Anda di halaman 1dari 22

PERCOBAAN 5

KIMIA LINGKUNGAN

I. Tujuan
1. Mengetahui kelarutan polimer sintetik bedasarkan kepolaran like dissolve like.
2. Faktor yang mempengaruhi denaturasi.
3. Mengetahui faktor yang menjadi denaturasi protein.
4. Pembuatan sabun bedasarkan reaksi saponifikasi.
5. Mengetahui pengaruh terhadap suhu.

II. Prinsip Percobaan


1. Perbedaan kelarutan bedasarkan kepolaran.
2. Stuktur senyawa polimer karena adanya senyawa atau pengaruh dari luar. Baik
berupa pemanasan, reaksi dengan asam dan lain lain.
3. Denaturasi protein.
4. Soponifikasi reaksi asam lemah dan basa kuat.
5. Reaksi ekstern dan endotern

III. Teori Dasar

3.1 Polimer

Polimer atau kadang-kadang disebut sebagai makromolekul, adalah


molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan
sederhana. Kesatuan-kesatuan berulang itu setara dengan monomer, yaitu bahan
dasar pembuat polimer. Akibatnya molekul-molekul polimer umumnya
mempunyai massa molekul yang sangat besar. Sebagai contoh, polimer poli
(feniletena) mempunyai harga rata-rata massa molekul mendekati 300.000. Hal ini
yang menyebabkan polimer tinggi memperlihatkan sifat sangat berbeda dari
polimer bermassa molekul rendah, sekalipun susunan kedua jenis polimer itu
sama.(Malcom steven 2004)
3.1.2 Polimer Alami

Polimer alami atau dikenal dengan biopolimer dihasilkan dari sumber


daya alam yang dapat diperbaraui,dapat diuraikan dan tidak menghasilkan racun
misalnya protein dan karbohidrat. Karbohidrat merupakan polimer tersusun atas
asam amino. Asam amino mengandung gugus –NH2 dan –COOH . Keberadaan 2
(dua) gugus ini mempengaruhi sifat asam amino dan protein yang
bersangkutan.Sejumlah uji dapat dilakukan untuk mengidentifikasi sifat asam
amino. Adapaun polimer lainya sebagai berikut : amilum dalam beras, jagung dan
kentang (dari glukosa.), selulosa (dari monomer-monomer glukosa), dalam kayu, 
protein terdapat dalam daging(dari monomer-monomer asam amino) dan  karet
alam diperoleh dari getah atau lateks pohon karet (dari monomer-monomer 2-
metil-1,3-butadiena/isoprena).

3.1.3 Polimer Sintetis

Polimer sintesis lebih biasa dikenali sebagai plastik yang merupakan


buatan atau hasilan dari industi pabrik. Polimer ini dapat berupa polimer organik
dan polimer anorganik. Polietelin merupakan salah satu contoh polimer yang
tersusun atas CH2=CH2. Polimer ini merupakan polimer organic karena tersusun
atas rangka molekular yang tersusun atas atom karbon dengan jumlah yang sangat
banyak. Contoh lain adalah nilon ,dakron dan polivinilklorida. Polimer organic
umumnyamenjadi getas pada suhu rendah dan rusak pada suhu tinggi , mudah
terbakar mengalami swelling dalam pelarut organik . Polimer anorganik misalnya
polimer yang tersusun atas rantai silicon – oksigen dengan gugus organik yang
terikat pada kerangka di setiap atom silicon .( Eko nopianto 2010) Polimer jenis
ini memiliki sifat yang berbeda dengan polimer organik pada umumnya.

3.1.4 Polimerisasi

Polimerisasi merupakan suatu jenis reaksi kimia dimana monomer-


monomer bereaksi untuk membentuk rantai yang besar. Secara umum
polimerisasi dibagi menjadi 2 jenis utama dari reaksi polimerisasi yaitu
polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Jenis reaksi yang monomernya
mengalami perubahan reaksi tergantung pada stukturnya. Suatu polimer adisi
memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan
polimer kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena
terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi. Pada
polimerisasi kondensasi terjadi reaksi antar molekul yang mengandung antar dua
gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi dan menghasilkan satu molekul besar
yang diikuti oleh penyingkiran molekul kecil misalnya air (Cowd,1991).

Terdapat 2 (dua ) jenis polimerisasi :

1.    Polimerisasi adisi : polimer yang terbentuk melalui reaksi adisi dari


berbagai monomer. Contoh : yang termasuk ke dalam polimer adisi adalah
polistirena (karet ban), polietena (plastik), poliisoprena (karet alam),
politetraflouroetena (teflon),PVC,dan poliprepilena (plastik).  

2.    Polimerisasi kondensasi : polimer yang terbentuk karena monomer-


monomer saling berikatan dengan melepaskan molekul kecil. Contoh:
pembentukan plastik stirofoam tersusun dari dua monomer berbeda yaitu urea
dan metanal. Dua molekul metanal bergabung dengan satu molekul urea
menjadi suatu molekul disebut dimer. Dimer-dimer ini selanjutnya
berpolimerisasi.

Yang termasuk ke dalam polimer kondensasi adalah bakelit, poliuretan, poliamida


(melamin), polyester (nilon), teteron dan protein. Perbedaan antara polimerisasi
adisi dan kondensasi adalah bahwa pada polimerisasi kondensasi terjadi pelepasan
molekul kecil seperti H2O dan NH3, sedangkan pada polimerisasi adisi tidak
terjadi pelepasan molekul (Rino safrizal 2010).
3.2 Kepolaran

Elektron yang mengelilingi inti atom bermuatan negatif dan proton yang
terdapat dalam inti atom bermuatan positif, mengingat muatan yang berlawanan
akan saling tarik menarik, maka dua atom yang berdekatan satu sama lainnya akan
membentuk ikatan. Atom – atom unsur mempunyai kecenderungan ingin stabil
seperti gas mulia terdekat yang memiliki 2 elektron ataupun 8 elektron pada kulit
terluar. Untuk mencapai kestabilan itulah maka unsur – unsur di alam saling
mengadakan ikatan yang disebut ikatan kimia. Atom satu berikatan dengan atom
lain membentuk molekul unsur maupun molekul senyawa. Suatu ikatan dapat
terbentuk apabila setelah berikatan, atom – atom menjadi lebih stabil dari
sebelumnya, yakni kestabilan dalam susunan elektronnya. Susunan elektron akan
stabil apabila kult terluar terisi elektron dengan jumlah 2 atau 8, seperti gas
mulia. Seperti yang diketahui hakikat ikatan kovalen, yaitu ikatan yang terbentuk
karena menggunakan pasangan elektron bersama. Namun demikian, kedudukan
pasangan elektron milik bersama itu tidak selalu simetris terhadap kedua atom
yang berikatan. Pasangan elektron akan lebih dekat ke arah atom yang
mempunyai keelektronegatifan lebih besar. Hal ini mengakibatkan polarisasi atau
pengutuban ikatan.

Dalam molekul H2 kedudukan pasangan elektron ikatan sudah pasti


simetris terhadap kedua atom H. Dalam molekul H2 tersebut, muatan negatif
(elektron) tersebar secara homogen. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen
nonpolar. Sedangkan pada HCl, pasangan elektron ikatan tertarik lebih dekat ke
atom Cl, karena Cl mempunyai daya tarik elektron lebih besar daripada H.
Akibatnya, pada HCl terjadi polarisasi, dimana atom Cl lebih negatif dari atom H.
Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen polar. (Deviana , 2012)

Molekul Polar dan Non-polar

Kepolaran molekul ditentukan oleh jenis ikatan kovalen dan bentuk molekulnya .
Suatu molekul akan bersifat polar jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Molekul dwiatom yang berbeda jenis sehingga membentuk kutub (dipol)
karena adanya perbedaan keelektronegatifan antar kedua atom.

b. Molekul poliatom yang mempunyai bentuk atom yang tidak simetris,


sehingga pusat muatan positif tidak berimpit dengan pusat muatan yang
negatif.

3.3 Pembuatan Sabun

Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa


kuat (misalnya NaOH). Sabun terutama mengandung c12 dan c16 selain itu juga
mengandung asam karboksilat.Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau
triasilgliserol. Kedua istilah ini berarti “trimester (dari)gliserol”. Perbedaan antara
suatu lemak dan suatu minyak bersifa sebarang: pada temperature kamar lemak
berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan
adalah berupalemak, sedangkan gliserda dalam tumbuhan cenderung berupa
minyak; karena itu biasa terdengarungkapan lemak hewani (lemak babi, lemak
sapi) dan minyak nabati (minyak jagung, minyak bungamatahari).Asam
karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, yang disebut
asamlemak, umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tak bercabang.
Lemak dan minyakseringkali diberi nama sebagai derivate asam-asam lemak ini.
Misalnya, tristearat dari gliserol diberinama tristearin, dan tripalmitat dari gliserol,
disebut tripalmitin. Minyak dan lemak dapat juga diberinama dengan cara yang
biasa dipakai untuk penamaan suatu ester: sebagai contoh, gliseril tristearatdan
gliseril tripalmitat. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam
merupakantrigliserida campuran- artinya, ketiga bagian asam lemak dan gliserida
tidaklah sama.Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh
atau dapat pula mengandungikatan-ikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar
paling merata dalam alam, yaitu asam oleat,mengandung satu ikatan rangkap.
Asam-asam lemak dengan lebih dari satu ikatan rangkap adalahtidak lazim,
terutama dalam minyak nabati; minyak-minyak ini disebut
poliunsaturat(polyunsaturated). (Fessenden, 1982) Reaksi penyabunan
(saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah reaksi trigliserida denganalkali
(NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin.

Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai


produk utama dangliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk
samping juga memiliki nilai jual. Sabundengan berat molekul rendah akan lebih
mudah larut dan memiliki sruktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki
kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang
lebihkecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Pada proses saponifikasi trigliserida
dengan suatu alkali,kedua reaktan tidak mudah tercampur. Reaksi saponifikasi
dapat mengkatalis dengan sendirinya padakondisi tertentu dimana pembentukan
produk sabun mempengaruhi proses emulsikedua reaktantersebut, menyebabkan
suatupercepatan pada kecepatan reaksi.Detergen merupakan penyempurnaan dari
sabun dan kelebihannya adalah bisa mengatasi airsadah dan larutan asam, serta
harganya lebih murah. Detergen sering disebut dengan istilah detergensintesis
yaitu detergen yang dibuat berasal dari bahan-bahan sintesis. (Luis,S.
1994)Ketidakuntungan sabun muncul bila digunakan dalam air sadah, yang
mengandung kation-kationlogam tertentu, seperti Ca, Mg, Fe, kation-kation
tersebut menyebabkan garam-garam natrium ataukalium dari asam karboksilat
yang semula larut menjadi garam-garam karboksilat yang tidak larut.
(Sastrohamidjojo, 2005).
Sabun memiliki sifat sebagai berikut:

a.  Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi, sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air.Karena itu larutan sabun dalam air bersifat
basa.
b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,
peristiwa ini tidak terjadipada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat
menghasilkan buih setelah garam Mg atau Camengendap dalam air. Sabun
mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimi koloid,
sabun (garamnatrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran
yang bersifat polar maupunnonpolar. Molekul sabun memiliki rantai
hydrogen CH₃(CH₂)₁₆ yang bertindak sebagai ekor yang bersifat
hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic. Sedangkan
COONa⁺sebagai kepala yang bertindak sebagai hidrofilik (suka air).
(Bairley,AE. 1950)

3.4 Denaturasi Protein

Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi perubahan atau


modifikasi terhadap konformasi protein, lebih tepatnya terjadi pada struktur tersier
maupun kuartener dari protein. Pada struktur tersier protein misalnya, terdapat
empat jenis interaksi pada rantai samping seperti ikatan hidrogen, jembatan
garam, ikatan disulfida, interaksi non polar pada bagian non hidrofobik. Adapun
penyebab dari denaturasi protein bisa berbagai macam, antara lain panas, alkohol,
asam-basa, maupun logam berat.

Ciri-ciri suatu protein yang mengalami denaturasi bisa dilihat dari


berbagai hal. Salah satunya adalah dari perubahan struktur fisiknya, protein yang
terdenaturasi biasanya mengalami pembukaan lipatan pada bagian-bagian tertentu.
Selain itu, protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan
molekul yang bagian hidrofobik akan mengalami perubahan posisi dari dalam ke
luar, begitupun sebaliknya. Hal ini akan membuat perubahan kelarutan.Selain itu,
masing-masing penyebab denaturasi protein juga mengakibatkan ciri denaturasi
yang spesifik. Panas, misalnya. Panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dari
protein namun tidak akan mengganggu ikatan kovalennya. Hal ini dikarenakan
dengan meningkatnya suhu akan membuat energi kinetik molekul bertambah.
Bertambahnya energi kinetik molekul akan mengacaukan ikatan-ikatan hidrogen.
Dengan naiknya suhu, akan membuat perubahan entalpi sistem naik. Selain itu
bentuk protein yang terdenaturasi dan tidak teratur juga sebagai tanda bahwa
entropi bertambah. Entropi sendiri merupakan derajat ketidakteraturan, semakin
tidak teratur maka entropi akan bertambah. Pemanasan juga dapat mengakibatkan
kemampuan protein untuk mengikat air menurun dan menyebabkan terjadinya
koagulasi.Selain oleh panas, asam dan basa juga dapat membuat protein
terdenaturasi. Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk struktur
zwitter ion. Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif
dan muatan negatif pada protein adalah sama. Pada saat itulah, protein dapat
terdenaturasi yang ditandai dengan membentuk gumpalan dan larutannya menjadi
keruh.

Pada saat ini entalpi pelarutannya akan menjadi tinggi, karena jumlah
kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan sejumlah protein akan bertambah.
Mekanismenya adalah penambahan asam dan basa dapat mengacaukan jembatan
garam yang terdapat pada protein. Ion positif dan negatif pada garam dapat
berganti pasangan dengan ion positif dan negatif dari asam ataupun basa sehingga
jembatan garam pada protein yang merupakan salah satu jenis interaksi pada
protein, menjadi kacau dan protein dapat dikatakan terdenaturasi.Bentuk protein
terdenaturasi yang mengendap ini juga dapat diakibatkan oleh pengaruh logam-
logam berat. Dengan adanya logam-logam berat itu akan terbentuk kompleks
garam protein-logam. Kompleks inilah yang membuat protein akan sulit untuk
larut. Dan sama dengan ketika protein terdenaturasi akibat asam dan basa, entalpi
pelarutannya akan naik. Protein bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan
di atas titik isoelektrik akan diendapkan oleh ion positif atau logam lebih mudah.
Sebaliknya, protein bermuatan positif dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik
membutuhkan ion-ion negatif. Contoh ion-ion positif yang dapat mengendapkan
protein misalnya Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, dan Pb2+. Dan contoh ion-ion
negatif yang dapat mengendapkan protein misalnya ion salisilat, trikloroasetat,
piktrat, tanat, dan sulfosalisilat. Namun selain membentuk kompleks garam
protein-logam yang sukar larut, logam berat dapat menarik sulfur pada protein
sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam protein dan menyebabkan protein
terdenaturasi pula.

Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga
dapat disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa
menyebabkan ikatan disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH)
dengan penambahan atom hidrogen. Selain ikatan disulfida, ikatan lain yang
apabila terganggu dapat menyebabkan denaturasi protein adalah ikatan hidrogen.
Dengan adanya alkohol dapat merusak ikatan hidrogen antar rantai samping
dalam struktur tersier suatu protein.Selain itu, alkohol juga dapat mendenaturasi
protein. Alkohol seperti kita ketahui umumnya terdapat kadar 70% dan 95%.
Alkohol 70% bisa masuk ke dinding sel dan dapat mendenaturasi protein di dalam
sel. Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan
mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Sehingga yang
digunakan sebagai disinfektan adalah alkohol 70%. Alkohol mendenaturasi
protein dengan memutuskan ikatan hidrogen intramolekul pada rantai samping
protein. Ikatan hidrogen yang baru dapat terbentuk antara alkohol dan rantai
samping protein tersebut.Kehadiran logam-logam berat, asam-basa tertentu,
alkohol dan bahan-bahan lain yang dapat memicu terjadinya denaturasi (atau
dapat disebut sebagai bahan denaturan) dapat mengganggu kestabilan protein
yang pada umumnya berada pada keadaan folded.

Keberadaan denaturan yang mengikat pada protein folded tersebut dapat


menaikkan entropi dari rantai protein sehingga terjadi reaksi dari bentuk folded
menjadi unfolded. Namun sebenarnya perubahan dari keadaan folded menjadi
unfolded tidak sepenuhnya diakibatkan keberadaan denaturan. Pada kondisi-
kondisi ekstrim tertentu yang tidak bisa ditoleransi oleh protein, maka protein juga
akan mengubah dirinya dari keadaan folded ke keadaan unfolded. Keadaan seperti
ini berjalan reversibel dengan sangat lambat.Pada keadaan protein terlipat atau
folded, bagian yang hidrofilik akan berada di luar sedangkan bagian yang
hidrofobik akan berada di bagian dalam. Hal ini memungkinkan protein dapat
larut dalam pelarut polar seperti air. Namun saat protein terdenaturasi, terjadi
pembalikan posisi menjadi bagian hidrofobik yang berada di luar. Pada saat inilah
protein tidak bisa larut dalam air dan berada pada kondisi energi yang tinggi
karena air akan berusaha melarutkan bagian yang hidrofobik tersebut padahal
karena perbedaan kepolaran air dan bagian hidrofobik itu tidak akan larut. Oleh
karena itu protein terdenaturasi akan berusaha segera kembali ke keadaan stabil
atau energi rendah kembali. Apabila struktur protein tersebut terlalu kompleks,
salah satu jalan untuk membuat kondisi energinya menjadi rendah kembali adalah
dengan menggumpalkan dirinya.

Dengan konformasi tergumpal, maka seluruh bagian hidrofobik dari


protein tidak akan berinteraksi lagi dengan air yang terus berusaha melarutkannya,
sehingga dapat dikatakan konformasi seperti ini lebih stabil.Dalam pandangan
klasik mengenai dua kondisi pelipatan protein, sebuah protein dikatakan berada
dalam kondisi kesetimbangan dinamis antara suatu kondisi terlipat (folded state)
yang kompak dengan energi dan entropi rendah serta suatu kondisi entropi tinggi
yang secara struktural ditandai dengan konformasi tidak teratur berenergi tinggi
yang dikenal juga sebagai kondisi tidak terlipat (unfolded state) Kemudian seperti
telah dibahas sebelumnya bahwa proses perubahan dari folded ke unfolded
berjalan reversibel namun sangat lambat berarti memungkinkan terjadi proses
renaturasi. Proses renaturasi atau pengembalian struktur dari struktur protein
terdenaturasi menjadi struktur protein awal bisa saja terjadi. Namun, perlu diingat
apabila struktur protein awal terlalu kompleks, maka proses renaturasi atau
refolding tersebut akan berlangsung sangat lambat dan sulit. Contohnya seperti
pada protein yang terdapat pada telur. Apabila protein tersebut telah terdenaturasi,
maka akan sulit untuk mengembalikan ke kondisi naturalnya.

IV. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Styrofoam, tabung reaksi,
gelas kimia, cawan, cap Styrofoam, pembakar spiritus dan gelas.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah alcohol, aseton, etilasetat,
lem bening, kertas lakmus, minyak kelapa, aquadest, larutan CuSO 4, larutan
NaOH, larutan NaCl, larutan sabun, larutan metal etil keton, larutan etil asetat,
larutan putih telur, larutan HgCl2, larutam HNO3, larutan CaCl2 dan larutan
boraks.

V. Prosedur Percobaan
Disiapkan wadah pembungkus makanan atau minuman (Styrofoam),
dipotong berbentuk persegi 0,5 cm dan 4 tabung reaksi. dimasukkan kedalam
tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama dimasukkan potongan Styrofoam
dan ditambahkan alkohol, lalu diamati perubahan yang terjadi. Pada tabung kedua
dimasukkan potongan Styrofoam dan ditambahkan aseton, diamati perubahan
yang terjadi. Pada tabung ketiga dimasukkan potongan Styrofoam dan
ditambahkan etil asetat, kemudian diamati perubahan yang terjadi. Dan pada
tabung keempat dimasukkan potongan Styrofoam dan ditambahkan metal etil
keton, lalu diamati perubahan yang terjadi.
Selanjutnya, disiapkan gelas kimia plastik, dituangkan sejumlah lem bening
kedalamnya. Ditambahkan 5 mL larutan boraks, lalu didiamkan beberapa saat dan
diamati perubahan yang terjadi.
Kemudian, disiapkan 5 buah tabung reaksi yang bersih, tabung diberi nama A
sampai E, lalu diisi masing-masing tabung dengan 2 mL larutan putih telur. Pada
tabung A ditambahkan 1mL larutan CuSO 4 dan ditambahkan larutan NaOH 6 M,
kemudian digoyangkan. Pada tabung B ditambahkan 10 tetes larutan HgCl2. Pada
tabung C ditambahkan 5 tetes larutan timbal asetat dan larutan NaOH 6M
sebanyak 1mL. Lalu pada tabung D ditambahkan 1mL larutan HNO 3 pekat dan
dipanaskan. Kemudian pada tabung E ditambahkan 1 mL NaOH 6 M dan
dipanaskan. Ditempatkan kertas lakmus basah dibagian ujung tabung. Diamati
perubahan yang terjadi pada setiap percobaan yang terjadi.
Disiapkan cawan penguap. Lalu dimasukkan larutan NaOH, minyak kelapa,
dan larutan etanol masing-masing sebanyak 5mL. Dipanaskan cawan beserta
isinya secara hati-hati (diaduk campuran selama pemanasan dilakukan).
Dipanaskan hingga cairan menguap dan campuran menjadi padatan (jangan
sampai gosong). Ditambahkan sejumlah air, kemudian setelah dingin ditambahkan
50mL larutan NaCl jenuh. Setelah itu, campuran disaring. Dicuci sabun yang telah
diperoleh dengan 3x10 mL air. Dibuat larutan sabun atau air sabun tersebut
dengan menggunakan cara melarutkannya didalam 30mL aquadest. Dibuat juga
larutan deterjen dengan menggunakan cara yang sama. Disiapkan 3 buah tabung
reaksi bersih, diisi tabung A dengan 10 mL larutan sabun, tabung B diisi dengan
10mL larutan deterjen dan diisi tabung C dengan 10mL larutan CaCl2. Diamati
perubahan yang terjadi.
3
Setelah itu, disiapkan sebuah Styrofoam, diisi dengan air kira-kira bagian.
4
Ditempatkan Styrofoam yang berisi air tersebut diatas kawat kasa. Lalu dibakar
dengan menggunakan pembakaran lilin atau pembakaran spiritus. Diamati
perubahan yang terjadi. Lakukan hal yang sama, tetapi dengan menggunakan
Styrofoam kosong. Diamati apa yang terjadi.

VI. Hasil Pengamatan


a. Pada percobaan polimer ini untuk mengetahui kelarutan polimer
bedasarkan pemolarannya, wadah pembungkus makanan atau minuman
(Styrofoam), dipotong berbentuk persegi 0,5 cm dan 4 tabung reaksi.
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama
dimasukkan potongan Styrofoam dan ditambahkan alkohol, lalu diamati
perubahan yang terjadi. Setelah diamati Styrofoam tidak larut tetapi
mengembang. Pada tabung kedua dimasukkan potongan Styrofoam dan
ditambahkan aseton, diamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati
Styrofoam sedikit larut (mengecil). Pada tabung ketiga dimasukkan
potongan Styrofoam dan ditambahkan etil asetat, kemudian diamati
perubahan yang terjadi. Setelah diamati Styrofoam mudah larut (hilang).
Dan pada tabung keempat dimasukkan potongan Styrofoam dan
ditambahkan metal etil keton, lalu diamati perubahan yang terjadi. Setelah
diamati Styrofoam mudah larut(hilang).
b. Pada percobaan ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
denaturasi, disiapkan gelas kimia plastik, dituangkan sejumlah lem bening
kedalamnya. Ditambahkan 5 mL larutan boraks, lalu didiamkan beberapa
saat dan diamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati sebelum
ditambahkan larutan boraks lem berupa larutan kental dan setelah
ditambahkan larutan boraks, lem berubah menjadi padat atau mengeras
seperti lilio dan tidak berwarna.
c. Pada percobaan ini untuk mengetahui faktor yang menjadi denaturasi
protein. disiapkan 5 buah tabung reaksi yang bersih, tabung diberi nama A
sampai E, lalu diisi masing-masing tabung dengan 2 mL larutan putih
telur. Pada tabung A ditambahkan 1mL larutan CuSO 4 dan ditambahkan
larutan NaOH 6 M, kemudian digoyangkan dan diamati perubahan yang
terjadi. Setelah diamati tejadi perubahan warna menjadi powder blue (biru
muda). Pada tabung B ditambahkan 10 tetes larutan HgCl2. Kemudian
digoyangkan dan diamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati terjadi
perubahan warna menjadi white(putih). Pada tabung C ditambahkan 5 tetes
larutan timbal asetat dan larutan NaOH 6M sebanyak 1mL. Digoyangkan
dan diamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati terjadi perubahan
warna menjadi black O (hitam). Lalu pada tabung D ditambahkan 1mL
larutan HNO3 pekat dan dipanaskan. Lalu diamati perubahan yang terjadi.
Setelah diamati terjadi perubahan warna sebelum dipanaskan berwarna
cornsilk 247 lalu setelah dipanaskan menjadi ivory 254 dan pada saat
menggunakan kertas lakmus tidak terjadi perubahan tetap berwarna pink.
Kemudian pada tabung E ditambahkan 1 mL NaOH 6 M dan dipanaskan.
Ditempatkan kertas lakmus basah dibagian ujung tabung. Diamati
perubahan yang terjadi pada setiap percobaan yang terjadi. Setelah diamati
terjadi perubahan, sebelum dipanaskan hanya terdapat padatan dan setelah
dipanaskan berubah warna menjadi orange. Lalu saat diberikan kertas
lakmus terjadi perubahan menjadi berwarna biru.
d. Pada percobaan ini cara pembuatan sabun bedasarkan reaksi sapodifikasi.
Disiapkan cawan penguap. Lalu dimasukkan larutan NaOH, minyak
kelapa, dan larutan etanol masing-masing sebanyak 5mL. dipanaskan
cawan beserta isinya secara hati-hati (diaduk campuran selama pemanasan
dilakukan). Dipanaskan hingga cairan menguap dan campuran menjadi
padatan (jangan sampai gosong). Saat diamati terdapat padatan dan
berwarna putih. Ditambahkan sejumlah air, saat ditambahkan air semakin
terjadi endapan. Kemudian setelah dingin ditambahkan 50mL larutan NaCl
jenuh terjadi butir-butir dan berwarna putih. Setelah itu, campuran
disaring. Dicuci sabun yang telah diperoleh dengan 3x10 mL air. Dibuat
larutan sabun atau air sabun tersebut dengan menggunakan cara
melarutkannya didalam 30mL aquadest. Dibuat juga larutan deterjen
dengan menggunakan cara yang sama. Disiapkan 3 buah tabung reaksi
bersih, diisi tabung A dengan 10 mL larutan sabun hasil percobaan
sebelumnya ditambahkan larutan CaCl2, terjadi perubahan volume busa
berkurang dan terjadi endapan. Tabung B diisi dengan 10mL larutan
deterjen dan ditambahkan larutan CaCl2, terjadi perubahan pada volume
busa yang menjadi berkurang dan terdapat endapan. tabung C dengan
10mL air kran dan ditambahkan larutan CaCl2. Tidak terjadi perubahan.
e. Pada percobaan ini untuk mengetahui pengaruh terhadap suhu disiapkan

3
sebuah Styrofoam, diisi dengan air kira-kira bagian. Ditempatkan
4
Styrofoam yang berisi air tersebut diatas kawat kasa. Lalu dibakar dengan
menggunakan pembakaran lilin atau pembakaran spiritus. Diamati
perubahan yang terjadi. Waktu untuk melelehkan Styrofoam selama 28
detik. Lakukan hal yang sama, tetapi dengan menggunakan Styrofoam
kosong. Diamati apa yang terjadi. Waktu untuk melelehkan Styrofoam
selama 6 detik.
VII.Pembahasan
Dalam praktikum kimia lingkungan terdiri dari 5 percobaan. Pada percobaan
pertama yaitu Pada percobaan polimer ini untuk mengetahui kelarutan polimer
bedasarkan pemolarannya, wadah pembungkus makanan atau minuman
(Styrofoam), dipotong berbentuk persegi 0,5 cm dan 4 tabung reaksi. Dimasukkan
kedalam tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama dimasukkan potongan
Styrofoam dan ditambahkan alkohol, lalu diamati perubahan yang terjadi. Setelah
diamati Styrofoam tidak larut tetapi mengembang. Pada tabung kedua dimasukkan
potongan Styrofoam dan ditambahkan aseton, diamati perubahan yang terjadi.
Setelah diamati Styrofoam sedikit larut (mengecil). Pada tabung ketiga
dimasukkan potongan Styrofoam dan ditambahkan etil asetat, kemudian diamati
perubahan yang terjadi. Setelah diamati Styrofoam mudah larut (hilang). Dan
pada tabung keempat dimasukkan potongan Styrofoam dan ditambahkan metal
etil keton, lalu diamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati Styrofoam mudah
larut (hilang). Pada percobaan ini dikarenakan pengaruh sifat polar dan non polar
pada pelarut. Dimulai pada urutan kepolaraan paling tinggi maka urutannya
alcohol, etil asetat, aseton dan metal etil keton. Alkohol bersifat polar, metal etil
keton bersifat non polar sedangkan etil asetat dan aseton bersifat semi polar. Hal
ini berhubungan dengan ada dan hilangnya styrofoam pada reaksi diatas yang
sesuai dengan kaidah like dissolve like yaitu senyawa polar hanya bisa larut pada
pelarut polar sedangkan senyawa nonpolar hanya bisa larut pada pelarut nonpolar.
Dikarenakan styrofoam yang bersifat non polar maka akan cepat larut pada metal
etil keton dan sukar larut pada alkohol. Styrofoam terbuat dari polistirena yang
merupakan polimer sintesis yang tersusun atas monomer stirena
merupakan hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada
suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat, dapat mencair pada
suhu yang lebih tinggi. Stirena tergolong senyawa aromatik.
Pada percobaan kedua untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
denaturasi, disiapkan gelas kimia plastik, dituangkan sejumlah lem bening
kedalamnya. Ditambahkan 5 mL larutan boraks, lalu didiamkan beberapa saat dan
diamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati sebelum ditambahkan larutan
boraks lem berupa larutan kental dan setelah ditambahkan larutan boraks, lem
berubah menjadi padat atau mengeras seperti lilio dan tidak berwarna. Hal ini
disebabkan karena adanya senyawa natium tetraborat yang merupakan campuran
garam mineral dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Karena pada asam borkas
senyawa aktif yang dapat membentuk ikatan yang sangat kuat yaitu ikatan
glikosidik dan ikatan kovalen. Dampak dari boraks memang tidak serta berakibat
buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit
karena diserap dalam tubuh secara kumulatif. Seringnya mengonsumsi makanan
berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam
jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin),
koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis,
tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian. Boraks
berfungsi sebagai pengawet. Lem terbuat dari tepung kanji yaitu sebagai polimer
alami (karbohidrat) nama polimernya adalah amilum.

Pada percobaan ketiga, untuk mengetahui faktor yang menjadi denaturasi


protein. disiapkan 5 buah tabung reaksi yang bersih, tabung diberi nama A sampai
E, lalu diisi masing-masing tabung dengan 2 mL larutan putih telur. Pada tabung
A ditambahkan 1mL larutan CuSO4 dan ditambahkan larutan NaOH 6 M,
kemudian digoyangkan dan diamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati tejadi
perubahan warna menjadi powder blue (biru muda). Pada tabung B ditambahkan
10 tetes larutan HgCl2. Kemudian digoyangkan dan diamati perubahan yang
terjadi. Setelah diamati terjadi perubahan warna menjadi white(putih). Pada
tabung C ditambahkan 5 tetes larutan timbal asetat dan larutan NaOH 6M
sebanyak 1mL. Digoyangkan dan diamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati
terjadi perubahan warna menjadi black O (hitam). Lalu pada tabung D
ditambahkan 1mL larutan HNO3 pekat dan dipanaskan. Lalu diamati perubahan
yang terjadi. Setelah diamati terjadi perubahan warna sebelum dipanaskan
berwarna cornsilk 247 lalu setelah dipanaskan menjadi ivory 254 dan pada saat
menggunakan kertas lakmus tidak terjadi perubahan tetap berwarna pink.
Kemudian pada tabung E ditambahkan 1 mL NaOH 6 M dan dipanaskan.
Ditempatkan kertas lakmus basah dibagian ujung tabung. Diamati perubahan yang
terjadi pada setiap percobaan yang terjadi. Setelah diamati terjadi perubahan,
sebelum dipanaskan hanya terdapat padatan dan setelah dipanaskan berubah
warna menjadi orange. Lalu saat diberikan kertas lakmus terjadi perubahan
menjadi berwarna biru. Pada reaksi diatas terjadi endapan pada tiap reaksi
dikarenakan terjadinya protein yang tersusun atas asam amino yang memiliki
ikatan peptida mengalami proses denaturasi. Faktor – faktor denaturasi adalah
panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dari protein namun tidak akan
mengganggu ikatan kovalennya. Nama protein yang terdapat dalam putih telur
yaitu albumin. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu akan membuat
energi kinetik molekul bertambah. Bertambahnya energi kinetik molekul akan
mengacaukan ikatan-ikatan hidrogen. Dengan naiknya suhu, akan membuat
perubahan entalpi sistem naik. Selain itu bentuk protein yang terdenaturasi dan
tidak teratur juga sebagai tanda bahwa entropi bertambah. Entropi sendiri
merupakan derajat ketidakteraturan, semakin tidak teratur maka entropi akan
bertambah. Pemanasan juga dapat mengakibatkan kemampuan protein untuk
mengikat air menurun dan menyebabkan terjadinya koagulasi. Selain oleh panas,
asam dan basa juga dapat membuat protein terdenaturasi. Seperti telah diketahui
bahwa protein dapat membentuk struktur zwitter ion. Protein juga memiliki titik
isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein adalah
sama. Pada saat itulah, protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan
membentuk gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Pada saat ini entalpi
pelarutannya akan menjadi tinggi, karena jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
melarutkan sejumlah protein akan bertambah. Mekanismenya adalah penambahan
asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein.
Ion positif dan negatif pada garam dapat berganti pasangan dengan ion positif dan
negatif dari asam ataupun basa sehingga jembatan garam pada protein yang
merupakan salah satu jenis interaksi pada protein, menjadi kacau dan protein
dapat dikatakan terdenaturasi.Bentuk protein terdenaturasi yang mengendap ini
juga dapat diakibatkan oleh pengaruh logam-logam berat. Dengan adanya logam-
logam berat itu akan terbentuk kompleks garam protein-logam. Kompleks inilah
yang membuat protein akan sulit untuk larut. Dan sama dengan ketika protein
terdenaturasi akibat asam dan basa, entalpi pelarutannya akan naik. Protein
bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan di atas titik isoelektrik akan
diendapkan oleh ion positif atau logam lebih mudah. Sebaliknya, protein
bermuatan positif dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik membutuhkan ion-
ion negatif. Contoh ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein misalnya
Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, dan Pb2+. Dan contoh ion-ion negatif yang dapat
mengendapkan protein misalnya ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan
sulfosalisilat. Namun selain membentuk kompleks garam protein-logam yang
sukar larut, logam berat dapat menarik sulfur pada protein sehingga mengganggu
ikatan disulfida dalam protein dan menyebabkan protein terdenaturasi pula.
Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat
disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan
ikatan disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan
atom hidrogen.

Pada percobaan keempat, Pada percobaan ini cara pembuatan sabun


bedasarkan reaksi sapodifikasi (reaksi antara lemak dengan basa kuat). Disiapkan
cawan penguap. Lalu dimasukkan larutan NaOH, minyak kelapa, dan larutan
etanol masing-masing sebanyak 5mL. dipanaskan cawan beserta isinya secara
hati-hati (diaduk campuran selama pemanasan dilakukan). Dipanaskan hingga
cairan menguap dan campuran menjadi padatan (jangan sampai gosong).
Dilakukan pemanasan karena sebagai katalik mempercepat reaksi. Saat diamati
terdapat padatan dan berwarna putih. Ditambahkan sejumlah air, air disini
berfungsi sebagai pendingin. Saat ditambahkan air semakin terjadi endapan.
Kemudian setelah dingin ditambahkan 50mL larutan NaCl jenuh, penambahan
NaCl untuk menarik gliserin dan terjadi butir-butir dan berwarna putih. Setelah
itu, campuran disaring. Dicuci sabun yang telah diperoleh dengan 3x10 mL air
tujuan pencucian agar dapat memisahkan pelarut etanol yang tadi bereaksi. Dibuat
larutan sabun atau air sabun tersebut dengan menggunakan cara melarutkannya
didalam 30mL aquadest. Dibuat juga larutan deterjen dengan menggunakan cara
yang sama. Disiapkan 3 buah tabung reaksi bersih, diisi tabung A dengan 10 mL
larutan sabun hasil percobaan sebelumnya ditambahkan larutan CaCl 2, terjadi
perubahan volume busa berkurang dan terjadi endapan. Tabung B diisi dengan
10mL larutan deterjen dan ditambahkan larutan CaCl2, terjadi perubahan pada
volume busa yang menjadi berkurang dan terdapat endapan. tabung C dengan
10mL air kran dan ditambahkan larutan CaCl2. Tidak terjadi perubahan.
Penambahan larutan CaCl2 untuk menguji kesadahan pada sabun. Air sadah
berwarna keruh, berbau besi, mengandung Ca dan Mg yang tinggi. Kesadahan air
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kesadahan sementara dan kesadahan
tetap. Kesadahan sementara adalah kesadahan air yang dihasilkan karena adanya
senyawa-senyawa bikarbonar dan karbonat dari magnesium dan kesadahan
sementara ini dapat dihilangkan dengan mendidihkan air tersebut. Sementara itu
kesadahan tetap disebabkan oleh senyawa- senyawa non karbonat kalsium dan
magnesium, tetapi disebabkan oleh garam- garam kedua unsur tersebut.
Keuntungan air sadah, relative aman dari senyawa- senyawa timbal karena
senyawa- senyawa tersebut tidak larut dalam air sadah. Kerugin yang ditimbulkan
air sadah dapat menimbulkan scum, yaitu lapisan yang sangat tipis pada
permukaan cairan yang dapat menggumpalkan sabun, sehingga sabun sukar
berbusa yang dapat memboroskan sabun dan menimbulkan noda pada pakaian.
Tetapi kalua tidak ada ada air sadah pada saat mencuci baju tersebut dapat terus
berbusa dan menyebabkan tidak bersihnya baju.

Pada percobaan kelima, untuk mengetahui pengaruh terhadap suhu

3
disiapkan sebuah Styrofoam, diisi dengan air kira-kira bagian. Ditempatkan
4
Styrofoam yang berisi air tersebut diatas kawat kasa. Lalu dibakar dengan
menggunakan pembakaran lilin atau pembakaran spiritus. Diamati perubahan
yang terjadi. Waktu untuk melelehkan Styrofoam selama 28 detik karena terdapat
air sebagai penahan yang menyebabkan panasnya terkena air dulu . Lakukan hal
yang sama, tetapi dengan menggunakan Styrofoam kosong. Diamati apa yang
terjadi. Waktu untuk melelehkan Styrofoam selama 6 detik. Karena tidak ada
penahan apapun yang menyebabkan Styrofoam langsung terbakar.

VIII. Kesimpulan
1. Percobaan pertama : Styrofoam larut dalam pelarut non polar yaitu larutan
etil asetat dan metil etil keton.
2. Percobaan kedua : lem yang ditambahkan dengan larutan boraks berubah
menjadi padatan.
3. Percobaan ketiga :
Tabung A= putih telur + CuSO4 + NaOH menjadi berwarna powder
blue
Tabung B= putih telur +HgCl2 menjadi warna white
Tabung C= putih telur + timbal asetat + NaOH menjadi berwana black
Tabung D= putih telur + HNO3 menjadi berwarna cornsilk lalu
dipanaskan berubah menjadi berwarna ivory
Tabung E= putih telur + NaOH menjadi putih dan terdapat padatan, lalu
dipanaskan berubah menjadi berwarna orange
4. Percobaan keempat : pembuatan sabun dengan menggunakan prinsip
saponifikasi (asam lemah dan basa kuat).
Sabun + CaCl2 volume busa berkurang dan tejadi endapan
Sabun hasil percobaan + CaCl2 voleme busa berkurang dan terjadi
endapan
Air kran + CaCl2 tidak ada perubahan .
5. Percobaan kelima : Styrofoam tidak tahan panas dan mengalami reaksi
eksotren dan endotren.

IX. Daftar Pustaka

Anita. (2012). Boraks. Jakarta : Binatura.


Anonim. (2012). Denaturasi. Surabaya: PT. Remaja Rosdakarya.
Cowd. (1991). Kimia Polimer. Bandung : ITB.
David. (2009). Polimer . Malang : UNM.
Eko. (2010). Polimer. Bandung : ITB. 
Iqmal. (2012). Kaidah Kelarutan. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Ratna. (2012). Polimerisasi. Yogyakarta : Kanisius.
Rino. (2013). Polimer. Jakarta : Intan Parawira.
Tim Kimia Dasar Program Studi Farmasi. (2018). Penuntun Praktikum Kimia
Dasar. Bandung : Universitas Islam Bandung.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

PERCOBAAN 5

KIMIA LINGKUNGAN

Disusun Oleh

Nama : Fazreen Dwi Putri Anggia


NPM : 10060318069
Shift / Kelompok :B/6
Tanggal Praktikum : Senin, 03 Desember 2018
Tanggal Laporan : Senin, 17 Desember 2018
Nama Asisten :Siti Hardianti,S.Farm.Apt.
LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2018 / 1440 H

Anda mungkin juga menyukai