PERCOBAAN V
ESTERIFIKASI FENOL: SINTESIS ASPIRIN
Disusun Oleh:
I. Tujuan Percobaan
1.1 Sintesis aspirin dari asam salisilat dan anhidrida asetat dengan cara esterifikasi.
1.2 Pemurnian kristal aspirin hasil sintesis dengan cara rekristalisasi.
1.3 Uji kemurnian aspirin hasil sintesis dengan cara uji senyawa kompleks
menggunakan FeCl3.
1.4 Identifikasi aspirin hasil sintesis dengan cara uji titik leleh.
1.5 Analisis kandungan aspirin dalam tablet komersil dengan cara titrasi asam basa.
V. Prosedur Percobaan
5.1 Pembuatan Aspirin
Pertama-tama yang dilakukan adalah proses pembuatan aspirin, dinyalakan
pemanas dan diatur suhunya pada 105°C, lalu air yang terdapat digelas kimia
dipanaskan. Ditimbang kertas saring kosong dan ditimbang pula asam salisilat
sebanyak 1,4 gram, kemudian asam salisilat dimasukkan kedalam labu erlenmeyer.
Anhidrida asetat diukur dan ditambahkan sebanyak 4 mL kedalam labu erlenmeyer
yang didalamnya terdapat asam salisilat dan digoyangkan labu secara perlahan, lalu
ditambahkan asam sulfat sebayak 5 tetes secara hati-hati dan diaduk dengan batang
pengaduk. Setelah itu, larutan tersebut dipanaskan kedalam penangas air selama 5
menit (dimasukkan kedalam gelas kimia berisi air yang pada awal percobaan sedang
dipanaskan). Setelah dipanaskan, labu erlenmeyer diangkat dan segera ditambahkan 2
mL aqua dm. Didiamkan erlenmeyer pada suhu ruang selama 2 sampai 3 menit. Setelah
itu ditambahkan kembali aqua dm sebanyak 20 mL dan dibiarkan kembali erlenmeyer
hingga mencapai suhu kamar dan dipastikan kristal terbentuk sebelum masuk ke
langkah berikutnya. Setelah itu ditambahkan kembali aqua dm dingin sebanyak 50 mL
dan didinginkan erlenmeyer kedalam gelas kimia yang berisi bongkahan es sehingga
pembentukkan kristal sempurna. Diangkat erlenmeyer tersebut ketika kristal sudah
terbentuk dan dibiarkan kristal yang telah terbentuk terkumpul kedasar labu.
Selanjutnya ditimbang kertas saring kosong dan dimasukkan kertas saring tersebut
kedalam corong buchner dan dituangkan larutan kristal yang terbentuk kedalam corong
buchner. Dibilas labu erlenmeyer tersebut dengan aqua dm dingin ke dinding-dinding
erlenmeyer lalu disaring kembali, dilakukan sampai erlenmeyer benar-benar bersih dan
tidak ada sisa kristal yang tertinggal didalamnya. Ditimbang kristal yang didapat
setelah penyaringan menggunakan corong buchner, kristal tersebut dimasukkan
kembali kedalam erlenmeyer untuk dilakukan rekristalisasi.Untuk tahap rekristalisasi,
ditambahkan kedalamnya 5 mL etanol dan air hangat kurang lebih 20 mL. Lalu
dipanaskan erlenmeyer tersebut dengan penangas sampai kristal terlarut seluruhnya.
Jika sudah terlarut, diangkat erlenmeyer tersebut dan dibiarkan dingin sampai terbentuk
kristal kembali. Ditimbang kertas saring kosong dan dimasukkan kertas saring tersebut
kedalam corong buchner. Lalu disaring kembali dengan corong buchner kristal yang
diperoleh dari rekristalisasi. Kedalam corong buchner dituangkan kembali sisa kristal
yang telah dibilas dengan air dan ditimbang kristal hasil penyaringan yang sudah
dikeringkan diudara. Dihitung rendemen hasil kristal aspirin yang telah diperoleh.
Uji terhadap aspirin
5.2 Uji reaksi pengkompleksan dengan Besi (III) klorida (FeCl3)
Pertama-tama disiapkan tablet aspirin komersial, tablet tersebut digerus
dengan mortar dan alu. Lalu disiapkan 3 buah tabung reaksi yang diberi label dengan
“asam salisilat”, “my aspirin”, dan “komersial aspirin”, tambahkan kedalam tabung
tersebut masing-masing sampel sesuai pemberian label. Lalu kedalam masing-masing
tabung ditambahkan aqua dm sebanyak 20 tetes yang setelahnya tabung tersebut
digoyangkan untuk melarutkan sampel. Setelah itu, ditambahkan larutan FeCl3
10% sebanyak 10 tetes kedalam masing-masing tabung. Diamati perubahan warna
yang terjadi untuk setiap tabung. Warna ungu menunjukkan adanya asam salisilat
dalam sampel.
5.3 Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin
Asam salisilat tersebut dimasukkan dalam pipa kapiler dengan cara
ditotolkan, kemudian pipa kapiler dibalik dan diketuk-ketuk, dilakukan berulang kali
sampai dikira asam salisilat yang masuk ke pipa kapiler sudah masuk kurang lebih 0,5
cm. Lalu pipa kapiler tersebut dimasukkan kedalam melting block dan dimasukkan
pula termometer yang skalanya sudah suhu ruangan, lalu dilakukan pemanasan
dan di amati suhu pada termometer. Satu lubang pada melting block harus selalu
diamati untuk melihat apakah asam salisilat dalam pipa kapiler telah meleleh (mulai
terlihat basah). Saat pertama kali meleleh, dicatat suhunya dan saat meleleh
seluruhnya, dicatat pula suhunya. Dilakukan hal yang sama untuk sampel my aspirin.
5.4 Analisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial
Pertama-tama digerus kembali tablet aspirin komersial dengan alu dan mortar.
Lalu kedalam erlenmeyer dimasukkan serbuk tablet aspirin, kemudian serbuk aspirin
dilarutkan dalam etanol sebanyak 10 mL. Setelah itu, ditetesi sebanyak 3 tetes indikator
fenoftalein, dan ditambahkan aqua dm sampai larutan genap 50 mL didalam
erlenmeyer. Erlenmeyer digoyangkan dan siap untuk dilakukan titrasi. Sebelum
dilakukan titrasi dibuat terlebih dahulu larutan baku NaOH 0,1 M dengan cara
sebanyak 0,4 gram NaOH ditimbang dan dilarutkan beberapa bagian aquadest di dalam
labu erlenmeyer, setelah itu larutan dimasukkan kedalam labu takar 100 ml lalu
ditambahkan aquadest hingga tanda batas. Selanjutnya larutan di homogenkan.
Setelah dibuat larutan baku NaOH 0,1 M dilakukan proses titrasi, dengan cara
disiapkan buret dan bahan titrasi, NaOH 0,1 M dimasukkan kedalam buret sampai
tanda 0 mL. Kemudian larutan dititrasi dengan NaOH 0,1 M sampai tercapai titik
akhir titrasi. Jika sudah tercapai titik akhir titrasi, dicatat volume yang dibutuhkan.
• % Rendemen
(Berat kertas saring + kristal) – Berat kertas saring
Rendemen = × 100 %
Berat teoritis
2,44 gram − 0,53 gram
= × 100 %
1,8 gram
= 106,11 %
Hasil Titrasi
V1 29,2 ml
V2 20 ml
29,2 ml + 29 ml
𝑉𝑉 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑡𝑡𝑡𝑡 − 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = = 20,1 𝑚𝑚𝑚𝑚
2
- VNaOH = 29,1 ml
- MNaOH = 0,1
- Vaspirin = 50 ml
Aspirin : NaOH
Vaspirin × Maspirin = VNaOH × MNaOH
50 ml × Maspirin = 29,1 ml × 0,1 M
29,1 ml × 0,1 M
Maspirin =
50 𝑚𝑚𝑚𝑚
Maspirin = 0,0582 M
• Berat Aspirin
𝑀𝑀 × 𝐵𝐵𝐵𝐵 × 𝑉𝑉
𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 =
1000
0,0582 𝑀𝑀 × 180 × 50 𝑚𝑚𝑚𝑚
=
1000
= 0,5238 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎
FDA → 5 grains x 0,0648 gram
= 0,324 gram
Yang dimiliki 0,5238 gram artinya memenuhi standar FDA karena hasilnya lebih dari
5 grains (0,324 gram).
VII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini akan dilakukan sintesis aspirin dengan cara esterifikasi.
Reaksi esterifikasi merupakan kebalikan dari reaksi hidrolisis, dimana pada reaksi
esterifikasi dapat dikatalis dengan suatu asam, basa, maupun enzim. Pada esterifikasi
ini akan dibentuk suatu gugus ester dari gugus OH, sementara untuk gugus
karboksilatnya akan tetap dalam bentuk gugus karboksilat. Aspirin dapat disintesis
dari asam salisilat atau nama lainnya asam-o-hidroksibenzoat dan dari anhidrida
asetat. Untuk memurnikan hasil sintesis aspirin maka dilakukan rekristalisasi.
Sementara untuk menguji kemurninannya, dapat dilakukan uji pengompleksan dengan
FeCl3 dan juga dengan uji titik leleh. Untuk menentukan kadar aspirin dalam tablet
aspirin komersial dapat dilakukan metode titrasi asam basa.
Yang dilakukan untuk tahap pertama adalah pembuatan aspirin. Untuk
pembuatan aspirin pemanas dinyalakan dan diatur suhunya pada 105°C dan dipanaskan
air didalam gelas kimia. Setelah itu ditimbang bobot kertas saring kosong, bobotnya
adalah 0,52 gram dan untuk asam salisilat ditimbang sebanyak 1,4 gram. Asam salisilat
tersebut ditambahkan anhidrida asetat sebanyak 4 mL, anhidrida asetat merupakan
penggabungan dari 2 senyawa asam asetat yang telah melepaskan air. Anhidrat asetat
merupakan derivat yang lebih reaktif yang dapat menghasilkan ester asetat. Anhidrat
asetat juga dapat mencegah adanya kandungan air, sebab apabila terdapat air maka
kristal aspirin akan terurai kembali menjadi asam salisilat. Ditambahkan asam sulfat
sebanyak 5 tetes secara hati-hati. Fungsi asam salisilat adalah sebagai katalis asam,
dimana pada reaksi esterifikasinya akan memprotonasi atom O pada anhidrida asetat.
Kemudian campuran tersebut diaduk dengan batang pengaduk untuk mempercepat
kelarutan. Setelah itu, larutan tersebut dipanaskan kedalam penangas air selama 5 menit.
Fungsi dilakukannya pemanasan adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi. Setelah
dipanaskan, diangkat labu erlenmeyer dan segera ditambahkan kedalamnya 2 mL aqua
dm. Fungsi penambahan aqua dm ini adalah untuk melarutkan asam salisilat sebagai
bahan baku pembentukan aspirin karena adanya ikatan hidrogen yang terbentuk antara
gugus -OH dengan air, sekaligus menghentikan reaksi karena air akan menghidrolisis
anhidrida asam asetat atau untuk mengikat kelebihan anhidrida asetat sehingga tidak
menggangu jalannya reaksi. Kemudian erlenmeyer didiamkan pada suhu ruang selama
2-3 menit. Setelah itu ditambahkan kembali aqua dm sebanyak 20 mL dan dibiarkan
hingga kristal terbentuk. Setelah kristal terbentuk, ditambahkan kembali aqua dm dingin
sebanyak 50 mL dan didinginkan erlenmeyer kedalam gelas kimia yang berisi
bongkahan es. Fungsi dari pendinginan ini adalah agar kristal dapat terbentuk secara
sempurna.
Langkah berikutnya dilakukan proses rekristalisasi. Tahap rekristalisasi ini
bertujuan untuk untuk menghasilkan kristal aspirin yang lebih murni. Metode
rekristalisasi merupakan cara pemurnian zat padat dari campuran padatannya, dimana
zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut yang cocok kemudian dikristalkan
dengan cara menjenuhkannya. Pertama, endapan yang terbentuk dilarutkan kembali
dalam 5 ml etanol lalu ditambahkan 20 ml air hangat. Penambahkan etanol, berfungsi
sebagai pelarut karena dapat melarutkan pengotor-pengotor dalam kristal dan untuk
memastikan bahwa produk yang dihasilkan adalah aspirin, sehingga kristal hasil
kristalisasi akan melarut dengan mudah dalam etanol dan kristal akan terpisah dengan
air dan diperoleh kristal yang lebih murni dengan jumlah zat pengotor yang
diminimalkan. Etanol digunakan karena diketahui bahwa aspirin mudah larut dalam
etanol. Sedangkan air berfungsi untuk melarutkan zat pengotor yang bersifat polar.
Kemudian larutan dipanaskan sampai semua kristal tepat larut, fungsi dari pemanasan
ini adalah untuk melarutkan keseluruh kristal yang terdapat didalam erlenmeyer, lalu
biarkan larutan dingin sampai kembali terbentuk kristal. Pendinginan dimaksudkan
untuk membentuk kristal, karena ketika suhu dingin, molekul-molekul aspirin dalam
larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan.
Setelah itu disaring kembali kristal yang terbentuk dengan corong Buchner. Selanjutnya
kristal ditimbang, untuk rendemennya didapatkan hasil 106,11%, nilai tersebut dapat
dikatakan keliru karena melebihi 100%, yang berarti terkandung 106,11% aspirin dari
reaksi esterifikasi ini. Seharusnya setelah dilakukan rekristalisasi, bobot kristal yang
diperoleh jauh lebih kecil dibandingkan pada tahap sebelumnya yaitu pada tahap
esterifikasi. Besarnya nilai rendemen ini bisa dipengaruhi dari pengotor yang tidak
tersaring secara sempurna sehingga saat penimbangan, adanya pengotor tersebut
membuat bobot kristal menjadi berat. Atau dapat dipengaruhi saat dilakukan
penimbangan, kristal yang akan ditimbang masih belum cukup kering sehingga
membuat bobotnya menjadi besar atau dapat dikarenakan pada reaksinya masih ada
yang belum tepat bereaksi.
Reaski pembentukan aspirin dengan metode esterifikasi dapat digambarkan
seperti dibawah ini:
Pada reaksi diatas yang bereaksi adalah gugus OH dari asam salisilat dengan
CH3CO dari anhidrida asetat. Sementara CH3COO pada anhidrida asetat akan
bergabung dengan atom H dari gugus OH pada asam salisilat membentuk CH3COOH
yang akan menimbulkan bau seperti cuka. Agar anhidrida asetat dapat terpotong di
bagian O yang berada ditengah, maka diperlukan ion H+, ion H+ ini dapat diperoleh
dari H2SO4 yang merupakan katalis dalam reaksi esterifikasli dalam percobaan kali
ini. H2SO4 digunakan untuk memprotonasi O. Jika pada anhidrida sudah terputus
ikatan O yang berada di tengah, maka C dari CH3CO akan menjadi karbokation. Atom
O dari gugus OH pada asam salisilat akan menembak C karbokation tersebut.
Sementara atom H dari gugus OH nya akan ditarik keluar oleh HSO4- . Jika atom H
telah pergi, maka CH3CO dapat masuk dan membentuk ikatan dengan O, sehingga
aspirin dapat terbentuk.
Selanjutnya dilakukan uji terhadap aspirin, uji yang pertama adalah uji reaksi
pengompleksan dengan FeCl3. Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun
dari ion logam dengan satu atau lebih ligan. Interaksi antara logam dengan ligan-ligan
dapat diibaratkan seperti reaksi asam-basa lewis, di mana basa lewis merupakan zat
yang mampu memberikan satu atau lebih pasangan elektron(ligan). Dalam percobaan
ini yang menjadi ligan adalah aspirin, sedangkan logamnya adalah Fe. Fenol yang
bereaksi dengan FeCl3 akan memberikan warna ungu,karena asam salisilat adalah
senyawa yang mengandung fenol maka reaksi FeCl3 dengan asam salisilat juga akan
memberikan warna ungu. Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus
hidroksil yang terikat pada karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan besi (III)
klorida menghasilkan larutan berwarna. Tablet aspirin komersial digerus untuk
digunakan sebagai sampel uji. Pada 3 buah tabung reaksi yang telah diisikan dengan
sampel sesuai label, sampel tersebut adalah “asam salisilat”, “my aspirin”, dan
“komersial aspirin”. Lalu kedalam masing-masing tabung ditambahkan aqua dm
sebanyak 20 tetes yang setelahnya tabung tersebut digoyangkan untuk melarutkan
sampel. Ditambahkan larutan FeCl3 10% sebanyak 10 tetes kedalam masing-masing
tabung. Larutan FeCl3 10% ini digunakan sebagai indikator yang akan memberikan
warna ungu jika bereaksi dengan asam salisilat. Setelah diamati pada tabung 1 “asam
salisilat” menghasilkan warna ungu pekat, pada tabung 2 “my aspirin” juga
menghasilkan warna ungu pekat, dan pada tabung 3 “komersial aspirin” menghasilkan
warna coklat keunguan dengan endapan putih. Tabung 1 “asam salisilat” dan tabung 3
“komersial aspirin” merupakan tabung pembanding untuk hasil yang diperoleh pada
tabung 2 “my aspirin”. Seharusnya hasil dari tabung 2 “my aspirin” menghasilkan
warna coklat keunguan dengan endapan putih sama dengan hasil pada tabung 3
“komersial aspirin”. Namun pada hasilnya malah menghasilkan warna ungu pekat
sama seperti pada tabung 1 “asam salisilat”, ini menandakan positif masih terdapat
asam salisilat pada tabung 2, yang berarti hasil yang diperoleh belum murni.
Kemungkinan kesalahan ini dikarenakan kurangnya anhidrida asetat (tidak sesuai
perhitungan stoikiometri). Untuk menghindari berkurangnya anhidrida asetat,
seharusnya pengukuran tidak dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Akan lebih
baik jika pengukurannya menggunakan alat yang lebih presisi seperti dengan pipet
volume.
Pengujian kedua terhadap aspirin adalah dilakukan uji titik leleh terhadap asam
salisilat dan my aspirin. Asam salisilat dimasukkan dalam pipa kapiler dengan cara
ditotolkan, kemudian pipa kapiler dibalik dan diketuk-ketuk, dilakukan berulang kali
sampai dikira asam salisilat yang masuk ke pipa kapiler sudah masuk kurang lebih 0,5
cm. Lalu pipa kapiler tersebut dimasukkan kedalam melting block dan dimasukkan
pula termometer yang skalanya sudah suhu ruangan. Dilakukan perlakuan yang sama
untuk my aspirin. Termometer yang dipakai harus sudah suhu ruangan, karena jika
tidak nantinya akan mempengaruhi rentang titik leleh dari sampel yang sedang diuji.
Lalu dilakukan pemanasan dan di amati suhu pada termometer. Satu lubang pada
melting block harus selalu diamati untuk melihat apakah asam salisilat dalam pipa
kapiler telah meleleh (mulai terlihat basah), karena jika terlewat akan mempengaruhi
rentang titik lelehnya. Suhu yang didapatkan saat kristal asam salisilat meleleh pertama
kali adalah 158°C, dan saat meleleh seluruhnya adalah pada suhu 160°C. Maka dari
percobaan ini dapat disimpulkan bahwa rentang titik leleh untuk asam salisilat adalah
158°C-160°C. Jika dibandingkan dengan literatur, rentang titik leleh asam salisilat ini
sudah sesuai karena pada literatur rentangnya adalah 158,5°C-161°C (Departemen
Kesehatan RI 1979) yang berarti dapat dikatakan bahwa asam salisilat yang digunakan
murni karena perbedaanya tidak jauh. Sedangkan untuk my aspirin, suhu yang
didapatkan saat kristal meleleh pertama kali adalah 135°C, dan saat meleleh seluruhnya
adalah pada suhu 136°C. Maka dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa rentang
titik leleh untuk aspirin adalah 135°C-136°C. Jika dibandingkan dengan literatur,
rentang titik leleh aspirin ini tidak sesuai karena pada literatur rentangnya adalah
141°C-144°C (Departemen Kesehatan RI 1979). Ketidaksesuaian ini bisa dikarenakan
masih adanya pengotor pada kristal
VIII. Kesimpulan
Pada percobaan kali ini, dapat disimpulkan bahwa:
8.1 Aspirin dapat disintesis dengan mereaksikan 1,4 gram asam salisilat dengan 4
ml anhidrida asetat dengan esterifikasi 1,91 gram aspirin dan berat teoritis
aspirin sebesar 1,8 gram sehingga didapatkan rendemen sebesar 106,11%.
8.2 Aspirin hasil sintesis dapat dimurnikan dengan cara rekristalisasi dengan air
panas yang kemudian didinginkan hingga terbentuk kristal, diperoleh hasil
pemurnian 1,91 gram dan diperoleh hasil rendemen sebesar 106,11% lebih
besar dari 100% dapat dikatakan bahwa aspirin yang dihasilkan tidak murni,
karena rekristalisasi berlangsung tidak sempurna disebabkan tidak adanya
proses penyaringan sehingga pengotor masih ada.
8.3 Pada uji FeCl3 tabung 1 = FeCl3 + asam salisilat menghasilkan warna ungu
pekat menunjukan adanya asam salisilat pada sampel, tabung 2 = my aspirin +
FeCl3 menghasilkan warna ungu pekat seharusnya berwarna kuning hal ini
disebabkan karena penimbangan yang tidak tepat sehingga masih ada asam
salisilat yang bereaksi dengan FeCl3, tabung 3 = aspirin komersial + FeCl3
menghasilkan warna coklat (Aspirin sudah murni).
8.4 Lebar trayek asam salisilat 2⁰C dan aspirin sintesis 1⁰C menunjukkan bahwa
aspirin yang dihasilkan murni.
8.5 Kadar aspirin dalam tablet komersial dapat ditentukan dengan titrasi asam basa,
menghasilkan molaritas sebesar 0,0582 M dengan kadar aspirin yang dihasilkan
sebesar 0,5238 gram sudah memenuhi standar FDA karena melebihi 5 grains
atau sebesar 0,324 gram.
DAFTAR PUSTAKA
Baysinger, G. 2004. Handbook of Chemistry and Physics 85th ed. New York: CRC.
Dedi, I. 2014. Experiment Of Organic Chemisthry. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
P. IPAFITK Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Federsen, S, and A Myers. 2011. Understanding The Principals of Organic Chemistry.
USA: Cengage Learning.
Groggin, P H. 1985. Unit Process in Organic Chemistry 5th ed. Kogakusha: Mc Graw-
Hill Book Company.
Keenan, W. 1979. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Maulin, Z. 2001. Crytalization 4 ed. Oxford: Butterworth Heinemann.
Rositawati, A T. 2013. "Rekristalisasi Garam Rakyat Dari Daerah Demak Untuk
Mencapai SNI Garam Industri." Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 217-225.
Setyopratomo, P, and dkk. 2003. Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl dengan
Cara Rekristalisasi. Surabaya: Universitas Surabaya.
Sjahrul, M. 2010. Dasar-Dasar Kimia Anorganik. Makassar: PT Umitoha Ukhuwa
Grafika.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Syukri. 2007. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.