = 35/100 x 80
= 28
PG = 10/100 x 33
= 3,3
Etanol = 5/100 x 25,7
= 1,285
(28+3,3+1,285) = 32,58%
Kelompok 3
Air = 40/100 x 80
= 28
PG = 10/100 x 33
=1,65
Etanol = 5/100 x 25,7
= 1,285
(28+1,65+1,285) = 34,93%
Kelompok 4
Air = 25/100 x 80
= 20
PG = 10/100 X 33
= 3,3
Etanol = 15/100 x 25,7
= 3,855
(20+3,3+3,855) = 27,15%
Larutan ke-2
V1.N1 = V2.N2
12,6.0,1 = 10.N2
1,26 = 10.N2
1,26/10 = N2
N2 = 0,126
Gram Asetosal = 0,126.180.0,01
= 0,2268 gram
%b/v Asetosal = 0,2268/10.100% = 0,02268%
Larutan ke-3
V1.N1 = V2.N2
6.0,1 = 10.N2
0,6 = 10.N2
0,6/10 = N2
N2 = 0,06
Gram Asetosal = 0,06.180.0,01
= 0,108 gram
%b/v Asetosal = 0,108/10.100% = 0,0108%
Larutan ke-4
V1.N1 = V2.N2
15,83.0,1 = 10.N2
1,583 = 10.N2
1,583/10 = N2
N2 = 0,1583
Gram Asetosal = 0,1583.180.0,01
= 0,284 gram
%b/v Asetosal = 0,284/10.100% = 0,0284%
Larutan ke-5
V1.N1 = V2.N2
3,066.0,1 = 10.N2
0,3066 = 10.N2
0,3066/10 = N2
N2 = 0,03066
Gram Asetosal = 0,03066.180.0,01
= 0,055188 gram
%b/v Asetosal = 0,055188/10.100% = 0,0055188%
V.NaOH x N.NaCH = V. CH3OOH x N.CH3COOH
N.CH3COOH = V.NaOH x N.NaOH/V.CH3COOH
= 60 ml x 0,0515/20ml
= 0,1545 mol
Milligram CH3COOH = N.CH3COOH x Mr.CH3COOH x Valensi CH3COOH
= 0,1545 mol x 60 x 1
= 9,27 mg
= 9,27mg/20 mL x 100%
= 0,4635%
VI. Pembahasan
Titik ekuivalen titrasi adalah titik dimana larutan titran dan larutan uji
telah bereaksi sempurna yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi warna merah muda atau pink rose.hingga diperoleh larutan
jenuh, yaitu larutan dimana zat terlarut ada yang tidak larut dalam pelarutnya.
Larutan kemudian difiltrasi dengan kertas saring untuk memisahkan endapan dan
pengotor. Larutan yang telah disaring kemudian di titrasi dengan larutan NaOH dan
indikator pp hingga diperoleh titik ekuivalen. Titrasi harus dilakukan dengan cepat
untuk mencegah terjadinya penguapan dari alkohol karena sifat alkohol yang sangat
mudah menguap. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi asetosal dalam
berbagai konsentrasi pelarut campur, berbeda-beda. Volume NaOH yang
dibutuhkan hanya sedikit untuk asam salisilat dengan pelarut campur yang
kandungan airnya lebih banyak. Semakin banyak jumlah air dalam pelarut campur
volume NaOH yang dibutuhkan akan semakin sedikit, sebaliknya semakin banyak
volume alkohol dalam pelarut campur volume NaOH yang dibutuhkan semakin
banyak. Pada percobaan ini menunjukkan titik ekuivalen dengan waktu yang lama,
sehingga memerlukan volume NaOH yang cukup banyak Hal ini disebabkan NaOH
lebih mudah bereaksi dengan air dibanding dengan alkohol.
Asam asetil salisilat (asetosal) sangat mudah larut dalam etanol, sangat
sukar larut dalam aquadest. Banyaknya volume titran (NaOH) juga dipengaruhi
oleh kelarutan dari asam salisilat tersebut. Dengan etanol pekat (95%) asetosal
sangat mudah larut sehingga jika kandungan alkohol pada pelarut campur lebih
banyak asam salisilat yang terlarut pun semakin banyak dan ikatannya semakin
kuat, sehingga pada saat di titrasi dengan NaOH ikatan akan sulit dipisahkan
sehingga dibutuhkan volume NaOH yang lebih banyak. Berbeda dengan apabila
kandungan aquadest lebih banyak maka volume NaOH yang dibutuhkan lebih
sedikit karena asam salisilat yang terkandung dalam pelarut lebih sedikit, terlebih
lagi sebelum dilakukan titrasi, penyaringan dilakukan untuk mendapatkan larutan
jenuh, dimana asam salisilat yang tidak larut akan tertinggal dikertas saring
sehingga asam salisilat berada dalam bentuk asam bebas. Dengan demikian titrasi
yang terjadi hanya antara NaOH dan aquadest.(Domina, 2010).
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan
non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat,
makin sukar zat tersebut larut dalam air.
Senyawa polar (mempunyai kutub atau muatan) akan mudah larut dalam senyawa
polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar
sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Pelarut polar
bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
VII. Kesimpulan
Dari hasil data pengamatan dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
Semakin tinggi kadar % air semakin sedikit kadar asetosal yang terlarut, semakin
tinggi perbandingan % kadar propilen glikol denan etanol semakin tinggi kadar
asetosal yang terlarut.