Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN 2
PEMISAHAN DAN PEMURNIAAN ZAT PADAT
REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

Disusun oleh:
Nama : Shafira Rizqika Ramadhina
NPM : 10060317020
Shift / Kelompok :A/4
Tanggal Praktikum : 16 April 2019
Tanggal Laporan : 23 April 2019
Nama Asisten : Nety Kurniaty, M.Sc.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019 M/ 1440 H
Percobaan 2
Pemisahan dan Permunian zat padat
Rekristalisasi dan Titik leleh

I. Tujuan
1. Kalibrasi termometer dengan cara panas
2. Melakukan pemurnian asam benzoat dengan cara rekristalisasi
3. Melakukan pemurnian kamfer dengan cara sublimasi
II. Prinsip
1. Kalibrasi termometer: mengkalibrasi titik skala 100,dengan cara
memposisikan termometer pada uap diatas permukaan air yang mendidih.
2. Rekristalisasi: pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan kelarutan
3. Sublimasi: pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan tekanan uap dan
suhu.
III. Teori dasar
3.1 Kalibrasi termometer
Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional
nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan
terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional
maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional dan bahan-
bahan acuan tersertifikasi ( Tony,1987).
Kalibrasi pada umumnya merupakan proses untuk menyesuaikan
keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan
besaran dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya,
termometer dapat dikalibrasi sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat
ditentukan dan disesuaikan (melalui konstanta kalibrasi), sehingga
termometer tersebut menunjukan temperatur yang sebenarnya dalam celcius
pada titik-titik tertentu di skala ( Tony,1987).
3.2 Sublimasi
Sublimasi adalah wujud zat dari padat ke gas atau dari gas ke padat. Bila
partikel penyusun suatu zat padat diberikan kenaikan suhu melalui
pemanasan, maka partikel tesebut akan berubah fase (wujud) menjadi gas.
Sebaliknya, blia suhu gas tersebut diturunkan dengan cara kendensasi, maka
gas akan segera berubah menjadi padat. Pada dasarnya seblimiasi diterapkan
untuk memisahkan suatu zat dari pengotornya (impuritis) sehingga diperoleh
zat yang lebih murni, kotoran biasanya akan tertinggal dalam wadah akibat
ketidakmampuannya dala menyublim. Syarat pemisahan campuran dengan
menggunakan seblimasi adalah pertikel yang bercampur harus memiliki
perbedaan titik didih yang besar, sehingga dapat menghasilkan uap dengan
tingkat kemurnian yang tinggi. Seblimasi juga diartikan sebagai proses
perubahan zat dari fase padat menjadi uap, kemudian uap tersebut
dikondensasi langsung menjadi padat tanpa melalui fase cair ( Keenan,1999).
Pada proses sublimasi, senyawa padat bila dipanaskan akan menyublim,
langsung terjadi perubahan dari padat menjadi uap tanpa melalui fasa cair
dahulu. Kemudian uap senyawa tersebut, bila didinginkan akan langsung
berubah menjadi fasa padat kembali. Senyawa padat yang dihasilkan akan
lebih murni dari pada senyawa padat semula, karena pada waktu dipanaskan
hanya senyawa tersebut yang menyublim sedangkan pengotornya tetap
tertinggal dalam cawan ( Keenan,1999).
3.3 Kristalisasi dan rekristalisasi
Prinsip pemisahan dan pemurnian dengan tekhnik kristalisasi didasarkan
pada adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu, baik
dalampelarut murni atau pelarut campuran; suatu zat padat akan lebih mudah
larut dengan pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Proses
melarutkan zat padat tidak murni dalam pelarut panas, dan dilanjutkan dengan
pendinginan larutan tersebut untuk membiarkan zat tersebut mengkristal,
adalah tekhnik kristalisasi (Sahidin,2009).
Kristalisasi merupakan sebuah peristiwa pembentukan partikel-partikel
zat padat didalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai
pembentukan partikel padat dalam uap, seperti dalam pembentukan salju
sebagai pembekuan (Solidification) didalam lelehan cair. Pada prinsipnya
kristalisasi terbentuk melalui dua tahap yaitu, nukleasi atau pembentukan inti
Kristal dan pertumbuhan Kristal. Factor pendorong untuk laju nukleasi dan
laju pertumbuhan Kristal ialah supersaturasi. Baik nukleasi maupun
pertumbuhan tidak dapat berlangsung didalam larutan jenuh atau tak jenuh.
Inti Kristal dapat terbentuk dari berbagai jenis partikel, molekul, atom atau
ion. Karena adanya gerakan dari partikel-partikel tersebut, beberapa partikel
mungkin membentuk suatu gerombol atau klaster, klaster yang cukup banyak
membentuk embrio pada kondisi leat jenuh yang tinggi embrio tersebut
membentuk inti Kristal (Pinalia, 2011).
Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan
suhunya kecil), sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian
melebur dalam rentangan suhu yang beasr. Partikel zat padat amorf sulit
dipelajari karena tidak teratur. Oleh sebab itu, pembahasan zat padat hanya
membicarakan kristal. Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat
yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk),
contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan
Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen.
Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan partikel lain.
Contohnya, Na+ tidak dapat menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk
kristal NaCl sama dengan KCl. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau
lebih disebut polimorfik (banyak bentuk), contohnya karbon dan belerang.
Karbon mempunyai struktur grafit dan intan, belerang dapat berstruktur
rombohedarl dan monoklin (Syukri, 1999).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak
digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan
dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada
kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena
konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang
dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam
larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap
(Arsyad, 2001).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung
sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-
ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama
berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan
mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun
keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk
kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau
jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring.
Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk
dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan
setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-
kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa
tercapai (Svehla, 1979). Ukuran kristal
yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting
yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika
laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak
satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan
yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung
pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh,
makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin
besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor
lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan
berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk
yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).

Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi


adalah pelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan
zat padat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah
memperolehnya kembali. Kriteria pelarut yang baik:

 Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi.


 Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif
tak larut dalam pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalis
 Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu
didih pelarutnya.
 Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi.
 Zat pengotor yang tak diinginkan harus sangat larut dalam pelarut pada
suhu kamar atau tidak larut dalam pelarut panas.
 Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah untuk
dihilangkan setelah zat padat yang diinginkan telah terkristalisasi
(underwood,1987).
Jika data kelarutan tidak diperoleh dalam literatur, harus dilakukan
penentuan kelarutan zat padat tersebut dalam sejumlah pelarut, dengan cara
mengurut kepolaran pelarut-pelarut tersebut. Urutan kepolaran (titik didih,
dalam °C) beberapa pelarut:
air (100) > metanol (65) > etanol (78) > aseton (56) > metilen klorida (40) >
etileter (35) > kloroform (61) > benzena (80) > CCl 4 (76) > ligroin (90-115) >
heksana (68) > petroleum eter (35-60) > pentana (36).
3.4 Uji titik leleh
Titik leleh dan titik didih merupakan salah satu indikator
kemurniansenyawa organik. Titik didih digunakan untuk zat cair sedangkan
titik lelehdigunakan untuk zat padat. Padatan murni suatu senyawa akan
mempunyai rentangsuhu 1-2oC (Charles, 1986).
Kristal senyawa organik murni mempunyai titik leleh tertentu dan
tajam,artinya kisaran titik leleh (yaitu perbedaan suhu pada saat kristal
meleleh sempurnaatau mulai meleleh) tdak lebih dari 0,5oC. Adanya sedikit
zat pengotor dapat menyebabkan kisaran titik leleh akan membesar dan
mengakibatkan titik leleh darizat yang diamati menjadi lebih rendah dari titik
leleh zat murninya (Anwar, 1994).
Pada waktu suhu kristal dinaikkan, atom-atomnya atau ion-ionnya
bergetardengan kuat, akhirnya pada suhu tertentu struktur kristal hancur oleh
getaran kuattersebut sehingga padatan berubah menjadi cairan, proses ini
dinamakan meleleh.Suhu pada saat padatan meleleh adalah identik, pada suhu
ini dinamakan dengan titik leleh. Jika semua padatan telah meleleh, suhu
meningkat demikian pula pelepasankalor dari campuran cairan-cairan pada
keadaan seimbang suhu tetap dan cairanberubah menjadi padatan (Petrucci,
1987).
Titik leleh dari senyawa murni adalah temperatur dimana senyawa dalam
keadaan padat dan cairan dalam keadaan kesetimbangan pada tekanan 1
atmosfir. Jika energi panas padatan murni sebanding dengan energi kisi maka
kristal-kristal diikat membentuk unit molekul , molekul-molekul kisi-kisi
kristal menjauh dari sekitarnya.(Hadyana,1994)
Temperatur yang diinginkan untuk perubahan dari susunan molekul
dalam kisi-kisi kristal (padatan) ke bentuk fluida (cairan) adalah ukuran dari
daya tarik menarik antar molekul-molekul. Titik leleh suatu zat yang lebih
tinggi daya tarik menarik antar molekul-molekul lebih besar. Senyawa-
senyawa yang mempunyai berat molekul yang sama, maka senyawa yang
lebih polar dan yang mempunyai struktur molekul yang lebih senetris yang
mempunyai titik leleh lebih tinggi. Jadi titik leleh suatu zat sangat tergantung
dari struktur molekul yang merupakan salah satu dimensi fisis dari suatu zat.
(Hadyana,1994)
Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana zat padat berubah
menjadi cairan pada tekanannya satu atmosfer. Titik leleh suatu zat padat
tidak mengalami perubahan yang berarti dengan adanya perubahan tekanan,
oleh karena itu tekanan biasanya tidak dilaporkan pada penentuan titik leleh,
kecuali kalu perbedaan dengan tekanan normal terlalu besar. Pada umumnya
titik leleh senyawa organik mudah diamati sebab temperatur dimana
pelelehan mulai terjadi hampir sama dengan temperatur dimana zat telah
meleleh semuanya.(Hadyana,1994)
IV. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah bunsen, batu didih, batang pengaduk, cawan
porselen, corong kaca, corong buchear, erlenmeyer, gelas kimia 100 ml, hot
plate, kaca, kertas saring, klem, spatula, tabung reaksi, termometer, dan
timbangan.
Bahan yang digunakan adalah asam benzoat,karbon/norit,dan kamfer
kotor.
V. Prosedur
5.1 Kalibrasi termometer
Dikalibrasi titik skala 100 termometer dilakukan dengan diisikan ke
dalam tabung reaksi besar 10 ml aquades, dimasukan sedikit batu didih.
Diklem tabung tersebut tegak lurus, dipanaskan perlahan sampai mendidih.
Diposisikan termometer pada uap diatas permukaan air yang mendidih
tersebut. Untuk menentukan titik didih yang sebenarnya dari air, harus
diperiksa tekanan barometer.
5.2 Kristalisasi asam benzoat dalam air
Ditimbang 2 g asam benzoat kotor, dimasukkan dalam gelas kimia 100
mL, lalu dimasukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk pelarut (air) dalam
keadaan panas sampai asam benzoat tepat larut. Setelah semua senyawa larut,
ditambahkan sedikit berlebih beberapa mL pelarut panas. Dididihkan
campuran ini diatas kasa asbes dengan menggunakan pembakar bunsen (api
jangan terlalu besar). Ditambahkan 0,5 g karbon sambil diaduk untuk
menghilangkan warna,didihkan beberapa saat supaya penyerapan warna lebih
sempurna. Disiapkan corong penyaring kaca tangkai pendek, lengkapi dengan
kertas saring. Dipasang labu erlenmeyer bersih untuk menampung filtrat
panas. Dalam keadaan panas, dituangkan larutan ke dalam corong secepat
mungkin (jangan sampai dingin). Jika larutan menjadi dingin dan
mengkristal, diulangi pemanasan di atas kasa, dan diulangi penyaringan,
sampai semua larutan tersaring. Dibiarkan filtrat dingin dengan penurunan
suhu secara perlahan (di udara terbuka) dan jangan diganggu atau diguncang.
Jika semua kristal sudah terbentuk dan terpisah, dilakukan penyaringan kristal
dengan menggunakan corong. Dicuci kristal dalam corong dengan sedikit
pelarut dingin, satu sampai dua kali. Ditekan kristal dengan spatula, sekering
mungkin. Dikeringkan kristal dalam oven. Ditimbang kristal kering.
Ditentukan titik leleh dengan menggunakan cara kapiler ( melting block ).
Dihitung perolehan kembali benzoat murni. Jika trayek leleh masih lebar
diulangi rekristalisasi.
5.3 Sublimasi
Ditempatkan 1 g serbuk kamper kotor dalam cawan porselen. Dipasang
cawan diatas klem bundar yang cocok. Ditutup cawan porselen dengan kaca
arloji. Diletakkan beberapa potongan es dibagian atas kaca arloji (jaga agar
air tidak mengganggu sublimasi). dilakukan pemanasan langsung dengan api
kecil. Dikumpulkan kristal yang menempel dikaca,ditimbang dan ditentukan
titik lelehnya.
VI. Hasil pengamatan dan perhitungan
6.1 Kalibrasi termometer
Suhu termometer diatas uap air yang mendidih tepat 100oC
6.2 Kristalisasi asam benzoat
Penimbangan awal asam benzoat didapatkan berat 2 gram, penimbangan
kertas awal (kertas kosong) didapatkan berat 0,52 gram dan penimbangan
kristal didapatkan berat 2,03 gram.
Bobot akhir-bobot kertas kosong X 100%
Berat asam benzoat
= 2,03-0,52 X 100% = 75,5 %
2
6.3 Sublimasi
Bobot kristal yang diperoleh dari sublimasi adalah 0,78 gram.
Bobot kristal X 100%
Bobot sampel

0,78 X 100% = 78 %
1 gram
6.4 Uji titik leleh
Pengujian titik leleh pada rekristalisasi asam benzoat mendapatkan hasil
saat pertama kali meleleh pada suhu 90 oC dan ketika sudah meleleh semua
pada suhu 100 oC.
Pengujian titik leleh pada sublimasi kamfer kotor mendapatkan hasil saat
pertama kali meleleh pada suhu 96 oC dan ketika sudah meleleh semua pada
suhu 98 oC.

VII. Pembahasan
7.1 Kalibrasi termometer
Termometer dikalibrasi dengan cara panas,termometer dapat dikalibrasi
sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan
(melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan
temperatur yang sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala
Pada percobaan ini didapatkan suhu termometer diatas uap air yang mendidih
tepat di suhu 100oC yang menandakan bahwa termometer tersebut layak
untuk digunakan.
7.2 Kristalisasi dan Rekristalisasi asam benzoat
Teknik kristalisasi adalah suatu proses melarutkan zat padat tidak murni
dalam pelarut panas, yang kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan
larutan tersebut untuk membiarkan zat tersebut mengkristal. Hal yang sangat
menentukan keberhasilan suatu proses rekristalisasi adalah pemilihan pelarut
yang tepat. Pelarut yang tepat adalah pelarut yang suka melarutkan senyawa
pada suhu kamar, tetapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya.
Pada teknik rekristalisasi dilakukan karena senyawa organik padat yang
diisolasi dari reaksi organik jarang berbentuk murni. Senyawa tersebut
biasanya terkontaminasi dengan sedikit senyawa lain (impuritis) yang
dihasilkan selama reaksi berlangsung. Pemurnian padatan dengan kristalisasi
didasarkan pada perbedaan dalam kelarutannya dalam pelarut tertentu atau
campuran pelarut. Bila suatu kristal sangat larut dalam satu pelarut dan sangat
tak larut dengan pelarut lain maka akan memberikan hasil rekristalisasi yang
bagus.
Prinsip dalam percobaan kristalisasi yaitu mengenai pemisahan dan
pemurnian zat padat. Pemisahan seperti ini dilakukan berdasarkan perbedaan
titik leleh dari dua komponen senyawa yang dipisahkan serta melalui
rekristalisasi. Sebagaimana tujuan dari percobaan yaitu memilih pelarut yang
sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan menghilangkan warna larutan,
memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi.  
Senyawa yang digunakan dalam proses pemisahan dan pemurnian
melalui rekristalisasi ini adalah asam benzoat. Asam benzoat yang digunakan
dalam percobaan ini merupakan asam benzoat yang belum murni atau masih
kotor. Karena itu dilakukan pemurnian terhadap asam benzoat tersebut agar
terbebas dari zat pengotor melalui pemanasan bersama pelarutnya. Pelarut
yang digunakan adalah air. Air digunakan sebagai pelarut asam benzoat
karena titik didih air lebih rendah dari pada titik didih asam benzoat yang
sebesar 249 ˚C. Sesuai dengan persyaratan sebagai pelarut yang sesuai yaitu
titik didih pelarut harus rendah untuk mempermudah proses pengeringan
kristal yang terbentuk. Berdasarkan syarat ini, titik didih air sebagai pelarut
lebih rendah dari pada titik didih asam benzoat sehingga kristal yang
diinginkan pada saat pengeringan dapat terbentuk, penggunaan air sebagai
pelarut asam benzoat juga berhubungan dengan kelarutan. Sesuai dengan
syarat pelarut yang kedua yaitu pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan
dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Reaksi antara air  dan
asam benzoat menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen, inilah yang
menyebabkan  air dapat melarutkan asam benzoat.
Berdasarkan percobaan ini juga asam benzoat direaksikan dengan karbon.
Penambahan karbon tersebut bertujuan untuk dapat mengikat kotoran
ataupun pengotorpengotor yang terdapat pada asam benzoat tersebut.
Karbon jika sudah diaktifasi akan menjadi karbon aktif. karbon aktif bila
luas permukaannya semakin kecil maka daya serap atau kemampuan
menarik  pengotorpengotor yang berada disekeliling karbon tersebut
semakin kuat.
Dalam rekristalisasi pasti sebelumnya terjadi proses kristalisasi dimana
dilakukannya pemisahan zat padat dari larutannya dengan jalan menguapkan
pelarutnya, zat padat tersebut dalam keadaan lewat jenuh akan berbentuk
kristal. Selama proses kristalisasi ini hanya partikel murni yang akan
mengkristal sedangkan zatzat yang tidak kita inginkan akan tetap berwujud
cair. Titik leleh senyawa murni adalah suhu dimana fasa padat dan pasa cair
senyawa tersebut berada dalam kesetimbangan pada tekanan & atm.
Pada percobaan kristalisasi dalam air. maka pada saat larutan asam
benzoat dengan pelarutnya baik itu air  disaring dengan mengunakan
penyaringan kertas pada suhu tertentu. Setelah didinginkan beberapa saat
seharusnya terbentuk kristal kristal berwarna putih terang. Berdasarkan hasil
akhir kristal yang diperoleh rendamennya 75,5 %
7.3 Sublimasi
Sublimasi adalah wujud zat dari padat ke gas atau dari gas ke padat. Bila
partikel penyusun suatu zat padat diberikan kenaikan suhu melalui
pemanasan, maka partikel tesebut akan berubah fase (wujud) menjadi gas.
Sebaliknya, blia suhu gas tersebut diturunkan dengan cara kendensasi, maka
gas akan segera berubah menjadi padat. Pada dasarnya seblimiasi diterapkan
untuk memisahkan suatu zat dari pengotornya (impuritis) sehingga diperoleh
zat yang lebih murni, kotoran biasanya akan tertinggal dalam wadah akibat
ketidakmampuannya dala menyublim. Syarat pemisahan campuran dengan
menggunakan seblimasi adalah pertikel yang bercampur harus memiliki
perbedaan titik didih yang besar, sehingga dapat menghasilkan uap dengan
tingkat kemurnian yang tinggi
Pada proses sublimasi, senyawa padat bila dipanaskan akan menyublim,
langsung terjadi perubahan dari padat menjadi uap tanpa melalui fasa cair
dahulu. Kemudian uap senyawa tersebut, bila didinginkan akan langsung
berubah menjadi fasa padat kembali. Senyawa padat yang dihasilkan akan
lebih murni dari pada senyawa padat semula, karena pada waktu dipanaskan
hanya senyawa tersebut yang menyublim sedangkan pengotornya tetap
tertinggal dalam cawan
Berdasarkan percobaan ini dilakukan proses sublimasi dengan tujuan
memurnikan kamfer dari pengotorpengotor dengan metode sublimasi
dengan prinsip yaitu berdasarkan perubahan fasa padat ke fasa gas tanpa
melalui proses pencairan begitupun sebaliknya. Sublimasi dapat digunakan
sebagai metode pemurnian padatan kristalin. Beberapa senyawa kimia dapat
menyublim pada temperatur dan tekanan kamar, namun banyak yang baru
dapat menyublim apabila tekanan diturunkan dan suhu dinaikan. Pada saat
kamfer dipanaskan, maka terjadi perubahan fasa dari padat menjadi uap
menguap. uap dari kamfer atersebut mengalami sublimasi pada bawah kaca
arloji bulat yang diatasnya terdapat potongan es. hal ini disebabkan karena
terjadi penurunan pada saat uap kamfer menyentuh dasar bawah kaca arloji.
Kristal yang terbentuk adalah Kristal bentuk jarum. Berdasarkan perhitungan
yang telah dilakukan hasil dari berat kristal murni 0.78 gram atau diperoleh
rendamennya 78 %.
7.4 Uji Titik leleh
Berdasarkan praktikum yang dilakukan yaitu uji titik leleh dengan
menggunakan alat Melting point yang bertujuan untuk mengetahui titik leleh
suatu sampel. Sampel yang digunakan yaitu sampel Asam benzoate yang
sudah di rekristalisasi dan kamfer yang sudah disublimasi. Pada penentuan
titik leleh harus memperhatikan penempatan senyawa dalam pipa kapiler.
Sampel dimasukkan dalam pipa kapiler dengan salah satu ujungnya ditutup
dengan cara dibakar.Sampel yang dimasukkan dalam pipa kapiler harus tidak
memiliki rongga udara di antara sampel.Adapun rentang temperature titik
leleh untuk senyawa asam benzoate yaitu 121 oC - 123 oC dan kamfer yaitu
171 oC - 180 oC
Pada percobaan yang dilakukan diperoleh titik leleh asam benzoate pada
suhu 90 oC - 100 oC hasil ini dibawah literatur yang berarti zat yang diperoleh
belum benar-benar murni karena masih ada zat pengotornya,dan adanya
pengaruh lingkungan. Sedangkan kamfer diperoleh titik leleh pada suhu 96 oC
- 98 oC hasil ini menunjukan dibawah literatur yang berarti zat yang diperoleh
belum benar-benar murni,Adanya hasil sublimasi yang kurang murni
mungkin disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah adanya pengaruh
lingkungan terutama tekanan dalam laboratorium yang bisa dikendalikan oleh
praktikan. Sublimasi dapat terjadi jika terdapat zat padat dengan tekanan uap
yang relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya, jika tekanan uap pada
laboratorium berbeda dengan tekanan uap kamper juga kan berubah yang
menyebabkan tidak semua pengotor dipisahkan dari kamper pada pemanasan
dihentikan sehingga mengurangi titik leleh kamper. Penentuan titik leleh
berguna agar dapat mengetahui titik leleh dari suatu senyawa yang berguna
dalam proses penyimpanan agar disimpan pada temperatur dibawah titik leleh
senyawa tersebut

VIII. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa
1. Termometer dapat dikalibrasi dengan cara panas pada suhu 100oC
sehingga layak digunakan.
2. Permunian asam benzoat didapatkan 75,5 % dengan cara
rekristalisasi.
3. Pemurnian kamper kotor didapatkan 78 % dengan cara sublimasi.
4. Uji titik leleh asam benzoat didapatkan 90 oC - 100 oC dan kamfer
didapatkan 96 oC - 98 oC.
IX. Daftar pustaka
Anwar, C. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik I. UGM. Yogyakarta.
Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. Gramedia. Jakarta.
Charles, W. 1986.Kimia Untuk Universitas.Erlangga. Jakarta.
Day, R.A dan Underwood. 1987. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Hadyana, A. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Keenan, C.W. 1999. Kimia untuk Universitas Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Sahidin. 2009.Penuntun Praktikum Kimia organik I.Unhalu. Kendari.Tambunan.
Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Syukri, 1999, Kimia Dasar 3, ITB Press, Bandung.
Petrucci, R.H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga.
Jakarta.
Pinalia, A. 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi Yang Tepat Untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP). Majalah Sains
dan Teknologi Dirgantara, Vol. 6 No. 2.
Pinalia, A. 2011. Kristalisasi Ammonium Perkoalat (AP) Dengan Sistem
Pendinginan Terkontrol Untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk Bulat.
Majalah Teknologi Dirgantara, Vol. 9 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai